• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Muhammad Isnaini http//

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Muhammad Isnaini http//"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Pendidikan Islam

Setiap kali kita mendengan kata pendidikan, kita selalu terbayang bahwa di sana ada pendidik, yang di didik, sarana penunjang pendidikan, dan metode pengajaran atau pendidikan. Tetapi di sini kita tidak membicarakan beberapa komponen pendidikan tersebut, akan tetapi kita mencoba memahami arti kata pendidikan itu sendiri, kebijakan pendidikan; khususnya kebijakan pendidikan yang dihubungkan dengan Islam, artinya pendidikan yang Islami.

Sebelumnya, untuk pemahaman kita akan arti pendidikan, sebaiknya kita cermati dulu beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli. Bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar dewantara mengartikan pendidikan atau pengajaran sebagai upaya menuntun segala kekuatan yang ada pada anak mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat sehngga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.1 Sedangkan H M Arifin mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiaan serta kemampuan dasar anak didik baik dalam hal bentuk pendidikan formal maupun non formal. Dengan makna lain bahwa pendidikan adalah suatu ikhtiar untuk membantu dan mengarahkan fikiran dan fitrah manusia (anak didik) supaya berkembang sampai ke titik maksimal yang dapat dicapai dengan tujuan yang di cita-citakan.2

Selanjutnya, karena di sini akan membicarakan bagaimana kebijakan pendidikan Islam itu atau studi pendidikan yang Islami. Ada baiknya kita juga

§ Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

1 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1981), Hlm. 9 2 HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang:, tt),

(2)

tahu apa arti pendidikan bila dihubungkan dengan agama, dalam hal ini agama Islam. Menurut Zuhairini dan Abdul Ghofor dalam buku mereka Methodik Khusus Pendidikan Agama, dikemukakan bahwa pendidikan agama berarti usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.3 Pendidikan agama (Islam) juga diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan orang dewasa terhadap anak didik menuju tercapainya manusia beragama (manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT).4

Dari pemaparan di atas, kita dapat paham bahwa pendidikan agama adalah usaha-usaha, bimbingan-bimbingan (kemanusiaan) secara sadar yang dilakukan orang dewasa (pendidik) kepada anak didik terhadap perkembangan jasmani dan rohani mereka dengan tujuan (terget pendidikan) terwujudnya kepribaian anak yang utama yaitu kepribadiaan Muslim.5

Setelah kita mengetahui arti kata pendidikan dan pendidikan agama, selanjutnya kita akan mencoba menggambarkan bagaimana kebijakan pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Ada satu pertanyaan klasik yang sering kita dengar, yaitu kemanakah arah pendidikan Islam di masa depan harus di bawa?. Jujur kita katakan bahwa saat ini persepsi masyarakat akan pendidikan agama (Islam) sangat kurang menguntungkan. Faktanya lembaga pendidikan agama menjadi pilihan ke dua setelah lembaga pendidikan umum.

Ironis memang, akan tetapi itu merupakan satu tantangan bagi civitas akademika pendidikan Islam untuk terus menerus merumuskan jati dirinya agar lebih acceptablel bagi masyarakat luas. Karena itu pendidikan Islam sudah harus selalu memperbarui sumber daya kependidikannya agar relevan bagi masyarakat penggunanya; agar arah pendidikan Islam di masa depan tidak sekedar mengikuti arus perubahan yang tengah terjadi, maka pendidikan Islam perlu untuk kembali

3 Zuhairimi dkk, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Malang: tt) Hlm. 27

4 Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama

Islam Pada Sekolah Dasar, (Dirjen Binbaga Islam Depag RI: 1985/1986) Hlm. 9-10

5 Aliran Fundamentalisme dalam pendidikan mendefinisikan bahwa tujuan pendidikan

adalah usaha-usaha untuk membangkitkan dan meneguhkan kembali cara-cara lama yang lebih baik, dan untuk memapankan kembali tolak ukur keyakinan dan prilaku tradisional / masa silam yang ideal. Lihat dalam: William F. O’neil, Ideologi-ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Hlm. 249

(3)

memikirkan filsafat, teori, dan kurikulum pendidikannya. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak akan kehilangan jati dirinya sendiri, tetapi justru yang terjadi pendidikan Islam akan memainkan peranan aktif dalam arus pergaulan global yang sedang berjalan ini.6

Sebelumnya telah kita ketahui bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah melahirkan pribadi-pribadi yang Islami (kepribadian muslim). Karena itu, kebijakan-kebijakan pendidikan yang diambil (akan diambil) harus mendukung tujuan tersebut; konkritnya seperti merancang ulang (mendesain) kurikulum pembelajaran, khususnya pendidikan agama.

Dalam filsafat idelisme,7 kurikulum didasarkan atas beberapa prinsip.

Pertama, kurikulum yang kaya, berurutan, sistematis, dan didasarkan pada target tertentu yang tidak dapat dikurangi sebagai satu kesatuan pengetahuan, kecakapan-kecakapan, serta sikap yang berlaku di dalam kebudayaan yang demokratis. Kedua, kurikulum menekankan penguasaan yang tepat atas isi atau meteri kurikulum itu, artinya kurikulum dibuat atas dasar urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si anak.

Dari dua prinsif di atas, di buat pedoman perumusan kurikulum idealisme, yaitu: pertama, kurikulum idealisme menekankan pada core curriculum; kedua, aliran ini menganggap kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, terutama esential studies yang meliputi metode ilmiah, dunia organisasi dan an-organisasi, human environment (lingkungan manusia, budaya, dan alamiah), dan apresiasi terhadap seni.8

6 Ali Maksum, Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern

dan Post Modern, Mencari Visi Baru Atas Realitas Baru Pendidikan Kita, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2004), Hlm. 249-250

7 Perkataan idealisme secara popular berarti semacam pemimpi, yakni seorang yang tidak

praktis yang pandangan-pandangannya tertuju pada hal-hal yang hakekatnya sempurna. Seorang yang idealis sering kali dipahamkan sebagai orang yang kepalanya berada di awang-awng, dan tidak mendasar pada realitas, idealisme lebih merujuk pada ide, yaitu sesuatu yang berhakekat akal. Lihat dalam: Lois O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), Hlm. 127.

Aliran kefilsafatan ini di Imami oleh Plato, yang seperti dikatakan oleh Sidi Gazalba sebagai bapak filsafat idealisme. Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), Hlm. 315

(4)

Untuk mewujudkan idealisme seperti yang di maksud di atas, dibutuhkan strategi yang jitu seperti memaksimalkan fungsi-fungsi utama manajemen yaitu manajemen pada aspek struktur, tehnik, personalia, informasi dan manajemen pada aspek lingkungan atau masyarakat.

Manajemen pada aspek struktur adalah mekanisme kerja organisasi itu digambarkan secara urut-urutan kerja dengan tugas-tugas individu dan hubungan antara unit-unit kerja baik secara vertikal maupun horisontas; manajemen pada aspek tehnik adalah usaha untuk merealisasikan tujuan pendidikan. Aspek ini berhubungan erat dengan bagaimana pengambilan keputusan yang sebagian besar dilakukan oleh manejer/pimpinan. Keputusan itu mencakup segala bidang aktivitas organisasi, seperti sarana pendidikan, keuangan, kurikulum, lingkungan, personalia dan sebagainya.

Adapun manajemen pada aspek personalia adalah perhatian yang baik dari seorang pimpinan kepada orang-orang dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub sistem manajemen. Perhatian itu bisa berupa rekruitment, penempatan dan pelatihan, juga peningkatan kesejahteraan karyawan. Sedangkan

manajemen pada aspek informasi berfungsi sebagai penghubung antara berbagai bagian organisasi dalam usahanya mencapai tujuan, dan juga sekaligus sebagai alat kontrol atau pengawasan bagi organisasi bersangkutan. Di samping itu informasi juga digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh manejer/pimpinan. Dan yang terakhir, manajemen pada aspek lingkungan

mempunyai pengertian bahwa selain pendidikan itu didapatkan di sekolah, pendidikan juga ditemukan di masyarakat, khususnya di lingkungan sekolah/daerah di mana proses itu berlangsung.9

Dengan kebijakan dan pengelolaan seperti yang disebutkan di atas, insya Allah dapat dipastikan tujuan pendidikan seperti yang disebutkan sebelumnya yaitu membentuk pribadi-pribadi muslim, akan terwujud dengan baik. Jika tidak, penulis tak dapat membayangkan pendidikan agama khususnya pendidikan Islam di masa datang akan seperti apa.

(5)

Kesimpulan

Ada beberapa poin penting yang dapat kita temukan dari pemaparan di atas. Yaitu:

1. Dasar tujuan dari pendidikan Islam adalah pendidikan yang dapat membentuk lulusannya menjadi manusia dengan kepribadian Islami (ber-akhlaqulkarimah), dan hal itu akan dapat tercapai jika kurikulum pembelajarannya juga mendukung target atau tujuan tersebut.

2. Bahwa pendidikan yang baik dan benar adalah pendidikan yang dapat mengantarkan anak didik mengerti potensi dirinya dan fungsinya sebagai manusia.

3. Bahwa pendidikan berorientasi tujuan itu baik jika didukung dengan sistem manajemen yang baik pula

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abdurrahman, 2003, Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat, Gama Media, Yogyakarta.

Abidin Ibnu Rusn, 1998, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Arifin, H M. (tt), Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Bulan Bintang, Jakarta.

Departemen Agama Republik Indonesia, 1985/1986, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Dasar, Dirjen Binbaga Islam Depag RI, Jakarta.

F. O’neil, William, 2002, Ideologi-ideologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Freire, Paulo dkk, 2004, Menggugat Pendidikan, Fundamentali Konservatif Liberal Anarkis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Gazalba, Sidi, 1981, Sistematika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta.

Hermansyah, 1999, Pendidikan Yang Membebaskan, Kabar Kampus, Yogyakarta.

(6)

Hazlitt, Henry, 2003, Dasar-dasar Moralitas, Pustaka Pelajar, Yoyakarta.Idris,

Kattsoff, Lois O, 1996, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta. Maksum, Ali, 2004, Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post Modern, Mencari Visi Baru Atas Realitas Baru Pendidikan Kita, IRCiSoD, Yogyakarta.

Ndzaha, Taliziduka, 1988, Manajemen Perguruan Tinggi,: Bina Aksara, Jakarta.

S P Siagian, 1994, Filsafat Administrasi, Rosda Karya, Bandung.

Tilaar, H. A. R, 2001, Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Yusuf, Nursyamsiah, 2003, Manajemen Pendidikan Islam; Dalam, Meniti Jalan Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Zahara, 1981, Dasar-dasar Kependidikan, Angkasa Raya, Padang. Zuhairimi dkk, (tt), Metode Khusus Pendidikan Agama, Malang

Referensi

Dokumen terkait

Secara singkat dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian manajemen merupakan suatu sistem yang digunakan oleh para manajer untuk mengarahkan anggota organisasi agar

Hipotesis 1 dan 2 dilakukan pada perusahaan besar (big cap), untuk mengetahui apakah hasil- hasil tersebut berlaku juga untuk perusahaan-perusahaan diluar kelompok big cap

IGARCH adalah tipe khusus dari model GARCH yang cukup efektif digunakan karena sebagian besar model data deret waktu keuangan memiliki koefisien varians yang jumlahnya

Pengujian keamanan secara klinis dilakukan dengan metode Uji Tempel Terbuka Berulang (UTTB) dan Uji Tempel Tertutup Tunggal (UTTT) pada lebih dari 50 relawan. Sifat iritasinya

Dimana, kecamatan yang memilki nilai daya dukung tertinggi berdasarkan potensi harga tanah adalah Kecamatan Jabon, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan Tulangan,

Berita acara Rapat Koordinasi Pembinaan Izin Lokasi Nomor : 01/460-27/1993 tanggal 4 Maret 2002 yang dihadiri oleh Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Barat,

pada bayi dan / atau ibu, seperti berat badan bayi di atas rata-rata normal pada saat lahir (makrosomia), lama persalinan yang memanjang sehingga meningkatkan

Teller di dua kantor cabang utama bank “X” kota Palembang dengan resilience at work yang rendah tidak akan memiliki motivasi dalam bekerja, selain itu Teller akan