Contoh Makalah Askep Tuberculosis (TBC) Paru
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama)
dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering
menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang
bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan
bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki
ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya
informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat
penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat
ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
PENGERTIAN
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis.
ETIOLOGI
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah
yang tinggi kandungan oksigennya yaitu. daerah apikal paru, daerah ini yang
menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor
(makrofag), sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas
ini biasanya melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit
dan limfokin, respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas ( lambat). Basil
Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus akan diinhalasi sebagai suatu unit
(1-3 basil), gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada dialveolus
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempay tersebut dan mempagosit,
namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag,
alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut.
Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan
terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) .
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan
lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi tuberkel..
TANDA & GEJALA
Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak
adalah:
1. Demam : subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk
membuang /mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
batuk purulenta (menghasilkan sputum)
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun,
sakir kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari
1. Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas,
Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung
terdorong kesisi yang sakit. Pada Foto Torak tampak pada sisi yang sakit
bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan fisik :
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan Radiologi :
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas.
Pada kavitas bayangan berupa cincin.
Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
Laboratorium :
Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
Sputum : pada kultur ditemukan BTA
Test Tuberkulin : mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
PENATALAKSANAAN
Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan :
1. OAT (obat anti tuberkulosa) :
2. Bronchodilatator
3. Expektoran
4. OBH
5. Vitamin
Fisioterapi dan rehabilitasi
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Pola aktifitas dan istirahat
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat
pada malam hari
b. Pola Nutrisi
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama
(penyakit yang sama)
e. Riwayat lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.
f. Aspek Psikososial
Merasa dikucilkan
Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu
yang lama dan biaya yang bayak.
Tidak bersemangat, putus harapan.
g. Riwayat Penyakit sebelumnya
Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
1. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap.
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar.
Daya tahan/ resistensi terhadap infeksi rendah
Malnutrisi
Terkontaminasi oleh lingkungan.
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan :
Sekresi yang kental, lengket dan berdarah
Lelah dan usaha batuk yang kurang
Edema trachea/larink.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Kerusakan membran alveolar kapiler.
Sekret yang kental
Edema Bronkial.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan:
Kelemahan
Batuk yang sering, adanya produksi sputum,
Dispnea
Anorexia
Penurunan finansial /biaya.
5. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan Hygiene), tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan, berhubungan dengan :
Tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, terbatas
pengetahuan/kognitif, tidak akurat, tidak lengkap imformasi yang didapat.
PENGOBATAN
1. Nama obat : INH
Dosis : 1 x 400 mg
Farmakokinetik:
Diabsorbsi : saluran pencernaan, makanan mengurangi kecepatan dan tingkat
absorbsi
Distribusi : keseluruh jaringan tubuh dan cairan termasuk CNS, melewati
plasenta
Metabolisme : tidak diaktifkan oleh acetylation di dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 1 - 4 jam, 75 - 96% diekresikan dalam urin dalam 24
jam, diekskresikan dalam air susu
Efek samping:
Biasanya dihubungkan dengan dosis
CNS
Parestesias, perifeal neuropaty, nyeri kepala, kelemahan, tinitus, pusing, vertigo,
ataxia, somnolen, insomnia, amnesia,euphoria, toxis psikosis, perubahan tingkah
laku, depresi, kerusakan memori, hyperpireksia, halusinasi, konvulsi, otot kejang,
mimpi yang berlebihan , menstruasi
Mata
Penglihatan kabur, terganggunya penglihatan, optik neuritis, atropi
GI
Mual , muntah , epigastrium distress, mulut kering, konstipasi
Hematologi
Agranulositosis, hemolitik atau anemia aplastik, trombositopenia, eosinophilia,
methemoglobinemia
Hepatotoksisitas
Panas dingin, kulit yang melepuh (mosbiliform, macula papular, purpura, urticaria)
Metabolik endokrin
Penurunan absorbsi vitamin B12, defisiensi pridoksin (vitamin B6), pellagra,
gynecomastia, hyperglikemia, glikosuria, hyperkalemia, hipophosphathemia,
hipokalsemia, acetonia, asidosis metabolik, proteinemia
Lain-lain
Dyspnea, retensi urine, demam yangdisebabkan obat-obat, rematik, lupus
erythromatosus syndrome, iritasi di tempat bekas injeksi.
Implikasi perawatan:
Pengelolaan :
Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum makanan
diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat boleh diberikan bersama makanan
Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan
dalam temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang
hangat atau dalam temperatur ruangan.
Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan cara
memutar daerah injeksi
Obat disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan secara
sebaliknya
Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk mendeteksi
kemungkinan bakteri yang resisten
Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 - 3 minggu pertama pemberian
therapi. Lebih dari 90% pasien yang diberikan therapi mempunyai sputum yang
berkurang setelah 6 bulan
Pemeriksaan mata
Monitor Tekanan darah selama pemberian obat
Pasien seharusnya secara hati-hati dengan interview dan diperiksa dalam interval
bulanan untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan
resiko kerusakan hati yang lebih berat
Isoniazid hepatitis (kadang-kadang fatal) biasanya berkembang selama 3 - 6 bulan
pertama, tetapi mungkin terjadi setiap waktu selama pemberian therapi, hal ini
lebih banyak frekwensinya pada pasien dengan umur 35 tahun atau lebih atau
terutama yang meminum alkohol setiap hari
Cek berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
Pasien DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes antara
glikosuria yang nyata dan tes benedik positif; yang palsu segera dilaporkan
Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan afek toksik seringkali didahului
oleh parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan meliputi (termasuk)
alkoholik atau pasien denga penyakit liver, malnutrisi, diabetik, inaktivator lambat,
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien:
Memeperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung tyramine (keju,
ikan) yang menjadi penyebab dari palpitasi, peningktan tekanan darah.
Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala dari
perkembangan hepatotoksik
Memperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung histamin (ikan tuna)
yang bisa menjadi penyebab dari palpitasi memperbesar respon obat (nyeri kepala,
hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan TBC yang
aktif, bila digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12 bulan.
2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis : Dewasa 15 mg/kgBB (oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg
kg/BB/hari atau 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak : 6 - 12 tahun: 10 - 15 mg/kgBB/hari
Farmakokinetik:
Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
Puncak : 2 - 4 jam
Distribusi : didistribusi ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tertinggi dalam
Metabolisme : dimetabolisme dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24
jam, 20 - 22 % dikeluarkan dalam feses
Efek samping: CNS :
Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan, halusinasi, parestesia, neuritis
peripheral, nyeri tulang sendi, kelemahan pada ekstremitas bagian bawah
Mata :
Toksisitas bola mata : neuritis retrabulbar optik, kemungkinan neuritis anterior
optik dengan penurunan dalam ketajaman penglihatan, menyempitnya luas lapang
pandang, kebutaan pada warna merah-hijau, skotoma pada bagian pusat dan
periferal, mata nyeri, fotophobia, perdarahan dan edema retina.
Saluran pencernaan :
Anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
Hypersensitifitas :
Pruritis , dermatitis, anafilaktis
Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia (jarang), sputum yang mengandung
darah, gangguan sementara dalam fungsi liver (kemungkinan hepatotoksisitas),
nefrotoksisitas, gout artritis akut, abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Ethambutol mungkin diberikan setelah makan jika iritasi saluran pencernaan
terjadi. Absorpsi tidak begitu dipengaruhi oleh makanan dalam perut.
Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan panas. Letakan dalam
kemasan yang tertutup rapat-rapat pada suhu 15 - 30 C kecuali kalau diberikan
langsung .
Pengkajian dan efek obat:
Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya ditentukan sebelum dimulainya
tindakan/dan pengulangan secara periodik pada terapi secara keseluruhan .
Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 - 7 bulan setelah dimulainya
tyerapi. Gejala biasanya tidak tampak selama beberapa minggu sampai beberapa
bulan setelah obat tidak dilanjutkan
Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang , tes untuk ketajaman
penglihatan menggunakan kertas mata, dan tes untuk penggolongan diskriminasi
warna seharusnya ditentukan lebih dulu untuk memulai therapi dan dalam interval
bulanan selama therapi. Mata seharusnya dites secara terpisah sama baiknya secara
bersama-sama
Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan
adanya oliguria atau perubahan yang penting pada ratio atau dalam laporan
laboratorium tentang fungsi ginjal. Akumulasi sistemik dengan toksisitas dapat
dihasilkan dari ekresi obat-obat yang lambat
Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat
Pendidikan pasien dan keluarga:
Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama, meskipun
teraturnya pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan dengan baik
Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter
dengan segera . Obat seharusnya tersendiri.
Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian
mengaburnya pandangan , perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang
pandang , beberapa gejala penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara periodik
ditanyakan tentang matanya
Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi (jarang),
pemulihan mungkin lambat. Selama setahun atau lebih atau defek mungkin
irreversibel.
3. Nama obat : Rifampisin
Dosis : 1 x 450 mg
Farmakokinetik:
Absorbsi : dengan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan
Distribusi : didistribusikan kemana-mana meliputi CSF, melalui plasenta,
didistribusikan ke dalam air susu
Metabolisme : Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif
siklus enterohepatik
Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% -
65% dalam feses
Efek samping : CNS:
Fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia, kebingungan, pusing, ketidak mampuan
berkonsentrasi, mati rasa secara umum, nyeri pada ekstremitas, kelemahan otot,
gangguan penglihatan , konjungtivitis, hilangnya pendengaran frekuensi rendah,
secara sementara.
GI:
Heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens, kram, diare,
kolitis pseudomembran
Hematologi:
Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi (termasuk) anemia
hemolitik
Hypersensitivitas :
panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah, eosinophilia,
Ginjal:
hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
Lain-lain:
hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom “flulike”, gangguan menstruasi,
sindroma hepatorenal (dengan terapi intermitten). Peningkatan sementara pada tes
fungsi hati (bilirubin, BSP, alkaline fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
Overdosis:
Gejala GI, meningkatnya lethargi, pembesaran liver dan pengerasan, jaundice,
berkeringat, saliva, air mata, feces
Implikasi perawatan:
Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan
makanan
Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
Berikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum
diperlambat dan mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat
menjadi tidak stabil dalam keadaan lembab
Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan
dalam keadaan / waktu kultur positif
Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar
harus dimonitor secara tertutup (closely)
Jika pasien juga mendapat anti koagulan , waktu protrombin seharusnya
ditentukan secara harian atau seringkali untuk membuat dan menjaga aktifitas
antikoagulan
Pendidikan kepada pasien dan keluarga:
Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merah
-oranye, feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan kontak
lensa atau kaca berwarna lainnya yang permanen
Pasien dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif
metode-metode kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan kontrasepsi
oral menurunkan keefektifan dari kontrasepsi dan untuk gangguan menstruasi
(spotting, perdarahan)
Perhatikan pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak
4. Nama obat : Pyrazinamide
Dosis : 2 x 500 mg
Farmakokinetik:
Absorbsi : langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
Distribusi : melewati barier darah otak
Metabolisme : di metabolisme di hati
Eliminasi : waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di
dalam urin
Efek samping:
Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing, nyeri kepala, fotosensitif, urtikaria,
skin rash (jarang), anemia hemolitik, splenomegali, limphadenopathy, hemoptisis,
peptik ulser, uric asid dalam serum, hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal,
penurunan plasma protrombin.
Implikasi perawatan:
Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera
ikterik, yellow skin) atau hyperursemia dan akut gout
Tempatkan dalam tempat tertutup (suhu 15 - 13 C)
Efek obat:
Pasien harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik:
pembesaran hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie,
perdarahan abnormal)
Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama
Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga: Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan 2000 ml/hari jika
memungkinkan
Pasien dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan meminta
saran terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia
5. Nama obat : Aldactone
Dosis : 2 x 100 mg
Farmakokinetik :
Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset : perlahan-lahan.
Puncak : 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
Durasi : 2-3 hari atau lebih.
Distribusi : melalui placenta, didistribusikan melalui air susu.
Metabolisme : di hati dan di ginjal.
Eliminasi : Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent kompound, 18 - 32 jam
dimetabolisme, 40 - 57% di ekskresikan didalam urin , 35 - 40% di dalam
empedu.
Efek samping :
Endokrin: genekomastik, ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi , efek
endogenik (ketidakteraturan mens, hersutisme, suara dalam) , berubahnya para
tyroid, menurunnya glukose toleransi .
GI:
Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia, diare.
Kulit:
Makulopapular, erythematosus rash, urtikaria.
Lain-lain:
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia),
peningkatan BUN, asidosis, agranulasitosis, SLE, hipertensi(post sympatectomi) ,
hiperurecemia, Gout.
Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
Berikan dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam bentuk
suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.
Pengkajian dan efek obat :
Serum elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan siapkan
bila ada tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
Monitor intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan kekurangan
respon diuretik atau perkembangan odem.
Laporkan bila ada efek perubahan mental, letargi, stupor pada pasien dengan
penyakit hati.
Reaksi yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak dilanjutkan
obat. Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan durasi terapi. Ini semua
dilakukan walaupun obat telah dihentikan.
Pendidikan pasien dan keluarga :
Informasikan pada pasien dan keluarga efek obat deuretik yang maksimal
mungkin tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue untuk
2-3 hari setelah obat dihentikan.
Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering
terjadi pada pasien dengan serosis berat.
Umumnya pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari makanan yang
BAB III
TINJAUAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. D Tgl. MRS : 30 - 9 - 2011 Umur : 73 tahun Diagnosa : TB paru Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta/pedagang makanan Pendidikan : SLTA
Alamat : sukabumi
Alasan Dirawat : Batuk dan sesak nafas
Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak napas
Upaya yang telah dilakukan : Telah diberikan bantuan oksigen 2l/menit . Terapi yang pernah dilakukan : minum obat OAT teratur
II. RIWAYAT KEPERAWATAN
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mempunyai TB paru sejak 5 tahun yang lalu, minum obat OAT secara teratur dan mempunyai penyakit kencing batu sejak tahun 1996.
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk darah sejak 1 hari s ebelum MRS, tanggal 30 - 8 - 2001 batuk darah kira-kira 5 sendok makan, sebelumnya batuk berdahak putih. Lama-lama penderita tidak sadar lalu di bawa ke rumah sakit.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sampai masuk rumah sakit. Klien masuk RS dengan sesak terus-menerus, saat aktivitas, berjalan, bab sesak semakin berat. Apabila berbaring akan lebih nyaman, tidur dengan satu bantal. Saat sesak, tidak terbangun pada malam hari, nyeri ada positif, nyeri lebih berat pada sebelah kiri. Dahak keluar nyeri berkurang. Batuk kadang-kadang, terdapat sputum, warna putih. Keringat malam, penurunan berat badan dari 51 kg menjadi 45 kg dalam 3 minggu terakhir. Demam (-), batuk darah (-), riwayat TB Paru, putus obat sejak tahun 1997, penyakit di dapat dari tetangga. Mual & muntah tidak ada, bab normal, bak normal, riwayat merokok (+), berhenti sejak 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital : TD. 100/80 mmHg, N. 120 x/mnt, S. 36, 80C, RR. 25 x/mnt Mata : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik
Hidung : Septum nasal tidak dehidrasi, konka tidak hiperemi
Tenggorok : Tonsil faring tidak hiperemi Gigi mulut : Oral hygiene cukup, lidah basah Leher : JVP. S-2 cmH2O, kaku kuduk negative
Dada : I: Pergerakkan dada mengembang saat inspirasi kurang sama kanan dan kiri.
P: Fremitus kanan dan kiri sama P: Sonor
A: Vesikular, ronkhi (+) kiri dan kanan, basah kasar, Wheezing (+) kanan dan kiri
Jantung : I: Ictus kordis tak terlihat P: Ictus di sela iga ke-4
P: Batas jantung kiri dan kanan normal
A: Bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-), takhikardi (+) Perut : I: Datar
P: Hepar, liver (+) teraba, NT (-), lemas P: Tympani seluruh perut
A: Bising usus (+) normal Ekstremitas : Akral hangat, oedema (-) KGB : Tidak ada pembesaran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Darah:
HCO3 : 18,6 Saturasi O2 : 99 % Na : 125 K : 5,0 Rontgen thorak:
TB paru positif tipe advances
Infiltrat sekunder belum dapat disingkirkan.
Terapi
Rifampisin : 1 x 450 mg INH : 1 x 300 mg Ethambutol : 2 x 500 mg Vitamin B.6 : 3 x 1 O2 : 2 liter/mnt Streptomisin : 3 x 250 mg Cefrioxone : 1 x 2 gr Dexamethason : 3 x 1 ampul Ranitidin : 2 x 1 ampul Inhalasi : Ventolin/4 jam
IVFD : I. D5W: 250 cc + Dopamin 12 tts/mnt mikrodrip II. NaCl 1 kolf/8 jam
Catatan Perkembangan Klien
24 Februari 2003 : Pemasangan WSD 25 Februari 2003 :
06.00 Wita:
Subjektif : Sesak minimal, nyeri pada lokasi WSD (+) Objektif : RR. 24 x/mnt
Paru sonor, vesikuler kiri & kanan, Ronchi +/-, Wheezing -/-. WSD : Produksi (-), undulasi (+), bubble (-)
Analisa medis : Pneumothorak sinistra Terapi : OBH 3 x 15 cc
Toradol 3 x 30 mg Cefriaxone 2 x 1 gr
Chest fisioterapi: konsul URM cito. 25 Februari 2003 (siang)
Sesak (+), kulit kuning
Tanda Vital : TD. 130/100 mmHg, P. 36 x/mnt, N. 120 x/mnt, S. 370C Perkusi : Sonor (+) kiri/kanan Ronchi
Vesikuler +/+ Wheezing -/-Terapi : Rifamisin 3 x 150 mg
Ethambutol 3 x 750 mg Streptomycin 3 x 750 mg BG 3 x 1 mg
TKTP 2300 kkal Laboratorium:
Rencana terapi pukul 06.00 wita diterapkan. 26 Februari 2003
Tanda Vital : TD. 130/100 mmHg, P. 36 x/mnt, N. 120 x/mnt, S. 370C
Perkusi : Sonor (+) kiri/kanan Ronchi +/+ Gallop (+) Vesikuler +/+ Wheezing +/+
Terapi : Rifamisin 3 x 150 mg Ethambutol 3 x 750 mg Streptomycin 3 x 750 mg BG 3 x 1 mg
TKTP 2300 kkal Laboratorium:
SGPT : 32 SGPT : 34 Albumin : 3,3 gr Bilirubin : 1,3 gr
Planning terapi : Lesicol 3 x 2 mg Toradol 3 x 30 mg OBH 3 x 15 mg Cefriaxone 2 x 1 gr WSD
Chest fisioterapi 6 Maret 2003
Tanda Vital : TD. 100/70 mmHg, P. 20 x/mnt, N. 100 x/mnt, S. 36,70C Perkusi : Sonor (+) kiri/kanan Ronchi -/- Vesikuler +/+ Wheezing -/-Sklera : Tidak ikterik
SGPT : 30 SGPT : 23 Albumin : 3,3 gr
Planning terapi : OBH 3 x 1 mg, Toradol 3 x 30 mg, Chest fisioterapi ANALISA DATA
N O
DATA MASALAH ETIOLOGI
1 19-01-2003
DO:
- RR. 25 x/mnt
- Ronchi +/+
- Riak +
DS:
- Klien mengeluh sesak
napas
- Klien mengatakan sering
batuk dan mengeluarkan dahak
Bersihan jalan nafas tak efektif
2 19-01-2003 DO:
Pneumothorak (+) RR 25 x/mnt Hasil AGD
DS:
- Klien mengeluh sesak
nafas Gangguan pertukaran gas Penurunan permukaan daerah efektif paru (pneumothorak) 3 19-01-2003 DO:
- BB menurun dalam
waktu 3 minggu (51 kg – 46 kg) - Asupan nutrisi (?)
- Turgor kulit (?)
- Albumin (?)
- Hb (?)
DS:
Klien mengatakan tidak nafsu makan (?)
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
4 25-02-2003
DO:
- WSD terpasang
disebelah kiri
- Undulasi (+)
- Bubble (-)
- Produksi (-)
- Nadi 120 x/mnt
- RR 36 x/mnt
DS:
Klien mengeluh nyeri pada daerah pemasangan WSD
Nyeri Efek pemasangan
WSD
5 25-02-2003
DO: Dispnea RR 36 x/mnt
Retraksi dinding dada (?)
Pola nafas tak efektif
AGD (?) Sianosis (?)
Nafas cepat, dangkal (?)
DS:
Klien mengeluh sesak nafas
7 25-02-2003
DO:
Leukosit 10.200
- Lokasi pemasangan
WSD, tanda-tanda infeksi (?)
- Suhu (?)
- Ronchi +/+
- Wheezing
+/-Infeksi sekunder Efek pemasangan
WSD
6 25-02-2003
DO:
Bilirubin direk 0,6 Bilirubin indirek 0,7 SGOT 32 SGPT 34 Kulit kuning Kerusakan fungsi hepar Efek pengobatan TB Paru DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret yang kental,
lengket.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan daerah efektif paru (pneumothorak) 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
4. Nyeri berhubungan dengan efek pemasangan WSD
5. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, akumulasi udara
6. Infeksi sekunder berhubungan dengan efek pemasangan WSD
RENCANA KEPERAWATAN UTAMA
Diagnosa:
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, lengket. Tujuan Umum:
Bersihan jalan nafas kembali efektif
Tujuan Khusus:
Dalam 4 – 6 jam bersihan jalan nafas kembali efektif Data objektif:
- RR 16 – 20 x/mnt
- Sekret keluar saat batuk
- Ronchi berkurang
Data subjektif:
- Klien mengatakan sesak nafasnya berkurang
Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi pernafasan, contoh
bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori
2. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum,
adanya hemoptisis.
3. Berikan posisi semi atau fowler
tinggi. Bantu klien untuk batuk dan latihan napas dalam.
1. Penurunan bunyi napas dapat
menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
2. Pengeluaran sulit, bila sekret sangat
tebal (mis. Efek infeksi dan/atau tidak adekuat hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitas) paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3. Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi
4. Bersihkan sekret dan mulut dan
trakea; penghisapan sesuai keperluan.
5. Pertahankan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
7. Beri obat-obatan sesuai indikasi:
Agen mukolitik, contoh asetilsistein (mucomyst).
Bronkodilator, contoh okstrifillin (Choledyl); teofilin (Theo-Dur).
Kortikosteroid (Prednison)
8. Bersiap untuk /membantu intubasi
darurat.
kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4. Mencegah obstruksi /aspirasi.
Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
5. Pemasukkan tinggi cairan membanu
untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
6. Mencegah pengeringan membrane
mukosa; membantu pengenceran sekret.
7. Indikasi:
Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahana terhadap aliran udara.
Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam hidup.
8. Intubasi diperlukan pada kasus
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton and John E. Hal. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9.
EGC. Jakarta.
Brunner & Suddarth. (1996). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 6.
EGC. Jakarta
Marylin E. Doengoes. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Edisi
3. EGC. Jakarta.
Slyvia & Lorainne. (1992). Patofisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi