• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bank, 2005, 2008, 2011, dan Weber-Fahr et al., 2002: 441). Bahkan, pada era ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bank, 2005, 2008, 2011, dan Weber-Fahr et al., 2002: 441). Bahkan, pada era ini"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan reformasi kebijakan sektor pertambangan pada era tahun 1990-an, beberapa negara seperti Mongolia, Argentina, Swedia, Peru, Brazil, China, Namibia, Ghana dan Afrika termasuk Indonesia telah menjadikan sektor pertambangan sebagai salah satu penggerak utama pembangunan ekonomi (World Bank, 2005, 2008, 2011, dan Weber-Fahr et al., 2002: 441). Bahkan, pada era ini juga World Bank mendorong agar industri sektor pertambangan memiliki visi besar sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi daerah dalam jangka panjang (McMahon, 2010: 7—10).

Pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua istilah yang sering diartikan sama. Namun, beberapa pakar ekonomi membedakan pengertian pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dan perkembangan PDB/PNB tersebut disertai dengan perombakan dan modernisasi stuktur ekonominya (transformasi struktural), sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang faktor lain seperti tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau tidak (Arsyad, 2005: 7).

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan interaksi antara pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola setiap sumberdaya yang ada untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru serta

(2)

2 merangsang perkembangan kegiatan ekonomi. Ada beberapa masalah utama dalam pembangunan ekonomi, antara lain: masalah pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pembentukan modal, tingkat tabungan domestik, transformasi struktural dan bantuan luar negeri (Arsyad, 2010: 5). Namun, yang sering mendapat perhatian khususnya pembangunan di negara sedang berkembang adalah masalah angka kemiskinan, distribusi pendapatan dan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi suatu negara dikatakan berhasil jika telah mampu menyelesaikan 3 permasalahan yaitu masalah angka kemiskinan, distribusi pendapatan, dan lapangan pekerjaan (Kuncoro, 2013: 20).

Sumber daya alam merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi kinerja pembangunan suatu daerah terutama sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan (Sach, 2007: 200—205; Weber-Fahr, et al., 2002 dan Ross, et al., 2011). Namun, terdapat perdebatan empirik terkait pengaruh sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan.

Kandungan sumber daya alam, misalnya minyak dan gas serta mineral lainnya yang dimiliki oleh suatu wilayah atau negara dapat menimbulkan ketimpangan baik secara horizontal (ketimpangan antarwilayah) dan secara vertikal (ketimpangan antara golongan kaya dan miskin) (Ross, et al., 2011). Di samping itu, ketersediaan sumber daya alam seperti mineral tambang yang dimiliki suatu daerah juga dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif

(3)

3 terhadap tingkat kemiskinan di daerah tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung (Weber-Fahr, et al., 2002).

Sudarlan, et al. (2015) meneliti pengaruh sektor pertambangan secara tidak langsung (melalui variabel pertumbuhan ekonomi) terhadap ketimpangan pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor pertambangan secara tidak langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap ketimpangan pendapatan yang diukur dengan indeks Gini. Namun, sektor pertambangan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Hal yang sama dialami oleh Provinsi Kalimantan Timur yang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun, kekayaan alam Kalimantan Timur belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini tercermin dari masih banyaknya keluarga miskin, pengangguran dan meningkatnya ketimpangan antardaerah (Kuncoro dan Idris, 2010).

Jamli (2012), melakukan penelitian pengaruh pertambangan batubara terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pertambangan batubara yang diproksi dari investasi dan tenaga kerja secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur.

Salah satu wilayah yang juga memiliki kekayaan sumber daya alam sektor pertambangan dan penggalian adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan komoditi berupa bijih timah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

(4)

4

Tabel 1.1 Provinsi yang Memiliki Keunggulan Komparatif pada Sektor Pertambangan

No Sektor Pertambangan dan Penggaliam

Subsektor Minyak dan Gas Bumi

Subsektor Pertambangan Tanpa

Migas

Subsektor Penggalian

1 Papua Riau Papua Sulawesi Utara

2 Kalimantan Timur Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Bangka Belitung

3 Nusa Tenggara Barat Aceh Kalimantan Selatan Sumatera Barat

4 Riau Sumatera Selatan Bangka Belitung Sulawesi Tengah

5 Sumatera Selatan Jambi Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat

6 Aceh Jawa Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur

7 Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Maluku Utara Nusa Tenggara Timur

8 Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Bandar Lampung

9 Jambi Sumatera Selatan Sulawesi Tenggara

10 Sulawesi Utara Kalimantan Selatan

11 Jambi

12 Sumatera Selatan

Sumber: Laporan Pemetaan Sektor Ekonomi Bank Indonesia, 2006

Kondisi perekonomian Bangka Belitung memiliki persamaan karakteristik dengan Kalimantan Timur. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi kedua provinsi tersebut berfluktuatif dari tahun 2004—2013 dengan tren yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung maupun di Kalimantan Timur periode 2001—2013 berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun rata-rata pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung sebesar 4,71 dan Kalimantan Timur sebesar 3,15, sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,57.

(5)

5 Sumber: BPS, 2014

Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004—2013 (%)

Berdasarkan indikator sosial yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), baik Bangka Belitung maupun Kalimantan Timur memiliki nilai IPM di atas nilai IPM nasional. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1. 2.

Sumber: BPS, 2014

Gambar 1. 2 IPM Indonesia, Kalimantan Timur dan Bangka Belitung Tahun 2004—2013

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 P er tu m b u h an E k on om i AD HK (% ) TAHUN

Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Timur

Indonesia Linear (Kepulauan Bangka Belitung)

(6)

6 Kepadatan penduduk di Provinsi Bangka Belitung lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur. Namun, keduanya masih berada di bawah angka kepadatan penduduk nasional. Tahun 2013, kepadatan penduduk di Provinsi Bangka Belitung sebanyak 80 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 19 jiwa per km2 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. 3.

Sumber: BPS, 2014

Gambar 1. 3 Kepadatan Penduduk di Provinsi Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Indonesia Tahun 2000—2013

Daerah lain yang juga memiliki kekayaan sumber daya alam pertambangan adalah Kalimantan Selatan. Hasil penelitian Aksana (2013) berbeda dengan hasil penelitian Jamli (2012). Aksana (2013), menyimpulkan bahwa pertambangan batubara di Kalimantan Selatan berpengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah Kalimantan Selatan, yang diukur dari 4 indikator secara bersama-sama yaitu IPM, IPG, indeks Gini, dan efektivitas pemerintahan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Fatah (2008), yang menyimpulkan bahwa kebijakan pertambangan

(7)

7 batubara di Kalimantan Selatan, dapat mengurangi ketimpangan pendapatan rumah tangga golongan pendapatan rendah, jika pendapatan yang diterima dari pertambangan batubara seperti pendapatan pajak, diredistribusi ke rumah tangga berpendapatan rendah, misalnya melalui subsidi pertanian.

Berdasarkan data yang diperoleh dari PT.Timah, Tbk tahun 2001—2013, bahwa Indonesia menempati urutan kedua setelah China sebagai negara penghasil timah terbesar di dunia (Gambar 1.4). Adapun daerah penghasil timah satu-satunya di Indonesia adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sumber: PT. Timah, 2001-2013

Gambar 1. 4 Negara Penghasil Timah di Dunia Tahun 2001—2013

Sebelum disahkannya Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 tahun 2004 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 yang menyatakan bahwa timah dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi), kegiatan pertambangan timah dilakukan oleh perusahaan tambang yang telah memiliki izin operasi. Namun, sejak legalisasi tersebut, kegiatan penambangan timah banyak diusahakan oleh

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 P rodu k si (M et rik T on) Tahun China Indonesia Malaysia Peru Thailand Brazil Bolivia

(8)

8 rakyat sehingga manfaat ekonomi dapat diterima secara langsung oleh masyarakat penambang.

Tabel 1.2 PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Berdasarkan ADHK 2010 Tahun 2010—2014 (juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan 6.097.691,30 6.642.800,30 7.072.887,40 7.557.862,70 8.256.150,90

1.1. Pertanian, Peternakan, Perburuan

dan Jasa Pertanian 3.860.471,20 4.198.665,70 4.456.568,80 4.784.140,60 5.310.404,90

a. Tanaman Pangan 193.749,50 178.378,40 204.660,00 222.451,20 223.217,70

b. Tanaman Hortikultura 766.110,20 806.811,80 793.379,80 816.243,50 882.028,80

c. Tanaman Perkebunan 2.513.293,00 2.786.351,50 3.010.969,10 3.270.248,00 3.698.434,50

d. Peternakan 315.871,00 349.762,30 364.037,50 385.472,40 410.678,40

e. Jasa Pertanian dan Perburuan 71.447,40 77.361,70 83.522,40 89.725,50 96.045,60

1.2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 118.589,50 122.198,10 128.391,90 134.993,80 143.644,60

1.3. Perikanan 2.118.630,70 2.321.936,40 2.487.926,60 2.638.728,30 2.802.101,50

2. Pertambangan dan Penggalian 6.077.439,20 6.263.560,20 6.270.079,10 6.230.132,10 6.352.555,00

2.1. Pertambangan Minyak, Gas dan

Panas Bumi 373.893,00 376.843,40 371.983,20 388.340,90 408.491,80

2.2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2.3. Pertambangan Bijih Logam 4.557.237,00 4.638.806,50 4.596.270,00 4.454.025,40 4.459.540,70 2.4. Pertambangan dan Penggalian

Lainnya 1.146.309,20 1.247.910,30 1.301.825,90 1.387.765,80 1.484.522,50

3. Industri Pengolahan 9.174.667,80 9.515.757,30 9.804.877,80 10.147.360,70 10.280.893,20

3.1. Industri Batubara dan Pengilangan

Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3.2. Industri Makanan dan Minuman 1.959.565,30 2.092.995,70 2.293.357,60 2.541.996,90 2.734.801,20

3.3. Industri Pengolahan Tembakau 0,00 0,00 0,00 0,00

3.4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 26.969,30 29.931,50 29.611,00 30.800,80 31.797,80

3.5. Industri Kulit, Barang dan Kulit dari

Alas Kaki 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3.6. Industri Kayu, Barang dari Kulit

Kayu dan Gabus 184.875,00 201.351,90 212.503,00 226.295,00 230.880,00

3.7. Industri Kertas dan Barang dari

Kertas, Percetakan 34.695,00 35.561,50 37.685,30 38.320,50 36.512,80

3.8. Industri Kimia, Farmasi dan Obat

Tradisional 18.068,00 18.656,80 19.510,30 20.893,70 24.394,60

3.9. Industri Karet, Barang dari Karet

dan Plastik 282.385,10 292.610,10 308.776,50 331.553,60 329.565,10

3.10. Industri Barang Galian bukan

Logam 457.360,00 492.274,90 545.051,20 597.636,20 577.614,70

3.11. Industri Logam Dasar 6.047.827,20 6.189.414,70 6.186.310,00 6.185.005,20 6.139.410,70

3.12. Industri Barang logam, Komputer,

Barang Elektronik, 103.383,90 102.299,40 109.996,70 109.343,90 107.706,10

3.13. Industri Mesin dan Perlengkapan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3.14. Industri Alat Angkutan 37.624,00 38.944,60 38.682,50 40.472,90 40.893,10

3.15. Industri Furnitur 7.421,00 7.267,30 7.988,60 8.450,20 8.368,00

3.16. Industri pengolahan Lainnya, Jasa

(9)

9

Lanjutan Tabel 1. 2

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

4. Pengadaan Listrik dan Gas 24.117,20 27.304,40 30.087,00 31.570,60 34.271,10

5. Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah 6.159,60 6.641,20 7.021,90 7.315,80 7.677,80

6. Informasi dan Komunikasi 578.288,10 625.201,50 679.225,20 740.153,30 790.872,30

7. Jasa Keuangan dan Asuransi 499.641,20 581.499,40 624.227,90 731.241,40 771.101,00

8. Real Estate 987.085,00 1.098.403,60 1.215.662,50 1.312.637,10 1.413.993,30

9,10. Jasa perusahaan 85.434,70 93.877,50 101.223,00 108.110,50 115.691,90

11. Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan 1.597.081,00 1.778.004,50 1.873.015,70 2.014.416,60 2.162.117,00

12. Jasa Pendidikan 706.120,20 755.508,50 821.705,90 904.906,50 969.893,30

13. Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial 360.425,00 397.498,90 442.949,40 475.322,70 503.757,10

14,15,

16,17 Jasa Lainnya 210.443,20 226.452,90 224.263,90 260.965,20 281.710,10

Produk Domestik Regional Bruto 35.561.904,20 38.013.990,30 40.104.906,10 42.198.234,00 44.171.624,80

Produk Domestik Regional Bruto Tanpa

Migas 35.188.011,10 37.637.146,90 39.732.922,90 41.809.893,10 43.763.133,10

Sumber: BPS, 2015

Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pertambangan timah rakyat di Bangka Belitung mampu mendorong perekonomian daerah. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertambangan dan galian dalam struktur PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menempati urutan kedua setelah sektor pertanian. Namun, jika subsektor pertambangan logam dijumlahkan dengan industri logam dasar, maka kontribusi kedua subsektor ini menjadi yang terbesar di antara subsektor bahkan sektor lainnya. Komoditas utama dalam subsektor penggalian bijih logam dan industri pengolahan logam dasar adalah logam timah (BPS, 2014).

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Soelistijo, et al. (2014). Berdasarkan hasil analisis Location Quotients (LQ) menempatkan sektor primer sebagai sektor unggulan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan sektor unggulan pertama adalah sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan sektor pertanian adalah sektor unggulan kedua. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka

(10)

10 penelitian ini akan memfokuskan pada pengaruh pertambangan timah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013.

Alasan pemilihan periode penelitian 2004—2013 karena pada tahun 2004, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami pemekaran wilayah administratif dari 3 kabupaten/kota menjadi 7 kabupaten/kota. Tahun 2004 juga mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dengan demikian, masing-masing kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengelola kekayaan sumberdaya yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dampak yang ditimbulkan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan pada masing-masing kabupaten/kota tersebut dapat berbeda sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimilikinya.

Alasan pemilihan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut.

1. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah pemekaran baru hasil kebijakan desentralisasi yang memiliki kekayaan sumber daya alam berupa logam timah. Dengan demikian, provinsi ini memiliki kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya melalui sumber daya yang dimilikinya.

2. Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, timah dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi). Kegiatan pertambangan timah banyak diusahakan oleh rakyat sehingga manfaat ekonomi dapat diterima secara langsung oleh masyarakat penambang.

(11)

11 3. Sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan logam dasar adalah sektor unggulan yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

4. Masih terbatasnya kajian yang mengkaitkan dampak pertambangan, khususnya pertambangan timah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan.

1.2Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian empirik terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Komarulzaman dan Alisjahbana (2006), menguji hipotesis resources curse di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peran sektor pertambangan dalam pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia adalah negatif signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi resource curse di Indonesia dan resource curse dapat berkurang jika penerimaan dari sektor pertambangan direinvestasi ke investasi sektor publik.

2. Fatah (2008), dengan menggunakan alat analisis Social Accounting Matrix (SAM). Hasil penelitian ini menemukan bahwa kebijakan pertambangan batubara di Kalimantan Selatan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan rumah tangga golongan pendapatan rendah, jika pendapatan yang diterima dari pertambangan batubara seperti pendapatan pajak diredistribusi ke rumah tangga berpendapatan rendah, misalnya melalui subsidi.

3. Jamli (2012), dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertambangan batubara yang diproksi dari

(12)

12 investasi dan tenaga kerja secara tidak langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur.

4. Bhattacharyya dan Resosudarmo (2013), meneliti dampak pertumbuhan sektor non pertambangan dan sektor pertambangan terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel 26 provinsi selama periode 1977-2010 dan alat analisis regresi linier model fixed effect. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan sektor non pertambangan berpengaruh signifikan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia, sedangkan pertumbuhan sektor pertambangan tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.

5. Aksana (2013), meneliti pengaruh pertambangan batubara terhadap pembangunan daerah di Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan alat analisis SEM. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertambangan batubara di Kalimantan Selatan berpengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah di Kalimantan Selatan, yang diukur dari 4 indikator secara bersama-sama yaitu IPM, IPG, indeks Gini dan efektivitas pemerintahan.

6. Saraswati (2013), meneliti pengaruh pendapatan minyak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan menggunakan data time series periode 1980—2010 dan analisis path, penelitian ini menyimpulkan bahwa pendapatan minyak tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan

(13)

13 ekonomi di Indonesia, namun berpengaruh negatif signifikan secara tidak langsung melalui variabel kualitas institusi.

7. Deller (2014), meneliti pengaruh sektor pertambangan di Amerika Serikat dengan menggunakan regresi parsial. Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi variasi arah hubungan antara pertambangan dengan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Hubungan positif terjadi di wilayah Timur, negatif di wilayah pegunungan Barat, dan tidak ada hubungan di wilayah Barat Pasifik dan wilayah Sungai Missisipi.

8. Balanay, et al. (2014), meneliti dampak pertambangan terhadap pengurangan kemiskinan di wilayah Caragan Philipina. Dengan menggunakan alat analisis 2SLS, hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambangan bijih besi di wilayah Caragan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan.

9. Soelistijo, et al. (2014), meneliti peran pertambangan mineral dan batubara terhadap konvergensi-divergensi antarwilayah di Indonesia. Dengan menggunakan analisis input-output dan LQ, penelitian ini menyimpulkan bahwa peran sektor pertambangan mineral dan batubara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia masih sangat diharapkan. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia masih bergantung kepada sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonominya.

10.Loayza dan Rigolini (2014), meneliti dampak lokal pertambangan terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Peru. Dengan alat analisis Difference in

(14)

14 Difference (DD), hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambangan mampu meningkatkan pendapatan per kapita rata-rata 10 persen lebih tinggi dan menurunkan angka kemiskinan sekitar 2,5 persen. Namun pertambangan memiliki dampak negatif yaitu meningkatkan ketimpangan pendapatan di distrik produksi tambang 0,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan distrik non produksi tambang.

11.Sudarlan, et al. (2015), meneliti tentang dampak secara tidak langsung sektor pertambangan terhadap tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia yang diukur melalui variabel pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan metode two stage simultaneus equation method (2SLS), penelitian ini menyimpulkan bahwa sektor pertambangan berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan memiliki pengaruh negatif signifikan secara tidak langsung terhadap ketimpangan. Namun, sektor pertambangan secara tidak langsung tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan di Indonesia.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan beberapa variabel penelitian yang digunakan oleh Deller (2014), Loayza dan Rigolini (2015) dan Sudarlan, et al. (2015), yaitu variabel kontribusi sektor pertambangan, dana bagi hasil dan rasio tenaga kerja tambang. Namun, dalam penelitian ini tidak semua variabel yang digunakan oleh setiap peneliti dalam penelitian empirik tersebut digunakan, tetapi variabel tersebut dipilih berdasarkan ketersediaan data di lokasi penelitan.

(15)

15 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah sebagai berikut.

1. Variabel independen sebagai proksi dari pertambangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontribusi nilai tambah pertambangan timah, persentase tenaga kerja tambang terhadap total penduduk yang bekerja dan kontribusi dana bagi hasil pertambangan yang merupakan gabungan dari variabel yang digunakan oleh Deller (2014), Sudarlan, et al. (2015) dan Loayza dan Rigolini (2014). Penggunaan secara bersama-sama variabel tersebut akan menghasilkan temuan yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

2. Lokasi penelitian yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan komoditi pertambangan utama yaitu logam timah pada periode pengamatan 2004—2013.

1.3Rumusan Masalah

Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang, bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki karakteristik ekonomi, sosial budaya, dan wilayah yang hampir sama dengan Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil penelitian Kuncoro dan Idris (2010) dan Jamli (2012), bahwa Kalimantan Timur sebagai daerah yang kaya akan bahan tambang batubara, mengalami gejala pertumbuhan ekonomi tanpa diiringi pembangunan. Hal ini tercermin dari meningkatnya ketimpangan dan kemiskinan serta tidak berpengaruhnya pertambangan batubara terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur.

Dengan persamaan karakteristik tersebut, sangat menarik untuk menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap kondisi sosial ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk membuktikan apakah Provinsi

(16)

16 Kepulauan Bangka Belitung juga akan mengalami hal yang sama dengan yang dialami oleh Provinsi Kalimantan Timur. Adapun kondisi sosial ekonomi tersebut diukur dari pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan.

1.4Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah kontribusi nilai tambah pertambangan timah berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013?

2. Apakah kontribusi dana bagi hasil pertambangan umum berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013?

3. Apakah persentase tenaga kerja tambang berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013?

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(17)

17 1. Menganalisis pengaruh kontribusi nilai tambah pertambangan timah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013. 2. Menganalisis pengaruh kontribusi dana bagi hasil pertambangan umum

terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004— 2013.

3. Menganalisis pengaruh persentase tenaga kerja tambang terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2004—2013.

1.6Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh pertambangan timah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama periode 2004— 2013. Dengan menggunakan variabel dan lokasi penelitian yang berbeda, dimungkinkan akan menghasilkan temuan empirik yang berbeda dengan temuan empirik penelitian sebelumnya.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi pengembangan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh pertambangan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

(18)

18 2. Dapat memberikan informasi sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah dan stakeholders lainnya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

1.7Sistematika Penelitian

Penelitian ini disajikan dalam 5 bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I merupakan Pendahuluan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian. Bab II berisi Landasan Teori, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, model penelitian dan hipotesis penelitian. Bab III berisi tentang Metodologi Penelitian yang terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan metode analisis data. Bab IV merupakan Analisis Data dan Pembahasan yang terdiri dari deskripsi data yang menjelaskan tentang perkembangan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan pendapatan, kontribusi nilai tambah pertambangan timah terhadap total PDRB, dana bagi hasil pertambangan umum serta tenaga kerja tambang; dan pengaruh pertambangan timah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Bab V merupakan Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan penelitian, dan saran.

Gambar

Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan  Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004—2013 (%)
Gambar 1. 3 Kepadatan Penduduk di Provinsi Bangka Belitung,   Kalimantan Timur dan Indonesia Tahun 2000—2013
Gambar 1. 4 Negara Penghasil Timah di Dunia Tahun 2001—2013
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung   Berdasarkan ADHK 2010 Tahun 2010—2014 (juta Rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

Mungkin akan lebih baik jika point pembahasan tentang halangan mewarisi menurut KHI porsi nya lebih banyak, dan perlu juga ditelusuri dalam pidana Islam tentang

Kekuatan atau magnitude pengaruh kualitas produk yang lebih rendah daripada brand image terhadap keputusan pembelian menunjukkan bahwa ada faktor lain yang tidak termasuk

Haber aldığımıza göre hükümet askerin harekete geçeceğini bir gün önce öğrenerek eski Sadrazam Hü­ seyin Hilmi Paşamın konağında toplanmışlar ve gö­ rüşmeler

 Guru menyampaikan materi yang akan dibahas dengan bantuan alat peraga papan berpaku dan siswa mengikuti kegiatan dalam menemukan rumus luas layang-layang

‘Ulambana’ yang sesungguhnya bukanlah dengan melanggar Sila tidak membunuh, melakukan penyembelihan hewan sebagai persembahan kepada setan dan dewa, melainkan ‘menyelamatkan

Belanja Modal Rehab Sedang/Berat Dermaga 818.600.000,00. Rehab Sedang/berat Dermaga

Pada tahap ini dilakukan perhitungan nilai similarity kemiripan setiap kasus tertinggi yang sebelumnya telah dilakukan pencocokan yang paling relevan dari kasus baru ke dalam kasus

Edi Pulampas adalah salah satu tokoh gambus dari Pekon Banjar Negeri, Lampung yang mempopulerkan lima bentuk penyajian gambus, yakni bentuk penyajian gambus tunggal yang