• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN KLON-KLON UBI KAYU DENGAN POTENSI HASIL UMBI DAN PATI TINGGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN KLON-KLON UBI KAYU DENGAN POTENSI HASIL UMBI DAN PATI TINGGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN KLON-KLON UBI KAYU DENGAN POTENSI HASIL

UMBI DAN PATI TINGGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI

Kartika Noerwijati

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang Jl. Raya Kendalpayak Kotak Pos 66 Malang 65101 Telp. 0341-801468 Email: tika_iletri@yahoo.com

ABSTRAK

Produksi ubi kayu nasional saat ini belum dapat memenuhi pemintaan yang ada. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi dan semakin berkembangnya industri berbasis ubi kayu akan meningkatkan permintaan ubi kayu, sehingga perlu upaya peningkatan produksi. Salah satu faktor pendukung peningkatan produksi adalah tersedianya varietas unggul berdaya hasil dan berkadar pati tinggi. Tujuan penelitian adalah mengetahui keragaan potensi hasil umbi dan kadar pati klon-klon ubi kayu sebagai bahan baku industri. Percobaan dilakukan di KP Muneng (Probolinggo) pada tahun 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Bahan penelitian adalah 25 klon ubi kayu hasil persilangan pada tahun 2002 dan 2003. Variabel yang diamati mencangkup hasil umbi segar, kadar bahan kering umbi, kadar air (basis kering), kadar pati (basis basah), kadar pati (basis kering), hasil pati, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan rasa umbi segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel yang diamati beragam antarklon. Hasil umbi berkisar antara 25,31–48,62 t/ha (rata-rata 36,23 t/ha), kadar bahan kering 33,68–44,43% (rata-rata 39,43%), kadar air umbi segar 7,66– 8,76% (rata-rata 8,05%), kadar pati basis basah 17,79–21,80% (rata-rata 19,04%), kadar pati basis kering 76,66–84,32% (rata-rata 79,89%), dan hasil pati 4,55–9,06 t/ha (rata-rata 6,88 t/ha). Berdasarkan variabel hasil umbi dan hasil pati, terseleksi sembilan klon yang memiliki hasil umbi dan hasil pati di atas rata-rata populasi, yaitu CMM 03036-7, CMM 03036-5, CMM 03038-7, CMM 03028-11, CMM 03018-10, CMM 03094-12, CMM 03095-5, CMM 02033-1, dan CMM 02014-5. Kata kunci: ubi kayu, hasil tinggi, kadar pati, hasil pati, bahan baku industri

ABSTRACT

Performance of cassava clones with high yield potential and starch content as industrial raw materials. National cassava production has not been able to meet the existing demand. Increasing the population growth rate and growing cassava-base industries will likely increase the demand for cassava, thus increase the production is required. One supporting factor for increasing cassava production is the availability of high yielding varieties and high starch content. The objective of the research was to determine the performance of yield potential and starch content of cassava clones as industrial raw materials. An experiment was carried out in Experimental Station in 2009, using randomized block design with three replications. A number of 25 cassava clones from crosses in 2002 and 2003 were tested. Observation was done on fresh tuber yield, tuber dry matter content, water content (dry basis), starch content (wet basis), starch content (dry basis), starch yield, outer dry skin colour, root parenchyma colour, and fresh tuber taste. The results reported the variation among clones for all parameters observed. Tuber yield ranged from 25.31-48.62 t 1 (average 36.23 t ha-1), dry matter content 33.68-44.43% (average 39.43%), water content (dry basis)-66 to 8.76% (average 8.05%), starch content (wet basis) 17.79-21.80% (average 19.04%), starch content (dry basis) 76.66-84.32% (average 79.89%), and starch yield 4.55-9.06 tha-1 (average 6.88 t/ha-1). Based on tuber and starch yield, there were nine clones with tuber and starch yield higher than those of population average.

(2)

PENDAHULUAN

Peluang pengembangan bisnis ubi kayu terbuka luas, karena kebutuhan terhadap produk berbahan baku ubi kayu sangat besar, seperti tapioka, gaplek, pelet, tepung, dengan kebutuhan pasar lokal untuk industri pangan dan minuman (sirup), tekstil, kertas, dan industri ternak. Di samping itu, pasar ekspor juga mempunyai peluang yang besar di antaranya ke Eropa, Jepang, Korea, China, Amerika, dan Jerman (Bio Research Deve-lopment 2012). Pada saat ini produksi ubi kayu nasional baru mencapai 20 juta ton, sedangkan permintaan untuk pangan, pakan, dan industri telah mencapai sekitar 24,8 juta ton. Kebutuhan tersebut belum termasuk sebagai bahan baku bioetanol (Anonim 2012a).

Ubi kayu memiliki kemampuan besar untuk mengubah energi matahari menjadi karbohidrat per unit area. Di antara tanaman berpati, ubi kayu menghasilkan karbohidrat 40% lebih tinggi dibanding padi dan 25% lebih tinggi dibanding jagung. Ubi kayu juga merupakan sumber kalori paling murah, baik untuk konsumsi manusia maupun pakan ternak. Komposisi ubi kayu meliputi 70% air, 25% pati, 2% serat, 1% protein, dan 3% substansi lain termasuk mineral (Tonukari 2004).

Lebih dua pertiga dari total produksi ubi kayu digunakan untuk pangan. Ubi kayu untuk pangan langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak beracun (kadar HCN rendah, < 50 ppm) (Anonim 2012b). Untuk bahan baku industri seperti dipaparkan oleh

Sundari (2010), ubi kayu yang sesuai adalah yang memiliki potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar pati tinggi.

Pati adalah produk tanaman paling penting bagi manusia, di antaranya merupakan komponen esensial pada produk pangan. Di Afrika Barat, tepung ubi kayu dikonsumsi dalam jumlah besar. Di samping itu, pati ubi kayu digunakan untuk industri dan pangan olahan. Pati merupakan bisnis bernilai miliaran dolar di seluruh dunia dan diaplikasikan pada berbagai macam industri. Industri yang menggunakan pati di antaranya industri tekstil, farmasi, kosmetik, lem, kertas, detergen, gula modifikasi, asam organik (Tonukari 2004, FAO 2006). Ubi kayu juga merupakan sumber bahan baku etanol. Roble et al. (2003) dalam Tonukari (2004) menunjukkan produksi asam L-Lactic dari pati ubi kayu dalam bioreaktor menggunakan jamur Aspergillus awamori dan bakteri Lactococcuslactis spp. Ampas ubi kayu dapat digunakan untuk menghasilkan phytase setelah penambahan sumber nitrogen dan garam (Hong et al. 2001 dalam Tonukari 2004). Kulit ubi kayu juga dapat diubah menjadi karbon teraktivasi yang merupakan penyerap pewarna dan besi. Sebagai bahan baku industri, ubi kayu yang digunakan sebaiknya memiliki kadar protein rendah dan kadar HCN tinggi (Anonim 2012b).

Saleh et al. (2012) menyebutkan bahwa tingginya jumlah penduduk Indonesia dengan laju pertumbuhan yang masih cukup tinggi (1,47% per tahun) mendorong peme-rintah untuk meningkatkan produksi ubi kayu sebagai bahan pangan alternatif mendukung ketahanan pangan nasional. Sebelumnya, Saleh dan Widodo (2007) menyebutkan bahwa sejalan dengan program diversifikasi pangan, berkembangnya industri pakan ternak, dan industri kimia berbasis ubi kayu (termasuk industri bioetanol), maka permintaan terhadap ubi kayu akan meningkat, sehingga perlu upaya peningkatan produksi, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Peluang pengembangan ubi kayu masih terbuka dengan tersedianya lahan, pangsa pasar tidak terbatas, dan didukung oleh tersedianya varietas unggul berdaya hasil dan berkadar pati tinggi serta paket teknologi budi daya spesifik lokasi.

(3)

Jumlah varietas unggul ubi kayu di Indonesia relative tidak sebanyak varietas unggul dari kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar. Hal ini antara lain disebabkan oleh umur ubi kayu yang relatif panjang sehingga memerlukan seleksi yang lebih lama. Selain itu, ubi kayu bukan merupakan komoditas prioritas meskipun memiliki peran penting dalam beragam industri.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi hasil umbi dan kadar pati beberapa klon ubi kayu sebagai bahan baku industri.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di KP Muneng (Probolinggo) pada tahun 2009. Rancangan per-cobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan tiga ulangan. Bahan penelitian adalah 25 klon ubi kayu hasil persilangan pada tahun 2002 dan 2003. Stek ditanam pada plot berukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm. Tanaman dipupuk dengan 200 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Pemeliharaan tanaman meliputi pewiwilan tunas pada umur 1 BST, penyiangan pada umur 1 dan 3 BST, dan pembum-bunan yang dilakukan setelah penyiangan.

Variabel yang diamati adalah hasil umbi segar, kadar bahan kering umbi, kadar air (basis kering), kadar pati (basis basah menggunakan metode specific gravity), kadar pati (basis kering), hasil pati, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan rasa umbi segar. Pengamatan dilakukan pada umur 9 bulan. Data yang diperoleh dianalis dengan model rancangan acak kelompok (Tabel 1) mengikuti Baihaki (2000).

Tabel 1. Analisis varian dan komponen varian rancangan acak kelompok.

Sumber variasi Derajat bebas Kuadrat tengah Harapan kuadrat tengah F hitung

Ulangan r - 1 KTr σ2e + t σ2g KTr / KTe

Klon t - 1 KTg σ2e + r σ2g KTg / KTe

Galat (r – 1)(t – 1) KTe σ2e

Total rt - 1

r = ulangan t = perlakuan (klon).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil umbi, kadar bahan kering umbi, kadar air umbi segar, kadar pati (basis basah dan basis kering), dan hasil pati menunjukkan perbedaan yang nyata antarklon (Tabel 2).

Hasil umbi dari 25 klon yang diuji berkisar antara 25,31–48,62 t/ha dengan rata-rata 36,23 t/ha. Hasil umbi terendah terdapat pada klon CMM 03037-6 dan tertinggi pada klon CMM 02033-1. Hasil umbi klon CMM 02033-1 lebih tinggi 20,9% dibandingkan dengan rata hasil pembanding (40,22 t/ha). Terdapat 11 klon yang memiliki hasil di atas rata-rata populasi dan empat klon setara atau di atas rata-rata-rata-rata pembanding, yaitu klon CMM 03094-12, CMM 03095-5, CMM 02033-1, dan CMM 02014-5 (Tabel 3). Rata-rata hasil nasional ubi kayu per hektar saat ini adalah sekitar 20,3 t/ha (BPS 2012), rata-rata dunia hanya sekitar 10 t/ha. Hartojo dan Puspitorini (2012) menyebutkan bahwa ubi kayu mempunyai potensi untuk menghasilkan umbi segar hingga 100 t/ha, dan menurut Saleh

(4)

Tabel 2. Hasil analisis ragam dan koefisien keragaman beberapa karakter kuantitatif 25 klon ubi kayu. KP Muneng, Probolinggo, 2009.

Kuadrat tengah Karakter

Blok Klon Galat KK (%)

Hasil umbi 238,940 * 97,115 * 48,262 19,17

Kadar bahan kering umbi 7,716 tn 25,351 * 11,927 8,76

Kadar air 0,0004 tn 0,2003 ** 0,0013 0,45

Kadar pati (bb) 1,0983 tn 5,857 ** 1,6421 6,73

Kadar pati (bk) 0,0037 tn 15,7467 ** 0,0251 0,198

Hasil pati 6,136 * 3,928 ** 1,767 19,32

KK = koefisien keragaman

tn, *, dan ** masing-masing menunjukkan tidak berbeda nyata, berbeda nyata, dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 5% dan 1%.

Bahan kering umbi beragam antarvarietas dengan kisaran 33,68-44,43% dengan rata-rata 39,43%. Klon yang memiliki bahan kering paling rendah adalah CMM 02048–25, sedangkan bahan kering tertinggi dimiliki oleh klon CMM 02035-3 yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding UJ 5 dan Malang 6. Sepuluh klon mempunyai kadar bahan kering di atas rata-rata populasi sekaligus di atas rata–rata pembanding (39,28%) (Tabel 3), yaitu klon CMM 03025-43, CMM 03021-26, CMM 03036-6, CMM 03038-7, CMM 03028-11, CMM 03095-5, CMM 02040-1, CMM 02035-3, CMM 02014-5, dan CMM 03100-8. Sebagian besar klon yang diuji mempunyai kisaran bahan kering 37,26– 39,05%. Chavez et al. (2008) memperoleh rata-rata kadar bahan kering 35,89% dari 243 sampel dengan kisaran 21,68–48,01%.

Kadar air basis kering klon-klon yang diuji rata–rata 8,05%. Kadar air terendah terda-pat pada klon CMM 03094-4 (7,66%) dan tertinggi pada klon CMM 03094-12 (8,76%) (Tabel 3). Tiga belas klon memiliki kadar air di bawah rata-rata. Sebanyak 36% dari klon yang diuji memiliki kadar air 8,02–8,21%. Kadar air basis kering pada penelitian ini lebih rendah dari penelitian Piyachomkwan (2011) dengan kadar air 10–14%.

Kadar pati basis basah klon-klon yang diuji berkisar antara 16,79–21,80%, dengan rata–rata 19,04%, sedangkan rata-rata varietas pembanding adalah 19,12% (Tabel 3). Kadar pati tertinggi dicapai oleh klon CMM 02040-1, tidak berbeda nyata dengan UJ 5, CMM 03025-43, CMM 03038-7, dan CMM 03100-8. Terdapat sebelas klon yang mem-punyai kadar pati basis basah di atas rata-rata populasi sekaligus di atas rata-rata pemban-ding (Tabel 3). Ubi kayu pada umur optimal mempunyai kadar pati basis basah 15–33% (BeMiller dan Whistler 2009), bahkan kadar pati terendah dapat mencapai 12%, dengan kisaran normal 22–31% (Darkwa et al. 2003), bergantung pada umur, varietas, tanah, iklim, dan saat panen (BeMiller dan Whistler 2009, Darkwa et al. 2003). Umbi yang dipanen kurang dari umur optimal (<9 bulan) akan memiliki kadar pati lebih rendah, berkisar 18–27%, sedangkan umbi yang dipanen melebihi umur optimal (>24 bulan) memiliki kadar pati lebih rendah dan mengandung serat lebih tinggi sehingga prosesing pati menjadi lebih sulit (Darkwa et al. 2003).

(5)

Tabel 3. Keragaan beberapa karakter kuantitatif dari 25 klon ubi kayu. KP Muneng, 2009. Klon Hasil (t/ha) kering umbi (%) Kadar bahan Kadar air (%bk) Kadar pati (% bk) Kadar pati (%bb)

UJ 5 41,90 abc 44,36 a 8,13 de 77,63 jkl 21,51 a

Malang 6 41,06 abcd 41,39 abcde 7,69 k 76,66 l 19,56 bcde

Malang 4 43,37 ab 38,55 cdefgh 8,13 def 78,76 hijk 18,20 defgh

Adira 4 34,55 bcdef 37,33 efghi 8,21 cd 77,41 jkl 18,48 defgh

CMM 03025-43 35,18 bcdef 42,99 abc 7,97 h 82,10 bcd 21,48 a

CMM 03021-26 31,71 cdef 42,65 abcd 7,96 hi 80,91 cdefg 18,63 defgh

CMM 03036-7 38,96 abcd 38,05 defghi 8,15 de 81,34 cdef 18,17 efgh

CMM 03036-5 38,22 abcd 40,68 abcdef 8,01 gh 78,13 ijkl 20,51 abc

CMM 03038-7 36,33 bcdef 43,04 abc 8,18 de 81,07 cdefg 20,99 ab

CMM 03037-6 25,31 f 37,41 efghi 8,09 efg 80,08 efgh 18,78 cdefg

CMM 03028-11 37,91 abcd 40,49 abcdef 8,14 de 81,60 cde 19,41 bcde

CMM 03018-10 36,96 bcde 38,40 cdefgh 8,59 b 80,95 cdefg 20,03 abcd

CMM 03094-13 33,60 bcdef 37,80 efghi 7,97 h 77,11 kl 18,01 efgh

CMM 03094-16 30,14 def 38,51 cdefgh 7,76 jk 79,23 ghij 17,41 fgh

CMM 03094-12 43,37 ab 34,36 hi 8,76 a 76,68 l 17,10 gh

CMM 03094-4 26,36 ef 38,11 defghi 7,66 k 81,29 cdef 17,09 gh

CMM 03095-5 40,53 abcd 40,59 abcdef 7,76 jk 81,03 cdefg 18,63 defgh

CMM 02040-1 34,13 bcdef 43,69 ab 8,20 cde 83,71 ab 21,80 a

CMM 02033-1 48,62 a 38,48 cdefgh 7,77 jk 77,29 kl 18,49 defgh

CMM 02035-3 34,44 bcdef 44,43 a 8,30 c 84,32 a 20,04 abcd

CMM 02046-1 34,13 bcdef 35,75 ghi 8,02 fgh 76,81 l 19,25 bcdef

CMM 02048-25 36,54 bcdef 33,68 i 7,92 hi 77,13 kl 16,79 h

CMM 02014-5 40,22 abcd 39,55 bcdefg 7,85 ij 79,64 fghi 18,31 defgh

CMM 02048-6 36,96 bcde 36,56 fghi 8,18 de 80,54 defgh 17,86 efgh

CMM 03100-8 25,31 f 43,51 ab 7,92 hi 82,48 abc 20,68 ab

Rata-rata 36,23 39,43 8,05 79,89 19,04

Rata-rata

pembanding 40,22 39,28 8,04 77,62 19,44

BNT (5%) 11,40 5,67 0,06 0,26 2,10

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Seperti halnya kadar pati basis basah, kadar pati basis kering juga menunjukkan keragaman antarklon. Kadar pati basis kering mempunyai rata-rata 79,89% dengan kisaran 76,66–84,32%, dan rata-rata varietas pembanding 77,61%. Kadar pati basis kering tertinggi dicapai klon CMM 02035-3, tidak berbeda nyata dengan CMM 02040-1 dan terendah terdapat pada varietas Malang 6 (Tabel 3). Sebanyak 13 klon (52%) memiliki kadar pati basis kering di atas rata-rata populasi. Rata–rata kadar pati varietas pembanding lebih kecil dari rata–rata populasi sehingga sebagian besar klon yang diuji memiliki kadar pati basis kering lebih tinggi dari varietas pembanding. Numawanya et al. (2010) memperoleh rata-rata kadar pati basis kering sebesar 80,99% dari 568 klon dan rata-rata pembanding 81,25%.

(6)

Analisis korelasi menunjukkan terdapat korelasi positif antara kadar bahan kering dengan kadar pati basis basah (0,60**) dan kadar pati basis kering (0,50**), dan antara kadar pati basis basah dengan basis kering (0,41**). Hal tersebut menunjukan pening-katan kadar bahan kering umbi juga akan meningkatkan kadar pati, baik basis basah maupun kering, dan peningkatan kadar pati basis basah akan diikuti oleh peningkatan kadar pati basis kering.

Hasil pati klon-klon ubi kayu yang diuji berkisar antara 4,55–9,06 t/ha dengan rata-rata 6,88 t/ha, sedangkan rata-rata varietas pembanding adalah 7,65 t/ha. Hasil pati tertinggi terdapat pada klon CMM 02033-1 dan CMM 03094-4 (Tabel 4). Terdapat 12 klon yang mempunyai hasil pati di atas rata-rata populasi dan dua klon dengan hasil pati lebih tinggi dari rata-rata varietas pembanding yaitu CMM 03036-5 dan CMM 03036-5. Sebagian besar klon (36%) menghasilkan pati 6,80–7,55 t/ha. Santisopasri et al. (2001) melaporkan bahwa hasil pati enam klon yang diamati berkisar antara 0,1–0,2 t/ha pada kondisi stres air dan 5,0–8,7 t/ha pada kondisi optimal. IITA (2005) menyebutkan bahwa sekitar 25% pati dapat diperoleh dari umbi pada umur optimal dan berkualitas baik. Selain ketersediaan air, faktor umur dan kualitas umbi sangat menentukan hasil pati yang diperoleh.

Daging umbi dari semua klon berwarna putih, kecuali klon CMM 03028-11, CMM 03094-16, dan CMM 02048-6 yang mempunyai warna daging umbi kuning. Terdapat dua warna kulit luar umbi yaitu putih (6 klon) dan coklat (19 klon). Rasa umbi segar tidak pahit sebanyak 12 klon dan pahit 13 klon. Dari tiga klon berwarna umbi kuning terdapat satu klon yang mempunyai rasa umbi pahit, sedangkan dua klon lain rasa manis. Warna daging umbi putih merupakan salah satu syarat sebagai bahan baku industri terutama industri pati dan tepung karena derajat putih merupakan salah satu syarat mutu produk yang harus dipenuhi (Sembiring 2011). Sundari (2010) menyebutkan bahwa sebagai bahan baku industri, kadar HCN tinggi (rasa pahit) tidak menjadi masalah karena HCN akan hilang dalam proses pencucian, pemanasan, maupun pengeringan.

Berdasarkan variabel hasil umbi dan hasil pati maka terpilih sembilan klon yang mempunyai hasil umbi sekaligus hasil pati di atas rata-rata populasi, yaitu klon CMM 03036-7, CMM 03036-5, CMM 03038-7, CMM 03028-11, CMM 03018-10, CMM 03094-12, CMM 03095-5, CMM 02033-1, dan CMM 02014-5. Klon CMM 02033-1 mempunyai hasil umbi dan pati lebih tinggi dari hasil tertinggi varietas pembanding.

(7)

Tabel 4. Hasil pati, warna kulit, daging umbi, dan rasa umbi segar dari 25 klon ubi kayu. Probolinggo, 2009.

Klon Hasil pati

(t/ha) Warna kulit umbi Warna daging umbi Rasa umbi segar

UJ 5 8,33 ab Putih Putih Pahit

Malang 6 8,03 abc Putih Putih Pahit

Malang 4 7,87 abc Coklat Putih Pahit

Adira 4 6,35 bcdef Coklat Putih Pahit

CMM 03025-43 7,53 abc Coklat Putih Pahit CMM 03021-26 5,94 cdef Coklat Putih Tidak pahit CMM 03036-7 7,04 abcde Coklat Putih Tidak pahit CMM 03036-5 7,84 abc Coklat Putih Tidak pahit

CMM 03038-7 7,64 abc Coklat Putih Pahit

CMM 03037-6 4,74 f Coklat Putih Pahit

CMM 03028-11 7,34 abcd Coklat Kuning Pahit CMM 03018-10 7,40 abc Coklat Putih Tidak pahit CMM 03094-13 6,09 cdef Coklat Putih Pahit CMM 03094-16 5,18 def Coklat Kuning Tidak pahit CMM 03094-12 7,40 abc Putih Putih Tidak pahit

CMM 03094-4 4,55 f Putih Putih Tidak pahit

CMM 03095-5 7,56 abc Putih Putih Tidak pahit CMM 02040-1 7,44 abc Coklat Putih Tidak pahit

CMM 02033-1 9,06 a Coklat Putih Pahit

CMM 02035-3 6,93 abcde Coklat Putih Pahit CMM 02046-1 6,57 bcdef Coklat Putih Tidak pahit CMM 02048-25 6,11 cdef Coklat Putih Pahit

CMM 02014-5 7,37 abc Coklat Putih Pahit

CMM 02048-6 6,56 bcdef Coklat Kuning Tidak pahit CMM 03100-8 5,12 ef Coklat Putih Tidak pahit Rata-rata 6,88

Rata-rata pembanding 7,65 Koefisien keragaman (%) 19,32

BNT (%) 2,18

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil umbi berkisar antara 25,31–48,62 t/ha (rata-rata 36,23 t/ha), kadar bahan kering 33,68–44,43% (rata-rata 39,43%), kadar air umbi basah 7,66–8,76% (rata-rata 8,05%), kadar pati basis basah 17,79–21,80% (rata-rata 19,04%), kadar pati basis kering 76,66–84,32% (rata-rata 79,89%), dan hasil pati 4,55–9,06 t/ha (rata-rata 6,88 t/ha).

(8)

2. Terdapat sembilan klon yang memiliki hasil umbi dan hasil pati di atas rata-rata, yaitu CMM 03036-7, CMM 03036-5, CMM 03038-7, CMM 03028-11, CMM 03018-10, CMM 03094-12, CMM 03095-5, CMM 02033-1, dan CMM 02014-5.

3. Terdapat satu klon yang mempunyai hasil umbi dan pati lebih tinggi dari hasil tertinggi varietas pembanding, yaitu klon CMM 02033–1.

4. Klon dengan potensi hasil umbi dan pati tinggi perlu diuji lebih lanjut untuk mengetahui kestabilan hasil umbi dan patinya pada berbagai lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bp. Wisnu Unjoyo, SP selaku kepala KP Muneng dan Bp. Sugiyanto yang telah membantu kelancaran pelaksaan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2012. Potensi Produksi Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioethanol.

http://cahyadiblog-san.blogspot.com/2012/02/potensi-produksi-ubi-kayu-sebagai.html. Diakses tanggal 22 Juni 2012.

Anonimb. 2012. Ubi Kayu. http://pphp.deptan.go.id/.../PROFIL%20UBI%20KAYU%20FINAL.doc.

Diakses tanggal 22 Juni 2012.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. 91p. Tidak diterbitkan.

BeMiller, JW and RL. Whistler. 2009. Starch : Chemistry and Technology. Food Science and Tech-nology, International Series. ISBN 978-0-12-746275-2. http://books.google.co.id/books? id=Anbz_whRM2YC&pg=PA544&lpg=PA544&dq=starch+content+(wet+basis)+in+cassav a&source=bl&ots=dWJ5sOay4O&sig=jOfMP_9ZzHPQrAxIQ8fjdDuXQjc&hl=id&sa=X&ei= __m6T5maLNHKrAe04-ThBw&ved=0CEUQ6AEwAg#v=onepage&q=starch%20con-tent%20(wet%20basis)%20in%20cassava&f=false Diakses tanggal 22 Mei 2012.

Bio Research Development. 2012. About Cassava. http://www.idbes.com/index.php?option= com_content&task=view&id=68&Itemid=160 Diakses tanggal 7 Mei 2012.

BPS online. 2012. Statistics Indonesia. http://www.bps.go.id/ Diakses tanggal 3 Juli 2012.

Breuninger, W.F., K. Piyachomkwan, and K. Sriroth. 2009. Tapioca/Cassava Starch : Production and Uses. P541–567. In Cassava Bioethanol Production (Ed. K. Piyachomkwan). South-South Technology Transfer : Ethanol Production from Cassava. Siam City Hotel, Bangkok, Thailand, 22–24 June 2011.

Chavez, A.L., H. Ceballos, D.B. Rodriguez-Amaya, J.C. Perez, T. Sanchez, F. Calle, M. Morante. 2008. Sampling Variation for Carotenoids and Dry Matter Content in Cassava Roots. Journal of Root Crops Vol.34 (1) : 43–49. ISSN 0378 – 2409.

Darkwa, N.A., F.K. Jetuah and D. Sekyere. 2003. Utilization of Cassava Flour for Production of Adhesive for the Manufacture of Paperboards. Sustainable industrial markets for cassava project. Final reports on project output 2.2.2. Forestry Research Institute of Ghana. http:// www.researchintouse.com/nrk/RIUinfo/outputs/R8268_FTR_2.pdf Diakses tanggal 22 Mei 2012. FAO. 2006. Starch Market Adds Value to Cassava. Agriculture 21.

Fehr, R.W. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol. I. Macmillan Inc. New York.

Hartojo, K. dan P. Puspitorini. 2012. Cassava Germplasm Conservation and Crop Improvement in Indonesia. 10p. http://webapp.ciat.cgiar.org/asia_cassava/pdf/proceedings_workshop_02/77. pdf Diakses tanggal 21 Mei 2012

IITA. 2005. Cassava Starch Production. Integrated Cassava Project. http://www.cassavabiz.org/ postharvest/starch03.htm Diakses tanggal 23 Mei 2012.

Nuwamanya, E., Y. Baguma, N. Emmambux and P. Rubaihayo. 2010. Crystalline and Properties of Cassava starch are Influenced by Its Molecular Properties. African Journal of Food Science Vol.4 (1): 008–015. ISSN 1996-0794.

(9)

Olomo, V. and O. Ajibola. 2003. Processing Factors Affecting the Yield and Physicochemical Properties of Starch from Cassava Chips and Flour. Starch – Starke Vol. 55 (10) : 476–481. Piyachomkwan K. 2011. Cassava Bioethanol Production. South South Technology Transfer :

Ethanol Production from Cassava. Siam City Hotel, Bangkok. 22–24 June 2011. 63p.

Santisopasri V., Kurotjanawong K., Chotineranat S., Piyachomkwan K., Sriroth K., and Oates CG. 2001. Impact of Water Stress on Yield and Quality of Cassava Starch. Ind. Crop. Prod. 13 : 115–129.

Saleh, N. Dan Y. Widodo. 2007. Profil dan Peluang Pengembangan Ubi kayu di Indonesia. Buletin Palawija (2007) No.4 : 69–78.

Saleh, N., St.A. Rahayuningsih, dan M.M. Adie. 2012. Peningkatan Produksi dan Kualitas Umbi-umbian.

Sundari, T. 2010. Petunjuk teknis : Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik Budidaya Ubi Kayu (Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). http://forclime.org/merang/55-STE-FINAL.pdf Diakses tanggal 31 Juli 2012

Tonukari, NJ. 2004. Cassava and the future starch. Electronic Journal of Biotechnology Vol. 7. No.1. Issue of April 15, 2004.

Gambar

Tabel 1. Analisis varian dan komponen varian rancangan acak kelompok.
Tabel 2.   Hasil analisis ragam dan koefisien keragaman beberapa karakter kuantitatif 25 klon ubi  kayu
Tabel 3. Keragaan beberapa karakter kuantitatif dari 25 klon ubi kayu. KP Muneng, 2009
Tabel 4.   Hasil pati, warna kulit, daging umbi, dan rasa umbi segar dari 25 klon ubi kayu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ada pengaruh antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas butir soal Ujian Semester Genap Pelajaran Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Peranap Tahun Pelajaran 2013/2014 jika ditinjau dari:

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Pupuk Kujang Cikampek juga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia

Aspek-aspek pembangunan modal insan adalah antara aspek yang banyak dikeutarakan oleh Imam al- Shafi’i dalam diwan beliau.. Kertas kerja ini akan membincangkan secara ringkas

Dalam soal tersebut duabelas buah jambu dan delapan buah mangga yang berharga tiga puluh enam ribu dalam pengerjaanya saya mengubah jambu tersebut saya misalkan dengan x

Menurut Ibn Rusyd, metode rasional burhani (demonstratif) yang digunakan pada ilmu-ilmu filosofis tidak hanya monopoli milik filsafat, tetapi juga dapat digunakan untuk

mendeklarasikan pembawaan Uang Rupiah keluar wilayah Republik Indonesia di tempat keberangkatan tetapi dengan keterangan yang tidak benar dan atau jumlah yang tidak sesuai

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Program Magister dengan judul