• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN

SKRIPSI

Oleh :

WIWIN PRASETIAJI SADIK NIM. 45 15 042 001

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2021

(2)

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)

Oleh:

WIWIN PRASETIAJI SADIK NIM. 45 15 042 001

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2021

(3)

Pembimbing I

Ir. Rahmawaty Rahman, MS.i NIDN: 09-070468-01

SKRIPSI

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN

Disusun dan Diajukan Oleh

WIWIN PRASETIAJI SADIK NIM. 45 15 042 001

Menyetujui :

Mengetahui :

Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar

Dr. Ridwan, ST., M.Si NIDN: 09-101271-10

Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Kota

Dr. Ir. Rudi Latief, M,Si NIDN: 09-170768-01

Pembimbing II

Ilham Yahya. ST.,M.SP NIDN. 09-100481-052

(4)

HALAMAN PENERIMAAN

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, Nomor : A.086/SK/FT/UNIBOS/II/2021 Pada Tanggal 10 February 2021 Tentang PANITIA DAN PENGUJI TUGAS AKHIR MAHASISWA JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, Maka :

Pada Hari/Tanggal : Rabu, 10 February 2021 Skripsi Atas Nama : Wiwin Prasetiaji Sadik Nomor Pokok : 4515042001

Telah diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Sarjana Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi Sarjana dan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperolah gelar sarjana Jenjang Strata Satu (S–1), pada Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

TIM PENGUJI

Ketua : Dr. Ir. Syafri, M.Si. ………

Sekertaris : Rusneni Ruslan, ST, M.Si. ………...

Anggota : 1. Ir. H. Rahmawati Rahman, M.Si. ………

2. Ilham Yahya, ST., MSP. ………...

KETUA JURUSAN

TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Dr. Ir. RUDI LATIEF, M.Si NIDN : 0917076801 DEKAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

Dr. RIDWAN, ST, M.Si NIDN : 0910127101

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Mahasiswa : Wiwin Prasetiaji Sadik Stambuk : 45 15 042 001

Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah hasil karya saya sendiri, bukan merupakan penggandaan tulisan atau hasil pikiran orang lain. Bila di kemudian hari terjadi atau ditemukan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, saya bersediah menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 14 Januari 2021 Penulis

Wiwin Prasetiaji Sadik

(6)

ABSTRAK

Wiwin Prasetiaji Sadik, 2021 ―Pengembangan Kawasan Ekowisata Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan‖. Dibimbing oleh (Rahmawati Rahman dan Ilham Yahya).

Pokok permasalahan penelitian ini adalah pengembangan kawasan ekowisata pulau maitara Kota Tidore Kepulauan. Pokok masalah tersebut kemudian menghasilkan submasalah atau pertanyaan penelitian tentang

―bagaimana strategi arahan pengembangan Pulau Maitara sebagai kawasan ekowisata di Kota Tidore Kepulauan?‖

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian terapan yang mencakup survey. Pada pengumpulan data metode yang digunakan adalah Observasi Lapangan, Survei Wawancara Instansi dan Masyarakat. Selanjutnya pada teknik pengolahan data dan analisis data dilakaukan dengan menggunakan analisis S.W.O.T.

Dari hasil arahan strategi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah menjadi dasar bagi pemerintah Kota Tidore Kepulauan untuk mengembangkan potensi ekowisata yang berada di Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan.

Kata Kunci : Ekowisata dan Pulau Maitara

(7)

ABSTRACT

Wiwin Prasetiaji Sadik, 2021 "Development of Maitara Island Ecotourism Area, Tidore Archipelago City". Supervised by (Rahmawati Rahman and lham. Yahya).

The main problem of this research is the development of the eco-tourism area of maitara island, Tidore Islands city. The subject matter then produces. subproblems. or questions. research on "how. Maitara Island development strategy as an ecotourism area in the City of Tidore Islands?"

This type of research is. qualitatively with. The research approach used is applied research which includes surveys. In data collection, the method used is field observation. Interview Survey of Institutions and Communities. Furthermore, on processing techniques. Data and data analysis were carried out using SWOT analysis.

From the results of the strategic direction generated from this study, it is the basis for the Tidore Islands City government to develop the potential for ecotourism in Maitara Island, Tidore Islands City.

Keywords, Ecotourism and Maitara Island

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memeberikan rahmat, Nikmat dan hidayah- Nyalah kepada saya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “Pengembangan Kawasan Ekowisata Pulau Maitara”.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana STRATA SATU (S-1) pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota pada Fakultas Teknik Universitas Bosowa.

Penulis menyadari telah mengerahkan segala kemampuan dan usaha, namun sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah maupun dosa serta ketebatasan pengetahuan yang penulis miliki, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dari tugas akhir ini.

Oleh karenanya, denga rasa tulus dan ikhlas, selak nyalah penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta‘ala yang Maha Pemberi segalanya atas rahmat, karunia dan kemudahan yang diberikan kepada penyusun.

(9)

2. Kedua orang tua saya Ibunda Hadiat Rajab S.Pd dan Ayahanda Rafik Sadik, yang sangat luar biasa dalam membesarkan dan mendidik penulis, serta kepada adik saya Gusti Aldi Sandi Sadik yang telah memberikan semangat dan motivasi selama penyusunan skirpsi dan penulisan, ucapkan terima kasih kepada keluarga besar Rajab Habsyi yang sudah senantiasa mendukung dan mendoakan.

3. Ir. Rahmawati Rahman, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Ilham Yahya, ST., M.SP. selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyusun skripsi ini dari awal hingga selesai.

4. Dr. Ridwan ST, M.Si selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa;

5. Bapak Dr. Rudi Latief, ST, MSI selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

6. Ucapan terima kasih yang tak terhingga khusus kepada seluruh Dosen Prodi Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar yang tidak saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu dan pengatahuan selama duduk di bangku perkuliahan sejak awal sampai selesai.

7. Pihak Instansi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore, Kantor BAPPEDA Kota Tidore, Kantor Kecamatan Tidore Utara dan Instansi

(10)

Desa Pulau Maitara Yang telah memberikan bantuan dalam bentuk data, informasi dan masukan yang diperlukan penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman Seperjuangan Fakultas Teknik Jurusan Perencaanan Wilayah Dan Kota Universitas Bosowa Makassar, terkhusus teman- teman Jurusan Planologi angkatan 2015 (GIS). Kepada sahabat seperjuangan yang turut membantu dalam penulisan ini terima kasih banyak.

9. Keluarga Kecil Ku Canssas, Kepada Asrul Adam, Haris Adam, Yusup Hasan, Fajrin Salama, Yamin Muhammad, Muhammad Noval, Sahril Amin, Agus Wardiman Tauhid, Rudi Ibrahim, Rahman Abdullah, Julfikar A Rahman. Terima Kasih banyak.

10. Kepada keluarga Forum Komunikasi Mahasiswa Topo-Makassar (FOKMAT) Kanda Ibrahim S Zakaria, Kanda Rais Hakim, Kanda Kasim Sinen, Kanda Adysukiman, Kanda Usman Muhamud, Kanda Aris Mandala, Fadel M Zen, Facrurozzi Iqbal, Nuryani Abdullah, Lasmiyanti Aamiin, Muhajirin Musa, Faisal Kadir, Rizky Bara, terima kasih banyak.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil,

(11)

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan Rahmat-Nya kepada mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, Amin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

Makassar, 14 Januari 2021

Wiwin Prasetiaji Sadik

(12)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENERIMAAN

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 5

C. Tinjauan penelitian ... 6

D. Manfaat ... 6

E. Ruang lingkup ... 6

F. Sistematika pembahasan ... 7

BAB II TINJAUAN TEORI ... 10

A. Pariwisata dan Kepariwisataan ... 9

B. Produk Wisata dan Destinasi Wisata ... 11

C. Definisi Ekowisata ... 13

1. Wisata Alam (pemandangan dan Petualangan) ... 16

(13)

2. Wisata kebudayaan dan sejarah ... 17

3. Wisata penelitian ... 17

4. Wisata sosial, konservasi dan pendidikan ... 17

D. Pemahaman Tentang Ekowisata ... 17

E. Potensi Ekowisata ... 21

F. Konsep Prinsip dan Kriteria Ekowisata ... 23

G. Tinjauan Lokasi ... 27

H. Tinjauan Pengembangan Wilayah ... 32

I. Tinjauan Kawasan ... 34

J. Kerangka Berpikir... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Lokasi penelitian ... 39

B. Populasi dan Sampel ... 40

C. Waktu Penelitian ... 43

D. Jenis dan sumber data ... 43

1. Jenis data ... 43

2. Sumber data ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

1. Observasi ... 44

2. Data instansi ... 44

3. Kajian kepustakaan ... 45

F. Metode analisis ... 45

(14)

Analisis Swot ... 45

1. Evaluasi faktor Internal ... 46

2. Evaluasi Faktor Eksternal ... 46

G. Definisi Operasional ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

A. Gambaran Umum Kota Tidore Kepulauan ... 52

1. Letak Geografis & Wilayah Administrasi Kota Tidore Kepulauan ... 52

2. Kondisi Fisik Dasar ... 56

a) Topografi ... 56

b) Klimatologi ... 59

c) Geologi ... 59

d) Geomorfologi ... 61

e) Jenis Tanah ... 63

3. Kondisi Kependudukan ... 66

4. Kondisi Perekonomian ... 67

5. Jaringan Pergerakan ... 72

a) Jaringan Jalan ... 73

b) Angkutan Umum ... 74

c) Terminal, Pelabuhan dan Bandara ... 75

B. Gambaran Lokasi Penelitian (Pulau Maitara) ... 77

1. Kondisi Fisik Dasar ... 77

(15)

a. Letak Geografis dan Administrasi ... 77

b. Klimatologi ... 80

c. Oseanografi ... 81

d. Hidrologi ... 81

2. Keadaan Fisik Pulau ... 82

a. Topografi dan geomorfologi ... 82

b. Aksesbilitas ... 82

3. Kondisi Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan Kependudukan ... 83

4. Kondisi Ekonomi ... 84

5. Kondisi Potensi Pulau Maitara sebagai daya Tarik Wisata ... 85

a. Kondisi Potensi Alam ... 85

b. Kondisi Potensi Budaya ... 91

c. Kondisi Potensi Sejarah ... 94

C. Gambaran Umum Daya Tarik Pariwisata Pulau Maitara ... 95

1. Daya Tarik Wisata Pulau Maitara ... 95

2. Potensi Wisata Unggulan Pulau Maitara ... 98

3. Aksesibilitas Menuju Pulau Maitara ... 99

4. Kondisi Fasilitas Umum Dan Fasilitas Pariwisata Di Pulau Maitara ... 100

5. Kondisi Pasar Pariwisata Pulau Maitara ... 102

6. Karakteristik Wisatawan Pulau Maitara ... 102

(16)

D. Permasalahan Dan Isu-Isu Strategis Kepariwisataan Pulau

Maitara ... 105

E. Analisis dan Pembahasan ... 107

Analisis Swot ... 107

Hasil Uji Analisis Swot ... 110

BAB V PENUTUP ... 114

A. KESIMPULAN ... 114

B. SARAN ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 117

LAMPIRAN... 120

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 146

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Road Map ... 36 Tabel 3.1. Matriks Swot ... 48 Tabel 4.1. Luas Wilayah per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan/

Desa ... 53 Tabel 4.2. Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut (DPL) Menurut

Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan ... 57 Tabel 4.3. Rata-Rata Jumlah Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan

di Kota Tidore Kepulauan ... 59 Tabel 4.4. Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2019 ... 67 Tabel 4.5. Realisasi Penerimaan Daerah menurut Jenis

Penerimaan di Kota Tidore Kepulauan (Ribu Rupiah) Tahun 2018-2019... 68 Tabel 4.6. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Tidore Kepulauan (juta rupiah), 2017-2019 ... 70 Tabel 4.7. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Kota Tidore Kepulauan (juta rupiah), 2017-2019 ... 71 Tabel 4.8. Panjang Jalan menurut Kelas Jalan di Kota Tidore

Kepulauan (Km) Tahun 2019 ... 73

(18)

Tabel 4.9. Panjang Jalan menurut Jenis dan kondisi Permukaan Jalan di Kota Tidore Kepulauan (km) Tahun 2018-2019 ... 74 Tabel 4.10. Klasifikasi Pelabuhan di Kota Tidore Kepulauan ... 76 Tabel 4.11. Jenis dan Sebaran Daya Tarik Wisata Di Pulau Maitara ... 96 Tabel 4,12 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Kota

Tidore Kepulauan, 2010‒2018 ... 104 Tabel 4.13 Model Penentuan Indikator Komponen SWOT ... 107 Tabel 4.14. Matriks Internal Factor Analysis Strategy (IFAS) Strategi

pengembangan kawasan ekowisata Pulau Maitara... 108 Tabel 4.15. Matriks Nilai Skor IFAS (Strategi pengembangan

kawasan ekowisata Pulau Maitara ) ... 108 Tabel 4.16. Matriks Eksternal Factor Analysis Strategy (EFAS)

Strategi pengembangan kawasan ekowisata Pulau Maitara ... 109 Tabel 4.17. Matriks Nilai Skor EFAS (Strategi pengembangan

kawasan ekowisata Pulau Maitara ) ... 109

Tabel 4.18. Skala pengukuran Nilai IFAS dan EFAS ... 110 Tabel 4.19. Matriks SWOT ... 111

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Wisata, pariwisata, dan kepariwisataan. ... 9

Gambar 2.2 bagan kerangka berpikir ... 35

Gambar 4.1 Distribusi Luas Kota Tidore Kepulauan menurut Kecamatan ... 54

Gambar 4.2. Peta Administrasi Kota Tidore Kepulauan ... 55

Gambar 4.3 Peta Topografi Kota Tidore Kepulauan ... 58

Gambar 4.4 Peta Geologi Kota Tidore Kepulauan ... 62

Gambar 4.5 Peta Jenis Tanah Kota Tidore Kepulauan ... 65

Gambar 4.6 Distribusi Persentase Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2019 ... 69

Gambar 4.7 Kondisi Jaringan Jalan Di Kota Tidore Kepulauan ... 74

Gambar 4.8 Peta Administrasi Pulau Maitara ... 79

Gambar 4.9 Kondisi Mangrove dan batuan di Pantai Pulau Maitara ... 88

Gambar 4.10 Lokasi Segitiga Karang Dunia ... 89

Gambar 4.11 Perkebunan dan Lomba Renang di Selat Maitara ... 91

Gambar 4.12 Pembuatan Perahu dan Pembuatan Penganan di Pulau Maitara ... 94

Gambar 4.13 Sebaran Daya Tarik Wisata di Pulau Maitara ... 97

Gambar 4.14 Daya tarik objek wisata Pulau Miatra ... 97

Gambar 4.15 Akses Menuju Pulau Maitara ... 100

(20)

Gambar 4.16 Moda Angkutan Laut Menuju Pulau Maitara ... 100 Gambar 4.17 Fasilitas Umum Dan Fasilitas Periwisata Pulau

Maitara ... 102 Gambar 4.18 Kunjungan Wisatawan Di Pulau Maitara ... 104 Gambar 4.19 Kuadran SWOT ... 112

(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Kedatangan wisatawan pada suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW) telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk setempat. Seperti halnya dengan sektor lainnya, pariwisata juga berpengaruh terhadap perekonomian di suatu daerah atau negara tujuan wisata.

Besar kecilnya pengaruh itu berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya atau antara suatu Negara dengan negara lainnya (Sammeng 2001). Menurut Salah Wahab dalam bukunya ―Tourism Management‖ pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. (Rahma and Handayani, no date)

Sebagai Negara Kepulauan, potensi Indonesia untuk mengembangkan industri pariwisata sangatlah besar. Industri

(22)

pariwisata di Indonesia khususnya dan dunia umumnya telah berkembang pesat. Perkembangan industri tersebut tidak hanya berdampak pada peningkatan penerimaan devisa negara, namun juga telah mampu memperluas kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dalam mengatasi pengangguran di daerah (Rahma and Handayani, no date). Bahkan sektor pariwisata selalu masuk dalam tiga besar penyumbang terbesar devisa untuk negara Indonesia. Kebijakan pariwisata sendiri di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Kota Tidore merupakan daerah kepulauan provinsi Maluku Utara yang terdiri atas 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, Tidore Timur, Tidore Utara dan Kecamatan Tidore adalah pusat perkotaan. Berdasarkan RTRW Kota Tidore Kepulauan 2013-2033 Pemerintah Kota Tidore mengacu pada Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional maupun global.

Pulau Maitara merupakan salah satu kawasan wisata di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara yang terletak diantara Pulau

(23)

Tidore dan selatan Pulau Ternate. Pulau Maiatra adalah suatu bongkahan pulau kecil yang alamiah berpenduduk 2.088 jiwa (2019) dengan keramatamahan, budaya dan jiwa sosialnya yang tinggi serta menyimpan kekayaan yang potensial untuk pengembangan sebagai kawasan wisata. Potensi dimiliki diantaranya keindahan panorama gunung, kawasan alam, serta pantai, panorama alam yang indah serta hamparan pasir putih disepanjang pantai, memiliki air laut yang jernih, dihiasi oleh Gunung Gamalama (Gunung Kota Ternate) dan Gunung Kie Ma Tubu (Gunung Kota Tidore Kepulauan) yang terletak didepan Pulau Maitara. Keanekaragaman biota-biota laut seperti ikan dan terumbu karang yang masih terpelihara, serta memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau baik dari Kota Ternate sebagai pusat Kawasan Ekonomi Provinsi Maluku Utara dengan jarak tempuh ± 10 menit dan akses untuk ke Kota Tidore Kepulauan itu sendiri dengan jarak tempuh ± 5 menit, di mana moda transportasi yang digunakan berupa kapal motor kayu dan speed bouth

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata Di Daerah, bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya, yang dapat menjadi salah satu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. Dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, dan pemberdayaan

(24)

masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi, ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan. Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Potensi ekowisata adalah semua obyek baik alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Sebagai salah satu kawasan wisata di Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara, Pulau Maitara berpotensi dimanfaatkan sebagai pengembangan kawasan ekowisata yang dapat mengimbangi dampak yang terjadi akibat dari perencanaan pariwisata konvensional dengan tatanan budaya pada wilayah Maluku Utara sehingga memberikan dampak yang kecil terhadap pergeseran nilai-nilai budaya, penyimpangan dan prilaku masyarakat pada wilayah selain itu perencanaan ekowisata membuka peluang dan kesempatan serta keterlibatan dari masyarakat dalam mengembangkan kawasan tersebut, selain itu juga dalam pengembangan kawasan ekowisata di Pulau Maitara dilakukansesuai dengan potensi dan keunggulan yang dimiliki oleh Palau maitara itu sendiri.

Namun potensi-potensi pariwisata di Pulau Maitara yang dapat dikembangan sebagai kawasan ekowisata ini memiliki beberapa

(25)

permasalahan contohnya seperti kebersihan lingkungan yang tidak dijaga dengan baik, pengembangan sektor pariwisata yang tidak merata, fasilitas penunjang wisata yang belum memadai mengakibatkan pendeknya waktu berkunjung dan minimnya pengeluaran oleh wisatawan, kebersihan lingkungan yang belum terjaga dan pembangunan dermaga dengan cara penimbunan, penggalian pasir yang berpotensi merusak lingkungan dan juga pemasaranya sektor wisata Pulau Maitara yang belum maksimal.

Berangkat dari keseluruhan pembahasan latar belakang, maka peneliti tertarik dan mengangkat judul tentang Pengembangan Kawasan Ekowisata Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, maka fokus permasalahan adalah

―bagaimana strategi arahan pengembangan Pulau Maitara sebagai kawasan ekowisata di Kota Tidore Kepulauan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk merumuskan arahan pengembangan kawasan Pariwisata Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan sebagai kawasan Ekowisata.

D. Manfaat

 Akademik

Penelitian ini memiliki manfaat untuk semakain memperdalam pemahaman tentang mengembangkan suatu kawasan wisata

(26)

berbasis ekowisata yang memiliki potensi besar serta berdampak dan berpengaruh dari segi ekonomi daerah maupun masyarakat di kawasan itu sendiri.

 Pemerintah

Penelitian ini di harapkan bisa menjadi bahan kajian pemerintah dalam mengembangan kawasan pariwisata di Kota Tidore khususnya pulau Maitara.

 Masyarakat

Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi tentang peranan kawasan wisata berbasis ekowisata untuk lingkungan, ekonomi dan pengaruhnya bagi masyarakat di pulau maitara dan Kota Tidore.

E. Ruang lingkup

a) Ruang lingkup Wilayah

Ruang lingkup perencanaan dan perancangan yaitu pada kawasan pulau tepatnya pada Mulau Maitara Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara yang akan diterapkan dengan suatu konsep pengembangan kawasan berbasis ekowisata yang telah direncanakan.

b) Lingkup materi (Substansial)

Ruang lingkup materi pada strategi pengembangan kawasan pariwisata meliputi:

• Kajian kebijakan

(27)

• Analisis strategi pengembangan kawasan

• Arahan perencanaan kawasan

• Kajian terhadap kondisi aspek fisik dasar wilayah pulau Maitara Kota tidore kepulauan

• Kajian terhadap kondisi aspek kependudukan wilayah pulau maitara Kota tidore kepulauan.

• Kajian terhadap potensi sumberdaya alam wilayah Pulau Maitra Kota Tidore.

F. Sistematika Pembahasan

Dalam penyusunan proposal ini di bagi ke dalam lima Bab, dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang membahas tentang rencana pengembangan pariwisata, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Membahas Tentang pengertian wilayah ekowisata, pariwisata secara umum maupun menurut para ahli/pakar, macam-macam pariwisata, pengaruh pariwisata terhadap suatu kawasan, potensi pariwisata suatu daerah.

BAB III METODE PENELITIAN

(28)

Bab ini membahas tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengambilan data, variabel penelitian. metode analisis dan definisi operasional.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kota Tidore Kepulauan, gambaran umum Pulau Maitara, gambaran daya tarik obek wisata Pulau Maitara. Kondisi kepariwisataan Pulau Maitara, permasalahan dan isu strategis kepariwisataan Pulau Maitara dan analisis strategi pengembangan kawasan Ekowisata Pulau Maitara

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari hasi penelitian.

(29)

BAB II

TINJAUAN TEORI A. Pariwisata dan Kepariwisataan

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata, atau bisa juga dikatakan berbagai macam perjalanan wisata. Seseorang biasanya melakukan perjalanan yang sifatnya tidak tunggal. Dalam satu rangkaian perjalanan seseorang sangat mungkin melakukannya untuk berbagai maksud sekaligus; misalnya dalam rangka rapat dinas ke Kota Tidore, sekaligus berwisata Pulau Mitara,dan menikmati pemandangan Alam.

Wisata, pariwisata, dan kepariwisataan Sumber: Ardika, 2007

(30)

Sebagai padanan kata tourism, pariwisata diartikan sebagai perjalanan sementara yang dilakukan seseorang di luar tempat di mana ia biasa tinggal dan bekerja, untuk maksud di luar mencarI nafkah tetap. Termasuk dalam pengertian ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan tersebut dan berbagai fasilitas yang

digunakan untuk mengakomodasikan kebutuhannya. Kepariwisataan digunakan sebagai padanan kata tourism dalam konteks kesisteman yang luas, mencakup keterkaitan antara pasar wisatawan, daerah tujuan wisata, dan upaya-upaya untuk menghubungkan antara wisatawan dengan destinasi, misalnya transportasi dan peran pemasaran dan promosi. Mc. Intosh, Goeldner dan Richie (1995) menyatakan bahwa tourism adalah ―the sum of phenomena and

relationship arising from the interaction of tourists, business, suppliers, host government and host communities in the process of attracting and hosting those tourists and other visitors‖.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2009 mengenai Kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sementara itu, kepariwisataan diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pariwisata yang bersifat

(31)

multidimensi dan multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

masyarakat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

B. Produk Wisata dan Destinasi Wisata

Produk wisata didefinisikan sebagai keseluruhan komponen dan pengalaman yang dinikmati oleh wisatawan dari ia mulai

meninggalkan tempat tinggalnya hingga kembali ke tempat tinggalnya.

Karakteristik produk wisata di antaranya adalah:

 Intangibility; tidak dapat dilihat, dirasakan atau dipegang (berbeda

seperti produk suatu pabrik, TV, mobil dan lain-lain yang dapat dilihat, dipegang, dan bahkan dicoba terlebih dahulu)

 Heterogeneity; pariwisata merupakan produk jasa dan pelayanan

yang melibatkan banyak pihak sehingga sulit untuk menstandarisasinya.

 Temporary ownership; wisatawan hanya membeli tiket, menyewa

kamar, membayar tiket untuk menikmati objek, tetapi tidak berarti memiliki benda-benda tersebut.

 Perishability; barang yang tidak laku hari itu tidak dapat disimpan, misalnya kamar hotel yang kosong hari ini, tidak dapat disimpan untuk besok.

(32)

 Inseparability, diproduksi dan dikonsumsi di tempat yang sama.

Wisatawan yang harus datang ke tempat/objek wisata untuk menikmati daya tarik yang ada.

Destinasi wisata (tourism destination) adalah daerah tujuan pariwisata yang memiliki berbagai barang dan jasa yang diperlukan dan dikonsumsi wisatawan selama mereka berada ‗jauh‘ dari tempat tinggal asalnya, dan dapat menciptakan suatu pengalaman perjalanan sesuai dengan yang diharapkan wisatawan. Gunn (1994)

mendefinisikan daerah tujuan wisata sebagai ―wilayah geografis yang terdiri dari unsur-unsur penting yang memuaskan tujuan wisatawan‖.

Untuk melihat pada apa yang membentuk suatu destinasi, dapat dilihat dari segi keruangan dan karakteristik yang

membedakannya dengan daerah yang lain. Suatu destinasi dapat bervariasi dari segi :

1. Ukuran (size); dapat dipandang sebagai suatu negara, provinsi, daerah, kota/kabupaten, dan bahkan kawasan atau suatu objek wisata. Seringkali tidak ada batasan administrasi yang jelas untuk suatu destinasi wisata; bahkan suatu destinasi dapat lintas batas administrasi.

2. Physical attractions; suatu daerah dapat memiliki banyak dan beragam objek wisata alam, atau spesifik hanya wisata alam

(33)

pegunungan, atau berbentuk daerah pesisir tergantung dari kondisi bentang alam dan fisik daerah tersebut.

3. Infrastruktur; kondisi infrastruktur suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya (bisa sangat lengkap atau bahkan kurang atau tidak ada sama sekali), tergantung dari tingkat perkembangan daerah secara keseluruhan.

4. Manfaat ke pengunjung; ada destinasi yang menawarkan rekreasi saja, mengandung unsur pendidikan, ada juga yang lebih cenderung ke bisnis.

5. Ketergantungan pada pariwisata; bisa sangat tinggi, namun bisa juga rendah karena economic base daerah tersebut adalah sektor lain di luar pariwisata.

C. Definisi Ekowisata

Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.

Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tetapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri.

Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal

(34)

secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.

Kegiatan ekowisata yang pertama barangkali adalah kegiatan safari (berburu hewan di alam bebas) yang dilakukan oleh para

petualang dan pemburu di Afrika. Kegiatan ini marak pada awal 1900.

Dan pemerintahan Kenya mengambil kesempatan dan membuka peluang bisnis dari kegiatan safari ini. Pemerintah Kenya yang baru merdeka, dengan sumber daya flora dan fauna yang dimilikinya

menjual kegiatan petualangan safari kepada para pemburu yang ingin merasakan sensasi padang safana dan mamalia Afrika yang liar dan eksotis. Pemerintah Kenya menjual satu ekor singa sebagai buruan seharga US$27.000 pada tahun 1970. Namun akhirnya disadari bahwa perburuan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan

kepunahan spesies flora atau fauna dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Belajar dari pengalaman ini, pemerintah Kenya akhirnya melakukan banyak perubahan di dalam pelaksanaan kegiatan safari dan mulai menerapkan konsep-konsep ekowisata

(35)

modern di dalam industri pariwisata. Pada akhir dekade 1970 gagasan ekowisata mulai diperbincangkan dan dianggap sebagai suatu

alternatif kegiatan wisata tradisional. Selama masa 1980-an beberapa badan dunia, peneliti, pencinta lingkungan, ahli-ahli dibidang

pariwisata dan beberapa negara mulai mencoba merumuskan dan mulai menjalankan kegiatan ini dengan caranya masing-masing

Di Indonesia kegiatan ekowisata mulai dirasakan pada

pertengahan 1980-an, dimulai dan dilaksanakan oleh orang atau biro wisata asing, salah satu yang terkenal adalah Mountain Travel Sobek – sebuah biro wisata petualangan tertua dan terbesar. Beberapa objek wisata terkenal yang dijual oleh Sobek antara lain adalah pendakian gunung api aktif tertinggi di garis khatulistiwa - Gunung Kerinci (3884 m), pendakian danau vulkanik tertinggi kedua di dunia - Danau Gunung Tujuh dan kunjungan ke danau vulkanik terbesar didunia - Danau Toba. Beberapa biro wisata lain maupun perorangan yang dijalankan oleh orang asing juga melaksanakan kegiatan kunjungan dan hidup bersama suku-suku terasing di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua. Salah satu dari proyek ekowisata yang terkenal yang dikelola pemerintah bersama dengan lembaga asing adalah ekowisata orang hutan di Tanjung Puting, Kalimantan. Kegiatan ekowisata di Indonesia diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang

(36)

Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah Nomor 33 Tahun 2009 pasal 1 menyebutkan bahwa ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendididkan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya alam serta peningkatan masyarakat lokal, kemudian diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 bahwa ekowisata adalah perjalanan untuk menikmati segala keunikan alam di Taman Nasional, Huta Raya dan Taman Wisata Alam.

Beberapa pendapat lain tentang ekowisata adalah Ceballos-Lascurain (1988:33) yang lebih menekankan pada faktor daerah alami.

Secara umum objek kegiatan ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan wisata alam biasa, tetapi memiliki nilai-nilai moral dan

tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya.

1. Wisata Alam (pemandangan dan petualangan):

 Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang)

 Flora (hutan, mangrove, tumbuhan langka, tumbuhan obat- obatan)

 Fauna (hewan langka dan endemik)

 Perkebunan (teh, kopi)

 Kegiatan alam bebas (lintas alam, berselancar)

 Ekstrem (mendaki gunung, paralayang)

 Berburu (hewan liar yang tidak dilindungi)

(37)

2. Wisata kebudayaan dan sejarah:

 Suku terasing (orang Rimba, orang Kanekes)

 Kerajinan tangan (batik, ukiran)

 Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial) 3. Wisata penelitian:

 Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya)

 Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah)

 Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran) 4. Wisata sosial, konservasi dan pendidikan:

 Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan)

 Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka

 Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di

dekat objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap) D. Pemahaman terhadap Ekowisata

Pengembangan kepariwisataan suatu daerah harus

direncanakan dan dikembangkan secara ramah lingkungan dengan tidak menghabiskan atau merusak sumberdaya alam dan sosial, namun dipertahankan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan.

Berdasarkan Piagam Pariwisata Berkelanjutan tahun 1995,

pembangunan pariwisata yang berkelanjutan adalah pembangunan

(38)

yang didukung secara ekologis dalam jangka panjang, sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.

Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan pada intinya bertumpu pada empat pilar, yaitu:

1. Berwawasan lingkungan (environmentally sustainable)

Proses pembangunan kepariwisataan harus tanggap dan memperhatikan kelestarian lingkungan alam dan budaya, dan seminimal mungkin menghindarkan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekologi.

2. Diterima secara sosial dan budaya (socially and culturally acceptable)

Proses pembangunan pariwisata yang harus memperhatikan nilai- nilai sosial budaya dan nilai kearifan lokal, sehingga pembangunan tidak merusak tatanan dan nilai-nilai yang membentuk jati diri masyarakat.

3. Layak secara ekonomi (economically viable)

Proses pembangunan kepariwisataan harus layak secara ekonomi dan menguntungkan sehingga pembangunan harus dilaksanaan secara efisien agar memberikan nilai ekonomi yang bermanfaat baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

(39)

4. Memanfaatkan teknologi yang pantas untuk diterapkan (technologically appropriate).

Proses pembangunan harus diterapkan secara efisien,

memanfaatkan sumber daya lokal dan secara mudah dapat diadopsi oleh masyarakat lokal untuk proses pengelolaan berjangka panjang.

Sebagai suatu konsep, Ekowisata merupakan subkomponen dari prinsip pariwisata berkelanjutan. UNWTO (United Nations World Tourism Organization) mendefinisikan ekowisata sebagai kegiatan yang mengoptimalkan sumberdaya alam untuk melestarikan warisan alam dan biodiversinya, menghormati sosial-budaya masyarakat lokal dan memberikan keuntungan pada semua pelakunya. Ekowisata merupakan wisata alam dan budaya yang merupakan pembelajaran dan sedikit petualangan kepada wisatawan dan memberikan

keuntungan kepada masyarakat setempat/lokal (George Washington University dalam Sustainable Tourism Info, 2000).

Dalam Rencana Strategis Ekowisata Nasional (2004) yang diterbitkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, ekowisata didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan dan

penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif

masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi

(40)

positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya. Dengan kata lain, ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan

mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat.

Dalam konteks pengelolaan, ekowisata adalah

penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat- tempat alami, yang secara ekonomi-berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat dari generasi ke generasi serta mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya). Ekowisata pun sebagai ‗brand‘ produk wisata yang sedang

‗nge-trend‘. Ekowisata harus memenuhi tiga komponen, yaitu:

 Nature friendly  pariwisata yang dilakukan harus mereduksi

dampak kerusakan lingkungan dan berkontribusi pada upaya pelestarian alam.

 Community friendly  pariwisata yang dilakukan harus berdampak nyata dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 Tourist friendly  pariwisata yang dilakukan harus mampu

meningkatkan kepuasan pengunjung

Ekowisata diartikan suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan

(41)

melestarikan kehidupan dan menyejahterakan penduduk setempat, serta mengikutsertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyakat dengan pengelolaan

kelestarian ekologis. (The International Ecotourism Society, 2015).

E. Potensi Ekowisata

Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk

mempromosikan suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Potensi ekowisata adalah semua obyek baik alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Dari definisi potensi ekowisata sebelumnya dapat disimpulkan bahwa potensi ekowisata kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap kerusakan lingkungan. Potensi ekowisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang baik.

Pengembangan potensi ekowisata harus memperhatikan terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam mengembangkan ekowisata

lingkungan dan keunikan budaya itulah yang sebenarnya dijual.

Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata, menurut Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi yang dapat diartikan sebagai daya

(42)

tarik wisata baik yang bersifat nampak (tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.

Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan.

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang,

telekomunikasi, dan persewaan kendaraan. Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk 36 melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang menangani pariwisata di suatu DTW.

Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Daya tarik tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun di laut (dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan

bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA)

(43)

dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar

pengembangan ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila

dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.

F. Konsep Prinsip dan Kriteria Ekowisata

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata atau wisata terbatas yang memanfaatkan tatanan, nilai dan fungsi ekologi sebagai obyek dan tujuan kepariwisataan. Ceballos Lascurain (1987) mendefinisikan ekowisata sebagai wisata ke kawasan alami yang relatif tidak

terganggu dan tidak tercemar dengan tujuan khusus untuk

mempelajari, mengagumi dan menikmati potensi kawasan berupa ekosistem, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar serta tatanan lingkungan sosial budaya yang berada didalam kawasan

(44)

tersebut. Ekowisata terdiri dari Ekowisata Eksitu dan Insitu yang dibedakan oleh letaknya. Berdasarkan prinsip dalam ekowisata tersebut, maka tidak semua jenis kegiatan wisata alam

dapat dikatakan sebagai kegiatan ekowisata atau tidak. Oleh karena itu digunakan tolok ukur bagi penentuan kegiatan yang termasuk sebagai ekowisata, maka ekowisata harus didasarkan pada kriteria (Indecon, 1996 : 12):

a. Pengembangan pariwisata, khususnya ekowisata harus didasarkan atas konsultasi dan persetujuan penduduk setempat.

b. Sebagian keuntungan yang layak dari perkembangan pariwisata harus dikembalikan kepada penduduk setempat.

c. Perkembangan pariwisata harus didasarkan atas prinsip ekologi yang sehat dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya serta tradisi keagamaan yang dianut penduduk setempat.

Pengembangan Ekonomi dalam Pengelolaan Ekowisata Sesuai dengan prinsip pengembangannya, konsep ekowisata tidak saja memperhatikan aspekekologi tetapi juga ekonomi. Beberapa pengalaman pengembangan kawasan pariwisata yangmenerapkan konsep ekowisata menunjukkan peningkatan perekonomian sebagai dampak yangditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Keuntungan yang diperoleh dalam

pengembanganpariwisata pada suatu wilayah sesungguhnya akan

(45)

dijadikan subsidi untuk mengelolapelestarian lingkungan pada kawasan tersebut. Pada tahap ini terjadi siklus yang saling menguntungkan antara alam dan manusia.Tahap awal

pengembangan ekonomi dengan konsep ekowisata adalah usaha untukmeningkatkan taraf hidup masyarakat di lokasi obyek wisata yang dikembangkan denganpemberdayaan kegiatan usaha wisata.

Jadi tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan

masyarakat setempat dan diharapkan kegiatan ini akan memberi efek multiplier terhadapsektor ekonomi lainnya akibat

perkembangan sektor pariwisata.

Ekowisata Bagi Pengembangan Masyarakat Selain dari sisi konservasi menuntungkan, penerapan konsep ekowisata juga dapat dilihat dari sisi ekonomi, khususnya bagi peningkatan

perekonomian masyarakat setempat. Dari sisi ekonomi, ekowisata menciptakan lapangan pekerjaan di wilayah terpencil dan belum berkembang. Pada umumnya ekowisata diasumsikan embutuhkan sedikit investasi untuk pembangunan prasarananya. Penekanan ekowisata pada sumber daya lokal dan peluang kerja menjadikan ekowista sebagai peluang bagi negara yang sedang berkembang dan mempunyai potensi alam yang tinggi. Faktor pengembangan masyarakat setempat merupakan tujuan akhir dari pengembangan pariwisata berdasarkan konsep ekowisata. The Ecotourism Society

(46)

mengemukakan ada beberapa tahapan untuk mengembangakan konsep ekowisata pada suatu kawasan pariwisata yaitu :

a. Pertama, menilai situasi dan potensi wisata yang akan

dikembangkan. Pada tahapan ini meliputi juga aspirasi masyarakat yang akan dijadikan obyek wisata dengan konsep ekowisata.

b. Kedua, menentukan situasi pariwisata yang diinginkan dan mengidentifikasi langkah untuk mencapai tujuan. Hal ini disesuaikan dengan potensi wilayah yang ada.

c. Ketiga, merancang strategi pengembangan terhadap obyek wisata yang akan dikembangkan. Pada tahapan ini direncanakan tahapan pengembangan obyek wisata yang akan dikembangkan.

Pengembangan konsep ekowisata pada lokasi wisata ditentukan oleh pihak yang terlibatterhadap pengembangan terdiri dari masyarakat, perusahaan swasta sebagai opertaor,organisasi lingkungan non profit yang peduli terhadap pelestarian lingkungan dan pemanduwisata. Berdasarkan aspek tersebut, faktor

masyarakat sebagai tujuan akhir daripengembangan kawasan wisata menentukan terhadap penerapan konsep ekowisata.

Masyarakat harus dilibatkan secara aktif agar sadar terhadap

potensi sumber daya dimilikisehingga dapat berpartisipasi terhadap pengelolaan kawasan wisata yang akan meningkatkanpendapatan.

Pada tahap awal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana

(47)

memberi gambarankepada masyarakat terhadap potensi wilayahnya dan memberdayakan masyarakat dalam hal

pengelolaan kawasan wisata. Untuk mewujudkan hal ini, peran pemerintah dan lembagapendamping sangat penting karena umumnya masyarakat tidak mampu mengelola potensiwilayahnya.

Dengan pengenalan terhadap potensi wilayahnya diharapkan masyarakat dapatberpartisipasi secara aktif terhadap pengelolaan obyek wisata.

G. TINJAUAN LOKASI 1) Pengertian Lokasi.

Pada studi Geografi, lokasi merupakan variabel penting yang dapat mengungkapkan berbagai hal tentang gejala atau fenomena yang dipelajari. Sumaatmadja (1988:118) menjelaskan, bahwa : lokasi suatu benda dalam ruang dapat menjelaskan dan dapat memberikan kejelasan pada benda atau gejala geografi yang bersangkutan secara lebih jauh lagi. Mempelajari geografi sama artinya dengan mempelajari lokasi-lokasi di muka bumi, dan ketika orang atau individu berbicara tentang lokasi di permukaan bumi maka individu tersebut sedang berbicara mengenai

fenomena di permukaan bumi. Lokasi sangat erat kaitannya dengan jarak di permukaan bumi. Suatu gejala akan sangat

(48)

strategis dan mempunyai nilai guna yang tinggi jika terletak pada lokasi yang menguntungkan.

2) Teori Lokasi

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi

geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Salah satu hal yang paling banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.

Teori lokasi juga di dasari oleh faktor-faktor geografis dan keadaan lingkungan. Materi inti dalam geografi adalah ―mencoba mengetahui karakteristik dan keunikan ruang serta perubahannya termasuk strukturnya, mendapatkan bagaimana hubungan antara manusia dengan lingkungannya serta secara sistematis

(49)

menjelaskan interaksi antara lokasi dengan kondisi geografis yang ada‖.

Hasil interaksi dan kegiatan-kegiatan atau aktifitas di dalam ruang menunjukkan dan menghasilkan gejala penyebaran dalam ruang, baik itu bergerombol, tersebar merata maupun tersebar berjauhan satu sama lainnya. Atas dasar lokasi dan pola sebaran tersebut maka lokasi pusat pelayanan umum termasuk sekolah harus ada pada suatu core atau tempat sentral pada suatu wilayah atau region. Tempat-tempat pelayanan publik yang terletak pada lokasi inti atau sentral akan lebih bermanfaat dan memiliki nilai guna yang tinggi dalam memfasilitasi kepentingan penduduk. Christaller dalam Sumaatmadja mengemukakan bahwa

―tempat yang lokasinya sentral adalah tempat yang

memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya maksimum, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktifitas pelayanan, maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya‖.

Sumaatmadja dalam bukunya yang berjudul ―Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan‖ juga menyatakan bahwa lokasi dalam suatu ruang dapat dibedakan menjadi dua jenis lokasi, yaitu :

(50)

1. Lokasi absolut adalah suatu tempat atau wilayah yang lokasinya berkaitan dengan letak astronomis yaitu dengan menggunakan garis lintang dan garis bujur, dan dapat diketahui secara pasti dengan menggunakan peta. Lokasi absolut suatu daerah tidak dapat berubah atau berganti sesuai perubahan jaman tetapi bersifat tetap karena berkaitan dengan bentuk bumi.

2. Lokasi relatif adalah suatu tempat atau wilayah yang berkaitan dengan karakteristik tempat atau suatu wilayah, karakteristik tempat yang bersangkutan sudah dapat diabstraksikan lebih jauh. Lokasi relatif memberikan gambaran tentang keterbelakangan, perkembangan dan kemajuan wilayah yang bersangkutan dibandingkan dengan wilayah lainnya. Lokasi relatif dapat ditinjau dari site dan situasi (situation). Site adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu daerah tertentu sedangkan situasi adalah lokasi relatif dari tempat atau wilayah yang bersangkutan yang berkaitan dengan sifat-sifat eksternal suatu region

Menurut Fandy Tjiptono pemilihan tempat/lokasi fisik memerlukan pertimbangan cermat terhadap faktor-faktor berikut:

(51)

a) Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah di jangkau sarana transfortasi umum.

b) Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal.

c) Lalu lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama:

1) Banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan

peluang besar terhadap terjadinya buying, yaitu keputusan pembelian yang sering terjadi spontan, tanpa

perencanaan, dan atau tanpa melalui usaha-usaha khusus.

2) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa juga jadi hambatan. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.

d) Ekspansi, yaitu tersedianya tempat yang cukup luas apabila ada perluasan di kemudian hari.

e) Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung produk yang ditawarkan. Sebagai contoh, restoran/rumah makan berdekatan dengan daerah pondokan, asrama, mahasiswa kampus, sekolah, perkantoran, dan sebagainya. (Fandy Tjiptono, ,Pemasaran Jasa, (Malang :Bayumedia Publishing, 2007) hlm. 123).

(52)

Menurut fandy tjiotono (2006) dalam penelitian aprih santoso dan sri widowati (2011 : 183) variabel lokasi lebih memakai indikator berikut :

1. Keterjangkaun lokasi

2. kelancaran akses menuju lokasi 3. kedekatan lokasi

H. Tinjauan Pengembangan Wilayah

Wilayah adalah daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Perbedaan antara

perencanaan wilayah dan perencanaan sektoral (Rahardjo Adisasmita 2008; 15)

a) Perencanaan Wilayah

 Lebih menitik beratkan pada ruang (spasial)

 Perkembangan wilayah lebih dititik beratkan pada sektor ekonomi

 Mengenal wilayah dengan potensi, kendala, dan masalah dari wilayah tersebut

 Menggunakan asas desentrlisasi

 Bertujuan untuk pembangunan wilayah

 Harus ada keterpaduan antar sektoral atau lembaga.

(53)

b) Perencanaan Sektoral

 Perencanaan sektoral lebih menitik beratkan pada aspatial bukan keruangan

 Ruang lingkup terdiri atas pertanian, industri, pertambangan, listrik, air, perdagangan dan jasa, keuangan dan perbankan

 Tidak melihat pada wilayah atau karekteristik wilayah diabaikan

 Menggunakan asas dekonsentrasi (top down)

 Bertujuan untuk pengembangan daerah

 Tidak melihat dimensi kepentingan yang sangat penting

Dalam mengembangan suatu wilayah diperlukannya beberapa teori-teori yang dijadikan sebagai dasar atau acuan dalam pengembangan wilayahnya. Teori 15 pengembangan wilayah merupakan teori-teori yang menjelaskan bagaimana wilayah tersebut akan berkembang, faktor-faktor yang membuat wilayah tersebut berkembang dan bagaimana proses

perkembangannya.

(54)

I. Tinjauan Kawasan

Kawasan merupakan wilayah dalam batasan fungsional tertentu. Menurut Undang-undang No. 26 pada tahun 2007 mendefinisikannya sebagai wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Contoh kawasan antara lain: Kawasan Lindung-Kawwasan Budidaya dalam suatu wilayah provinsi.

Kawasan Perkotaan-Kawasan Pedesaan dalam suatu wilayah kabupaten; Kawasan Perumahan, Kawasan Pusat Kota, dan Kawasan Industri dalam suatu kota.

(55)

J. Kerangka Berpikir

Bagan Kerangka Berpikir

(56)

Tabel 2.1. Road Map

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel dan indikator

Metode dan

Analisis Simpulan

1. Retno Utari (2017)

Arahan

pengembangan objek ekowisata di desa

panusupan kecamatan rembang kabupaten purbalingga

Kondisi lingkungan, keragaman daya tarik, keunikan objek wisata, besarnya jumlah wisatawan, luas jangkauan pemanfaatan wisatawan, ketersediaan moda transportasi, kemudahan pencapaian, ketersediaan sarana dan prasarana,

ketersediaan hotel atau penginapan, fasilitas

penunjang, ketersediaan SDM atau lembaga pengeoalah dan promosi objek wisata

Model tabulasi dan skor

Pengembangan objek ekowisata sudah termasuk dalam kriteria berpotensi namum perlu bentuk arahan pada beberapa sarana fasilitas penunjang yang belum tersedia.

2.

Lia afriza, Anti Riyanti, dan Septy Indrianty (2017)

Pengambangan

pariwisata kawa san gede bage

berbasisi ekowisata

Prinsip ecoturism : prinsip konservasi, prinsip partisipasi, prinsip ekonomi, prinsip edukasi, dan perinsip wisata

Metode deskriptif

Seiring pada perkembangan objek wisata gede bage pemerintah diharapkan mampu dapat menciptakan daya tarik wisata berbasisi

ekowisata dan juga dapat melibatkan masyarakat sehingga dapat meningktakan SDM di kawasan ekowisata tersebut.

(57)

3.

Khairul Hasfar, Ambo Tuwo, Amran Saru (2014)

Strategi

Pengembangan Kawasan Ekowisata Mangrove Di Sungai Carang Kota Tanjung Pinang

Kepulauan Riau

Pemeliharaan lingkungan hutan mangrove, pengemangan sarana dan perasaran, pengembangan informasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem mangrove dan peningkatan sistem pegawasan terhadap

kerusakan lingkungan akibat aktifitas wisata.

Metode analisis yang di

gunankan ialah analisis SWOT dan AHP melaui perangkat lunak expert choice 9.0

Perlu adanya perbaikan sarana prasaraan dan edukasi terhdapap masyratakan stempat dan wisatawan terkait dengan pentingnya menjaga

kelestarian lingkungan dan perlu perhatian pemerintah kota tanjung pinang dalam

pengembangan kawasan ekowista mangrove di sungai carang. .

4.

Dhayita rukti dan iwan rudianto (2014)

Potensi

pengembangan ekowisata berbasisi masyarakat di kawasan rawa pening, kabupaten semarang

Atraksi wisata, aksesibilitas, penyediaan transportasi, ketersediaan kuliner, akomodasi, kondisi lingkungan, infrastruktrur penunjang dan fasilitas pendukung kegiatan wisata

Metode analisis yang diguakan ialah analisis statistik deskriptif, analisisi skor serta deskriptif kualitatif

Berdasarkann hasil analisis, rawa pening memiliki potensi yang cukup baik untuk

dikembangkan sebagai kawasan ekowisata berbasisi masyarakat, karena tidak hanya memiliki

sumberdaya wisata alam tetapi juga memiliki

semberdaya masyarakat yang potensial untuk diberdayakan dalam kegiatan wisata adapun program dan kebijakan

pemerintah untuk mengembangkan kawasan tersebut namun secara keseluruhan,

(58)

potensi ekowisata berbasisi

masyarakat belum berkontribusi secara maksimal terhadap

pengembangan pedesaan di kawasan rawa pening.

5.

Heru widodo, weishagun (2018)

Arahan pengemangan kawasan ekowisata mengrove pantai tanjung pasir kabupaten tangerang

Atraksi, aksesibilitas, fasilitas dan kelembagaan

Analisis daya dukung kawasn wisaa, analisis supply dan demand, analisis kebencanaan dan analisis SWOT.

Menjadiakn pantai tanjung pasir sebagai kawasan ekowisata mangrove centr yang edukatif, aman, ramah lingkungan dan terintegrasi

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dan mencakup prosedur dan teknik penelitian.

Metode penelitian merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-masalah penelitian. Dalam buku metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D Prof Sugiyono (2017) yang dimaksud adalah "Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu."

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam suatu proses penelitian dengan di tetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga mempermudah dalam melakukan penelitian. Lokasi penelitian ini berada di Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan dengan luas ± 2,821 Km2 dengan panjang garis pantai ± 6,336 Km2. Adapun dasar pertimbangan yang mendasari Pulau Maitara dijadikan sebagai fokus wilayah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

(60)

1. Pulau Maitara adalah salah satu kawasan yang memiliki daya tarik wisata di Kota Tidore Kepulaun.

2. Pulau Maitara memiliki sumber daya alam dan sosial budaya yang sangat berpotensi untuk di kembangkan.

3. Pulau Maitara dapat di jadian sebagai kawasan strategis pariwisata di Kota Tidore Kepulauan untuk meningkatkan PAD.

B. Populasi dan Sampel 1. Poulasi

Menurut Fathoni (2006:103) menyatakan ―populasi adalah keseluruhan unit elementer yang parameternya akan diduga melalui statistika hasil analisis yang di lakukan terhadap sampel penelitian‖ selain itu Wardiyanta (2006:19) menyatakan ―populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.‖ Berdasarkan pengertian-pengertian populasi tersebut populasi adalah keseluruhan individu atau objek yang akan diteliti dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini populasinya meliputi Masyarakat dan pengelolah objek wisata pulau Maitara, wisatawan pulau Maitara dan Pemerintah Kota Tidore yang terkait.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berbagai penyakit hewan menular yang ber- hubungan dengan produksi semen beku yang harus tidak diidap oleh sapi pejantan BIB, akan dikemukakan pada tulisan

edilmesine hatta deste ğ in altına sarkılmı ş olmasına kar ş ın kitle psikolojisinin talep yaratması sonucu trend devam etmi ş tir.. Uzun vadeli dü ş ü ş trendlerinin

Perspektif Customer merupakan perspektif yang paling memuaskan dalam pencapaian target perusahaan dengan perolehan nilai bobot tertinggi (0 358) selanjutnya diikuti perolehan

 Infrastruktur ICT lebih bersifat liability bagi pemerintah karena memerlukan dukungan APBN yang besar dan konsisten untuk mengelolanya (pemerintah bukan pihak yang tepat

Dengan demikian keseimbangan dalam hubungan Presiden dan Parlemen tergantung pada kekuatan yang dimiliki oleh presiden, yaitu kekuatan presiden tersebut dimiliki dari

Setelah dilakukan analisis statistik terhadap peubah indeks eritrosit (selisih nilai MCH, MCHC, dan MCV), tidak ditemukan interaksi antara lama waktu tempuh transportasi

(1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan kebijakan teknis dan pembinaan hubungan industrial serta

Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan Fisiologis (Physiological) yang berupa kebutuhan biologis, terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, pakaian, air, rumah dan