ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA
KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
RISKY PERMATA SARI
115 13 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
سانلل مهعفنأ سانلا ريخ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia lain.
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmad dan hidayah-Nya,
saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan karya ini saya
persembahkan kepada:
Ayahanda Nur Salim dan ibunda Lies Marwiyana tercinta yang penuh
kasih sayang dan tetesan air mata serta doa yang tulus dan tiada henti
untuk putrinya ini. telah memberikan dukungan moral maupun materil,
serta memberikan motivasi agar segera menyelesaikan tugas ini
Teruntuk sahabat-sahabatku terkasih, Silvia Wijayanti Santoso, Sera
Kania Sari, Citra Nur Hidayah dan Nanik Widayati, terimakasih untuh
motivasi dan kenangannya selama ini. Aku akan sangat merindukan
semua hal bersama kalian.
Teruntuk sahabatku KKN Posko 74, terimakasih sudah selalu
mengingatkan, dan saling support untuk lulus bareng tahun ini.
Teruntuk teman-teman PGMI A angkatan 2013, terimakasih untuk
bantuannya dan kerjasama nya selama ini, berbagi keceriaan dan
melewati setiap suka duka selama kuliah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai
Pendidikan dalam Novel Amelia Karya Tere Liye. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat,
dan seluruh umat yang mencintainya.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada berbagai pihak
yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd.selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Jurusan PGMI
4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku pembimbing yang telah mengarahkan,
membimbing, memberikan petunjuk dan meluangkan waktunya dalam penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sri Guno Najib Chaqoqo, M.Pd. selaku pembimbing akademik yang
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian
akademik dan staf perpustakaan yang telah memberikan layanan serta bantuan
kepada penulis.
7. Ayahanda Nur Salim dan Ibunda Lies Marwiyana, dan segenap keluarga yang
senantiasa memberikan dukungan berupa moril, materil, dan spiritual kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman senasib seperjuangan 2013, khususnya jurusan PGMI.Selamat
jalan, kini kita harus berpisah, meneruskan langkah masing-masing.
9. Sahabat-sahabat yang sangat aku sayangi (Silvia, Sera, Citra, Nanik) terimakasih
atas doa dan motivasinya selama ini, kenangan kita tidak akan pernah terlupakan.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas
bantuan dan motivasinya.
Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini
masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan masukan dari para
pembaca demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya serta dapat menjunjung pengembangan ilmu pengetahuan.
Salatiga, 6 Oktober 2017
Penulis
ABSTRAK
Sari, Risky Permata. 2017. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia Karya Tere Liye. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.
Kata Kunci: gaya bahasa personifikasi & nilai pendidikan.
Bicara tentang sastra bicara pula tentang gaya bahasa. Gaya bahasa atau yang kerap di sebut sebagai majas telah banyak sekali macamnya. Mengetahui gaya bahasa sangat penting sekali bagi pengetahuan siswa pada zaman sekarang, berguna untuk mendorong bakat dan potensi mereka dalam hal tulis menulis. Novel Amelia terdapat banyak sekali contoh-contoh gaya bahasa personifikasi dan banyak pula nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yang dapat melahirkan pemahaman baru dan memberikan pembelajaran hidup serta memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan wujud gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye dalam novelnya. (2) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel tersebut. (3) Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia dalam pendidikan anak madrasah ibtidaiyah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.
menyegerakan shalat, melaksanakan khitan. (b) Nilai pendidikan moral: jujur, pemberani, merasa kasih sayang, membantu teman, peduli terhadap sesama. (c) Nilai pendidikan budaya: tradisi menunggu rumah yang ada di kampung Amelia, yaitu si penunggu rumah adalah anak bungsu dan menunggu rumah ini dalam artian mereka tidak boleh pergi untuk bekerja atau pun belajar keluar dari kampung tersebut.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
G. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II BIOGRAFI NASKAH A. Biografi Novel ... 12
B. Biografi Penulis ... 33
C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye ... 35
D. Karya-Karya Tere Liye ... 37
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Gaya Bahasa ... 41
B. Nilai Pendidikan ... 49
C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan Dalam Novel ... 60
BAB IV PEMBAHASAN A.Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia ... 67
B. Relevansi Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia Bagi Pendidikan Anak Madrasah Ibtidaiyah ... 80
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 90
B.Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barang kali juga keanehan
yang mungkin tidak kita lihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain:
yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu, malahan tidak karuan.
Sampai sekarang belum ada seorang pun yang berhasil memberi jawaban
yang jelas atas pertanyaan pertama yang paling hakiki, yang mau tak mau
harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah sastra?.(Teeuw,2015:19)
Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita perikan atau batasi
disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), literature (Perancis), semua
berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan
sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan gramatika
masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti huruf
(tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan
puisi; seorang litteratus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi; dalam
bahasa Perancis masih dipakai kata lettre. Belanda geletterd: orang yang
berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra, Inggris man of
letters. Sebagai bahan perbandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata hs-, dalam kata kerja turunan berarti
biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat dapat berarti
alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran; misalnya
silpasastra, buku arsitektur; kamasastra buku petunjuk mengenai seni cinta.
Awalan su berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan
belles-lettres. Kata susastra tampaknya tidak terdapat dalam bahasa
Sansekerta dan Jawa Kuno, jadi susastra adalah ciptaan Jawa dan atau
Melayu yang kemudian timbul. (Teeuw, 2015:20)
Berbicara tentang karya sastra, berbicara pula tentang pandangan
masyarakat mengenai hasil karya sastra dari masa ke masa. Seperti halnya
pada masa pra kemerdekaan, masyarakat Indonesia mulai mengenal karya
sastra melayu. Dikarenankan kebanyakan penulis masih menulis dengan
bahasa melayu. Mereka memilih sastra melayu rendah karena faktor
kemudahan dalam membacanya. Kemudian sejarah berlanjut, mulai
bermunculan karya sastra yang banyak diminati oleh masyarakat seperti wiro
sableng atau lupus. Seiring kemajuan pemikiran dan perkembangan teknologi
yang pesat, bermuculan penulis-penulis hebat asal Indonesia. Sikap
masyarakat mengenai hasil karya sastra pun meningkat, alhasil setiap ada
karya sastra terbit, mereka segera berbondong-bondong pergi ke toko buku
untuk membelinya. Meski sudah banyak masyarakat yang gemar membaca
dan menghargai karya sastra di Indonesia ini, tidak bisa dipungkiri pula kalau
Sastra yang diterapkan pada jenjang SD/MI biasanya mengenai cerita
pendek, puisi, ataupun pantun. Dalam pembelajaran sastra pada siswa SD/MI,
mereka diminta menyebutkan siapa tokoh yang ada di dalam cerita, kemudian
watak dari masing-masing tokoh. Biasanya berkisan diantara unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsiknya. Pembelajaran yang diterapkan disekolah sebenarnya
agar siswa-siswi dapat dengan mudah memahami isi dari sebuah cerita dan
dapat menyimpulkan serta dapat mengambil pelajaran dari cerita tersebut, tak
lupa juga agar menarik minat siswa untuk gemar membaca.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat
untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah.(Keraf,1994:112)
Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Keraf,1994:113)
Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik
kearah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi
kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Nilai-nilai
pendidikan juga dapat membentuk karakter seseorang atau sebagai motivasi
bagi pembaca agar lebih baik lagi.
Novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel dan cerpen mempunyai
kesamaan, yakni merupakan fiksi. Beda novel dan cerpen adalah tokoh di
dalam novel lebih banyak dan permasalahan di dalam novel lebih kompleks
daripada cerpen. Unsur-unsur yang terkandung dalam novel antara lain ada
dua hal yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Pada novel Amelia karya Tere Liye ini, menceritakan tentang gadis
kecil, anak bungsu dari keluarga Syahdan dan Nurmala. Amelia merupakan
anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakak-kakaknya adalah Eliana, Pukat, dan
Burlian. Di dalam novel ini juga menceritakan bagaimana cara keluarga ini
mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang mandiri. Seperti halnya
Amelia, biasanya anak bungsu merupakan anak yang paling manja, namun
sebaliknya. Di sini diceritakan bahwa pekerjaan rumah dibagi rata sesuai
umur dari masing-masing anak. Misal Amelia yang masih duduk di bangku
lupa mencuci sepatu kotornya itu merupakan suatu kewajiban masing-masing
anak.
Pengarang novel ini adalah Tere Liye, lahir 21 Mei 1979 di Sumatera.
Tere Liye menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Kikim Timur,
kemudian juga melanjutkan SMP di SMPN 2 Kikim Timur, Sumatra Selatan.
Kemudian melanjutkan ke SMU N 9 di Bandar Lampung. Setelah selesai
kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia dengan
mengambil Fakultas Ekonomi. Tere Liye merupakan salah satu penulis di
Indonesia yang karya-karya nya laku di pasaran dan menjadi best seller.
Berikut merupakan hasil karya Tere Liye, yaitu: Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin, Serial Anak-Anak Emak(Eliana, Pukat, Burlian, Amelia),
Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, The Gogons Series
(James & Incridible Incodents, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai,
Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku
Antara Jakarta dan Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie dan masih banyak
lagi.
Gaya bahasa yang dimiliki seorang penulis memiliki suatu kekhasan
yang mungkin saja tidak bisa ditiru dengan penulis-penulis yang lain, dan
bahkan gaya bahasa yang terdapat dalam suatu novel memiliki keunikan
tersendiri yang dapat menarik minat baca para pecinta novel. Nilai pendidikan
dalam suatu novel sangatlah penting karena dapat pula membantu
Novel Amelia ini pantas diteliti, karena novel ini merupakan salah satu
novel best seller yang ditulis oleh Tere Liye dan sudah tujuh kali melewati
proses cetak ulang. Novel ini dalam segi kebahasaan memiliki gaya bahasa
yang unik dan pemilihan kalimat oleh si penulis mudah dipahami karena
menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana. Kemudian, penulis juga
berkeinginan untuk meneliti gaya bahasa yang seperti apa yang sering muncul
dalam novel Amelia karya Tere Liye ini. Tidak hanya itu, di dalam novel ini
juga terdapat banyak sekali nilai pendidikan yang dapat diambil. Sehingga
dapat memberikan pembelajaran dan dampak positif bagi pembaca. Dan
berikut sedikit komentar dari para tokoh: “Serial ini sempurna untuk
memahami dunia anak-anak.”-Ulil Absar, “Sebuah kisah yang mengharukan,
sekaligus penuh besitan hikmah. Layak dikoleksi sebagai bacaan keluarga.”
-Ahmadun Yosi Herfanda, Ketua Komunitas Sastra Indonesia.
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti novel tersebut
dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan
dalam Novel AmeliaKarya Tere Liye”
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini membahas permasalahan yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa personifikasi yang digunakan
2. Nilai Pendidikan apa yang terkandung dalam novel Amelia karya Tere
Liye?
3. Bagaimana relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang
terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa personifikasi yang ditampilkan Tere
Liye dalam novel Amelia.
2. Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia
karya Tere Liye.
3. Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang
terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye.
D. Kegunaan Penelitian
Nilai dari suatu penelitian ditentukan oleh besar kegunaan yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang diharapkan penulis
1. Manfaat Teoritis
a. Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui
dimana letak gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye
dalam novel.
b. Dari hasil penelitian ini pula diharapkan agar pembaca dapat lebih
memahami nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam novel
Amelia ini, sehingga dapat menjadi suatu motivasi agar dapat
mencontoh karakter Amelia dalam novel tersebut.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap
karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung gaya
bahasa personifikasi dan nilai pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui secara
mendalam isi dari novel Amelia karya Tere Liye dan mengambil nilai
pendidikan yang terkandung didalamnya.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan
penelitian deksriptif melibatkan mengumpulan data untuk menguji hipotesis
yang berkaitan dengan status atau kondisi objek yang diteliti pada saat
menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian deskriptif, apabila masalah
penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan hipotesis telah dibuat,
selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan pemilihan sampel dan
pengumpulan data (Sumanto,2014:179)
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.
Teknik membaca dilakukan dengan membaca novel Amelia secara cermat
dan mendalam kemudian mencatat data untuk penelitian yang diperlukan
dalam novel tersebut. Teknik ini digunakan untuk mencari gaya bahasa
personifikasi dan nilai pendidikan yang ada pada Novel Amelia.
F. Penegasan Istilah
1. Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.(Keraf, 1994:140)
2. Nilai Pendidikan
Nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal terhadap
seseorang. Nilai adalah sesuatu atau hal-hal yang berguna bagi
kemanusiaan. Nilai berkitan erat dengan kebaikan yang ada pada sesuatu
hal. Namun, kebaikan itu berbeda denngan sesuatu yang baik belum tentu
bernilai. (Wicaksono, 2015:254)
Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mencapai tujuan
dilahirkan sampai Ia meninggal dunia ‗long life education‘. (Wicaksono
Andri,2014:259)
3. Novel
Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam
ukuran yang panjang (setidaknya 40.000 kata dan lebih kompleks dari
cerpen) dan luas yang dalamnya menceritakan konflik-konflik kehidupan
manusia yang dapat mengubah nasib tokohnya. Novel mengungkapkan
konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain
tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun
hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa yang
lain.(Wicaksono, 2015:77)
G. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi penelitian naskah dalam lima bab dibagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan isi penelitian. Adapun sistematika penulisan analisis novel
Amelia ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti yaitu suatu perkara mengenai Gaya Bahasa
diuraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, penegasan istilah serta sistematika penulisan.
BAB II: BIOGRAFI NASKAH
Dalam bab ini diuraikan tentang biografi naskah dengan memperkuat
kajian teori yang berasal dari pada ahli maupun buku yang dijadikan sebagai
sumber kutipan.
BAB III: DESKRIPSI PEMIKIRAN
Dalam bab ini diuraikan secara lebih umum tentang rumusan masalah
yang sudah ada dengan menjabarkan hal-hal yang akan dibahas lebih lanjut
dalam bab pembahasan.
BAB IV: PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang pembahasan pada tujuan penelitian
yang dibuktikan dengan dari kutipan yang diambil dalam novel Amelia yaitu
sebagai berikut: mendekripsikan nilai gaya bahasa dan nilai pendidikan yang
terkandung dalam Novel Amelia karya Tere Liye, mendeskripsikan
karakteristik tokoh utama dalam Novel Amelia karya Tere Liye,
mendekripsikan gaya bahasa yang terkandung di dalamnya dan relevansi nilai
pendidikan dalam Novel Amelia karya Tere Liye dengan kehidupan
sehari-hari.
BAB V: PENUTUP
Menyajikan kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian yang
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Novel 1. Profil Novel
Judul : Amelia (Serial Anak-Anak Mamak)
Penulis : Tere Liye
Desain dan Ilustrasi Sampul : Mano Wolfie
Penerbit : Republika, Jakarta
Tahun Terbit : 2013
Ukuran : 392 hlm; 20cm
ISBN : 978-602-8997-73-7
2. Sinopsis
Sinopsis adalah hasil dari kegiatan merangkum atau disebut juga
ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai suatu hasil merangkum atau
meringkas suatu uraian menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan
perbandingan secara proposional antara bagian yang di ringkas dengan
ringkasannya. (Handayani, 2012:3)
Pada Bab I menceritakan tentang kakak Amelia yang suka mengatur.
Namanya Eliana. Pagi itu adalah hari libur, dan Mamak harus menyiapkan
Amelia tidah diperbolehkan ikut karena ladangv Mang Dullah sangat jauh.
Hari itu Amelia mendapat tugas menyapu, mengepel, mencuci sepatu dan
merapikan semua kamar. Namun hingga siang hari, Amel masih saja duduk
di teras dan asyik membaca buku. Itu sebabnya Eliana marah dan meminta
Amelia untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Eliana selalu
mengecek semua pekerjaan Amelia hingga benar-benar beres. Itulah yang
membuat Amelia kesal dan menurutnya Eliana kakanya adalah si tukang
ngatur-ngatur.
Pada Bab II menceritakan tentang Amelia yang tidak mau jadi anak
bungsu. Itu berawal dari Amelia yang selalu disuruh-suruh Eliana
mengerjakan pekerjaan rumahnya. Sampai Eliana menyita semua buku
bacaan Amelia agar ia bergegas menyelesaikan tugasnya. Hingga malam
harinya Amelia duduk di teras ditemani oleh bapak. Pada saat itulah
Amelia menceritakan kepada Bapak bahwa ia benci menjadi anak bungsu,
ia tidak suka karena anak bungsu selalu di suruh-suruh. Sampai seragam
sekolah pun ia hanya memperolehnya dari lungsuran Eliana. Amelia
mendadak menyadari bahwa kalimat tersebut bisa menyinggung dan
menyakiti hati bapak, kemudia ia langsung meminta maaf kepada bapak.
Pada Bab III menceritakan tentang sekolah yang tiba-tiba diliburkan.
Keesokan harinya, sekolah tiba-tiba diliburkan karena Pak bin, guru di
sekolah tersebut sedang rapat di kota kabupaten, hingga sekolah terpaksa
untuk ikut dengannya memanen jamur di ladangnya. Amelia langsung ikut
tanpa memberitahu kakaknya.
Pada Bab IV menceitakan tentang Amelia pulang dari ladng Maya
pada saat hari menjelang siang, Eliana yang menemukan Amelia baru saja
pulang, langsung saja memarahi Amelia karena tidak meminta izin terlebih
dahulu. Kemudian memuncaklah kekesalan Amelia hingga pada saat ia
mandi, ia mencuci sepatu sekolahnya dengan sikat gigi Eliana.
Pada Bab V menceritakan tentang perasaan bersalah Amelia. Ternyata
tindakan tercela Amelia ketahuan pada saat semua anggota keluarga akan
segera tidur dan Eliana pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi dan
menemukan sikatnya yang rusak. Kemudian Amelia duduk di teras rumah
bersama bapak. Amelia menceritakan bahwa ia terpaksa melakukan itu
semua karena ia sangat kesal dan karena ia selalu disuruh-suruh oleh
Eliana. Malam itu juga bapak menceritakan bahwa Eliana seperti itu karena
sayang kepada Amelia.
Pada Bab VI menceritakan tentang hukuman bapak. Keesokan
harinya, hukuman yang diterima Amelia adalah ia menggantikan Eliana
dan ia mengerjakan semua pekerjaan rumah yang selama ini menjadi
tanggung jawab Eliana.
Pada Bab VII menceritakan tentan Amelia yang ingi di panggil Eli,
seperti kakanya. Berawal setelah Amelia selesai mengerjakan tugasnya, ia
perjalanan pulang, kaki Amelia malah terkilir dan ia tidak bisa berjalan,
maka Eliana lah yang menggendong Amelia sampai rumah dengan
sisa-sisa tenaganya. Baru saat itu juga Amelia menyadari bahwa selama ini
Eliana sangat menyayanginya, dan ia ingin di panggil Eli karena ia ingin
seperti kakaknya.
Pada Bab VII menceritakan tentang kejadian di sekolahnya. Pada saat
itu Pak Bin menyuruh Amelia untuk mendiktekan buku ipa, namun
ditengah-tengan pembelajaran berlangsung, ada teman Amelia yang
bernama Chuck Norris yang izin ke kamar mandi, sengaja pelajaran
mencatatnya dihentikan untuk menunggu Chuck Norris. namun yang
ditunggu ternyata tidak kunjung datang, padahal sudah setengah jam
lamanya.
Pada bab IX menceritakan Amelia yang diminta oleh Pak Bin untuk
membantu Norris, menemani Norris mengerjakan PR dan cukup bersikap
baik padanya agar Norris merasa ia masih memiliki teman.
Pada Bab X menceritakan tentang percakapan sore hari di rumah Wak
Yati.Saat itu Amelia ditanya oleh Wak Yati, kalau sudah besar Amelia mau
jadi apa. Tetapi ia masih bingung karena disana ada tradisi bahwa anak
bungsu mendapat julukan penunggu rumah yang artinya tidak
diperbolehkan pergi dari kampong tersebut.
Pada Bab XI menceritakan tentang kejadian di sekolah sata pelajaran
mengarang. Di depan kelas dopasang gambar pemandangan pasar,
kemudian anak-anak disuruh mengarang tentang gambar tersebut,
kemudian setelah selesai salah satu karangannya akan dibacakan oleh Pak
Bin di depan kelas.
Pada Bab XII menceritakan tentang Amelia yang pergi ke rumah
Chuck Norris untuk belajar bersama mengerjakan PR mengarang. Namun
ketikan Amelia akan bergegas pulang, ia melihat foto keluaga Norris dan
Amelia bertanya apakah foto itu adalah foto ibu Norris. tetapi ternyata hal
itu memnbuat Norris marah dan menyuruh Amel segera pergi dari
rumahnya
Pada Bab XIII menceritakan tentang masa lalu Norris. ternyata selama
ini ibu Norris pergi dari rumah dan Norris hanya tinggal bersama bapak
dan kakak-kakaknya. Ternyata ibu Norris pergi bukan karena tidak ingin
mengurus Norris melainkan ia sedang sakit dan sedang dirawat di rumah
sakit Kota Provinsi.
Pada Bab XIV menceritakan tentang Pasar Kalangan. Pasar Kalangan
adalah pasar mingguan di kota kecamatan. Amelia dan keluarganya
pagi-pagi sekali sudah berangkat ke Pasar Kalangan dengan membawa
keranjang rotan yang akan dijual nantinya di Pasar Kalangan. Sesampainya
disana Amel membeli buku tentang lukisan yang ternyata juga pilihan
Norris. tetapi Amelia bersikeras bahwa ia yang berhak memiliki buku itu
Amelia dirundungi perasaan bersalah karena sudah bersikap egois terhadap
Chuck Norris. sesampainya diruah, ia segera pergi ke rumah Norris untuk
memberikan buku yang telah dibelinya tersebut.
Pada Bab XV menceritakan tentang ujian lisan peta dunia di
sekolahnya. Amelia berhasil menjawab semua pertanyaan Pak Bin dengan
tepat. Namun setelah pembelajaran selesai, Amelia bertugas piket bersama
Norris. Siang itu mendung dan Amelia meminta tolong kepada Norris
untuk mengembalikan gulungan peta dunia itu ke ruang guru. Tetapi
ternyata Norris hanya meninggalkannya di depan kelas dan gulungan peta
itu hancur terkena air hujan. Amelia sangat marah dan ia bergegas pergi ke
rumah noris untuk bertanya mengapa ia tega sekali meninggalkan gulungan
peta itu di depan kelas hingga sekarang gulungan itu menjadi rusak.
Pada Bab XVI menceritakan tentang Norris yang tidak berangkat
sekolah setelah kejadian itu terjadi. Di kelas saat itu Pak Bin sedang
membacakan PR membuat puisi. Dan kali itu puisi yang dibacakan adalah
milik Amelia. Kejutan besar pada hari itu adalah Norris kembali, ia diantar
bapaknya pergi ke sekolah dengan membawa gulungan kertas besar sekali,
yang ternyata itu adalah peta dunia. Norris yang membuatnya, bakat yang
Norris miliki selama ini adalah menggambar. Peta itu sangat terlihat nyata.
Pada Bab XVII menceritakan tentang memanen kopi di lading milik
keluarga Amel. Amel baru mengetahui bahwa ternyata kopi akan berbuah
perawatan yang baik. Namun di kampungnya, para pemilik lading kopi
masih saja menggunakan cara bertani yang mereka dapat dari nenek
moyang, alhasil kopi yang dihasilkannya pun kurang baik dan kurang
maksimal.
Pada Bab XVIII menceritakan tentang rencana bapak setelah
mendapat hasil dari lading kopi. Yaitu Amelia akan mendapatkan sepatu
baru, seragam dan tas baru, Eli tidak jadi menumpang di rumah koh aceng
melainkan ia akan disewakan kamar yang dekat dengan sekolahnya di kota
kelak. Kemudian Burlian dan Pukat akan disunat.
Pada Bab XIX menceritakan tentang sekolah Amelia yang kedatangan
tamu dari kota yang sedang melaksanakan survey yang beralasan agar
strategi dan prestasi di sekolah dapat meningkat. Namun nyatanya mereka
mengganggu jam pelajaran siswa selama 1 jam.
Pada Bab XX menceritakan tentang kekuatan doa. Nek kiba yang
menceritakannya kepada Amelia, Eliana, Pukat dan Burlian.
Pada Bab XXI menceritakan tentang hari dimana Pukat dan Burlian
akan disunar, namun mereka malah melarikan diri dan mengacaukan
acaranya. Beruntung mereka dapat tertangkap, hingga akhirnya mereka pun
di sunat.
Pada Bab XXII menceritakan tentang Kak Eli yang melanjutkan
sekolahnya ke Kota Kabupaten. Semua keluarga mengantar Eliana ke
Pada Bab XXIII menceritakan tentang pelajaran mencangkok di
sekolahan Amelia.
Pada Bab XXIV menceritakan tentang Wawak Amelia yang bernama
Wak Yati. Amelia siang itu diminta oleh Mamak untuk mengantarkan
rebung kerumah Wak Yati. Kemudian Amelia membantu Wak Yati
merapikan buku-buku Wak Yati hingga cerita tentang perjalanan Wak Yati
di tanah malaka itu diceritakan kepada Amelia.
Pada Bab XXV menceritakan kasih sayang mamak. Mamak memang
tidak menangis pada saat kepergian Eliana untuk melanjutkan sekolah di
Kota Kabupaten, tetapi itu tidak berarti mamak tidak sedih. Mamak
memang tidak menangis pada saat itu agar Eliana dapat pergi dengan riang
dan tidak merasa terbebani.
Pada Bab XXVI menceritakan tentang petualangan Amelia bersama
Maya dan Paman Unus ke hutan paling dalam di kampungnya dan mereka
disana melihat pohon yang sangat besar. Bisa disebut dengan Pohon
raksasa. Disana Amelia juga diperlihatkan bahwa ada pohon kopi yang
berbuah sangat lebat.
Pada Bab XXVII menceritakan tentang pertemuan tetua kampung
yang berlangsung di rumah Amelia. Pada saat itu Amelia memberanikan
diri untuk mengemukakan pendapatnya bahwa sebaiknya lading kopi yang
ada di kampungnya itu diganti dengan bibit kopi yang lebih baik agar
Pada Bab XXVIII menceritakan tentang rencana-rencana besar Amelia
tentang mengganti bibit kopi di kampungnya dengan bibit kopi yang lebih
baik. Tempat penyemaian biji kopi tersebut berada di belakang sekolah
Amelia.
Pada Bab XXIX menceritakan tentang kultur jaringan yang dijelaskan
oleh Paman Unus. Penggunaan kultur jaringan bertujuan agar hasil kopi
yang dihasilkan sama baiknya dengan induknya.
Pada Bab XXX menceritakan tentang gunjingan para warga tentang
Amelia yang menyemai bibit kopi bersama teman-temannya. Ada juga
mereka yang salah paham, mereka mengira hal itu hanya akan
menguntungkan keluarga Amelia, padahal sebenarnya tidak.
Pada Bab XXXI menceritakan tentang Amelia, Maya, Tambusai dan
Norris yang berkeliling kampung untuk memberikan penjelasan kepada
warga mengenai penggantian bibit kopi tersebut agar warga tidak salah
paham lagi.
Pada Bab XXXII menceritakan tentang cita-cita Amelia dan
teman-temannya. Ketika mereka berada di rumah Wak Yati, Tambusai lah yang
pertama ditanya, ia ingin menjadi apa, Tambusai ingin menjadi pedagang,
Norris ingin menjadi pelukis besar, Maya ingin menjadi petualang, namun
Pada Bab XXXIII menceritakan tentang pertemuan besar tetua
kampung yang dihadiri semua warga. Disana Amelia diminta menjelasakan
tentang penggantian bibit kopi di kampungnya tersebut.
Sebenarnya kisah Amel selesai pada pertemuan besar tersebut, namun
Tere Liye menjelaskan kelanjutannya pada epilog. Ternyata rencana
penggantian bibit kopi tersebut gagal total karena beberapa hari setelah
rapat pertemuan besar itu terjadi bencana banjir bandang yang
menghanyutkan 2000 bibit kopi tersebut. Amelia juga melanjutkan sekolah
dan mendapatkan dua gelar doktor sekaligius, yang pertama dalam bidang
pedagogik dan yang kedua dari bidang pertanian kultur jaringan.
3. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra dari dalam.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud untuk
menyebut sebagian saja misalnya, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan nilai dalam cerita.
Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Amelia adalah sebagai
a. Tema
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita
menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan,
kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema
suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur
karangan. Bisa saja tema “dititipkan” dalam unsur penokohan, alur, atau
latar.
Tema dalam novel ini adalah tentang sebuah keluarga sederhana yang
memiliki 4 anak spesial, dan anak terahir dari keluarga tersebut adalah
Amelia, anak kelas 3 SD (Sekolah Dasar) yang memiliki pemahaman dan
keteguhan hati lebih kuat dari ketiga kakanya dan anak seumuran lainnya.
Novel ini juga mengajarkan tentang keberanian mengemukaan pendapat
seorang anak seusia Amelia. (Kosasih, 2008:55)
b. Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan
mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. (Kosasih, 2008:61)
Berikut tokoh-tokoh dalam novel Amelia:
1) Amelia
Tokoh Amelia merupakan tokoh utama dalam novel ini, dia
merupakan anak yang kuat dalam hal keteguhan hatinya dan
―Kau anak paling kuat di keluarga ini, Amel. Benar sekali. Bukan kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam.kau adalah anak yang paling teguh hatinya, paling kokoh dengan pemahaman baik. Lihatlah, bahkan pembicaraan seperti ini tidak akan kita peroleh dari Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian. Tapi kau, dengan usia yang jauh lebih muda, bisa menunjukkan kemampuan memahami dengan baik. Tidak usah dipikirkan, Bapak maafkan soal baju lungsuran itu.‖ (Liye, 2013:26)
Amelia juga merupakan anak yang baik hati, ia tetap sabar meski
ada temannya yang sudah membuatnya jengkel.
―Apa kubilang, Amel.‖ Maya menepuk lenganku. ―seharusnya kau tidak meminjamkan apa pun ke biang rebut itu. Dijamin tidak akan kembali.‖
Aku menghembuskan napas, tidak mendengarkan kalimat Maya. Buku tulis itu penting sekali. Semua catatanku ada di sana. Tapi sudahlah, Norris telah menghilangkannya. Aku akan meminjam buku tulis Maya atau Lamsari, dan menyalinnya, masih banyak solusi atas masalah ini.(Liye, 2013:67)
2) Eliana
Eliana adalah kakak pertama Amelia, dia adalah anak yang
pemberani.
3) Pukat
Pukat adalah Kakak ke 2 Amelia, dia merupakan anak yang jenius
dan unik karena kadang ia sampai dimarahin mamak karena rasa
penasarannya.
Hanya si jenius, Kak Pukat, yang membuat sendiri perahu otok-otok-nya dengan mengambil kaleng sarden, kaleng kopi, kaleng apa saja milik Mamak-yang kadang jadi masalah. Menurut Kak Pukat, membuat perahu sebesar genggaman tangan itu mudah. Hanya butuh bagian tempat meletakkan kapas dilumuri minyak, kemudian dinyalakan. Api akan memanaskan bagian pipa yang berfungsi seperti knalpot, kemudian uap menyembur dari ujung knalpot tersebut, membuat perahu bergerak di atas permukaan air
dengan mengeluarkan suara ―otok-otok-otok-otok‖.(Liye,
2013:12)
4) Burlian
Burlian adalah kakak ke 3 Amelia, Ia merupakan anak yang
spesial yang akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat.
―Juga Burlian, anak itu spesial sekali. Kakak kau yang satu ini akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat,mungkin akan menjadi pujangga besar.‖(Liye, 2013:104)
5) Maya
Maya adalah teman baik Amelia, dia juga teman sebangku
Amelia.
6) Norris
Norris adalah teman satu kelas Amelia, dia terkenal anak yang
paling susah di atur dan sok berkuasa.
Aku mengangguk paham. Satu sekolah juga tahu, si Norris ini adalah anak paling susah diatur, mau menang sendiri, dan sok berkuasa. Di sekolah kami, piket selalu dilakukan setelah pulang sekolah, dua orang. Nasib malang bagi Maya, teman semejaku
Salah seorang teman sekelasku mengacungkan tangan. Tambusai namanya. Nama lengkapnya keren sekali, Tuanku Tambusai.(Liye, 2013:79)
8) Mamak dan Bapak
Mamak dan bapak Amelia bernama Syahdan dan Nurmas, mereka
orangtua yang sangat baik yang tidak akan melarang anaknya untuk menghalangi anak-anaknya pergi jauh. Bahkan, mereka sendiri yang akan melepaskan anak-anaknya.‖ Wak yati menepuk lembut lenganku.(Liye, 2013:107)
9) Wak Yati
Wak Yati adalah wawak Amel, dia kakak dari ayah Amel. Wak
―Coba kau bayangkan, Miesje. Jika seluruh anak-anak pintar seperti Kak Eli, Burlian, Pukat dan juga kau memilih pergi ke kota, maka siapa yang akan mengurus kampong kita? Siapa yang akan membuat kampong ini maju? Membuat penduduknya lebih makmur? Berpuluh tahun lembah ini tetap begini-begini saja, tidak banyak berubah. Diwariskan turun-temurun dengan dengan segala keterbatasan. Ketika semua anak pintar memilih tinggal di kota, maka kampong akanberkembang dengan lambat. Nah, kenapa harus anak bungsu? Karena biasanya anak paling bungsulah yang paling dekat secara emosional dengan orangtua.‖ (Liye, 2013:106) merangkap kepala sekolah, tapi beliau tinggal di Kota Kabupaten. Kadang datang, lebih sering tidaknya. Kalau datang ke sekolah hanya sehari, sisanya kembali ke kota.
Terkadang, ada juga satu guru honorer lainnya, meski situasinya sama saja. Mereka mengajar demi syarat mengajukan jadi guru PNS—yang hanya memerlukan rekomendasi telah mengajar sekian tahun kepada kepala sekolah, padahal baru mengajar hitungan minggu. Kebanyakan guru –guru honorer ini kerebat dekat dari kepala sekolah atau orang kota. Jika sudah diangkat, pindah mengajar di kota. Jadi hanya Pak Bin yang setiap hari mengajar di sekolah. (Liye, 2013:32)
11)Nek Kiba
Nek Kiba adalah guru ngaji Amelia setiap sore.
duduk di depan setiap kali mengaji. Seharusnya kau paham lebih dari siapa pun.‖ Norris nyengir lebar sekali.(Liye, 2013:110)
12)Paman Unus
Paman Unus adalah adik satu-satunya mamak Amelia, dia adalah
paman Amelia.
Kak Burlian dan Kak Pukat ikut merapat, menyapa Paman. Juga Kak Eli, yang wajahnya terlihat berseri-seri. Bertanya apa kabar. Paman Unus adalah adik satu-satunya Mamak, juga satu-satunya orang dewasa di kecamatan yang kuliah. Usianya dua puluh tujuh, masih bujangan. Paman lulusan Universitas kota Provins, jurusan Teknik Sipil. Sempat bekerja di Ibukota, tapi memutuskan kembali ke kampung dan tinggal di Kota Kecamatan, tempat keluarga besar Mamak Tinggal.(Liye,2013:188)
c. Alur
Alur adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan
sebab-akibat. Pola pengembangan cerita cerpen atau novel tidaklah
seragam. Jalan cerita suatu novel kadang-kadang berbelit-belit dan penuh
kejutan, tetapi kadang-kadang sederhana. Hanya saja, bagaimanapun
sederhananya alur suatu novel, tidak akan sesederhana jalan cerita dalam
cerpen. Novel akan memiliki jalan cerita yang panjang. Itu karena tema
cerita yang dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para
tokohnya yang juga lebih rumit. (Kosasih, 2008:58)
Alur yang digunakan dalam novel Amelia ini adalah alur maju.
―Bangun, Amel! Suara khas Kak Eli terdengar nyaring di langit-langit kamar.
―Ini hamper pukul enam, bergegas bangun, shalat, mandi. Kau tidak sekolah hari ini?‖
Aku bergegas mengambil air wudhu di pipa bamboo luar kamar mandi, mengabaikan Kak Burlian dan Kak Pukat yang berebut siapa mandi duluan. Mengerjakan shalat sebaik mungkin, daripada nanti ada yang cerewet menyindirku shalat seperti maling dikejar orang sekampung.(Liye, 2013:27)
Pagi ini indah sekali. Setelah semalaman hujan turun, matahari cerah menyiram halaman sekolah. Aku semangat berlari-lari kecil, berangkat lebih dulu disbanding Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian yang selalu paling akhir berangkat sekolah. Rumput masih basah, menyisakan embun di ujungnya yang runtuh karena gerakan kakiku. Sepagi ini, halaman sekolah masih lengang, baru ada beberapa anak yang menyapaku.(Liye, 2013:29)
d. Latar
Latar merupakan unsur intrinsik karya sastra. Latar meliputi latar
tempat dan latar waktu.
1) Latar Waktu
a) Pagi Hari
―Bangun, Amel‖
Aduh, ini kan hari libur, apa pentingnya bangun pagi-pagi, aku protes dalam hati. Suara gerimis, suasana dingin, lebih baik meringkuk dibawah kemul.(Liye, 2013:5)
Cahaya matahari pagi menerpa atap-atap genteng rumah. Lembut menerabas kabut yang mulai menipis. Suara burung terdengar ramai, loncat lincah di atas ranting belukar.(Liye, 2013:145)
b) Siang Hari
yang Mamak suruh, sepanjang hari kami bolak-balik ke lading karet.(Liye, 2013:71)
―Maksud Kakak, ini sudah pukul dua belas lebih, Amel! Apa yang kau lakukan? KAu hanya membaca saja sejak tadi pagi, hah? Lihat, lantai belum kau pel sama sekali. Kamar-kamar masih berantakan semua. Sepatu sekolah belum kau cuci.‖ Kak Eli berseru lantang, terlihat jengkel.(Liye, 2013:15)
c) Sore Hari
Kak Pukat dan Kak Burlian baru pulang menjelang maghrib. Ternyata mereka membawa perahu otok-otok ke kampong tetangga, berlomba disana bersama teman-teman sekelas. Seru bermain membuat mereka abai matahari telah beranjak tumbang. Lantas lari terbirit-birit, bergegas pulang. Sayangnya tetap saja telat.(Liye, 2013:19)
Kak Eli bolak-balik memeriksa lantai yang ku-pel, memastikan semua bersih mengilap, sesuai standar versi miliknya. Juga saat membersihkan kamar-kamar. Dengan perasaan dongkol aku harus mengerjakannya di bawah tatapan tajam Kak Eli. Berkali-kali disuruh mengerjakan ulang, seolah baru kemarin aku belajar memasang seprai, melipat kemul. Hanya satu tugas Mamak yang tidak sempat kukerjakan, mencuci sepatu sekolahku. Sudah terlanjur sore dan awan hitam menggelayut di langit, nanti tidak kering dijemur.(Liye, 2013:20)
d) Malam Hari
Malam datang membungkus perkampungan. Hujan deras akhirnya turun. Jalanan depan rumah sepi. Tidak terlihat orang lewat seperti biasa, membawa obor bamboo. Siapa pula yang mau berpergian malam-malam hujan begini, kecuali urusannya penting sekali.(Liye, 2013:20)
2) Latar Tempat
a) Kamar Amelia
―Bangun, Amel!‖ mamak sudah tiba di pintu kamar. Tudung rambutnya agak miring. Pakaiannya terlihat kotor oleh bumbu masakan. Tangannya bahkan masih memegang irus, sendok besar untuk menyendok sayur. Mamak selalu sibuk, dalam satu meja, Maya.(Liye, 2013:29)
c) Teras Rumah Amelia
e) Rumah Wak Yati
Aku berlari-lari kecil mendahului Kak Eli, menaiki anak tangga, menuju teras rumah panggung. Belum lengkap mulutku hendak memanggil,Wak Yati telah melangkah keluar dari pintu. Wajahnya terlihat riang, senyum mengembang dari wajahnya yang keriput.(Liye, 2013:101)
f) Rumah Norris
Rumah panggung keluarga Norris sepi. Angin bertiup lembut membuat anak rambutku bergerak-gerak. Aku mendorong pintu pagar, berseru mengucap salam. Terdengar jawaban salam, suara serak orang dewasa.(Liye, 2013:127)
g) Pasar Kalangan
Kami tiba di Pasar Kalangan satu jam kemudian. Pakaianku lembap oleh keringat. Menyeka dahi yang berpeluh. Mamak langsung menuju pengepul anyaman keranjang di pojok pasar. Mamak sudah mengenal pembelinya, teman Paman Unus dari kota. Tanpa tawar-menawar, keranjang itu dinaikkan semua ke atas mobil pick-up. Teman Paman Unus menyerahkan uang yang telah dihitung. Transaksi selesai.(Liye, 2013:148)
h) Ladang Kopi
Kami tiba di lading kopi satu jam kemudian. Semua bekal diturunkan, diletakkan di bawah pondok kayu beratap daun enau. Mamak menyuruh Kak Eli dan beberapa remaja tanggung merapikan bekal tersebut. Sementara Bapak membagikan keranjang kosong untuk mulai memetik buah kopi.(Liye, 2013:190)
i) Rumah Nek Kiba
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.
Posisi pengarang terdiri atas dua macam, yaitu berperan langsung sebagai
orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai
pengamat. (Kosasih, 2008:62)
Pada novel Amelia ini, sudut pandang pengarang sebagai orang
pertama, yang berperan langsung di dalam cerita.
Aku menoleh, menggeleng. Bagaimana aku mau membaca buku, Kak Eli menyita seluruh bukuku, dan baru dikembalikan kalau ia mau mengembalikan, yang itu berarti terserah-serah Kak Eli. Tadi sebenarnya aku mau mengadu soal itu ke Bapak, tapi Kak Eli selalu punya ‗akasan baik‘ kenapa terpaksa menyita bukuku. Dan meskipun Bapak selalu membelaku, setiap ada maslah dengan Kak Eli, tapi Bapak juga selalu menyuruhku membereskan sendiri masalahnya. Jadi percuma.(Liye, 2013:21)
f. Gaya Bahasa
Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau
suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan
hubungan dan interaksi antar tokoh. Kemampuan sang penulis dalam
menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang
berterus-terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelkan, dan objektif
atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi
adegan yang seram, adegan cinta, peperangan, keputusasaan, atau
Gaya bahasa yang sering muncul dalam novel tersebut adalah gaya
bahasa personifikasi. Berikut contoh-contohnya:
1) Pagi baru saja menyapa. (Liye, 2013:5)
2) Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut
membasuh perkampungan.(Liye, 2013:14)
3) Matahari telah tergelincir dari titik tertingginya. Sudah lewat waktu
dzuhur.(Liye, 2013:44)
g. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya.
Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah, kita sebagai
pembaca dapat mencontoh siap dari Amelia, Amelia adalah anak yang
kuat dalam keteguhan hatinya dan pemahaman yang baik untuk anak se
usianya. Dia juga anak yang mau memaafkan temannya, meski temannya
itu selalu membuatnya kesal dan menjengkelkan. Amelia anak yang
berani, bahkan ia pun berani mengutarakan pendapatnya dalam rapat tetua
kampung yang diselenggarakan di rumahnya demi kemajuan
kampungnya.
B. Biografi Penulis
Nama Tere Liye merupakan nama seorang penulis berbakat tanah air. Dari
Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya
untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah persembahan karya untuk
Sang Maha Segalanya, Tampaknya Tere Liye tidak ingin dikenal oleh
pembacanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya informasi tentang kehidupan dan
keluarganya yang pembaca dapat melalui bagian “tentang penulis yang
terdapat pada bagian belakang sebuah novel. Ia bisa di anggap salah satu
penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-karya best seller. Saat ini ia
telah menghasilkan banyak karya, bahkan beberapa di antaranya telah di
angkat ke layar lebar.
Tidak seperti penulis lain yang kebanyakan memasang foto, kontak nomor
yang bisa dihubungi, profil lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere
Liye memang tidak ingin dipublikasikan ke media umum terkait dengan
kehidupan pribadinya, mungkin alasannya karena Tere Liye ingin
mempersembahkan karya terbaiknya dengan sederhana dan tulus.
Nama aslinya adalah Darwis. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di
pedalaman Sumatera Selatan, di Tandaran Palembang. Darwis lahir di dekat
Bukit Barisan. Ia tinggal dikelilingi hutan, dilingkari sungai, dibentengi bukit
dan gunung. Ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang sangat sederhana,
Ayahnya bernama Syahdan (beliau meninggal beberapa tahun lalu) sedangkan
ibunya bernama Nurmas. Walaupun sudah ditinggal ayahnya, tapi Darwis
mempunyai semangat yang tinggi juga mempunyai mimpi-mimpi besar
Selain itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama disalah satu pondok
pesantren di daerah Sumatera.
Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan di karuniai seorang
putra bersnama Abdullah Pasai dan seorang putrid bernama Faizah Azkia.
Tere Liye tumbuh di Pedalaman Sumatra, ia tumbuh di keluarga yang sangat
sederhana dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Kemudian,
novel-novel karya Tere Liye yang diangkat menjadi film layar lebar dalah
novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga. Satu satunya
sarana yang digunakan Tere Liye untuk berkomunikasi dengan para
penggemarnya adalah email darwisdarwis@yahoo.com.
Pendidikan sekolah dasar yang ia lalui di SDN 2 Kikim Timur Sumatera
Selatan, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMPN @ Kikim Timur
Sumatera Selatan. Lalu mengenyam pendidikan menengah atas di SMUN 9
Bandar Lampung. Terahir ia kuliah di Universitas Indonesia pada Fakultas
Ekonomi.
C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye
Setiap penulis memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam penulisan
novel. Tere Liye biasanya menyuguhkan novel yang menyentuh, dan bisa
membuat para pembacanya hanyut dan merasa seolah-olah menjadi tokoh
dalam novel atau menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dalam novel
namun mampu memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam setiap
nomelnya. Entah itu pemahaman tentang arti kehidupan, tentang arti keluarga,
tentang arti kehilangan sehingga pembaca dapat memahami bahwa apapun
yang ada di dunia ini bukanlah milik kita, namun milik sang pemberi
kehidupan, adapun tentang dunia anak-anak yang dapat di sajikan oleh Tere
Liye dengan sedemikian baiknya, dunia anak-anak yang bahkan belum pernah
penulis bayangkan sebelumnya, dimana rasa ingin tahu dan proses belajar
menyatu dengan kepolosan, kenakalan dan keisengan anak kecil.
Tere Liye juga selalu mengaitkan permasalahan dalam setiap novelnya
dengan keagamaan dan terkadang menyampaikan bahwa setiap apa yang kita
inginkan tidak selalu dapat terpenuhi, sehingga banyak juga karya-karya Tere
Liye yang mengajarkan arti kesabaran.
Dari karya-karya Tere Liye membagi pemahaman bahwa sebetulnya
hidup ini tidaklah rumit seperti yang sering terpikir oleh kebanyakan orang.
Hidup adalah anugrah yang Kuasa dan karena anugrah berarti harus disyukuri.
―Bekerja keras dan selalu merasa cukup, mencintai, berbuat baik dan selalu
D. Karya-karya Tere Liye
Tere Liye merupakan penulis berbakat yang dimiliki Indonesia dengan
sebagian besar karyanya merupakan best seller, seperti halnya novel yang
diteliti oleh penulis.
Inilah beberapa novel karya Tere Liye yang lainnya beserta kutipan
sinopsis yang telah tersebar di seluruh Indonesia, yaitu:
1. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
Novel ini mengangkat kisah seorang bocah perempuan bermata hijau telaga yang baru berusia 6 tahun. Gadis cilik tersebut bernama Delisa. Ia merupakan anak bungsu di dalam keluarganya. Adapun
kakak-2. Kisah Sang Penandai (Mahakata, 2005)
Duhai, apakah kau akan memilih mati ketika cinta sejatimu tidak terwujudkan? Ataukah hanya bisa memeluk lutut, menangis tersedu, bersembunyi di balik pintu seperti anak kecil tidak kebagian sebutir permen? Adalah Jim, pemuda yatimp-piatu dipilih oleh Sang Penandai (penjaga dongeng-dongeng), untuk mengukir kisah melupakan sang pujaan hati, Nayla. Adalah Jim, pemuda yang jangankan memegang pedang, membaca pun dia tidak bisa, terpilih untuk menggurat cerita tentang berdamai dengan masa-lalu. Dia harus menyelesaikan pahit-getir perjalanannya apapun harganya!
3. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 2. Republika, 2009)
Jalan ini tidak pernah berujung, Burlian-Kun tidak pernah…. Jalan -jalan ini akan terus mengalir melewati lembah-lembah basah, lereng-lereng gunung terjal, kota-kota, desa-desa eksotis nan indah,
tempat-tempat yang memberikan pengetahuan, tempat-tempat yang
pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara, dan dari sana kau bahkan bisa pergi lebih jauh lagi menemukan sambungan jalan berikutnya, mengelilingi dunia, melihat seluruh dunia, masa depan anak-anak kampong, masa depan bangsa kalian, masa depan kau yang penuh kesempatan Burlian-kun.
4. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 3. Republika, 2010)
“Jangan pernah membenci mamak kau, jangan sekali-kali. Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia, Burlian, dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta easa sayangnya kepada kalian…”
5. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 4 Republika, 2011)
Pernahkah kau memperhatikan, siapa orang terahir yang bergabung di meja makan? Orang yang terahir menyendok sisa sayur, bahkan kadang kala kehabisan makanan di piring? Lantas siapa pula yang terahir beranjak tidur, baru bisa memejamkan mata setelah memastikan anak-anaknya tidur? Ia selalu menjadi yang terahir dalam setiap urusan. Dan ia pula yang selalu menjadi yang pertama dalam urusan lainnya, Ia yang pertama bangun, Ia yang pertama membereskan rumah, Ia yang pertama ada saat anak-anaknya sakit, terluka, dan membutuhkannya. Tidakkah kau memperhatikannya?
6. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh.
Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian, Aku punyadua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan Papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak.
Aku sama seperti remaja kebbanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.
Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.
7. Rindu (Republika, 2014)
“Apalah arti memiliki,
Apalah arti kehilangan,
ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta,
ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”
8. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta”
Kumpulan 24 sajak dengan ilustrasi ternaik dari Tere Liye. Sajak tentang memiliki, pun tentang melepaskan.
Sajak tentang pertemuan, juga tentang perpisahan. Sajak tentang kebahagiaan, juga tentang kesedihan.
Tambahkan pula sajak bergurau, bercanda dengan perasaan.
Para pecinta adalah pujangga terbaik yang pernah ada.
Dan kasih sayang pun adalah sumber inspirasi paling deras yang pernah ada.
Hadiahkan sajak-sajak ini un tuk orang yang paling kita sayangi. Agar mereka paham tentang perasaan.
Karena sungguh:
“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta
9. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan dengan tangannya.
Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.
10.Pulang (Republika, 2015)
“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak disbanding di matanya.”
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
11.#aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
Jatuh cinta adalah salah satu anugerah terbaik. Cinta member kita kesempatan untuk memahami banyak hal. Cinta juga menjadikan kita lebih dewasa, lebih berani, dan bertanggung jawab. Cinta pula yang menjadikan manusia sebagai manusia.
Masing-masing dari kita memiliki kutipan favorit tentang cinta. Satu, sepuluh, atau bahkan seratus kutipan seperti yang ada dalam buku ini bisa menjadi pegangan kita dalam mencinta.
12.Matahari (Gramedia, 2016)
Namanya Ali, usianya 15 tahun. Kelas X. Jika saja orangtuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai
sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua
memboxankan baginya. Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir.
Ali sendiri mempunyai rahasia kecil. Dia bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian berpetualang ke tempat-tempat menakjubkan.
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah. (Keraf, 1994:112)
Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya
adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,
berpakaian, dan sebagainya. Dengan menerima pengertian ini, maka kita dapat
mengatakan, “Cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak”,” Cara
menulisnya lain dari kebanyakan orang”, gaya bahasa adalah cara
menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang dapat mempergunakan bahasa
itu. (Keraf, 1994:113)
Gaya Bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Sebenarnya, Tere liye memakai banyak gaya bahasa dalam novelnya yang
berjudul Amelia. Namun yang banyak muncul atau mendominasi novel
tersebut adalah gaya bahasa personifikasi.
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (Keraf, 1994:140)
Berikut kutipan novel yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi:
1. Gerimis membungkus perkampungan.
Sejauh mata memandang terlihat tetes air. Di ujung-ujung genteng, dedaunan, juga halaman. Tidak lebat. Tidak sampai menghalangi penduduk kampung kami pergi ke ladang menyadap karet, menyiangi rumput kebun kopi, atau ke hutan mencari rotan dan bambu.(Liye, 2013:5)
2. Pagi baru menyapa. Di jalan depan rumah panggung terlihat beberapa tetangga yang kukenal, menyampirkan keranjang di punggung, berjalan bergegas di bawah rinai. Satu dua mengenakan plastic besar sebagai jas hujan. Lebih banyak yang memakai topi lebar. Kata Pak Bin, penduduk kampung kami itu memang rajin-rajin. Sepagi ini, hujan tidak membuat mereka mengeluh, apalagi menunda pekerjaan. (Liye, 2013:5)
3. Dan Mamak dengan suara nyaring, langsung menyahut dari dapur,
―Bangunkan segera adik-adik kau, Eli. Hari ini Mamak dan Bapak akan
sibuk sekali membantu Mang Dullah menebar bibit padi. Harus segera berangkat pagi-pagi buta.‖(Liye, 2013:6)
4. ―BURLIAN!! PUKAT!!‖ Suara Kak Eli memotong hembusan napasku.
Memecah suara gerimis, ―Kalian mau ke mana?‖ (Liye, 2013:11)
5. Aku segera terbenam, asyik membaca. Duduk di kursi kayu panjang teras rumah. Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut membasuh perkampungan. Dan waktu berlalu sepat tanpa terasa.(Liye, 2013:14)