• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KADAR LOGAM BERAT (Timbal dan Kadmium) PADA FECES SAPI YANG DIPELIHARA DI TPA TANJUNG KRAMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KADAR LOGAM BERAT (Timbal dan Kadmium) PADA FECES SAPI YANG DIPELIHARA DI TPA TANJUNG KRAMAT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR LOGAM BERAT (Timbal dan Kadmium) PADA

FECES SAPI YANG DIPELIHARA DI TPA TANJUNG KRAMAT

Ririn Mini Purwasi, Sunarto Kadir, Ramly Abudi1

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Bahan pangan asal hewan (daging) dalam penyediannya harus memperhatikan prinsip aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Bahan pangan asal hewan sangat rentan terhadap kontaminasi mikrobiologi dan logam berat. Penelitian bertujuan untuk mengukur dan menganalisis kadar logam berat (Timbal

dan Kadmium) pada feces sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan populasi adalah feces sapi

yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah Purposive Sampling sehingga didapatkan 15 sampel feces

sapi. Pemeriksaan kadar logam berat diuji dengan metode Atomic Absorbtion

Spectrofotometry di LPPMHP Kota Gorontalo. Hasil Penelitian dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil penelitian pada 15

sampel feces sapi semuanya mengandung logam berat timbal (sampel 1-8) dan

cadmium (sampel 9-15). Rata-rata kadar Timbal pada feces sapi adalah sebesar

5,5651 ppm, sedangkan rata-rata kadar Kadmium pada feces sapi adalah sebesar

0,1495 ppm. Logam berat yang terdapat dalam feces sapi tersebut dapat menjadi

indikator bahwa di dalam tubuh sapi juga sudah terkontaminasi dengan logam berat. Simpulan bahwa sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat berpotensi tercemar dengan logam berat Timbal dan Kadmium. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu untuk pihak terkait agar dapat melakukan penyuluhan tentang pentingnya lingkungan pemeliharaan dan pemberian pakan yang sehat pada ternak sapi.

Kata Kunci: Logam Berat, Timbal, Cadmium, Feces Sapi, TPA Tanjung Kramat

1Ririn Mini Purwasi Mahasiswi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri

Gorontalo: Dr. Sunarto Kadir, Drs., M.Kes Dosen pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo: Ramly Abudi, S.Psi. M.Kes Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo

(2)

Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran sehingga mengakibatkan kerugian dan keresahan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perindustrian maupun masyarakat pengguna produk industri tersebut. Hal itu terjadi karena sangat besarnya risiko terpapar logam berat maupun logam transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman, maupun lingkungan (Widowati, dkk, 2008: 1-2).

Salah satu sumber pencemaran logam berat di lingkungan adalah melalui sampah. Sampah di Kota Gorontalo diolah pada lokasi tertentu. Tempat pengolahan sampah tersebut dikenal sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Tanjung Kramat. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Tanjung Kramat ternyata juga dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai tempat pemeliharaan ternak. Pemikiran masyarakat timbul untuk memelihara ternak di TPA sampah karena pertimbangan bahwa sampah organik yang dibuang masih mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi karena sampah organik tersebut berupa sisa-sisa sayuran dan buah yang berasal dari Pasar Sentral Gorontalo sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ternak yang dipelihara di area TPA Sampah Tanjung Kramat adalah ternak sapi.

Sumber pakan sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat adalah sampah organik yang sebagian besar berasal dari Pasar Sentral Gorontalo berupa sisa-sisa sayur, buah, makanan, dan lain-lain. Namun yang menjadi masalah adalah sisa sayuran, buah, dan makanan tersebut telah bercampur dengan sampah lainnya yang kemungkinan bersifat toksik. Sampah tersebut akan masuk ke dalam tubuh sapi dan terdistribusi ke seluruh bagian tubuh sapi melalui proses pencernaan. Dengan demikian sapi yang mengkonsumsi sampah tersebut memiliki risiko tinggi terpapar bahan toksik.

Menurut Sudiyono (2011) bahwa daya dukung pakan adalah sangat penting, mengingat pakan merupakan faktor utama yang menentukan produktifitas ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Suyanto, dkk (2010), menunjukkan bahwa daging sapi yang dipelihara di Tempat Pembuangan Sampah

(3)

Akhir mengandung logam berat Timbal, Cobalt, Zink, Cadmium, Hidrogerum, dan Arsen. Sampel daging yang diambil yaitu di bagian paha, punggung, hati, rumen dan abomasum, serta lemak abdominal. Dari semua logam berat yang ditemukan pada sampel daging sapi tersebut yang melebihi Standar Ditjen POM

Tahun 1989 adalah logam berat Zink/seng (Zn) dan kadmium (Cd). Penelitian lain

oleh Wardhayani (2006), dengan hasil pengukuran timbal (Pb) pada urin sapi

yang digembalakan di TPA sampah Jatibarang, semua sampel mengandung timbal (Pb) dari 0,1179 ppm - 0,5813 ppm. Adanya kandungan timbal (Pb) dalam urin sapi menunjukkan bahwa sapi potong tercemar timbal (Pb).

Pakan sangat penting diperlukan untuk pertumbuhan ternak karena mengandung zat gizi. Oleh karenanya, pakan harus tersedia terus. Pakan yang umum diberikan berupa hijauan (Mulyono, 2005: 48). Pakan bila ditinjau dari segi nutrisi merupakan unsur yang sangat menentukan pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Mulyono, 2005: 48).

Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar timbal (Pb). Intoksikasi timbal (Pb) bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral (Rahde dalam Widowati, dkk, 2008: 110).

Sehubungan dengan beranekaragamnya penggunaan logam kadmium (Cd), maka pelepasan kadmium (Cd) dari limbah industri ditambah kadmium (Cd) yang berasal dari alam akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang meluas mengingat kadmium (Cd) merupakan substansi yang persisten di dalam lingkungan. Kadmium (Cd) bisa berada di atmosfer, tanah, dan perairan (Widowati, dkk, 2008: 65).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengukur kadar

Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada feces sapi yang dipelihara di TPA Tanjung

Kramat. (2) Untuk menganalisis kadar Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada feces

(4)

METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel dilakukan di TPA Tanjung Kramat, selanjutnya pemeriksaan dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 11-15 Desember 2013, dan pengujian sampel di Laboratorium dilakukan pada tanggal 20 Desember 2013.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang ingin menggambarkan

kadar logam berat pada feces dari sapi yang dipelihara di Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) Tanjung Kramat. Kadar logam berat pada penelitian ini di uji dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium.

Populasi pada penelitian ini adalah semua feces dari sapi yang dipelihara

di TPA Tanjung Kramat. Jumlah sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat saat obeservasi awal adalah berjumlah 30 ekor.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 15

sampel feces sapi yang berbeda. Sampel yang akan diambil adalah feces yang baru

dikeluarkan oleh sapi baik itu pagi, siang, atau sore hari. Selain itu, feces yang

akan dijadikan sampel adalah feces dari sapi yang dewasa (berumur 3 tahun atau

lebih). Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara univariat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah feces sapi yang dipelihara di TPA

Tanjung Kramat. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15 sampel feces

sapi, dimana 8 sampel untuk pemeriksaan timbal (Pb) dan 7 sampel untuk pemeriksaan cadmium (Cd). Sampel dikumpulkan selama 5 hari berturut-turut dari tanggal 11 sampai dengan 15 Desember 2013. Sampel yang diperoleh tiap hari langsung diantar ke Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. Sampel kemudian dikeringkan selama empat hari dalam oven, setelah sampel kering, baru dapat dilakukan pengujian logam berat. Adapun hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat pada tabel berikut:

(5)

Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Kadar Logam Berat (Timbal dan Kadmium) pada Feces Sapi yang Dipelihara di TPA Tanjung Kramat Tahun 2013

Logam Berat Nama

Sampel

Hasil Pengujian (ppm)

Keterangan

Timbal (Pb) Sampel 1 3,4687 Tidak ada standar

mengenai kadar logam berat pada feces sapi, namun keberadaan logam berat pada feces sapi dapat mengindikasikan bahwa di dalam tubuh sapi juga telah tercemar logam berat. Sampel 2 1,1939 Sampel 3 3,3164 Sampel 4 12,5309 Sampel 5 3,9716 Sampel 6 13,3939 Sampel 7 2,9680 Sampel 8 3,6775 Rata-rata 5,5651 Cadmium (Cd) Sampel 9 0,1956 Sampel 10 0,0708 Sampel 11 0,0733 Sampel 12 0,3066 Sampel 13 0,0169 Sampel 14 0,1961 Sampel 15 0,1875 Rata-rata 0,1495

Sumber: Data Primer 2013 Pembahasan

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa seluruh sampel feces sapi yang

diperiksa mengandung logam berat timbal (sampel 1-8) dan cadmium (sampel 9-15) dengan kadar yang bervariasi. Kadar timbal yang paling tinggi terdapat pada sampel 6 yaitu sebanyak 13,3939 ppm. Sedangkan kadar cadmium paling tinggi terdapat pada sampel 12 yaitu sebanyak 0,3066 ppm. Sementara itu untuk kadar timbal terendah terdapat pada sampel 2 dengan jumlah 1,1939 ppm dan kadar cadmium terendah terdapat pada sampel 13 yaitu sebanyak 0,0169 ppm. Untuk

rata-rata kadar Timbal pada feces sapi adalah sebesar 5,5651 ppm, sedangkan

rata-rata kadar Kadmium pada feces sapi adalah sebesar 0,1495 ppm.

Berdasarkan data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa ada sampel feces yang kadar timbalnya tinggi yaitu sampel 4 (12,5309) dan sampel 6 (13,3939). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar logam berat dalam feces sapi, diantaranya adalah faktor kadar logam berat pada makanan yang ikut

(6)

terkonsumsi, kecukupan mineral esensial dalam tubuh sapi sehingga logam berat dalam usus tidak banyak yang terserap ke dalam tubuh, serta frekuensi sapi tersebut makan dalam seharinya. Menurut Suwandi (2004: 1) Apabila ternak kekurangan mineral dalam ransumnya, maka ternak terdorong untuk memakan apa saja yang dirasa mengandung mineral antara lain tanah, batu bata, senar, rambut, papan/kayu dan bekas kantong plastik. Namun, terlepas dari tinggi atau

rendahnya kadar logam berat yang terkandung dalam feces sapi yang dipelihara di

TPA Tanjung Kramat tetap berpotensi berbahaya karena tiap hari sapi-sapi tersebut mencari makanan di atas tumpukan sampah yang mengandung logam berat sehingga besar kemungkinan bahwa tiap hari juga terdapat pemasukan logam berat di dalam tubuh sapi melalui pakan. Hal itu berpotensi berbahaya karena sifat logam berat yang dapat terakumulasi di dalam tubuh.

Menurut Mulyono (2005: 48) bahwa pakan merupakan unsur yang sangat menentukan pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Menurut Kurniati (2013: 1) peternak sapi harus memberikan pakan ternak berkualitas, serta memenuhi syarat bagi pertumbuhan sapi. Pakan ternak sesuai syarat dan berkualitas adalah pakan ternak yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Pakan ternak tersebut dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat (seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, katul, tepung ikan, tepung daging, dll). Mulyono (2005: 50) juga menjelaskan bahwa pakan yang bagus dikonsumsi ternak adalah pakan hijauan dalam bentuk rumput hijau, legum (kacang-kacangan), daun singkong, dll.

Sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat sudah selama 9 bulan, namun bukan baru tahun 2013 masyarakat memelihara sapi di TPA Tanjung Kramat. Menurut responden yang juga merupakan petugas pembakar sampah di TPA Tanjung Kramat bahwa sejak pertama responden tersebut bekerja di TPA yaitu pada tahun 2003 sudah ada masyarakat yang memelihara sapi di TPA Tanjung Kramat. Selain itu, responden juga mengatakan bahwa pada tahun 2012 banyak sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat yang ditemukan mati, jumlah sapi yang mati diperkirakan hampir 100 ekor. Menurut responden bahwa sebelum mati sapi-sapi tersebut menunjukkan gejala persendian kaki bengkak

(7)

sehingga sapi tidak dapat berdiri, gigi sapi keropos, sapi juga tidak nafsu makan, leher terputar, dan mengeluarkan darah dari anus. Hal yang sama juga dikemukakan oleh salah satu peternak sapi yang kebetulan peneliti temui di TPA Tanjung Kramat, responden tersebut menambahkan bahwa para peternak yang sapinya tidak mati dengan terpaksa menjual murah sapi mereka karena kondisi tubuh sapi yang kurus. Menurut keterangan responden bahwa sapi-sapi tersebut mati karena kekurangan makanan akibat sudah selama 1 tahun tidak ada truk sampah yang mengantar sampah di TPA Tanjung Kramat sehingga sapi-sapi hanya mengais sampah-sampah organik yang tersisa. Berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh sapi-sapi tersebut sebelum mati sama seperti yang dikemukakan oleh Widowati (2008: 83) bahwa toksisitas Cd bisa mengakibatkan kerapuhan tulang, gejala rasa sakit pada tulang akan mengakibatkan kesulitan berjalan. Di jepang pernah terjadi peristiwa keracunan Cd yang mengakibatkan terjadinya

kerapuhan tulang pada penderita yang disebut “itai-itai”. Menurut para ahli, efek

yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang mungkin disebabkan oleh kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar Cd sehingga fungsi Ca dalam pembentukan tulang digantikan oleh logam Cd. Sementara itu menurut Darmono (2001: 112) bahwa gejala khas keracunan Pb pada ternak ruminansia adalah konstipasi, diare, anemia, dan edema.

Berdasarkan data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel feces

dari sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat dimana yang menjadi sumber makanan sehari-harinya adalah sampah semuanya positif mengandung logam

berat dengan kadar yang bervariasi. Logam berat yang terdapat dalam feces sapi

tersebut dapat menjadi indikator bahwa di dalam tubuh sapi juga sudah terkontaminasi dengan logam berat. Hal itu sesuai dengan penelitian Sudiyono

(2011) yang melakukan pemeriksaan kadar logam berat timbal pada feces, daging,

ginjal, hati, usus dari sapi yang sama. Hasil dari pemeriksaan logam berat timbal

pada feces sapi yang diperiksa sebanyak 7 kali dan diambil tiap 2 minggu sekali

menunjukkan bahwa pemeriksaan pertama (2,76 ppm), pemeriksaan kedua (4,14), pemeriksaan ketiga (1,56), pemeriksaan keempat (1,44), pemeriksaan kelima (1,95), pemeriksaan keenam (1,42), dan pemeriksaan ketujuh (1,27), serta hasil

(8)

pemeriksaan logam berat pada daging sapi tersebut adalah 3,6 ppm, pada ginjal 2,7 ppm, pada hati 3,2 ppm, serta logam berat pada usus sebesar 2,97 ppm. Hal itu

menunjukkan bahwa keberadaan logam berat pada feces sapi dapat dijadikan

indikator bahwa di dalam tubuh sapi juga sudah tercemar dengan logam berat. Menurut Darmono (1995) dalam Irasanti, dkk (2012: 2) bahwa logam berat yang masuk melalui saluran pencernaan bersumber dari makanan dan minuman yang tercemar logam berat. Menurut Wardhayani (2006: 23) Logam berat yang masuk melalui saluran pencernaan kemudian akan diabsorbsi melalui usus, logam berat yang telah diabsorbsi akan masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Timbal (Pb) dalam jaringan dan cairan tubuh identik dengan jumlah Timbal (Pb) yang dikeluarkan (Darmono, 2001 dalam Wardhayani, 2006: 23), sementara Kadmium (Cd) yang masuk melalui saluran pencernaan diabsorbsi sekitar 3-8 % dari total Kadmium (Cd) yang termakan (Darmono, 1999: 3).

Menurut Wardhayani (2006: 3) Toksisitas logam pada hewan biasanya berpengaruh terhadap produksi, juga menimbulkan residu logam dalam tubuh ternak. Sapi yang makan sampah dan tercemar logam berat, akan mengakumulasi logam berat tersebut. Jika sapi tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pangan manusia, maka manusia yang mengkonsumsi bahan pangan tersebut kemungkinan juga akan mengakumulasi logam berat dalam tubuh, akhirnya akan mengalami gangguan kesehatan.

Paparan kadmium (Cd) secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal

dan paparan yang lebih lama berlanjut dengan terjadinya proteinuria. Gejala lain

toksisitas akut dari kadmium (Cd) adalah iritasi alat respiratori, alat pencernaan,

pneumonitis, sakit dada yang kadang-kadang menyebabkan hemorrhagic

pulmonary edema, osteomalasia, batu ginjal dan hiperkalsinuria karena gangguan metabolisme kalsium (Ca) dan fosfor (P) (Widowati, dkk, 2008: 73).

Toksisitas kronis kadmium (Cd) bisa merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem urinaria (ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang (Widowati, dkk, 2008: 73).

(9)

Menurut Widowati, dkk (2008: 120-121) Timbal bersifat akumulatif. Mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan logam yang dipengaruhinya adalah:

(1) Sistem haemopoietik; dimana timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan

hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. (2) Sistem saraf; dimana timbal (Pb) bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi,

kerusakan otak besar, dan delirium. (3) Sistem urinaria; dimana timbal (Pb) bisa

menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of Henle, serta menyebabkan

aminosiduria. (4) Sistem gastrointestinal; dimana timbal (Pb) menyebabkan kolik

dan konstipasi. (5) Sistem kardiovaskuler; dimana timbal (Pb) bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah. (6) Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap timbal (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi timbal (Pb) bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. (7) Sistem endokrin; dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal. (8) Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menemui beberapa kendala yang juga mempengaruhi hasil penelitian, yaitu:

a) Dalam pemeriksaan feces sapi dipisah pemeriksaannya antara Timbal dan

Kadmium serta tidak dilakukan secara Cross Check dimana dalam satu sampel

hanya diperiksa salah satu logam berat bukan keduanya (Timbal dan Kadmium).

b) Sulit mengetahui secara jelas umur sapi, peneliti hanya menggunakan

penilaian pada unsur-unsur fisik.

c) Peneliti kesulitan dalam pengambilan feces sapi karena tidak diketahui kapan

(10)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa semua sampel feces

dari sapi yang dipelihara di TPA Tanjung Kramat mengandung logam berat timbal (sampel 1-8) dan cadmium (sampel 9-15). Kadar timbal yang paling tinggi terdapat pada sampel 6 yaitu sebanyak 13,3939 ppm. Sedangkan kadar cadmium paling tinggi terdapat pada sampel 12 yaitu sebanyak 0,3066 ppm. Untuk rata-rata

kadar Timbal pada feces sapi adalah sebesar 5,5651 ppm, sedangkan rata-rata

kadar Kadmium pada feces sapi adalah sebesar 0,1495 ppm. Hal itu menunjukkan

bahwa di dalam tubuh sapi tersebut juga berpotensi terdapat logam berat.

Meskipun kadar logam berat yang terdapat pada feces sapi menunjukkan angka

yang relatif rendah yang berarti juga kadar logam berat yang terabsorbsi dalam tubuh sapi juga hanya sedikit, namun tetap berpotensi berbahya mengingat sapi-sapi tersebut sudah dipelihara di TPA Tanjung Kramat selama 9 bulan yang setiap harinya mengkonsumsi sampah organik yang terkontaminasi logam berat, ditambah lagi dengan kontaminasi logam berat melalui saluran pernafasan sehingga tiap harinya diduga terjadi penumpukan logam berat di dalam tubuh sapi. Hal itu dapat menurunkan kualitas daging sapi yang dihasilkan dan dapat menyebabkan akumulasi logam berat di dalam tubuh masyarakat yang mengkonsumsi daging tersebut yang akhirnya dapat menyebabkan keracunan akut maupun penyakit kronis pada masyarakat.

Saran

Diharapkan kepada peternak sapi untuk lebih memperhatikan lingkungan pemeliharaan ternak, karena lingkungan pemeliharaan ternak yang tidak sehat akan berdampak pada pencemaran di dalam tubuh sapi yang kemudian akan menurunkan kualitas daging sapi yang dihasilkan. Tempat peternakan yang baik

untuk ternak ruminansia seperti sapi adalah di padang rumput yang jauh dari jalan

raya dan pabrik yang dapat menimbulkan zat berbahaya dari limbahnya. Bagi masyarakat sebagai konsumen diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam memilih daging yang ingin dikonsumsi ataupun pada saat membeli sapi. Apabila ingin membeli daging di pasar tradisional ataupun ingin membeli sapi sangat penting

(11)

untuk menanyakan mengenai tempat pemeliharaan sapi tersebut. Bagi instansi terkait seperti Dinas Perkebunan dan Peternakan serta Dinas Kesehatan agar dapat memberi penyuluhan kepada masyarakat yang memiliki ternak khususnya sapi dan kambing agar tidak memelihara ternak di lingkungan yang dapat berpotensi memberikan pencemaran terhadap ternak. Selain itu, diharapkan juga pada instansi terkait untuk tidak hanya melakukan pengawasan hewan dari proses produksi dan pasca produksi, tetapi juga perlu dilakukan pengawasan pada proses praproduksi (proses pemeliharaan hewan ternak). Kepada peneliti selanjutnya diharapkan agar ada penelitian lebih lanjut mengenai kadar logam berat pada daging sapi, mengingat penelitian ini hanya memeriksa kandungan logam berat

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. 2011. Pengaruh Cemaran Timbal (Pb) Pada Jeroan Terhadap

Kesehatan Manusia (Online), (http://greengrassgreenearth.com, diakses 6 Januari 2014)

Darmono. 1999. Interaksi Logam Toksik dengan Logam Esensial Dalam Sistem Biologik Dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Ternak (Online), Volume 9 No. 1. (http://peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses 23 Oktober 2013). Darmono. 1999. Kadmium (Cd) dalam Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap

Kesehatan dan Produktivitas Ternak (Online), Volume 8 No. 1. (http://peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses 23 Oktober 2013).

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Suyanto, Kusmiyati dan Retnaningsih. 2010. Residu Logam Berat dalam Daging

Sapi yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (Online), Volume 01 No. 01. (http://jurnal.unimus.ac.id, diakses 23 Oktober 2013).

Wardhayani, Sutji. 2006. Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb)

Pada Sapi Potong Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang. Tesis, Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

(13)

Gambar

Tabel 1  Hasil  Pemeriksaan  Kadar  Logam  Berat  (Timbal  dan  Kadmium)  pada  Feces Sapi yang Dipelihara di TPA Tanjung Kramat Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton & Hall, 2012). Adanya gangguan pada peredaran darah

[r]

Jenis penelitian: penelitian Kualitatif, peneliti menganalisis, apakah dalam buku siswa kelas 4 tema 1 “Indahnya Kebersamaan” Kurikulum 2013 terdapat karakter 4

Pada kasus perangkingan limapuluh perusahaan terbesar di Indonesia, proses diskrimasi dalam kumpulan DMU efisien yang terjadi pada ranking pertama dan terakhir saja.

Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keenam isolat yang didapat, isolat Junrejo adalah isolat yang memiliki ukuran konidia dan konidium terbesar serta hifa yang rapat

pada beberapa konsentrasi Beauveria bassiana Balsamo pada tanaman kacang panjang” ini merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan isi dalam skripsi ini tidak terdapat karya

Hal ini sesuai dengan penelitian Dalyanto (2006) yang menyatakan bahwa lalat buah jantan dan betina tertarik dengan aroma asam amino yang dihasilkan