• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA TENTANG POLIGAMI (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.Amb). - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA TENTANG POLIGAMI (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.Amb). - Test Repository"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA

AMBARAWA TENTANG POLIGAMI (Studi Putusan No.

1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb).

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

Oleh: Ali Muktar NIM : 21211017

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS

SYARI’AH

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Sabar dalam menghadapi segala macam masalah dan bertindak

bijaksana dalam mengatasinya adalah sesuatu yang sangat

utama.

Hidup harus disyukuri, karena dengan bersyukur hidup kita jadi

tenang.

)هرقبلا( َّنُهَل ُس اَبِل ْمُتْنَا َو ْمُكَل ُس اَبِل َّنُه

Artinya :perempuan itu adalah pakaian bagikamu, dan kamu

(6)

PERSEMBAHAN

skripsi ini penulis persembahkan

kedua orang tuaku, karena dengan bimbingan dan kasih sayang motivasi dan do’anya

karena berkat beliaulah aku biasa melangkah kedepan untuk meraih cita-cita.

Adik-adikku yang selalu menyemangatiku.

Istriku Dwi Retnowati yang selalu mendukungku dan selalu menyemangatiku baik

susah maupun senang.

Bapak Drs. Machfudz. M.Ag selaku dosen pembimbingku yang tidak pernah lelah

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah

mengutus Nabi Muhammad Saw. Untuk menyampaikan agama yang hak, memberi

petunjuk kepada segenap manusia kejalan kebaikan, untuk kehidupan didunia dan

keselamatan diakhirat. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi

besar Muhammad Saw, semoga pada akhir kelak kita termasuk kedalam umatnya

yang mendapat syafaatnya.

Ahamdulillah dengan rasa syukur penulis, skripsi dengan judul: “ANALISIS

PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA TENTANG

POLIGAMI (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.

G/2014/PA. Amb)” ini telah selesai. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas dan

melengkapi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1). Dalam Ilmu

Syari’ah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa bantuan dari berbagai

pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya guna

memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya

pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan

(8)

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd., Selaku Rektor IAIN Salatiga, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M, Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Bapak Sukron Makmun, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah

(AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun

skripsi ini.

4. Bapak Drs, Machfudz, M. Ag. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga terselesaikannya

penulisan skripsi ini,

5. Para Dosen Syari’ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do’a selama

penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

6. Bapak Drs. H. Effendi Ramli, MH selaku Ketua Pengadilan Agama Ambarawa

yang telah berkenan memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di

Pengadilan Agama Ambarawa

7. BapakDrs. H. Abdul Syukur, SH, M.H sebagai wakil sekaligus sebagai Hakim

Pengadilan Agama Ambarawa yang telah membantu memberikan informasi dan

data-data yang penulis butuhkan.

8. Bapak Drs. H. Salim, SH, MH sebagai Hakim pengadilan Agama Ambarawa

(9)

9. Panitera Pengadilan Agama Ambarawa dan juga para pegawai yang tidak dapat

kami sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam pencarian data yang yang

penulis perlukan.

10.Ayahku Sudi dan Ibundaku Sa’diyah yang selalu memberikan do’anya dan

motivasinya, istriku Dwi Retnowati tersayang yang selalu menyemangatiku.

11.Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas bantuan semua pihak sebagaimana disebutkan diatas mendapat

limpahan berkah dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari

bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan tulisan ini serta

bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat

bermanfaat khususnya bagi Akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang

membutuhkannya. Demikian, atas perhatiannya penulis sampaikan banyak

terimakasih.

Salatiga, 12 November 2015

Penulis

(10)

ABSTRAK

Muktar, Ali. 2015, AnalisisPutusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa Tentang Poligami (Studi Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb). Skripsi Jurusan Syari’ah Program Studi Ahwal Al -Syakhshiyyah (AS), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. DosenPembimbing : Drs. Machfudz M, Ag.

Kata Kunci : Analisis, Putusan Hakim, Pengadilan Agama, Poligami.

Poligami adalah salah satu masalah yang kontroversial yang berhubungan dengan system kekeluargaan. Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 ayat (2) tentang perkawinan, ada 3 alasan poligami yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama yaitu, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Penelitian ini membahas tentang bagaimana prosedur poligami menurut Undang –undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam. Bagaiman dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur poligami menurut Undang–undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam. Dan untuk mengetahui Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.

Dalam amar putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dilihat dari hukum materiil tidak tepat karena majelis Hakim membuat konstruki Hukum untuk melindungi calon istri kedua Pemohon dengan mengorbankan kepentingan Termohon. Sedangkan dalam amar Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb, dilihat dari hukum materiil lebih tepat, karena majelis Hakim lebih menekankan nilai kepastian Hukum, keadilan dan nilai manfaat. Yaitu dengan menerapkan Hukum materiil yang berlaku.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Telaah Pustaka ... 9

F. Penegasan Istilah ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sitematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ketentuan Umum Tentang Poligami ... 16

1. Pengertian Poligami ... 16

2. Poligami Sebelum Islam ... 18

(12)

B. Poligami Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Dan

Kompilasi Hukum Islam ... 24

1. Poligami Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 ... 24

2. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 27

C. Hikmah Poligami ... 29

BAB III PUTUSAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI No. 1139/Pdt. G/2013/PA.Amb DAN No. 0493/Pdt. G/2014/PA.Amb A.Profil Pengadilan Agama Ambarawa ... 31

1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa ... 31

2. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Ambarawa ... 45

3. Struktur Organisasi ... 35

4. Kekuasaan Pengadilan Agama Ambarawa ... 37

a. Kompetensi Relatif ... 37

b. Kompetensi Absolut ... 38

B. Kasus Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 41

1. Kasus Putusan Perrmohonan Ijin Poligami No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ... 41

2. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ... 48

3. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ... 57

4. Kasus Putusan Permohonan Izin Poligami No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 58

5. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 67

6. Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 71

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA TENTANG IZIN POLIGAMI A.Kasus Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt.G/2014/PA. Amb ... 73

(13)

2. Proses Penyelesaian Perkara Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ... 78 B. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Putusan No.1139/Pdt.

G/2013/PA. Amb Dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 82 1. Analisis Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb ... 83 2. Analisis Putusan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb ... 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 74 C. Penutup ... 75

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Agama Islam adalah agama wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada

rosul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat disepanjang masa, yang pada

hakekatnya merupakan sistem Aqidah dan tata Kaidah yang mengatur segala

kehidupan Manusia dalam berbagai hubungan baik dengan Pencipta maupun

dengan sesama, Seperti hubungan dalam pernikahan.

Penikahan adalah ajaran yang sesuai, selaras dan sejalan dengan fitrah

manusia. Pada pernikahan ada benteng untuk menjaga diri dari godaan syetan,

menyalurkan kerinduan yang terpendam, mencegah kebrutalan nafsu, memelihara

pandangan, dan menjaga kemaluan. Pernikahan juga penenang jiwa melelui

kebersamaan suami-isteri, penyejuk hati dan motivasi untuk selalu beribadah

(Kisyik, 2005:17).

Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 merupakan undang-undang

pertama di Indonesia yang mengatur soal perkawinan secara nasional. Sebelum itu

urusan perkawinan diatur melalui beragam hukum, yaitu: Hukum adat bagi warga

Negara Indonesia asli, hukum Islam bagi warga Negara yang beragama Islam,

(15)

kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon, Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi

warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan Cina, dan peraturan Perkawinan

Campuran bagi perkawinan campuran (Khusen, 2013:11).

Pada dasarnya asas dalam pernikahan adalah monogami, dimana seorang

suami hanya diperbolehkan beristeri satu. Namun pada kenyataannya tidak sedikit

terjadi dimasyarakat, seorang suami memiliki lebih dari seorang istri.

Poligami memiliki akar sejarah yang cukup panjang sepanjang sejarah

peradaban manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang kejazirah Arab, poligami

merupakan sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami masa itu

dapat disebut poligami tak terbatas. Lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan

diantara para isteri. Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yang paling

disukai dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para isteri

harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan

(Nuruddin, 2006:57).

Sebelum pemberlakuan UU No. 1 tahun 1974 di Indonesia, seorang

laki-laki muslim cukup mudah untuk melakukan perkawinan poligami. Ia hanya

diminta untuk melaporkan perkawinan barunya kepada petugas pencatat

perkawinan dan bersikap adil kepada para istrinya. Oleh sebab itu pemerintah

mengeluarkan Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Undang-Undang tersebut mengatur tentang asas monogami, hanya apabila dikehendaki

(16)

suami dapat beristri lebih dari seorang. Meskipun hal tersebut dikehendaki oleh

pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila memenuhi dari

persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan (Khusen, 2013:11).

Untuk kelancaran pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, telah

dikeluarkan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang mengatur ketentuan

pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut. Dalam hal suami yang bermaksud

untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan tertulis

kepada Pengadilan Agama, kemudian di Pengadilan Agama akan memberikan

keputusan apakah permohonan tersebut dikabulkankan atau ditolak.

Pengadilan Agama dalam tugasnya memberikan putusan tentang

permohonan poligami, berpedoman pada aturan yang berlaku. Yaitu

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta

Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan kekuasaan mengadili atau menangani

perkara (Absolute Coupetensial) Pengadilan Agama berhak untuk menyelesaikan

perkara perkawinan poligami, dan mempunyai pertimbangan serta penafsiran

tentang poligami.

Bagi para pihak yang mengajukan permohonan poligami harus memenuhi

beberapa persyaratan yang ketat dan menunjukkan bukti-bukti serta

alasan-alasan yang kuat yang bisa diterima oleh Hakim Pengadilan Agama. Hakim

(17)

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara

secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan (Kode

etik dan pedoman perilaku Hakim, 2014:34),

Adapun alasan-alasan izin poligami yang dapat diterima oleh Pengadilan

Agama adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor

1 Tahun 1974 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Dalam hal seorang suami akan beristri lebih

dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini,

maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan didaerah tempat

tinggalnya”.

Pengadilan dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang

akan beristri lebih dari seorang apabila:

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri.

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

3. Istri tidak bisa melahirkan keturunan.

Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana

dimaksud pasal 4 ayat (1) Undang-undang perkawinan harus memenuhi pasal 5

ayat (1) a, b dan c, yaitu:

a. Adanya persetujuan dari istri-istri.

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup

(18)

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mereka

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 57, Pengadilan Agama

hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari

seorang apabila:

1) Istri tidak menjalankan kewajiban sebagi seorang istri

2) Istri mendapat cacat badan yang tidak dapat disembuhkan

3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan

Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk

memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang

ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu:

a) Adanya persetujuan istri-istri.

b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri

dan anak-anak mereka.

c) Adanaya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mereka”.

Dari kasus-kasus permohonan poligami yang diterima dan dikabulkan oleh

Pengadilan Agama Ambarawa ada beberapa alasan yang melatarbelakangi para

pihak mengajukan permohonan izin poligami. Ada kalanya mereka mengajukan

permohonan poligaminya tersebut karena istri mengalami cacat badan, dan ada

(19)

alasan-alasan tersebut memang sesuai dengan apa yang ada dalam Undang-Undang No.1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 57 tentang poligami.

Dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikabulkanya

permohonan izin poligami di Pengadilan Agama. Maka yang menjadi perhatian

penulis adalah perkara No. 1193/Pdt. G/2013/PA. Amb, bawa pada waktu

pemohon mengajukan pemohonan izin poligaminya termohon (isteri) dapat

melahirkan keturunan, termohon juga tidak cacat badan atau penyakit yang tidak

dapat disembuhkan, selama ini termohon juga menjalankan kewajibannya sebagai

isteri. Permohonan ini dikabulkan oleh Hakim dengan alasan termohon rela dan

tidak keberatan pemohon menikah lagi, Selain itu permohonan Pemohon menurut

hakim telah memenuhi pasal 4 (1) huruf (b). Pasal 5 (1) huruf (a), (b) dan (c)

Undang-Undang No.1 tahun 1974. Pasal 55 ayat (2). Pasal 58 ayat (2) huruf (a)

dan (b) kompilasi hukum Islam. Disamping itu oleh karena calon isteri kedua

Pemohon ternyata tunawicara (penyandang Disabilitas) yang telah disetubuhi

Pemohon yang mengakibatkan hamil sekitar 5 bulan.

Sedangkan perkara izin poligami No. 0493/Pdt. G/PA. Amb, Pemohon

mengajukan permohonan izin poligami dengan alasan isteri tidak dapat

menjalankan kewajibanya sebagai isteri dan Termohon juga rela kalau pemohon

menikah lagi dengan calon isteri kedua Pemohon. Namun hal tersebut tidak

terbukti, karena termohon tidak rela kalau Pemohon mau menikah lagi. Akan

tetapi selama ini Pemohon mempunyai hubungan istimewa dengan calon isteri

(20)

anak hasil hubungan dengan Pemohon yang sekarang berumur 5 bulan. Akan

tetapi permohonan Pemohon ditolak dengan alasan surat pernyataan bersedia

dipoligami, tanggal 28/05/2014, bermaterai cukup dan dibantah oleh Termohon,

majelis berpendapat bukti tersebut harus dikesampingkan. Majelis Hakim juga

berkesimpulan alasan permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat baik

Komulatif maupun Alternatif sehingga tidak beralasan hukum sebagaimana yang

telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf (c), Pasal 5 ayat (1) huruf (a), (b)

dan (c) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal 55 ayat (2),

Pasal 58 ayat (1) huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam, maka Majelis Hakim

berpendapat permohonan izin Poligami Pemohon patut ditolak

Dalam hal ini Hakim sebagai pihak yang berwenang memutuskan perkara

izin poligami tentunya mempunyai pertimbangan-pertimbangan serta

kriteria-kriteria tertentu dalam mengabulkan perkara poligami dengan berbagai alasan

yang diajukan kepadanya, karena memang Hakim berwenang untuk menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum yang hidup dimasyarakat dengan

tanpa mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang ada

(Undang-Undang Kehakiman Tahun 2004).

Dari urain di atas tersebut, penulis bermaksud meneliti, ’’Analisis Putusan

(21)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks latar belakang diatas, maka penulis menetapkan

beberapa rumusan masalah yang diantaranaya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam?

2. Bagaimana dasar hukum yang dipergunakan Hakim dalam memeriksa dan

memutus perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.

G/2014/PA. Amb?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun

1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dasar yang dipergunakan Hakim

dalam memeriksa dan memutus perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan

No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.

D.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini sangat berguna bagi penulis khususnya dan masyarakat pada

umumnya, adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

(22)

a. Dapat menambah pengetahuan dalam mempelajari dan mendalami ilmu

Hukum khususnya tentang permohonan izin poligami di Pengadilan Agama.

b. Untuk pengembangan ilmu Hukum dan penelitian Hukum serta berguna

untuk masukan bagi praktik penyelenggara dibidang Hukum Perkawinan

terutama terkait dengan masalah poligami masa kini dan masa yang akan

datang.

c. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1) Bagi Hakim

Dapat menerapkan kaidah-kaidah Hukum secara benar dan tepat

dalam mempertimbangkan dan menetapkan dasar Hukum yang dipakai

dalam permasalahan pemberian izin poligami.

2) Bagi Para Pihak

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan berkaitan dengan

pemberian izin poligami. Serta dapat menjadi solusi masalah terkait

dengan kasus poligami.

3) Bagi mahasiswa

Dapat menambah ilmu dan wawasan khususnya mahasiswa

jurusan syari’ah.

E.Telaah pustaka

(23)

fahaman dan untuk membedakan kajian ini dengan kajian sebelumnya, Maka

penulis akan sebutkan beberapa buku tentang poligami antara lain:

Skripsi Siti zuaidah yang berjudul, ‘’Poligami Dalam Prespektif Hukum

Islam (Analisis Terhadap Keadilan Suami Sebagai Syarat Dalam Poligami).

Menjelaskan bahwa Islam tidak datang dengan membaawa anjuran untuk

poligami, melainkan justeru membatasinya. Selain itu ia juga menegaskan bahwa

keadilan suami sebagai syarat poligami merupakan indikasi Islam berusaha

mengakat derajat wanita yang pada saat itu dipermalukan seperti budak sekaligus

memelihara hak-hak nya.

Dr. Musfir Al-jahrani dalam bukunya yang berjudul, ’’Poligami Dari

Berbagai Persepsi’’. Menjelaskan tentang definisi, jenis, sejarah dan hikmah

poligami.

Prof. Dr. H. Ali Zainuddin dalam bukunya yang berjudul,’’Hukum Perdata

Islam’’. Menjelaskan tentang alasan, syarat dan prosedur poligami.

Dr. Abdul Nasir Taufiq Al’Atthar dalam bukunyan yang berjudul,

’’Poligami Dari Berbagai Persepsi’’. Menjelaskan tentang definisi, jenis, sejarah

dan hikmah poligami.

Siti Musdah Mulia dalam bukunya yang berjudul, ’’Islam Menggugat

Poligami”. Menjelaskan tentang makna poligami, sejarah asal-usul poligami,

(24)

Fungsi dilakukannya telaah pustaka terhadap buku-buku dan skripsi-skrisi

adalah untuk membedakan antara penelitian yang akan dilakukan dengan

penelitian sebelumnya.

F. Penegasan istilah

Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian judul

secara terperinci, dengan maksud dapat diketahui secara jelas. Maka penulis perlu

memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah judul tentang.

’’Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa Tentang Izin Poligami

(studi putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA.

Amb). Istilah-istilah tersebut adalah:

a. Analisis adalah penyelidikan sesuatu peristiwa, untuk mengetahui apa

sebab-sebabnya dan bagaimana duduk perkaranya (poerwadarminta, 2006:37).

Analisis mengandung arti suatu uraian pikiran yang mendalam, sistematis, dan

rasional (Abdul fatah, 2010:6).

b. Putusan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan

diucapakan dalam sidang terbuka untuk umum (Arto, 1998:245).

c. Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan (Farkhani, 2011:80).

d. Poligami adalah seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri (Rahman

(25)

G.Metode penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting. penelitian yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library

research). Yaitu sebuah penelitian yang menggunakan informasi yang diperoleh

dari buku-buku atau terbitan-terbitan resmi pemerintah (Saerozi, 2008:46).

1. Pendekatan penelitian

a. Pendekatan normatif, yaitu dengen mendekati masalah yang akan diteliti

dengan mendasarkan pada Al-qur’an, Hadist, Kaidah Fiqih, Serta pendapat

ulama’ yang ada kaitannya dengan masalah poligami.

b. Pendekatan yuridis, yaitu cara mendekaati masalah yang di teliti dengan

mendasarkan pada aturan perudang-undangan yang berlaku, yaitu UU No. 1

tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam (KHI).

2. Pengumpulan data

a. Dokumentasi, Yaitu cara memperoleh data dengan cara menelusuri dan

mempelajari data berupa dokumen terutama dari salinan putusan Pengadilan

Agama Ambarawa No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.

G/2014/PA. Amb yang merupakan sebagai data primer.

b. Metode Interview, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab

yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan tujuan penyelidikan.

Metode interview ini penulis pergunakan sebagai metode penunjang dalam

teknik pengumpulan data. Adapun wawancara yang dilakukan dalam

(26)

kepada majelis hakim yang memutus dua perkara yang dibahas dalam

skripsi ini.

3. Lokasi dan kehadiran peneliti

Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Ambarawa karena

setiap masyarakat yang ingin berpoligami harus mendapat ijin dari Pengadilan

Agama setempat. Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai instrumen

sekaligus menjadi pengumpul data. Kehadiran penulis dilapangan sangat

diperlukan, Penulis berperan sebagai partisipan penuh membaur dengan

subjek atau informan.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data yang telah diperoleh, kemudian dianalilis

dengan metode Conten Analist. yaitu menganalisis mengenai isi dari sebuah

keputusan. Pendekatan analisis (analicial apoach), yaitu mengetahui yang

terkadang oleh istilah-istilah yang digunakan dlam peraturan

Perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam

praktek dan putusan-putusan hukum.

Metode ini Penulis gunakan untuk mengetahui kesamaan dan

perbedaan dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa dalam

menyelesaikan perkara permohonan izin poligami, dalam hal ini difokuskan

pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Ambarawa No. 1139/Pdt.

(27)

H.Sistematika Penulisan Skripsi

Sebagi karya ilmiah Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian

lapangan, maka dalam sistematika penulisan skripsi menggambarkan struktur

organisasi penyusunan yang dapat dijelaskan dalam beberapa Bab. Adapun

uraiannya sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, sistematika Penulisan.

Bab II: Kajian pustaka, yaitu memberi gambaran mengenai ketentuan

umum tentang poligami, meliputi: Pengertian poligami, poligami sebelum Islam,

dasar hukum poligami, poligami menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974.

Poligami menurut Kompilasi Hukum Islam dan hikmah poligami.

Bab III: Berisi tentang Putusan Permohonan izin poligami No. 1139/Pdt.

G/203/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb. Terdiri dari: Sekilas

tentang sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa, visi dan misi

Pengadilan Agama Ambarawa, struktur organisasi, kekuasaan Pengadilan Agama

Ambarawa, kasus Putusan No.1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt.

(28)

Bab IV: Berisi tentang analisis Putusan hakim Pengadilan Agama tentang

poligami, meliputi: penyelesaian perkara putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb

dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb dan analisis Putusan No. 1139/Pdt.

G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.

Bab V: Penutup yang merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Ketentuan Umum Tentang Poligami

1. Pengertian Poligami

Secara etimologis kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu

gabungan dari dua kata ”poli” atau ” polus yang berarti banyak dan

gamein” atau ”gamos” yang berarti perkawinan. Dengan demikian poligami

berarti perkawinan yang banyak (Nasution,1996:84). Artinya beristeri banyak.

Secara terminologi, Poligami yaitu seorang laki-laki beristeri lebih dari

seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.

Secara istilah poligami memiliki arti, perbuatan seorang laki-laki

mengumpulkan dalam tanggungannya dua sampai empat isteri dan tidak boleh

lebih dari itu (Abdurrahman, 2003:25). Poligami adalah ikatan dalam hal yang

mana suami mengawini lebih dari satu isteri dalam waktu yang sama.

Laki-laki yang melakukan perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligam

(Musdah Mulia, 2004:43)

Poligami menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ikatan

perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan

(30)

didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang

isteri dengan batasan maksimal empat.

Melihat makna dan tujuan perkawinan adalah merupakan ibadah maka

prinsip poligami dan monogami itu adalah sebagai berikut:

a. Dalam Islam dilarang hubungan seksual diluar perkawinan, dengan

larangan yang nyata.

b. Dalam Islam diwajibkan orang bertindak adil dan bertanggung jawab.

c. Dalam memperbolehkan poligami, Islam mensyaratkan keadilan dan

tanggung jawab supaya terpenuhi. Sementara itu, apabila faktor-faktor

yang mendukung tercapainya tujuan perkawinan dengan isteri yang

pertama belum terpenuhi, misalnya, tidak mendapat keturunan, hubungan

seksual yang tidak seimbang, dan sebagainya, maka poligami boleh

dilakukan.

d. Tidak tercapainya tujuan berkeluarga merupakan persoalan keluarga.

Dalam mengatasi persoalan keluarga tersebut Islam menggariskan adanya

musyawarah antara suami-isteri. Termasuk dalam poligami, hendaknya

dilakukan atas dasar musyawarah dengan isteri pertama (Daraadjat,

1995:62-63).

Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi jumlahnya

tidak lebih dari empat dengan syarat harus berlaku adil. Kalau sekiranya

(31)

monogami. Sebenarnya berlaku adil sangat berat hampir-hampir manusia

tidak dapat melakukannya, disamping itu Islam tidak menutup rapat manuia

untuk melakukan poligami, apabila dipelukan secara shah dan bertanggung

jawab, bukan sembunyi-sembunyi, seperti memelihara gundik dan memenuhi

kebutuhan seksualnya dengan wanita tunasusila (Departemen Agama Repubik

Indonesia, 1985:79).

2. Poligami Sebelum Islam

Peraturan perkawinan poligami sudah dikenal sebelum Islam disetiap

masyarakat yang berperadaban tinggi maupun masyarakat yang masih

terbelakang, baik penyembah berhala maupun bukan. Masyarakat Arab

sebelum Islam, seorang laki-laki berhak menikahi sejumlah wanita yang

dikehendaki tanpa ikatan maupun syarat (Jahrani, 1996:36).

Setelah Agama Islam datang dengan membawa pesan moral

kemanusiaan yang tidak ada bandingnya dalam agama manapun. Kebebasan

poligami tidak langsung dihapuskan akan tetapi melakukan perubahan sesuai

petunjuk kandungan Alquran suarat An-nisa’ ayat 3 yaitu: yang pertama

adalah membatasi jumlah bilangan istri hanya empat, yang kedua menetapkan

untuk berlaku adil terhadap semua istri.

Harist ibn Qais berkata, “saya masuk Islam, dalam keadaan punya

delapan istri; lalu saya datang menghadap Rosuluallah Saw, dan melaporkan

(32)

اًعَبْرَا َّنُهْنِم ْرَتْحِا

Artinya: pilihlah empat diantara kamu.

Abdullah ibn Umar menerangkan: “Ghalian masuk Islam bersama-sama

dengan sepuluh orang istrinya yang dinikahinya pada masa Jahiliyah; lalu

Rasulullah menyuruh supaya ia memilih empat diantara istri-istrinya itu” (Al

-Atthar, 1976:125).

Dengan demikian, praktek poligami dimasa Islam sangat berbeda

dengan praktek sebelumnya. Perbedaan itu menonjol pada dua hal yaitu:

a. Bilangan istri, dari yang tidak terbatas menjadi terbatas jumlahnya

menjadi empat.

b. Syarat poligami, dari yang tidak mengenal syarat kemudian disyaratkan

harus mampu berlaku adil.

Jadi Islam bukan membuat Undang-undang poligami akan tetapi

hanya membatasi poligami itu dengan beberapa ketentuan dan jumlah tertentu

(Hamidy, 1980:42). Al-Aqqad, ulama’ dari Mesir menyimpulkan bahwa Islam

tidak mengajarkan poligami, tidak juga memandang positif apalagi

mewajibkan, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang ketat (Mulia,

2004:45).

Islam membolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan, tujuan

(33)

mereka yang dahulu terabaikan karena poligami yang tanpa ikatan,

persyaratan, dan jumlah tertentu (Jahrani, 1996:38).

3. Dasar Hukum Poligami

Poligami atau dikenal dengan ta’addud zawaj, menurut Ustadz Ahmad

Sarwat, Lc., pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh bukan wajib juga

bukan sunnah (Fathurrahman, 2007:25). Asas monogami ini telah diterapkan

dalam Islam sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan

untuk landasan dan modal utama guna membina keluarga yang harmonis,

bahagia dan sejahtera (Zuhdi, 1994:12). Adapun dasar poligami disebutkan

dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 2-3 yaitu:

(34)



Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah

dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil

terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu

mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu

senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan

dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat

kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. an-Nisa’: 2-3).

Sebab turunnya ayat ini, diterangkan dalam riwayat Aisyah r.a

isteri Rasulullah saat menjawab pertanyaan Urwah bin zubair r.a. tentang

(35)

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi”, Aisyah r.a. menjawab:

“Wahai kemenakanku, ayat ini mengenai anak perempuan yatim, ia dalam

penjagaan walinya dan hartanya telah bercampur dengan harta walinya. Si

wali tertarik pada harta dan kecantikan anak itu, maka ia ingin menikahinya

tanpa membayar mahar secara adil, sebagaimana pembayaran mahar dengan

perempuan lain. Maka mereka dilarang menikahi anak yatim itu kecuali

mereka berlaku adil kepada mereka dan mereka memberikan mahar yang

layak kepada mereka dan mereka dianjurkan untuk menikahi wanita lain

yang mereka senangi”. Berdasarkan riwayat diatas, dapat disimpulkan

mengapa ada kaitan antara perintah memelihara anak yatim perempuan

dengan kebolehan beristeri lebih dari satu sampai dengan empat, karena ayat 3

dari surat an-Nisa’ ini sebagai sambungan dari ayat sebelumnya tentang

memelihara harta anak yatim. Pada ayat 2 surat yang sama, telah dijelaskan

dan diperingatkan jangan sampai ada aniaya dan curang terhadap anak yatim.

Menurut Abduh, disinggungnya persoalan poligami dalam konteks

pembicaraaan Anak yatim bukan tanpa alasan. Hal itu memberikan pengertian

bahwa persoalan poligmi identik dengan persoalan Anak yatim dan tidak lain

karena dalam persoalan tersebut terkandung masalah yang yang mendasar,

yaitu masalah ketidak adilan (Mulia, 2004:96).

Sebagai mana persoalan-persoalan, dimana manusia tidak dapat

(36)

hubungan seksual walaupun mereka sangat menginginkannya. Hal ini seperti

dijelaskan dalam firman Allah surat an-Nisa’ ayat 129 yaitu:



janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga

kaamu biarkn yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu

mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),

maka sesungguhnya Allah maha pengampun, Maha penyayang

(Chasanah, 2008:169).

Keadilan yang dimaksud adalam ayat ini ialah memberikan kecintaan

(37)

Aisyah dari pada mencintai yang lain, karena pegetahuannya dan kecerdasan

Aisyah. Maka Ia bersabda seusai menggilir isteri-isterinya dalam setiap hal

yang memungkinkan ia berlaku adil. Ia berkata sebagai berikut, ”Ya Tuhanku!

Inilah pembagianku yang bisa kumiliki, karena itu jangan Engkau mencela

aku tentang sesuatu yang Engkau miliki tetapi aku tidak memilikinya” HR.

Ahmad, abu Daud dan Nasai).

Islam memperbolehkan poligami dengan tiga persyaratan dasar yaitu:

a) Poligami tidak boleh menjadi penyebab kekacauan urusan-urusan

keluarga; kesucian dan kebaikan keluarga harus benar-benar dijaga.

b) Jumlah istri tidak boleh lebih dari empat.

c) Bersikap adil, dalam hal-hal yang bersifat material atau lahiriyah terhadap

semua istri (Hathount, 2004:90).

B.Poligami Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam.

1. Poligami menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 9 tahun 1979 tentang

pelaksanaan Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, pasal 40 PP No. 9

tahun 1979 menyebutkan, “apabila seorang suami bermaksud untuk beristri

lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis

(38)

Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 ayat (1) disebutkan dalam

hal seorang akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal

3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan ke

Pengadilan didaerah tempat tinggalnya (Khusen, 2012:12).

Undang-undang perkawinan di Indonesia pada dasarnya menganut

asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan. Ketentun

ini terdapat dalam pasal (3) ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

a. Pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri,

seorang isteri hanya boleh mepunyai seorang suami

b. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri

lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan

Sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (1) Undang-undang

perkawinan, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di

daerah tempat tinggalnya (Khusen, 2013:12). Pengadilan dapat memberi izin

kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang, apabila dikehendaki

oleh pihak-pihak yang bersangkutan, serta Hukum dan Agama yang

bersangkutan mengizinkan.

Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 4 tentang perkawinan

menjelaskan bahwa seseorang yang berpoligami harus memiliki alasan yang

(39)

1) Seorang istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Hal ini

seorang suami dapat mengajukan izin poligami ke Pengadilan Agama.

2) Istri mendapat cacat badan yang tidak dapat di sembuhkan.

3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Apabila seorang istri tidak bisa

melahirkan keturunan atau mandul maka seorang suami dapat mengajukan

permohonan poligami, karena mendapatkan keturunan adalah salah satu

tujuan dari pernikahan.

Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana

yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang ini harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a) Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.

b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup

isteri-isteri dan anak-anak mereka.

c) Adanya kepastian bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.

Setelah menerima permohonan izin poligami, tugas Pengadilan

selanjutnya diatur dalam pasal 41 PP No. 9/1975. Pengadilan kemudian

memeriksa mengenai ada atau tidaknya alasan yang memugkinkan seorang

suami kawin lagi, ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, ada tidaknya

(40)

mereka dan yang terakhir ada tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adil

terhadap isteri-isteri dan anak anak metreka.

Apabila alasan-alasan dari seorang suami memang kuat dan sudah

sesuai dengan persyaratan, maka pengadilan harus memberi keputusan bagi

suami untuk mengabulkan permohonan izin poligami. Apabila tidak memenuhi

syarat dan alasan yang kurang kuat maka pengadilan dapat menolak

permohonan suami untuk poligami.

2. Poligami Menurut Kompilasi hukum Islam

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal (56)

menyebutkan, “bahwasanya apabila ada seorang suami yang mempunyai

keinginan untuk menikah lebih dari satu orang, harus mengajukan

permohonan ke Pengadilan Agama, untuk memperoleh izin menikah lebih

dari satu mengenai pengajuan permohona izin untuk menikah lagi ke

Pengadilan Agama harus melalui tata cara dan peraturan yang sudah diatur

dalam Undang-undang.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 57 ayat (a), (b) dan (c)

diterangkan bahwa, Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang

suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

(41)

Selain alasan-alasan diatas, untuk dapat mengajukan permohonan

kepada Pengadilan Agam sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

perkawinan pasal 5 ayat (1) harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya persetujuan dari istri-istri

2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup

istri-istri dan anak-anak mereka

3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mereka

Sedangkan dalam Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam pasal 55 adalah sebagai berikut:

a) Beristri lebih dari seorang dalam waktu bersamaan, terbatas hanya sampai

empat istri.

b) Syarat utama untuk beristri lebih dari seorang, suami harus mampu

berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

c) Apabila syarat utama pada ayat (2) tidak mungkin terpenuhi, maka suami

dilarang beristri lebih dari seorang.

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 58 menyebutkan, selain syarat

utama yang tersebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin dari

Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada

(42)

Dengan adanya pasal-pasal yang membolehkan untuk berpoligami

meskipun dengan alasan-alasan tertentu, jelaslah bahwa asas yang dianut oleh

Undang-undang Perkawinan sebenarnya bukan asas monogami mutlak,

melainkan disebut monogami terbuka atau monogami yang tidak bersifat

mutlak. Poligami ditempatkan dalam status Hukum darurat (emergency law),

atau dalam keadaan yang luar biasa (extra ordinary circumstance). Disamping

itu poligami tidak semata-mata kewenangan penuh suami akan tetapi

kewenangan Hakim.

C.Hikmah Poligami.

Kebolehan poligami yang telah ditetapkan al-Qur’an memiliki beberapa

hikmah yang dapat diambil, antara lain:

1. Untuk memberi kesempatan bagi laki-laki memperoleh keturunan dari

isteri kedua, jika isteri pertama mandul, karena tujuan pernikahan pada

(43)



Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah

menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah

memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, ”(QS.

an-Nisa’: 1).

2. Untuk menghindarkan laki-laki dari perbuatan zina, jika isterinya tidak bisa

dikumpuli karena terkena suatu penyakit yang berkepanjangan.

3. Untuk memberi kesempatan bagi perempuan yang terlantar, agar mendapatkan

suami yang berfungsi untuk melindunginya, memberinya nafkah hidup serta

melayani kebutuhan biologisnya.

4. Untuk menghibur perempuan yang ditinggal mati suaminya di medan

peperangan, agar tidak merasa kesepian.

5. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di

Negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari

(44)

6. Bila isteri telah tua, dan mencapai umur ya’isah (tidak haid) lagi, kemudian

sang suami berkeinginan mempunyai anak, dan ia mampu memberikan nafkah

kepada lebih dari seorang isteri, mampu pulamenjamin kebutuhan

(45)

BAB III

PUTUSAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI No. 1139/Pdt. G/2013/

PA. Amb dan No. 0498/Pdt. G/2014/PA.Amb.

A. Profil Pengadilan Ambarawa

1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa

Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, Peradilan yang ada di Indonesia adalah beraneka

nama dan dikategorikan sebagai peradilan kuasai, karena berdasarkan

ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang perkawinan, maka semua putusan pengadilan Agama

harus dikukuhkan oleh peradilan umum (Rasyid, 2009:1).

Kemudian dalam pasal pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1986 tentang

peradilan Agama dinyatakan bahwa, Peradilan Agama merupakan salah satu

pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama

Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini.

Pengadilan Agama Ambarawa pada awal berdirinya menempati sebuah

gedung yang terletak di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 2 Ungaran, dengan

(46)

Negara (Departemen Agama) yang diperoleh dari Bagian Proyek

Pembangunan Balai Sidang Pengadilan Agama Ambarawa, dengan Berita

Acara tertanggal 7 Nopember 1985 Nomor : Bagpro/PA/105/XI/1985.

Dalam perkembangannya, Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran

kemudian dipindah ke Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala

Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:

46/BUA-PL/S-KEP/XII/2006, tanggal 13 Desember 2006 Tentang Pengalihan Fungsi

Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri Ungaran di

Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa, yang ditindak

lanjuti dengan penyerahan sertifikat tanah sesuai berita acara serah terima

tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak Pakai

Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang Hak

Departemen Kehakiman RI Cq Pengadilan Negeri Ambarawa yang terletak di

Jl. Mgr. Soegiyopranoto No. 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa

yang telah dialih fungsikan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri

Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

: 186/PMK.06/2009, No. 24 Tahun 2009 tgl 18/II/2009 (DI. 208 3209 tgl 28

Februari 2013, DI 307 6310 tgl 28 Februari 2013) atas nama Pemerintah

Republik Indonesia c.q. Mahakamah Agung RI, dengan batas-batas sebagai

berikut:

(47)

c. Sebelah Selatan : Jalan raya Semarang-Magelang;

d. Sebelah Barat : Kebun milik perorangan;

Sesuai dengan SK Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1983 Tentang

Penetapan dan Perubahan wilayah hukum Pengadilan, bahwa Pengadilan

Agama Ambarawa adalah meliputi sebagian wilayah Kabupaten Daerah

Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sampai

sekarang telah mengalami pengembangan menjadi 10 Kecamatan, yaitu :

1) Kecamatan Ungaran Barat;

2) Kecamatan Ungaran Timur;

3) Kecamatan Bergas;

4) Kecamatan Pringapus;

5) Kecamatan Bawen;

6) Kecamatan Ambarawa;

7) Kecamatan Sumowono;

8) Kecamatan Banyubiru;

9) Kecamatan Jambu;

10) Kecamatan Bandungan

2. Visi Dan Misi Pengadilan Agama Ambarawa

(48)

Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa sehingga

kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai, dibawah

lindungan Allah swt.

b. Misi

1) Mewujudkan rasa keadilan masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati nurani

2) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari

campur tangan pihak lain

3) Meningkatkan pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat

sehingga tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan

4) Meningkatkan kufwalitas sumber daya manusia aparat peradilan

sehingga dapat melakukan tugas dan kewajiban secara professional

dan proposional

5) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien dan bermartabat

dalam melaksanakan tugas

6) Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara

yang diajukan oleh umat Islam Indonesia dibidang, Perkawinan,

Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sadaqah dan ekonomi

(49)

3. Sruktur Organisasi

Struktur organisasi Pengadilan Agama Ambarawa berdasarkan KMA

Nomor. 004/SK/11/1992 adalah sebagai berikut:

Ketua :Drs. H. Effendi Ramli, MH

Wakil Ketua :Drs. H. Abdul Syukur, SH, MH

Hakim :Drs. H. Fuad

:Drs. H. Salim, SH, MH

:Drs. Sapari, Msi

:H.Abdul Kholiq, SH, MH

:Drs. syamsyuri

Panitera/sekretaris :Subandriyo, SHi

Wakil Panitera :Hj. Robikah Maskimayah, SH

Wakil Sekertaris :Siti Khalimah, SH

Panitera Muda Hukum :Mu’asyarotul Azizah, SH

Panitera Muda Gugatan :Saefudin, SH

(50)

Panitera Pengganti :Drs. Hj. Siti Zulaikhah

:Masykuri. SH

:Siti Novida Subyanti, SH

:Hj. Dahlia, SH

Jurusita Pengganti :Gogod Widiantoro, SH

:Naliatussa’adah, A.Md

:Syaiful Rijal, A.Md

:Ana Jatmikowati, S.Pdi

:Adnani

Kasubag Keuangan :Aulia Ardiansyah S.,SH

Kasubag Kepegawaian :M. Yusuf Perdana, SH

Pramubakti :Ikhwan Syaifuddin

:Sunarno

:Siti Surami, SHi

:Muhtar Shokhib, SHi

(51)

:M. Rajif Andriyanto, Shi

:Ikhwan Saifuddin, Shi

:M. Ridlallah zia Asyhar, S.Sy

4. Kekuasaan Pengadilan Agama Ambarawa

Kata “kekuasaan” disini sering disebut juga dengan “Kompetensi”,

yang berasal dari bahasa belanda “Competentive”, yang kadang-kadang

diterjemahkan juga dengan “Kewenangan”, sehingga ketiga kata tersebut

dianggap semakna (Rasyid, 1998:25). Kompetensi atau kekuasaan pengadilan

pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan relatif (relative

competentie) dan kekuasaan mutlak (absolute competentie).

a. Kekuasaan Relatif

Kekuasaan Relatif adalah pembagian kekuasaan antar PA

berdasarkan wilayah Hukum (Arto, 1998:44), kekuasaan dan wewenang

yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama

atau wewenang yang berhubungan dengan wilayah Hukum antar

Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama.

Pengadilan Agama mempunyai wilayah Hukum tertentu atau

dikatakan mempunyai “Yurisdiksi relatif” tertentu, dalam hal ini meliputi

(52)

pengecualiaan, mungkin lebih atau mungkin kurang, contoh, di Kabupaten

Riau Kepulauan terdapat empat buah Pengadilan Agama, karena kondisi

transportasi sulit (Rasyid, 1998:26).

Adapun wewenang Relatif Pengadilan AgamaAmbarawa adalah

meliputi Pemerintahan Daerah Kabupaten Ambarawa, Yang termasuk

dalam wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kecamatan Ungaran Barat;

2. Kecamatan Ungaran Timur;

3. Kecamatan Bergas;

4. Kecamatan Pringapus;

5. Kecamatan Bawen;

6. Kecamatan Ambarawa;

7. Kecamatan Sumowono;

8. Kecamatan Banyubiru;

9. Kecamatan Jambu;

10. Kecamatan Bandungan

b. Kompetensi Absolut

Kekuasaan absolut artinya kekuasaan Pengadilan yang berhubungan

dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkat Pengadilan, dalam

perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkat

(53)

Kompetensi absolut dari Pengadilan Agama adalah memeriksa,

mengadili dan memutus perkara-perkara orang yang beragama Islam.

Kompetensi Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang

Nomor. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor

50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 pasal

49 tentang Peradilan Agama, yakni dibidang:

1. perkawinan,

2. waris,

3. wasiat,

4. hibah,

5. wakaf,

6. zakat,

7. Infaq,

8. shadaqah; dan

9. ekonomi syari'ah.

Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud ialah hal-hal

yang diatur dalam atau berdasakan Undang-undang mengenai perkawian

yang berlaku. Pasal 49 ayat (2) ini dalam penjelasannya dirinci lebih lanjut

yaitu:

(54)

b) Izin melangsungkan bagi orang yang belum berumur 21 tahun, dalam

halo rang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan

pendapat.

c) Dispensasi kawin.

d) Pencegahan perkawinan.

e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

f) Pembatalan perkawinan.

g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami istri.

h) Perceraian karena thalaq.

i) Penyelesaian harta bersama.

j) Penguasaan anak.

k) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bila bapak

yang seharusnya bertanggung jawab tidak mampu memenuhinya.

l) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupanoleh suami kepada

bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri’

m) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.

n) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.

o) Pncabutan kekuasaan Wali.

p) Penunjukan orang lain sebagai Wali oleh Pengadilan dalam hal

(55)

q) Menunjuk seseorang dalam hal seorang anak yang belum cukup berumur

18 tahun yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada

penunjukan Wali oleh orang tuanya.

r) Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap Wali yang telah

menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang berada dibawah

kekuasaanya.

s) Penetapan asal-usul anak.

t) Putusan tentang penolakan pemberian keterangan melakukan perkawinan

campuran.

u) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1

tahun 1974 tentang perkawinan yang berlaku yang dijalankan menurut

peraturan yang lain (Ali, 199:257-258).

B.Kasus Putusan No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb dan No. 0493/Pdt. G/2014/PA. Amb.

1. Kasus Putusan Permohonan Ijin Poligami No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb

Dalam perkara No. 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb tentang izin Poligami

diajukan oleh Pemohon NA melawan Termohon NR. Pemohon mengajukan

permohonan izin poligami tanggal 21 November 2013, yang terdaftar dalam

(56)

Berdasarkan surat permohonan ijzin poligami tanggal 21 Nopember

2013 yang terdaftar dalam kepaniteraan Pengadilan Agama Ambarawa

Nomor: 1139/Pdt. G/2013/PA. Amb telah mengajukan hal-hal sebagi berikut:

a. Bahwa pada tanggal 28 desember 1994, Pemohon dan Termohon

melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai pencatat nikah

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sumowono, Kabupaten

Semarang.

b. Setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon bertempat tinggal

dirumah pribadi Pemohon di Kecamatan Sumowono selama 18 bulan 10

bulan.

c. Bahwa selama pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon telah hidup

rukun layaknya suami isteri dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama

bernama TW umur 19 tahun dan sekarang sudah menikah dan anak kedua

RW umur 14 tahun sekarang diasuh oleh Pemohon dan Termohon.

d. Bahwa Pemohon hendak menikah lagi (poligami) dengan seorang

Perempuan:

Nama : calon isteri kedua Pemohon.

Umur : 36 tahun.

Agama : Islam.

(57)

Tempat kediaman : Kabupaten Semarang.

Yang akan dilangsungkan dan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat

Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Sumowono, Kabupaten

Semarang, karena calon isteri kedua telah hamil 6 bulan.

e. Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup isteri-isteri Pemohon beserta

anak-anak, karena pemohon bekerja sebagai Buruh petani, tukang batu dan

jual beli hewan ternak dan mempunyai penghasilan setiap bulnnya rata-rata

sebesar Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah).

f. Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isteri pemohon.

g. Termohon menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon menikah

lagi dengan calon isteri kedua Pemohon tersebut.

h. Calon isteri kedua Pemohon menyatakan tidak akan mengganggu gugat

harta benda yang sudah ada selama ini, melainkan tetap utuh sebagai harta

bersama antara Pemohon dan Termohon.

i. Orang tua dan para keluarga termohon dan calon isteri kedua Pemohon

menyatakan rela dan tidak keberatan kalau Pemohon menikah lagi.

j. Antara pemohon dan calon isteri kedua pemohon tidak ada larangan untuk

melakukan perkawinan, baik menurut Undang-undang ataupun menurut

(58)

1) Calon isteri kedua Pemohon dengan Termohon bukan saudara dan

bukan sepersusuan, begitupun antara Pemohon dan calon isteri kedua

Pemohon.

2) Calon isteri kedua pemohon bersetatus janda cerai dalam usia 36 tahun

dan tidak terikat pertunangan dengan laki-laki lain.

3) Wali nikah calon isteri kedua Pemohon bernama Ayah calon isteri

kedua Pemohon.

k. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya perkara yang timbul akibat

perkara ini.

Berdasarkan alasan /dalil-dalil diatas, Pemohon mohon agar Ketua

Pengadilan Agama Ambarawa segera memanggil pihak-pihak dalam perkara

ini, selanjutnya memeriksa dan menmgadili perkara ini dengan menjatuhkan

putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon.

2. Menetapkan, memberi izin kepada Pemohon untuk menikah lagi dengan

calon isteri kedua Pemohon.

3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum kepada Pemohon.

4. Atau menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.

Bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Pemohon dan

(59)

untuk mediasi dan para pihak sepakat memilih Drs. Syamsuri sebagai

mediatornya. untuk itu sidang ditunda untuk laporan hasil mediasi.

Pada sidang berikutnya mediator telah melaporkan hasil mediasinya

tertanggal 09 desember 2013, yang menyatakan tidak berhasil atau gagal dan

majelispun mendamaikan para pihak tetapi tidak berhasil, maka ketua majelis

membacakan permohonan pemohon, yang isinya tetap dipertahankan oleh

Pemohon dengan menambah bahwa selama perkawinan Pemohon dan

Termohon telah mempunyai harta bersama berupa:

a) Sebidang tanah dan bangunan rumah seluas 168 M.2 yang terletak di

kabupaten semarang dengan batas, sebelah barat jalan desa, sebelah timur

tanah bapak Supomo, sebelah selatan tanah bapak sudomo dan sebelah

utara tanah bapak Sariyadi.

b) Sebidang sawah seluas1/2 hektar yang terletak di Gelaran.

c) Sepeda motor merek Honda Revo keluaran tahun 2012.

d) 5 ekor kambing.

Bahawa atas Permohonan Pemohon tersebut Termohon telah

memberikan jawaban yang pada pokoknya membenarkan semua dalil-dalil

permohonan Pemohon.

Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah

(60)

1. Fotokopi tanda penduduk atas nama Pemohon, yang telah diteliti dan

dicocokkan ternyata sesuai denga aslinya, kemudian oleh Ketua Majelis

ditandai dengan P.1.

2. Fotokopi tanda penduduk atas nama Termohon, setelah diteliti dan

dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan aslinya, kemudian

oleh Ketua majelis ditandai dengan P.2.

3. Fotokopi akta nikah, setelah diteliti dan dicocokkan dengan aslinya

ternyata telah sesuai dengan aslinya, kemudian oleh Ketua majelis ditandai

dengan P.3.

4. Fotokopi tanda penduduk atas nama calon isteri kedua Permohon, setelah

diteliti dan dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan

aslinya, kemudian oleh Ketua majelis ditandai dengan P.4.

5. Fotokopi akta cerai atas nama calon isteri keduaTermohon, setelah diteliti

dan dicocokkan dengan aslinya ternyata telah sesuai dengan aslinya,

kemudian oleh Ketua majelis ditandai dengan P.5.

6. Asli surat persetujuan bermaterai atas nama Pemohon dan Termohon,

setelah diteliti kemudian diberi tanda P.6.

7. Asli surat keterangan atas nama Pemohon yang diterbitkan oleh kepala

desa trayu kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, setelah diteliti

kemudian oleh ketua Majelis ditandai dengan P.7.

(61)

Bahwa selain itu Pemohon juga mengajukan 2 orang saksi yaitu:

a. Saksi I, pembantu bicara calon isteri kedua Pemohon, umur 35 tahun,

agama Islam, pekerjaan tukang ojek, bertempat tinggal di Kabupaten

Semarang, memberikan keterangan di bawah sumpah pada pokoknya:

1) Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon.

2) Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah 20

tahun yang lalu.

3) Bahwa saksi tau kalau Pemohon hendak menikah lagi dengan calon

isteri kedua Pemohon yang bersetatus janda cerai asal dari deasa

Ledokan.

4) Bahwa setahu saksi Pemohon sudah melamar calon isteri kedua, dan

lamaranya diterima oleh orang tua calon isteri kedua Pemohon.

5) Bahwa setahu saksi Termohon rela atas pernikahan Pemohon dengan

calon isteri kedua.

6) Bahwa Pemohon bekerja sebagai petani dan makelar ternak, saksi

tidak tahu berapa penghasilnnya.

b. Saksi 2, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan buruh, bertempat tinggal

di Kabupaten Semarang, saksi adalah tetangga Pemohon, memberikan

keterangan dibawah sumpah pada pokoknya:

(62)

2) Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah 20

tahun yang lalu.

3) Bahwa setahu saksi Pemohon hendak menikah lagi dengan calon isteri

kedua Pemohon yang bersetatus janda cerai asal dari ledokan.

4) Bahwa setahu saksi Pemohon sudah melamar calon isteri kedua, dan

lamaranya diterima oleh orang tua calon isteri kedua Pemohon.

5) Bahwa setahu saksi Termohon rela atas pernikahan Pemohon dengan

calon isteri kedua.

6) Bahwa Pemohon bekerja sebagai petani dan makelar ternak, saksi tidak

tahu berapa penghasilnnya.

Bahwa selanjutnya, Pemohon menyatakan tidak lagi mengajukan

sesuatu apapun, berkesimpulan tetap akan berpoligami sedangkan

Termohon tidak keberatan untuk dimadu dan mohon putusan. Bahwa

semua yang termaktub dalam berita Acara Sidang perkara ditunjuk sebagai

bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini.

2. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim terhadap Perkara No. 1139/Pdt.

G/2013/PA. Amb .

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon seperti

(63)

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mendamaikan pihak

berperkara dengan menasehati Pemohon untuk mengurungkan niatnya

berpoligami, namun tidak berhasil.

Menimbang, bahwa Pemohon hendak menikah lagi dengan calon isteri

kedua Pemohon dengan alasan-alasan seperti yang telah termuat pada bagian

duduk perkaranya yang secara formal telah memenuhi syarat sebuah surat

Permohonan.

Menimbang, bahwa terhadap permohonan tersebut Termohon mengakui

dan tidak keberatan jika Pemohon harus menikah lagi dengan calon isteri kedua

Pemohon, dan pengakuan Termohon tersebut dilakukan dipersidangan, maka

dengan berdasarkan Pasal 174 HIR pengakuan tersebut merupakan bukti

sempurna dan Mengikat.

Menimbang, bahwa sekalipun demikian untuk menguatkan permohonan

tersebut Pemohon telah mengajukan bukti P.1 sampai dengan P.8, bukti-bukti

P.1, P.2, P.3, P.4, dan P.5 merupakan fotokopi yang telah bermeterai cukup,

dinazegeln, dan dilegalisir serta dicocokkan dengan aslinya, sedangkan

buktibukti P.6, P.7, dan P.8 merupakan surat asli yang dibuat diatas meterai,

maka berdasarkan Pasal 165 HIR, bukti-bukti tersebut telah memenuhi

Referensi

Dokumen terkait

Juli 2015 86 Di samping data dari Laporan Keuangan Badan Wakaf Indonesia di atas, potensi dana wakaf uang juga dapat dilihat dari Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet

Di Tengger Ngadas, memakan segala makanan yang kembar dan dempet juga pantangan. Menurut informan ibu hamil dan suami, memakan makanan yang dempet dan kembar seperti pisang dempet

Nurul Ulum Welahan tentang kemandirian belajar siswa, maka peneliti berusaha melihat perbedaan antara siswa yang tinggal di pesantren dan di rumah mengenai kemandirian

Dari penilaian diatas, maka Account Representative (AR) dapat disebut juga sebagai staf pendukung pelaksana dalam tiap Kantor Pelayanan Pajak Modern,

sangat ketat, perusahaan harus mampu memberikan harga dan kualitas produk yang berkualitas terhadap pembelinya karena perusahaan dikatakan berhasil mencapai

Dari hasil penelitian kondisi jalan dan lingkungan pada daerah rawan di ruas Jalan Gubernur Soebardjo (Lingkar Selatan) t Landasan Ulin secara umum sudah sesuai

Permasalahan yang timbul seperti terganggunya kesehatan ibu hamil muda, polusi suara atau suara bising, dinding rumah warga yang retak di sekitar wilayah pita penggaduh,

secara khusus. 3) Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar sarana fasilitas tersebut antara lain