• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disertasi Karya Seni Asep Saepul Haris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Disertasi Karya Seni Asep Saepul Haris"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

“MENJADI DIRI SENDIRI”

(PERWUJUDAN KONSEP SILANG BUDAYA DALAM KARYA MUSIK)

DISERTASI (KARYA SENI)

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar doktor Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

Diajukan Oleh.

Asep Saepul Haris Nim: 14312102

PROGRAM DOKTOR (S3)

PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penciptaan komposisi musik “Menjadi Diri Sendiri” (Perwujudan Konsep Silang Budaya Dalam Karya Musik) berangkat dari fenomena silang budaya yang dialami oleh individu secara personal. Silang budaya tidak hanya dipahami sebagai hasil dari percampuran dua unsur atau lebih budaya yang berbeda. Namun, di dalam dimensi yang lebih luas pada konteks penciptaan karya ini, silang budaya diartikan sebagai suatu hal terkait dengan perjalanan panjang dalam bentuk pengembaraan dan penjelajahan diri menuju proses silang budaya dengan melalui berbagai tahapan dan persoalan budaya tentunya. Persoalan demi persoalan yang dilalui memunculkan nilai-nilai yang menjadi penting dalam pembentukan karakter diri untuk menjadi individu yang mampu beradaptasi dan membaur dengan masyarakat di luar kebudayaannya.

Ide dan gagasan tersebut kemudian diwujudkan dalam penciptaan komposisi musik yang menekankan pada aspek garap yang meliputi beberapa unsur yaitu: ruang, gerak, vokal, ritme, dan sebagainya.

Penekanan pada aspek garap juga didukung dengan beberapa konsep garapan yaitu: eksplorasi, elaborasi, dan kolaborasi. Tiga konsep garapan tersebut menjadi penting sebagai penguat dalam mewujudkan tema dan suasana musikal yang terdapat pada karya tersebut.

Tujuan penciptaan karya ini adalah untuk mengeksplorasi unsur-unsur budaya musik dari kedua kebudayaan yang berbeda, untuk diolah menjadi kesatuan menjadi karya musik baru; menghasilkan prinsip dan konsep penciptaan musik, berpijak dari dua unsur budaya musik yang berbeda; dan menghasilkan karya musik baru yang dapat diapresiasi oleh kalangan pemilik budaya musik yang lebih luas.

Karya ini diwujudkan dengan mengunakan metode ngumbara, pada tataran penjelajahan ide dan kerja eksploratif; dan metode hiduik basamo,

pada tataran kerja kreatif penciptaan karya. Dua bentuk metode berkarya tersebut membantu dalam melahirkan karya komposisi musik “Menjadi Diri Sendiri” dalam tiga bagian karya yang meliputi: “Maraso-rasoi”, “Adu manis”, dan “Basitungkin”.

Tiga bagian karya ini merupakan represantasi dari tahapan-tahapan pengembaraan diri penjelajahan diri sebagai individu yang sedang melalui proses silang budaya. Masing-masing bagian karya tersebut mencerminkan tema-tema dan suasana musikal yang telah dirumuskan dalam konsep, yang kemudian menjadi karya seni.

(7)

ABSTRACT

The creation of the musical composition "Be yourself" (the from of cross-cultural concept in music work) camefrom cross-cross-cultural phenomenon which is experienced by the individual personally. Cross-culture is not only understood as the result of acculturation of two or more different cultures. However, in the broader dimension in the context of this work, cross-cultural is interpreted as a long journey in the form of self-exploration into cross-cultural process which is through various stages and surely cultural problems either. Such problems give the significant impact to character building of a person in order to be the one who can adapt and socialize with the people outside his/ her culture.

This issue or idea is expressed in musical composition creation which

emphasize on the aspect of garap including some elements, they are: space,

movement, vocal, rhythm, and so on. It is also supported by some concepts, such as exploration, elaboration, and collaboration. These three concepts are important for reinforcement the theme and musical atmosphere of this creation.

The purpose of creating this work is to explore the cultural elements of music from both different cultures, in order to be created into a new musical work; produce the principles and concepts of music creation which based on music elements from different cultures; and produce the new music creation which is appreciated by so many cultural musicians.

This work is created by using the ngumbara method, at the form of

exploration of ideas and exploratory work; and hiduik basamo method, at the form of creative creation. Those Two forms of working methods can help in producing musical composition "Be Yourself" with three parts of work which include: "Maraso-Rasoi", "Adu sweet" and "Basitungkin".

The three parts in this work are representation of self-exploration stages as a person who is going through the process of cross-cultural. Each part of the work reflects the themes and musical atmosphere that has been formulatedin a concept, which later becomes the works of art.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Disertasi Penciptaan Komposisi Musik dengan judul “Menjadi Diri Sendiri” (Perwujudan Konsep Silang Budaya Dalam Karya Musik ) dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini tidak akan pernah terujud apabila pengkarya tidak mendapat bantuan dan dorongan dari beberapa pihak. Pengkarya memberikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sri Rochana W, S.Kar., M.Hum, selaku Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang telah bersedia memberikan rekomendasi kepada pengkarya untuk melanjutkan studi S3 (Penciptaan) di Program Doktor Pascasarjana ISI Surakarta.

2. Dr. Aton Rustandi Mulyana, S.Sn., M. Sn. selaku Direktur Pascasarjana ISI Surakarta yang selalu memberikan arahan dan bimbingan selama menjalani studi Program Doktor di Pascasarjana ISI Surakarta.

3. Dr. I Nyoman Murtana, S.Kar., M.Hum, selaku Ketua Program Studi S3 Pengkajian dan Penciptaan Pascasarjana ISI Surakarta yang telah membantu pengkarya secara pemikiran maupun administrasi di dalam menyelesaikan studi.

(9)

sebagai teman diskusi mengenai fenomena kebudayaan dan fenomena seni pertunjukan di Indonesia.

5. Prof. Dr. Pande Made Sukerta, Skar., M. Si, selaku Kopromotor, sangat membantu pengkarya di dalam mendudukan pemahaman secara teoritik, tertulis maupun praktik di dalam penciptaan karya ini.

6. Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn., selaku Kopromotor yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing laporan Disertasi Karya, serta memberi arahan dan masukan.

7. Prof. Dr. H. Novesar Jamarun, MS., selaku Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang yang telah memberi izin dan kesempatan pengakarya untuk melanjutkan studi S3.

8. Ditjen Dikti, yang telah memberikan Beasiswa BPP-DN tahun 2014. 9. Terima kasih kepada para dosen penciptaan dan pengkajian Program

Doktor (S3) Pascasarjana ISI Surakarta, khususnya kepada Prof. Dr. Rahayu Supanggah, Prof. Dr. Pande Made Sukerta, Prof. Sardono W Kusumo, Dr. Aton Rustandi Mulyana, S.Sn., M.Sn. Garin Nugroho, Romo Muji yang telah membimbing pengkarya dalam proses perkuliahan.

(10)

11. Terima kasih pengkarya ucapkan kepada Tim Produksi dan Tim Artistik karya komposisi musik “Menjadi Diri Sendiri” yang telah membantu secara pikiran, tenaga, dan canda tawa di dalam mempersiapkan karya ini dari pra produksi sampai pasca produksi karya ini.

12. Terima kasih diucapkan kepada para seluruh pendukung karya “Menjadi Diri Sendiri” yang telah bersedia membantu pengkarya dalam proses karya ini.

13. Kepada Istri terscinta, Lily Sari, S.Sn. yang selalu tabah dan sabar mendampingi sebagai istri, ibu rumah tangga yang baik. Juga ikut serta mempersiapkan segala kebutuhan konsumsi tim selama proses persiapan karya ini.

14. Kepada anak-anak tercinta; Maisun Insyirah, Mutiah Putri Tresna Asih, Malva Marlinda Cahyanti.

15. Kepada staf administrasi Pascasarjana ISI Surakarta dan kepada teman satu angkatan 2014 atas dukungan yang diberikan selama menjalani studi Program Doktor (S3) Pascasarjana ISI Surakarta.

(11)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Penciptaan Karya Seni...1

B. Tujuan Penciptaan...12

C. Manfaat Karya Seni...12

D. Tinjauan Karya Seni...12

1. Sumber Tertulis...12

2. Sumber Karya Seni...18

E. Gagasan Isi Karya Seni...22

F. Ide Garapan...26

G. Rancangan Bentuk Karya Seni dan Penyajiannya...34

H. Langkah-Langkah Penciptaan...38

I. Sistematika Penulisan Laporan...40

BAB II KEKARYAAN SENI……….41

A. Isi Karya Seni...41

B. Garapan dan Kreativitas Karya Seni...45

1. Konsep Garapan...45

2. Metode Berkarya...49

3. Langkah-Langkah Peciptaan Karya Seni...52

a. Ide atau Gagasan...53

b. Persiapan...57

c. Diskusi dan Pematangan Konsep...59

d. Tahapan Eksplorasi...60

e. Tahapan Konstruksi Akhir...61

(12)

g. Tahapan Pergelaran Karya ...64

C. Bentuk Karya Seni...65

1. Judul Karya Seni...65

2. Bagian Karya Seni...66

3. Kostum...68

D. Penyajian Karya Seni...68

E. Deskripsi Karya Seni...69

1. Maraso-rasoi...70

2. Adu Manis...76

3. Basitungkin...92

BAB III OUTCOME...102

BAB IV PENUTUP...109

DAFTAR PUSTAKA...113

GLOSARIUM...114

DAFTAR NARASUMBER...116

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Manuskrip Karya Bagian 1………74

2. Gambar 2 : Manuskrip Karya Bagian 1...75

3. Gambar 3 : Penggalan Notasi 1...79

4. Gambar 4 : Penggalan Notasi 2...80

5. Gambar 5 : Penggalan Notasi 3...81

6. Gambar 6 : Penggalan Notasi 4...82

7. Gambar 7 : Penggalan Notasi 5...84

8. Gambar 8 : Penggalan Notasi 6...85

9. Gambar 9 : Penggalan Notasi 7...86

10. Gambar 10 : Penggalan Notasi 8...89

11. Gambar 11 : Penggalan Notasi 9...93

12. Gambar 12 : Penggalan Notasi 10...93

13. Gambar 13 : Penggalan Notasi 11...95

14. Gambar 14 : Penggalan Notasi 12...97

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Diskusi dan Pematangan Konsep Karya... 117

Lampiran 2 : Sketsa Bagian Dalam Gedung... 118

Lampiran 3 : Gedung Pertujukan... 119

Lampiran 4 : Latihan Karya... 120

Lampiran 5 : Latihan Karya Saat Bimbingan... 122

Lampiran 6 : Diskusi dan Bimbingan... 125

Lampiran 7 : Kostum Pendukung Karya Musik... 127

Lampiran 8 : Baliho Pertunjukan Karya... 129

Lampiran 9 : Pertunjukan Gladi Resik Karya... 130

Lampiran 10 : Pertunjukan Karya... 133

Lampiran 11 : Kliping Berita Surat Kabar... 141

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Karya

Hidup dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda dengan asal kebudayaan kita, sesungguhnya tidaklah mudah. Terkadang untuk dapat memahami budaya yang berbeda tersebut, seseorang membutuhkan sikap keterbukaan, waktu, hingga proses pemikiran yang panjang. Keterbukaan, waktu, dan proses pemikiran itu diperlukan terutama untuk memahami berbagai aspek keunikan serta keberagamannya. Artinya, untuk mencapai pemahaman yang baik diperlukan adaptasi. Persoalan yang mendasar dalam proses beradaptasi dengan lingkungan yang “baru”, perlu adanya pemahaman dan komunikasi yang baik dengan masyarakat agar dalam bersosialisasi tidak mengalami hambatan. Namun untuk merealisasikan hal tersebut, terkadang terdapat berbagai macam masalah yang dapat memicu konflik dengan para pemangku kebudayaan setempat.

(16)

kondisi masyarakat yang hendak dipelajari. Padahal, pemahaman terhadap ketiga unsur tersebut sangat kuat berpengaruh bagi seseorang dalam menyelami suatu kebudayaan masyarakat yang hendak dipelajarinya atau dilibatkan dalam kehidupannya, lalu bagaimana kita seharusnya?

Proses adaptasi dan komunikasi dalam sikap yang baik nampaknya merupakan kunci terpenting untuk masuk pada wilayah yang dimaksud, yakni dengan melakukan dialog atau melakukan komunikasi yang baik tanpa harus bersinggungan. Jika sebuah gejala komunikasi tidak terjalin dengan baik, maka proses sosialisasi dan adaptasi menjadi terganggu. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika memasuki wilayah yang sama sekali belum dipahami, komunikasi yang tidak terjalin dengan baik memang benar-benar menghalangi proses adaptasi.

Banyak persoalan yang ditemui, terutama terkait dengan persoalan komunikasi. Namun situasi itu disikapi dengan cara mempelajari budaya tersebut dan juga melakukan beberapa langkah-langkah. Pertama,

(17)

waktu yang cukup panjang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mudji Sutrisno dalam bukunya yang berjudul Teks-teks Kunci FilsafatSeni berikut ini.

Ketika beberapa budaya saling berhadap-hadapan maka akan ada tiga kemungkinan proses yang terjadi yaitu: perlawanan (confrontasi), saling menyerap (asimilasi), hingga muncul yang baru dan menyesuaikan diri (adaptasi). Penyesuaian diri akan terjadi bila satu budaya lebih kuat daya penyesuaiannya sehingga yang baru disesuaikan dengan mencangkokkan yang ada, atau yang ada menyesuaikan diri dengan yang baru bila fisik tidak berdaya. Namun demikian roh budaya akan beradaptasi (Sutrisno, 2005: 237).

Kenyataan di lapangan menjadikan proses adaptasi sebagai sebuah bentuk pembelajaran diri ketika menghadapi lingkungan yang baru. Melalui proses adaptasi inilah akan nampak apa itu budaya, bagaimana adat istiadatnya, baik bahasa, sikap serta tatanan kepribadian dalam realitas kehidupan, yang tentu akan memberi dampak pada seseorang dalam bersosialisasi dengan masyarakat pemilik budaya.

(18)

Memahami budaya yang berbeda sekaligus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat, menjadikan sebuah motivasi yang berarti dalam pembelajaran pada aspek-aspek penting tentang budaya. Walaupun untuk mencapai hal tersebut di atas, membutuhkan berbagai cara yang terkadang cara tersebut juga berlawanan. Jika diibaratkan “ada buruk pasti ada baik”. Kendala maupun benturan merupakan dinamika kehidupan yang pasti muncul di dalam bermasyarakat. Benturan yang dimaksud lebih pada persoalan menuju terbentuknya silang budaya serta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, maupun bersosialisasi dengan masyarakat.

Inti persoalan yang harus dipahami bagaimana menumbuhkan kesadaran untuk memiliki rasa kebersamaan, solidaritas, saling menghargai dalam lingkungan budaya tersebut. Usaha tersebut dapat dilihat dari bagaimana proses pemahaman sebuah konsep budaya yang berbeda hingga menemukan kesepakatan untuk saling memahami dan akhirnya bisa hidup bersama dengan masyarakat lainnya.

Lima aspek penting yang dapat dirasakan selama berproses, baik dalam mencermati maupun hidup secara langsung dalam dua budaya tersebut adalah mampu:

1. Mengenali budaya dan adat istiadat secara langsung.

(19)

3. Menciptakan keharmonisan dan menanamkan rasa saling harga-menghargai dalam dua budaya yang berbeda dialami dan dipelajari. 4. Menciptakan unsur keseimbangan dalam berbagai bidang, sangat

perlu untuk mempertahankan kehidupan dalam lingkungan yang berbeda.

5. Menjadikan sebuah identitas yang tidak akan punah dengan begitu saja, melainkan ia akan tetap hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya yang dimiliki.

Uraian ungkapan tersebut di atas merupakan sumber yang didapatkan dari hasil selama berproses mempelajari budaya baru tersebut. Untuk menjadikannya sebagai sebuah pengalaman hidup, tidak terlepas dari adanya usaha sendiri baik melalui belajar, penelitian, berdiskusi, komunikasi, dan berinteraksi dengan masyarakat pemilik budaya. Selanjutnya hasil dari proses adaptasi atau penyesuaian diri menuju terbentuknya silang budaya merupakan wujud konkret yang nantinya bisa dikembangkan dalam proses penciptaan karya seni.

(20)

berkebudayaan lain1, (2) dukungan observasi di lapangan mengenai proses adaptasi lintas budaya yang berlangsung dalam satu kebudayaan, (3) pemahaman terhadap karakteristik musikal dari kebudayaan musik sasaran2. Musikalitas beserta karakteristik yang telah dipahami dijadikan materi penciptaan. Materi penting yang lain yang mendukung penggarapan materi adalah keterampilan yang dimiliki oleh komposer maupun para musisi yang juga memiliki latar belakang budaya Minangkabau maupun budaya Sunda.

Silang budaya yang dimaksud dalam penciptaan karya musik ini tidak sekedar proses menggabungkan antara dua jenis musik atau lebih, akan tetapi capaian dari proses persilangan ini adalah mengeksplorasi kemungkinan bentuk-bentuk “baru” yang berangkat dari materi yang sudah ada. Dalam hal ini, bentuk baru yang dimaksud terletak pada aspek: (1) teknik garap; (2) eksplorasi instrumen; (3) repertoar; dan (4) bentuk pertunjukan, serta unsur-unsur yang berhubungan dengan garap.

Pengamatan tentang persoalan silang budaya, tidak mengacu kepada pengalaman diri pengkarya semata. Tetapi di dalam prosesnya, banyak pula mendapat perbandingan dari orang-orang yang mengalami silang budaya yang sama, di luar konteks budaya Minangkabau. Selama observasi di lapangan, pengkarya juga melakukan diskusi dengan

(21)

orang yang mengalami proses silang budaya, terutama individu-individu yang berlatar belakang budaya Jawa dan Bali yang tinggal cukup lama di daerah Minangkabau.

Terdapat persamaan dan perbedaan dari hasil diskusi tersebut di atas. Persamaan yang dialami dalam hal: (1) adat istiadat; (2) kepercayaan; dan (3) keterbukaan untuk masuk pada budaya yang berbeda. Perbedaannya lebih pada individu masing-masing dalam proses memasuki wilayah yang baru. Untuk proses adaptasi pada lingkungan tersebut masing-masing diikat oleh aturan dan adat istiadat budaya setempat. Adanya unsur komunikasi yang baik bisa memberikan tawaran lain dalam bentuk menjalin rasa keterbukaan, kebersamaan, serta kebebasan di dalam menafsirkan sebuah kreativitas. Artinya, kelenturan terhadap budaya yang berbeda bisa menumbuhkan kreativitas dan saling berinteraksi satu sama salin.

(22)

mendudukkan persoalan sesuai dengan kebutuhannya. Walaupun dalam prosesnya selalu terjadi benturan baik perbedaan pendapat ataupun sebagainya. Namun hal itu merupakan hal yang “wajar” agar ke depannya bisa disikapi dengan lebih bijaksana.

Dieter Mack dalam tulisannya yang berjudul, Keragaman dan Silang budaya dialog Art-Summit, memberikan pengertian tentang apa itu silang budaya.

Istilah silang budaya terutama mengacu kepada latar belakang tertentu, seniman yang memiliki dua akar budaya atau lebih tetapi merujuk kepada karya seni yang berdasar pada latar belakang itu. Istilah tersebut juga termasuk kepekaan memadukan unsur alam atau bahasa musik yang berbeda-beda, sekalipun senimannya tidak memiliki latar belakang dua atau banyak kebudayaannya (Mack, 1998/1999: 28).

(23)

Sikap yang diambil merupakan suatu keinginan diri untuk meninggalkan kampung halaman (Majalaya, Jawa Barat) dengan tujuan ingin mengalami secara langsung proses silang budaya. Akan tetapi, dalam aplikasinya proses yang disebut dengan marantau (istilah Minangkabau), sedangkan dalam bahasa Sunda diistilahkan dengan

ngumbara (mengembara), ini sekiranya memiliki tantangan yang cukup berat selama meniti sebuah kehidupan.

Ngumbara pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama dengan

marantau, yaitu: ingin mengadu nasib dan berharap semoga bisa mendapatkan apa yang dicita-citakan untuk perubahan dan kemajuan di dalam menempuh kehidupan. Mengacu pada ungkapan atau pepatah dari penghulu atau sesepuh (dalam bahasa Sunda) yang disampaikan secara lugas maupun dengan guyonan yang berbunyi, tong ngotok ngowo wae di imah atuh, yang berarti jangan banyak diam dan tinggal saja di rumah tanpa ada kegiatan maupun aktivitas.

(24)

dalam berbagai kegiatan. Maka untuk itu, berusaha bangkit dan senantiasa mencoba mencari alternatif lain yang lebih bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan.

Realitas tersebut di atas dapat ditemukan di berbagai daerah kota maupun provinsi. Seperti halnya dengan orang-orang Sunda (Kuningan, Garut, dan Tasik) yang mencoba mengadu nasib ke luar dari kampung halaman, dengan harapan dapat merubah kehidupannya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Aktivitas mereka sebagian besar berjualan, sama dengan orang Padang yang tidak asing dengan rumah makan Padang-nya, sedangkan bagi orang Sunda (Kuningan) mereka lebih terkenal dengan warung bubur kacang ijo (burjo). Orang Garut terkenal dengan jualan wajit, kueh-kueh, lapis legit, dan kerupuk. Orang Tasik terkenal dengan jualan sulaman, tikar, dan kerajinan lainnya. Usaha-usaha mikro tersebut merupakan bukti atas pekerjaan dari orang-orang yang mengalami ngumbara atau mengadu nasib di perantauan secara mandiri.

(25)

sebagai petani sawit yang hasil pertaniannya cukup menunjukkan keberhasilannya dalam merantau.

Merantau juga merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini menjadikan petualangan pengalaman, dan geografis dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Berbeda dengan proses transmigrasi yang diprogramkan serta dibiayai pemerintah. Orang Minangkabau merantau dengan kemauan dan kemampuannya sendiri. Mereka melihat proses ini sebagai penjelajahan, proses hijrah, untuk membangun kehidupan yang lebih baik. (Naim dalam Sjarifoedin, 1984: 511).

Sikap yang dijalani untuk ngumbara tinggal di daerah Minangkabau merupakan pilihan yang sudah dipertimbangkan secara matang. Artinya, konsekuensi usaha tersebut tidak terlepas dari adanya tujuan yang ingin dicapai, yaitu agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

(26)

B. Tujuan Penciptaan

1. Mengeksplorasi unsur-unsur budaya musik dari kebudayaan Sunda dan Minangkabau untuk diolah menjadi satu kesatuan pada karya musik baru.

2. Menghasilkan prinsip dan konsep penciptaan musik yang berpijak dari unsur budaya musik Sunda dan Minangkabau.

3. Menghasilkan karya musik baru yang dapat diapresiasi oleh kalangan pemilik budaya musik yang lebih luas, sekaligus unsur-unsur budaya musik tersebut bisa dimanfaatkan guna pengembangan penciptaan karya musik baru.

C. Manfaat Penciptaan

1. Menstimulir tumbuhnya rasa persatuan dari suku-suku bangsa yang berbeda, yang unsur-unsur budaya musiknya dimanfaatkan ke dalam karya.

2. Menstimulir lahirnya prisnsip-prinsip penciptaan yang baru yang dapat diterapkan sebagai konsep penciptaan yang adaptif, sesuai dengan tantangan zaman.

D. Tinjauan Karya Seni

1. Sumber Tertulis

(27)

Budaya dan Masyarakat, oleh Kunto Wijoyo pada tahun 1987. Isi dari buku ini menjelaskan persoalan sejarah dan kreativitas, struktur, dan kultur serta pengkajian perubahan kebudayaan. Kreativitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolis, yaitu pada kegiatan manusia dalam menciptakan makna yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari.

Buku ini dapat dijadikan referensi, guna menambah pengetahuan dalam memaknai kreativitas serta pembelajaran budaya secara lebih kompleks. Untuk itu makna simbolis yang terkandung dalam kebudayaan, memberikan pengetahuan dan sumber yang sangat berarti tentang bagaimana cara kita untuk bisa memahami simbol-simbol yang ada pada kebudayaan tersebut. Selain itu ketika kita menyikapi budaya lain, tentunya harus memiliki ilmu pengetahuan tentang kebudayaan agar di dalam mencermati aspek-aspek penting dari budaya tersebut bisa dipahami. Referensi ini menjadi sebuah acuan di dalam mengembangkan gagasan penciptaan karya ini yang bersumber pada persoalan silang budaya.

(28)

tentunya buku ini sangat penting untuk mengembangkan konsep serta gagasan dalam menyikapi persoalan budaya dengan masyarakat yang dihadapi.

Secara khusus fungsi komunikasi antarbudaya adalah untuk mengurangi ketidakpastian dalam proses komunikasi. Ketika memasuki daerah yang memiliki perbedaan secara sosial, budaya, status, dan lainnya. Pada waktu itu pula kita dihadapkan dengan ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Untuk mengurangi ketidakpastian seseorang melakukan prediksi sehingga komunikasi bisa berjalan dengan efektif (Anugrah & Kresnowati, 2003: 22).

Ungkapan tersebut di atas tentunya memberikan gambaran betapa pentingnya komunikasi. Hal ini bisa dijabarkan dalam sebuah proses penciptaan seni, ketika mengungkapkan gagasan dan pikiran guna mewujudkan sebuah konsep tentunya modal dasar yang harus dipahami bagaimana cara kita bisa menjelaskan ide maupun konsep kepada para pendukung karya. Tentunya bahasa komunikasi yang paling mendominasi, dalam setiap kegiatan maupun berproses penciptaan seni. Perlu disikapi dengan sebaik-baiknya agar dalam proses kerja tidak mengalami kebuntuan dan jangan sampai terjadi mis-komunikasi.

(29)

dalam masyarakat terbuka istilah ekoganistis yang mendasari idiologi Pancasila “Bhineka Tunggal Ika” (meskipun berbeda-beda tetap satu jua), merupakan opname falsafah nenek moyang Bangsa Indonesia yang membedakan diterimanya silang budaya asal tetap memiliki “benang merah” yang mempersatukan. Dalam kondisi ini terjadi pula perkawinan antara budaya modern dan tradisi antara seni rupa dengan musik, antara kebudayaan Barat dan Timur, antara seni dan teknologi, dan seterusnya. Istilah silang budaya berbeda dalam arti secara biologi, sebagai suatu tindakan “penyilangan” atau pencangkokan antara dua tanaman (2002; 159-160).

Uraian di atas memberikan masukan tentang persoalan silang budaya, juga dalam perkembangannya memasuki wilayah pembentukan antarbudaya, yang menghasilkan istilah kawin silang. Secara konsep dan gagasan yang dilakukan, tentunya tulisan ini sangat berarti untuk bisa diaplikasikan serta menjadi bahan pertimbangan dalam mewujudkannya. Proses pembentukan silang budaya, secara tidak langsung akan berhubungan dengan kawin silang yang menghasilkan beberapa bentuk kreativitas, yang memiliki karakter yang berbeda-beda di dalam pelahirannya.

Bothekan Karawitan II: Garap, oleh Rahayu Supanggah pada tahun 2007. Dari isi buku ini pengkarya mendapatkan pencerahan mengenai

(30)

Dalam buku ini pula, dikatakan bahwa garap adalah sistem. Garap juga melibatkan beberapa unsur atau pihak yang masing-masing saling terkait dan membantu. Dalam Karawitan Jawa, beberapa unsur garap tersebut dapat disebut sebagai berikut: materi garap atau ajang garap; penggarap; sarana garap; perabot atau piranti garap; penentu garap; dan pertimbangan

garap. Unsur-unsur tersebut dijadikan sebagai pijakan untuk mengembangkan gagasan dan pikiran di dalam memaknai apa itu garap. Namun sekiranya, persoalan garap dengan pengaplikasiannya sampai saat ini di dalam sebuah proses penciptaan karya seni masih dipergunakan sesuai dengan kebutuhan yang akan digarapnya. Garap dapat mewujudkan sebuah gagasan, sampai pada persoalan bentuk dan unsur-unsur mikro maupun makro dalam proses penciptaan karya seni. Artinya, tanpa adanya sentuhan garap maka sebuah karya seni akan mengalami kemandegan/stagnan, tanpa memunculkan olah kreativitas yang berarti dalam membangun inovasi-inovasi yang mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan musik dewasa ini.

(31)

sebuah masukan yang berarti dalam beberapa hal, terutama tentang persoalan konsep dan aspek-aspek yang berkaitan persoalan penciptaan karya komposisi musik. Sebagai bahan acuan untuk mengembangkan pikiran serta gagasan. Buku ini sangat penting bagi orang-orang penciptaan. Sebagai usaha memberikan motivasi untuk bisa melahirkan tulisan-tulisan lainnya, yang berhubungan dengan penciptaan seni. Kontribusi terhadap konsep yang akan pengkarya lakukan, tentunya menjadi sebuah acuan ketika beberapa tulisan tersebut juga memberikan pengetahuan di dalam menyikapi proses kreativitas sebagai perwujudan penciptaan seni.

(32)

dengan masyarakat luas, dalam menyikapi fenomena maupun persoalan tentunya, harus memahami secara konsep dan kebutuhannya. Untuk itu buku ini memberikan masukan yang berarti di dalam mewujudkan gagasan baik dalam bentuk tulisan maupun dalam proses penciptaan.

2. Sumber Karya Seni

(33)

dihadirkan serta kejelian terhadap pemiliahan dan penggunaan instrumen, menjadi sangat penting di dalam penyusunan sebuah karya komposisi musik.

Karya musik “Nunggak Semi“ (2014), karya Al Suwardi. Karya ini memiliki kreativitas yang tinggi, dalam berbagai aspek garap serta pengolahan bunyi yang kuat mulai dari nada tinggi sampai nada yang rendah. Motivasi pengkarya mengapresiasi karya tersebut adalah selain ingin melihat kemampuan Suwardi dalam bidang pembuatan instrumen; juga mencoba berkomunikasi secara lebih mendalam tentang cara proses pembuatan instrumen musik, khususnya instrumen musik eksperimental. Karya yang digarap Suwardi sangat konsisten dengan ke daerahannya. Hal ini dapat dirasakan dari rasa musikalitas yang dihadirkan sangat kuat, akan tetapi secara kompositoris karya ini mampu menghadirkan bunyi yang sangat indah dan kompleks. Setelah melihat karya ini, pengkarya memiliki keyakinan bahwa karakter itu bisa muncul dalam bentuk karya apapun, artinya kekuatan musikal yang dibentuk sudah menyatu dengan garapan yang diwujudkannya. Pada prosesnya nanti pengkarya juga membuat instrumen sendiri, akan tetapi dari bahan serta bentuk yang dibuat sangat jauh berbeda.

(34)

Gandang Tambua. Setelah mencermati karya ini, pengkarya memiliki pandangan bahwa karya tersebut merupakan cerminan masyarakat Pariaman dengan keunikan-keunikan yang dimilikinya. Melalui unsur garap yang ditafsirkan dengan instrumentasi yang dipilih. Bagi pengkarya, karya tersebut mempertimbangkan keberagaman warna bunyi, artinya, instrumen yang dipakai menjadi pilihan yang sangat penting untuk mewujudkan gagasan garap karya. Pola ritme dan melodi yang dihadirkan tidak terkesan Minangkabau akan tetapi karakter lain dari budaya yang berbeda menjadi bahan garapan. Seperti instrumen Kacapi Kawih, Kendang Sunda hadir dalam susunan musikalitas karya ini. Bagi pengkarya, karya ini dapat dijadikan perbandingan dalam proses penggarapan karya nantinya yang juga berlandaskan pada beberapa unsur budaya Minangkabau. Bentuk garap yang ditawarkan memberikan kelenturan untuk menerima dan mengolah musikalitas yang memiliki karakter tertentu. Perbedaan yang dibuat di antaranya, dari segi penggarapan, penggunaan instrumen, pemilihan materi disesuaikan dengan kebutuhan garap.

(35)

dan putih. Persoalan hitam dan putih yang dimaksud merupakan cerminan kehidupan manusia sehari-hari. Tanggapan yang disampaikan mengenai karya tersebut pada waktu itu, mempersoalkan apakah ini musik atau pertunjukan tari. Mengenai karya “Momong’’, menurut pengkaryanya, bahwa konsep yang digarapnya tidak lagi membatasi apa ini tari, teater atau musik, akan tetapi di dalam bentuk garapan secara keseluruhan karya tersebut, dirangkai dalam sebuah pertunjukan yang menjadi satu kesatuan yang utuh. Segala yang ditimbulkan dari bentuk-bentuk gerakan, maupun ekspresi merupakan bunyi yang dapat dirasakan secara utuh. Kontras yang dihadirkan baik penggunaan instrumentasi tradisi seperti gender yang digabung dengan mesin pemotong rumput, merupakan tawaran dalam menghadirkan bentuk “baru”.

(36)

“baru” di dalam penyusunan karya musik. Proses yang akan pengkarya lakukan tentunya berbeda secara konsep, penggunaan instrumen, dan bentuk penyajian yang mempertimbangkan penggarapan unsur-unsur di antaranya: penggarapan melodi, pola ritme, tempo, dinamik, dan bentuk pertunjukan.

E. Gagasan Isi Karya Seni

Karya musik “Menjadi Diri Sendiri”, bermaksud mengungkapkan gagasan isi yang dirangkai dalam tiga bagian karya yang masing-masing sudah menjadi satu kesatuan, yaitu sebagai berikut.

(37)

karakter garapan, tentunya dari suasana-suasana yang diharapkan di atas bagaimana nantinya bisa terwujud secara maksimal. Bentuk konflik yang dihadirkan lewat gambaran suasana yang dibangun dengan berbagai karakter tentunya memiliki capaian sesuai dengan gagasan isi yang diharapkan. Capaian yang dimaksud bagaimana pengolahan materi serta penggunaan instrumen digarap secara maksimal yang nantinya bisa membangun karakter sesuai dengan suasana yang diharapkan. Sebagai media garap dalam melahirkan bentuk musikal tentunya menjadi penentu serta berusaha memilih instrumen dan vokabuler material tradisi untuk digarap kembali sesuai dengan konsep garapannya.

(38)

serta karakter suasana-suasana yang dicapai, bagaimana nantinya bisa tersusun dalam satu kesatuan yang utuh sesuai dengan gagasan isi yang diharapkan. Capaian untuk mewujudkan suasana-suasana di atas, tentunya berusaha untuk menggarap dan memilih instrumen dan vokabuler materi tradisi sebagai bahan olahan untuk dikembangkan kembali sesuai dengan kebutuhan garapan dan mendukung pada bagian-bagian suasana yang diharapkan dalam perbagiannya. Semangat dalam menempuh kehidupan menjadi motivasi di dalam mengembangkan kreativitas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Persoalan yang timbul dalam bermasyarakat, tentu harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Untuk bisa menyikapi persoalan tersebut bagaimana diri sendiri juga harus bisa beradaptasi dan bersosialisasi dengan masyarakat itu sendiri. Proses menjalani kehidupan dalam budaya yang berbeda, banyak pengalaman serta pengetahuan yang bisa dikembangkan untuk kepentingan mayarakat luas. Menemukan keunikan serta kerumitan yang dihadapi menjadi pembelajaran diri sendiri untuk bisa menyikapinya secara arif dan bijaksana.

(39)
(40)

mencapai kemajuan dalam bermasyarakat dan berbagi terhadap sesama masyarakat yang membutuhkan.

F. Ide Garapan

Dalam proses penggarapan karya musik “Menjadi Diri Sendiri“, mencoba mengaktualisasikan gagasan garap sesuai dengan konsep yang diinginkan, yaitu silang budaya. Aplikasi dalam bentuk garapan maupun temuan-temuan yang diperoleh menjadi sumber material yang bisa dikembangkan dalam berbagai bentuk garapan.

Dalam proses penggarapan karya ini, masing-masing memiliki bentuk garap yang berbeda-beda sesuai dengan gagasan isi yang diungkapkan.

Untuk gagasan garap karya bagian pertama, menghadirkan garapan musik dengan menggunakan media gerak-gerak silat yang ada di Minangkabau, dan kenapa silat dijadikan sebuah gagasan untuk digarap,

alasan yang mendasar dari gerak silat tersebut timbul keinginan menggarap gerakan-gerakan yang ditimbulkan dari gerakan-gerakan tangan dan kaki pesilat (pemain silat) untuk dijadikan bahan musikal berupa permainan pola ritme.

(41)

menambah garapan agar bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh gerak-gerak silat tersebut bisa digarap lebih maksimal eksplorasi bunyi piringmenjadi pilihan garap.

Suasana konflik yang dikembangkan kembali dengan berbagai rasa seperti gamang yang diaplikasikan dalam rasa gelisah, bimbang, ragu, rasa tidak pasti, kabur, dan kesan relatif diwujudkan dengan menggunakan media ungkap tersebut di atas. Piring-piring dengan berbagai macam bentuknya bisa memberikan kontribusi dalam bentuk musikal, serta dari beberapa piring yang dipergunakan tentu diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan bunyi piring yang bisa memiliki nada yang bisa dikolaborasikan dengan media lain.

Bunyi piring yang bisa menghasilkan melodi, dieksplorasi lebih mendalam untuk mencapai suasana rasa tidak pasti, kabur, dan kesan relatif. Alasan kenapa piring dijadikan sebagai media ungkap untuk penggarapan karya musik, selain memiliki karakter yang cukup kuat, akan tetapi dari bunyi piring tersebut dapat diolah melodi-melodi yang unik serta memunculkan bunyi yang bisa diolah dengan memaksimalkan karakter bunyi piring.

(42)

pencapaian nada yang dihasilkan dari bunyi piring pada aplikasinya menjadi bahan eksplorasi, akan tetapi bagaimana nantinya dari bunyi-bunyi piring tersebut dipilih yang “mendekati” pada nada yang diharapkan. Artinya, proses untuk memilih bunyi piring tersebut disesuaikan dengan nada yang telah didapatkan dari hasil penyeleksian piring-piring tersebut. Proses yang diharapkan dari konsep pada bagian ini adalah, bagaimana pelahiran bunyi-bunyi piring dan media yang lainnya tersebut mampu menyatu dengan melodi yang dibuat, serta bisa menghadirkan karakter yang berbeda dari garapan dalam perbagiannya.

Bentuk garapan yang dihadirkan pada karya bagian ini, mengolah dari masing-masing karakter sesuai dengan bunyi yang dihasilkan dan menempatkannya sesuai dengan kebutuhan garap. Reinterpretasi garap secara perbagian menjadi pilihan untuk menggarap dengan teknik yang telah ada, baik dalam bentuk tradisi maupun mencari alternatif lain yang bisa memberikan kontribusi untuk kekayaan garapan. Selain itu, material tradisi yang diterapkan pada bagian melodi vokal dengan hentakan kaki mencari bentuk-bentuk vokal yang terkesan putus-putus yang ada pada

dendang Minangkabau.

(43)

permainan pola ritme yang terinspirasi dari material tradisi sebagai dasar pijakan yang nantinya digarap sesuai dengan karakter dari material tersebut.

Vokabuler vokal tradisi yang ada di daerah Sunda dan Minangkabau menjadi bahan olahan untuk diinterpretasikan, baik dari bentuk karakter maupun teknik permainannya. Keunikan-keunikan yang khas ketika dikawihkan atau didendangkan, terasa ketika dimunculkan melalui kekuatan bunyi-bunyi seperti senggol dan garinyiak, yang menjadi inspirasi untuk mengembangkan karakter tersebut pada bagian vokal-vokal tertentu dari hasil penggarapan.

Vokal-vokal yang memiliki karakter tersebut di atas mengungkapkan suasana seperti : lucu, gembira, dan rasa penasaran. Nuansa yang terasa dari bunyi dan karakter melalui senggol dan garinyiak,

mampu menghadirkan rasa musikalitas yang memiliki kekuatan tertentu. Bunyi vokal dengan karakter yang khas sebagai material bunyi, tentunya memberikan suasana ataupun kesan “baru” untuk bisa menggarapnya dalam bentuk yang beragam. Kekayaan dari unsur bunyi yang dihadirkan, menjadi bahan kreativitas untuk mencoba menggarapnya, dengan memunculkan kekuatan dari masing-masing karakter vokal tersebut.

(44)

yang “baru” bisa menambah kekayaan garap. Kemungkinan garap tersebut menghadirkan bentuk lain dalam sebuah sajian, pengaturan panjang pendek suara, warna suara, dan pengolahan sastra berupa konsonan-konsonan tertentu.

Tentunya sebagai bahan garapan karya ini, tidak saja vokal yang dikembangkan, akan tetapi ada beberapa instrumen lain yang disesuaikan dengan kebutuhan garap. Instrumen tersebut di antaranya: Rabab Pasisia, Kucapi Payokumbuh, Hasapi, Gitar Bass, Biola Alto, Cello, Mandolin, Akordeon, dan juga alat tiup seperti: Suling Sunda, Saluang, Suling Gambuh, dan Bansi, sedangkan kategori perkusi, yaitu: Udu (perkusi keramik). Instrumen yang memiliki menghasilkan melodi, digarap sesuai dengan capaian garap yang dikolaborasikan dengan instrumen lainnya.

Dalam memberikan tekanan-tekanan atau aksen tertentu pada penggarapan secara keseluruhan dari bagian karya ini bertujuan agar keterkaitan instrumen tersebut di atas tidak terkesan sebagai background

yang selalu mengikuti arah vokal. Akan tetapi capaian yang diharapkan, bagaimana struktur musikal yang dibentuk mampu membangun karakter satu sama lain, yang bisa menghadirkan rasa musikal baik itu melodi, pola ritme, dan penggarapan unsur lainnya.

(45)

maupun garinyiak untuk dikembangkan kembali melalui syair dan bentuk konsonan dengan cara mengolah panjang pendek volume maupun penggarapan tempo dan dinamik. Vokabuler materi tradisi yang ada pada vokal tersebut memiliki kekuatan yang bisa dikembangkan kembali untuk memunculkan “rasa” yang berbeda-beda dari hasil eksplorasi.

Reinterpretasi bentuk penyajian vokal dengan penggarapan instrumen lain sebagai media garap, bertujuan untuk mencari bentuk-bentuk yang bisa memberikan kontribusi secara maksimal baik melalui

garap melodi maupun pola ritme. Korelasi musikal menjadi bagian yang sangat penting ketika garap dari masing-masing instrumen ditentukan sesuai kebutuhan garap.

Melodi maupun permainan pola ritme yang dibangun oleh alat tiup, petik, dan gesek masing-masing menghadirkan garap musikal yang disusun dengan permainan melodi panjang, pendek, dan mencoba menghadirkan bentuk jalinan satu sama lain yang bisa mengimbangi suara vokal yang digarap. Garap secara keseluruhan dari instrumen yang dipergunakan bagaimana nantinya secara unsur garap memiliki karakter dan kekuatan yang bisa memberikan kontribusi yang berarti guna kekayaan garapan.

(46)

berbunyi seperti nada yang umum (Musik Barat). Kekhasan dari bunyi Talempong Sialang tersebut sangat berbeda dengan talempong lainnya yang ada di Minangkabau. Material yang ada pada Talempong Sialang seperti lagu kaja bakaja, memiliki kekuatan musikal yang terkesan dinamis dalam tiap melodi maupun pola ritmenya. Karakter dinamis yang ada pada materi kaja bakaja digarap dengan capaian suasana seperti: keyakinan

diri atau optimisme, melalui karakter permainan pola ritme dalam bentuk jalinan-jalinan yang bisa memberikan kekayaan garap.

Repertoar materi tradisi kaja bakaja memiliki keunikan tersendiri, selain itu rasa musikal yang hadir mampu mewujudkan rasa yang terkesan ‘mirip’ tangga nada pelog. Untuk penggarapan dari materi ini, keserasian, keseimbangan, dari dua karakter materi menjadi titik tolak penggarapan dalam bentuk musikal dari hasil perpaduan dengan tangga nada yang ada pada Gamelan Degung dan Talempong Sialang. Kreativitas yang ditawarkan pada materi ini, bagaimana penggarapan dari kedua materi tradisi bisa menghasilkan warna serta karakter baik pelahiran melalui melodi, pola ritme, harmonisasi, serta nada-nada yang bisa menghasilkan kempyung serta jalinan pola ritme.

(47)

kedua unsur bunyi tersebut bisa menghasilkan melodi-melodi maupun pola ritme yang menarik untuk digarap secara maksimal. Pencapaian dari penggarapan diharapkan mendapatkan, temuan-temuan musikal yang bisa memberikan kontribusi untuk kekayaan garapan musik dan sesuai dengan gagasan isi yang ingin diungkapkan.

Instrumen yang digunakan untuk karya ini, di antaranya: Talempong Sialang, Gamelan Degung, Suling Degung, Bansi, dan Gitar Bass. Selain itu, juga mengahadirkan pengarapan materi vokal dari dua karakter. Gagasan garap dengan menggunankan instrumen perkusi seperti, Gandang Sialang, Kendang Sunda, dan Indang Pariaman, di mana capaian garap menemukan bentuk-bentuk baru yang tersinspirasi dari material tradisi dalam bentuk permainan pola ritme hasil dari sebuah konsep jalinan yang menghasilkan karakter yang berbeda dari bentuk semula.

Pola permainan Indang Pariaman, memilki keunikan dan kedinamisan di dalam permainannya. Jalinan pola ritme antara Indang

(48)

Selain vokabuler yang ada dari permainan indang pariaman, tentunya pola ritme yang ada pada permainan kendang Sunda menjadi bahan eksplorasi garap pada pencarian materi musikal. Pola ritme yang dilahirkan oleh permainan kendang Sunda memiliki teknik garap yang kompleks dalam melahirkan bentuk bunyi dan penggarapan. Untuk itu sebagai sumber bahan garapan pada karya ini, mengeksplorasi bahan musikal dari ke dua jenis material tradisi di atas. Penggarapan yang diwujudkan dari hasil eksplorasi ke dua material tradisi di atas, memberikan kekayaan dalam bentuk permainan pola ritme, dan bisa menghasilkan karakter yang ‘baru’ untuk kekayaan garap pada karya ini.

G. Rancangan Bentuk Karya Seni dan Penyajiannya

Melalui penjabaran gagasan garap karya dalam perbagiannya, diwujudkan ke dalam bentuk rancangan sesuai dengan kebutuhan garap

karya ini.

(49)

lempeng gas. Strukur awal pada bagian karya ini, masing-masing pemain mucul satu persatu dengan harapan bisa merespon ruang pada aera pertunjukan. Masing-masing pemain memasuki wilayah area pertunjukan dengan cara muncul dari arah yang berlawanan. Tiap-tiap sudut ruang dieksplorasi sesuai dengan kebutuhan garap. Keleluasaan untuk bergerak dan mengolah bunyi secara maksimal menjadi penekanan garap. Selanjutnya, para pemain saling berinteraksi dengan instrumen lainnya. Capaian secara konsep garap

pada bagian karya ini berupa penggarapan ruang secara dinamis. Penggarapan ruang yang dimaksud adalah bagaimana eksplorasi pada ruang-ruang tertentu bisa mewujudkan gagasan garap yang berkesinambungan.

(50)

berikutnya masuk pada wilayah yang berbeda dalam garap tempo yang tidak sama, sedangkan penggarapan instrumen seperti tiup, gesek, dan petik membuat struktur musikal yang tidak terkesan salalu bersama. Artinya, garap pada bagian melodi maupun pola ritme membentuk permainan yang memberikan aksen maupun tekanan pada bagian tertentu melalui garap permainan tempo dan dinamik. Dengan kata lain, karakter dari penggarapan tersebut diharapkan bisa memberikan tawaran alternatif lain dalam sebuah capaian garap. Untuk menyikapi garap agar bisa berkesinambungan dan memiliki kekuatan dari masing-masing konsep yang dihadirkan, tentunya dengan cara memilih materi sesuai dengan karakter yang dibutuhkan. Persoalan interaksi antar pemain menjadi pertimbangan yang harus digarapdalam mewujudkan karakter musikal dari hasil penggarapan. Selain itu, bentuk garapan pada karya ini lebih menekankan pada interaksi pemain yang bisa saling merespon satu sama lain tanpa harus difokuskan dalam satu titik, artinya penggarapan musikal pada karya ini lebih memberi keleluasaan ekspresi pemain yang bisa memberikan kontribusi di dalam melahirkan melodi dan pola ritme.

(51)

karya ini tidak menghubungkan garapan layaknya orkestrasi yang sudah lazim di dalam Musik Barat. Akan tetapi, sebagai perwujudan garapan yang menghadirkan konsep tersebut untuk bisa dikembangkan kembali guna memberikan warna dan karakter dalam penyajiannya. Bentuk garapan melodi maupun perkusi menjadi bahan materi untuk diwujudkan pada garapan karya ini. Masing-masing materi yang digarap dengan teknik jalinan serta penggarapan tempo dan dinamik. Bentuk jalinan yang digarap pada permainan melodi pendek maupun panjang masing-masing bertujuan untuk membentuk jalinan sesuai dengan struktur musikal yang diinginkan. Permainan

(52)

tradisi sebagai bahan untuk digarap kembali dengan menyesuaikan karakter musikal serta kebutuhan yang ingin dicapai.

H. Langkah Langkah Penciptaan

Proses penciptaan karya “Menjadi Diri Sendiri” diawali dengan kerja riset terkait dengan silang budaya yang terjadi akibat proses penyesuaian dua budaya yang berbeda. Riset ini lebih ditekankan pada amatan terhadap proses terjadinya silang budaya. Proses tersebut terbentuk oleh percampuran dua latar belakang budaya yang berbeda melalui adaptasi dan penyesuaian, kemudian timbulnya konflik yang disebabkan oleh proses adaptasi yang sehingga menghasilkan pengalaman, wawasan, dan pengetahuan baru sebagai sebuah pengembaraan untuk pembentukan jati diri. Untuk itu, data yang diperlukan diperoleh dengan cara mengumpulkan data melalui studi dokumentasi yang telah dilakukan di beberapa perpustakaan antara lain: Perpusatakaan Daerah, Perpusatakaan ISI Surakarta, Perpustakaan ISI Padangpanjang.

(53)

lingkungan budaya Minangkabau. Selanjutnya juga dilakukan wawancara yang melibatkan beberapa tokoh adat dan budaya dalam dua budaya yang berbeda. Dari hasil wawancara tersebut maka didapat beberapa informasi terkait dengan pengalaman-pengalaman invidu. Hasil riset malalui studi dokumentasi dan wawancara tersebut direinterpretasikan untuk kepentingan menciptakan karya komposisi dengan berbagai bentuk

garap sesuai dengan gagasan karya.

Sebagaimana layaknya sebuah produksi sebuah karya seni, karya “Menjadi Diri Sendiri” pada dasarnya juga merupakan sebuah proses transformasi dari gagasan menjadi praktik. Data-data yang terkumpul melalui riset dan wawancara di atas kemudian dilanjutkan pada tahap perumusan terhadap kerja kreatif selanjutnya.

Secara garapan, karya ini lebih mengutamakan pengalaman empiris melalui penggembaraan diri yang diaplikasikan ke dalam bentuk musikal yang hasilnya rasa musikal tersebut sudah menggalami elaborasi atau pembauran, sehingga orisinalitas dari dua jenis karakter musikal yang dipilih (Sunda dan Minangkabau) mengahasilkan bentuk yang berbeda dari bentuk semula. Hal yang tercermin dalam karya ini merupakan wujud penggembaraan pengkarya selama berproses.

(54)

memberikan kekayaan garap. Hal ini bisa ditemukan pada waktu proses kerja eksplorasi teknik maupun penggarapan bentuk karya. Temuan yang dimaksud berupa karakteristik maupun teknik untuk digunakan dalam perwujudan karya komposisi musik ini.

Mengacu pada konsep yang telah dirumuskan, proses penggarapan karya komposisi ini berpijak pada eksplorasi garap. Sebagaimana yang telah diurai sebelumnya bahwa, ada beberapa bentuk garap yang terdapat dalam setiap bagian karya sebagai perwujudan dari konsep silang budaya tersebut.

I. Sistematika Penulisan Laporan

Uraian penulisan ini dibagi menjadi empat bab yang disusun sebagai berikut.

Bab I berisi tentang latar belakang, tujuan penciptaan, manfaat penciptaan, tinjauan karya, gagasan isi karya, rancangan bentuk karya, langkah-langkah penciptaan, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang kekaryaan seni, yang menjabarkan tentang isi karya seni, garapan karya seni, bentuk karya seni, penyajian karya seni, dan deskripsi karya seni.

Bab III berisi tentang penjabaran dampak karya seni, yang meliputi dampak karya seni secara pribadi, dampak karya seni secara akademis, dan dampak karya seni secara sosial budaya.

(55)

BAB II

(56)
(57)

BAB IV PENUTUP

Komposisi musik “Menjadi Diri Sendiri” memuat persoalan-persoalan tentang proses pengembaraan dan penjelajahan ruang eksplorasi seorang individu dalam mencari dan menemukan suatu hal yang baru dalam berbagai aspek kehidupan. Silang budaya beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kemudian menjadi serangkaian ide yang dikembangkan menjadi suatu konsep. Dalam perwujudannya proses penciptaan karya komposisi musik ini menggunakan dua metode yang saling berkaitan yaitu: metode hiduik basamo dan ngumbara.

(58)

Proses kreatif yang dilakukan dari karya ini, menawarkan sebuah ide, konsep, metode, pendekatan, dan teknik yang menekankan pada aspek garap. Beberapa unsur yang ada dalam karya tersebut memiliki kontribusi; baik terhadap diri sendiri, secara akademis, sosial – budaya, maupun proses kekaryaan seni nantinya. Sebuah karya yang lahir dari hasil perpaduan dua karakter yang berbeda, akhirnya menemukan sebuah konsep serta nilai dalam proses pengembaraan diri melalui sentuhan-sentuhan kreativitas yang menawarkan bentuk “baru”.

(59)

diramu menjadi konsep untuk diwujudkan ke dalam berbagai bentuk karya komposisi musik selanjutnya.

Dilihat dari aspek pendekatan dan teknik penggarapannya, karya ini tentunya telah memberi kontribusi dengan menjadi salah satu referensi kekaryaan, baik di lingkungan akademisi seni maupun bagi seniman-seniman yang ingin berkarya pada jalur musik komposisi pada umumnya. Hadirnya karya ini secara tidak langsung telah memberi pemahaman, terutama bagi kreator-kreator muda; terhadap bagaimana pemilihan teknik dan pendekatan garapan sangat menentukan terhadap proses kreatif karya itu sendiri.

Teknik dan pendekatan yang menekankan pada aspek garap dalam karya ini pada akhirnya mampu mewujudkan sebuah karya komposisi musik yang di dalamnya sarat akan nilai sosial dan budaya. Tidak hanya itu, kontribusi lain dari hadirnya karya ini dalam lingkungan akademis adalah sebagai apresiasi dalam berkarya.

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

Hakimy, Idrus, Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2004.

Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia TH. XI-2001/2002, Menimbang Praktek Pertukaran Budaya: Kolaborasi, Misi, Sumber, & Kesempatan, Jakarta:

Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2002.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1986. Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987. Lombard, Dennys, Nusa Jawa: Silang budaya Warisan Kerajaan-Kerajaan

Konsentris 3, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Marck, Dieter, “Keragaman dan Silang Budaya”, Dialog Art-Summit, Jurnal MSPI, Bandung: MSPI, 1999.

Peursen, Van, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Raho, Bernard, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007. Sachari, Agus, Estetika: Makna, Simbol dan Daya, Bandung: ITB, 2002.

Sjarifoedin Tj.A., Amir, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuangku Imam Bonjol, Jakarta: Gria Media Prima, 2011.

Sukerta, Pande Made, Metode Penyusunan Karya Musik,(Sebuah Alternatif) Surakarta: ISI Press, 2011.

Sunarto, Bambang, Epistemologi Penciptaan, Yogyakarta: IDEA Press, 2013 Supanggah, Rahayu.Bothekan Karawitan II : Garap, Surakarta: ISI Press,

2007.

(62)

GLOSARIUM

Dendang : salah satu jenis seni suara dalam tradisi yang terdapat di Minangkabau.

Dikawihkan : dilagukan (dalam Bahasa Sunda). Kawih artinya lagu/ syair yang tidak berpatokan pada jumlah baris dan suku kata. Kawih

merupakan kreatifitas orang Sunda di bidang sastra.

Eksplorasi : proses penjelajahan, ide, konsep, bentu, hingga materi dalam proses kekaryaan.

Elaborasi : penggarapan secara tekun dan cermat.

Garap : suatu sistem kerja dalam karya seni.

Gending : lagu yang diungkapkan oleh nada-nada waditra (alat-alat musik).

Goreh : Aba-aba dalam bentuk teriakan yang menandakan peralihan pola gerak pada legaran pertunjukan randai.

Hiduik basamo : suatu bentuk kehidupan kolektif yang didasari oleh sikap saling menghargai dan rasa solidaritas

Kolaborasi : bentuk kerjasama, interaksi, kompromi dalam beberapa elemen.

Madenda : Salah satu laras yang terdapat pada Kacapi Sunda.

Marantau : Aktivitas perginya seseirang dari tempat asal (kampung halaman) dimana ia tumbuh besar, ke wilayah lain untuk menjalani keidupan atau mencari pengalaman.

(63)

Rampak : keselarasan pukulan antara instrumen satu dengan instrumen lain.

Randai: salah satu jeni kesenian tradisional yang di dalamnya terdapat berbagai unsur seperti, gurindam, musik, gerak, dan penokohan.

Sesepuh : orang-orang yang dituakan dalam hal pengalaman dan wawasan dan kehidupan tradisi dan budaya di masyarakat.

(64)
(65)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 : Diskusi dan Pematangan Konsep Karya

(66)

Lampiran 2 : Sketsa Bagian Dalam Gedung

(67)

Lampiran 3 : Gedung Pertujukan

(68)

Lampiran 4 : Latihan Karya

Bagian Karya I : “Maraso-rasoi” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(69)
(70)

Lampiran 5 : Latihan Karya Saat Bimbingan

Bagian Karya I : “Maraso-rasoi” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Bagian Karya I : “Maraso-rasoi” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(71)

Bagian Karya II : “Adu Manis” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Bagian Karya II : “Adu Manis” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(72)

Bagian Karya III : “Basitungkin” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Karya Bagian III : “Basitungkin” (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(73)

Lampiran 6 : Diskusi dan Bimbingan

Diskusi dan Bimbingan Setelah Latihan Saat Bimbingan Bersama Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar. (Promotor ) dan Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar.,

M.Si. (Kopromotor ). (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Diskusi dan Bimbingan Latihan Sebelum Pertunjukan Gladi Resik Bersama Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar. (Promotor ) dan Prof. Dr. Pande Made Sukerta,

(74)

Diskusi dan Bimbingan Latihan Setelah Pertunjukan Gladi Resik Bersama Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar. (Promotor ), Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si. (Kopromotor 1), dan Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn (Kopromotor 2).

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Diskusi dan Bimbingan Latihan Setelah Pertunjukan Gladi Resik Bersama Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar. (Promotor ), Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si. (Kopromotor 1), dan Dr. Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn (Kopromotor 2).

(75)

Lampiran 7 : Kostum Pendukung Karya Musik

Kostum Pendukung Karya Musik (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(76)

Baju Pemusik

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(77)

Lampiran 8 : Baliho Pertunjukan Karya

Baliho Karya yang Terpajang di Gerbang Utama Kampus ISI Padangpanjang (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Baliho Karya yang Terpajang di Sekitar Area Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam, ISI Padangpanjang.

(78)

Lampiran 9 : Pertunjukan Gladi Resik Karya

(79)

Karya Bagian I

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Karya Bagian II

(80)

Karya Bagian III

(81)

Lampiran 10 : Pertunjukan Karya

(82)

Awal Karya Bagian I (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(83)

Transisi Bagian Karya II (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(84)

Karya Bagian II

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(85)

Karya Bagian II

(86)

Karya Bagian III

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Karya Bagian III

(87)

Karya Bagian III

(Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

Karya Bagian III

(88)

Salam Penghormatan dan Ucapan Terimakasih kepada Pembimbing, Penguji, dan seluruh Penonton yang hadir di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam.

(89)

Lampiran 11 : Kliping Berita Surat Kabar

(90)

Harian Umum Rakyat Sumbar (Rabu, 26 April 2017) (Foto : Asep Saepul Haris, 2017)

(91)
(92)
(93)

Lampiran 13 : Struktur Organisasi Tim Produksi Karya

No. Jabatan Nama

1 Penasehat a. Prof. Dr. Novesar Jamarun, M.S. b. Ediwar, S. Sn., M.Hum., Ph.D. 2 Penanggung Jawab

Produksi

Firman, S.Sn., M.Sn.

3 Pimpinan Produksi Yan Stevenson, S.Sn., M.Sn. 4 Stage Manager Emri, S.Sn., M.Sn.

5 Komposer Asep Saepul Haris, S.Sn., M.Sn. 6 Asisten Komposer a. Leva Kudri Balti, S.Sn., M.Sn.

b. Jumaidil Firdaus, S.Sn. c. Rika Wirandi, S.Sn., M.Sn. d.Hamzaini, S.Sn., M.Sn.

e. I Dewa Nyoman Supenida, S.Sn., M.Sn.

f. Sriyanto, S.Sn., M.Sn. 7 Sekretaris Produksi Yayang Sakinah

8 Bendahara Produksi Lily Sari, S.Sn.

9 Ajang Gelar Syaiful Herman, S.Sn., M.Sn. 10 Koordinator Artistik Dr. Yusril, S.S., M.Sn.

11 Kru Artistik Andi Jegger 12 Koordinator Sound

System

a. Ahmad Zaidi, S.Sn

b. Jhori Andela, S.Sn., M.Sn.

13 Koordinator Lighting Dedi Darmani, S.Sn., M.Sn. 14 Pemusik a. M. Hario Efenur, S.Sn., M.Sn.

(94)

c. Syahri Anton, S.Sn., M.Sn. d.Hendri Koto, S.Sn.

e. Raflis, S.Sn.

f. Riyan Israq Hari S, S.Sn. g. Toni Juliano, S.Sn. h. Nicko Felamonia

i. Ireng Maulana, S.Sn., M.Sn. j. Yudi Bojez

k. Wahyu Kurniawan P, S.Sn l. Bobby Mef Yuo B, S.Sn. m.Aznal Mad’hatari , S.Sn. n. Vereki Martiano, S.Sn. o. Ricky Warman Putra, S.Sn. p. Surya Rahamn, S.Sn. q. M. Herka Syahputra, S.Sn. r. Indrawan Nendi, S.Sn. s. Andre Perdana P, S.Sn. t. Bayu Eka S

u. Ryo Rinaldo v. Laila Okta Triani w.Laras Sri Masevi x. Aulia

y. Huria Nofita 15 Pesilat a. Hady Yusra, S.Sn.

b. Surya Rahman, S.Sn. c. Reri Rizaldi

(95)

16 Dokumentasi a. Yogi Audra Nesa, S.Sn. b. Jimmy Kartolo

c. Adril Kudri Z d. Al Fitra M. Fajar e. M Aziz Erizul

f. Dimas Fajri Nugraha 17 Konsumsi Gustian Aat Putra 18 Kru Lighting Berry Prima, S.Sn. 19 Kru Panggung a. Dio

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukan bahwa siswa pada kelas eksperimen mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal nomor 4 dan berdampak tidak signifikan terhadap peningkatan

Ieu hal ditandaan ku kamampuh individu siswa nu saluyu jeung kritéria ketuntasan minimal (KKM) nu lumaku di SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Kategori nilai dumasar

declares that the thesis I wrote to fulfil the requirement for the degree of Sarjana Sastra (S1) in English Department, Faculty of Letters, Muhammadiyah University of

Penelitian Erserim, 2012 menguji hubungan budaya organisasi dengan praktek akuntansi manajemen. Dengan hasil organisasi berhubungan positif dengan praktek akuntansi

Apabila teknologi grafting diikuti dan diterapkan dengan baik mulai dari penyiapan batang bawah, pemeliharaan hasil sambung bibit, hingga persiapan dan pemilihan bahan batang

2) Dilihat dari segi kualitas kerja aparatur di Kantor Camat Kendawangan menunjukkan bahwa aparatur yang ada masih mengalami kesulitan dalam penyusunan RKA-SKPD. Sebab aparatur

Seperti telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa aturan tentang jabatan akademik diharapkan mendukung program pencapaian tujuan pendidikan dan mengejar ketertinggalan dari

‘real interest’ dalam perikanan serta bermaksud untuk mengembangkan perikanan dalam negerinya, namun tidak memiliki riwayat tangkapan dalam jumlah besar?