SKRIPSI
STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN
(TPI) BRONDONG LAMONGAN
Oleh :
CATUR AMRINA S SURABAYA–JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN
(TPI) BRONDONG LAMONGAN
Oleh :
CATUR AMRINA S NIM. 141011078
Telah diujikan pada
Tanggal : 7 Oktober 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.
Anggota : Dr. Kismiyati, Ir., M.Si.
Agustono Ir., M.Kes.
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.
Sudarno, Ir., M.Kes.
Surabaya,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
N a m a : Catur Amrina S
N I M : 141011078
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 06 Maret 1992
Alamat : Jl. Galangan No.11 Semampir, Sedati, Sidoarjo
Judul Skripsi : Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.
2. Sudarno Ir., M.Kes.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,
termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 7 Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,
RINGKASAN
Catur Amrina S. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan. Dosen pembimbing Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA dan Sudarno, Ir., M.Kes.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan merupakan tempat
pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. lkan kuniran (Upeneus sulphureus)
termasuk dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis
penting. Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut sering
terinfeksi cacing endoparasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
cacing endoparasit dan prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan
kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong. Metode penelitian yang
digunakan adalah survey dengan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak
(random sampling) terhadap ikan kuniran di TPI Brondong. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak empat kali pengambilan masing-masing 25 ikan, sehingga
total sebanyak 100 ikan. Ikan sampel dilakukan pemeriksaan organ-organ tubuh
dan saluran pencernaan, pewarnaan cacing dan identifikasi cacing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan larva stadium tiga
Anisakis simplex dan cacing dewasa Camallanus carangis. Tingkat prevalensi
larva stadium tiga Anisakis simplex dan Camallanus carangis pada ikan kuniran
(Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan sebesar 36% (Commonly).
Dengan ditemukannya larva stadium tiga Anisakis simplexdiperlukan pengolahan
yang baik dan benar sebelum ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia karena
SUMMARY
Catur Amrina S. Study Identification and Prevalence of Worm Endoparasites in Sulphur goathfish (Upeneus Sulphureus) at The Fish Auction Place Brondong, Lamongan. Academic Advisor Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA and Ir. Sudarno, M. Kes.
The Fish Auction Place Brondong, Lamongan is the biggest fish landing
sites in East Java. Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) including in groups
fish demersal that has value economically important. Some research on marine
fishes suggest that, marine fishes that is often infected by worm endoparasites.
This aims of the study is want to know a kind of worm endoparasites and
their prevalence that infected Sulphur goathfish (Upeneus sulphureus) in The Fish
Auction Place Brondong, Lamongan.
Methods of research done by random sampling survey. Sampling was
conducted four times, each taking 25 samples, therefore the total were 100
samples. Fish samples examined body organo and digestive tract, and performed
staining and identification of worms.
Research result showed that there were third stage larvae of Anisakis
simplex and adult worm of Camallanus carangis. The prevalence of third stage
larvae of Anisakis simplex and adult worm of Camallanus carangis in Sulphur
goathfish (Upeneus sulphureus) was 36 % (commonly). With the discovery of
third stage larvae ofAnisakis simplex, therefore required processing the good and
right of Kuniran fish before the fish for human consumption because it is
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Identifikasi Dan
Prevalensi Cacing Endoparasit Ikan Kuniran (Upeneus Sulphureus) di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan dapat terselesaikan. Laporan ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium
Pendidikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga pada bulan
Juli-Agustus 2014.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.
Surabaya, September 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dekan Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga.
2. Dosen wali, Prof. Moch Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D atas pengarahan
akademik dan non-akademik.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, Dosen Pembimbing pertama dan
Bapak Ir. Sudarno, M.Kes, Dosen Pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingannya sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian
skripsi.
4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si, dan Prof.
Hari Suprapto, Ir., M.Agr., dosen penguji yang telah memberikan banyak
saran dan masukan terhadap perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Putri Desi Wulansari S.Pi., M.Si. yang telah membantu kelancaran
skripsi ini.
6. Orang tua tercinta Bapak Suhatmadi, Ibu Masri’ah dan kakak-kakakku
yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi selama ini.
7. Fatra, Dhanik, Rahma, Mega, Devi, Sari, Fifit, Maya, Mentari, Amalia,
Shinta dan Shasa. Serta teman Budidaya Perairan Unair 2010.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun
DAFTAR ISI
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... ... 3
1.4 Manfaat... ... ... 3
II. Tinjauan Pustaka .. ... 4
2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) ... 4
2.1.1 Klasifikasi (Upeneus sulphureus)... 4
2.1.2 Morfologi (Upeneus sulphureus)... 4
2.1.3 Habitat dan Penyebaran (Upeneus sulphureus) ... 5
2.2 Parasit... ... 5
2.3 Cacing Nematoda ... 5
2.3.1Camallanus carangis... 6
2.3.2Camallanus cotti ... 8
2.3.2Anisakis simplex ... 10
2.4 Cacing Trematoda ... 13
2.4.1Lecithochirium... 14
2.4.2Prosorhynchus ... 17
III. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 19
3.1 Kerangka Konseptual ... 19
IV. Metodologi Penelitian ... 22
4.2.1 Alat Penelitian ... 22
4.2.2 Bahan Penelitian ... 22
4.3 Metode Penelitian... 22
4.3.1 Prosedur Penelitian ... 23
4.3.2 Identifikasi Cacing... 25
4.4 Diagram Alir Penelitian ... 25
4.5 Parameter Penelitian ... 25
4.6 Analisis Data ... 26
V. Hasil dan Pembahasan... 27
5.1 Hasil... 27
5.1.1 Identifikasi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 27
5.1.2 Prevalensi Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 32
5.2 Pembahasan... 33
VI. Kesimpulan dan saran ... 36
6.1 Kesimpulan ... 37
6.2 Saran... 37
Daftar Pustaka ... 38
SKRIPSI
STUDI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI CACING ENDOPARASIT IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN
(TPI) BRONDONG LAMONGAN
Sebagai Salah Satu untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
CATUR AMRINA S NIM. 141011078
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran ... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Morfologi Ikan Kuniran ... 5
2. Camallanus carangis... 7
3. Camallanus cotti. ... 9
4. Siklus HidupCamallanus cotti ... 10
5. Anisakis simplex.. ... 11
6. Siklus HidupAnisakis simplex... 14
7. Lecithochirium grandiporum... 15
8. Siklus HidupLecithochirium grandiporum... 16
9. Prosorhynchus longisaccatus ... 17
10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 21
11. Diagram Alir Penelitian ... 25
12. Morfologi CacingAnisakis simplex(Mikroskop Binokuler) ... 29
13. Morfologi CacingAnisakis simplex(Mikroskop Lucida) ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Predileksi cacing yang Ditemukan ... 41
2 Data Ikan Kuniran ... 42
3 Data Cacing Yang Ditemukan ... 46
4 Kunci identifikasiCamallanus... 47
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong berada di Kabupaten Lamongan
dan merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur. TPI Brondong
memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu
sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut serta berperan penting dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil tangkapan laut nelayan TPI
Brondong Lamongan didominasi oleh ikan yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi, diantaranya ikan kuniran (Upeneus sulphureus), kambangan (Lutjanus
sanguineus), krese (Nemipterus japonicus), golok sabrang (Pricanthus tayenus),
kapasan (Gares punctatus), kakap merah (Lutjanus campechanus), kakap putih
(Lates calcarifer), kerapu (Cromileptes), layur (Trichiurus savala), cumi-cumi
(Loligo sp), tongkol (Auxis thazard), hiu (Carcharias menissorah) dan bawal
(Pampus argentus) (Muttaqin dan Abdulgani, 2013).
lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan
demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu memiliki nilai pasaran
yang tinggi, volume produksi makro yang tinggi dan luas serta daya produksi
tinggi harga tidak mempengaruhi (Genisa, 1999) dan tersebar di seluruh wilayah
perairan Indonesia (Ernawati dan Sumiono, 2006).
Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan komoditi utama dan banyak
ditangkap oleh nelayan. Berdasarkan sumber Pusat Informasi Pelabuhan
2014 mencapai 190.348 kg. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap
Perairan Laut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun 2012
menunjukkan bahwa volume produksi seluruh perikanan tangkap ikan kuniran
(Upeneus sulphureus) di perairan laut Indonesia mencapai 3.588.890 kg.
Beberapa penelitian tentang ikan laut menyatakan bahwa, ikan laut yang
bersifat karnivora sering terinfeksi cacing endoparasit. Salah satu cacing
endoparasit yang mempunyai prevalensi tinggi pada spesies ikan laut adalah
Anisakis sp. (Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Endoparasit merupakan parasit
yang hidup di dalam tubuh inang. Parasit tersebut mengambil bahan makanan dari
organisme yang ditumpangi dengan maksud untuk berkembang biak (Subekti dan
Mahasri, 2012).
Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi
patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala
klinisnya kurang dapat dilihat dengan jelas. Walaupun ikan yang terinfeksi cacing
tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya
fekunditas inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011). Infeksi parasit
dapat menyebabkan kerugian pada inang definitif misalnya menghambat
pertumbuhan dan penurunan produksi. Infeksi cacing pada manusia dapat
berdampak terhadap kesehatan manusia (zoonosis) yang ditandai dengan gejala
sakit pada abdomen, kejang dan muntah (Palm, 2008). Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman terhadap cacing parasitik dan penyakit yang ditimbulkan terutama
Sampai saat ini, informasi tentang identifikasi dan prevalensi cacing
endoparasit pada ikan di Indonesia masih sedikit (Sarjito dan Desrina, 2005),
dengan demikian berdasarkan hal di atas yang telah dikemukakan perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada
ikan kuniran di TPI Brondong, Lamongan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jenis cacing endoparasit apa saja yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan ?
2. Berapa tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan
kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong Lamongan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui jenis cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran
(Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.
2. Mengetahui tingkat prevalensi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan
kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong, Lamongan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu memberikan informasi
mengenai jenis dan jumlah cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran
(Upeneus sulphureus). Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan yang hidupnya cenderung
berada di perairan yang relatif dalam, yaitu antara 30 sampai 70 meter dari
permukaan laut. Ikan tersebut termasuk ke dalam famili Mullidae (Sumiono dan
Nuraini, 2007). Berikut ini klasifikasi dari ikan kuniran menurut Uiblein dan
Heemstra (2009) yaitu
2.1.2 Morfologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
Menurut Sumiono dan Nuraini (2007), ciri morfologis antara lain terdapat
dua garis melintang berwarna kuning dari kepala sampai bagian ekor. Pada kedua
sirip punggung terdapat dua sampai tiga tulang keras, ujung sirip berwarna
kuning. Sirip anus dan sirip dada berwarna pucat dengan ekor berbentuk tumpul
dan berwarna kuning. Bagian punggung (dorsal) ikan berwarna kemerahan dan
bagian perut (abdomen) berwarna keputihan. Sirip punggung pertama terdapat
tonjolan runcing. Sirip dada berjari - jari antara 15-18 cm. Ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) memiliki bentuk badan yang memanjang hingga mencapai panjang
Gambar 2.1 Morfologi Ikan Kuniran (Ublein, 2009)
2.1.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus)
lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan
demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah
perairan Indonesia. Berdasarkan kedalaman, habitat ikan kuniran terdapat pada
kedalaman perairan 30 sampai 40 meter dari permukaan laut. Kelompok ikan
demersal mempunyai ciri sebagai berikut bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas
relatif rendah dan gerak ruaya atau migrasi juga tidak terlalu jauh (Badrudin, 2006
dalam Ernawati dan Sumiono, 2006).
2.2 Parasit
Menurut Kabata (1985) parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan habitat parasit yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah
parasit yang habitatnya di bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit
yang habitatnya di dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan
organ lain.
2.3 Cacing Nematoda
Cacing Nematoda terdiri atas mulut dibagian anterior, kadang-kadang sub
dorsal atau sub ventral dan biasanya dikelilingi oleh bibir-bibir. Lubang mulut
dan dapat berisi struktur seperti gigi atau menuju faring yang biasanya silindris
dan dikelilingi oleh jaringan muskuler atau langsung masuk ke esofagus (Subekti
dan Mahasri, 2012). Menurut Sarjito dan Desrina (2005), cacing Nematoda yang
dapat menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Camallanus carangis,
Camallanus cotti, dananisakis simplex
2.3.1Camallanussp
a. Klasifikasi
Klasifikasi cacingCamallanus carangis menurut Rigbyet al (1998) yaitu
sebagai berikut :
Menurut Moravec et al (2006), cacing Camallanus merupakan cacing
nematoda yang berukuran panjang 16,5 mm untuk cacing jantan dan 18,1 mm
untuk cacing betina serta memiliki bentuk tubuh silindris memanjang. Tubuhnya
ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung anterior
sampai ujung ekor berwarna oranye sampai coklat. Bagian ujung kepalanya
membulat sedangkan bagian akhir ekor meruncing. Bagian mulut terdapat celah
sempit yang terbuka dengan sudut yang membulat. Terdapat delapan papila
bagian papila lainnya terletak di bagian luar mulut dan berbentuk bulat besar.
Organ khas yang dimiliki cacingCamallanus yaitu adanyabuccal capsule. Setiap
katup pada buccal capsule dilengkapi dengan sembilan lekukan, satu lekukan di
bagian tengah dan masing-masing empat lekukan di bagian ventral dan dorsal.
Lekukan tersebut terletak agak miring dari ujung anterior ke ujung posterior.
a b
Gambar 2.2Camallanus carangis(Rigbyet al, 1998) Keterangan : a. AnteriorCamallanus carangis
b. PosteriorCamallanus carangis
c. Predileksi
Camallanus sp. secara umum menginfeksi usus, cacing ini juga
menginfeksi pilorus dan sekum (Adji, 2008). Cacing Camallanus sering disebut
jugagastro intestinal parasite, selain itu hidupnya berkoloni.
Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa berkopulasi di tubuh
inang kemudian cacing betina yang mengandung larva menuju lumen usus.
Camallanus sp. merupakan cacing vivipar, larva akhirnya berada di air dan dapat
termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai
inang perantara dari Camallanus sp. tersebut dan akan dimakan oleh inang
definitif ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada
lapisan muskularis mukosa dan berkembang menjadi cacing dewasa pada ikan
sebagai inang definitif. Inang paratenik termasuk dalam siklus cacing tersebut,
dengan cara beberapa ikan pembawa larva dan akan berakhir pada saluran
pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu cacat dan anemia pada
ikan (BuchmannandBrescani, 2001).
d. Gejala Klinis
Infeksi cacing Camallanus tidak menunjukkan gejala klinis, namun
apabila terinfeksi berat dapat menyebabkan ikan menjadi lemah, terdapat luka
pada usus, anemia, dan emasiasi (tubuh kurus dan kering) (Rigby, 1997).
2.3.2Camallanus cotti
a. Klasifikasi
Klasifikasi cacing Camallanus cotti menurut Moravec and Justine (2006)
b. Morfologi
Menurut Moravec and Justine (2006) cacing Camallanus cotti termasuk
nematoda yg berukuran sedang, jantan memiliki panjang 2,60 – 3,63 mm dan
betina berukuran 7,00 – 9,44 mm. Cacing ini memiliki kutikula yang tipis.
Memilikibuccal capsule yang besar dan tridents yang berukuran besar.Excretory
poreterletak pada bagian posterior dari lingkar saraf.
a b
Gambar 2.3 MorfologiCamallanus coti(Moravec and Justine, 2006) Keterangan : a. AnteriorCamallanus cottidengan skala bar 200 μ m
b. PosteriorCamallanus cottidengan skala bar 200 μ m c. Predileksi
Menurut Moravec andJustine (2006), habitat dari cacingCamallanus cotti
adalah pada usus ikan.
d. Siklus Hidup
Camallanus sp. berkembang melalui keberadaan inang perantara.
Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini
menjadi makanan krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan dan
oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi Camallanus jika ikan
tidak dimakan oleh ikan karnivora lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang
tanpa inang perantara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai
kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang
disana (Untergasser 1989).
Gambar 2.4 Siklus HidupCamallanus cotti(Monks, 2014)
e. Gejala Klinis
Pada umumnya infeksi cacing endoparasit Camallanus cotti tidak
menunjukkan gejala klinis yang nyata (Moravecand Justine, 2006).
2.3.3Anisakis simplex
a. Klasifikasi
Klasifikasi cacing Anisakis simplex menurut Kabata (1985) sebagai
berikut:
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Ascaridida
Famili : Anisakidae
Genus :Anisakis
b. Morfologi
Cacing Anisakis simplex merupakan cacing dari Nematoda, bentuknya
gilik memanjang dan berukuran panjang antara 7 sampai 22,5 mm dengan bentuk
tubuh tumpul pada bagian posterior dan meruncing pada bagian anterior dan
berwarna putih sampai krem. Bagianesophagusmemiliki panjang 1,3-2 mm yang
terletak di bagian anterior ventriculus dan terlihat jelas pada stadium larva. Bagian
ventriculus terletak di bagian akhir esophagus dengan panjang 0,5-0,9 mm.
Bagian ekor berbentuk tumpul dengan panjang antara 0,08-0,58 mm yang
dilengkapi denganmucronkecil yang berukuran 0,015-0,02 mm (Zubaidy, 2010).
Gambar 2.5Anisakis simplexdengan skala bar 0,7 mm
Keterangan : (bt : boring tooth) gigi larva, (nr : nerve ring) cincin saraf, (es : esophagus) esofagus, (ve : ventriculus) ventrikulus, (in : intestinum) usus, (an : anus) anus. (Gandarilas and Lohrmann, 2009)
c. Predileksi
Menurut Muttaqin dan Abdulgani (2013), distribusi Anisakis sp. dalam
tubuh ikan adalah di lambung, usus, hati, rongga tubuh, gonad dan ginjal. Habitat
dan penyebaran cacing endoparasit dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis
endoparasit karena banyaknya sumber bahan organik yang bisa diserap oleh
cacing (Desrina dan Kusumastuti, 2006 dalam Saputra, 2011).
d. Siklus Hidup
Menurut Pascual et al. (1999) cacing Anisakis simplex memiliki siklus
hidup yang kompleks dan melalui sejumlah inang perantara dalam siklus
hidupnya. Melalui feses mamalia laut yang berperan sebagai inang definitif elur
tersebut menetas dan larva stadium kedua hidup bebas di dalam air yang dapat
bertahan hidup selama beberapa hari tergantung pada temperatur air. Larva ini
kemudian dimakan oleh krustasea laut yang berperan sebagai inang perantara
pertama dan larva tersebut melanjutkan perkembangan hidupnya hingga stadium
infektif (larva stadium kedua).
Jika krustasea dimakan oleh ikan atau cumi-cumi, larva stadium kedua
akan bermigrasi ke berbagai jaringan inang perantara kedua dan berkembang
menjadi larva stadium ketiga dan menetap di organ dalam. Pada saat ikan yang
terinfeksi Anisakis simplex dimakan oleh inang definitif maka larva akan
dilepaskan ke dalam saluran pencernaan. Larva akan mengalami pergantian kulit,
berkembang menjadi larva stadium keempat dan kemudian menjadi cacing
dewasa. Manusia dapat bertindak sebagai inang definitive ((Audicana and
Gambar 2.6 Siklus HidupAnisakis simplex(AudicanaandKennedy, 2008)
d. Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering dialami ikan yang diserang oleh Anisakisantara
lain adalah terjadinya penurunan berat badan, terjadinya pembengkakan di dekat
saluran pencernaan, adanya gangguan pada lambung ikan dan berkurangnya
absorsi makanan pada saluran pencernaan ikan yang terserang (Anderson,1992).
2.4 Cacing Trematoda
Secara umum cacing kelas Trematoda memiliki bentuk tubuh ovoid atau
seperti daun dan tidak bersegmen. Biasanya mempunyai saluran pencernaan yang
buntu (sekum, dilengkapi dengan satu atau dua alat penghisap untuk menempel).
Cacing classis Trematoda memiliki sistem reproduksi hermaprodit (Subekti dan
Mahasri, 2012). Menurut Zubaidy (2010), adapun cacing Trematoda yag dapat
menginfeksi ikan laut adalah sebagai berikut Lecithochirium grandiporum dan
2.4.1Lecithochirium
a. Klasifikasi
Klasifikasi cacing Lecithochirium menurut Zubaidy (2010) sebagai
berikut:
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Azyiigida
Subordo : Hemiurata Famili : Hemiuridae Subfamili : Hemiuroidea
Genus :Lecithochirium grandiporum
b. Morfologi
Menurut Zubaidy (2010), cacing Lecithochirium berukuran panjang 1,1
sampai 2,8 mm dengan bentuk tubuh memanjang dan menggembung disekitar
ventral suckeryang terletak di anterior tubuh. Oral suckerterletak di sub terminal
dengan diameter 0,13mm. Memiliki esophagus yang sangat pendek dan uterus
Gambar 2.7Lecithochiriumdengan skala bar 0,3 mm
Keterangan : (os : Oral sucker) mulut penghisap, (ph : pharynx) faring, (gp: Genital pore) lubang genital, (sc : sinus sac) , (sv : seminal vesicle) kantung seminal, (vs : ventral sucker), (in : intestine) usus, (ts : testis) testis, (ut: uterus) uterus, (ov : ovary) ovarium, (vt : vittelaria) vitelin, (ca : caudal appendage) (Zubaidy, 2010)
c. Predileksi
Menurut Susanti (2008), distribusi cacing Lecithochirium dalam tubuh
ikan adalah pada saluran pencernaan yaitu lambung, usus, dancaecum.
d. Siklus Hidup
Menurut Susanti (2008), cacing Lecithochirium memiliki siklus hidup
yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya
operkulum menjadi miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang
perantara siput (moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria
dan lepas ke perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan
berkembang menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea
manusia dalam kondisi mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan
kecacingan karena perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium
dewasa dalam tubuh inang definitif.
Gambar 2.8 Siklus HidupLecithochirium(Cuomoet al, 2014)
e. Gejala Klinis
Infeksi dari cacingLecithochiriumtidak menunjukkan gejala klinis. Dalam
jumlah yang banyak, infeksi cacing Lecithochirium dapat mengakibatkan infeksi
sekunder pada organ terinfeksi dan dapat mengakibatkan penurunan metabolisme
2.4.2Prosorhynchus
a. Klasifikasi
Klasifikasi cacingProsorhynchusmenurut Kabata (1985) sebagai berikut :
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Plagiorchiida Famili : Bucephalidae Genus :Prosorhynchus
Spesies :Prosorhynchus longisaccatus
b. Morfologi
Menurut Kabata (1985), cacing Prosorhynchus memiliki tubuh yang
memanjang dan tidak tumpul di kedua ujungnya. Kutikulanya tertutupi oleh duri
dan tubuhnya melebar di bagian ovarium. Testis terletak di sisi kanan tubuh dan
genital poreterletak di posterior tubuh.
Gambar 2.9Prosorhynchusdengan skala bar500 μ m(BrayandJustine, 2013)
c. Predileksi
Distribusi cacing Prosorhynchus dalam tubuh ikan adalah usus, rongga
d. Siklus Hidup
CacingProsorhynchusmemiliki siklus hidup yang dimulai dari telur yang
hidup bebas di perairan menetas melalui terbukanya operkulum menjadi
miracidium, kemudian menembus permukaan kulit inang perantara siput
(moluska) yang akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke
perairan menuju inang perantara kedua (ikan, krustasea) dan berkembang menjadi
metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea ini dikonsumsi oleh
satwa lain seperti burung atau anjing, atau bahkan oleh manusia dalam kondisi
mentah atau kurang matang, dapat pula mengakibatkan kecacingan karena
perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa dalam tubuh
inang definitif. (Cuomoet al, 2014).
e. Gejala Klinis
Cacing ini tidak begitu merusak usus kecuali infeksi dalam jumlah yang
III KERANGKA KONSEPTUAL
lkan kuniran (Upeneus sulphureus) termasuk dalam kelompok ikan
demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting dan tersebar di seluruh wilayah
perairan Indonesia. Permintaan masyarakat terhadap ikan kuniran cukup tinggi
karena harganya yang relatif murah. Di TPI Brondong ikan kuniran termasuk ikan
yang banyak ditangkap oleh nelayan.
Sampai saat ini ikan yang berada di pasar masih berasal dari tangkapan
alam. Kondisi lingkingan yang tidak terkontrol mengakibatkan menurunnya
kualitas air dan menyebabkan ikan stres. Ikan yang stres daya tahan tubuhnya
akan menurun sehingga mudah terinfeksi oleh parasit. Menurut Kabata (1985)
parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan habitat parasit yaitu
ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang habitatnya melekat
pada bagian permukaaan tubuh. Endoparasit adalah parasit yang habitatnya di
dalam tubuh inang, antara lain saluran pencernaan, hati dan organ lain.
Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan kondisi
patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala
klinisnya kurang dapat di deteksi dengan jelas. Ikan yang terinfeksi cacing tidak
menimbulkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan menurunnya fekunditas
inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap patogen lain, serta dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011).
Dalam jumlah yang banyak keberadaan cacing endoparasit dapat
menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Infeksi
cacing endoparasit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara hidup dan
kebiasaan makan, migrasi dan adanya kontak antar individu dalam kelompoknya.
Ikan yang bergerombol menjadi sarana paling efektif dari satu ikan yang
terinfeksi cacing ke ikan yang lainnya.
Menurut Sarjito dan Desrina (2005), sampai saat ini informasi tentang
identifikasi dan prevalensi cacing endoparasit pada ikan di Indonesia masih
sedikit. Secara umum infeksi cacing endoparasit pada ikan tidak mematikan,
sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak langsung dapat dirasakan seperti ikan
budidaya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan
prevalensi endoparasit cacing pada ikan kuniran di TPI Brondong.
Penelitian ini akan mengambil sampel di TPI Brondong Lamongan.
Pemilihan daerah tersebut karena Tempat Pelangan Ikan (TPI) Brondong
merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Jawa Timur dan banyak laporan
mengenai kasus endoparasit yang menyerang ikan kuniran. Secara skematis
Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian Keterangan :
: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti Ikan Kuniran
Penyakit
Non-Infeksius Infeksius
Parasit Virus Bakteri Jamur
Ektoparasit Endoparasit
Identifikasi
Prevalensi Hasil tangkapan ikan
Cacing Menurunnya kualitas
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat pengambilan sampel dilakukan di TPI Brondong, Lamongan.
Pemeriksaan cacing endoparasit dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian ini akan dilaksanakan
pada bulan Juni sampai Agustus 2014.
4.2 Materi Penelitian
4.2.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu styrofoam.
Selain itu, alat yang digunakan untuk proses identifikasi yaitu mikroskop, pisau
bedah (scalpel), gunting bedah, petridisk, object glass, cover glass, pipet tetes,
centrifuge,microtube, dan nampan.
4.2.2 Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel berupa ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) sebanyak 100 ekor yang diambil secara acak dan pengambilan
dilakukan sebanyak empat kali yang mengacu pada Israel (2013) karena populasi
sampel lebih dari 100.000. Bahan lain yang digunakan untuk identifikasi dan
pewarnaan yaitu larutan alkohol gliserin 5%, larutan Carmine, alkohol 70%, HCl,
NaHCO3, alkohol 85%, alkohol 95%, larutan Hung’s I dan larutan Hung’s II.
4.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey
saluran pencernaan pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Menurut Azwar
(2010), metode survey adalah metode yang bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat mengenai populasi yang menggambarkan situasi atau
kejadian. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling)
terhadap ikan dari TPI Brondong Lamongan.
4.3.1 Prosedur Penelitian
a. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sebanyak 100 ekor yang
diambil secara berkala karena keterbatasan peneliti yang membutuhkan ketelitian
dalam memeriksa sampel. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam styrofoam
yang diberi es lalu dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga Surabaya.
b. Pemeriksaan Sampel dan Identifikasi Cacing
Sampel diambil satu persatu lalu diletakkan di atas nampan, kemudian
diukur panjangnya. Bagian anal ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah
mengarah ke anterior tubuh sampai pada bagian sirip ventral, kemudian digunting
ke arah dorsal ikan sampai pada bagian gurat sisi lalu digunting mengarah di
bagian anal ikan. Saluran pencernaan ikan dan organ-organ tubuh lain dilakukan
pengamatan terhadap adanya endoparasit Feses dikeluarkan dan diambil
secukupnya dan diletakkan diatas object glass ditetesi air kemudian diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x (Stasiun Karantina Ikan
Kelas I Hang Nadim Batam, 2010). Apabila terbukti positif, sampel cacing
c. Pewarnaan Cacing Endoparasit
Pewarnaan endoparasit menggunakan metode Semichen-Acetic Carmine
yang mengacu pada Khulmann (2006), yaitu dengan cara cacing disimpan ke
dalam alkohol gliserin 5% selama 24 jam. Setelah itu, cacing dimasukkan ke
dalam alkohol 70% selama 5 menit, kemudian cacing dipindahkan ke dalam
larutan Carmine yang sudah diencerkan dengan alkohol 70% dengan
perbandingan 1 : 2, dibiarkan selama empat jam. Cacing dilepas dari object glass
dan dipindahkan dalam larutan alkohol asam (alkohol 70% + HCl) selama 2
menit, larutan alkohol basa (alkohol 70% + NaCO3) selama 20 menit, kemudian
dilakukan dehidrasi bertingkat dengan alkohol 70% selama 5 menit, alkohol 85%
selama 5 menit dan alkohol 95% selama 5 menit. Selanjutnya, dilakukan
mounting dalam larutan Hung’s I selama 20 menit, kemudian diletakkan pada
object glass yang bersih, larutan Hung’s II diteteskan diatas cacing tersebut,
kemudian ditutup dengancover glass.
d. Pemeriksaan telur cacing
Menurut Subekti dkk (2007), pemeriksaan telur cacing dilakukan dengan
metode sedimentasi. Cara kerja metode sedimentasi yaitu feses yang didapat
dicampur air dengan perbandingan 1:10 lalu diaduk sampai tercampur. Campuran
feses disaring dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (centrifuge tube) dan
disentrifus (centrifuge) selama 1-2 menit dengan kecepatan 1500-3000 rpm.
Supernatan selanjutnya dibuang dan diganti dengan air, lalu diaduk sampai
selama 1-2 menit. Supernatan dibuang dan disisakan sedikit sedimen kemudian
diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
4.3.2 Identifikasi Cacing
Identifikasi cacing dilakukan berdasarkan Grabda (1991), Rigby (1998),
dan Bykhosvskaya-Pavlovskaya (1962).
4.4 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Diagram alir penelitian
4.5 Parameter Penelitian
Parameter yang utama diamati dalam penelitian ini adalah tingkat
prevalensi dan jenis cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) di TPI Brondong Lamongan. Prevalensi adalah besarnya persentase Persiapan Alat dan Bahan
Pengambilan Sampel di TPI Brondong
Pembedahan ikan kuniran dan pengamatan organ-organ dan saluran pencernaan
Pengambilan cacing dan pemeriksaan feses
Identifikasi cacing dengan menggunakan kunci identifikasi Kabata (1985)
ikan yang terinfeksi dari ikan yang diperiksa. Prevalensi infeksi cacing dihitung
sesuai dengan metode dari Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam
(2010), dengan rumus sebagai berikut :
Prevalensi = N x 100%
n
Dimana : N : Jumlah sampel ikan (inang) yang terinfeksi parasit (ekor)
n : Jumlah sampel ikan (inang) yang diamati (ekor)
4.6 Analisis Data
Data hasil identifikasi cacing endoparasit yang menginfeksi ikan kuniran
(Upeneus sulphureus) dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara mikroskopis, yaitu dengan
melakukan pembedahan pada organ dalam dan saluran pencernaan ikan setelah itu
melakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x dan
100x. Hasil penelitian dilakukan dengan sampel 100 ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex dan cacing dewasa
Camallanus carangis.
5.1.1 Identifikasi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran
Pemeriksaan sampel dilakukan secara langsung dengan melakukan
pembedahan pada tubuh ikan untuk diambil organ dalam dan saluran
pencernaannya. Apabila sampel positif terdapat cacing, sampel disimpan
kemudian dilakukan pewarnaan. Pewarnaan terhadap cacing dilakukan dengan
metode Semichen Acetic Carmine. Setelah pewarnaan cacing, dilakukan proses
identifikasi.
Hasil identifikasi cacing pada 100 sampel ikan yang telah diperiksa pada
organ dalam dan saluran pencernan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di Tempat
Pelelangan Ikan Brondong Lamongan ditemukan dua jenis spesies yaitu larva
stadium tiga Anisakis simplex dan cacingdewasaCamallanus carangis. Pada
pemeriksaan telur cacing dengan metode sedimentasi tidak ditemukan adanya
Cacing Anisakis simplex termasuk dalam ordo Ascaridida tersebut
ditemukan menempel pada rongga perut, lambung, usus, dan hati sedangkan
cacingCamallanus carangisdari ordo Camallanoidea ditemukan pada usus. Data
identifikasi cacing pada ikan kuniran dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Jenis Larva Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran di TPI
Cacing yang ditemukan menurut kunci identifikasi adalah larva stadium
tiga Anisakis simplex, cacing tersebut merupakan Phylum dari Nemathelmintes,
Kelas Nematoda, Ordo Ascaridida, Famili Anisakidae, Genus Anisakis (Grabda,
1991).Larva stadium tigaAnisakis simplexyang ditemukan memiliki warna putih
susu, berukuran panjang 7-22 mm dengan diameter 0,4-0,9 mm, ditemukan dalam
bentuk lurus dan melingkar (coil) yang dibungkus oleh jaringan kista halus. Larva
stadium tiga Anisakis simplex yang ditemukan memiliki bentuk tubuh silindris
memanjang, di bagian anterior cacing tersebut memiliki bibir yang dilengkapi
dengan gigi larva (larval tooth) yang mengelilingi mulut, organ tersebut
digunakan untuk mengambil makanan dari inang. Memiliki esophagus yang lurus
menghubungkan langsung pada usus. Ventrikulus yang terletak di antara
esophagus dan usus menjadi ciri khas Anisakis simplex dari jenis nematoda
lainnya. Larva Anisakis simplex memiliki mukron pada bagian posteriornya.
Mukron adalah suatu penjuluran kontraktil dari kutikula yang tipis.
a b
c
Gambar 5.1 Larva stadium tiga Anisakis simplex pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Skala bar 0,5 mm
a b c
Gambar 5.1 Larva stadium tiga Anisakis simplex pada ikan kuniran (Mikroskop Binokuler yang dilengkapi dengan kamera Lucida).Skala bar 50 µm
Keterangan : a. bagian anteriorAnisakis simplex b. BagianventriculusAnisakis simplex c. Bagian posteriorAnisakis simplex
Selain itu juga ditemukan cacing dewasa Camallanus carangis, cacing
tersebut merupakan Filum dari Nemathelminthes, Kelas Nematoda, Ordo
Camallanoidea, Famili Camallaninae, Genus Camallanusdan SpesiesCamallanus
carangis (Rigby, 1998). Cacing dewasa Camallanus carangis ditemukan di usus
memiliki warna merah dan bentuk tubuh yang lurus yang berukuran 11 mm.
Tubuhnya ditutupi oleh lapisan kutikula halus yang melintang mulai dari ujung
anterior sampai ujung ekor. Bagian ujung kepalanya membulat sedangkan bagian
akhir ekor meruncing. Pada bagian kepala terdapat buccal capsule yang
dilengkapi 9 lekukan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan Larva
stadium tiga dari jenis Anisakis simplex, cacing dewasaCamallanus carangis dan
tidak ditemukannya telur cacing pada ikan kuniran dari hasil tangkapan nelayan
a b
c
Gambar 5.3 Cacing Camallanus carangis pada ikan kuniran (Upeneus sulphureus). Skala bar 0,5 mm
a b c
Gambar 5.4 Cacing Camallanus carangis pada ikan kuniran (Mikroskop yang dilengkapi dengan kamera Lucida).Skala bar 50 µm.
Keterangan : a. bagian anteriorCamallanus carangis b.bagian ventriculusCamallanus carangis c.bagian posteriorCamallanus carangis
5.1.2 Prevalensi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat prevalensi setiap
pengambilan sampel bervariasi. Data hasil perhitungan prevalensi endoparasit
ikan kuniran dapat dilihat pada Tabel 5.2
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Prevalensi Cacing Endoparasit pada Ikan Kuniran
Hasil perhitungan prevalensi dari setiap pengambilan di TPI Brondong
Lamongan diperoleh data dari setiap pengambilan adalah pada pengambilan
pertama sampai dengan pengambilan keempat berturut-turut sebesar 28%,
capsule di bagian anteriornya dan memiliki tridents. Prevalensi rata-rata ikan
kuniran hasil tangkapan nelayan di TPI Brondong yang terinfeksi cacing Anisakis
simplexdanCamallanussebesar 36%.
5.2 Pembahasan
Cacing endoparasit yang ditemukan pada penelitian ini termasuk dalam
Phylum Nemathelmintes, Kelas Nematoda, Ordo Ascaridida, Famili Anisakidae,
Genus Anisakis dan Species Anisakis simplex. (Grabda, 1991).Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex yang
berwarna putih susu dan memiliki larval tooth dan mukron. Larva stadium tiga
Anisakis simplex yang ditemukan memiliki saluran ekskresi di bagian posterior
dan memiliki esophagus, ventrikulus dan usus.
Larva stadium tiga Anisakis simplex umumnya ditemukan di saluran
pencernaan, rongga perut dan hati. Hal ini disebabkan ikan terinfeksi karena
memakan crustacea yang di dalam tubuhnya mengandung larva stadium dua dari
Anisakis simplex. Crustacea berperan sebagai inang perantara pertama, hal ini
sesuai dengan pernyataan Nuchjangreed et al.,(2006). Terdapatnya Anisakis
simplex pada rongga tubuh dansaluran pencernaan karena banyaknya sumber
bahan organik yang sebagaisumber makanan dari parasit nematoda.
Selain itu juga ditemukan cacing dalam Phylum Nemathelmintes, Kelas
Nematoda, Ordo Camallanoidea, Famili Camallaninae, Genus Camallanus dan
Spesies Camallanus carangis. Camallanus carangis memiliki ciri khas yaitu
dilengkapi dengan sembilan lekukan. Bagian ujung posterior meruncing dan
terdapat lubang anus dibagian posterior.
Infeksi larva Anisakis simplex dan cacing dewasa Camallanus carangis
pada umumnya tidak menunjukkan adanya gejala klinis yang jelas pada ikan. Hal
ini menyebabkan sulit mendeteksi adanya parasit pada tubuh ikan, akan tetapi jika
dilakukan pembedahan dan dilakukan pengamatan pada bagian organ dalamnya,
keberadaan endoparasit tersebutdapat diketahui. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Sarjito dan Desrina (2005) yang menyatakan bahwa infeksi
endoparasit tidak menunjukkan gejala klinis eksternal dan sulit untuk terdeteksi
dengan cepat, sehingga perlu dilakukan pembedahan dan pengamatan organ
dalamnya.
Tingkat prevalensi larva stadium tigaAnisakis simplex dan cacing dewasa
Camallanus carangispada ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di TPI Brondong
Lamongan sebesar 36%. Menurut kategori infeksi berdasarkan Williams and
Williams (1996), prevalensi ikan kuniran yang telah diteliti termasuk dalam
kategori commonly (49-30%). Bervariasinya prevalensi pada setiap pengambilan
sampel dapat dipengaruhi oleh perbedaan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan
menyebabkan kesempatan ikan tersebut terinfeksi parasit juga semakin besar, hal
tersebut dipengaruhi kebiasaan makan ikan, semakin besar ukuran ikan maka
semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Beberapa jenis pakan
yang dikonsumsi oleh ikan memicu masuknya beberapa organisme patogen yang
Selain faktor-faktor diatas, ditemukannya endoparasit pada saluran
pencernaan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di perairan laut dan diambil di
TPIBrondong, Lamongan, kemungkinan juga karena adanya limbah industri, yang
menyebabkan menurunnya kualitas air di sekitar daerah pengambilan sampel,
sehingga menurunnya kualitas air dapat menyebabkan daya tahan tubuh dari ikan
menurun dan ikan tersebut mudah terinfeksi oleh parasit (Yuliarti, 2011).
Anisakis simplex dapat menginfeksi manusia melalui mekanisme
memakan ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang kurang matang. Dalam tubuh
manusia larva akan menembus jaringan mukosa usus, kasus infeksi umumnya
tidak menunjukkan gejala tetapi larvanya terkadang bisa ditemukan ketika larva
hidup keluar melalui muntah atau feses (Sugane et al., 1992). Anisakis simplex
pada manusia dapat menyebabkan beberapa gejala antara lain rasa sakit pada perut
bagian bawah, mual, muntah, demam, diare, dan adanya darah dalam feses. Untuk
mencegahnya agar tidak mengkonsumsi ikan yang kurang matang, sebaiknya
memakan ikan yang matang. LarvaAnisakis simplex mati apabila disimpan dalam
suhu -20º C selama 168 jam dan dimasak pada suhu diatas 200º C (Bucciet al.,
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Cacing endoparasit yang ditemukan pada ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) yang diambil dari tangkapan nelayan di TPI Brondong
Lamongan adalah larva stadium tiga Anisakis simplex dan cacing dewasa
Camallanus carangis
2. Prevalensi cacing endoparasit ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang
diambil dari tangkapan nelayan di TPI Brondong Lamongan adalah
sebesar 36% (commonly).
6.2 Saran
Dengan ditemukannya larva stadium tiga Anisakis simplex pada saluran
pencernaan ikan kuniran (Upeneus sulphureus), maka diperlukan pengolahan
yang baik dan benar sebelum ikan tersebut dikonsumsi manusia, karena bersifat
DAFTAR PUSTAKA
Adji. A.O.S. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) dan Ikan Tongkol (Euthynnus spp.). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Audicana, M.T and M.W Kennedy. 2008. Anisakis simplex: from Obsecure Infections Worm to Inducer of Immune Hypersensitivity. American Soc Microbiol. 21 (2) : 361-373.
Arifudin S dan N Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. Pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Ephinephlus sexfasciatus) di TPI Brondong Lamongan. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal 83.
Bray, R.A and J.L. Justine. 2013. Bucephalidae (Digenea) from Epinephelines (Serranidae : Perciformes) from The Waters Off New Caledonia, Including Neidhartia lochepintaden. sp. Parasitol 20 (56) : 1-26.
Bucci, C., G. Serena., M. Ivonne., Fortunato., C. Carolina., I. Paola. 2013. Anisakis, just think about it in an emergency!. Int. J. Infect. Dis. 17(11): 1071-1072.
Buchmann K. and Bresciani J. 2001.An Introduction to Parasitic Diseases of Freshwater Trout. Denmark: DSR Publisher.
Bykhosvskaya-Pavlovskaya, I.E., 1962. Key to Parasites of Freshwater Fish of U.S.S.R. Translations. Birrow, A. Ve Cale, Z.S. 1964 Israel Program for Scientic Translations, Jerusalem.
Cuomo, M.J., L.B Noel, and D.B White. 2014. Diagnosing Medical Parasites : A Public Health officers Guide to Assisting Laboratory and Medical Officers. Air Education and Training Command. 286 page.
Derbel H., Chaari M., and Neifar L. 2012. Digenea Species Diversity In Teleost Fishes From The Gulf Of Gabes, Tunisia (Western Mediterranean). Parasitol. 19 : 129-135.
Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Perairan Laut Tahun 2012. Jakarta.
Ernawati T dan B. Sumiono. 2006. Sebaran dan Kelimpahan Ikan Kuniran (Mullidae) di Perairan Selat Makassar. Balai Riset Perikanan Laut. Jakarta.
Gandarillas M.C.P., K.B. Lohrmann., A.L. Valdivia., and C.M. Ibanez. 2009. First Record of Parasite of Desidicus gigas (d’Orbigny, 1835) (Cephalopoda :
Ommastrephidae) From The Humboldt Current System Off Chile. Biol Marine Oceanografi. 44 (2) : 397-408.
Genisa, A. S. 1999. Pengenalan Jenis - Jenis Ikan laut Ekonomis Penting di Indonesia. Balitbang Biologi Laut. Oseana 24 (1) : 17-38.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. VHC and PWN-Polish Scientific Publishers, New York. Hal 5-27.
Israel, G. D., 2013. Determining Sampel Size. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. Florida: 5p.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases Of Fish Cultured In The Tropics. London: Taylor and Prancis.
Kuhlmann, W.F. 2006. Preservation, Staining and Mounting Parasites Spesiment. http//www.facstaff.unca.com
Martins, M.L., F. Gracia, R.S. Piazza., and L. Ghoraldelli. 2007. Camallanus maculatus n. Sp. (Nematoda : Camallanidae) In On Ornamental Fish Xiphophorus maculatus (Oisteichthyes : Poecilidae) cultivated in Sao Paulo State, Brazil. Arq Bras Med Vet Zootec. 59 (5) : 1224-1230.
Monks, N. 2014. Camallanus Worm Are Among The Most Commonly Encountered Internal Parasites For Aquarium Fish. http//www.fishchannel.com
Moravec, F and J.L., Justine. 2006. Camallanus cotti(Nematoda: Camallanidae), an introduced parasite of fishes in New Caledonia. Parasitol. 53 : 287-296.
Muttaqin M. Z dan N Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. Pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Tempat Pelelangan Ikan Brondong Lamongan. Sains Seni Pomits. 2 (1) : 30-33.
Nuchjangreed C, Z. Hamzah, P. Suntornthiticharoen, and P.S. Muntawarasilp. 2006. Anisakid in Marine Fish from The Coast of Chon Buri Province, Thailand.
Pascual, S., A.F. Gonzales, C. Arias, and A, Guerra. 1999. Larval Anisakis simplex B (Nematoda: Ascaridoidea) of Short-Finned Squid (Cephalopoda: Ommastrephidae) in North-West Spain. Marine Bio. Association of the United Kingdom 79: 65-72.
Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. 2014. Informasi Produksi dan Harga PP. Brondong, Agustus.
Rigby, M.C. 1997. The Camallanidae (Nematoda) Of Indo-Pacific Fishes: Taxonomy, Ecology And Host-Parasite Coevolution. Proc. 5th Indo-Pac. Fish Conf. 633:644
Rigby, M.C., M.L. Adamson, and T.L Deardorf. 1998. Camallanus carangis Olsen, 1954 (Nematoda: Camallanidae) Reported from French Polynesia and Hawai with a Redescription of The Spesies. Parasitol 84 (1): 158-162.
Saputra A. R. 2011. Deteksi Morfologi Dan Molekuler Parasit AnisakisSpp Pada Ikan Tongkol (Auxis thazard). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sarjito., Desrina. 2005. Analisa Infeksi cacing Endoparasit Pada Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) dari Perairan Pantai Demak. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Diponegoro. 40hal.
Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam. 2010. Laporan Pemantauan HPI dan HPIK. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Hang Nadim Batam. Batam. 57 hal.
Subekti S, S. Koesdarto, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Koesnoto. 2007. Diktat Kuliah Helmintologi Veteriner. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Subekti S, dan G. Mahasri. 2012. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan (Trematodiasis dan Cestodiasis). Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Sugane, K., S.H. Sun, and T. Matsuura, (1992). Radiolabelling of The Excretory-Secretory and Somatic Antigens of Anisakis simplex Larvae. Helminthol., 66 (4): 305-309.
Sumiono B dan S Nuraini. 2007. Beberapa Parameter Biologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Hasil Tangkapan Cantrang Yang Didaratkan Di Brondong Jawa Timur. lktiol Ind. 7 (2). 83-88.
Uiblein, F. and P.C. Heemstra. 2009. A Taxonomic Review Of The Western Indian Ocean Goatfishes Of The Genus Upeneus (Family Mullidae), with Descriptions Of Four New Species. South African Institute of Aquatic Biodiversity, Private Bag 1015, Grahamstown, South Africa.
Untergasser D. 1989. Handbook and Diseases. T.F.H Publication Inc. Translated by Howard H. Hirschorn. Neptune City. United States. 159 p.
Williams, E. H., and L.B. Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game Fishes if Puerto Rico an The Western Atlantic. Departement of Marine Sciences and Departement of Biology University of Puerto Rico : Puerto Rico 320p.
Yuliarti, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit pada Ikan Patin (Pangasius djambal) pada Beberapa Pembudidayaan di Kota Makassar. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hassanudin. Makassar.
Zubaidy, A.L. 2010. First Record ofLecithochiriumsp. (Digenea : Hemiuridae) in the Marine Fish Carangoides bajad from The Red Sea, Coast of Yemen. Marine Sci 21 (1): 85-94.
Lampiran 1
Gambar predileksi larva stadium tigaAnisakis simplexdan cacing dewasa Camallanus carangis
.
Gambar predileksi larva stadium tigaAnisakis simplex
Lampiran 2
DATA IKAN KUNIRAN
Pengambilan ke I (14 Juni 2014)
Pengambilan ke II (25 Juni 2014)
5 19 Peritoneum dan usus 2
Pengambilan ke III (1 Juli 2014)
7 19,5 Peritoneum dan lambung 2
-Pengambilan ke IV (3 Juli 2014)
12 18 Lambung dan usus 1
13 20 -
-14 19 -
-15 17 Usus 2
16 18 Lambung 2
17 18 -
-18 21 Peritoneum dan lambung 1
-Lampiran 3
Data Cacing Yang Ditemukan
Pengambilan Ikan Ke - Jumlah Cacing (ekor)
I 8 1 Anisakis simplex
15 1
II 11 1 Anisakis simplex
13 1 Anisakis simplex
III 7 1 Anisakis simplex
10 1 Anisakis simplex
IV 16 1 Anisakis simplex
20 1 Anisakis simplex
22 1 Anisakis simplex
Lampiran 4
Lampiran 5
Kunci identifikasiAnisakismenurut Bykhosvskaya-Pavlovskaya (1962)
Key to Families of Suborder Ascaridida
1 (2) Cuticule throughout covered by series of rings with posterior margins armed with posteriorly directed spines ... Goezildae
2 (1) Cuticule lacking annular siructures ... Anisakidae
Family ANISAKIDAE Skryabin and Karokhin, 1945
Cuticule without spines or supplementary ridgelike or fringelike structures. Esophagus with ventricle. Either esophageal or intestinal caeca present or both. Blind processes occasionally absent or several in number Parasites of freshwater and migratory fish, represented in the U.S.S.R by four genera.
Key to Genera of Faily Anisakidae
1 (6). Intestinal canal with one or two blind caeca. 2 (5). Intestinal canal with one blind caecum
3 (4). Anterior intestinal caecum present ... Porrocaecum 4 (3). Posterior esophageal caecum present ... Raphidascaris 5 (2). Two caeca present, intestinal pointing anteriorly and esophageal pointing
posteriorly ... ... Contracaecum 6 (1). Intestinal canal without caeca ... Anisakis
GenusAnisakisDujardin, 1845
Esophagus consists of anterior muscular ortion and posterior glandular portion (ventricle). No intestinal or ventrical caeca. Three labia present. Intermediate labia absent. Parasites of digestive tract of marine mammals, occasionally birds. Fish parasitized only by larval forms, occurring in body cavity, on mesentery, in liver, and in kidneys, chiefly of cyprinids and on intestinal walls and intestine itself of predatory fish numerous bodies of water of the U.S.S.R. larvae generally coil into spiral enclosed in capsule. Nomerous species undoubtedly occur in nature, but diagnosis of specific larval affiliations is only possible in experimental studies. Of forms mentioned in the literature only two with fairly detailed descriptions will be presented here. These may als be catch-all forms.