• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Penyuluhan Pertanian Makna Penyuluhan Pertanian

Menurut Wiriaatmadja (1990) penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana peternak belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tau dan bisa menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk pendidikan yang cara bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan, waktu maupun tempat dari sasaran.

Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Kata-kata mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan profesinya mengandung arti bahwa penyuluhan pertanian harus bertujuan membuat petani sanggup berkorban demi pembangunan nasional.

Lebih lanjut Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Penyuluhan dilakukan yang dilakukan bertujuan untuk menambah kesanggupan para petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang dapat memenuhi keinginan mereka (Wiraatmadja, 1990).

Perubahan perilaku yang diharapkan sebagai hasil penyuluhan adalah: perubahan tingkat pengetahuan yang lebih luas dan mendalam terutama mengenai ilmu-ilmu teknis pertanian dan ilmu pengolahan usahatani, perubahan dalam kecakapan atau keterampilan teknis yang lebih baik dan keterampilan dalam mengelola ushstani yang lebih efisien dan perubahan mengenai sikapnya yang lebih progresif serta motivasi tidakan yang lebih rasional (Mardikanto dan Sutarni, 1982).

(2)

Penyuluhan dan Metode Penyuluhan

Menurut Sasraatmadja (1986), penyuluhan pertanian atau peternakan merupakan pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani peternak beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkannya.

Tujuan jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan serta untuk jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup. Samsudin (1977), menyatakan bahwa sasaran penyuluhan adalah keluarga tani di pedesaan yang terdiri dari bapak tani, ibu tani dan pemuda pemudi tani.

Proses pendidikan terjadi karena adanya komunikasi yang dalam penyuluhan pertanian atau peternakan proses komunikasi berjalan dua arah yaitu antara penyuluh sebagai sumber dan keluarga sebagai sasaran dan sebaliknya. Suriatna (1988) menyatakan salah satu unsur dalam kegiatan penyuluhan adalah saluran yaitu metode penyuluhan. Metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat diartikan sebagai cara penyampaian materi penyuluhan melalui media komunikasi (media cetak) oleh penyuluh kepada petani atau peternak beserta keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru.

Menurut Suriatna (1988) metode penyuluhan pertanian atau peternakan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi yaitu metode penyuluhan langsung dan tidak langsung, berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai yaitu metode berdasarkan pendekatan massal, pendekatan kelompok dan pendekatan individual, dan berdasarkan indera penerimaan sasaran yaitu melalui penglihatan, pendengaran dan melalui kombinasi beberapa macam indera penerima.

Efektivitas Penyuluhan

Menurut Haryadi (1997) yang dimaksud dengan efektivitas penyuluhan adalah tingkat pencapaian tujuan program penyuluhan. Tingkat tercapainya tujuan tersebut dapat dilihat dari tingkat penerapan unsur-unsur dalam sapta usaha peternakan yang dapat dinyatakan dengan skor yang dicapai. Efektivitas penyuluhan diketahui dari evaluasi formatif yang mengumpulkan informasi untuk pengembangan program penyuluhan.

(3)

Keefektifan suatu penyuluhan peternakan sangat ditentukan oleh adanya kesadaran dari peternak sasaran untuk secara aktif mengubah perilakunya melalui usaha belajar. Keefektifan penyuluhan peternakan tersebut antara lain dapat diukur dari keefektifan yang dicapai yaitu tingkat pencapaian tujuan penyuluhan peternakan yang dapat dilihat dari segi peternak dalam menerapkan inovasi yang dianjurkan (Slamet dan Soedijanto dalam Haryadi 1997).

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh

Menurut Wiriatmadja (1986) untuk memperoleh perubahan perilaku melalui pendidikan (penyuluhanan) maka sasaran harus diberi pengertian dan kesadaran yang mendalam sampai meyakinkan untuk itu dipergunakan metode dan pendekatan. Wiriatmadja (1986) juga menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan pendidikan non formal, dengan ini dimaksudkan bahwa dalam usaha pencapaian tujuannya penyuluh bekerja sebagai pendidik atau guru.

Frekuensi Menonton Televisi dan Mendengarkan Radio

GBHN tahun 1987 dinyatakan bahwa keefektifan pembangunan nasional tergantung pada partisipasi seluruh aturan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara negara. Peranan dan fungsi komunikasi akan semakin jelas urgensinya dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi. Beberapa kebijakan pemerintah yang telah diputuskan untuk mendukung penyebaran informasi di pedesaan adalah radio pedesaan dan TV. Masalah tingkat pendidikan peternak yang relatif rendah dan tingkatan sosial ekonomi masyarakat yang masih belum memadai diduga merupakan persoalan pokok yang menyebabkan sulitnya menentukan suatu media komunikasi yang yang mampu menjawab kebutuhan informasi peternak. Hadirnya berbagai macam komunikasi massa ke pedesaan seperti radio dan TV dapat meningkatkan intensitas komunikasi ke desa-desa, (Sasraatmadja 1993).

Frekuensi Mengikuti Pelatihan

Menurut Kartasapoetra (1991) latihan-latihan bagi para penyuluh pertanian maupun peternak dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan , kecakapan dan keterampilan para penyuluh maupun peternak, pelatihan yang dilaksanakan secara

(4)

teratur satu kali dalam dua minggu dan dilaksanakan secara berkesinambungan juga dapat menghimpun cara pemecahan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.

Frekuensi Mendapat Brosur/Tulisan Tentang Peternakan

Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang, atau kawat), biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras. Menurut definisi UNESCO, brosur adalah terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali terbitan), memiliki paling sedikit 5 halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar perhitungan sampul. Brosur atau pamflet memuat informasi atau penjelasan tentang suatu produk, layanan, fasilitas umum, profil perusahaan, sekolah, atau dimaksudkan sebagai sarana beriklan. Informasi dalam brosur ditulis dalam bahasa yang ringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami dalam waktu singkat. Brosur juga didesain agar menarik perhatian, dan dicetak di atas kertas yang baik dalam usaha membangun citra yang baik terhadap layanan atau produk tersebut (Wikipedia 2008).

Karakteristik Peternak

Hasil penelitian Yanti (1997) menemukan bahwa karakteristik peternak dapat menggambarkan keadaan peternak yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam mengelola usahaternak. Karakteristik peternak bisa mempengaruhi dalam hal mengadopsi suatu inovasi.

Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor-faktor ini akan mempengaruhi respon peternak terhadap inovasi yang diperkenalkan (Sumarwan 2004). Simamora (2002) juga mengatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasi informasi tersebut.

Umur

Klausmeir dan Goodwin (1966) dalam Haryadi (1997) berpendapat bahwa umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kapasitas belajar seseorang tidak merata,

(5)

tetapi menurut perkembangan umurnya. Kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

Dahama dan Bhatnagar (1980) dalam Haryadi (1997) juga menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus menaik sejak anak mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada awal dewasa yaitu umur 25 tahun sampai 28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.

Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelolah usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin, 2003).

Pendidikan

Menurut Wiraatmadja (1977) pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, lebih lanjut Slamet dalam penelitian Haryadi (1977) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajarinya.

Muhibinsyah (1995) dalam Kasup (1998) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena melalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dapat dilakukan.

Suhardiyono (1995) dalam Kasup (1998), juga menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu: (1) pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang panjang yang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan di dalam masyarakat; (2) pendidikan formal, yaitu struktur dari sistem pendidikan/pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi; (3) pendidikan nonformal adalah pengajaran sistematis yang

(6)

diorganisir dari luar pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus seperti penyuluhan pertanian.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Menurut Syafrudin (2003) Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usahaternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.

Tingkat Pendapatan

Tohir (1983), menyatakan bahwa pendapatan adalah penghasilan petani yang diperoleh dari upah keluarga, keuntungan usaha dan biaya harta sendiri. Pendapatan seseorang merupakan keseluruhan dari apa yang is peroleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah dan modal lainnya. Pendapatan juga merupakan sebuah indikator daya, status dan pengaruhnya.

Usahaternak Sapi Potong

Ternak sapi sebagai salah satu ternak besar khususnya di Indonesia telah lama diusahakan oleh petani karena memiliki banyak manfaat. Menurut Reksodiprodjo (1984) di daerah tropika umumnya sapi penting sebagai sumber penghasil susu, daging dan tenaga kerja serta hasil- hasil lain, sebagai simbol status keluarga untuk kepentingan upacara dan lain- lain.

Menurut Sugeng (2000), ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging produktivitasnya masih sangat memprihatinkan di Indonesia karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya populasi rendah, produksi rendah dan kualitas bibit yang kurang bagus. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakkan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya karena sapi mempunyai multi manfaat. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis dan penting artinya dalm kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging disamping hasil ikutan lain seperti kulit, pupuk dan tulang.

Mengingat keadaan negara Indonesia yang merupakan negara agraris maka sektor pertanian tidak dapat terlepas dari berbagai sektor lain diantaranya sub sektor

(7)

peternakan. Faktor pertanian dan penyebaran penduduk di Indonesia ini menentukan penyebaran usaha ternak sapi. Masyarakat peternak yang bermata pencaharian bertani tidak bisa lepas dari usaha ternak sapi, baik untuk tenaga kerja maupun pupuk sehingga maju mundurnya usaha ternak sapi sangat tergantung pada usaha tani. Usaha tani maju berarti menunjang pengadaan pakan berupa hijauan, hasil ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat (Sugeng,2000).

Peternakan Rakyat

Definisi peternakan dalam undang-undang No. 6/1967 disebutkan bahwa peternakan adalah pengusahan ternak. Menurut UU No. 6/1997 usaha peternakan terdiri dari usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat menurut UU No. 6/1997 adalah peternakan yang dilakukan oleh rakyat, antara lain petani disamping usaha pertanianya. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 362/90 menetapkan skala usaha budidaya sapi potong adalah : 1) peternakan rakyat dengan skala maksimum 100 ekor campuran, 2) perusahaan peternakan dinas peternakan 100 ekor campuran (100-500 ekor izin gubernur dan lebih 500 ekor izin ditjen Peternakan). Peternakan rakyat tidak memerlukan izin tetapi cukup surat tanda daftar oleh Dinas Peternakan Daerah Tingkat II. Berdasarkan sensus pertanian 1993 batas minimal dan usaha peternakan besar khususnya sapi potong, secara berurutan adalah 2 ekor dan 99 ekor. Usahanya bersifat padat karya dan berbasis organisasi kekeluargaan.

Pembangunan peternakan nasional, peternakan rakyat ternyata masih memegang peranan sebagai aset terbesar, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh skala usaha kecil, teknologi sederhana dan produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993) peternakan rakyat memiliki ciri-ciri: 1) skala usahanya relatif kecil, 2) usaha rumah tangga, 3) usaha sampingan, 4) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitas rendah dan mutu produk tidak seragam.

Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong

Sistem pemeliharaan dapat dibagi dua yaitu pemeliharaan ekstensif dan pemeliharaan intensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan di lapangan penggembalaan

(8)

digolongkan ke dalam sistem ekstensif primitif atau tradisional. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakkasi 1999).

Pemilihan bibit sapi potong biasanya menyangkut tentang (1) asal usul atau silsilah ternak termasuk bangsa ternak, (2) kapasitas produksi (umur, pertambahan berat badan, produksi dan lemak), (3) kapasitas reproduksi (kesuburan ternak, jumlah anak yang lahir dan hidup normal, umur pertama kawin, siklus birahi, lama bunting, keadaan waktu melahirkan dan kemampuan membesarkan anak) dan (4) tingkat kesejahteraan ternak (Rahardi et al., 2001).

Secara tradisional, sapi potong hanya diberi hijauan sebagai pakan. Namun untuk program penggemukan yang berorientasi pada keuntungan finansial perlu dipertimbangkan penggunaaan pakan berupa konsentrat sehingga dicapai efisiensi waktu yang akan meningkatkan keuntungan (Abidin 2002).

Tipelogi Usahaternak Sapi Potong

Menurut Saragih (2000) tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

1. Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%

2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu)

3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan dengan tingkat pendapatan usaha ternaknya 70-99,9%

4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialiazed farming) dengan tingkat pendapatan 100%

Menurut Murtidjo (1992) pemeliharaan sapi potong pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) usaha pemeliharaan sapi potong yang bertujuan untuk pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah keturunannya. 2) usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi

(9)

potong dewasa untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukan.

Ternak sapi dalam jangka waktu yang cukup panjang akan mempunyai peranan penting bagi sektor pertanian Indonesia. Ternak ini sangat sesuai untuk berbagai segi kehidupan usaha tani di Indonesia yang kegunaannya antara lain : a) sebagai sumber tenaga kerja; b) sebagai pengubah hasil limbah pertanian dan rumput alam; c) sebagai tabungan dan cadangan uang tunai dan d) sebagai sumber pupuk organik (Natasamita dan Mudikdjo, 1979).

Mashudie (1994) menyatakan bahwa arti ekonomi ternak sapi potong adalah: 1) Ternak sapi potong dapat memanfaatkan bahan makanan yang rendah kualitasnya menjadi produksi daging. 2) Ternak sapi potong sanggup menyesuaikan diri pada lokasi atau tanah yang kurang produktif untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan. 3) Ternak sapi potong membutuhkan tenaga kerja dan peralatan lebih murah daripada usaha ternak lain misalnya sapi perah. 4) Usaha ternak sapi potong bisa dikembangkan secara bertahap sebagai usaha komersial sesuai dengan tingkat keterampilan, kemampuan dan modal petani peternak. 5) Limbah ternak sapi potong bermanfaat untuk pupuk kandang tanaman pertanian dan perkebunannya, selain sanggup memperbaiki struktur tanah tandus. 6) Angka kematian ternak sapi potong relatif rendah, karena untuk usaha ternak yang dikelola secara sederhana rata- rata angka kematian hanya 2 persen di Indonesia. 7) Ternak sapi potong dapat dimanfaatkan tenaganya untuk pekerjaan pengangkutan dan pertanian.

Menurut Williamson dan Payne (1993) ada tiga tipe peternakan sapi di daerah tropis yaitu peternak rakyat atau subsisten, peternak spesialis dan produsen skala besar.

Berdasarkan tingkat produksi, macam teknologi yang digunakan dan banyaknya hasil yang dipasarkan maka usaha peternakan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yaitu :

1. Usaha yang bersifat tradisional, yang diwakili oleh petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak baik ruminansia besar, ruminansia kecil bahkan ayam kampung

(10)

2. Usaha backyard yang diwakili peternak ayam ras dan sapi perah yang telah memakai teknologi seperti kandang, manajemen, pakan komersial, bibit unggul; dan lain-lain

3. Usaha komersil adalah usaha yang benar-benar menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara lain untuk tujuan keuntungan maksimum. (Prawirokusumo, 1990).

Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Potong

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 diacu dalam Rangkuti,1997). Sedangkan perencanaan strategis adalah proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi- strategi untuk mengatasi ancaman merebut peluang yang ada (Rangkuti, 1997).

Gunardi (1998) menyatakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan pengembangan sapi potong dapat dilaksanakan denga tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan teknis dengan peningkatan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak;(2) pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan”, serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi terkait;(3) pendekatan agribisnis denga tujuan mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia.

Kendala dan Peluang Pengembangan Usahaternak Sapi Potong

Pengembangan sapi potong di suatu wilayah, secara umum harus memperhatikan tiga faktor yaitu pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi. Pertimbangan teknis mengarah pada kesesuaiaan pada sistem produksi yang berkesinambungan, ditunjang oleh kemampuan manusia dan kondisi agroekologis. Pertimbangan sosial mempunyai arti bahwa eksistensi ternak di suatu daerah dapat diterima oleh sistem sosial masyarakat dalam arti tidak menimbulkan konflik sosial. Pertimbangan ekonomi mengandung arti bahwa ternak yang dipelihara harus menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian daerah serta bagi pemeliharaannya sendiri (Santosa 1996).

(11)

Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan sapi potong, diantaranya adalah : (1) penyempitan lahan pengangonan, (2) kualitas sumberdaya rendah, (3) produktivitas ternak rendah, (4) akses ke pemodal sulit, (5) penggunaan teknologi masih rendah. Pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia adalah: (1) permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2)ketersediaan tenaga cukup besar, (3) kebijakan pemerintah mendukung, (4) hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut (Wiyatna, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Pada pihak lain, karena program PMP berpengaruh positif dan nyata terhadap dana tambahan modal, peningkatan produksi, efisiensi dan peningkatan pendapatan

Bahan bakar yang digunakan bisa diperoleh dari pabrik sendiri yaitu produk biodiesel, kemudian untuk kebutuhan listrik dapat menggunakan generator yang menggunakan biodiesel,

Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia: Telaah Kritis Terhadap Konsepsi Al- Qur‟an, (Cet.. Merujuk pada hakekat khalifah dan konsep amanah yang dibebankan kepada

ing Road Selatan yang dihasilkan lebih tinggi, bukan berarti model dikatakan terbaik mengingat data yang dimiliki Ring Road Selatan lebih sedikit. Jumlah data yang dimiliki

‘They’re looking for us, then,’ Father Kreiner said, peering at the immobile Type 102, poking her as if to see what a walking TARDIS felt like, ‘the Doctor’s friends.’..

Analisis petrofisika pada formasi reservoar Baturaja dilakukan untuk perhitungan kandungan serpih ( Shale Volume ), porositas, resistivitas air, saturasi air, dan permeabilitas

kasus-kasus tanah, masalah hukum di kalangan masyarakat. Adanya peningkatan usaha-usaha penggalangan massa oleh kekuatan sosial politik.. 2) Dari informasi yang diperoleh

Informasi keuangan di atas disusun untuk memenuhi Peraturan OJK No.48/POJK.03/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, Surat Edaran OJK No.39