• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG PERTANAHAN A. PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM PELAYANAN PUBLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG PERTANAHAN A. PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM PELAYANAN PUBLIK"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM PELAYANAN PUBLIK

1. Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, dapat juga dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan merupakan suatu pemecahan permasalahan antara manusia sebagai konsumen dan perusahaan atau lembaga juga organisasi sebagai pemberi atau penyelenggara pelayanan.

Pelayanan merupakan salah satu ujung tombak dari upaya pemuasan pelanggan dan sudah merupakan keharusan yang wajib dioptimalkan baik oleh individu maupun organisasi, karena dari bentuk pelayanan yang diberikan tercermin kualitas individu atau organisasi yang memberikan pelayanan.

Maka dari itu Philip Kotler mendefinisikan Pelayanan sebagai suatu tindakan atau pelaksanaan yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya menunjukkan tindak nyata dan tidak mengakibatkan kekuasaan atas segala sesuatunya.15 Pandangan Kotler tersebut dapat dipahami bahwa pada hakikatnya pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan,

15Husni Thamrin, Hukum Pelayanan Publik Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal. 28

(2)

danmenawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Selanjutnya, Samparan Lukman berpendapat, Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain ataumesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.16 Dalam bahasa asing dikenal “public service” dan “public utilities” yang secara popular istilah pertama diartikan pelayana public yang didalamnya juga mencakup kegiatan public utilities, seperti misalnya transportasi, telegram, telepon, air bersih (PAM),penerangan (PLN), dan lain – lain.17Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan adalah membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, meladeni menanggapi, menyambut tantangan (bertanding,berkelahi, berperang, berdebat, dsb).18

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain. Dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu:

a. Adanya rasa cinta dan kasih sayang.

16Samparan Lukman, Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima, LAN, Jakarta, 2000, hal.8

17

Parmudji, Perbandingan Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal 21 18

(3)

Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuaanya, diwujudkan menjadi layanan dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma, sopan santun, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.

b. Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya.

Rasa tolong menolong merupakan gerak naluri yang sudah melekat pada manusia. Apa yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain karena diminta oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan, disamping ada unsur pengorbanan, namun kata pelayanan tidak pernah digunakan dalam hubungan ini.

c. Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal.

Disamping itu adanya suatu sistem pelayanan yang baik terdiri dari tiga elemen, yaitu:

a. Strategi pelayanan, suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin kepada para pelanggan. b. Sumber daya manusia yang memberikan layanan.

c. Sistem pelayanan, prosedur atau tata cara untuk memberikan layanankepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang memiliki dan seluruh sumber daya manusia yang ada. Sementara itu istilah Publik berasal dari Bahasa Inggris yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata Publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia baku menjadi Publik yang berarti : umum,

(4)

orang banyak, ramai. Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna “rakyat”, sehingga lahir istilah Pamong Praja yang berarti pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat.

Inu Kencana mendefinisikan publik sebagai sejumlah manusia yang memiliki kebersaman berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai – nilai norma yang mereka miliki. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, istilah publik memiliki pengertian dan dimensi yang sangat beragam. Istilah publik sangat tergantung pada konteks dalam penggunaan istilah tersebut. Dalam hal ini publik diartikan sebagai masyarakat sebagai penerimaan pelayanan publik. Publik dapat diartikan sebagai sekelompok kecil atau sekelompok besar yang terdiri dari orang-orang banyak maupun sedikit yang memiliki tingkat perhatian yang cukup tinggi terhadap suatu hal yang sama. Sekelompok orang tersebut memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, sehingga terbagilah publik menjadi dua jenis yaitu:

1. Publik intern, adalah publik yang menjadi bagian dari unit usaha atau badan atau instansi. Di dalam birokrasi pemerintah, publik ini adalah para aparat pemerintah termasuk juga para pejabat pengambil keputusan.

2. Publik ekstern, adalah 'orang luar' atau publik umum (masyarakat), yang mendapatkan pelayanan dari birokrasi pemerintah. Dalam birokrasi pemerintah di bidang pelayanan publik, maka publik atau khalayak eksternal adalah rakyat atau masyarakat secara keseluruhan.

(5)

Dari pengertian pelayanan dan publik sebagaimana telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan istilah pelayanan publik sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara (penyelenggara daerah). Dalam bahasa asing kita mengenal “public service” dan “public utikities” yang secara populer istilah pertama diterjemahkan sebagai pelayanan publik, oleh karena itu Pelayanan Publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.19

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan- pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Perkembangan globalisasi mengenai teknologi informasi membawa seluruh Instansi, Lembaga, Badan Dinas serta Kantor Pemerintahan menuju perubahan-perubahan terhadap sikap mengenai cara memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Kemajuan teknologi yang sangat pesat ini menyebabkan pengaruh sangat besar pada semua bidang, yaitu dalam pelayanan teknologi informasi pada suatu instansi pemerintahan.

19

(6)

Untuk memahami lebih jauh mengenai makna dan hakekat pelayanan publik ini, selanjutnya dapat dilihat di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan (Kepmenpan Nomor 63/ KEPMEN/ PAN/ 17/ 2003) dirumuskan bahwa :

“Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan Perundang - Undangan.”

Selanjutnya dapat dipahami juga melalui Rancangan Undang – Undang tentang Pelayanan Publik, yang sekarang sudah diundangkan melalui Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dirumuskan bahwa :

“Pelayanan Publik adalahkegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”

Oleh karena itu sebenarnya pelayanan publik harus memilik standar yang berbeda – beda antara suatu daerah dengan daerah yang lainnya, dengan mengingat kondisi dan situasi yang berbeda.

Selanjutnya terkait dengan pengertian tentang pelayanan publik diatas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah pusat dan atau daerah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan Perundang – undangan. Dengan demikian jelas bahwa tidak ada alasan untuk menghambat

(7)

penyelenggaraan publik terhadap masyarakat oleh aparatur pemerintah baik dipusat maupun daerah.

Pelaksanaan pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat melibatkan kedua belah pihak untuk saling bekerjasama. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, yakni dengan memenuhi aturan dengan kesadaran dan menghargai administrator publik yang memberikan pelayanan. Suatu instansi pemerintah merasa dihargai dan akan bekerja dengan penuh tanggungjawab dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumberdaya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Di Indonesia,upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perjanjian di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada perkembangan

(8)

terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

2. Pedoman Pelayanan Publik

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 juga mengamanatkan untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik.

Untuk itu, diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan Hak Asasi Manusia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta aturan pelaksananya dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.

(9)

Dengan mempertimbangkan hal di atas, diperlukan peraturan Perundang - undangan di daerah yang mengatur mengenai penyelenggaraan Pelayanan Publik yang akan dipergunakan sebagai Pedoman bagi aparatur pemerintah daerah dalam memberikan Pelayanan Publik kepada masyarakat.Pedoman ini diharapkan dapat memberi kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik, antara lain meliputi:

a) Maksud dan Tujuan ; b) Hakikat Pelayanan Publik ; c) Asas – asas Pelayanan Publik ; d) Prinsip – prinsip Pelayanan Publik ;

a) Maksud dan Tujuan

Undang-Undang tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Tujuan Undang-Undang Tentang Pelayanan Publik adalah:

1. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik.

3. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(10)

4. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hkum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.20

b) Hakikat Pelayanan Publik

Hakikat Pelayanan Publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdimasyarakat. Untuk lebih memahami mengenai hakikat pelayanan publik, terdapat beberapa pengertian :

1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan Perundang – undanganbagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

2. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UndangUndang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. 3. Pelaksanaan pelayanan publik yang selanjutnya disebut pelaksana

adalah pejabat, petugas, dan setiap orang yang bekerja didalam Organisasi Penyelenggaraan yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

20

(11)

4. Mayarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.21

c) Asas – Asas Pelayanan Publik

Pelayanan publik harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat, karena masyarakat itu bersifat dinamis. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan negosiasi dan mengkolaborasi berbagai kepentingan masyarakat. Sehingga pelayanan publik memiliki kualitas yang sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang

21

(12)

profesional, kemudian dikemukakan asas-asas dalam pelayanan publik yang tercermin dari:

1. Transparansi, bersifat terbuka mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

3. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamanan hak tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak.22

Asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik juga diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang terdiri dari 12 asas, yaitu:

22Lijan Poltak Sinambela, dkk., Reformasi Pelayanan Publik, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hal. 6

(13)

1. Kepentingan umum

Adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak mensyaratkan beban tertentu. Kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan-kepentingan yang lain dengan tetap memperhatikan proporsi pentingnya dan tetap menghormati kepentingan-kepentingan lain.

2. Kepastian hukum

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.

3. Kesamaan hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

4. Keseimbangan hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

5. Keprofesionalan

Suatu keahlian dan kemampuan dalam mengerjakan suatu pekerjaan dalam satu bidang.

6. Partisipasi

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

(14)

7. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif

Perlakuan yang didapat dari para pelayan publik sama rata dan tidak melihat dari strata sosial masyarakat tersebut.

8. Keterbukaan

Semua proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami masyarakat baik yang diminta ataupun tidak.

9. Akuntabilitas

Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan

Fasilitas yang didapat setiap orang sama, tidak ada perlakuan khusus bagi kelompok tertentu.

11. Ketepatan waktu

Target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

12. Kecepatan, kemudahan dan kejangkauan

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi informatika.23

d) Prinsip – prinsip Pelayanan Publik

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip - prinsip:

23 Juniorso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009, hal. 254

(15)

1. Prinsip Kesederhanaan: Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Prinsip Kejelasan: Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. 3. Prinsip Kepastian Waktu: Pelaksanaan pelayanan publik dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Prinsip Akurasi: Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5. Prinsip Keamanan: Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Prinsip Tanggung Jawab: Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Prinsip Kelengkapan Sarana dan Prasarana: Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai, termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Prinsip Kemudahan Akses: Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

(16)

9. Prinsip Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan : Pelaksana pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10.Prinsip Kenyamanan : Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti tempat parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.24

3. Landasan Hukum Pelayanan Publik

Secara Yuridis Nomatif sejak tahun 1999 dibentuklah Undang – Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Penimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, yang menggantikan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 , dan sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir dengan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Khusus dalam hubungannya dengan pelayanan umum (public

service), telah dibentuk Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, meskipun sebelumnya sudah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa secara yuridis pelayanan publik telah memiliki dasar hukum yang jelas, dengan harapan bahwa pelayanan publik harus

24Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

http://jdih.ntbprov.go.id/sites/default/files/produk_hukum/Lampiran%20I.pdf , diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 12.08 WIB

(17)

dapat dilakukan dengan baik, dan dapat direspon positif oleh daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.25

Berlakunya Undang – undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak penyelenggara pelayanan publik maupun masyarakat, aparatur penyelenggara merasa memiliki kewajiban hukum untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat merasa apa yang harus dilakukan oleh aparatur negara tersebut merupakan hak dari masyarakat. Mengenai keinginan undang – undang ini, selanjutnya dapat dilihat atau tercermin dalam tujuan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang didalam ketentuan pasal 3.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat dikemukakan, bahwa pelayanan publik merupakan kewajiban pemerintah untuk dilaksanakan sebaik – baiknya , baik dalam hal pelayanan administrasi , maupun pelayanan atas barang dan jasa. Kewajiban ini merupakan konsekuensi dan telah memperoleh landasan hukum yang pasti didalam Pasal 18 UUD 1945 beserta perubahannya, Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, serta Undang –Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Oleh karena itu sesungguhnya tidak cukup alasan untuk tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, sebab hal tersebut telah memperoleh landasan hukum yang kuat bagi masyarakat

25

(18)

untuk mendapatkan haknya dan kewajiban bagi aparat penyelenggraan negara untuk memberikan pelayanan yang terbaik.26

Sebelum lahirnya Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan publik, misalnya telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat, dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Bahkan saat ini telah ada dan telah ditetapkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Oleh karena itu keberadaan beberapa regulasi sebagimana disebutkan di atas merupakan rambu – rambuatau instrumen yang bersifat teknis yuridis, dalam hal ini dapat dijadikan suatu dasar untuk menjadi pedoman penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih bersifat operasional. Sebab pelayanan publik sebagai salah satu wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah saat ini amat dibutuhkan adanya suatu model pelayanan yang ideal demi mencapai peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri.

26Ibid, hal 7

(19)

Adapun Dasar Hukum Penyelenggaraan Pelayanan Publik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

7. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah;

8. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik;

(20)

9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER 05/M.PAN/04/2009 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah;

10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan.

11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Per/05/M. PAN/4/2009 tentang Pdoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Intansi Pemrintah .27

12. Peraturan Kepala BPN RI No 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan

B. STANDAR PELAYANAN PUBLIK

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggarakan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik tersebut harus disesuaikan dengan asas – asasumum pemerintah didalam memberikan perlindungan kepada setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melalui Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik

27

Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Publik,

http://jdih.ntbprov.go.id/sites/default/files/produk_hukum/Lampiran%20I.pdf , diakses pada tanggal 19 April 2016, pukul 17.00 WIB

(21)

Indonesia, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mengesahkan Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Menurut UU No 25 tahun 2009 tersebut, Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Menurut UU No 25 tahun 2009 tersebut penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Didalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan penyelenggara wajib mengikut sertakan masyarakat dan pihak terkait. Kemudian, penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan tersebut. Pengikut sertaan masyarakat dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah serta memperhatikan keberagaman. Penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Adapun komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :

(22)

1. Dasar hukum,

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar. 2. Persyaratan

Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif.

3. Sistem, mekanisme dan prosedur

Tata cara pelayanan yang dibekukan bagi pemberi dan penerimapelayanan termasuk pengaduan.

4. Jangka waktu penyelesaian

Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

5. Biaya/tarif

Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

6. Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang

7. Sarana, prasarana, dan / atau fasilitas

Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagikelompok rentan.

(23)

8. Kompetensi pelaksanaan

Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputipengetahuan keahlian, keterampilan dan pengalaman.

9. Pengawasan internal

Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.

10. Penanganan pengaduan, saran dan masukan

Tata cara pelaksanaan pengamanan pengaduan dan tindak lanjut. 11. Jumlah pelaksana

Tersedianya pelaksanaan sesuai dengan beban kerjanya. 12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentukkomitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan

resiko keragu-raguan, dan 14. Evaluasi kinerja Pelaksana

Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.

Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan merupakan pedoman dalam pelaksanaan layanan pertanahan di lingkunagan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional, dan Kantor Pertanahan. Adapun

(24)

peraturan yang mengatur mengenai standar pelayanan di Kantor Badan Pertanahan Nasional adalah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 yakni perubahan dari Keputusan Kepala Badan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan BPN dan juga diatur sebelumnya di dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 6 Tahun 2008tentang Penyederhanaan dan Pencepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Tertentu.

Tujuan peraturan ini adalah untuk mewujudkan kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pelayanan publik. Ruang lingkup pengaturan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan terdapat pada pasal 4 peraturan ini, yang meliputi: a) Kelompok dan Jenis Pelayanan ;

b) Persyaratan ; c) Biaya ; d) Waktu ; e) Prosedur ; f) Pelaporan ;

a) Kelompok dan Jenis Pelayanan

Kelompok pelayanan sebagaimana diatur pada Pasal 4 huruf a Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 terdiri dari pelayanan : 1. Pendaftaran Tanah pertama kali

(25)

3. Pencatatan dan informasi pertanahan 4. Pengukuran bidang tanah

5. Pengaturan dan penataan pertanahan 6. Pengelolaan pengaduan

b) Persyaratan

Persyaratan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon agar permohonannya dapat diproses lebih lanjut. Persyaratan dimaksud adalah berupa dokumen pertanahan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon, Surat Permohonan Hak Atas Tanah, Gambar atau Peta Tanah yang telah diukur, Slip Pajak atas tanah yang dimohonkan, Kartu Keluarga Pemohon, Bukti Jual Beli atau Perjanjian Jual Beli terhadap tanah tersebut bila ada melakukan transaksi Jual Beli. Apabila persyratan dokumen tidak lengkap maka Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah BPN menolak berkas permohonan. Penolakan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN atau petugas yang diunjuk

c) Biaya

Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 adalah biaya pelayanan yang diwajibkan kepada pemohon sesuai dengan peraturan Perundang – Undangan tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada BPN RI.

(26)

d) Waktu

Waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 adalah jangka waktu penyelesaian pelayanan pertanahan terhitung sejak penerimaan berkas lengkap dan telah lunas pembyaran biaya yang ditetapkan. Jangka waktu yang dimaksud adalah jangka waktu paling lama untuk penyelesaian masing – masing jenis pelyanan pertanahan yang dihitung berdasar hari kerja.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Peraturan Kepala BPN RI No.1 Tahun 2010 tidak berlaku bagi permohonan pelayanan pertanahan yang didalam prosesnya diketahui terdapat sengketa, konflik, perkara, atau masalah hukum lainnya dan berkasnya dapat dikembalikan kepada pemohon

e) Prosedur

Prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2010 adalah tahapan proses pelayanan untuk masing – masing jenis kegiatan.

f) Pelaporan

Kepala Kantor Pertanahan setiap bulan melaporkan hasil pelaksanaan pelayanan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Kepala Kantor Wilayah BPN setiap bulan melaporkan hasil pelaksanaan pelayanan yang menjadi tugasnya.

(27)

C. INSTANSI PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK

Negara Republik Indonesia menganut sistim demokrasi artinya darirakyat, oleh rakyat dan untukrakyat, dimana rakyatlah memegang kekuasaan tertinggi. Konsep ini merupakan pola dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini sebagaimana sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 tentang pendidikan dan pasal 33 tentang kekayaan alam, selain itu ada lagi pasal pasal yang menyangkut tentang pelayan publik atau yang menjadi hak rakyat.

Dengan sendirinya jelas sudah bahwa secara menyeluruh pelaksanaan pelayanan publik adalah menjadi tanggung jawab pemerintah, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa pemerintah pada hakikatnya menyelenggarakan fungsi pelayanaan kepada masyarakat, atau pemerintah adalah pelayan bagi masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan demi mencapai tujuan bersama.28

Adapun pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya terhadap pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Dimana lembaga ini mempunyai tugas untuk mengoordinasikan

28

Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, PT.Pustaka, Jakarta, 1998, hal. 139

(28)

kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menyebutkan bahwa :

Pelayan Publik adalah pejabat, pegawai, atau petugas yang bertugas

melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik dan pelayanan internal di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah pimpinan unit/satuan kerja di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang melakukan pelayanan publik dan pelayanan internal.”

Maka dapat disimpulkan bahwa Instansi Penyelenggara Pelayanan Publik di bidang Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN). Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan instansi vertikal, sebagai unit vertikal yang menyelenggarakan pelayanan bidang pertanahan. Unit layanan vertikal adalah unit layanan yang berada di bawah kementerian / lembaga pusat tetapi memiliki layanan sampai di tingkat daerah.

1. Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan instansi vertikal, yang dipimpin oleh seorang kepala badan yang langsung bertanggung

(29)

jawab kepada presiden.Sejarah BPN diawali dengan adanya pengesahan undang-undang yakni pada tanggal 24 September 1960 dengan disahkannya Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal UUPA. UUPA inilah yang merupakan pelaksanaaan amanat konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar– besarnya kemakmuran rakyat.” Adanya hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi dan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, sehingga dibentuklah sebuah lembaga yakni Badan Pertanahan Nasional yang dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. (Sesuai pasal 2 Perpres No. 10 Tahun 2006) Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

a. Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Adapun dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, maka BPN mempunya visi dan misi pelayanan dan

(30)

pembangunan pertanahan yang telah ditetapkan yang akan diemban/dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu :

1) Visi :

“Menjadi Lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.”

2) Misi :

a) Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumbersumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;

b) Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)

c) Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari;

d) Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya

(31)

pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat, dan

e) Penguatan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas untuk mencapai tujuan pembangunan bidang pertanahan yaitu “Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.29

Sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif dan terlaksananya penegakkan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

b. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah : 1) Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non

Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

2) Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

29

Visi, Misi, dan Tujuan Pembangunan Pertanahan,

(32)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, maka Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi :

1) Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; 2) Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

3) Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidangpertanahan; 4) Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidangpertanahan; 5) Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran danpemetaan di

bidang pertanahan;

6) Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjaminkepastian hukum;

7) Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

8) Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;

9) Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/ataumilik negara/daerah bekerja sama dengan DepartemenKeuangan;

10) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; 11) Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;

12)Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaandan program di bidang pertanahan;

13) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

14) Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dankonflik di bidang pertanahan;

(33)

15) Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; 16) Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

17) Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber dayamanusia di bidang pertanahan;

18) Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

19) Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitandengan bidang pertanahan;

20) Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antaraorang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

21) Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturanperundang undangan yang berlaku.

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tugas pokok Badan Pertanahan Nasional sekaligus merupakan salah satu fungsi kantor pertanahan Kabupaten/Kota adalah melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan upaya untuk lebih meningkatkan pelayanan pertanahan, upaya peningkatan pelayanan pertanahan kepada masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas, dari tingkat kebijakan termasuk penerbitan ketentuan peraturan yang diperlukan sampai tingkat pelaksanaannya.

3) Sebelas Agenda Kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksudkan pada pasal 3 diatas, maka ada 11 agenda Kebijakan BPN dalam menyelenggarakan fungsinya yaitu:

(34)

1) Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.

2) Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship). 4) Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana

alam dan daerah-daerah konflik.

5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.

6) Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia. 7) Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan

pemberdayaan masyarakat.

8) Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar. 9) Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan

pertanahan yang telah ditetapkan.

10)Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.

11) Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan pertanahan.30

30

Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,

http://www.bpn.go.id/Tentang-Kami/Sekilas , diakses pada tanggal 24 April 2016, pada pukul

(35)

4) Empat Prinsip Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Diawali dari tahun 2005, pertanahan nasional dibangun dan dikembangkan atas dasar empat (4) prinsip pengelolaan:

1) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada kesejahteraan masyarakat,

2) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keadilan penguasaan dan pemilikan tanah,

3) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan Kebangsaan Indonesia, 4) Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada harmoni

sosial.

Dalam melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi guna mewujudkan visi pembangunan pertanahan tersebut, BPN RI dituntut untuk membangun organisasi, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur yang bersih, profesional dan bertanggung jawab dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis Chi Square dapat diketahui bahwa preferensi responden terhadap daging sapi di Kabupaten Dharmasraya adalah daging sapi yang mempunyai warna

Apakah Anda bekerja selalu dengan cara kerja dan posisi kerja yang tidak baik?. Apakah Anda menggunakan jalur evakuasi pada saat terjadi kondisi darurat di

Besarnya pengaruh sikap BudAI terhadap hasil tes prestasi geometri analitika 2 dilihat dari nilai R square = 0,277 yang berarti 27,7% hasil tes prestasi geometri analitika

Sebagai mana dikemukakan oleh Hurlock (2011:15) bahwa untuk mencapai kematangan emosi, setiap orang harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang

Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya merupakan UPT Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab kepada Dirjen P2P

Model yang digunakan dalam regresi berganda untuk melihat pengaruh kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja

S., 2016, “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Reformasi Perpajakan Terhadap Manajemen Laba Dan Manajemen Pajak (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang

Berdasarkan hasil ANAREG linear berganda terdapat hubungan yang signifikan secara simultan antara fakor fisik kimia lingkungan (suhu, salinitas, pH dan tingkat kecerahan