• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) BRONDONG LAMONGAN Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN

(TPI) BRONDONG LAMONGAN

Oleh :

CATUR AMRINA S SURABAYA–JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN

(TPI) BRONDONG LAMONGAN

Oleh :

CATUR AMRINA S NIM. 141011078

Telah diujikan pada

Tanggal : 7 Oktober 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Anggota : Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.

Agustono Ir., M.Kes.

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

Sudarno, Ir., M.Kes.

Surabaya,

Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga

Dekan,

(3)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : Catur Amrina S

N I M : 141011078

Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 06 Maret 1992

Alamat : Jl. Galangan No.11 Semampir, Sedati, Sidoarjo

Judul Skripsi : Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan

Pembimbing : 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

2. Sudarno Ir., M.Kes.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 7 Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,

(4)

RINGKASAN

Catur Amrina S. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan. Dosen pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA dan Sudarno, Ir., M.Kes.

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan merupakan tempat

pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. lkan kuniran (Upeneus sulphureus)

termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis

penting. Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut sering

terinfeksi cacing endoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis

cacing endoparasit dan prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan

kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong. Metode penelitian yang

digunakan adalah survey dengan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak

(random sampling) terhadap ikan kuniran di TPI Brondong. Pengambilan sampel

dilakukan sebanyak empat kali pengambilan masing-masing 25 ikan, sehingga

total sebanyak 100 ikan. Ikan sampel dilakukan pemeriksaan organ-organ tubuh

dan saluran pencernaan, pewarnaan cacing dan identifikasi cacing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan larva stadium tiga

Anisakis simplex dan cacing dewasa Camallanus carangis. Tingkat prevalensi

larva stadium tiga Anisakis simplex dan Camallanus carangis pada ikan kuniran

(Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan sebesar 36% (Commonly).

Dengan ditemukannya larva stadium tiga Anisakis simplexdiperlukan pengolahan

yang baik dan benar sebelum ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia karena

(5)

SUMMARY

Catur Amrina S. Study Identification and Prevalence of Worm Endoparasites in Sulphur goathfish (Upeneus Sulphureus) at The Fish Auction Place Brondong, Lamongan. Academic Advisor Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA and Ir. Sudarno, M. Kes.

The Fish Auction Place Brondong, Lamongan is the biggest fish landing

sites in East Java. Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) including in groups

fish demersal that has value economically important. Some research on marine

fishes suggest that, marine fishes that is often infected by worm endoparasites.

This aims of the study is want to know a kind of worm endoparasites and

their prevalence that infected Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) in The Fish

Auction Place Brondong, Lamongan.

Methods of research done by random sampling survey. Sampling was

conducted four times, each taking 25 samples, therefore the total were 100

samples. Fish samples examined body organo and digestive tract, and performed

staining and identification of worms.

Research result showed that there were third stage larvae of Anisakis

simplex and adult worm of Camallanus carangis. The prevalence of third stage

larvae of Anisakis simplex and adult worm of Camallanus carangis in Sulphur

goathfish (Upeneus sulphureus) was 36 % (commonly). With the discovery of

third stage larvae ofAnisakis simplex, therefore required processing the good and

right of Kuniran fish before the fish for human consumption because it is

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Identifikasi Dan

Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat

Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan dapat terselesaikan. Laporan ini

disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium

Pendidikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga pada bulan

Juli-Agustus 2014.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan

memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.

Surabaya, September 2014

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dekan Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Airlangga.

2. Dosen wali, Prof. Moch Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D atas pengarahan

akademik dan non-akademik.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dosen Pembimbing pertama dan

Bapak Ir. Sudarno, M.Kes, Dosen Pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingannya sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian

skripsi.

4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si, dan Prof.

Hari Suprapto, Ir., M.Agr., dosen penguji yang telah memberikan banyak

saran dan masukan terhadap perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Putri Desi Wulansari S.Pi., M.Si. yang telah membantu kelancaran

skripsi ini.

6. Orang tua tercinta Bapak Suhatmadi, Ibu Masri’ah dan kakak-kakakku

yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi selama ini.

7. Fatra, Dhanik, Rahma, Mega, Devi, Sari, Fifit, Maya, Mentari, Amalia,

Shinta dan Shasa. Serta teman Budidaya Perairan Unair 2010.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun

(8)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... ... 3

1.4 Manfaat... ... ... 3

II. Tinjauan Pustaka .. ... 4

2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) ... 4

2.1.1 Klasifikasi (Upeneus sulphureus)... 4

2.1.2 Morfologi (Upeneus sulphureus)... 4

2.1.3 Habitat dan Penyebaran (Upeneus sulphureus) ... 5

2.2 Parasit... ... 5

2.3 Cacing Nematoda ... 5

2.3.1Camallanus carangis... 6

2.3.2Camallanus cotti ... 8

2.3.2Anisakis simplex ... 10

2.4 Cacing Trematoda ... 13

2.4.1Lecithochirium... 14

2.4.2Prosorhynchus ... 17

III. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 19

3.1 Kerangka Konseptual ... 19

IV. Metodologi Penelitian ... 22

(9)

4.2.1 Alat Penelitian ... 22

4.2.2 Bahan Penelitian ... 22

4.3 Metode Penelitian... 22

4.3.1 Prosedur Penelitian ... 23

4.3.2 Identifikasi Cacing... 25

4.4 Diagram Alir Penelitian ... 25

4.5 Parameter Penelitian ... 25

4.6 Analisis Data ... 26

V. Hasil dan Pembahasan... 27

5.1 Hasil... 27

5.1.1 Identifikasi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 27

5.1.2 Prevalensi Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 32

5.2 Pembahasan... 33

VI. Kesimpulan dan saran ... 36

6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran... 37

Daftar Pustaka ... 38

(10)

SKRIPSI

STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN

(TPI) BRONDONG LAMONGAN

Sebagai Salah Satu untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

CATUR AMRINA S NIM. 141011078

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Ikan Kuniran ... 5

2. Camallanus carangis... 7

3. Camallanus cotti. ... 9

4. Siklus HidupCamallanus cotti ... 10

5. Anisakis simplex.. ... 11

6. Siklus HidupAnisakis simplex... 14

7. Lecithochirium grandiporum... 15

8. Siklus HidupLecithochirium grandiporum... 16

9. Prosorhynchus longisaccatus ... 17

10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 21

11. Diagram Alir Penelitian ... 25

12. Morfologi CacingAnisakis simplex(Mikroskop Binokuler) ... 29

13. Morfologi CacingAnisakis simplex(Mikroskop Lucida) ... 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Predileksi cacing yang Ditemukan ... 41

2 Data Ikan Kuniran ... 42

3 Data Cacing Yang Ditemukan ... 46

4 Kunci identifikasiCamallanus... 47

(14)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong berada di Kabupaten Lamongan

dan merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. TPI Brondong

memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu

sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut serta berperan penting dalam

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil tangkapan laut nelayan TPI

Brondong Lamongan didominasi oleh ikan yang mempunyai nilai ekonomis

tinggi, diantaranya ikan kuniran (Upeneus sulphureus), kambangan (Lutjanus

sanguineus), krese (Nemipterus japonicus), golok sabrang (Pricanthus tayenus),

kapasan (Gares punctatus), kakap merah (Lutjanus campechanus), kakap putih

(Lates calcarifer), kerapu (Cromileptes), layur (Trichiurus savala), cumi-cumi

(Loligo sp), tongkol (Auxis thazard), hiu (Carcharias menissorah) dan bawal

(Pampus argentus) (Muttaqin dan Abdulgani, 2013).

lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan

demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu memiliki nilai pasaran

yang tinggi, volume produksi makro yang tinggi dan luas serta daya produksi

tinggi harga tidak mempengaruhi (Genisa, 1999) dan tersebar di seluruh wilayah

perairan Indonesia (Ernawati dan Sumiono, 2006).

Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan komoditi utama dan banyak

ditangkap oleh nelayan. Berdasarkan sumber Pusat Informasi Pelabuhan

(15)

2014 mencapai 190.348 kg. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap

Perairan Laut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun 2012

menunjukkan bahwa volume produksi seluruh perikanan tangkap ikan kuniran

(Upeneus sulphureus) di perairan laut Indonesia mencapai 3.588.890 kg.

Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut yang

bersifat karnivora sering terinfeksi cacing endoparasit. Salah satu cacing

endoparasit yang mempunyai prevalensi tinggi pada spesies ikan laut adalah

Anisakis sp. (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Endoparasit merupakan parasit

yang hidup di dalam tubuh inang. Parasit tersebut mengambil bahan makanan dari

organisme yang ditumpangi dengan maksud untuk berkembang biak (Subekti dan

Mahasri, 2012).

Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi

patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala

klinisnya kurang dapat dilihat dengan jelas. Walaupun ikan yang terinfeksi cacing

tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya

fekunditas inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011). Infeksi parasit

dapat menyebabkan kerugian pada inang definitif misalnya menghambat

pertumbuhan dan penurunan produksi. Infeksi cacing pada manusia dapat

berdampak terhadap kesehatan manusia (zoonosis) yang ditandai dengan gejala

sakit pada abdomen, kejang dan muntah (Palm, 2008). Oleh karena itu, diperlukan

pemahaman terhadap cacing parasitik dan penyakit yang ditimbulkan terutama

(16)

Sampai saat ini, informasi tentang identifikasi dan prevalensi cacing

endoparasit pada ikan di Indonesia masih sedikit (Sarjito dan Desrina, 2005),

dengan demikian berdasarkan hal di atas yang telah dikemukakan perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada

ikan kuniran di TPI Brondong, Lamongan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jenis cacing endoparasit apa saja yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan ?

2. Berapa tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan

kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong Lamongan ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui jenis cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran

(Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.

2. Mengetahui tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan

kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu memberikan informasi

mengenai jenis dan jumlah cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran

(Upeneus sulphureus). Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan

(17)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)

Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang hidupnya cenderung

berada di perairan yang relatif dalam, yaitu antara 30 sampai 70 meter dari

permukaan laut. Ikan tersebut termasuk ke dalam famili Mullidae (Sumiono dan

Nuraini, 2007). Berikut ini klasifikasi dari ikan kuniran menurut Uiblein dan

Heemstra (2009) yaitu

2.1.2 Morfologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)

Menurut Sumiono dan Nuraini (2007), ciri morfologis antara lain terdapat

dua garis melintang berwarna kuning dari kepala sampai bagian ekor. Pada kedua

sirip punggung terdapat dua sampai tiga tulang keras, ujung sirip berwarna

kuning. Sirip anus dan sirip dada berwarna pucat dengan ekor berbentuk tumpul

dan berwarna kuning. Bagian punggung (dorsal) ikan berwarna kemerahan dan

bagian perut (abdomen) berwarna keputihan. Sirip punggung pertama terdapat

tonjolan runcing. Sirip dada berjari - jari antara 15-18 cm. Ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) memiliki bentuk badan yang memanjang hingga mencapai panjang

(18)

Gambar 2.1 Morfologi Ikan Kuniran (Ublein, 2009)

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)

lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan

demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah

perairan Indonesia. Berdasarkan kedalaman, habitat ikan kuniran terdapat pada

kedalaman perairan 30 sampai 40 meter dari permukaan laut. Kelompok ikan

demersal mempunyai ciri sebagai berikut bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas

relatif rendah dan gerak ruaya atau migrasi juga tidak terlalu jauh (Badrudin, 2006

dalam Ernawati dan Sumiono, 2006).

2.2 Parasit

Menurut Kabata (1985) parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok

berdasarkan habitat parasit yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah

parasit yang habitatnya di bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit

yang habitatnya di dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan

organ lain.

2.3 Cacing Nematoda

Cacing Nematoda terdiri atas mulut dibagian anterior, kadang-kadang sub

dorsal atau sub ventral dan biasanya dikelilingi oleh bibir-bibir. Lubang mulut

(19)

dan dapat berisi struktur seperti gigi atau menuju faring yang biasanya silindris

dan dikelilingi oleh jaringan muskuler atau langsung masuk ke esofagus (Subekti

dan Mahasri, 2012). Menurut Sarjito dan Desrina (2005), cacing Nematoda yang

dapat menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Camallanus carangis,

Camallanus cotti, dananisakis simplex

2.3.1Camallanussp

a. Klasifikasi

Klasifikasi cacingCamallanus carangis menurut Rigbyet al (1998) yaitu

sebagai berikut :

Menurut Moravec et al (2006), cacing Camallanus merupakan cacing

nematoda yang berukuran panjang 16,5 mm untuk cacing jantan dan 18,1 mm

untuk cacing betina serta memiliki bentuk tubuh silindris memanjang. Tubuhnya

ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung anterior

sampai ujung ekor berwarna oranye sampai coklat. Bagian ujung kepalanya

membulat sedangkan bagian akhir ekor meruncing. Bagian mulut terdapat celah

sempit yang terbuka dengan sudut yang membulat. Terdapat delapan papila

(20)

bagian papila lainnya terletak di bagian luar mulut dan berbentuk bulat besar.

Organ khas yang dimiliki cacingCamallanus yaitu adanyabuccal capsule. Setiap

katup pada buccal capsule dilengkapi dengan sembilan lekukan, satu lekukan di

bagian tengah dan masing-masing empat lekukan di bagian ventral dan dorsal.

Lekukan tersebut terletak agak miring dari ujung anterior ke ujung posterior.

a b

Gambar 2.2Camallanus carangis(Rigbyet al, 1998) Keterangan : a. AnteriorCamallanus carangis

b. PosteriorCamallanus carangis

c. Predileksi

Camallanus sp. secara umum menginfeksi usus, cacing ini juga

menginfeksi pilorus dan sekum (Adji, 2008). Cacing Camallanus sering disebut

jugagastro intestinal parasite, selain itu hidupnya berkoloni.

(21)

Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa berkopulasi di tubuh

inang kemudian cacing betina yang mengandung larva menuju lumen usus.

Camallanus sp. merupakan cacing vivipar, larva akhirnya berada di air dan dapat

termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai

inang perantara dari Camallanus sp. tersebut dan akan dimakan oleh inang

definitif ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada

lapisan muskularis mukosa dan berkembang menjadi cacing dewasa pada ikan

sebagai inang definitif. Inang paratenik termasuk dalam siklus cacing tersebut,

dengan cara beberapa ikan pembawa larva dan akan berakhir pada saluran

pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu cacat dan anemia pada

ikan (BuchmannandBrescani, 2001).

d. Gejala Klinis

Infeksi cacing Camallanus tidak menunjukkan gejala klinis, namun

apabila terinfeksi berat dapat menyebabkan ikan menjadi lemah, terdapat luka

pada usus, anemia, dan emasiasi (tubuh kurus dan kering) (Rigby, 1997).

2.3.2Camallanus cotti

a. Klasifikasi

Klasifikasi cacing Camallanus cotti menurut Moravec and Justine (2006)

(22)

b. Morfologi

Menurut Moravec and Justine (2006) cacing Camallanus cotti termasuk

nematoda yg berukuran sedang, jantan memiliki panjang 2,60 – 3,63 mm dan

betina berukuran 7,00 – 9,44 mm. Cacing ini memiliki kutikula yang tipis.

Memilikibuccal capsule yang besar dan tridents yang berukuran besar.Excretory

poreterletak pada bagian posterior dari lingkar saraf.

a b

Gambar 2.3 MorfologiCamallanus coti(Moravec and Justine, 2006) Keterangan : a. AnteriorCamallanus cottidengan skala bar 200 μ m

b. PosteriorCamallanus cottidengan skala bar 200 μ m c. Predileksi

Menurut Moravec andJustine (2006), habitat dari cacingCamallanus cotti

adalah pada usus ikan.

d. Siklus Hidup

Camallanus sp. berkembang melalui keberadaan inang perantara.

Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini

menjadi makanan krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan dan

(23)

oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi Camallanus jika ikan

tidak dimakan oleh ikan karnivora lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang

tanpa inang perantara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai

kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang

disana (Untergasser 1989).

Gambar 2.4 Siklus HidupCamallanus cotti(Monks, 2014)

e. Gejala Klinis

Pada umumnya infeksi cacing endoparasit Camallanus cotti tidak

menunjukkan gejala klinis yang nyata (Moravecand Justine, 2006).

2.3.3Anisakis simplex

a. Klasifikasi

Klasifikasi cacing Anisakis simplex menurut Kabata (1985) sebagai

berikut:

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Ascaridida

Famili : Anisakidae

Genus :Anisakis

(24)

b. Morfologi

Cacing Anisakis simplex merupakan cacing dari Nematoda, bentuknya

gilik memanjang dan berukuran panjang antara 7 sampai 22,5 mm dengan bentuk

tubuh tumpul pada bagian posterior dan meruncing pada bagian anterior dan

berwarna putih sampai krem. Bagianesophagusmemiliki panjang 1,3-2 mm yang

terletak di bagian anterior ventriculus dan terlihat jelas pada stadium larva. Bagian

ventriculus terletak di bagian akhir esophagus dengan panjang 0,5-0,9 mm.

Bagian ekor berbentuk tumpul dengan panjang antara 0,08-0,58 mm yang

dilengkapi denganmucronkecil yang berukuran 0,015-0,02 mm (Zubaidy, 2010).

Gambar 2.5Anisakis simplexdengan skala bar 0,7 mm

Keterangan : (bt : boring tooth) gigi larva, (nr : nerve ring) cincin saraf, (es : esophagus) esofagus, (ve : ventriculus) ventrikulus, (in : intestinum) usus, (an : anus) anus. (Gandarilas and Lohrmann, 2009)

c. Predileksi

Menurut Muttaqin dan Abdulgani (2013), distribusi Anisakis sp. dalam

tubuh ikan adalah di lambung, usus, hati, rongga tubuh, gonad dan ginjal. Habitat

dan penyebaran cacing endoparasit dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis

(25)

endoparasit karena banyaknya sumber bahan organik yang bisa diserap oleh

cacing (Desrina dan Kusumastuti, 2006 dalam Saputra, 2011).

d. Siklus Hidup

Menurut Pascual et al. (1999) cacing Anisakis simplex memiliki siklus

hidup yang kompleks dan melalui sejumlah inang perantara dalam siklus

hidupnya. Melalui feses mamalia laut yang berperan sebagai inang definitif elur

tersebut menetas dan larva stadium kedua hidup bebas di dalam air yang dapat

bertahan hidup selama beberapa hari tergantung pada temperatur air. Larva ini

kemudian dimakan oleh krustasea laut yang berperan sebagai inang perantara

pertama dan larva tersebut melanjutkan perkembangan hidupnya hingga stadium

infektif (larva stadium kedua).

Jika krustasea dimakan oleh ikan atau cumi-cumi, larva stadium kedua

akan bermigrasi ke berbagai jaringan inang perantara kedua dan berkembang

menjadi larva stadium ketiga dan menetap di organ dalam. Pada saat ikan yang

terinfeksi Anisakis simplex dimakan oleh inang definitif maka larva akan

dilepaskan ke dalam saluran pencernaan. Larva akan mengalami pergantian kulit,

berkembang menjadi larva stadium keempat dan kemudian menjadi cacing

dewasa. Manusia dapat bertindak sebagai inang definitive ((Audicana and

(26)

Gambar 2.6 Siklus HidupAnisakis simplex(AudicanaandKennedy, 2008)

d. Gejala Klinis

Gejala klinis yang sering dialami ikan yang diserang oleh Anisakisantara

lain adalah terjadinya penurunan berat badan, terjadinya pembengkakan di dekat

saluran pencernaan, adanya gangguan pada lambung ikan dan berkurangnya

absorsi makanan pada saluran pencernaan ikan yang terserang (Anderson,1992).

2.4 Cacing Trematoda

Secara umum cacing kelas Trematoda memiliki bentuk tubuh ovoid atau

seperti daun dan tidak bersegmen. Biasanya mempunyai saluran pencernaan yang

buntu (sekum, dilengkapi dengan satu atau dua alat penghisap untuk menempel).

Cacing classis Trematoda memiliki sistem reproduksi hermaprodit (Subekti dan

Mahasri, 2012). Menurut Zubaidy (2010), adapun cacing Trematoda yag dapat

menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Lecithochirium grandiporum dan

(27)

2.4.1Lecithochirium

a. Klasifikasi

Klasifikasi cacing Lecithochirium menurut Zubaidy (2010) sebagai

berikut:

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Subkelas : Digenea

Ordo : Azyiigida

Subordo : Hemiurata Famili : Hemiuridae Subfamili : Hemiuroidea

Genus :Lecithochirium grandiporum

b. Morfologi

Menurut Zubaidy (2010), cacing Lecithochirium berukuran panjang 1,1

sampai 2,8 mm dengan bentuk tubuh memanjang dan menggembung disekitar

ventral suckeryang terletak di anterior tubuh. Oral suckerterletak di sub terminal

dengan diameter 0,13mm. Memiliki esophagus yang sangat pendek dan uterus

(28)

Gambar 2.7Lecithochiriumdengan skala bar 0,3 mm

Keterangan : (os : Oral sucker) mulut penghisap, (ph : pharynx) faring, (gp: Genital pore) lubang genital, (sc : sinus sac) , (sv : seminal vesicle) kantung seminal, (vs : ventral sucker), (in : intestine) usus, (ts : testis) testis, (ut: uterus) uterus, (ov : ovary) ovarium, (vt : vittelaria) vitelin, (ca : caudal appendage) (Zubaidy, 2010)

c. Predileksi

Menurut Susanti (2008), distribusi cacing Lecithochirium dalam tubuh

ikan adalah pada saluran pencernaan yaitu lambung, usus, dancaecum.

d. Siklus Hidup

Menurut Susanti (2008), cacing Lecithochirium memiliki siklus hidup

yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya

operkulum menjadi miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang

perantara siput (moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria

dan lepas ke perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan

berkembang menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea

(29)

manusia dalam kondisi mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan

kecacingan karena perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium

dewasa dalam tubuh inang definitif.

Gambar 2.8 Siklus HidupLecithochirium(Cuomoet al, 2014)

e. Gejala Klinis

Infeksi dari cacingLecithochiriumtidak menunjukkan gejala klinis. Dalam

jumlah yang banyak, infeksi cacing Lecithochirium dapat mengakibatkan infeksi

sekunder pada organ terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme

(30)

2.4.2Prosorhynchus

a. Klasifikasi

Klasifikasi cacingProsorhynchusmenurut Kabata (1985) sebagai berikut :

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Ordo : Plagiorchiida Famili : Bucephalidae Genus :Prosorhynchus

Spesies :Prosorhynchus longisaccatus

b. Morfologi

Menurut Kabata (1985), cacing Prosorhynchus memiliki tubuh yang

memanjang dan tidak tumpul di kedua ujungnya. Kutikulanya tertutupi oleh duri

dan tubuhnya melebar di bagian ovarium. Testis terletak di sisi kanan tubuh dan

genital poreterletak di posterior tubuh.

Gambar 2.9Prosorhynchusdengan skala bar500 μ m(BrayandJustine, 2013)

c. Predileksi

Distribusi cacing Prosorhynchus dalam tubuh ikan adalah usus, rongga

(31)

d. Siklus Hidup

CacingProsorhynchusmemiliki siklus hidup yang dimulai dari telur yang

hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya operkulum menjadi

miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang perantara siput

(moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke

perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi

metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh

satwa lain seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi

mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena

perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh

inang definitif. (Cuomoet al, 2014).

e. Gejala Klinis

Cacing ini tidak begitu merusak usus kecuali infeksi dalam jumlah yang

(32)

III KERANGKA KONSEPTUAL

lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan

demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah

perairan Indonesia. Permintaan masyarakat terhadap ikan kuniran cukup tinggi

karena harganya yang relatif murah. Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan

yang banyak ditangkap oleh nelayan.

Sampai saat ini ikan yang berada di pasar masih berasal dari tangkapan

alam. Kondisi lingkingan yang tidak terkontrol mengakibatkan menurunnya

kualitas air dan menyebabkan ikan stres. Ikan yang stres daya tahan tubuhnya

akan menurun sehingga mudah terinfeksi oleh parasit. Menurut Kabata (1985)

parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan habitat parasit yaitu

ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang habitatnya melekat

pada bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit yang habitatnya di

dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan organ lain.

Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi

patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala

klinisnya kurang dapat di deteksi dengan jelas. Ikan yang terinfeksi cacing tidak

menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya fekunditas

inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011).

Dalam jumlah yang banyak keberadaan cacing endoparasit dapat

(33)

menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Infeksi

cacing endoparasit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara hidup dan

kebiasaan makan, migrasi dan adanya kontak antar individu dalam kelompoknya.

Ikan yang bergerombol menjadi sarana paling efektif dari satu ikan yang

terinfeksi cacing ke ikan yang lainnya.

Menurut Sarjito dan Desrina (2005), sampai saat ini informasi tentang

identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada ikan di Indonesia masih

sedikit. Secara umum infeksi cacing endoparasit pada ikan tidak mematikan,

sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak langsung dapat dirasakan seperti ikan

budidaya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan

prevalensi endoparasit cacing pada ikan kuniran di TPI Brondong.

Penelitian ini akan mengambil sampel di TPI Brondong Lamongan.

Pemilihan daerah tersebut karena Tempat Pelangan Ikan (TPI) Brondong

merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur dan banyak laporan

mengenai kasus endoparasit yang menyerang ikan kuniran. Secara skematis

(34)

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian Keterangan :

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti Ikan Kuniran

Penyakit

Non-Infeksius Infeksius

Parasit Virus Bakteri Jamur

Ektoparasit Endoparasit

Identifikasi

Prevalensi Hasil tangkapan ikan

Cacing Menurunnya kualitas

(35)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pengambilan sampel dilakukan di TPI Brondong, Lamongan.

Pemeriksaan cacing endoparasit dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan

dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini akan dilaksanakan

pada bulan Juni sampai Agustus 2014.

4.2 Materi Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu styrofoam.

Selain itu, alat yang digunakan untuk proses identifikasi yaitu mikroskop, pisau

bedah (scalpel), gunting bedah, petridisk, object glass, cover glass, pipet tetes,

centrifuge,microtube, dan nampan.

4.2.2 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel berupa ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) sebanyak 100 ekor yang diambil secara acak dan pengambilan

dilakukan sebanyak empat kali yang mengacu pada Israel (2013) karena populasi

sampel lebih dari 100.000. Bahan lain yang digunakan untuk identifikasi dan

pewarnaan yaitu larutan alkohol gliserin 5%, larutan Carmine, alkohol 70%, HCl,

NaHCO3, alkohol 85%, alkohol 95%, larutan Hung’s I dan larutan Hung’s II.

4.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

(36)

saluran pencernaan pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Menurut Azwar

(2010), metode survey adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan

secara sistematik dan akurat mengenai populasi yang menggambarkan situasi atau

kejadian. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling)

terhadap ikan dari TPI Brondong Lamongan.

4.3.1 Prosedur Penelitian

a. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara acak sebanyak 100 ekor yang

diambil secara berkala karena keterbatasan peneliti yang membutuhkan ketelitian

dalam memeriksa sampel. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam styrofoam

yang diberi es lalu dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Surabaya.

b. Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Cacing

Sampel diambil satu persatu lalu diletakkan di atas nampan, kemudian

diukur panjangnya. Bagian anal ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah

mengarah ke anterior tubuh sampai pada bagian sirip ventral, kemudian digunting

ke arah dorsal ikan sampai pada bagian gurat sisi lalu digunting mengarah di

bagian anal ikan. Saluran pencernaan ikan dan organ-organ tubuh lain dilakukan

pengamatan terhadap adanya endoparasit Feses dikeluarkan dan diambil

secukupnya dan diletakkan diatas object glass ditetesi air kemudian diamati di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x (Stasiun Karantina Ikan

Kelas I Hang Nadim Batam, 2010). Apabila terbukti positif, sampel cacing

(37)

c. Pewarnaan Cacing Endoparasit

Pewarnaan endoparasit menggunakan metode Semichen-Acetic Carmine

yang mengacu pada Khulmann (2006), yaitu dengan cara cacing disimpan ke

dalam alkohol gliserin 5% selama 24 jam. Setelah itu, cacing dimasukkan ke

dalam alkohol 70% selama 5 menit, kemudian cacing dipindahkan ke dalam

larutan Carmine yang sudah diencerkan dengan alkohol 70% dengan

perbandingan 1 : 2, dibiarkan selama empat jam. Cacing dilepas dari object glass

dan dipindahkan dalam larutan alkohol asam (alkohol 70% + HCl) selama 2

menit, larutan alkohol basa (alkohol 70% + NaCO3) selama 20 menit, kemudian

dilakukan dehidrasi bertingkat dengan alkohol 70% selama 5 menit, alkohol 85%

selama 5 menit dan alkohol 95% selama 5 menit. Selanjutnya, dilakukan

mounting dalam larutan Hung’s I selama 20 menit, kemudian diletakkan pada

object glass yang bersih, larutan Hung’s II diteteskan diatas cacing tersebut,

kemudian ditutup dengancover glass.

d. Pemeriksaan telur cacing

Menurut Subekti dkk (2007), pemeriksaan telur cacing dilakukan dengan

metode sedimentasi. Cara kerja metode sedimentasi yaitu feses yang didapat

dicampur air dengan perbandingan 1:10 lalu diaduk sampai tercampur. Campuran

feses disaring dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (centrifuge tube) dan

disentrifus (centrifuge) selama 1-2 menit dengan kecepatan 1500-3000 rpm.

Supernatan selanjutnya dibuang dan diganti dengan air, lalu diaduk sampai

(38)

selama 1-2 menit. Supernatan dibuang dan disisakan sedikit sedimen kemudian

diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

4.3.2 Identifikasi Cacing

Identifikasi cacing dilakukan berdasarkan Grabda (1991), Rigby (1998),

dan Bykhosvskaya-Pavlovskaya (1962).

4.4 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Diagram alir penelitian

4.5 Parameter Penelitian

Parameter yang utama diamati dalam penelitian ini adalah tingkat

prevalensi dan jenis cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) di TPI Brondong Lamongan. Prevalensi adalah besarnya persentase Persiapan Alat dan Bahan

Pengambilan Sampel di TPI Brondong

Pembedahan ikan kuniran dan pengamatan organ-organ dan saluran pencernaan

Pengambilan cacing dan pemeriksaan feses

Identifikasi cacing dengan menggunakan kunci identifikasi Kabata (1985)

(39)

ikan yang terinfeksi dari ikan yang diperiksa. Prevalensi infeksi cacing dihitung

sesuai dengan metode dari Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam

(2010), dengan rumus sebagai berikut :

Prevalensi = N x 100%

n

Dimana : N : Jumlah sampel ikan (inang) yang terinfeksi parasit (ekor)

n : Jumlah sampel ikan (inang) yang diamati (ekor)

4.6 Analisis Data

Data hasil identifikasi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran

(Upeneus sulphureus) dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk

(40)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara mikroskopis, yaitu dengan

melakukan pembedahan pada organ dalam dan saluran pencernaan ikan setelah itu

melakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x dan

100x. Hasil penelitian dilakukan dengan sampel 100 ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex dan cacing dewasa

Camallanus carangis.

5.1.1 Identifikasi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran

Pemeriksaan sampel dilakukan secara langsung dengan melakukan

pembedahan pada tubuh ikan untuk diambil organ dalam dan saluran

pencernaannya. Apabila sampel positif terdapat cacing, sampel disimpan

kemudian dilakukan pewarnaan. Pewarnaan terhadap cacing dilakukan dengan

metode Semichen Acetic Carmine. Setelah pewarnaan cacing, dilakukan proses

identifikasi.

Hasil identifikasi cacing pada 100 sampel ikan yang telah diperiksa pada

organ dalam dan saluran pencernan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di Tempat

Pelelangan Ikan Brondong Lamongan ditemukan dua jenis spesies yaitu larva

stadium tiga Anisakis simplex dan cacingdewasaCamallanus carangis. Pada

pemeriksaan telur cacing dengan metode sedimentasi tidak ditemukan adanya

(41)

Cacing Anisakis simplex termasuk dalam ordo Ascaridida tersebut

ditemukan menempel pada rongga perut, lambung, usus, dan hati sedangkan

cacingCamallanus carangisdari ordo Camallanoidea ditemukan pada usus. Data

identifikasi cacing pada ikan kuniran dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran di TPI

Cacing yang ditemukan menurut kunci identifikasi adalah larva stadium

tiga Anisakis simplex, cacing tersebut merupakan Phylum dari Nemathelmintes,

Kelas Nematoda, Ordo Ascaridida, Famili Anisakidae, Genus Anisakis (Grabda,

1991).Larva stadium tigaAnisakis simplexyang ditemukan memiliki warna putih

susu, berukuran panjang 7-22 mm dengan diameter 0,4-0,9 mm, ditemukan dalam

bentuk lurus dan melingkar (coil) yang dibungkus oleh jaringan kista halus. Larva

stadium tiga Anisakis simplex yang ditemukan memiliki bentuk tubuh silindris

memanjang, di bagian anterior cacing tersebut memiliki bibir yang dilengkapi

dengan gigi larva (larval tooth) yang mengelilingi mulut, organ tersebut

digunakan untuk mengambil makanan dari inang. Memiliki esophagus yang lurus

(42)

menghubungkan langsung pada usus. Ventrikulus yang terletak di antara

esophagus dan usus menjadi ciri khas Anisakis simplex dari jenis nematoda

lainnya. Larva Anisakis simplex memiliki mukron pada bagian posteriornya.

Mukron adalah suatu penjuluran kontraktil dari kutikula yang tipis.

a b

c

Gambar 5.1 Larva stadium tiga Anisakis simplex pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Skala bar 0,5 mm

(43)

a b c

Gambar 5.1 Larva stadium tiga Anisakis simplex pada ikan kuniran (Mikroskop Binokuler yang dilengkapi dengan kamera Lucida).Skala bar 50 µm

Keterangan : a. bagian anteriorAnisakis simplex b. BagianventriculusAnisakis simplex c. Bagian posteriorAnisakis simplex

Selain itu juga ditemukan cacing dewasa Camallanus carangis, cacing

tersebut merupakan Filum dari Nemathelminthes, Kelas Nematoda, Ordo

Camallanoidea, Famili Camallaninae, Genus Camallanusdan SpesiesCamallanus

carangis (Rigby, 1998). Cacing dewasa Camallanus carangis ditemukan di usus

memiliki warna merah dan bentuk tubuh yang lurus yang berukuran 11 mm.

Tubuhnya ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung

anterior sampai ujung ekor. Bagian ujung kepalanya membulat sedangkan bagian

akhir ekor meruncing. Pada bagian kepala terdapat buccal capsule yang

dilengkapi 9 lekukan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan Larva

stadium tiga dari jenis Anisakis simplex, cacing dewasaCamallanus carangis dan

tidak ditemukannya telur cacing pada ikan kuniran dari hasil tangkapan nelayan

(44)

a b

c

Gambar 5.3 Cacing Camallanus carangis pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Skala bar 0,5 mm

(45)

a b c

Gambar 5.4 Cacing Camallanus carangis pada ikan kuniran (Mikroskop yang dilengkapi dengan kamera Lucida).Skala bar 50 µm.

Keterangan : a. bagian anteriorCamallanus carangis b.bagian ventriculusCamallanus carangis c.bagian posteriorCamallanus carangis

5.1.2 Prevalensi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi setiap

pengambilan sampel bervariasi. Data hasil perhitungan prevalensi endoparasit

ikan kuniran dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Prevalensi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran

Hasil perhitungan prevalensi dari setiap pengambilan di TPI Brondong

Lamongan diperoleh data dari setiap pengambilan adalah pada pengambilan

pertama sampai dengan pengambilan keempat berturut-turut sebesar 28%,

(46)

capsule di bagian anteriornya dan memiliki tridents. Prevalensi rata-rata ikan

kuniran hasil tangkapan nelayan di TPI Brondong yang terinfeksi cacing Anisakis

simplexdanCamallanussebesar 36%.

5.2 Pembahasan

Cacing endoparasit yang ditemukan pada penelitian ini termasuk dalam

Phylum Nemathelmintes, Kelas Nematoda, Ordo Ascaridida, Famili Anisakidae,

Genus Anisakis dan Species Anisakis simplex. (Grabda, 1991).Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex yang

berwarna putih susu dan memiliki larval tooth dan mukron. Larva stadium tiga

Anisakis simplex yang ditemukan memiliki saluran ekskresi di bagian posterior

dan memiliki esophagus, ventrikulus dan usus.

Larva stadium tiga Anisakis simplex umumnya ditemukan di saluran

pencernaan, rongga perut dan hati. Hal ini disebabkan ikan terinfeksi karena

memakan crustacea yang di dalam tubuhnya mengandung larva stadium dua dari

Anisakis simplex. Crustacea berperan sebagai inang perantara pertama, hal ini

sesuai dengan pernyataan Nuchjangreed et al.,(2006). Terdapatnya Anisakis

simplex pada rongga tubuh dansaluran pencernaan karena banyaknya sumber

bahan organik yang sebagaisumber makanan dari parasit nematoda.

Selain itu juga ditemukan cacing dalam Phylum Nemathelmintes, Kelas

Nematoda, Ordo Camallanoidea, Famili Camallaninae, Genus Camallanus dan

Spesies Camallanus carangis. Camallanus carangis memiliki ciri khas yaitu

(47)

dilengkapi dengan sembilan lekukan. Bagian ujung posterior meruncing dan

terdapat lubang anus dibagian posterior.

Infeksi larva Anisakis simplex dan cacing dewasa Camallanus carangis

pada umumnya tidak menunjukkan adanya gejala klinis yang jelas pada ikan. Hal

ini menyebabkan sulit mendeteksi adanya parasit pada tubuh ikan, akan tetapi jika

dilakukan pembedahan dan dilakukan pengamatan pada bagian organ dalamnya,

keberadaan endoparasit tersebutdapat diketahui. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Sarjito dan Desrina (2005) yang menyatakan bahwa infeksi

endoparasit tidak menunjukkan gejala klinis eksternal dan sulit untuk terdeteksi

dengan cepat, sehingga perlu dilakukan pembedahan dan pengamatan organ

dalamnya.

Tingkat prevalensi larva stadium tigaAnisakis simplex dan cacing dewasa

Camallanus carangispada ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong

Lamongan sebesar 36%. Menurut kategori infeksi berdasarkan Williams and

Williams (1996), prevalensi ikan kuniran yang telah diteliti termasuk dalam

kategori commonly (49-30%). Bervariasinya prevalensi pada setiap pengambilan

sampel dapat dipengaruhi oleh perbedaan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan

menyebabkan kesempatan ikan tersebut terinfeksi parasit juga semakin besar, hal

tersebut dipengaruhi kebiasaan makan ikan, semakin besar ukuran ikan maka

semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Beberapa jenis pakan

yang dikonsumsi oleh ikan memicu masuknya beberapa organisme patogen yang

(48)

Selain faktor-faktor diatas, ditemukannya endoparasit pada saluran

pencernaan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di perairan laut dan diambil di

TPIBrondong, Lamongan, kemungkinan juga karena adanya limbah industri, yang

menyebabkan menurunnya kualitas air di sekitar daerah pengambilan sampel,

sehingga menurunnya kualitas air dapat menyebabkan daya tahan tubuh dari ikan

menurun dan ikan tersebut mudah terinfeksi oleh parasit (Yuliarti, 2011).

Anisakis simplex dapat menginfeksi manusia melalui mekanisme

memakan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang kurang matang. Dalam tubuh

manusia larva akan menembus jaringan mukosa usus, kasus infeksi umumnya

tidak menunjukkan gejala tetapi larvanya terkadang bisa ditemukan ketika larva

hidup keluar melalui muntah atau feses (Sugane et al., 1992). Anisakis simplex

pada manusia dapat menyebabkan beberapa gejala antara lain rasa sakit pada perut

bagian bawah, mual, muntah, demam, diare, dan adanya darah dalam feses. Untuk

mencegahnya agar tidak mengkonsumsi ikan yang kurang matang, sebaiknya

memakan ikan yang matang. LarvaAnisakis simplex mati apabila disimpan dalam

suhu -20º C selama 168 jam dan dimasak pada suhu diatas 200º C (Bucciet al.,

(49)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Cacing endoparasit yang ditemukan pada ikan kuniran (Upeneus

sulphureus) yang diambil dari tangkapan nelayan di TPI Brondong

Lamongan adalah larva stadium tiga Anisakis simplex dan cacing dewasa

Camallanus carangis

2. Prevalensi cacing endoparasit ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang

diambil dari tangkapan nelayan di TPI Brondong Lamongan adalah

sebesar 36% (commonly).

6.2 Saran

Dengan ditemukannya larva stadium tiga Anisakis simplex pada saluran

pencernaan ikan kuniran (Upeneus sulphureus), maka diperlukan pengolahan

yang baik dan benar sebelum ikan tersebut dikonsumsi manusia, karena bersifat

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adji. A.O.S. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) dan Ikan Tongkol (Euthynnus spp.). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Audicana, M.T and M.W Kennedy. 2008. Anisakis simplex: from Obsecure Infections Worm to Inducer of Immune Hypersensitivity. American Soc Microbiol. 21 (2) : 361-373.

Arifudin S dan N Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. Pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Ephinephlus sexfasciatus) di TPI Brondong Lamongan. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal 83.

Bray, R.A and J.L. Justine. 2013. Bucephalidae (Digenea) from Epinephelines (Serranidae : Perciformes) from The Waters Off New Caledonia, Including Neidhartia lochepintaden. sp. Parasitol 20 (56) : 1-26.

Bucci, C., G. Serena., M. Ivonne., Fortunato., C. Carolina., I. Paola. 2013. Anisakis, just think about it in an emergency!. Int. J. Infect. Dis. 17(11): 1071-1072.

Buchmann K. and Bresciani J. 2001.An Introduction to Parasitic Diseases of Freshwater Trout. Denmark: DSR Publisher.

Bykhosvskaya-Pavlovskaya, I.E., 1962. Key to Parasites of Freshwater Fish of U.S.S.R. Translations. Birrow, A. Ve Cale, Z.S. 1964 Israel Program for Scientic Translations, Jerusalem.

Cuomo, M.J., L.B Noel, and D.B White. 2014. Diagnosing Medical Parasites : A Public Health officers Guide to Assisting Laboratory and Medical Officers. Air Education and Training Command. 286 page.

Derbel H., Chaari M., and Neifar L. 2012. Digenea Species Diversity In Teleost Fishes From The Gulf Of Gabes, Tunisia (Western Mediterranean). Parasitol. 19 : 129-135.

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Perairan Laut Tahun 2012. Jakarta.

(51)

Ernawati T dan B. Sumiono. 2006. Sebaran dan Kelimpahan Ikan Kuniran (Mullidae) di Perairan Selat Makassar. Balai Riset Perikanan Laut. Jakarta.

Gandarillas M.C.P., K.B. Lohrmann., A.L. Valdivia., and C.M. Ibanez. 2009. First Record of Parasite of Desidicus gigas (d’Orbigny, 1835) (Cephalopoda :

Ommastrephidae) From The Humboldt Current System Off Chile. Biol Marine Oceanografi. 44 (2) : 397-408.

Genisa, A. S. 1999. Pengenalan Jenis - Jenis Ikan laut Ekonomis Penting di Indonesia. Balitbang Biologi Laut. Oseana 24 (1) : 17-38.

Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. VHC and PWN-Polish Scientific Publishers, New York. Hal 5-27.

Israel, G. D., 2013. Determining Sampel Size. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. Florida: 5p.

Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases Of Fish Cultured In The Tropics. London: Taylor and Prancis.

Kuhlmann, W.F. 2006. Preservation, Staining and Mounting Parasites Spesiment. http//www.facstaff.unca.com

Martins, M.L., F. Gracia, R.S. Piazza., and L. Ghoraldelli. 2007. Camallanus maculatus n. Sp. (Nematoda : Camallanidae) In On Ornamental Fish Xiphophorus maculatus (Oisteichthyes : Poecilidae) cultivated in Sao Paulo State, Brazil. Arq Bras Med Vet Zootec. 59 (5) : 1224-1230.

Monks, N. 2014. Camallanus Worm Are Among The Most Commonly Encountered Internal Parasites For Aquarium Fish. http//www.fishchannel.com

Moravec, F and J.L., Justine. 2006. Camallanus cotti(Nematoda: Camallanidae), an introduced parasite of fishes in New Caledonia. Parasitol. 53 : 287-296.

Muttaqin M. Z dan N Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. Pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Tempat Pelelangan Ikan Brondong Lamongan. Sains Seni Pomits. 2 (1) : 30-33.

Nuchjangreed C, Z. Hamzah, P. Suntornthiticharoen, and P.S. Muntawarasilp. 2006. Anisakid in Marine Fish from The Coast of Chon Buri Province, Thailand.

(52)

Pascual, S., A.F. Gonzales, C. Arias, and A, Guerra. 1999. Larval Anisakis simplex B (Nematoda: Ascaridoidea) of Short-Finned Squid (Cephalopoda: Ommastrephidae) in North-West Spain. Marine Bio. Association of the United Kingdom 79: 65-72.

Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. 2014. Informasi Produksi dan Harga PP. Brondong, Agustus.

Rigby, M.C. 1997. The Camallanidae (Nematoda) Of Indo-Pacific Fishes: Taxonomy, Ecology And Host-Parasite Coevolution. Proc. 5th Indo-Pac. Fish Conf. 633:644

Rigby, M.C., M.L. Adamson, and T.L Deardorf. 1998. Camallanus carangis Olsen, 1954 (Nematoda: Camallanidae) Reported from French Polynesia and Hawai with a Redescription of The Spesies. Parasitol 84 (1): 158-162.

Saputra A. R. 2011. Deteksi Morfologi Dan Molekuler Parasit AnisakisSpp Pada Ikan Tongkol (Auxis thazard). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sarjito., Desrina. 2005. Analisa Infeksi cacing Endoparasit Pada Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) dari Perairan Pantai Demak. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Diponegoro. 40hal.

Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam. 2010. Laporan Pemantauan HPI dan HPIK. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam. Batam. 57 hal.

Subekti S, S. Koesdarto, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Koesnoto. 2007. Diktat Kuliah Helmintologi Veteriner. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Subekti S, dan G. Mahasri. 2012. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan (Trematodiasis dan Cestodiasis). Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sugane, K., S.H. Sun, and T. Matsuura, (1992). Radiolabelling of The Excretory-Secretory and Somatic Antigens of Anisakis simplex Larvae. Helminthol., 66 (4): 305-309.

Sumiono B dan S Nuraini. 2007. Beberapa Parameter Biologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Hasil Tangkapan Cantrang Yang Didaratkan Di Brondong Jawa Timur. lktiol Ind. 7 (2). 83-88.

(53)

Uiblein, F. and P.C. Heemstra. 2009. A Taxonomic Review Of The Western Indian Ocean Goatfishes Of The Genus Upeneus (Family Mullidae), with Descriptions Of Four New Species. South African Institute of Aquatic Biodiversity, Private Bag 1015, Grahamstown, South Africa.

Untergasser D. 1989. Handbook and Diseases. T.F.H Publication Inc. Translated by Howard H. Hirschorn. Neptune City. United States. 159 p.

Williams, E. H., and L.B. Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game Fishes if Puerto Rico an The Western Atlantic. Departement of Marine Sciences and Departement of Biology University of Puerto Rico : Puerto Rico 320p.

Yuliarti, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit pada Ikan Patin (Pangasius djambal) pada Beberapa Pembudidayaan di Kota Makassar. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hassanudin. Makassar.

Zubaidy, A.L. 2010. First Record ofLecithochiriumsp. (Digenea : Hemiuridae) in the Marine Fish Carangoides bajad from The Red Sea, Coast of Yemen. Marine Sci 21 (1): 85-94.

(54)

Lampiran 1

Gambar predileksi larva stadium tigaAnisakis simplexdan cacing dewasa Camallanus carangis

.

Gambar predileksi larva stadium tigaAnisakis simplex

(55)

Lampiran 2

DATA IKAN KUNIRAN

Pengambilan ke I (14 Juni 2014)

(56)

Pengambilan ke II (25 Juni 2014)

5 19 Peritoneum dan usus 2

(57)

Pengambilan ke III (1 Juli 2014)

7 19,5 Peritoneum dan lambung 2

(58)

-Pengambilan ke IV (3 Juli 2014)

12 18 Lambung dan usus 1

13 20 -

-14 19 -

-15 17 Usus 2

16 18 Lambung 2

17 18 -

-18 21 Peritoneum dan lambung 1

(59)

-Lampiran 3

Data Cacing Yang Ditemukan

Pengambilan Ikan Ke - Jumlah Cacing (ekor)

I 8 1 Anisakis simplex

15 1

II 11 1 Anisakis simplex

13 1 Anisakis simplex

III 7 1 Anisakis simplex

10 1 Anisakis simplex

IV 16 1 Anisakis simplex

20 1 Anisakis simplex

22 1 Anisakis simplex

(60)

Lampiran 4

(61)
(62)

Lampiran 5

Kunci identifikasiAnisakismenurut Bykhosvskaya-Pavlovskaya (1962)

Key to Families of Suborder Ascaridida

1 (2) Cuticule throughout covered by series of rings with posterior margins armed with posteriorly directed spines ... Goezildae

2 (1) Cuticule lacking annular siructures ... Anisakidae

Family ANISAKIDAE Skryabin and Karokhin, 1945

Cuticule without spines or supplementary ridgelike or fringelike structures. Esophagus with ventricle. Either esophageal or intestinal caeca present or both. Blind processes occasionally absent or several in number Parasites of freshwater and migratory fish, represented in the U.S.S.R by four genera.

Key to Genera of Faily Anisakidae

1 (6). Intestinal canal with one or two blind caeca. 2 (5). Intestinal canal with one blind caecum

3 (4). Anterior intestinal caecum present ... Porrocaecum 4 (3). Posterior esophageal caecum present ... Raphidascaris 5 (2). Two caeca present, intestinal pointing anteriorly and esophageal pointing

posteriorly ... ... Contracaecum 6 (1). Intestinal canal without caeca ... Anisakis

GenusAnisakisDujardin, 1845

Esophagus consists of anterior muscular ortion and posterior glandular portion (ventricle). No intestinal or ventrical caeca. Three labia present. Intermediate labia absent. Parasites of digestive tract of marine mammals, occasionally birds. Fish parasitized only by larval forms, occurring in body cavity, on mesentery, in liver, and in kidneys, chiefly of cyprinids and on intestinal walls and intestine itself of predatory fish numerous bodies of water of the U.S.S.R. larvae generally coil into spiral enclosed in capsule. Nomerous species undoubtedly occur in nature, but diagnosis of specific larval affiliations is only possible in experimental studies. Of forms mentioned in the literature only two with fairly detailed descriptions will be presented here. These may als be catch-all forms.

(63)

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi Ikan Kuniran (Ublein, 2009)
Gambar 2.2 Camallanus carangis (Rigby et al, 1998)
Gambar 2.3 Morfologi Camallanus coti (Moravec and Justine, 2006)
Gambar 2.4 Siklus Hidup Camallanus cotti (Monks, 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi Cd dan Zn pada akar yang lebih besar dibanding konsentrasi pada daun dimusim hujan, karena akar yang merupakan jaringan tumbuhan yang mengalami kontak

Sarwono (2011) Menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai banyak kelebihan, apabila dibandingkan dengan pupuk anorganik yaitu pupuk yang memiliki unsur hara yang

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan matrik ketetanggaan berbobot, dari bobot yang ada diambil sisi yang paling

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai persepsi tentang diri kita yang bersifat fisik, psikologi dan sosial yang datang dari pengalaman dan interaksi

Ciri komunikasi antarpribadi efektif yang ditandai dengan keterbukaan bisa dilihat dari ketiga aspek yaitu komunikator terbuka pada komunikannya, kesediaan komunikator

Uji regresi linier sederhana untuk mengetahui pengaruh komunikasi interpersonal guru dalam meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini Raudatul Athfal Asiah Kota Pekanbaru,

Tulisan ini dengan identifikasi masalah, Aspek hukum apa saja yang timbul dalam penerapan konsep Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)dan

Secara umum dapat disimpulkan bahwa keteladanan guru dalam membentuk jiwa nasionalisme pada siswa di SMK PGRI 1 Tulungagung tahun ajaran 2016- 2017 adalah baik, atau dengan