• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA

JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN

KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

Khoirun Nasir

21111038

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

Motto

“Kebenaran dan kebaikan itu berbeda,

Kebenaran muncul dari hati

(6)

PERSEMBAHAN

Dalam skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peranan penting:

1. Untuk Zuni Rara Handayani yang selalu menemani siang malam dan tanpa henti selalu memberikan semangat untuk terselesainya skripsi ini, kau adalah anugrah terindah dalam hidupku. Trimakasih sayang,

2. Bapak Sigit Suwarno, Ibu Kamyati, Bapak Bakiri, Ibu Kusniatun serta Bapak Yatimin dan Ibu Sriyatun, terima kasih yang sangat mendalam saya persembahkan kepada bapak ibu sekalian karena bapak ibu lah saya bisa seperti ini.

3. Yang tidak mungkin saya lupakan, untuk Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag. yang telah memberikan pengarahan, semangat dan bimbingannya hingga terselesainya skripsi ini. Serta semua dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan pengetahuan,,,

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirahiim

Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq serta inayah-Nya yang tiada terhingga sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “Fenomena Mitos Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Dalam Perspektif Hukum Islam”.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia, beliaulah utusan Allah di bumi ini untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman modern sekarang ini.

Alhamdulillah berkat kerja keras penulis skripsi ini dapat terselesaikan tanpa ada halangan. Tentunya dalam penulisan ini tidak akan terselesaikan dengan sempurna tannpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bpk. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah. 3. Bpk. Sukron Makmun, S.HI.,M.Hi. selaku ketua fakultas syari’ah.

4. Bpk. Drs. Mubasirun, M.Ag. selaku pembimbing yang selalu setia dan dengah penuh kesabaran memberikan pengarahan serta bimbingannya untuk selesainya skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan bekal keilmuannya

kepada penulis.

6. Orang tua tercinta beserta seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungannya, baik dari segi materiil maupun moril.

7. Semua mahasiswa IAIN Salatiga yang telah selalu setia menemani mulai dari awal hingga akhir kuliah penulis.

8. Serta pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.

Penulisan skripsi ini pastinya masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun dan dapat memperbaiki penulisan skripsi di masa mendatang. Akhirul kalam, semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Salatiga, 26 Januari 2016

(8)

ABSTRAK

NASIR, KHOIRUN. FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG. Skripsi. Sarjana Fakultas Syariah Progdi Ahwal al-Syakhshsiyyah IAIN Salatiga,2016 Drs. H. Mubasirun, M.Ag.

Kata Kunci: Mitos, Larangan, Pernikahan, Hukum Islam.

Penelitian ini berusaha mengungkap tentang mitos larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Islam tidak menerangkan dalam al-Qur’an ataupun Hadist mengenai masalah mitos secara pasti. Berangkat dari hal tersebut penulis membahas pada tiga fokus masalah dalam skripsi ini, yaitu apa yang melatar belakangi larangan pernikahan tersebut? Bagaimana pendapat masyarakat terhadap larangan pernikahan tersebut? Serta bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai larangan pernikahan tersebut?

Peneliti berusaha mengungkap permasalahan di atas dengan melakukan penelitian kualitatif, peneliti melakukan observasi lapangan untuk melihat secara langsung benar tidak adanya mitos larangan pernikahan yang terjadi di desa Jetis dan Desa Rogomulyo tersebut. Selain itu, untuk menambah data penulis juga melakukan wawancara kepada berbagai narasumber mulai dari masyarakat umum, tokoh masyarakat serta pemerintah desa sesuai dengan data yang penulis butuhkan, dan juga melakukan wawancara kepada ulama’ untuk mengetahui hukum dari mempercayai mitos larangan pernikahan tersebut. Peneliti juga menggunakan data serta dokumentasi yang ada pada pemerintahan Desa Jetis dan Desa Rogomulyo untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Peneliti juga menggunakan kitab-kitab klasik untuk berusaha menemukan hukum dari mitos larangan pernikahan tersebut. Kemudian untuk menguji hasil temuan data tersebut maka penulis mengadakan analisis data dengan menggunakan kerangka teoritik yang dibuat oleh penulis.

Peneliti menyimpulkan beberapa pokok permasalahan, antara lain; tidak ada yang mengetahui mengenai asal usul adanya larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo secara pasti, tapi ada salah satu narasumber yang pernah mendengar cerita mengenai larangan tersebut meskipun narasumber tersebut belum yakin akan kebenaran dari cerita tersebut. Masyarakat berbeda pendapat mengenai percaya atau tidaknya mereka terhadap larangan tersebut, ada yang percaya, ada yang tidak dan ada juga yang hanya ikut-ikutan. Sedangkan kesimpulan dari hukum mengenai mitos tersebut secara kaidah fiqhiyah bisa dibenarkan dengan dalil dengan berbagai syarat dan ketentuannya, secara ushul fiqih hal ini bisa masuk pada masalah ihtisan

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

NOTA PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN ………..….. iv

MOTTO ……….….. v

PERSEMBAHAN ……….…. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

ABSRTAK ………viii

DAFTAR ISI ………. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..………..………...…………. 1

B. Rumusan Masalah ………..……… 5

C. Tujuan Penelitian ………..………. 6

D. Kegunaan Penelitian ………..……… 6

E. Penegasan Istilah ………... 7

F. Metode Penelitian ………..… 8

G. Sistematika Penulisan ………..……… 13

(10)

2. Dasar dan Hukum Pernikahan .……….... 16 3. Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Pernikahan Dalam Islam…….…22 4. Rukun dan Syarat Pernikahan ……….……….……… 25 B. Larangan Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam …………..…..…... 27

1. Larangan yang Bersifat Selamanya (Abadi) ……….………...…. 28 2. Larangan yang Bersifat Sementara ……….……..…… 37 C. Mitos

1. Pengertian Mitos ………..………..… 42 2. Pembagian Mitos ………..………. 43 3. Fungsi Mitos ………...……….……….………. 44 BAB III GAMBARAN UMUM DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO

A. Sekilas Desa Jetis dan Desa Rogomulyo

1. Desa Rogomulyo ……….………..……… 47 2. Desa Jetis ………..……….….…... 53 B. Mitos Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo ……….… 57 C. Persepsi Masyarakat Desa Jetis dan Desa Rogomulyo Mengenai Kepercayaan Larangan Pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo

………... 60

BAB IV PERSEPSI TENTANG LARANGAN PERNIKAHAN ANTAR DESA DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM

(11)

B. Persepsi Ulama’ Terhadap Larangan Pernikahan Disebabkan Adanya Mitos ……….………...…… 69 C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kepercayaan Larangan Pernikahan

Sebab Adanya Mitos ………..…… 71 BAB V PENUTUP

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makluk sosial yang saling membutuhkan. Kehidupan seorang pria tidak akan sempurna tanpa kehadiran seorang wanita. Seperti kisah Nabi Adam yang diberi kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan oleh siapapun manusia di muka bumi. Kenikmatan itu adalah surga beserta isinya. Meskipun Nabi Adam di surga diberi segala kenikmatan tetapi setelah berdiam lama di surga, dia merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah dipikir-pikir, ternyata dia menginginkan teman hidup sehingga diciptakanlah Siti Hawa yang terbuat dari tulang rusuk Adam. Jadi pernikahan yang pertama bagi manusia adalah Nabi Adam dan Siti Hawa yang mempunyai keturunan manusia di seluruh muka bumi ini.

Pernikahan merupakan anugerah Allah, dan salah satu dari tanda-tanda (ayat-ayat) kekuasaan-Nya di alam semesta ini. Pernyataan ini sesuai dengan yang difirmankan Allah dalam surat Al-Rum ayat 21 yang berbunyi:

Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berpikir.”(QS. Al-Rum ayat 21). (Yayasan Penyelenggara Peterjemah

(13)

Ayat di atas secara umum dijadikan sebagai landasan hukum dan landasan teoritis bagi umat Islam dalam menjalani hidup sebagai suami –isteri agar terjalin keluarga yang terteram, sakinah, mawaddah dan rahmah.

Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku bagi seluruh manusia. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia sebagai sarana berkembang biak dan kelestaraian hidupnya. Melalui pernikahan yang disyariatkan Allah manusia dapat mewujudkan tujuan hidup tenteram dan bahagia.

Undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 1 menyatakan bahwa yang dinamakan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa (Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal1). Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 2).

(14)

perempuan. Keseluruhan larangan-larangan itu diatur dalam al-Qur’an dan al-Hadist.

Diantara wanita yang tidak boleh dinikahi untuk selamanya, yaitu wanita yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki sepanjang masa yang disebut

mahram muabbad, dan diantaranya haram yang sifatnya sementara yaitu perempuan yang tidak boleh dinikahi selama waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu. Bilamana keadaan yang menyebabkan haram sementara hilang maka berubah menjadi halal, mahrom yang demikian disebut mahram muaqqat, seperti menikahi saudara perempuan dari matan istri yang sudah meninggal atau sudah diceraikan (Sabiq, 1980:103).

Haram yang sifatnya selamanya atau mahram muabbad ada 4 sebab yaitu:

1. Karena hubungan nasab. 2. Karena hubungan susuan.

3. Karena hubungan semenda atu perkawinan. 4. Karena sumpahli’an.

Tentang larangan yang bersifat muabbad telah disepakati serta dapat kita pahami dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23, dan mengenai li’an surat an-Nur ayat 6 – 9.

Haram yang sifatnya untuk sementara atau mahram muaqqat yaitu: 1. Mengumpulkan antara dua perempuan yang bersaudara.

(15)

4. Nikahnya orang yang sedang ihram. 5. Nikah dengan pezina.

6. Perempuan yang ditalak tiga kali. 7. Menikahi wanita musyrik.

8. Nikah lebih dari empat kali.

9. Nikah dengan budak, padahal mampu nikah dengan perempuan merdeka (Basyir, 1996:28-30).

Uraian larangan pernikahan di atas sebagai salah satu bagian syari’at

Islam yang bersumber dari wahyu illahi dan sunnah rosul yang dinyakini oleh seluruh umat Islam sebagai sumber dalam menetapkan hukum.

Terkait dengan larangan pernikahan di atas, ternyata masih ada dalam masyarakat larangan pernikahan yang tidak berdasar al-Qur’an dan al-Hadist. Larangan itu merupakan larangan adat yang diyakini jika dilaksanakan akan mendapat bencana seperti larangan menikah antar suku, larangan menikah

(16)

Peneliti menemukan mitos dalam masyarakat berupa larangan pernikahan yang unik, yaitu larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo. Peneliti tertarik pada mitos ini karena notabennya masyarakat di Desa tersebut kebanyakan adalah orang yang beragama Islam dan tidak ada larangan dalam al-Qur’an dan al-Hadits untuk menikah, tetapi mengapa ada larangan untuk menikah di Desa tersebut.

Paparan di atas melahirkan ketertarikan peneliti sebagai akademisi untuk melakukan penelitian. Maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah judul skripsi yang berjudul: ”FENOMENA MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA

ROGOMULYO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN

SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti menfokuskan obyek penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Jetis dan masyarakat Desa Rogomulyo mengenai larangan pernikahan di Desa mereka?

2. Apa yang melatar belakangi masalah larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah:

1. Mengetahui persepsi masyarakat Desa Jetis dan Desa Rogomulyo mengenai larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo

2. Mengetahui latar belakang terjadinya larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo dan dampak bagi yang melanggarnya.

3. Mengetahui kedudukan hukum dilihat dari pandangan hukum Islam terhadap larangan pernikahan di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya di bidang fiqih munakahat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lanjutan serta dapat menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga 2. Secara Praktis

a. Masyarakat secara luas pada umumnya dan masyarakat Desa Jetis dan masyarakat Rogomulyo pada khususnya bisa mengetahui sejarah adanya larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo.

(18)

E. Penegasan Istilah

Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud peneliti, maka peneliti akan menjelaskan istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu peneliti jelaskan adalah:

1. Mitos

Mitos berasal dari bahasa Yunani mitos yang berarti dongeng. Mitos sebagai kata benda yang artinya cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut yang diungkapkan dengan cara ghaib. Memitoskan berarti mengeramatkan, mengagungkan secara berlebihan tentang pahlawan, benda dan sebagainya. Secara terminologis, mitos dapat diartikan sebagai kiasan atau cerita sakral yang berhubungan dengan even primordial, yaitu waktu permulaan yang mengacu pada asal mula segala sesuatu dan dewa-dewa sebagai objeknya, cerita atau laporan suci tentang kejadian-kejadian yang berpangkal pada asal mula segala sesuatu dan permulaan terjadinya dunia (Arikunto, 2002:206).

2. Larangan Nikah

(19)

tuntunan (irsyad) atau kesopanan (ta’dib) dan permohonan ( Kamali, 1996:184-185). Dalam hal ini larangan yang tidak bersifat keharaman. Jadi yang dimaksud larangan nikah disini adalah ketidakbolehan melakukan pernikahan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis, yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Maleong, 2010:6). Peneliti menggunakan metode penelitian ini sebab bagi peneliti penelitian ini sedikit menggunakan data-data stastik yang berhubungan dengan angka.

Maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, yaitu sebuah pendekatan dengan melihat sejarah yang mendasari suatu hal tersebut terjadi. Dalam hal ini penulis mencoba melacak sejarah kemunculan larangan nikah antar desa.

2. Lokasi Penelitian

(20)

3. Sumber Data

Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah lurah dan beberapa masyarakat yang dianggap mengetahui larangan tersebut dari kedua desa, mulai tokoh masyarakat, tokoh agama serta masyarakat awam.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang diperoleh untuk mengumpulkan data adalah dari data primer yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama, yaitu hasil wawancara dengan pelaku yang melanggar larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo (pasangan suami istri yang melakukan pernikahan). Disamping data primer tersebut terdapat data sekunder yang sering kali juga diperlukan oleh peneliti (Suryabrata, 2009:39). Data-data sekunder biasanya berupa bentuk-bentuk dokumen misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data produktifitas suatu desa dan sebagainya. Langkah-langkahnya adalah dengan:

a. Wawancara

(21)

memperoleh data-data penunjang yang berisi tanggapan dan dampak yang dirasakan sebelum dan selama penelitian.

b. Pengamatan (Observasi)

Observasi dibagi menjadi dua macam yaitu observasi langsung dan observasi partisipan (K. Yin, 2004:114). Dalam observasi ini, selain melakukan observasi langsung, peneliti juga melakukan observasi partisipan.

Peneliti melakukan observasi langsung di Desa Rogomulyo selama satu bulan dan bertempat di rumah saudara Rumadi yang merupakan tokoh pemuda Dusun Gegunung salah satu Dusun di Desa Rogomulyo. Selama satu bulan peneliti bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat guna memperoleh informasi mengenai larangan pernikahan yang ada di Desa Rogomulyo.

Peneliti juga melakukan observasi partisipan di Desa Jetis, karena peneliti sendiri adalah warga masyarakat Desa Jetis.

c. Kajian Pemikiran

(22)

5. Metode Analisis Data

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dimasuki adalah tahap analisa. Ini adalah tahap penting dan menentukan. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Disini imajinasi dan kreativitas sipeneliti diuji betul (Koentjaraningkrat, 1994:269).

Dalam penulisan ini, setelah data diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induksi yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum. 6. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari itulah nantinya akan muncul teori. Dalam memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, ketekunan pengamatan, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, teori), pelacakan kesesuaian, kecukupan refensi dan pengecekan anggota (maleong, 2009:327). Jadi temuan data tersebut bisa diketahui keabsahannya.

(23)

tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang masa, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (maleong, 2009:331). Peneliti telah melakukan triangulasi dengan membandingkan tanggapan masyarakat dan tanggapan peneliti sendiri, membandingkan gambaran situasi masyarakat yang didengar dengan kenyataan yang dilihat oleh peneliti secara langsung, membandingkan anggapan masyarakat yang diketahui peneliti dengan hasil wawancara yang didapat. Hasil dari pembandingan tersebut ternyata banyak yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui peneliti sebelum melakukan penelitian.

7. Tahap-Tahap Penelitian a. Penelitian Pendahuluan

Peneliti mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan pernikahan, larangan-larangan pernikahan dan mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan kepercayaan.

b. Pengembangan Desain

Setelah mengetahui banyak hal tentang larangan-larangan nikah, kemudian peneliti melakukan observasi ke objek penelitian untuk melihat langsung situasi dan kondisi Desa Jetis dan Desa Rogomulyo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

c. Penelitian Sebenarnya.

(24)

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab mencangkup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut:

1. Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, tempat/lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, metode analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan. 2. Bab II berisikan kajian pustaka yang menjelaskan perkawinan/pernikahan

yang meliputi pengertian perkawinan, dasar dan hukum perkawinan, prinsip-prinsip, tujuan dan hikmah perkawinan dalam Islam, rukun dan syarat perkawinan. Selain itu dalam bab ini juga menjelaskan tentang larangan perkawinan yang meliputi larangan yang bersifat selamanya, larangan yang bersifat sementara. Dan yang terakhir dari bab ini adalah mengenai tentang pengertian mitos.

3. Bab III berisikan hasil penelitan yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian terdiri dari gambaran umum kedua desa, larangan pernikahan antar desa yang terjadi di kedua desa, dan yang terakhir adalah persepsi masyarakat terhadap mitos larangan pernikahan di Desa mereka.

(25)

persepsi masyarakat tentang hukum mitos larangan pernikahan desa tersebut, selain itu peneliti juga menyimpulkan persepsi tokoh-tokoh agama mengenai hukum larangan menikah di Desa tersebut, setelah peneliti menguraikan persepsi dari berbagai kalangan tersebut peneliti meninjau dari sudut pandang hukum Islam terhadap mitos larangan pernikahan yang terjadi di Desa tersebut.

(26)

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku bagi semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani, 2009:6).

Nikah menurut bahasa adalah al-jam’u yang artinya kumpul. Makna nikah bisa diartikan dengan aqdunal-tazwij yang artinya akad nikah. Dapat juga diartikan wath’u al-zaujah artinya menyetubuhi istri. Rahmat Hakim mendifinisikan bahwa kata nikah berasal dari bahasa Arab

nakaha, sinonimnya tazawwaja yang terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah perkawinan. Namun demikian kata nikah juga sering dipergunakan karena telah masuk dalam bahasa Indonesia (Tihami dan Sahrani, 2009:7).

(27)

mentaati perintah allah dan melaksakannya merupakan ibadah (Kompilasi Hukum Islam Pasal 1).

Adapun menurut syarak nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami dan Sahrani, 2009:8). Jadi intinya Pernikahan itu adalah suatu ibadah yang disunnahkan syariat islam dan melaksanakannya merupakan ibadah.

2. Dasar dan Hukum Pernikahan

Hukum pernikahan adalah hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat pernikahan tersebut. Pernikahan tidak hanya dilaksankan oleh manusia akan tetapi juga hewan dan tumbuhan. Menurut sarjana ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasang. Misalnya air yang kita minum terdiri dari oksigen dan hydrogen, listrik ada positif dan negatif, ada laki-laki dan wanita dan sebagainya.

Dalam al-Qur’an menyatakan bahwa hidup berpasang-pasang dan hidup berjodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia mempunyai naluri untuk berpasang-pasang dalam arti adalah melakukan pernikahan. Dalam Al-Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 49 :

(28)

Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:522).

Mengenai hukum sunnah dari menikah sesuai dengan hadist nabi yaitu:

Nikah adalah sunnahku, barang siapa siapa menbeci sunnahku maka

bukanlah termasuk golonganku” (Ibnu Majah, No:1836).

Dalam surat Yasin ayat 36 menyatakan

Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:442).

Dari ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasang. Dari pasangan-pasangan itu, Allah menciptakan manusia untuk berkembang biak dari generasi ke generasi

berikutnya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Surat An nisa’ ayat 1:

(29)

dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu (Yayasan Penyelenggara Penerjemah

Al-Qur’an, 2010:77).

Dalam Surat an-Nahl ayat 72 juga menyebutkan:

Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:274).

Di Indonesia pada umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan pernikahan adalah mubah. Hal ini disebabkan karena di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pendapat ulama’ Syafi’iyah. Sedangkan menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah hukum melakukan pernikahan adalah sunnah. Menurut Ulama’ Dhahiriyah adalah wajib melakukan pernikahan satu kali seumur hidup.( Darajat dkk, 1985:59).

(30)

a. Pernikahan Wajib

Pernikahan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan yang kuat untuk menikah dan mempunyai kemampuan yang kuat untuk melaksanakan. Selain itu juga mampu memikul beban kewajiban ketika menikah serta ada kekawatiran akan tergelincir kearah perbuatan zina jika tidak menikah. Bagi orang yang telah mempunyai kriteria ini wajib menikah.

Alasan ketentuan tersebut adalah apabila menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib, padahal bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya akan terjamin jika menikah. Maka bagi orang itu melakukan pernikahan hukumnya adalah wajib.

b. Pernikahan sunnah

Pernikahan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan untuk menikah dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan serta memikul kewajiban-kewajiban dalam pernikahan tetapi masih mampu untuk membujang dan jika tidak menikah tidak khawatir akan berbuat zina. Alasan menetapkan hukum sunnah adalah dari anjuran al-Qur’an dan Hadits Nabi.

c. Pernikahan Haram

(31)

Hadist nabi mengajarkan agar seseorang jangan sampai berbuat sesuatu yang menyusahkan diri sendiri dan orang lain. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

berbuat baik (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:

30).

Termasuk juga hukumnya haram, apabila melakukan pernikahan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain yaitu wanita yang dinikahi tidak diurus hanya agar wanita itu tidak menikah dengan orang lain (Darajat dkk, 1985:61).

(32)

harus memberi keterangan kepada calon isteri agar pihak isteri merasa tidak tertipu ( Basyir, 1996:13).

d. Pernikahan yang Makruh

Pernikahan hukumnya makruh apabila seorang mampu dalam segi materil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama serta tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina tetapi khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap isterinya meskipun tidak akan menyusahkan pihak istri, misalnya calon istri tergolong orang kaya sedangkan calon suami belum mempunyai keinginan untuk menikah.

Imam Ghozali berpendapat bahwa apabila suatu pernikahan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah dan semangat beribadah dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh daripada yang telah disebutkan di atas (Basyir, 1996:13).

e. Pernikahan yang mubah

(33)

3. Prinsip-Prinsip, Tujuan dan Hikmah Pernikahan Dalam Islam

a. Prinsip Pernikahan

Pernikahan dalam ajaran Islam ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Pilihan jodoh yang tepat.

2) Pernikahan didahului dengan peminangan.

3) Ada ketentuan tentang larangan pernikahan antara laki-laki dan perempuan.

4) Pernikahan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5) Ada persaksian dalam akad nikah.

6) Pernikahan tidak ditentukan untuk waktu tertentu. 7) Ada kewajiban membayar mas kawin atas suami. 8) Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah. 9) Tanggung jawab pimpinan keluarga dalam suami.

10) Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga ( Basyir, 1996:13).

b. Tujuan Pernikahan

Menurut Zakiyah Darajat dkk (1985 :64) tujuan pernikahan ada lima yaitu:

1) Mendapatkan dan melangsungkan pernikahan.

(34)

3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab, menerima hak serta kewajiban dan bersugguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga merupakan salah satu diantara lembaga pendidikan informal, ibu bapak yang dikenal pertama oleh putra-putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya dapat menjadikan dasar pertumbuhan pribadi atau kepribadian sang putra-putri itu sendiri. Pernikahan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian suci antara seorang pria dan seorang wanita yang mempunyai segi-segi perdata, diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, dan darurat.

c. Hikmah pernikahan

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia, Adapun hikmah pernikahan adalah:

(35)

Dengan menikah badan menjadi segar, jiwa tenang, mata terpelihara dari yang melihat haram dan perasaan tenang menikmati barang yang berharga.

2) Nikah jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang dalam Islam sangat diperhatikan sekali. 3) Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi

dalam suasana hidup dengan anak-anak serta akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan kasih sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusian seseorang. 4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak

menimbulkan sifat rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang.

5) Pembagian tugas dimana yang satu mengurusi rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami-istri dalam menangani tanggung jawabnya.

(36)

4. Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun yaitu, sesuatu yang mesti ada yang menentukan syah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu seperti membasuh muka untuk wudhu dan

takbiratul ihrom untuk shalat.

Syarat yaitu, sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan ,itu seperti menutup aurat untuk shalat. Dalam pernikahan calon pengantin laki-laki dan perempuan harus beragama islam.

Adapun rukun nikah adalah: a. Mempelai laki-laki.

b. Mempelai perempuan. c. Wali.

d. Dua orang saksi. e. Shigat ijab Kabul.

Adapun syarat pernikahan adalah syarat yang berkaitan dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.

a. Syarat suami:

1) Beragama islam.

(37)

4) Calon mempelai laki-laki jelas halal menikah dengan calon istri. 5) Calon mempelai laki-laki mengetahui bahwa calon istri serta

mengetahui bahwa calon istri halal baginya.

6) Calon suami ridha atau tidak dipaksa untuk melakukan pernikahan. 7) Tidak sedang melakukan ihram.

8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri. 9) Tidak sedang mempunyai istri empat (Darajat dkk, 1985:50). b. Syarat-syarat Istri:

1) Tidak ada halangan syarak yaitu tidak bersuami, bukan mahram, dan tidak sedang iddah.

2) Merdeka atas kemauan sendiri 3) Jelas orangnya.

4) Tidak sedang ihram 5) Beragama islam c. Syarat-syarat Wali:

1) Laki-laki, diutamakan adalah ayah kandung 2) Baligh.

3) Waras akalnya. 4) Tidak dipaksa. 5) Adil.

6) Tidak sedang ihram (Abdillah, 2010:253). d. Syarat-syarat Saksi:

(38)

2) Baligh.

3) Waras akalnya. 4) Adil.

5) Dapat mendengar dan melihat. 6) Bebas tidak dipaksa.

7) Tidak sedang ihram.

8) Memahami bahasa yang digunakan untuk ijab Kabul. e. Syarat Ijab Qabul:

1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.

2) Ijab qabul dalam satu majlis yaitu ketika mengucapkan ijab Kabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain atau memurut adat ada kata-kata yang dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab dan qabul.

3) Hendaklah ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab kecuali kalau lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukkan pernyataan persetujuannya lebih tegas (Sabiq, 1980:53-55).

B. Larangan Pernikahan dalam Persepektif Hukum Islam

(39)

1. Larangan yang Bersifat Selamanya (Abadi)

Menurut Tihami dan Sahrani (2009:63) larangan yang bersifat selamanya ada yang telah disepakati dan ada pula yang masih diperselisihkan.

a. Larangan yang bersifat selamanya yang disepakati ada tiga yaitu: 1) Larangan nikah karena pertalian nasab

Dalam kaitannya dengan masalah larangan nikah karena pertalian nasab didasarkan pada potongan firman Allah Swt surat an-Nisa’ ayat 23:

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (Yayasan Penyelenggara Penerjemah

Al-Qur’an,2010:81).

Berdasarkan ayat diatas, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian nasab adalah:

a) Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan keatas yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya keatas).

(40)

c) Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus kebawah yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik dari laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya kebawah.

d) Bibi, saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara seayah kandung atau seibu dan seterusnya keatas.

e) Keponakan perempuan yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya kebawah (Darajat dkk, 1985:85).

2) Larangan nikah karena hubungan mushaharah (pertalian kerabat semenda)

Larangan pernikahan kareana hubungan mushaharah atau karena pertalian kerabat semenda disebutkan dalam lanjutan surat an-Nisa’ ayat 23 yaitu sebagai berikut:

(41)

Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:81).

Dari ayat diatas jika diperinci adalah sebagai berikut:

a) Mertua perempuan , nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik sari garis ibu ataupun ayah.

b) Anak tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut.

c) Menantu yakni istri, isti cucu dan seterusnya kebawah. d) Ibu tiri yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak diisyaratkan

harus adanya hubungan seksual antara ibu dan ayah.

Persoalan dalam hubungan mushaharah dapat berbentuk keharaman yang disebabkan karena semata-mata akad (pernikahan)

yang sah atau dapat juga dikarenakan perzinaan. Imam Syafi’I

(42)

disamakan karena hubungan mushaharah. Sebaliknya Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa larangan pernikahan karena

mushaharah disampingkan disebabkan pernikahan yang sah bisa juga disebabkan karena perzinaan. Perselisihan pendapat disebabkan karena perbedaan dalam menafsirkan firman Allah surat Al-Nisa’ ayat 22 yang berbunyi:

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang Telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:81)

Kata “ ma nakaha” ada yang menafsirkan wanita yang dinikahi ayah secara akad yang sah menurut Imam Safi’i. Sedangkan menurut Imam Hanafi menafsirkan wanita yang disetubuhi oleh ayah baik dengan pernikahan maupun perzinaan.

Istri ayah (ibu tiri) haram dinikahi dengan sepakat para ulama’ atas dasar semata-mata akad walaupun tidak disetubuhi. Kalau sudah terjadi akad nikah, baik sudah disetubuhi maupun belum namanya adalah istri ayah.

(43)

baru terikat dengan hanya semata akad (belum terjadi persetubuhan) maka menikahi anaknya tidak haram.

3) Larangan nikah karena hubungan sesusuan

Larangan nikah karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan surat Al-Nisa’ ayat 23 yaitu:

 













 



Artinya: Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu yang menyusukan kamu, yang saudara-saudara yang perempuan sepersusuan….. (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:81).

Menurut riwayat abu Dawud, an Nasai dan Ibnu Majah dari Aisyah, keharaman karenan sesusuan diterangkan dalam sebuah hadist yaitu:

Diharamkan karena adan hubungan susuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab.

Kalau diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan adalah: a) Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui maksudnya seorang

wanita yang pernah menyusui seorang anak dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui sehingga haram melakukan pernikahan.

(44)

c) Bibi susuan yaitu saudara perempuan ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya keatas. d) Kenenekan sesusuan perempuan yaitu anak perempuan dari

saudara ibu susuan.

e) Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah sekandung maupun seibu saja.

Sebagai tambahan penjelasan mengenai susuan ini dapat dikemukakan beberapa hal.

a) Susuan yang mengakibatkan keharaman adalah susuan yang diberikan pada anak yang memang masih memperoleh makanan dari air susu.

b) Mengenai berapa kali seorang ibu bayi menyusui pada seorang ibu yang menimbulkan keharaman pernikahan seperti keharaman hubungan nasab sebagaimana tersebut dalam hadis di atas , dengan melihat dalil yang kuat adalah yang tidak dibatasi jumlahnya, asal seorang bayi telah menyusui dan kenyang pada perempuan itu menyebabkan keharaman melakukan pernikahan. Demikian menurut Hanafi dan Maliki (Darajat dkk, 1985:86-87).

(45)

seorang anak dengan air susunya, baik wanita itu masih hidup atau telah meninggal adalah diperas sewaktu wanita itu hidup, maka bayi itu menjadi ibu anak tersebut (ibu susuan) syaratnya ada dua yaitu:

a) Anak yang berusia di bawah dua tahun. Permulaan keduanya itu dari penyapihan anak sepenuhnya, sedangkan anak telah mencapai umur dua tahun maka susuan tersebut tidak mengakibatkan adanya hubungan muhrim.

b) Wanita itu telah menyusui 5 tetes susuan tersebut secara terpisah sampai pada lubang (perut) anak yang disusui. Berpedoman pada kebiasaan yang berlaku dan yang dihitung adalah susuan atau beberarapa susuan, kalau tidak masuk perut berarti tidak dihitung. Kalau terputus-putus diantara 5 tetes susuan maka termasuk hitungan dan sekaligus suami wanita yang menyusui adalah ayah dari anak tersebut.

b. Larangan yang bersifat selamanya yang dipersilisihkan, ada dua yaitu: 1) Larangan pernikahan karena sumpah li’an

(46)

zina kalau ingin bersumpah seperti suami diatas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat bila tiuduhan suami itu benar.

Sumpah demikian disebut sumpah li’an. Apabila terjadi sumpah li’an antara suami istri maka putuslah hubungan pernikahan keduanya untuk selamam-lamanya. Keharaman ini didasarkan pada firman Allah dalan surat an-Nur ayat 6-9 yaitu:

Artinya: Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.

Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.

Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.

Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:350).

(47)

Tidak dihalalkan bagi laki-laki yang suci (belum pernah berzina) menikah dengan perempuan pezina, begitu juga tidak halal perempuan yang suci menikah dengan laki-laki pezina kecuali bila mereka sudah bertaubat. Alasan-alasannya adalah Allah mensyaratkan agar kedua orang laki-laki dan perempuan yang ingin menikah agar benar-benar menjaga kehormatannya (Sabiq, 1980:140)

Menurut Sayyid Sabiq (1980:143) tujuan Islam melarang menikah dengan orang zina adalah Islam tidak menginginkan laki-laki muslim jatuh ditangan perempuan pezina, juga tidak menghendaki perempuan muslim jatuh ditangan laki-laki pezina. Hidup di bawah pengaruh mental yang rendah diliputi jiwa yang tidak sehat, bergaul dengan tubuh yang penuh dengan bakteri-bakteri dan berbagai macam cacat serta penyakit. Islam dalam segala hukumnya, perintahnya, larangan-larangannya menjelaskan tidak menginginkan manusia tidak menjadi bahagia, tidak dapat menaikkan dirinya mencapai tingkat yang sangat luhur yang dikehendaki oleh Allah agar dapat ditempuh oleh manusia.

Mengenai larangan menikah orang zina sesuai dengan firman Allah surat an-Nur ayat 3 berbunyi:

(48)

Artinya: Laki-laki zina tidak patut menikah kecuali perempuan zina atau musyrik, dan perempuan zina tidak patut dinikahi kecuali oleh laki-laki zina atau musyrik, sedang perbuatan tersebut haram bagi orang-orang mukmin (Yayasan Penyelenggara Penerjemah

Al-Qur’an, 2010:350).

2. Larangan yang Bersifat Sementara

Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya (bersifat sementara) adalah sebagai berikut:

a. Dua perempuan bersaudara haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila menikahi mereka berganti-ganti seperti seorang laki-laki menikahi seorang wanita kemudian wanita tersebut meninggal dunia atau dicerai maka laki-laki itu boleh menikahi adik perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut. Keharaman mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu waktu berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 23 seperti yang disebut ayat di atas. Keharaman mengumpulkan dua wanita dalam satu pernikahan juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Larangan ini dinyatakan dalam sebuah hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Abu Hurairah:

(49)

dengan saudara perempuan ibu perempuan tersebut”(Shohih Bukhori, Bab Nikah:2517).

b. Wanita yang terkait pernikahan dengan laki-laki lain haram dinikahi oleh laki-laki. Keharaman ini disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 24:

bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana

(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:82)

c. Wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai maupun iddah ditiggal mati berdasarkan firman Allah surat al-Baqoroh ayat 228.

(50)

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:36).

d. Wanita yang ditalak tiga kali atau talak ba’in haram menikah lagi dengan bekas suaminya kecuali kalau sudah menikah lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir dan telah habis masa iddahnya, berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229-230.

(51)

bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010: 36).

e. Wanita yang sedang melakukan ihram baik ihram umrah maupun haji tidak boleh dinikahi. Hal ini berdasarkan hadis nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh imam muslim dari Ustman bin Affan:

Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh dinikahi

dan tidak boleh meminang.” (Shohih Bukhari, Bab Nikah:2522). f. Wanita musyrik haran dinikahi. Maksudnya wanita musyrik adalah

yang menyembah selain Allah. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 24:



(52)

Adapun keharaman menikahi wanita ahli kitab, yakni wanita Nasrani ataupun Yahudi namun meyakini bahwa nabi Muhamad adalah nabi terakhir di jelaskan oleh Allah dalam surat al-Maidah ayat 5:

(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan manikahi) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:107).

(53)

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya

(Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2010:77).

C. Mitos

1. Pengertian Mitos

(54)

Dalam jurnal Theologia fakultas Ushuluddin volume 19 nomor 1 tahun 2008 Machrus menjelaskan dalam kolom mitos dan kekuasaan, bahwa mitos adalah sesuatu yang universal, artinya masyarakat di manapun di dunia ini mengenal mitos meskipun ada yang mengalami penurunan (demitologi) terutama bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam masyarakat yang sudah maju pun masih mempercayai adanya mitos. Namun mitos hanya mengikat bagi masyarakat yang mempercayainya. Bagi masyarakat yang tidak mempunyai hubungan kepercayaan terhadap mitos masyarakat lain jelas mitos itu tidak berarti sama sekali. Mitos juga disebut mitologi, yang kadang diartikan sebagai cerita rakyat yang dianggap benar- benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang meraka dan sebagainya. Mitos sarat dengan keajaiban yang jauh dari fakta sejarah (Jurnal Teologia Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang,2008:227).

2. PembagianMitos

Endraswara membagi mitos menjadi empat ragam, yaitu:

a. Mitos gugon tuhon, yaitu larangan tertentu. Seperti larangan menikah antara warga desa dengan desa tertentu, yang mana bila dilakukan akan mendatangkan bahaya atau mala petaka.

(55)

c. Mitos berupa dongeng, legenda dan cerita-cerita. Seperti mitos tentang asal usul suatu daerah atau penamaan suatu daerah.

d. Mitos berupa sirikan (yang harus dihindari) tekanan, utamanya pada aspek ora ilok (tidak baik) jika dilakukan. Seperti tidak boleh menikah pada bulan suro (Endraswara,tt:hlm).

3. Fungsi Mitos

Menurut Mahzum ada enam fungsi mitos dalam kehidupan:

a. Mitos sebagai kesadaran masyarakat terhadap kekuatan gaib di luar dirinya. Ritual slametan erat hubungannya dengan kepercayaan pada kekuatan sakti maupun makhluk halus. Slametan dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari kemarahan kekuatan gaib yang seringkali diwujudkan dalam berbagai malapetaka dan bencana alam. Selain itu, ritual slametan juga ditujukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada mereka.

b. Mitos sebagai media keselamatan. Mitos berupa laku slametan

memberikan jaminan keselamatan dan ketentraman hidup masyarakat pengikut ritual. Melalui ritual slametan tersebut masyarakat semakin yakin bahwa mereka akan mendapat jaminan keselamatan serta terhindar dari musibah dan malapetaka.

(56)

jasa para leluhur. Hal ini merupakan wujud rasa syukur dan terima kasih atas jasa dan perjuangan leluhur semasa hidupnya.

d. Mitos sebagai arahan terhadap tindakan manusia. Mitos larangan menebang pepohonan di sekitar pemakaman mengarahankan masyarakat agar tidak merusak pepohonan sebagai penjaga keseimbangan alam. Mitos tentang larangan menikah pada bulan Suro mengarahkan pada tindakan masyarakat untuk selalu berhati-hati dan waspada.

e. Mitos sebagai solidaritas sosial. Ritual slametan mencerminkan kebersamaan masyarakat. Perasaan memiliki budaya slametan

demikian kuat. Selain itu, biaya ritual slametan ini ditanggung bersama oleh semua masyarakat sehingga semakin menguatkan solidaritas masyarakat.

f. Mitos sebagai pengetahuan tentang dunia. Mitos berupa cerita dan legenda dapat memberikan keterangan dan pengetahuan mengenai asal usul terjadinya beberapa daerah. Hal ini menambah khazanah pengetahuan mengenai asal usul daerah(Mahzum,tt:hlm).

Menurut Peursen fungsi mitos dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Menyadarkan manusia adanya kekuatan gsaib.

b. Memberi jaminan bagi masa kini.

c. Memberikan pengetahuan tentang dunia (Peursen,tt:hlm).

(57)

b. Melestarikan ajaran atau faham yang dipegang teguh dari generasi tua ke generasi muda.

c. Menggiring pikiran dan perasaan generasi muda sesuai ketentuan d. kehendak generasi tua.

e. Bahan lelucon (humor).

(58)

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO

A. SEKILAS TENTANG DESA JETIS DAN DESA ROGOMULYO

1. Desa Rogomulyo

a. Latar Belakang

Desa Rogomulyo merupakan satuan wilayah pemerintahan yang berada di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Berdasarkan struktur pemerintahannya Rogomulyo merupakan desa yang dipimpin oleh seorang kepala desa. Ada enam dusun yang merupakan pembagian wilayah administrasinya. Di bawah dusun terbagi lagi dalam satuan wilayah administrasi RT dan RW yang jumlah keseluruhan dalam satu desa ada 13 RW dan 35 RT. Dalam sejarahnya desa Rogomulyo adalah desa tertinggal, yang mana keadaan sosial ekonomi masyarakatnya sangat ketinggalan jauh dengan desa-desa di sekitarnya.

Sejarah desa merupakan satu hal yang tidak dapat dipungkiri yang membentuk desa Rogomulyo sebagaimana kondisi saat ini. Kondsi yang dialami desa Rogomulyo telah mencapai perkembangan di berbagai sektor, secara singkat dapat disebutkan:

1) Sektor perekonomian. 2) Sektor keamanan

(59)

4) Sektor pemerintahan

Perkembangan di atas dapat dikatakan sebagai kekuatan atau potensi desa untuk maju dan dukungan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi desa. Dalam setiap perkembangan pasti ada hambatan dan tantangan atau dampak dari perkembangan itu sendiri. Adapun masalah-masalah yang dihadapi desa saat ini adalah:

1) Kemiskinan yang sampai sekarang masih banyak disandang oleh sebagian besar masyarakat desa Rogomulyo

2) Sumber daya manusia masih relatif rendah sehingga belum dapat memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal untuk peningkatan kesejahteraan

b. Asal-Usul atau Legenda Desa

Pada masa Kerajaan Mataram nama Rogomulyo belum ada, saat itu masih bernama Laweyan yang dipimpin oleh seorang penglawe (sekarang disebut kepala desa) yang masa kepemimpinannya seumur hidup, yang mana wilayah-wilayah tersebut terbagi-bagi menjadi tiga bagian, yaitu:

(60)

2) Gagadan (sekarang Dusun Gumuk) dan Jangkrikan dengan pusat pemerintahan di Gagadan

3) Genting dengan pusat pemerintahan di Genting

Pada masa pemerintahan colonial Bekanda, Laweyan-laweyan tersebut digabung menjadi satu dengan nama desa Rogomulyo, yang mempunyai makna:

1) ROGO berarti badan, awak, tubuh, tempat

2) MULYO berarti senang, serba kecukupan, bahagia, makmur

3) ROGOMULYO berarti suatu tempat atau desa yang mana masyarakatnya hidup dalam keadaan yang senang dan bahagia.

Rogomulyo terdiri dari enam dusun yang masing-masing dikepalai/dipimpin oleh seorang bekel (sekarang kepala dusun), enam dusun tersebut adalah:

1) Dusun Suruhan 2) Dusun Gegunung 3) Dusun Rogomulyo 4) Dusun Gumuk 5) Dusun Jangkrikan 6) Dusun Genting

c. Sejarah Pemerintahan Desa

(61)

Demang/ Kepala Desa tersebut dipilih langsung oleh warga masyarakat yang sudah berumur dewasa (berumur 17 tahun ke atas atau sudah pernah kawin. Pemimpin (Demang/Kepala Desa) Rogomulyo yaitu:

No Nama Waktu Menjabat

1 Cepong tidak diketahui

2 Wongso Setiko tidak diketahui 3 Suto Diharjo tidak diketahui 4 Jogo Prawiro Pirman - 1952 5 Soemanto Diharjo 1952 – 1988

6 Parno 1988 – 1988

7 Salib Suhardi 1988 – 1998 8 Herman Hendrarto, SH 1998 – 2000

9 Soerjadi Periode 2000 - 2012 (2 periode) 10 Timotius Trimo 2012 – sekarang

d. Kondisi Geografis

1) Letak Wilayah

Nama Desa = Rogomulyo Nama Kecamatan = Kaliwungu Nama Kabupaten = Semarang Nama Propinsi = Jawa Tengah Jarak kecamatan = 3,2 km Jarak kabupaten = 54,8 km 2) Batas Wilayah

(62)

Timur = Kab. Boyolali

Selatan = Desa Jetis dan Desa Kaliwungu Barat = Kec. Boyolali dan Kec. Susukan 3) Luas Wilayah

Luas wilayah desa adalah 402 Ha, terbagi atas 6 dusun dan 35 RT, yaitu:

No Nama Dusun Jumlah RT

1 Rogomulyo 10

2 Suruhan 10

3 Gumuk 5

4 Jangkrikan 2

5 Genting 4

6 Gegunung 4

e. Demografi/Kependudukan dan Sosial Budaya Desa

1) Jumlah Penduduk

No Penduduk Jumlah

1 Laki-laki 1924

2 Perempuan 2008

3 Jumlah 3932

2) Agama dan Etnis Penduduk

No Agama Jumlah

1 Islam 3.567 orang

2 Kristen 361 orang

3 Katolik 0 orang

4 Hindu 0 orang

5 Budha 0 orang

(63)

f. Potensi dan Permasalahan Desa dimanfaatkan secara maksimal untuk mencukupi kebutuhan hidup

3 Sarana-prasarana Kesadaran masyarakat untuk berswadaya kurang, Pemeliharaan hasil pembangunan kurang maksimal, dan Sarana prasarana pemerintahan belum memenuhi standar

4 Bidang ekonomi SDM belum mampu mengolah sumber daya alam yang ada secara maksimal, Sumber daya alam belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mencukupi kebutuhan masyarakat, Belum ada pengusaha/investor yang masuk ke Desa Rogomulyo untuk membuka usahanya, Masih minimnya modal usaha bagi masyarakat, dan Masyarakat belum mampu melaksanakan manajemen usahanya

(64)

6 Bidang pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah, dan Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pendidikan relatif kurang 7 Bidang

kelembagaan

Anggota lembaga desa kurang aktif

8 Bidang sosial budaya

Seni budaya yang ada belum dikembangkan dan Kondisi sosial masyarakat masih rendah

9 Bidang ketertiban dan keamanan

Sarana prasarana pos kamling tidak lengkap serta Pelaksanaan siskamling tidak rutin

(65)

Kondsi yang dialami desa Jetis bisa dikatakan telah mencapai perkembangan di berbagai sektor, secara singkat dapat disebutkan: 1) Sektor perekonomian.

2) Sektor keamanan

3) Sektor sosial kebudayaan 4) Sektor pemerintahan

Perkembangan di atas dapat dikatakan sebagai kekuatan atau potensi desa untuk maju dan dukungan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi desa. Dalam setiap perkembangan pasti ada hambatan dan tantangan atau dampak dari perkembangan itu sendiri.

b. Asal-Usul atau Legenda Desa

(66)

c. Sejarah Pemerintahan Desa

Dalam perjalanan sejarah pemerintahan, desa Jetis sampai sekarang telah mengalami berkali-kali pergantian kepemimpinan, yang mana Kepala Desa tersebut dipilih langsung oleh warga masyarakat yang sudah mempunyai hak pilih. Adapun yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa di desa Jetis adalah:

No Nama Waktu Menjabat

1 Bekel Cowijoyo Tidak diketahui 2 Kasan Dikromo Tidak diketahui 3 Mbah Manten Tidak diketahui 4 Harjo Sukarto Tidak diketahui 5 Jogo Sukaryo Tidak diketahui 6 Sumarjo 1979-1993 (2 periode) 7 Budiningsih 2000-2006 8 H. Sugeng Sumarjo 2008-2012

9 Suwardi 2013- sekarang

d. Kondisi Geografis

1) Letak Wilayah

Nama Desa = Jetis Nama Kecamatan = Kaliwungu Nama Kabupaten = Semarang Nama Propinsi = Jawa Tengah Jarak kota kecamatan = 2 km

(67)

2) Batas Wilayah

Utara = Desa Rogomulyo dan Desa Ngampon Kec. Boyolali

Timur = Desa Kaliwungu Selatan = Desa Payungan

Barat = Desa Dawung Kec. Boyolali 3) Luas Wilayah

Luas wilayah desa adalah 264,71 Ha, terbagi atas 10 dusun dan 23 RT, yaitu:

No Nama Dusun Jumlah RT

1 Kiringan Utara 2

2 Kiringan Selatan 2

3 Sendang 3

4 Jetis 2

5 Gumuk 2

6 Klegen 2

7 Pregolan 2

8 Brungkah 2

9 Kemiri 1 2

10 Kemiri 2 2

e. Demografi/Kependudukan dan Sosial Budaya Desa

1) Jumlah Penduduk

No Penduduk Jumlah

1 Laki-laki 1124

(68)

B. MITOS LARANGAN PERNIKAHAN DI DESA JETIS DAN DESA

ROGOMULYO

Menurut penuturan bapak Muslih, orang yang dianggap mengetahui mengenai sejarah terjadinya mitos larangan pernikahan yang terjadi di Desa Jetis dan Desa Rogomulyo adalah sebagai berikut.

Dahulu hidup seorang yang dianggap mempunyai kekuatan linuweh

(mempunyai kekuatan supranutaral yang tinggi) mencari kekuatan dengan melakukan ritual (bersemedi/menyepi di tempat yang sepi untuk memperoleh sesuatu). Kebetulan lokasi ritual yang beliau tempati adalah sungai yang mengikuti aliran sungai dong pungkur.

Sungai dong pungkur adalah pertemuan dua sungai yang berada di desa Jetis, kedua aliran sungai tersebut adalah aliran sungai dari desa Selodoko Kec. Ampel Kab. Boyolali dengan aliran sungai dari desa Kedawung Kec. Ampel Kab. Boyolali. Sungai ini juga yang menjadi batas wilayah desa Jetis dengan desa Rogomulyo.

Singkat cerita, setelah 40 hari melakukan ritual di aliran sungai tersebut beliau melihat cahaya hijau yang kemudian beliau ambil, ketika beliau mengambil cahaya tersebut cahaya tersebut berubah menjadi batu kecil, akan tetapi penunggu sungai tersebut tidak terima ketika batu tersebut diambil sehingga terjadilah perkelahian diantara mereka.

(69)

dan ia akan mengambil tumbal, yaitu jika ada pengantin baru yang usia pernikahannya belum melewati 40 hari kemudian menyebrangi aliran sungai

dongpungkur maka salah satunya akan mati.

Akibat kejadian inilah mitos tersebut muncul, namun mengenai kapan terjadinya kejadian tersebut tidak ada yang tahu secara pasti. Menurut narasumber kejadian tersebut terjadi jauh sebelum beliau dilahirkan, beliau mengetahui sejarah ini dari mertua beliau (mbah Citro Gino Alm).

Beliau menuturkan, sebenarnya tidak sepenuhnya semua warga Desa Jetis dan warga Desa Rogomulyo itu dilarang menikah, akan tetapi hanya sebagian Dusun di Desa Jetis dan sebagian Dusun di Desa Rogomulyo. Untuk Desa Jetis larangan ini berlaku untuk Dusun Kiringan Selatan, Kiringan Utara, Jetis, Gumuk dan Sendang. Sedangkan untuk Desa Rogomulyo larangan ini berlaku untuk Dusun Gegunung, Banaran dan Rogomulyo. Bahkan belum tentu warga Desa Jetis tersebut boleh menikah dengan warga Desa Jetis itu sendiri, hal ini berlaku untuk Dusun Kiringan Selatan, Kiringan Utara, Jetis, Gumuk dan Sendang yang menikah dengan warga dari Dusun Klegen, padahal dusun-dusun tersebut masuk pada wilayah Desa Jetis. Begitu juga untuk Desa Rogomulyo, terjadi pula larangan untuk menikah sesama warga Desa Rogomulyo, larangan ini berlaku untuk Dusun Gegunung, Banaran dan Rogomulyo dengan sebagian warga Gegunung yang berada di wilayah Jatenan. Hal ini dilatar belakangi karena aliran sungai dong pungkur

Referensi

Dokumen terkait

Apakah dimensi kualitas pelayanan jasa yang terdiri dari bukti fisik. ( tangible), kehandalan ( reliability), daya tanggap ( responsiveness) ,

(Studi Komprehensif Kinerja Power Generation Ditinjau dari Nilai Entropi Siklus Uap dengan Melihat Pengaruh Jumlah Udara Pembakaran).. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Ketika pemerintah menerapkan liberalisasi perdagangan beras maka pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras internasional dan harga beras dalam negeri akan

perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan bahwa mempunyai. reaksi pasar

Pegawai yang tidak masuk kerja, terlambat masuk bekerja, dan atau.. pulang sebelum waktunya tanpa alasan yang sah dianggap tidak

Pada tahap persiapan, praktikan menyiapkan seluruh kebutuhan dan administrasi yang diperlukan untuk mencari tempat PKL. Dimulai dengan pengajuan surat permohonan PKL