• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul Skripsi : ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA KARYA TERE LIYE - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Judul Skripsi : ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA KARYA TERE LIYE - Test Repository"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA

KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

RISKY PERMATA SARI

115 13 001

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA

KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

RISKY PERMATA SARI

115 13 001

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(3)
(4)

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL AMELIA

KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

RISKY PERMATA SARI

115 13 001

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(5)
(6)
(7)
(8)

MOTTO

سانلل مهعفنأ سانلا ريخ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat

bagi manusia lain.

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmad dan hidayah-Nya,

saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan karya ini saya

persembahkan kepada:

 Ayahanda Nur Salim dan ibunda Lies Marwiyana tercinta yang penuh

kasih sayang dan tetesan air mata serta doa yang tulus dan tiada henti

untuk putrinya ini. telah memberikan dukungan moral maupun materil,

serta memberikan motivasi agar segera menyelesaikan tugas ini

 Teruntuk sahabat-sahabatku terkasih, Silvia Wijayanti Santoso, Sera

Kania Sari, Citra Nur Hidayah dan Nanik Widayati, terimakasih untuh

motivasi dan kenangannya selama ini. Aku akan sangat merindukan

semua hal bersama kalian.

 Teruntuk sahabatku KKN Posko 74, terimakasih sudah selalu

mengingatkan, dan saling support untuk lulus bareng tahun ini.

(10)

 Teruntuk teman-teman PGMI A angkatan 2013, terimakasih untuk

bantuannya dan kerjasama nya selama ini, berbagi keceriaan dan

melewati setiap suka duka selama kuliah.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai

Pendidikan dalam Novel Amelia Karya Tere Liye. Shalawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat,

dan seluruh umat yang mencintainya.

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada berbagai pihak

yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan bantuan dalam

menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd.selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga

3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Jurusan PGMI

4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku pembimbing yang telah mengarahkan,

membimbing, memberikan petunjuk dan meluangkan waktunya dalam penulisan

skripsi ini.

5. Bapak Drs. Sri Guno Najib Chaqoqo, M.Pd. selaku pembimbing akademik yang

(11)

6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian

akademik dan staf perpustakaan yang telah memberikan layanan serta bantuan

kepada penulis.

7. Ayahanda Nur Salim dan Ibunda Lies Marwiyana, dan segenap keluarga yang

senantiasa memberikan dukungan berupa moril, materil, dan spiritual kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman senasib seperjuangan 2013, khususnya jurusan PGMI.Selamat

jalan, kini kita harus berpisah, meneruskan langkah masing-masing.

9. Sahabat-sahabat yang sangat aku sayangi (Silvia, Sera, Citra, Nanik) terimakasih

atas doa dan motivasinya selama ini, kenangan kita tidak akan pernah terlupakan.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas

bantuan dan motivasinya.

Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini

masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan masukan dari para

pembaca demi kebaikan penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya serta dapat menjunjung pengembangan ilmu pengetahuan.

Salatiga, 6 Oktober 2017

Penulis

(12)

ABSTRAK

Sari, Risky Permata. 2017. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia Karya Tere Liye. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: gaya bahasa personifikasi & nilai pendidikan.

Bicara tentang sastra bicara pula tentang gaya bahasa. Gaya bahasa atau yang kerap di sebut sebagai majas telah banyak sekali macamnya. Mengetahui gaya bahasa sangat penting sekali bagi pengetahuan siswa pada zaman sekarang, berguna untuk mendorong bakat dan potensi mereka dalam hal tulis menulis. Novel Amelia terdapat banyak sekali contoh-contoh gaya bahasa personifikasi dan banyak pula nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yang dapat melahirkan pemahaman baru dan memberikan pembelajaran hidup serta memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan wujud gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye dalam novelnya. (2) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel tersebut. (3) Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia dalam pendidikan anak madrasah ibtidaiyah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.

(13)

menyegerakan shalat, melaksanakan khitan. (b) Nilai pendidikan moral: jujur, pemberani, merasa kasih sayang, membantu teman, peduli terhadap sesama. (c) Nilai pendidikan budaya: tradisi menunggu rumah yang ada di kampung Amelia, yaitu si penunggu rumah adalah anak bungsu dan menunggu rumah ini dalam artian mereka tidak boleh pergi untuk bekerja atau pun belajar keluar dari kampung tersebut.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

(14)

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II BIOGRAFI NASKAH A. Biografi Novel ... 12

B. Biografi Penulis ... 33

C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye ... 35

D. Karya-Karya Tere Liye ... 37

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Gaya Bahasa ... 41

B. Nilai Pendidikan ... 49

C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan Dalam Novel ... 60

BAB IV PEMBAHASAN A.Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia ... 67

B. Relevansi Nilai Pendidikan dalam Novel Amelia Bagi Pendidikan Anak Madrasah Ibtidaiyah ... 80

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 90

B.Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Daftar Nilai SKK

Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi

(16)
(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barang kali juga keanehan

yang mungkin tidak kita lihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lain:

yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu, malahan tidak karuan.

Sampai sekarang belum ada seorang pun yang berhasil memberi jawaban

yang jelas atas pertanyaan pertama yang paling hakiki, yang mau tak mau

harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah sastra?.(Teeuw,2015:19)

Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita perikan atau batasi

disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), literature (Perancis), semua

berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan

sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan gramatika

masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti huruf

(tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan

puisi; seorang litteratus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi; dalam

bahasa Perancis masih dipakai kata lettre. Belanda geletterd: orang yang

berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra, Inggris man of

letters. Sebagai bahan perbandingan, kata sastra dalam bahasa Indonesia

berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata hs-, dalam kata kerja turunan berarti

(18)

biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat dapat berarti

alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran; misalnya

silpasastra, buku arsitektur; kamasastra buku petunjuk mengenai seni cinta.

Awalan su berarti baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan

belles-lettres. Kata susastra tampaknya tidak terdapat dalam bahasa

Sansekerta dan Jawa Kuno, jadi susastra adalah ciptaan Jawa dan atau

Melayu yang kemudian timbul. (Teeuw, 2015:20)

Berbicara tentang karya sastra, berbicara pula tentang pandangan

masyarakat mengenai hasil karya sastra dari masa ke masa. Seperti halnya

pada masa pra kemerdekaan, masyarakat Indonesia mulai mengenal karya

sastra melayu. Dikarenankan kebanyakan penulis masih menulis dengan

bahasa melayu. Mereka memilih sastra melayu rendah karena faktor

kemudahan dalam membacanya. Kemudian sejarah berlanjut, mulai

bermunculan karya sastra yang banyak diminati oleh masyarakat seperti wiro

sableng atau lupus. Seiring kemajuan pemikiran dan perkembangan teknologi

yang pesat, bermuculan penulis-penulis hebat asal Indonesia. Sikap

masyarakat mengenai hasil karya sastra pun meningkat, alhasil setiap ada

karya sastra terbit, mereka segera berbondong-bondong pergi ke toko buku

untuk membelinya. Meski sudah banyak masyarakat yang gemar membaca

dan menghargai karya sastra di Indonesia ini, tidak bisa dipungkiri pula kalau

(19)

Sastra yang diterapkan pada jenjang SD/MI biasanya mengenai cerita

pendek, puisi, ataupun pantun. Dalam pembelajaran sastra pada siswa SD/MI,

mereka diminta menyebutkan siapa tokoh yang ada di dalam cerita, kemudian

watak dari masing-masing tokoh. Biasanya berkisan diantara unsur intrinsik

dan unsur ekstrinsiknya. Pembelajaran yang diterapkan disekolah sebenarnya

agar siswa-siswi dapat dengan mudah memahami isi dari sebuah cerita dan

dapat menyimpulkan serta dapat mengambil pelajaran dari cerita tersebut, tak

lupa juga agar menarik minat siswa untuk gemar membaca.

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan

istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat

untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan

mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu

penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu

berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau

mempergunakan kata-kata secara indah.(Keraf,1994:112)

Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan

jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Keraf,1994:113)

Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

(20)

Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik

kearah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi

kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Nilai-nilai

pendidikan juga dapat membentuk karakter seseorang atau sebagai motivasi

bagi pembaca agar lebih baik lagi.

Novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel dan cerpen mempunyai

kesamaan, yakni merupakan fiksi. Beda novel dan cerpen adalah tokoh di

dalam novel lebih banyak dan permasalahan di dalam novel lebih kompleks

daripada cerpen. Unsur-unsur yang terkandung dalam novel antara lain ada

dua hal yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Pada novel Amelia karya Tere Liye ini, menceritakan tentang gadis

kecil, anak bungsu dari keluarga Syahdan dan Nurmala. Amelia merupakan

anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakak-kakaknya adalah Eliana, Pukat, dan

Burlian. Di dalam novel ini juga menceritakan bagaimana cara keluarga ini

mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang mandiri. Seperti halnya

Amelia, biasanya anak bungsu merupakan anak yang paling manja, namun

sebaliknya. Di sini diceritakan bahwa pekerjaan rumah dibagi rata sesuai

umur dari masing-masing anak. Misal Amelia yang masih duduk di bangku

(21)

lupa mencuci sepatu kotornya itu merupakan suatu kewajiban masing-masing

anak.

Pengarang novel ini adalah Tere Liye, lahir 21 Mei 1979 di Sumatera.

Tere Liye menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Kikim Timur,

kemudian juga melanjutkan SMP di SMPN 2 Kikim Timur, Sumatra Selatan.

Kemudian melanjutkan ke SMU N 9 di Bandar Lampung. Setelah selesai

kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia dengan

mengambil Fakultas Ekonomi. Tere Liye merupakan salah satu penulis di

Indonesia yang karya-karya nya laku di pasaran dan menjadi best seller.

Berikut merupakan hasil karya Tere Liye, yaitu: Daun Yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin, Serial Anak-Anak Emak(Eliana, Pukat, Burlian, Amelia),

Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, The Gogons Series

(James & Incridible Incodents, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai,

Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku

Antara Jakarta dan Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie dan masih banyak

lagi.

Gaya bahasa yang dimiliki seorang penulis memiliki suatu kekhasan

yang mungkin saja tidak bisa ditiru dengan penulis-penulis yang lain, dan

bahkan gaya bahasa yang terdapat dalam suatu novel memiliki keunikan

tersendiri yang dapat menarik minat baca para pecinta novel. Nilai pendidikan

dalam suatu novel sangatlah penting karena dapat pula membantu

(22)

Novel Amelia ini pantas diteliti, karena novel ini merupakan salah satu

novel best seller yang ditulis oleh Tere Liye dan sudah tujuh kali melewati

proses cetak ulang. Novel ini dalam segi kebahasaan memiliki gaya bahasa

yang unik dan pemilihan kalimat oleh si penulis mudah dipahami karena

menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana. Kemudian, penulis juga

berkeinginan untuk meneliti gaya bahasa yang seperti apa yang sering muncul

dalam novel Amelia karya Tere Liye ini. Tidak hanya itu, di dalam novel ini

juga terdapat banyak sekali nilai pendidikan yang dapat diambil. Sehingga

dapat memberikan pembelajaran dan dampak positif bagi pembaca. Dan

berikut sedikit komentar dari para tokoh: “Serial ini sempurna untuk

memahami dunia anak-anak.”-Ulil Absar, “Sebuah kisah yang mengharukan,

sekaligus penuh besitan hikmah. Layak dikoleksi sebagai bacaan keluarga.”

-Ahmadun Yosi Herfanda, Ketua Komunitas Sastra Indonesia.

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti novel tersebut

dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Pendidikan

dalam Novel AmeliaKarya Tere Liye”

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini membahas permasalahan yang dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa personifikasi yang digunakan

(23)

2. Nilai Pendidikan apa yang terkandung dalam novel Amelia karya Tere

Liye?

3. Bagaimana relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang

terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa personifikasi yang ditampilkan Tere

Liye dalam novel Amelia.

2. Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Amelia

karya Tere Liye.

3. Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan yang

terkandung pada novel Amelia Karya Tere Liye.

D. Kegunaan Penelitian

Nilai dari suatu penelitian ditentukan oleh besar kegunaan yang dapat

diambil dari penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang diharapkan penulis

(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui

dimana letak gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye

dalam novel.

b. Dari hasil penelitian ini pula diharapkan agar pembaca dapat lebih

memahami nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam novel

Amelia ini, sehingga dapat menjadi suatu motivasi agar dapat

mencontoh karakter Amelia dalam novel tersebut.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap

karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung gaya

bahasa personifikasi dan nilai pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui secara

mendalam isi dari novel Amelia karya Tere Liye dan mengambil nilai

pendidikan yang terkandung didalamnya.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan

penelitian deksriptif melibatkan mengumpulan data untuk menguji hipotesis

yang berkaitan dengan status atau kondisi objek yang diteliti pada saat

(25)

menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian deskriptif, apabila masalah

penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan hipotesis telah dibuat,

selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan pemilihan sampel dan

pengumpulan data (Sumanto,2014:179)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat.

Teknik membaca dilakukan dengan membaca novel Amelia secara cermat

dan mendalam kemudian mencatat data untuk penelitian yang diperlukan

dalam novel tersebut. Teknik ini digunakan untuk mencari gaya bahasa

personifikasi dan nilai pendidikan yang ada pada Novel Amelia.

F. Penegasan Istilah

1. Gaya Bahasa Personifikasi

Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak

bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.(Keraf, 1994:140)

2. Nilai Pendidikan

Nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal terhadap

seseorang. Nilai adalah sesuatu atau hal-hal yang berguna bagi

kemanusiaan. Nilai berkitan erat dengan kebaikan yang ada pada sesuatu

hal. Namun, kebaikan itu berbeda denngan sesuatu yang baik belum tentu

bernilai. (Wicaksono, 2015:254)

Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mencapai tujuan

(26)

dilahirkan sampai Ia meninggal dunia ‗long life education‘. (Wicaksono

Andri,2014:259)

3. Novel

Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam

ukuran yang panjang (setidaknya 40.000 kata dan lebih kompleks dari

cerpen) dan luas yang dalamnya menceritakan konflik-konflik kehidupan

manusia yang dapat mengubah nasib tokohnya. Novel mengungkapkan

konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain

tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun

hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa yang

lain.(Wicaksono, 2015:77)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika skripsi penelitian naskah dalam lima bab dibagi dalam

sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap

keseluruhan isi penelitian. Adapun sistematika penulisan analisis novel

Amelia ini adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah yang membuat

penulis tertarik untuk meneliti yaitu suatu perkara mengenai Gaya Bahasa

(27)

diuraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, penegasan istilah serta sistematika penulisan.

BAB II: BIOGRAFI NASKAH

Dalam bab ini diuraikan tentang biografi naskah dengan memperkuat

kajian teori yang berasal dari pada ahli maupun buku yang dijadikan sebagai

sumber kutipan.

BAB III: DESKRIPSI PEMIKIRAN

Dalam bab ini diuraikan secara lebih umum tentang rumusan masalah

yang sudah ada dengan menjabarkan hal-hal yang akan dibahas lebih lanjut

dalam bab pembahasan.

BAB IV: PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tentang pembahasan pada tujuan penelitian

yang dibuktikan dengan dari kutipan yang diambil dalam novel Amelia yaitu

sebagai berikut: mendekripsikan nilai gaya bahasa dan nilai pendidikan yang

terkandung dalam Novel Amelia karya Tere Liye, mendeskripsikan

karakteristik tokoh utama dalam Novel Amelia karya Tere Liye,

mendekripsikan gaya bahasa yang terkandung di dalamnya dan relevansi nilai

pendidikan dalam Novel Amelia karya Tere Liye dengan kehidupan

sehari-hari.

BAB V: PENUTUP

Menyajikan kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian yang

(28)

BAB II

BIOGRAFI NASKAH

A. Biografi Novel 1. Profil Novel

Judul : Amelia (Serial Anak-Anak Mamak)

Penulis : Tere Liye

Desain dan Ilustrasi Sampul : Mano Wolfie

Penerbit : Republika, Jakarta

Tahun Terbit : 2013

Ukuran : 392 hlm; 20cm

ISBN : 978-602-8997-73-7

2. Sinopsis

Sinopsis adalah hasil dari kegiatan merangkum atau disebut juga

ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai suatu hasil merangkum atau

meringkas suatu uraian menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan

perbandingan secara proposional antara bagian yang di ringkas dengan

ringkasannya. (Handayani, 2012:3)

Pada Bab I menceritakan tentang kakak Amelia yang suka mengatur.

Namanya Eliana. Pagi itu adalah hari libur, dan Mamak harus menyiapkan

(29)

Amelia tidah diperbolehkan ikut karena ladangv Mang Dullah sangat jauh.

Hari itu Amelia mendapat tugas menyapu, mengepel, mencuci sepatu dan

merapikan semua kamar. Namun hingga siang hari, Amel masih saja duduk

di teras dan asyik membaca buku. Itu sebabnya Eliana marah dan meminta

Amelia untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Eliana selalu

mengecek semua pekerjaan Amelia hingga benar-benar beres. Itulah yang

membuat Amelia kesal dan menurutnya Eliana kakanya adalah si tukang

ngatur-ngatur.

Pada Bab II menceritakan tentang Amelia yang tidak mau jadi anak

bungsu. Itu berawal dari Amelia yang selalu disuruh-suruh Eliana

mengerjakan pekerjaan rumahnya. Sampai Eliana menyita semua buku

bacaan Amelia agar ia bergegas menyelesaikan tugasnya. Hingga malam

harinya Amelia duduk di teras ditemani oleh bapak. Pada saat itulah

Amelia menceritakan kepada Bapak bahwa ia benci menjadi anak bungsu,

ia tidak suka karena anak bungsu selalu di suruh-suruh. Sampai seragam

sekolah pun ia hanya memperolehnya dari lungsuran Eliana. Amelia

mendadak menyadari bahwa kalimat tersebut bisa menyinggung dan

menyakiti hati bapak, kemudia ia langsung meminta maaf kepada bapak.

Pada Bab III menceritakan tentang sekolah yang tiba-tiba diliburkan.

Keesokan harinya, sekolah tiba-tiba diliburkan karena Pak bin, guru di

sekolah tersebut sedang rapat di kota kabupaten, hingga sekolah terpaksa

(30)

untuk ikut dengannya memanen jamur di ladangnya. Amelia langsung ikut

tanpa memberitahu kakaknya.

Pada Bab IV menceitakan tentang Amelia pulang dari ladng Maya

pada saat hari menjelang siang, Eliana yang menemukan Amelia baru saja

pulang, langsung saja memarahi Amelia karena tidak meminta izin terlebih

dahulu. Kemudian memuncaklah kekesalan Amelia hingga pada saat ia

mandi, ia mencuci sepatu sekolahnya dengan sikat gigi Eliana.

Pada Bab V menceritakan tentang perasaan bersalah Amelia. Ternyata

tindakan tercela Amelia ketahuan pada saat semua anggota keluarga akan

segera tidur dan Eliana pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi dan

menemukan sikatnya yang rusak. Kemudian Amelia duduk di teras rumah

bersama bapak. Amelia menceritakan bahwa ia terpaksa melakukan itu

semua karena ia sangat kesal dan karena ia selalu disuruh-suruh oleh

Eliana. Malam itu juga bapak menceritakan bahwa Eliana seperti itu karena

sayang kepada Amelia.

Pada Bab VI menceritakan tentang hukuman bapak. Keesokan

harinya, hukuman yang diterima Amelia adalah ia menggantikan Eliana

dan ia mengerjakan semua pekerjaan rumah yang selama ini menjadi

tanggung jawab Eliana.

Pada Bab VII menceritakan tentan Amelia yang ingi di panggil Eli,

seperti kakanya. Berawal setelah Amelia selesai mengerjakan tugasnya, ia

(31)

perjalanan pulang, kaki Amelia malah terkilir dan ia tidak bisa berjalan,

maka Eliana lah yang menggendong Amelia sampai rumah dengan

sisa-sisa tenaganya. Baru saat itu juga Amelia menyadari bahwa selama ini

Eliana sangat menyayanginya, dan ia ingin di panggil Eli karena ia ingin

seperti kakaknya.

Pada Bab VII menceritakan tentang kejadian di sekolahnya. Pada saat

itu Pak Bin menyuruh Amelia untuk mendiktekan buku ipa, namun

ditengah-tengan pembelajaran berlangsung, ada teman Amelia yang

bernama Chuck Norris yang izin ke kamar mandi, sengaja pelajaran

mencatatnya dihentikan untuk menunggu Chuck Norris. namun yang

ditunggu ternyata tidak kunjung datang, padahal sudah setengah jam

lamanya.

Pada bab IX menceritakan Amelia yang diminta oleh Pak Bin untuk

membantu Norris, menemani Norris mengerjakan PR dan cukup bersikap

baik padanya agar Norris merasa ia masih memiliki teman.

Pada Bab X menceritakan tentang percakapan sore hari di rumah Wak

Yati.Saat itu Amelia ditanya oleh Wak Yati, kalau sudah besar Amelia mau

jadi apa. Tetapi ia masih bingung karena disana ada tradisi bahwa anak

bungsu mendapat julukan penunggu rumah yang artinya tidak

diperbolehkan pergi dari kampong tersebut.

Pada Bab XI menceritakan tentang kejadian di sekolah sata pelajaran

(32)

mengarang. Di depan kelas dopasang gambar pemandangan pasar,

kemudian anak-anak disuruh mengarang tentang gambar tersebut,

kemudian setelah selesai salah satu karangannya akan dibacakan oleh Pak

Bin di depan kelas.

Pada Bab XII menceritakan tentang Amelia yang pergi ke rumah

Chuck Norris untuk belajar bersama mengerjakan PR mengarang. Namun

ketikan Amelia akan bergegas pulang, ia melihat foto keluaga Norris dan

Amelia bertanya apakah foto itu adalah foto ibu Norris. tetapi ternyata hal

itu memnbuat Norris marah dan menyuruh Amel segera pergi dari

rumahnya

Pada Bab XIII menceritakan tentang masa lalu Norris. ternyata selama

ini ibu Norris pergi dari rumah dan Norris hanya tinggal bersama bapak

dan kakak-kakaknya. Ternyata ibu Norris pergi bukan karena tidak ingin

mengurus Norris melainkan ia sedang sakit dan sedang dirawat di rumah

sakit Kota Provinsi.

Pada Bab XIV menceritakan tentang Pasar Kalangan. Pasar Kalangan

adalah pasar mingguan di kota kecamatan. Amelia dan keluarganya

pagi-pagi sekali sudah berangkat ke Pasar Kalangan dengan membawa

keranjang rotan yang akan dijual nantinya di Pasar Kalangan. Sesampainya

disana Amel membeli buku tentang lukisan yang ternyata juga pilihan

Norris. tetapi Amelia bersikeras bahwa ia yang berhak memiliki buku itu

(33)

Amelia dirundungi perasaan bersalah karena sudah bersikap egois terhadap

Chuck Norris. sesampainya diruah, ia segera pergi ke rumah Norris untuk

memberikan buku yang telah dibelinya tersebut.

Pada Bab XV menceritakan tentang ujian lisan peta dunia di

sekolahnya. Amelia berhasil menjawab semua pertanyaan Pak Bin dengan

tepat. Namun setelah pembelajaran selesai, Amelia bertugas piket bersama

Norris. Siang itu mendung dan Amelia meminta tolong kepada Norris

untuk mengembalikan gulungan peta dunia itu ke ruang guru. Tetapi

ternyata Norris hanya meninggalkannya di depan kelas dan gulungan peta

itu hancur terkena air hujan. Amelia sangat marah dan ia bergegas pergi ke

rumah noris untuk bertanya mengapa ia tega sekali meninggalkan gulungan

peta itu di depan kelas hingga sekarang gulungan itu menjadi rusak.

Pada Bab XVI menceritakan tentang Norris yang tidak berangkat

sekolah setelah kejadian itu terjadi. Di kelas saat itu Pak Bin sedang

membacakan PR membuat puisi. Dan kali itu puisi yang dibacakan adalah

milik Amelia. Kejutan besar pada hari itu adalah Norris kembali, ia diantar

bapaknya pergi ke sekolah dengan membawa gulungan kertas besar sekali,

yang ternyata itu adalah peta dunia. Norris yang membuatnya, bakat yang

Norris miliki selama ini adalah menggambar. Peta itu sangat terlihat nyata.

Pada Bab XVII menceritakan tentang memanen kopi di lading milik

keluarga Amel. Amel baru mengetahui bahwa ternyata kopi akan berbuah

(34)

perawatan yang baik. Namun di kampungnya, para pemilik lading kopi

masih saja menggunakan cara bertani yang mereka dapat dari nenek

moyang, alhasil kopi yang dihasilkannya pun kurang baik dan kurang

maksimal.

Pada Bab XVIII menceritakan tentang rencana bapak setelah

mendapat hasil dari lading kopi. Yaitu Amelia akan mendapatkan sepatu

baru, seragam dan tas baru, Eli tidak jadi menumpang di rumah koh aceng

melainkan ia akan disewakan kamar yang dekat dengan sekolahnya di kota

kelak. Kemudian Burlian dan Pukat akan disunat.

Pada Bab XIX menceritakan tentang sekolah Amelia yang kedatangan

tamu dari kota yang sedang melaksanakan survey yang beralasan agar

strategi dan prestasi di sekolah dapat meningkat. Namun nyatanya mereka

mengganggu jam pelajaran siswa selama 1 jam.

Pada Bab XX menceritakan tentang kekuatan doa. Nek kiba yang

menceritakannya kepada Amelia, Eliana, Pukat dan Burlian.

Pada Bab XXI menceritakan tentang hari dimana Pukat dan Burlian

akan disunar, namun mereka malah melarikan diri dan mengacaukan

acaranya. Beruntung mereka dapat tertangkap, hingga akhirnya mereka pun

di sunat.

Pada Bab XXII menceritakan tentang Kak Eli yang melanjutkan

sekolahnya ke Kota Kabupaten. Semua keluarga mengantar Eliana ke

(35)

Pada Bab XXIII menceritakan tentang pelajaran mencangkok di

sekolahan Amelia.

Pada Bab XXIV menceritakan tentang Wawak Amelia yang bernama

Wak Yati. Amelia siang itu diminta oleh Mamak untuk mengantarkan

rebung kerumah Wak Yati. Kemudian Amelia membantu Wak Yati

merapikan buku-buku Wak Yati hingga cerita tentang perjalanan Wak Yati

di tanah malaka itu diceritakan kepada Amelia.

Pada Bab XXV menceritakan kasih sayang mamak. Mamak memang

tidak menangis pada saat kepergian Eliana untuk melanjutkan sekolah di

Kota Kabupaten, tetapi itu tidak berarti mamak tidak sedih. Mamak

memang tidak menangis pada saat itu agar Eliana dapat pergi dengan riang

dan tidak merasa terbebani.

Pada Bab XXVI menceritakan tentang petualangan Amelia bersama

Maya dan Paman Unus ke hutan paling dalam di kampungnya dan mereka

disana melihat pohon yang sangat besar. Bisa disebut dengan Pohon

raksasa. Disana Amelia juga diperlihatkan bahwa ada pohon kopi yang

berbuah sangat lebat.

Pada Bab XXVII menceritakan tentang pertemuan tetua kampung

yang berlangsung di rumah Amelia. Pada saat itu Amelia memberanikan

diri untuk mengemukakan pendapatnya bahwa sebaiknya lading kopi yang

ada di kampungnya itu diganti dengan bibit kopi yang lebih baik agar

(36)

Pada Bab XXVIII menceritakan tentang rencana-rencana besar Amelia

tentang mengganti bibit kopi di kampungnya dengan bibit kopi yang lebih

baik. Tempat penyemaian biji kopi tersebut berada di belakang sekolah

Amelia.

Pada Bab XXIX menceritakan tentang kultur jaringan yang dijelaskan

oleh Paman Unus. Penggunaan kultur jaringan bertujuan agar hasil kopi

yang dihasilkan sama baiknya dengan induknya.

Pada Bab XXX menceritakan tentang gunjingan para warga tentang

Amelia yang menyemai bibit kopi bersama teman-temannya. Ada juga

mereka yang salah paham, mereka mengira hal itu hanya akan

menguntungkan keluarga Amelia, padahal sebenarnya tidak.

Pada Bab XXXI menceritakan tentang Amelia, Maya, Tambusai dan

Norris yang berkeliling kampung untuk memberikan penjelasan kepada

warga mengenai penggantian bibit kopi tersebut agar warga tidak salah

paham lagi.

Pada Bab XXXII menceritakan tentang cita-cita Amelia dan

teman-temannya. Ketika mereka berada di rumah Wak Yati, Tambusai lah yang

pertama ditanya, ia ingin menjadi apa, Tambusai ingin menjadi pedagang,

Norris ingin menjadi pelukis besar, Maya ingin menjadi petualang, namun

(37)

Pada Bab XXXIII menceritakan tentang pertemuan besar tetua

kampung yang dihadiri semua warga. Disana Amelia diminta menjelasakan

tentang penggantian bibit kopi di kampungnya tersebut.

Sebenarnya kisah Amel selesai pada pertemuan besar tersebut, namun

Tere Liye menjelaskan kelanjutannya pada epilog. Ternyata rencana

penggantian bibit kopi tersebut gagal total karena beberapa hari setelah

rapat pertemuan besar itu terjadi bencana banjir bandang yang

menghanyutkan 2000 bibit kopi tersebut. Amelia juga melanjutkan sekolah

dan mendapatkan dua gelar doktor sekaligius, yang pertama dalam bidang

pedagogik dan yang kedua dari bidang pertanian kultur jaringan.

3. Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya

sastra dari dalam.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara

langsung) turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud untuk

menyebut sebagian saja misalnya, cerita, plot, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan nilai dalam cerita.

Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Amelia adalah sebagai

(38)

a. Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita

menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan,

kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema

suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur

karangan. Bisa saja tema “dititipkan” dalam unsur penokohan, alur, atau

latar.

Tema dalam novel ini adalah tentang sebuah keluarga sederhana yang

memiliki 4 anak spesial, dan anak terahir dari keluarga tersebut adalah

Amelia, anak kelas 3 SD (Sekolah Dasar) yang memiliki pemahaman dan

keteguhan hati lebih kuat dari ketiga kakanya dan anak seumuran lainnya.

Novel ini juga mengajarkan tentang keberanian mengemukaan pendapat

seorang anak seusia Amelia. (Kosasih, 2008:55)

b. Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan

mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. (Kosasih, 2008:61)

Berikut tokoh-tokoh dalam novel Amelia:

1) Amelia

Tokoh Amelia merupakan tokoh utama dalam novel ini, dia

merupakan anak yang kuat dalam hal keteguhan hatinya dan

(39)

―Kau anak paling kuat di keluarga ini, Amel. Benar sekali. Bukan kuat secara fisik, tapi kuat dari dalam.kau adalah anak yang paling teguh hatinya, paling kokoh dengan pemahaman baik. Lihatlah, bahkan pembicaraan seperti ini tidak akan kita peroleh dari Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian. Tapi kau, dengan usia yang jauh lebih muda, bisa menunjukkan kemampuan memahami dengan baik. Tidak usah dipikirkan, Bapak maafkan soal baju lungsuran itu.‖ (Liye, 2013:26)

Amelia juga merupakan anak yang baik hati, ia tetap sabar meski

ada temannya yang sudah membuatnya jengkel.

―Apa kubilang, Amel.‖ Maya menepuk lenganku. ―seharusnya kau tidak meminjamkan apa pun ke biang rebut itu. Dijamin tidak akan kembali.‖

Aku menghembuskan napas, tidak mendengarkan kalimat Maya. Buku tulis itu penting sekali. Semua catatanku ada di sana. Tapi sudahlah, Norris telah menghilangkannya. Aku akan meminjam buku tulis Maya atau Lamsari, dan menyalinnya, masih banyak solusi atas masalah ini.(Liye, 2013:67)

2) Eliana

Eliana adalah kakak pertama Amelia, dia adalah anak yang

pemberani.

(40)

3) Pukat

Pukat adalah Kakak ke 2 Amelia, dia merupakan anak yang jenius

dan unik karena kadang ia sampai dimarahin mamak karena rasa

penasarannya.

Hanya si jenius, Kak Pukat, yang membuat sendiri perahu otok-otok-nya dengan mengambil kaleng sarden, kaleng kopi, kaleng apa saja milik Mamak-yang kadang jadi masalah. Menurut Kak Pukat, membuat perahu sebesar genggaman tangan itu mudah. Hanya butuh bagian tempat meletakkan kapas dilumuri minyak, kemudian dinyalakan. Api akan memanaskan bagian pipa yang berfungsi seperti knalpot, kemudian uap menyembur dari ujung knalpot tersebut, membuat perahu bergerak di atas permukaan air

dengan mengeluarkan suara ―otok-otok-otok-otok‖.(Liye,

2013:12)

4) Burlian

Burlian adalah kakak ke 3 Amelia, Ia merupakan anak yang

spesial yang akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat.

―Juga Burlian, anak itu spesial sekali. Kakak kau yang satu ini akan melihat dunia luas, pergi ke banyak tempat,mungkin akan menjadi pujangga besar.‖(Liye, 2013:104)

5) Maya

Maya adalah teman baik Amelia, dia juga teman sebangku

Amelia.

(41)

6) Norris

Norris adalah teman satu kelas Amelia, dia terkenal anak yang

paling susah di atur dan sok berkuasa.

Aku mengangguk paham. Satu sekolah juga tahu, si Norris ini adalah anak paling susah diatur, mau menang sendiri, dan sok berkuasa. Di sekolah kami, piket selalu dilakukan setelah pulang sekolah, dua orang. Nasib malang bagi Maya, teman semejaku

Salah seorang teman sekelasku mengacungkan tangan. Tambusai namanya. Nama lengkapnya keren sekali, Tuanku Tambusai.(Liye, 2013:79)

8) Mamak dan Bapak

Mamak dan bapak Amelia bernama Syahdan dan Nurmas, mereka

orangtua yang sangat baik yang tidak akan melarang anaknya untuk menghalangi anak-anaknya pergi jauh. Bahkan, mereka sendiri yang akan melepaskan anak-anaknya.‖ Wak yati menepuk lembut lenganku.(Liye, 2013:107)

9) Wak Yati

Wak Yati adalah wawak Amel, dia kakak dari ayah Amel. Wak

(42)

―Coba kau bayangkan, Miesje. Jika seluruh anak-anak pintar seperti Kak Eli, Burlian, Pukat dan juga kau memilih pergi ke kota, maka siapa yang akan mengurus kampong kita? Siapa yang akan membuat kampong ini maju? Membuat penduduknya lebih makmur? Berpuluh tahun lembah ini tetap begini-begini saja, tidak banyak berubah. Diwariskan turun-temurun dengan dengan segala keterbatasan. Ketika semua anak pintar memilih tinggal di kota, maka kampong akanberkembang dengan lambat. Nah, kenapa harus anak bungsu? Karena biasanya anak paling bungsulah yang paling dekat secara emosional dengan orangtua.‖ (Liye, 2013:106) merangkap kepala sekolah, tapi beliau tinggal di Kota Kabupaten. Kadang datang, lebih sering tidaknya. Kalau datang ke sekolah hanya sehari, sisanya kembali ke kota.

Terkadang, ada juga satu guru honorer lainnya, meski situasinya sama saja. Mereka mengajar demi syarat mengajukan jadi guru PNS—yang hanya memerlukan rekomendasi telah mengajar sekian tahun kepada kepala sekolah, padahal baru mengajar hitungan minggu. Kebanyakan guru –guru honorer ini kerebat dekat dari kepala sekolah atau orang kota. Jika sudah diangkat, pindah mengajar di kota. Jadi hanya Pak Bin yang setiap hari mengajar di sekolah. (Liye, 2013:32)

11)Nek Kiba

Nek Kiba adalah guru ngaji Amelia setiap sore.

(43)

duduk di depan setiap kali mengaji. Seharusnya kau paham lebih dari siapa pun.‖ Norris nyengir lebar sekali.(Liye, 2013:110)

12)Paman Unus

Paman Unus adalah adik satu-satunya mamak Amelia, dia adalah

paman Amelia.

Kak Burlian dan Kak Pukat ikut merapat, menyapa Paman. Juga Kak Eli, yang wajahnya terlihat berseri-seri. Bertanya apa kabar. Paman Unus adalah adik satu-satunya Mamak, juga satu-satunya orang dewasa di kecamatan yang kuliah. Usianya dua puluh tujuh, masih bujangan. Paman lulusan Universitas kota Provins, jurusan Teknik Sipil. Sempat bekerja di Ibukota, tapi memutuskan kembali ke kampung dan tinggal di Kota Kecamatan, tempat keluarga besar Mamak Tinggal.(Liye,2013:188)

c. Alur

Alur adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan

sebab-akibat. Pola pengembangan cerita cerpen atau novel tidaklah

seragam. Jalan cerita suatu novel kadang-kadang berbelit-belit dan penuh

kejutan, tetapi kadang-kadang sederhana. Hanya saja, bagaimanapun

sederhananya alur suatu novel, tidak akan sesederhana jalan cerita dalam

cerpen. Novel akan memiliki jalan cerita yang panjang. Itu karena tema

cerita yang dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para

tokohnya yang juga lebih rumit. (Kosasih, 2008:58)

Alur yang digunakan dalam novel Amelia ini adalah alur maju.

―Bangun, Amel! Suara khas Kak Eli terdengar nyaring di langit-langit kamar.

(44)

―Ini hamper pukul enam, bergegas bangun, shalat, mandi. Kau tidak sekolah hari ini?‖

Aku bergegas mengambil air wudhu di pipa bamboo luar kamar mandi, mengabaikan Kak Burlian dan Kak Pukat yang berebut siapa mandi duluan. Mengerjakan shalat sebaik mungkin, daripada nanti ada yang cerewet menyindirku shalat seperti maling dikejar orang sekampung.(Liye, 2013:27)

Pagi ini indah sekali. Setelah semalaman hujan turun, matahari cerah menyiram halaman sekolah. Aku semangat berlari-lari kecil, berangkat lebih dulu disbanding Kak Eli, Kak Pukat, apalagi Kak Burlian yang selalu paling akhir berangkat sekolah. Rumput masih basah, menyisakan embun di ujungnya yang runtuh karena gerakan kakiku. Sepagi ini, halaman sekolah masih lengang, baru ada beberapa anak yang menyapaku.(Liye, 2013:29)

d. Latar

Latar merupakan unsur intrinsik karya sastra. Latar meliputi latar

tempat dan latar waktu.

1) Latar Waktu

a) Pagi Hari

―Bangun, Amel‖

Aduh, ini kan hari libur, apa pentingnya bangun pagi-pagi, aku protes dalam hati. Suara gerimis, suasana dingin, lebih baik meringkuk dibawah kemul.(Liye, 2013:5)

Cahaya matahari pagi menerpa atap-atap genteng rumah. Lembut menerabas kabut yang mulai menipis. Suara burung terdengar ramai, loncat lincah di atas ranting belukar.(Liye, 2013:145)

b) Siang Hari

(45)

yang Mamak suruh, sepanjang hari kami bolak-balik ke lading karet.(Liye, 2013:71)

―Maksud Kakak, ini sudah pukul dua belas lebih, Amel! Apa yang kau lakukan? KAu hanya membaca saja sejak tadi pagi, hah? Lihat, lantai belum kau pel sama sekali. Kamar-kamar masih berantakan semua. Sepatu sekolah belum kau cuci.‖ Kak Eli berseru lantang, terlihat jengkel.(Liye, 2013:15)

c) Sore Hari

Kak Pukat dan Kak Burlian baru pulang menjelang maghrib. Ternyata mereka membawa perahu otok-otok ke kampong tetangga, berlomba disana bersama teman-teman sekelas. Seru bermain membuat mereka abai matahari telah beranjak tumbang. Lantas lari terbirit-birit, bergegas pulang. Sayangnya tetap saja telat.(Liye, 2013:19)

Kak Eli bolak-balik memeriksa lantai yang ku-pel, memastikan semua bersih mengilap, sesuai standar versi miliknya. Juga saat membersihkan kamar-kamar. Dengan perasaan dongkol aku harus mengerjakannya di bawah tatapan tajam Kak Eli. Berkali-kali disuruh mengerjakan ulang, seolah baru kemarin aku belajar memasang seprai, melipat kemul. Hanya satu tugas Mamak yang tidak sempat kukerjakan, mencuci sepatu sekolahku. Sudah terlanjur sore dan awan hitam menggelayut di langit, nanti tidak kering dijemur.(Liye, 2013:20)

d) Malam Hari

Malam datang membungkus perkampungan. Hujan deras akhirnya turun. Jalanan depan rumah sepi. Tidak terlihat orang lewat seperti biasa, membawa obor bamboo. Siapa pula yang mau berpergian malam-malam hujan begini, kecuali urusannya penting sekali.(Liye, 2013:20)

(46)

2) Latar Tempat

a) Kamar Amelia

―Bangun, Amel!‖ mamak sudah tiba di pintu kamar. Tudung rambutnya agak miring. Pakaiannya terlihat kotor oleh bumbu masakan. Tangannya bahkan masih memegang irus, sendok besar untuk menyendok sayur. Mamak selalu sibuk, dalam satu meja, Maya.(Liye, 2013:29)

c) Teras Rumah Amelia

(47)

e) Rumah Wak Yati

Aku berlari-lari kecil mendahului Kak Eli, menaiki anak tangga, menuju teras rumah panggung. Belum lengkap mulutku hendak memanggil,Wak Yati telah melangkah keluar dari pintu. Wajahnya terlihat riang, senyum mengembang dari wajahnya yang keriput.(Liye, 2013:101)

f) Rumah Norris

Rumah panggung keluarga Norris sepi. Angin bertiup lembut membuat anak rambutku bergerak-gerak. Aku mendorong pintu pagar, berseru mengucap salam. Terdengar jawaban salam, suara serak orang dewasa.(Liye, 2013:127)

g) Pasar Kalangan

Kami tiba di Pasar Kalangan satu jam kemudian. Pakaianku lembap oleh keringat. Menyeka dahi yang berpeluh. Mamak langsung menuju pengepul anyaman keranjang di pojok pasar. Mamak sudah mengenal pembelinya, teman Paman Unus dari kota. Tanpa tawar-menawar, keranjang itu dinaikkan semua ke atas mobil pick-up. Teman Paman Unus menyerahkan uang yang telah dihitung. Transaksi selesai.(Liye, 2013:148)

h) Ladang Kopi

Kami tiba di lading kopi satu jam kemudian. Semua bekal diturunkan, diletakkan di bawah pondok kayu beratap daun enau. Mamak menyuruh Kak Eli dan beberapa remaja tanggung merapikan bekal tersebut. Sementara Bapak membagikan keranjang kosong untuk mulai memetik buah kopi.(Liye, 2013:190)

i) Rumah Nek Kiba

(48)

e. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.

Posisi pengarang terdiri atas dua macam, yaitu berperan langsung sebagai

orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai

pengamat. (Kosasih, 2008:62)

Pada novel Amelia ini, sudut pandang pengarang sebagai orang

pertama, yang berperan langsung di dalam cerita.

Aku menoleh, menggeleng. Bagaimana aku mau membaca buku, Kak Eli menyita seluruh bukuku, dan baru dikembalikan kalau ia mau mengembalikan, yang itu berarti terserah-serah Kak Eli. Tadi sebenarnya aku mau mengadu soal itu ke Bapak, tapi Kak Eli selalu punya ‗akasan baik‘ kenapa terpaksa menyita bukuku. Dan meskipun Bapak selalu membelaku, setiap ada maslah dengan Kak Eli, tapi Bapak juga selalu menyuruhku membereskan sendiri masalahnya. Jadi percuma.(Liye, 2013:21)

f. Gaya Bahasa

Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau

suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan

hubungan dan interaksi antar tokoh. Kemampuan sang penulis dalam

menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang

berterus-terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelkan, dan objektif

atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi

adegan yang seram, adegan cinta, peperangan, keputusasaan, atau

(49)

Gaya bahasa yang sering muncul dalam novel tersebut adalah gaya

bahasa personifikasi. Berikut contoh-contohnya:

1) Pagi baru saja menyapa. (Liye, 2013:5)

2) Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut

membasuh perkampungan.(Liye, 2013:14)

3) Matahari telah tergelincir dari titik tertingginya. Sudah lewat waktu

dzuhur.(Liye, 2013:44)

g. Amanat

Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya.

Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah, kita sebagai

pembaca dapat mencontoh siap dari Amelia, Amelia adalah anak yang

kuat dalam keteguhan hatinya dan pemahaman yang baik untuk anak se

usianya. Dia juga anak yang mau memaafkan temannya, meski temannya

itu selalu membuatnya kesal dan menjengkelkan. Amelia anak yang

berani, bahkan ia pun berani mengutarakan pendapatnya dalam rapat tetua

kampung yang diselenggarakan di rumahnya demi kemajuan

kampungnya.

B. Biografi Penulis

Nama Tere Liye merupakan nama seorang penulis berbakat tanah air. Dari

(50)

Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya

untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah persembahan karya untuk

Sang Maha Segalanya, Tampaknya Tere Liye tidak ingin dikenal oleh

pembacanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya informasi tentang kehidupan dan

keluarganya yang pembaca dapat melalui bagian “tentang penulis yang

terdapat pada bagian belakang sebuah novel. Ia bisa di anggap salah satu

penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-karya best seller. Saat ini ia

telah menghasilkan banyak karya, bahkan beberapa di antaranya telah di

angkat ke layar lebar.

Tidak seperti penulis lain yang kebanyakan memasang foto, kontak nomor

yang bisa dihubungi, profil lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere

Liye memang tidak ingin dipublikasikan ke media umum terkait dengan

kehidupan pribadinya, mungkin alasannya karena Tere Liye ingin

mempersembahkan karya terbaiknya dengan sederhana dan tulus.

Nama aslinya adalah Darwis. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di

pedalaman Sumatera Selatan, di Tandaran Palembang. Darwis lahir di dekat

Bukit Barisan. Ia tinggal dikelilingi hutan, dilingkari sungai, dibentengi bukit

dan gunung. Ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang sangat sederhana,

Ayahnya bernama Syahdan (beliau meninggal beberapa tahun lalu) sedangkan

ibunya bernama Nurmas. Walaupun sudah ditinggal ayahnya, tapi Darwis

mempunyai semangat yang tinggi juga mempunyai mimpi-mimpi besar

(51)

Selain itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama disalah satu pondok

pesantren di daerah Sumatera.

Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan di karuniai seorang

putra bersnama Abdullah Pasai dan seorang putrid bernama Faizah Azkia.

Tere Liye tumbuh di Pedalaman Sumatra, ia tumbuh di keluarga yang sangat

sederhana dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Kemudian,

novel-novel karya Tere Liye yang diangkat menjadi film layar lebar dalah

novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga. Satu satunya

sarana yang digunakan Tere Liye untuk berkomunikasi dengan para

penggemarnya adalah email darwisdarwis@yahoo.com.

Pendidikan sekolah dasar yang ia lalui di SDN 2 Kikim Timur Sumatera

Selatan, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMPN @ Kikim Timur

Sumatera Selatan. Lalu mengenyam pendidikan menengah atas di SMUN 9

Bandar Lampung. Terahir ia kuliah di Universitas Indonesia pada Fakultas

Ekonomi.

C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye

Setiap penulis memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam penulisan

novel. Tere Liye biasanya menyuguhkan novel yang menyentuh, dan bisa

membuat para pembacanya hanyut dan merasa seolah-olah menjadi tokoh

dalam novel atau menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dalam novel

(52)

namun mampu memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam setiap

nomelnya. Entah itu pemahaman tentang arti kehidupan, tentang arti keluarga,

tentang arti kehilangan sehingga pembaca dapat memahami bahwa apapun

yang ada di dunia ini bukanlah milik kita, namun milik sang pemberi

kehidupan, adapun tentang dunia anak-anak yang dapat di sajikan oleh Tere

Liye dengan sedemikian baiknya, dunia anak-anak yang bahkan belum pernah

penulis bayangkan sebelumnya, dimana rasa ingin tahu dan proses belajar

menyatu dengan kepolosan, kenakalan dan keisengan anak kecil.

Tere Liye juga selalu mengaitkan permasalahan dalam setiap novelnya

dengan keagamaan dan terkadang menyampaikan bahwa setiap apa yang kita

inginkan tidak selalu dapat terpenuhi, sehingga banyak juga karya-karya Tere

Liye yang mengajarkan arti kesabaran.

Dari karya-karya Tere Liye membagi pemahaman bahwa sebetulnya

hidup ini tidaklah rumit seperti yang sering terpikir oleh kebanyakan orang.

Hidup adalah anugrah yang Kuasa dan karena anugrah berarti harus disyukuri.

―Bekerja keras dan selalu merasa cukup, mencintai, berbuat baik dan selalu

(53)

D. Karya-karya Tere Liye

Tere Liye merupakan penulis berbakat yang dimiliki Indonesia dengan

sebagian besar karyanya merupakan best seller, seperti halnya novel yang

diteliti oleh penulis.

Inilah beberapa novel karya Tere Liye yang lainnya beserta kutipan

sinopsis yang telah tersebar di seluruh Indonesia, yaitu:

1. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)

Novel ini mengangkat kisah seorang bocah perempuan bermata hijau telaga yang baru berusia 6 tahun. Gadis cilik tersebut bernama Delisa. Ia merupakan anak bungsu di dalam keluarganya. Adapun

kakak-2. Kisah Sang Penandai (Mahakata, 2005)

Duhai, apakah kau akan memilih mati ketika cinta sejatimu tidak terwujudkan? Ataukah hanya bisa memeluk lutut, menangis tersedu, bersembunyi di balik pintu seperti anak kecil tidak kebagian sebutir permen? Adalah Jim, pemuda yatimp-piatu dipilih oleh Sang Penandai (penjaga dongeng-dongeng), untuk mengukir kisah melupakan sang pujaan hati, Nayla. Adalah Jim, pemuda yang jangankan memegang pedang, membaca pun dia tidak bisa, terpilih untuk menggurat cerita tentang berdamai dengan masa-lalu. Dia harus menyelesaikan pahit-getir perjalanannya apapun harganya!

3. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 2. Republika, 2009)

Jalan ini tidak pernah berujung, Burlian-Kun tidak pernah…. Jalan -jalan ini akan terus mengalir melewati lembah-lembah basah, lereng-lereng gunung terjal, kota-kota, desa-desa eksotis nan indah,

tempat-tempat yang memberikan pengetahuan, tempat-tempat yang

(54)

pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara, dan dari sana kau bahkan bisa pergi lebih jauh lagi menemukan sambungan jalan berikutnya, mengelilingi dunia, melihat seluruh dunia, masa depan anak-anak kampong, masa depan bangsa kalian, masa depan kau yang penuh kesempatan Burlian-kun.

4. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 3. Republika, 2010)

“Jangan pernah membenci mamak kau, jangan sekali-kali. Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kau, Amelia, Burlian, dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta easa sayangnya kepada kalian…”

5. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Buku 4 Republika, 2011)

Pernahkah kau memperhatikan, siapa orang terahir yang bergabung di meja makan? Orang yang terahir menyendok sisa sayur, bahkan kadang kala kehabisan makanan di piring? Lantas siapa pula yang terahir beranjak tidur, baru bisa memejamkan mata setelah memastikan anak-anaknya tidur? Ia selalu menjadi yang terahir dalam setiap urusan. Dan ia pula yang selalu menjadi yang pertama dalam urusan lainnya, Ia yang pertama bangun, Ia yang pertama membereskan rumah, Ia yang pertama ada saat anak-anaknya sakit, terluka, dan membutuhkannya. Tidakkah kau memperhatikannya?

6. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)

Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh.

Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian, Aku punyadua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan Papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak.

Aku sama seperti remaja kebbanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.

Namaku Raib. Dan aku bisa menghilang.

7. Rindu (Republika, 2014)

“Apalah arti memiliki,

(55)

Apalah arti kehilangan,

ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta,

ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”

8. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka

Utama, 2014)

“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta”

Kumpulan 24 sajak dengan ilustrasi ternaik dari Tere Liye. Sajak tentang memiliki, pun tentang melepaskan.

Sajak tentang pertemuan, juga tentang perpisahan. Sajak tentang kebahagiaan, juga tentang kesedihan.

Tambahkan pula sajak bergurau, bercanda dengan perasaan.

Para pecinta adalah pujangga terbaik yang pernah ada.

Dan kasih sayang pun adalah sumber inspirasi paling deras yang pernah ada.

Hadiahkan sajak-sajak ini un tuk orang yang paling kita sayangi. Agar mereka paham tentang perasaan.

Karena sungguh:

“Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta

9. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)

(56)

Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan dengan tangannya.

Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.

10.Pulang (Republika, 2015)

“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak disbanding di matanya.”

Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

11.#aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)

Jatuh cinta adalah salah satu anugerah terbaik. Cinta member kita kesempatan untuk memahami banyak hal. Cinta juga menjadikan kita lebih dewasa, lebih berani, dan bertanggung jawab. Cinta pula yang menjadikan manusia sebagai manusia.

Masing-masing dari kita memiliki kutipan favorit tentang cinta. Satu, sepuluh, atau bahkan seratus kutipan seperti yang ada dalam buku ini bisa menjadi pegangan kita dalam mencinta.

12.Matahari (Gramedia, 2016)

Namanya Ali, usianya 15 tahun. Kelas X. Jika saja orangtuanya mengizinkan, seharusnya dia sudah duduk di tingkat akhir ilmu fisika program doctor di universitas ternama. Ali tidak menyukai

sekolahnya, guru-gurunya, teman-teman sekelasnya. Semua

memboxankan baginya. Tapi sejak dia mengetahui ada yang aneh pada diriku dan Seli, teman sekelasnya, hidupnya yang membosankan berubah seru. Aku bisa menghilang, dan Seli bisa mengeluarkan petir.

Ali sendiri mempunyai rahasia kecil. Dia bisa berubah menjadi beruang raksasa. Kami bertiga kemudian berpetualang ke tempat-tempat menakjubkan.

(57)

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Gaya Bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah

style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk

menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan

mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu

penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu

berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau

mempergunakan kata-kata secara indah. (Keraf, 1994:112)

Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya

adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,

berpakaian, dan sebagainya. Dengan menerima pengertian ini, maka kita dapat

mengatakan, “Cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak”,” Cara

menulisnya lain dari kebanyakan orang”, gaya bahasa adalah cara

menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat memungkinkan kita dapat menilai

pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang dapat mempergunakan bahasa

itu. (Keraf, 1994:113)

Gaya Bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara

khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

(58)

Sebenarnya, Tere liye memakai banyak gaya bahasa dalam novelnya yang

berjudul Amelia. Namun yang banyak muncul atau mendominasi novel

tersebut adalah gaya bahasa personifikasi.

Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (Keraf, 1994:140)

Berikut kutipan novel yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi:

1. Gerimis membungkus perkampungan.

Sejauh mata memandang terlihat tetes air. Di ujung-ujung genteng, dedaunan, juga halaman. Tidak lebat. Tidak sampai menghalangi penduduk kampung kami pergi ke ladang menyadap karet, menyiangi rumput kebun kopi, atau ke hutan mencari rotan dan bambu.(Liye, 2013:5)

2. Pagi baru menyapa. Di jalan depan rumah panggung terlihat beberapa tetangga yang kukenal, menyampirkan keranjang di punggung, berjalan bergegas di bawah rinai. Satu dua mengenakan plastic besar sebagai jas hujan. Lebih banyak yang memakai topi lebar. Kata Pak Bin, penduduk kampung kami itu memang rajin-rajin. Sepagi ini, hujan tidak membuat mereka mengeluh, apalagi menunda pekerjaan. (Liye, 2013:5)

3. Dan Mamak dengan suara nyaring, langsung menyahut dari dapur,

―Bangunkan segera adik-adik kau, Eli. Hari ini Mamak dan Bapak akan

sibuk sekali membantu Mang Dullah menebar bibit padi. Harus segera berangkat pagi-pagi buta.‖(Liye, 2013:6)

4. ―BURLIAN!! PUKAT!!‖ Suara Kak Eli memotong hembusan napasku.

Memecah suara gerimis, ―Kalian mau ke mana?‖ (Liye, 2013:11)

5. Aku segera terbenam, asyik membaca. Duduk di kursi kayu panjang teras rumah. Gerimis sudah berhenti, digantikan cahaya matahari yang lembut membasuh perkampungan. Dan waktu berlalu sepat tanpa terasa.(Liye, 2013:14)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian “ Diksi, Gaya Bahasa, Citraan, dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Hujan Karya Tere Liye serta Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Nilai Edukatif Pada Novel Amelia Karya Tere Liye Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar di SMA

2010.. Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan Pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Berdasarkan analisis gaya bahasa dalam novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye, fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah menambah

Nilai-nilai pendidikan terkandung dalam empat novel SAAM karya Tere-Liye, yakni seluruh bab dalam novel Eliana , Pu- kat , Burlian , dan Amelia mengandung nilai-nilai

Dalam penelitian analisis nilai pendidikan karakter terhadap sosial dan lingkungan tokoh utama dalam novel Amelia karya Tere Liye menggunakan pendekatan sosiologi

Konflik yang terdapat dalam novel Amelia karya Tere Liye adalah konflik manusia dengan dirinya sendiri, konflik manusia dengan manusia, dan konflik manusia dengan

(3) Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan karakter dalam novel Pukat terhadap kehidupan sehari-hari.. Penelitian ini menggunakan metode