• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia karena masih tinggi angka kesakitan dan kematian, khususnya penyakit HIV/AIDS, malaria dan Tuberculosis Paru. Jenis penyakit ini menjadi agenda prioritas utama dalam tujuan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. TB paru merupakan penyakit menular yang mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang (Depkes RI, 2007).

TB paru saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia, dikarenakan padatnya hunian, jeleknya sistem pelayanan kesehatan publik, dan meningkatnya prevalensi HIV/ AIDS. Setiap tahun, terdapat sekitar sembilan juta kasus TB paru dan hampir dua juta diantaranya menyebabkan kematian. Semua negara sudah terinfeksi tetapi sekitar 85% kasus, terjadi di Afrika (30%) dan Asia (55%) sementara India dan Cina mewakili (35%) (Kemenkes RI, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit Tuberkulosis Paru (TB) saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir

(2)

sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi. Sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat ketiga dari 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan 100.000 kematian setiap tahunnya. Tingginya insidens dan prevalensi TB terutama kasus TB BTA positif merupakan ancaman penularan TB yang serius di masyarakat, karena sumber penularan TB adalah penderita TB BTA positif (Sarwani, 2012).

Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk ditahun 2012 (WHO, 2013).

Negara Indonesia, diperkirakan prevalensi TB untuk semua tipe TB adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 per hari. Insidensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (Depkes, 2010).

(3)

Provinsi Sumatera Utara, penemuan kasus baru terdapat 14.158 per tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Sementara, Case Detection Rate TB paru Sumatera Utara 41,44 per Juni 2012 dengan Success rate 89 % dengan target keberhasilan 87% (Kemenkes RI, 2013).

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Dalam menanggulangi kasus TB paru di Indonesia sejak maret 1999 Menteri Kesehatan Indonesia mencanangkan dimulainya Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB) sebagai wahana untuk pemberantasan TB paru. Penanggulangan TB paru dilaksanakan dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung menelan obat, yang dilaksanakan di puskesmas juga melibatkan rumah sakit. DOTS adalah strategi program pemberantasan tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO tahun 1995 (Depkes, 2007).

Pemerintah juga memperkuat penanggulangan TB dengan membuat Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Menteri kesehatan menetapkan empat misi dalam rencana strategi 2010-2014 sebagai berikut: (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; (4) Menciptakan tata kelola pemerintah yang baik. Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda

(4)

yang akan dikembangkan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk implementasi rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi DOTS dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard for TB Care (ISTC) ((Kemenkes RI, 2011).

Pengobatan TB paru dengan menggunakan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyambuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2013).

Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu: (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c), kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberculosis (OAT) jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) (e) pencatatan dan pelaporan (Depkes 2007).

Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien

(5)

pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan TB paru yang paling efektif di masyarakat (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan data puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat didapatkan kasus penemuan TB paru sebanyak 14 orang ditemukan di Puskesmas PRM Bahorok, Puskesmas Bukit lawang ditemukan sebanyak 9 orang penemuan kasus baru, PRM Tanjung langkat sebanyak 19 orang, Puskesmas Marike sebanyak 36 orang, Puskesmas PRM Kuala 77 orang, Puskesmas Namu Ukur sebanyak 43 orang, Puskesmas Namo Trasi sebamyak 56 orang, Puskesmas Serapit sebanyak 20 orang, Puskesmas PRM Stabat sebanyak 38 orang, Puskesmas Kr. Rejo sebanyak 6 orang, Puskesmas Sambi Rejo Sebanyak 4 orang. Penemuan Kasus baru TB paru di Puskesmas Stabat Lama sebanyak 26 orang, Puskesmas Secanggang 6 orang, Puskesmas PRM Tj. Beringin sebanyak 39 orang, Puskesmas Hinai Kiri sebanyak 12 orang, Puskesmas Tanjung Selamat sebanyak 17 orang, Puskesmas Sei Bamban sebanyak 29 orang, Puskesmas Sawit Seberang sebanyak 15 orang, Puskesmas Pantai Cermin sebanyak 43 orang, Puskesmas PRM Pkl. Berandan sebanyak 60 orang, Puskesmas Gebang sebanyak 41 orang, Puskesmas PRM Securai sebanyak 47 orang, Puskesmas Desa lama sebanyak 77 orang, Puskesmas Tkh Durian sebanyak 44 orang, Puskesmas Beras Basah sebanyak 16 orang, Puskesmas Besitang sebanyak 104 orang, Puskesmas PRM Pkl. Susu sebanyak 48 orang, dan Puskesmas Pematang Jaya

(6)

sebanyak 51 orang. Diantara puskesmas yang ada dikabupaten langkat penemuan kasus TB paru Positif terbesar anatar lain Puskesmas Kuala, Puskesmas Desa Lama dan Puskesmas Besitang dan diantara ketiga puskesmas hanya di sekitar Puskesmas Kuala yang ditemukan dokter praktik swasta yang menangani TB paru. Pelaporan program TB paru termasuk angka penemuan kasus di Dinas Kesehatan Kabupaten seharusnya meliputi dokter praktik swasta juga yang merupakan salah satu unsur upaya pelayanan kesehatan sama halnya dengan puskesmas, seharusna mampu ikut berperan serta dalam upaya penemuan kasus tuberculosis dan melaporkannya ke Dinas Kesehatan. Perlu adanya kerjasama yang bersinergi serta saling membantu antara dokter praktik swasta dengan puskesmas dalam upaya meningkatkan angka penemuan kasus penderita TB paru atau Case Dectection Rate (CDR).

Puskesmas Kuala adalah salah satu Puskesmas di Kabupaten Langkat yang melaksanakan program penanggulangan TB paru. Program penanggulangan TB paru yang telah dilaksanakan adalah melalui strategi DOTS dan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan sebagai bagian dari promosi kesehatan, merupakan rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya.

Jumlah penderita Tuberkulosis di Puskesmas Kuala pada tahun 2013 berjumlah 53 penderita dengan CDR 71,62 %, keadaan ini masih belum sesuai dengan Program Penanggulangan Tuberculosis Nasional yaitu target Case Detection Rate minimal 90 %. Pada tahun 2014 berjumlah 77 penderita, yang sembuh 45 orang

(7)

di tahun 2014 dan sisanya masih melanjutkan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS.

Pelaksanaan strategi DOTS memang butuh kerjasama antara petugas puskesmas dengan penderita sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan. Petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas yang terdiri perawat sebagai petugas program, analis sebagai petugas laboratorium merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksanaan administrasi program puskesmas. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila pengetahuan dan sikap petugas cukup baik.

Peran petugas pengelola program TB paru menjadi hal yang utama dalam penanggulangan TB paru, oleh karena itu sumber daya manusia perlu dikembangkan. Pegembangan SDM meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan dan supervise), dan kesinambungan. Tujuan pengembangan SDM dalam program TB adalah tersedianya tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan program TB, sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional.

Kenyataaan di lapangan banyak kendala-kendala yang dihadapai oleh puskesmas seperti yang terjadi di Puskesmas Margana Kota Tegal tahun 2007 didapatkan bahwa Puskesmas Margadana dalam pelaksanaan manajemen program

(8)

pencegahan dan penanggulangan TB paru Strategi DOTS belum sesuai dengan pedoman pencegahan dan penanggulangan TB paru (P2TB). Pelaksanaan manajemen program Tuberkulosis Paru Strategi DOTS di Puskesmas Margadana Kota Tegal tidak sesuai dengan pedoman program P2TB Strategi DOTS. Penganggaran kegiatan program P2TB Strategi DOTS masih tergantung dari Dinas Kesehatan Kota. Penelitian Samsuarsyah (2006) tentang Komitmen dan kinerja petugas Pengelola TB-paru pada puskesmas Di Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan, menjelaskan bahwa komitmen petugas pengelola TB paru sangat berpengaruh terhadap hasil kerja penanggulangan TB paru.

Berdasarkan data Puskesmas Kuala tahun 2012 penduduk wilayah kerja Puskesmas Kuala berjumlah 46.316 orang. Jumlah penderita yang terjaring di puskesmas berjumlah 74 orang dengan hasil kultur BTA positif, dan CDR 99 % sedangkan pada tahun 2013 terjadi penurunan yaitu dengan jumlah penduduk yang sama seperti tahun 2012, jumlah penderita yang terjaring di Puskesmas 53 orang dengan hasil pemeriksaan BTA positif. Setelah dilakukan pengobatan dengan strategi DOTS dengan CDR 71,62 %, padahal sesuai dengan Program Penanggulangan Tuberculosis Nasional yaitu target Case Detection Rate minimal 90 %. Pada tahun 2014 terdapat 77 orang penderita, yang sembuh 45 orang di tahun 2014 dan sisanya masih melanjutan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS. Sedangkan pada tahun 2015 ada 22 kasus baru yang melaksanakan pengobatan dengan strategi DOTS. Penderita TB paru bukan hanya ke Puskesmas saja, mereka juga datang berobat ke dikter praktik swasta. Pasien TB paru tahun 2014 di praktik

(9)

swasta juga tidak kalah banyaknya dengan pasien Puskesmas yaitu sebanyak 17 orang dan 5 orang diantaranya dirujuk ke puskesmas, kendala juga banyak dihadapi praktik swasta pada pengobatan TB paru seperti harus memeriksakan dahak ke laboratorium swasta dan adanya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan.

Berdasarkan survai pendahuluan di Puskesmas Kuala pelaksanaan strategi DOTS sudah berjalan dengan baik, apabila ditinjau dari kepatuhan minum obat, penderita taat untuk minum obat. Demikian juga di praktik swasta walaupun tidak ada pelaksanaan program seperti di puskesmas tetapi pengobatan TB paru juga dilaksanakan, sedangkan di praktik swasta masalah yang dihadapi adalah karena adanya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan.

Tercapainya tujuan puskesmas tersebut sebagai pelaksana program penanggulangan TB paru di masyarakat beserta praktik swasta yaitu menurunkan angka kasus TB paru. Dalam Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dijelaskan bahwa program penanggulangan TB adalah mewujudkan suatu kondisi dimana penyakit TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sehingga perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB paru. Pemantauan sistem pengobatan merupakan salah satu fungsi manajemen yang vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program pengobatan TB. Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu berguna

(10)

untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah tercapai pada akhir suatu periode waktu.

Penemuan kasus TB paru dan penanggulangan TB adalah tugas dan tanggung jawab puskesmas yang membutuhkan keterlibatan penyedia pelayanan pemerintah, LSM, dan swasta. Untuk menjalin kemitraan masing-masing institusi atau lembaga harus menempatkan diri setara antara satu sama lain. Tidak ada satu pihak pun yang merasa lebih tinggi, lebih baik, lebih penting dan sebagainya dengan pihak lain. Strategi memperluas kemitraan yang bertujuan untuk melibatkan seluruh penyedia pelayanan dikembangkan berdasarkan pendekatan kemitraan dengan menggunakan the International Standards for TB Care (ISTC). Pada saat ini berbagai penyedia pelayanan kesehatan lainnya (sektor swasta, LSM, masyarakat, organisasi keagamaan, tempat kerja, praktisi swasta) telah terlibat pula dalam menerapkan strategi DOTS, meskipun dalam skala terbatas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasudi (2004) menyatakan kemitraan dengan DPS dapat dibangun dan menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam penemuan penderita Paru TB BTA positif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis perbandingan penatalaksanaan pengobatan TB paru di Puskesmas Kuala dan dokter praktik swasta di Kabupaten Langkat Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya pemerintah telah memberikan pelayanan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS dimana pasien

(11)

tidak mengeluarkan biaya untuk pengobatan, tetapi fenoma yang terjadi masih banyak juga pasien TB paru yang berobat ke Dokter Praktik swasta (DPS) dengan biaya pengobatan yang cukup mahal. Pencapaian keberhasilan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS di Puskesmas Kuala sudah berjalan dengan baik, sedangkan pada DPS kendala yang terjadi adanya biaya pengobatan yang cukup mahal. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan adalah:

1. Bagaimana proses pengobatan pasien TB paru di Puskesmas Kuala dan dokter praktik swasta di Kabupaten Langkat.

2. Apakah ada perbedaan proses pengobatan antara pasien TB paru di Puskesmas Kuala dan dokter praktik swasta di Kabupaten Langkat.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui proses pengobatan TB paru melalui program puskesmas dan dokter praktik swasta dan mengetahui perbedaan pengobatan TB paru melalui program puskesmas dan dokter praktik swasta.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengembangan jejaring dengan praktisi swasta berbasis konsep wilayah puskesmas dalam upaya penanggulangan TB paru di Kabupaten Langkat

2. Untuk menjadi masukan dan evaluasi bagi Puskesmas Kuala dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS

3. Sebagai masukan untuk petugas kesehatan yang bertugas di program DOTS dalam melayani penderita TB paru agar dapat memberikan pelayanan yang baik.

(12)

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul

Penelitian

Hasil

Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Sulaksa Tedy dan Adi Utarini Tahun 2007 Evaluasi jejaring eksternal implementasi DOTS di RSD Soreang Kabupaten Bandung Pelaksanaan DOTS di RSD Soreang Kabupaten Bandung sudah berjalan dengan baik hanya saja masih kurangnya komunikasi jejaring ekternal akibat adanya birokrasi Fokus penelitiannya adalah Pelaksanaan DOTS Dilakukan tidak hanya pelaksanaan DOTS tetapi dibandingkan dengan penatalaksanaan pengobatan TB di DPS 2. Kustiawan, dan Ade Utarini Tahun 2007 Kemitraan Dinas Kesehatan-Rumah sakit Daerah (RSD) dalam Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS di Kabupaten Bekasi Dari hasil identifikasi masalah dan potensi yang dalam menggalang kemitraan adalah kurangnya kuantitas pengelola program, tidak tersedianya dana operasional, kebijakan dan komitmen belum terbangun. Disisi lain terdapat peluang seperti kesediaan bermitra, komitmen pimpinan, dokter spesialis, kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit, dan ketersediaan logistik Pelaksanaan Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS Hanya meneliti pelaksanaan program TB paru belum meneliti Pandangan Pasien yang mendapatkan pelayanan TB paru di Puskesmas

(13)

Tabel 1.1 (Lanjutan) No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 3. Prasudi Alexander dan Ade Utarini Tahun 2004 Kemitraan Puskesmas dengan Dokter Praktik Swasta dalam Penanggulang-an Tuberkulosis Paru di Kecammatan Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kemitraan dengan DPS dapat dibangun dan menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam penemuan penderita Paru TB BTA positif Meneliti tentang TB pada Dokter Praktik Swasta Hanya meneliti penemuan Penderita TB paru Positif tidak meneliti penatalaksanaan pengobatan TB paru 4. Taufik dan Ade Utarini Tahun 2007 Model Implementasi strategi Dots di RSUD R. Syamsudin Sh Kota Sukabumi Model implementasi strategi DOTS yang akan diterapkan di RSUD R.Syamsudin, secara umum tidak jauh berbeda dengan model penerapan strategi DOTS yang telah dibuat dan dikembangkan oleh Komite DOTS Propinsi DIY dan tidak menyimpang dari buku Pedoman Penerapan DOTS di Rumah Sakit yang diterbitkan Depkes R.I Meneliti tentang Model strategi Dots Tidak hanya meneliti strategi DOTS tapi membandingkannya dengan penatalaksanaan TB paru d DPS

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian  No  Peneliti  Judul
Tabel 1.1 (Lanjutan)  No  Peneliti  Judul  Penelitian  Hasil  Penelitian  Persamaan  Perbedaan  3

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya manusia sekarang ini, sudah memiliki ketergantungan pada suatu sistem informasi yang sudah terintegrasi dengan baik sehingga dapat melakukan komunikasi antara

Menurut Arman Hakim Nasution (2008), peramalan adalah proses memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam urusan kuantitas,

Sehingga dengan melihat peran dan tujuan dari diadakannya saksi mahkota ini dapat disimpulkan adanya kemiripan dengan pelaku yang bekerjasama untuk mengungkap

Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada penulis dan

dalam sistem kelem!aaan sanat diharapkan "nt"k men'apai t"&"an dari sistem transportasi dalam sistem kelem!aaan sanat diharapkan "nt"k

Yang Berdampak Sistemik.. assistance ) apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 16 a) Pemegang saham telah menyetorkan modal minimal 20% dari perkiraan biaya

Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 25 subjek penelitian diperoleh hasil yaitu terjadi penurunan rata-rata kadar trigliserida sebelum dan sesudah senam

Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip