v
PEMBERIAN PARACETAMOL YANG DICAMPUR DALAM PAKAN
TERHADAP NILAI PACKED CELL VOLUME , KADAR HEMOGLOBIN
DAN TOTAL ERITROSIT PADA AYAM PEDAGING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi
Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Diajukan Oleh :
CHELA KRISNA DENATA
NIM.1109005050
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
v
PEMBERIAN PARACETAMOL YANG DICAMPUR DALAM PAKAN
TERHADAP NILAI PACKED CELL VOLUME , KADAR HEMOGLOBIN
DAN TOTAL ERITROSIT PADA AYAM PEDAGING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas
–
Tugas dan Memenuhi
Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
CHELA KRISNA DENATA
NIM.1109005050
Menyetujui / Mengesahkan
Pembimbing I
Dr.Drh. IGNB. Trilaksana,M.Kes
NIP. 19621210198903 1 002
Pembimbing II
Drh. I Wayan Bebas,M.Kes
NIP. 19621231 198903 1021
Mengetahui :
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
v
Tanggal lulus :
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh
–
sungguh kami berpendapat
bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai
skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Ditetapkan di Denpasar tanggal...
Panitia Penguji :
Dr. drh. IGNB. Trilaksana, M.Kes
Ketua
Drh. I Wayan Bebas, M.Kes
Dr. drh. Tjok Gde Oka Pemayun, M.Si
Sekretaris
Anggota
v
Anggota
Anggota
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi, pada tanggal 10 Februari 1993. Penulis
merupakan anak Pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Anang Lesmono dan
Ibu Partimah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Taman Indria
pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Dasar SDN 6 Kebondalem, Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 1 Cluring pada tahun 2008 dan Pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 1 Genteng pada tahun 2011. Penulis kemudian diterima di
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011. Selanjutnya penulis
v
ABSTRAK
Burung puyuh dapat dijadikan salah satu usaha ternak yang mudah untuk
dibudidayakan dan dapat meningkatkan pendapatan. Pengembangan usaha peternakan
burung puyuh yang maju dan dapat bersaing dengan negara lain membutuhkan bibit
yang memadai ditinjau dari kualitas maupun kuantitas. Burung puyuh jantan yang
memiliki sperma dengan karakteristik baik di harap menghasilkan bibit yang
berkualitas. Karakteristik meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik,
sehingga kualitas bibit burung puyuh dapat diseleksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik semen burung puyuh secara makroskopik dan mikroskopik.
Metode penelitian menggunakan hewan coba 30 ekor burung puyuh dengan
umur ± 6 minggu sebagai sumber semen. Penampungan semen burung puyuh
dilakukan dengan menggunakan teknik masase atau pemijatan dengan modifikasi
untuk mencegah kontaminasi busa yang dihasilkan oleh glandula kloaka dan adanya
feses. Pemeriksaan dilakukan secara makroskopik meliputi volume, warna, pH dan
konsistensi (tingkat kekentalan) dan pemeriksaan mikroskopik meliputi konsentrasi
spermatozoa, morfologi, abnormalitas, jumlah spermatozoa hidup dan motilitas
spermatozoa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa karakteristik semen burung
puyuh (Coturnix - Coturnix Japonica) secara makroskopis yaitu mempunyai volume ±
0,02 ml, warna krem, pH ± 7,06, konsistensi kental dan bau yang khas. Hasil
pemeriksaan mikroskopik burung puyuh mempunyai gelombang massa spermatozoa
terlihat baik (++), motilitas progresif ± 86 %, konsentrasi spermatozoa ± 57,2 x 10
7,
abnormalitas spermatozoa ± 7,4 %, dan kematian spermatozoa ± 5 %.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat,
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi yang berjudul “
Karakteristik Semen Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix
Japonica)
” disusun berdasarkan hasil penelitian dan
skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih sedalam-dalamya kepada:
1.
Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
2.
Bapak Drh. Pudji Rahardjo, MS. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi dan dukungan moril.
3.
Bapak Dr. drh. I Gusti Ngurah Bagus Trilaksana M.Kes selaku pembimbing I
yang senantiasa memberikan dukungan, nasehat, dan motivasi selama penelitian
dan penulisan skripsi ini hingga selesai.
4.
Bapak Drh. Wayan Bebas, M.Kes selaku pembimbing II yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, dan bimbingan
dengan penuh kesabaran serta dukungan kepada penulis hingga terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
v
6.
Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana.
7.
Kedua orang tua tercinta Bapak Anang Lesmono dan Ibu Partimah serta adikku
Lucyana Yenny Ayu Lesmono. Terima kasih banyak atas dukungan semangat,
doa dan dorongan moral serta material sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan.
8.
Almarhum kakek Surip Prawirorejo, almarhumah nenek Mariatun, kakek
Syamsuri dan almarhumah nenek Sriyatun serta keluarga besar semua, terima
kasih banyak atas doa dan semangat yang sudah diberikan kepada penulis.
9.
Elyas Herybertus Tani Bina, I Gusti Made Anantawijaya, Arista Novi Sandra,
Priscilla M.S Putri, Gita Permana, dan Hermadi Putra terimakasih telah menjadi
team work
yang baik dan kompak dalam melaksanakan penelitian sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
10.
Teman-teman seperjuangan Rama Glantiga, Clara Lucetriani, Jesiaman Silaban,
Elsa Hidayati, Alviana Rizqiyah Utami dan teman-teman yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu atas segala bentuk dukungan dan bantuannya.
Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang
selalu kompak dan semangat. Semoga kelak bisa menjadi kolega menjalin
hubungan yang baik.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan adanya kritik, dan saran
yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca.
v
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
ABSTRAK ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ... 1
1.2
Rumusan Masalah ... 2
1.3
Tujuan Penelitian ... 2
1.4
Manfaat Penelitian ... 3
1.5
KerangkaKonsep ... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Puyuh ... 5
2.2 Reproduksi Organ Jantan ... 6
2.3 Penampungan semen ... 7
2.4 Evaluasi Semen ... 7
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Hewan Coba ... 10
3.2 Bahan dan Alat ... 10
3.2.1 Bahan ... 10
v
3.3 Prosedur Penelitian... 10
3.3.1 Teknik Penampungan Semen ... 10
3.3.2 Evaluasi Semen ... 11
3.3.2.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 11
3.3.2.1 Pemeriksaan Mikroskopik ... 11
3.4 Analisi Data ... 12
3.5 Lokasi Penelitian ... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 14
4.2 Pembahasan ... 16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 19
5.2 Saran
... 19
DAFTAR PUSTAKA ... 20
v
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ayam pedaging merupakan ayam ras unggulan yang dihasilkan dari persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam hal memproduksi daging yang mampu tumbuh cepat dan dapat menghasilkan daging dalam kurun waktu yang relatif singkat (Ardana, 2009).
Saat ini ayam pedaging merupakan salah satu ternak yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Bertambahnya permintaan dari masyarakat terhadap daging ayam seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani, sehingga saat ini ayam pedaging mampu dikatakan sebagai salah satu komoditas ternak yang menjanjikan
(Ahhira, 2010). Masih banyak kendala yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan akan protein hewani ini, salah satunya yaitu minimnya produk peternakan ayam pedaging secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu juga masalah manajemen yang buruk merupakan suatu kendala yang perlu ditangani di dalam peternakan unggas ini. Tidak semua peternakan ayam pedaging berhasil tak jarang banyak kendala yang menghambat para peternak, diantaranya ; pengetahuan yang minim dari peternak, bibit yang kurang bagus dan kendala yang paling sering dialami kesalahan yang mengakibatkan lingkungan yang tidak kondusif dan menimbulkan berbagai macam bakteri yang mampu menyebabkan terjadinya penyakit (Rasyaf, 2010).
Seperti yang di ketahui bahwa penyakit pada ayam umumnya daya serang yang spesifik, misalnya jenis penyakit yang menyerang saluran pencernaan, saluran pernafasan, sistem kekebalan dan saluran reproduksi. Namun tidak jarang juga di temui jenis penyakit yang menyerang lebih dari satu sistem yaitu: ND, AI dan kolera. Penyakit ini pada ayam menimbulkan gejala demam, diare, lemas dan lain-lain.
Dewasa ini para peternak telah mengobati ayam sakit dengan menggunakan paracetamol untuk menurunkan panas dan menghilangkan rasa sakit. Efek antipiretik dari parasetamol dikarenakan
parasetamol berikatan secara langsung dengan reseptornya di pusat pengaturan panas di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer, berkeringat, dan pembuangan panas (Botting, 2000).
Efektifitas dan efisiensi kerja parasetamol sebagai antipiretik telah banyak diteliti, dan terbukti secara
ilmiah pemberian parenteral jauh lebih baik dibandingkan pemberian oral (Paramba et al., 2013).
Disamping itu paracetamol digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ayam (Nassar, 2009). Paracetamol diyakini dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dengan cara berikatan dengan
reseptornya di hypothalamus, keadaan ini mampu menekan pusat nafsu makan dan ayam merasa cepat kenyang. Dosis yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan adalah 2gr/kg pakan.
Paracetamol atau asetaminofen merupakan obat antipiretik dan analgesic derivate para amino
dan telah menggantikan penggunaan silsilat sebagai antipiretik dan analgesik. Paracetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893.
Pemberian paracetamol pada hewan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap gambaran darah hewan coba, terutama terhadap PCV, Hb dan WBC. Pada sel darah merah terdapat perubahan tetapi tidak terlalu signifikan. Akibat dari pemberian paracetamol ini juga berpengaruh terhadap Hb, karena dapat menurunkan konsentrasi Hb yang artinya menurunkan kapasitas oksigen yang dibawa dari darah ke jaringan menurun (Oyedeji, 2013). Hal ini menyebabkan gangguan respirasi akibat kekurangan suplai oksigen dalam darah.
Efek samping paracetamol pada ayam belum diketahui, apakah mempengaruhi status
hematologi diantaranya: ( kadar hemoglobin, total eritrosit dan konsentrasi packed cell volume (PCV).
Bila kadar Hb dan atau total eritrosit dan PCV menurun maka ayam mengalamai anemia. Sebaliknya bila terjadi peningkatan terhadap PCV, Hb dan total eritrosit itu menandakan dehidrasi dan polisitermia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan menurunkan nilai Packed
Cell Volume ( PCV ) pada ayam pedaging?
2. Apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan menurunkan kadar
hemoglobin pada ayam pedaging?
3. Apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan menurunkan total eritrosit
pada ayam pedaging? 1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ;
1. Untuk membuktikan apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan
menurunkan nilai Packed Cell Volume ( PCV ) pada ayam pedaging?
2. Untuk membuktikan apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan
menurunkan kadar hemoglobin pada ayam pedaging?
3. Untuk membuktikan apakah pemberian paracetamol yang dicampurkan dalam pakan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain ;
1. Dapat memberikan informasi mengenai profil hematologi ( total eritrosit, hemoglobin dan
packed cell volume) pada ayam pedaging yang diberikan paracetamol dalam berbagai dosis yang dicampurkan kedalam pakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Ayam Pedaging
Ayam pedaging atau yang lebih dikenal dengan broiler adalah galur ayam yang dihasilkan dari rekayasa genetik yang mempunyai karakteristik ekonomis dengan ciri yang sangat khas yaitu pertumbuhan cepat, masa pemeliharaan pendek, menghasilkan daging berserat lunak, memiliki ukuran badan yang terbilang besar dan kokoh, memiliki banyak daging dan lemak, produksi telur minim dan bedanya memiliki bobot yang berat (AAK, 1981). Broiler merupakan salah satu ayam pedaging yang memiliki pertumbuhan sangat pesat kisaran umur 1-5 minggu. Broiler yang berumur 6 minggu sama besarnya dengan ayam kampung yang telah dipelihara selama 8 bulan.
Keunggulan dari broiler ini didukung dengan sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi temperatur lingkungan, cara pemeliharaan dan makanan. Pada dasarnya ada 3 hal penting yang sangat
menentukan dalam beternak ayam pedaging yaitu, Kualitas Day Old Chick (DOC), pakan dan
manajemenya. Selain ketiga factor yang disebutkan diatas masih ada factor lain yang sangat
menentukan berhasilnya ternak ayam pedaging ini yaitu ; jaminan pemasaran daging, usaha pencegahan penyakit termasuk sanitasi dan biosecurity, serta diagnose dan pengobatan penyakit secara tepat dan benar (Bur, 2000).
Menurut Ardana (2009), ayam pedaging termasuk hewan berdarah panas atau homeothermis yang memiliki kemampuan terbatas dalam menyesuaikan diri dengan suhu lingkunganya. Kondisi cuaca yang selalu berubah-ubah membuat ayam pedaging sangat rentan terserang penyakit yang mampu
menyebabkan para peternak gagal panen. Pemberian pakan yang baik pada ayam pedaging saja tidak cukup, ayam pedaging juga perlu diberi vitamin. Pemberian vaksin, antibiotik dan obat antipiretik dapat digunakan sebagai terapi dan pencegahan terhadap penyakit infeksius agar ayam mampu bertahan sampai usia panen.
2.2 Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah.
membawa cairan dari setiap jaringan ke jaringan lain, hal tersebut agar keseimbangan cairan di dalam tubuh tetab terjaga stbilitasnya, darah memiliki ph rata-rata 7,4. Selain itu juga darah membawa suplai makanan berupa nutrisi dari system pencernaan ke sel- sel atau jaringan tubuh serta mengangkut produk yang terbuang ke jaringan yang ada di ginjal dan usus besar untuk ekskresi dan mencegah terjadinya akumulasi. Pada saat terjadinya trauma dan infeksi, sel darah dan antibodi berperan untuk melindungi tempat melawan agen penyebab penyakit atau proses pembekuan darah pada luka yang disebabkan oleh pendarahan atau hemoragi.
Darah juga berperan penting dalam pengendalian suhu tubuh (termoregulasi) yaitu dengan cara mengangkut panas dari bagian dalam tubuh ke permukaan kulit dimana panas nantinya akan
menghilang ke udara. Dan fungsi darah yang terakhir yaitu menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh (homeostatis) . Fungsi darah sebagai system pertahanan berperan dalam fagositosis dan
memberikan respon imunitas. Cairan tubuh memenuhi sekitar 68% bobot pada ayam dewasa dan 12% pada anak ayam yang baru menetas (Bell,2002).
Kandungan yang terdapat di dalam cairan darah yaitu 91% air, 3% protein yang terdiri dari (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen 0,9% mineral yang terdiri dari (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium, zat besi) dan 0,15 bahan organic yang terdiri dari ( glukosa,
lemak,asam urat, kolesterol dan asam amino) (ITBI, 2011).
2.3 Packed Cell Volume ( PCV )
Nilai PCV yaitu suatu istilah yang menunjukan persen volume sel darah merah dalam darah. Keadaan hematokrit itu sendiri sangat dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah. Berkurangnya jumlah sel darah merah akan mempengaruhi persen volume sel darah merah dalam darah. Nilai hematokrit ini sangat berhubungan dengan sel darah merah, nilai dapat berubah-ubah tergantung dengan factor yang mempengaruhi yaituras,jenis kelamin, nutrisi dan umur. Penentuan nilai hematokrit ini dilakukan dengan cara mengisi tabung mikrohematokrit dengan darah yang terlebih dahulu telah diberi zat antikoagulan agar tidak menggumpal, kemudian darah disentrifuse sampai sel-sel mengumpul di dasar ( Frandson,1996). Sel-sel yang mengumpul di dasar tersebut merupakan sesuatu yang memiliki berat lebih daripada plasma. Hasil sentrifugasi dalam satu paket dari sel darah di bagian bawah tabung tersebut yang disebut dengan Packed Cell Volume (PCV) atau hematokrit (Cunningham, 2000).
Menurut Indrawati (2011) nilai PCV merupakan petunjuk yang sangat baik dalam menentukan volume total eritrosit dalam sirkulasi darah. Dengan teknik pemusingan yang cepat eritrosit yang memiliki berat jenis tinggi dapat dipisahkan dari unsur-unsur lainya, adapun urutan lapisan pada mikrohematokrit dari atas ke bawah yaitu; 1) Plasma darah yang berwarna kuning; 2) Bufi coat yang berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan yang tersusun dari leukosit dan trombosit; 3) Eritrosit yang merupakan lapisan darah yang memiliki warna merah gelap (Dharmawan, 2002). Nilai hematokrit pada sebagian besar hewan piaraan berkisar 38-40% dengan rata-rata 40% (Cholacha, 2010).
Hemoglobin merupakan senyawa organik komplek yang tersusun atas empat pigmen porfirin merah ( heme) yang merupakan suatu derivate porfirin yang mengandung besi ditambah globin yang merupaka protein grobular yang tersususn dari empat asam amino ( Frandson,1992). Hemoglobin berperan penting dalam mengangkut oksigen dari paru-paru menuju ke semua jaringan tubuh hewan. Pada hewan invertebrata yang memiliki ukuran tubuh kecil ,oksigen langsung meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigenya terlarut secara bebas.
Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (fe) dalam tubuh karena besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Molekul hemoglobin tersusun atas dua cincin haem dan globin yang disintesis sendiri-sendiri. Rantai haem mengandung besi dan merupakan tempat pengikatan oksigen. Molekul ini mempunyai kemampuan untuk mengambil dan menggantikan oksigen dengan tekanan yang relative tipis (Guyton,1997). Konsentrasi hemoglobin dipengaruhi oleh umur, kedewasaan dan jenis kelamin. Menurut Cholacha (2010), dalam keadaan normal 100ml drah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0,03 gram oksigen. Pada sebagian besar darah hewan normal nilai hemoglobinya antara 13-15 gram/100ml.
2.5 Eritrosit
Sel darah merah (erotrosit) memiliki bentuk seperti cakram/ bikonkaf dan tidak memiliki inti. Kecuali pada unggas eritrosit berbentuk oval, berinti dan berukuran lebih besar daripada darah mamalia (Smith et al., 2000). Sel darah merah atau eritrosit memiliki garis tengah 5,0-7,34 mikron yang berfungsi untuk transportasi oksigen. Eritrosit memiliki warna kuning kemerahan, karena mengandung zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika oksigen banyak terkandung di dalamnya (ITBI, 2011). Sel darah merah atau eritrosit berfungsi mengikat oksigen (oksihemoglobin) dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh kemudian mengikat karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
Sel darah merah tersusun atas 65% air, 33% Hb, dan sisanya terdiri dari sel stroma, lemak mineral, vitamin, ion K, dan bahan organic lainya.Sebagian besar eritrosit bersikulasi dalam waktu yang relatif terbatas kisaran dari 2-5 bulan pada hewan domestikasi dan tergantung spesies. Umumnya masa hidup eritrosit ungggas lebih pendek dibandingkan dengan masa hidup eritrosit pada mamalia yaitu berumur 28-45 hari dan pada hewan umumnya kira-kira 25-140 hari (Guyton, 1986). Pada hewan dewasa pembentukan eritrosit terjadi di sum-sum tulang belakang sedangkan pada waktu masih janin dihasilkan oleh limpa, hati dan nodus limfatikus (Frandson, 1992). Sel darah merah yang sudah tua akan dihancurkan dalam sel Retikulo Endoplasmik System dalam hati,limpa dan sum-sum tulang belakang (Breazile, 1971).
Proses pembentukan eritrosit di dalam sum-sum tulang memiliki beberapa tahapan , mula-mula besar bernukleus dan tidak berisi hemoglobin lalu dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan
Menurut Mehta dan Hoffbrand (2008), faktor yang mampu mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi diantaranya yaitu hormon eritroprotein yang memiliki fungsi untuk merangsang eritropoesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel homopoietik dalam sumsum tulang.
2.6 Paracetamol
2.6.1 Struktur Kimia Parasetamol
Paracetamol memiliki bentuk menyerupai Kristal berwarna putih,tidak berbau dan memiliki rasa yang sedikit pahit. Paracetamol sangat mudah larut di dalam natrium hidroksida dan di air mendidih. Berat molekul dari paracetamol yaitu 151,16 dalton ( DITJEN POM, 1995). Pada dosis terapi
paracetamol aman untuk dikonsumsi, meskipun demikian overdosis akut dari penggunaan paracetamol dapat menyebabkan perubahan struktur dan nilai hematokrit dari sel darah merah. Paracetamol memiliki beberapa nama generic paracetamol antara lain N-asetil-paminofenol N-hidroksi asetanilida dan asetaminofen. Selama ini paracetamol digunakan sebagai obat analgesic dan antipiretik di seluruh dunia.
Paracetamol berawal dari asetanilid yang merupakan anggota pertama golongan obat p
-aminofenol.Pada tahun 1886 asetanilid diperkenalkan di bidang kedokteran dengan nama antifebrin oleh Chan dan Hepp, yang kebetulan menemukan kerja antipiretiknya. Dalam usaha menemukan
senyawa yang dianggap kurang toksik, p-aminofenol diuji dengan keyakinan bahwa tubuh akan
mengoksidasi asetanilid menjadi senyawa. Namun, toksisitasnya tidak berkurang,dan sejumlah turunan kimiawi p-aminofenol selanjutnya dilakukan pengujian. Fenasitin atau asetofenetidin merupakan salah satu turunan yang lebih memuaskan (Goodman dan Gilman,2007 ).
Pada tahun 1887 fenasitin diperkenalkan di dalam terapi dan banyak digunakan dalam campuran analgesic sampai akhirnya diketahui dampak dari fenasitin yang mampu menyebabkan gangguan terhadap gambaran darah akibat penyalahgunaan analgesic, maka dari itu fenasitin saat ini tidak lagi tersedia. Pada tahun 1949 ditemukan metabolit aktif dari asetanilid dan fenasitin yaitu paracetamol yang relative lebih aman penggunaanya (Goodman dan Gilman, 2007)
2.6.2 Farmakokinetik Paracetamol
Di dalam saluran pencernaan paracetamol diabsorbsi dengan cepat dan hampir sempurna. Paracetamol memiliki waktu paruh 2 jam dan konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 30 sampai 60 menit. Indeks terapi dari paracetamol berada diantara 5-20 mg/ml. Sebagian paracetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainya dengan asam sulfat, yang secara
farmakologi tidak aktif (Katzung,1997). Kurang dari 5% paracetamol yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah.
2.6.3 Farmakodinamik Paracetamol
menggunakan aspirin (misalnya pasien ulcer lambung) paracetamol dapat digunakan sebagai analgesic atau antipiretiknya.
Efek analgesic yang dihasilkan oleh paracetamol yaitu mampu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang, namun bagaimana mekanismenya sampai saat ini belum diketahui. Paracetamol juga mampu mengurangi produksi prostaglandin yaitu senyawa proinflamasi, namun paracetamol tidak mempunyai sifat antiinflamasi seperti halnya aspirin (Goodman dan Gilman,2007). Sebagai antipiretik, paracetamol bekerja mengembalikan suhu tubuh dalam keadaan demam menjadi normal dengan cara menghambat produksi prostaglandin di susunan saraf pusat.
2.6.4 Hubungan Paracetamol Terhadap Profil Hematologi
Pemberian paracetamol ini diduga mampu mempengaruhi total eritrosit, PCV dan Hb pada ayam pedaging. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan bahwa parasetamol dapat merusak ginjal (Mazer and Perrone, 2008; Pathan et al, 2013). Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan dalam regulasi hematopoiesis dengan mensekresikan eritropoietin (Polenakovic and Sikole, 1996). Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapati terjadinya perubahan yang signifikan terhadap gambaran darah hewan coba, terutama PCV, Hb dan RBC. Pada sel darah merah terdapat perubahan tetapi tidak terlalu signifikan. Akibat dari pemberian paracetamol ini juga berpengaruh terhadap Hb, karena dapat menurunkan konsentrasi Hb, yang artinya juga menurunkan kapasitas oksigen yang dibawa dari darah serta oksigen yang dibawa dari darah ke jaringan (Oyedeji, 2013).
2.7 Kerangka Konsep
Paracetamol merupakan obat antipiretik dan analgesic derivate para amino fenol yang sering digunakan dalam obat manusia. Paracetamol di Indonesia tersedia sebagai obat bebas dan telah menggantikan penggunaan silsilat sebagai antipiretik dan analgesik. Paracetamol merupakan metabolit fanasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak 1893. Pemberian paracetamol ini diduga mampu menurunkan total eritrosit,PCV dan Hb terhadap ayam pedaging.
Pemberian paracetamol pada hewan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap gambaran darah hewan coba, terutama mengakibatkan penurunan yang signifikan terhadap PCV,Hb dan RBC. Pada sel darah merah terdapat perubahan tetapi tidak terlalu signifikan. Akibat dari pemberian paracetamol ini juga berpengaruh terhadap Hb, karena dapat menurunkan konsentrasi Hb, yang artinya juga
menurunkan kapasitas oksigen yang dibawa dari darah serta oksigenyang dibawa dari darah ke jaringan (Oyedeji, 2013).
2.8 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut;
2. Pemberian paracertamol menurunkan kadar hemoglobin pada ayam pedaging.