• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus ) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus ) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN ASANG (Osteochilus vittatus ) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

Sherly Yesika Afrina1),, Hafrijal Syandri 2), Azrita3)

1)Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang

25133

2)Dosen Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang 25133 3)Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unversitas Bung Hatta, Padang 25133

e-mail : Sherly_YA22@yahoo.com

ABSTRACK

This study aims to determine the effect of different stocking density on the growth, survival of fingerling and feed efficiency of Asang fish (Osteochilus vittatus). This study used an experimental method with a completely randomized design (CRD), which consists of four treatments and three replications. A treatment with a stocking density was 1 individual /L, treatment B was 2 individuals /L, treatment C was 3 individuals /L and treatment D was 4 individuals/L.The results indicated that the highest growth in absolute weight at stocking density of was 1 individual /L (5.359 ± 0.947 g) and the lowest in stocking density was 4 individuals/ L (1.434 ± 0.464 g). At the highest daily weight growth in stocking density was 1 individual /L (0.059 ± 0.010 mg / day), and the lowest in stocking density was 4 individuals/L (0.016 ± 0.005 mg / day). The highest of the daily length was 1 individual /L (4.025 ± 0.358 mm) and the lowest in stocking density was 4 individuals/L (1.897 ± 0.209 mm). In the daily length stocking density is highest was 1 individual /L (0.045 ± 0.004 mm / day), and the lowest in stocking density was 4 individuals/L (0.020 ± 0.002 mm / day). The highest survival rate in the stocking density was 1 individual/L (95.833 ± 7.216%) and the lowest in stocking density was 4 individuals/L (80.416 ± 4.389%). At the highest feed efficiency in stocking density was 4 individuals/L (19.966 ± 11.648%) and the lowest in stocking density was 1 individual/L (18.966 ± 2.223%). It can be concluded that the density of 1 individual /L gives the best growth and survival for fingerling of asang.

Key word: Stocking density, (O.vittatus), Growth, Survival , Feed efficiency .

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis. Ditinjau dari luas wilayahnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah terluas, sehingga kaya akan keanekaragaman flora dan fauna, termasuk fauna ikannya (Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2012).

Kekayaan fauna perairan umum merupakan suatu dorongan untuk melakukan budidaya terutama terhadap ikan yang mempunyai potensi dan prospek cukup baik. Salah satu jenis ikan yang dapat dibudidayakan di perairan umum adalah ikan Asang (Ostheochilus vittatus). Ikan Asang merupakan salah satu ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai, danau dan

(2)

waduk (Azrita et al, 2014 ; Syandri et al , 2015). Ikan Asang bernilai ekonomis penting untuk sumber pangan non kolesterol dan diperdagangkan secara luas dengan harga Rp. 25.000,- per kg (Syandri,

et al, 2014). Karena benih masih ditangkap dari alam dan belum dilakukan kegiatan budidaya terhadap ikan Asang, maka perlu

dilakukan domestikasi untuk

memperkenalkan ikan Asang sebagai kandidat budidaya. Domestikasi adalah upaya menjinakan ikan-ikan liar yang hidup di perairan dengan cara pemeliharaan secara terkontrol, menurut (Syandri, 2012) domestikasi dapat dilakukan pada tahap penangkaran induk, penangkaran benih atau penangkaran finjerling.

Keberhasilan budidaya ikan membutuhkan spesies yang bernilai ekonomis penting, menentukan makanan yang tepat, pengelolaan kualitas air yang baik dan manajemen kepadatan ikan yang akan ditebar (Barua, 1990). Peningkatan padat tebar dapat meningkatkan stres, dimana ikan membutuhkan energi yang lebih tinggi, hal tersebut akan menyebabkan penurunan pertumbuhan. Narejo et al (2005) menyatakan bahwa kelangsungan hidup ikan Indengenous Catfish (Heteropneustes fossilis) pada padat penebaran yang berbeda tergolong tinggi yakni pada padat tebar 8 ekor/L dengan nilai 100% dan terendah dengan padat tebar 16 ekor/L dengan nilai 80%.

Berdasarkan hal diatas agar budidaya ikan Asang dapat dilakukan dengan intensif dan dapat diketahui berapa padat tebar yang efektif dalam melakukan budidaya, maka fokus penelitian ini adalah menganalisis Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Asang (Ostheochilus vittatus).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan mutlak, partumbuhan harian, kelangsungan hidup, menganalisis efesiensi pakan dan kualitas air benih ikan Asang.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan selama 90 hari di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat.

Ikan yang digunakan adalah benih Ikan Asang yang berumur 35 hari (ukuran 2-3 cm) dengan bobot awal rata-rata 0,646 gr/ekor, yang berasal dari pemijahan buatan hasil domestikasi sebanyak 1200 ekor. Pakan yang diberikan adalah pakan alami yaitu Tubifex sp hidup sebanyak 10 % dari biomasa , yang diberikan 4 kali sehari.

Wadah yang dipakai dalam penelitian adalah akuarium sebanyak 12 unit dengan ukuran 45 cm x 45 cm x 30 cm yang diisi air setinggi 20 cm atau volume air 40 liter. Wadah ini digunakan sebagai wadah pemeliharaan ikan uji . Alat yang

(3)

digunakan adalah timbangan digital, kertas mili meter (mm), serokan, aerasi, thermometer, DO, kertas pH.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metoda eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL ) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Perlakuan A : Padat tebar 1 ekor/L, volume air 40 liter dengan jumlah benih 40 ekor/ akuarium.

Perlakuan B : Padat tebar 2 ekor/L, volume air 40 liter dengan jumlah benih 80 ekor / akuarium. Perlakuan C : Padat tebar 3 ekor/L, volume

air 40 liter dengan jumlah benih 120 ekor / akuarium. Perlakuan D : Padat tebar 4 ekor/L, volume

air 40 liter dengan jumlah

Data hasil penelitian dianalisis dengan uji One Way Anova memakai program SPSS 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Bobot Mutlak

Rataan bobot awal, bobot akhir dan pertumbuhan bobot mutlak dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak benih ikan Asang pada masing-masing perlakuan. Perlakuan Padat tebar Bobot awal (gr) Bobot akhir (gr) Bobot Mutlak (gr) Perlakuan A (1 ekor/l) 0,646±0 6,006±0,947 5,359±0,947a Perlakuan B (2 ekor/l) 0,646±0 3,540±0,758 2,883±0,741b Perlakuan C (3 ekor/l) 0,646±0 2,172±0,094 1,526±0,094c Perlakuan D (4 ekor/l) 0,646±0 1,931±0,205 1,434±0,464c

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Berdasarkan hasil analisis One Way Anava menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda, memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak benih ikan Asang (P<0,05), dimana F hitung 24,028 > F tabel 10,043 maka H0 ditolak dan H1 diterima .

Tabel 1 menunjukan bahwa pertumbuhan bobot mutlak benih ikan Asang tertinggi terdapat pada padat tebar 1 ekor/l dengan berat rataan (5,359±0,947 gr), selanjutnya diikuti pada padat tebar 2 ekor/l dengan rata-rata berat (2,883±0,741 gr), padat tebar 3 ekor/l (1,526±0,094 gr), dan yang terendah bobot mutlak benih ikan

(4)

Asang terdapat pada padat tebar 4 ekor/l dengan nilai rataan (1,434±0,464 gr). Berdasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel 1 pertambahan bobot ikan Asang, padat tebar 1 ekor/l memiliki pertambahan bobot paling tinggi, hal ini disebabkan dengan kepadatan 1 ekor/l ikan Asang mendapatkan ruang gerak yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, kesempatan untuk mendapatkan makanan lebih besar, sehingga mendapatkan pertumbuhan yang baik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Darlius (1998) bahwa pertumbuhan yang baik disebabkan karena padat tebar yang

sesuai dengan kondisi lingkungan, ruang gerak, dan pemanfaatan pakan yang diberikan pada ikan uji. Elpina (2014) menyatakan bahwa perlakuan dengan kepadatan 40 ekor/75 liter air, pada ikan lelan (Osteochilus pleurotaenia) yang dipelihara selama 90 hari memberikan pertambahan bobot mutlak sebesar 4,68 gr. Sementara pada perlakuan padat tebar 4 ekor/liter memberikan ruang gerak yang sempit, sehingga pakan yang diberikan kurang termanfaatkan maka diduga dengan pemanfaatan pakan yang sedikit dan ruang gerak yang sempit mengakibatkan pertumbuhan benih lebih rendah.

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Rataan panjang awal, panjang akhir dan pertumbuhan panjang mutlak dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak benih ikan Asang pada masing-masing perlakuan. Perlakuan Padat tebar Panjang awal (mm) Panjang akhir (mm) Panjang Mutlak (mm) Perlakuan A (1 ekor/l) 3,333±0 7,356±0,358 4,025±0,358a Perlakuan B (2 ekor/l) 3,333±0 6,108±0,693 2,932±0,427b Perlakuan C (3 ekor/l) 3,333±0 5,457±0,113 2,082±0,187c Perlakuan D (4 ekor/l) 3,333±0 5,224±0,212 1,897±0,209c

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Berdasarkan hasil analisis One Way Anava menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda, memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak

benih ikan Asang (P<0,05), dimana F hitung 29,014 > F tabel 2,831 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Selanjutnya tabel 2 menunjukan bahwa pertumbuhan panjang mutlak benih ikan Asang tertinggi

(5)

terdapat pada padat tebar 1 ekor/l (4,025±0,358 mm) kemudian diikuti oleh padat tebar 2 ekor/l (2,932±0,427 mm), kemudian padat tebar 3 ekor/l (2,082±0,187 mm) dan yang terendah terdapat pada perlakuan 4 ekor/l (1,897±0,209 mm).

Tingginya pertumbuhan panjang benih ikan Asang pada padat tebar 1 ekor/l diduga karena memiliki ruang gerak yang sesuai dimana tidak terlalu sempit sehingga benih ikan aktif dalam memakan pakan yang diberikan dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan panjang. Sementara pada padat tebar 4 ekor/l dengan nilai rataan

(1,897±0,209 mm) memiliki padat tebar yang lebih banyak yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan benih.

Hal ini sesuai dengan Effendi (1997), menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi panjang antara lain adalah ruang gerak aktifitas ikan dan persaingan untuk mendapatkan makanan. Darmawangsa (2008) menyatakan bahwa benih ikan Gurami (Osprhonemus goramy) ukuran 2 cm yang dipelihara dengan padat tebar 10, 15 dan 20 ekor/l menunjukkan pertumbuhan panjang berturut-turut yaitu 2,89 mm, 2,33 mm, dan 2,01 mm.

Pertumbuhan Bobot Harian

Rataan bobot awal, bobot akhir dan pertumbuhan panjang mutlak dicantumkan pada Tabel 3

Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan bobot harian benih ikan Asang pada masing-masing perlakuan. Perlakuan Padat tebar Bobot awal (mg) Bobot akhir (mg) Bobot harian (mg) Perlakuan A (1 ekor/l) 0,646±0 6,006±0,947 0,059±0,010a Perlakuan B (2 ekor/l) 0,646±0 3,540±0,758 0,032±0,008b Perlakuan C (3 ekor/l) 0,646±0 2,172±0,094 0,017±0,001c Perlakuan D (4 ekor/l) 0,646±0 1,931±0,205 0,016±0,005c

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda, memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot harian benih ikan Asang (P<0,05), dimana F hitung

23,976 > F tabel 0,001 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Pertumbuhan bobot harian benih ikan Asang tertinggi terdapat pada padat tebar 1 ekor/l (0,059±0,010 mg/hari), diikuti oleh padat tebar 2 ekor/l

(6)

(0,032±0,008 mg/hari), padat tebar 3 ekor/l (0,017±0,001 mg/hari) dan yang terendah terdapat pada padat tebar 4 ekor/l (0,016±0,005 mg/hari). Berdasarkan Tabel 3 didapatkan pertumbuhan bobot harian benih Asang yang terendah terdapat pada padat tebar 4 ekor/liter , rendahnya pertumbuhan bobot harian benih ikan Asang pada perlakuan padat tebar diduga karena terlalu padat, sehingga menyebabkan ruang gerak benih ikan menjadi sempit dan berakibat pertumbuhan menjadi terhambat karena persaingan dalam perebutan makanan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mgaya and Mercer, 1995 menyatakan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pertumbuhan harian antara lain ukuran benih, kualitas dan kuantitas pakan, ukuran wadah pemeliharaan dan kepadatan. Dalam penelitian Wicaksono (2005), pertumbuhan terbaik dari ikan Nilem (Osteochilus haselti) yaitu pada kepadatan 105 ekor/m3 dengan penambahan bobot dan panjang masing – masing 2,52 gr dan 0,64 cm.

Pertumbuhan Panjang Harian

Rataan panjang awal, panjang akhir dan pertumbuhan panjang harian dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan panjang harian benih ikan Asang pada masing-masing perlakuan. Perlakuan Padat tebar Panjang awal (mm) Panjang akhir (mm) Panjang Harian (mm) Perlakuan A (1 ekor/l) 3,333±0 7,356±0,358 0,045±0,004a Perlakuan B (2 ekor/l) 3,333±0 6,108±0,693 0,032±0,004b Perlakuan C (3 ekor/l) 3,333±0 5,457±0,113 0,023±0,002c Perlakuan D (4 ekor/l) 3,333±0 5,224±0,212 0,020±0,002c

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Data dari Tabel 4 memperlihatkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang harian tertinggi terdapat pada padat tebar 1 ekor/l (0,045 mm/hari), diikuti oleh padat tebar 2 ekor/l (0,032 mm/hari) lalu padat tebar 3 ekor/l (0,023 mm/hari) dan yang terendah terdapat pada padat tebar 4 ekor/l

(0,020 mm/hari). Tingginya pertumbuhan panjang harian pada padat tebar 1 ekor/l diduga karena memiliki ruang gerak yang sesuai dimana tidak terlalu sempit, kualitas air yang masih baik, dan kemampuan benih ikan dalam beradaptasi dengan lingkungan media pemeliharaan sehingga

(7)

benih ikan aktif dalam memakan pakan, pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan

secara optimal untuk pertumbuhan panjang.

Kelangsungan Hidup

Jumlah awal, jumlah akhir dan kelangsungan hidup dicantumkan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata kelangsungan hidup (%) benih ikan Asang pada masing-masing perlakuan.

Perlakuan Padat tebar Jumlah awal (ekor) Jumlah akhir (ekor) Kelangsungan Hidup (%) Perlakuan A (1 ekor/l) 40 38 95,833±7,216a Perlakuan B (2 ekor/l) 80 71 89,166±4,018b Perlakuan C (3 ekor/l) 120 103 86,386±1,733c Perlakuan D (4 ekor/l) 160 128 80,416±4,389c

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Berdasarkan hasil penelitian kelangsungan hidup berkisar antara 80,416% sampai 95,833%. Hasil analisis One Way Anava menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda, tidak adanya pengaruh padat tebar terhadap kelangsungan hidup benih ikan Asang (P>0,05), dimana F hitung 5,428 < F tabel 122,822 maka H1 ditolak dan H0 diterima.

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa padat tebar 1 ekor/l memiliki tingkat kelangsungan hidup yang terbaik yaitu

(95,833±7,216%), diikuti padat tebar 2 ekor/l dengan rataan (89,166±4,018%), kemudian pada padat tebar 3 ekor/l dengan rata-rata (86,386±1,733%) dan yang terendah terdapat pada padat tebar 4 ekor/l dengan rataan tingkat kelangsungan hidup (80,416±4,389%).

Kepadatan ikan mempengaruhi derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Kelangsungan hidup ikan silver dollar (Metynnis schreltmuellerl) pada padat penebaran yang berbeda tergolong tinggi yakni pada padat tebar 1 ekor/l dengan nilai 98,15% dan terendah dengan padat tebar 4 ekor/l dengan nilai 96,30% (Kadarini, 2010).

Efisiensi Pakan

Hasil analisis data efisiensi pakan benih ikan Asang dengan padat tebar berbeda dicantumkan pada Tabel 6.

(8)

Tabel 6. Rata-rata efisiensi pakan benih ikan Asang Perlakuan

Padat tebar Efisiensi pakan (%)

Perlakuan A (1 ekor/l) 18,966±2.223a

Perlakuan B (2 ekor/l) 19,966±7.128a

Perlakuan C (3 ekor/l) 19.066±2.995a

Perlakuan D (4 ekor/l) 19.966±11.648a

Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil analisis One Way Anava menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh padat tebar dengan efisiensi pakan benih ikan Asang (P>0,05) , dimana F hitung 0,018 < F tabel 0,908 berarti H1 ditolak dan H0 .

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa efisiensi pakan yang tertinggi terdapat pada padat tebar 4 ekor/l dengan rataan 19.966±11.648% dan pada padat tebar 2 ekor/l dengan nilai rataan 19,966±7.128%, diikuti pada padat tebar 3 ekor/l dengan nilai rataan 19.066±2.995%, kemudian yang terendah dalam efisiensi pakan pada

padat tebar 1 ekor/l dengan nilai rataan 18,966±2.223%.

Efisiensi pakan adalah nilai perbandingan antara pertambahan bobot dengan pakan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam persen. Persaingan dalam memanfaatkan pakan yang tersedia akan semakin kuat pada jumlah populasi yang padat dan resiko kekurangan pakan pun semakin besar pada tingkat kepadatan yang tinggi. Pada ikan patin yang dipelihara dengan kepadatan 60, 75 dan 90 ekor/l, memiliki nilai efisiensi pakan berturut-turut sebesar 44,16%, 38,62% dan 38,01% (Irliyandi, 2008).

Pengamatan Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya ikan karena diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa peubah fisika dan kimia yang dapat memepengaruhi hidup ikan adalah suhu, oksigen terlarut, pH, alkalinitas, amoniak, nitrit dan nitrat (Wedemeyer, 1996). Semakin tinggi tingkat padat

penebaran dalam suatu wadah budidaya, maka kualitas air pada wadah tersebut cenderung mengalami penurunan seiring waktu pemeliharaan. Seluruh parameter kualitas air yang diukur dalam pemeliharaan dapat mendukung proses pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan Asang, ditandai dengan oksigen

(9)

terlarut sebesar 6,27 mg/L. Ambang batas DO untuk kepentingan perikanan baku mutu kualitas air kelas 3 menurut peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah minimal 3 mg/L. Temperature air memegang peranan penting dalam pemeliharaan benih ikan Asang, temperature air selama pemeliharaan adalah berkisar antara 26,50C sampai dengan 280C. Hal ini didukung oleh Boyd (1990), menyatakan bahwa ikan tropis dan subtropis tidak tumbuh dengan baik saat temperature air dibawah 260C sampai dengan 280C dan pH selama pemeliharaan rata-rata 7. Parameter kualitas air yang lainnya seperti daya hantar listrik adalah 0,1162 µmhos/cm. Nilai alkalinitas pada air pemeliharaan benih ikan Asang adalah 15,36 mg/L, dan nilai kesadahan adalah 31,70 mg/L. Amonia selama pemiliharaan sebesar 0,18 mg/L. Adapun toleransi maksimum konsentrasi amonia adalah 0,1 mg/liter (Tiews, 1981 dalam Pillay, 1993). Hasil pengukuran padatan terlarut total (TDS) pada air pemeliharaan benih ikan Asang adalah 39,44 mg/L.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan asang (Osteochilus vittatus) dengan padat tebar berbeda , dapat disimpulkan bahwa :

1. Perbedaan padat tebar benih ikan Asang memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang harian, dan kelangsungan hidup, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi pakan.

2. Pertumbuhan bobot dan panjang tertinggi terdapat pada padat tebar 1 ekor/l dan terendah pada padat tebar 4 ekor/l.

3. Kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada padat tebar 1 ekor/l sedangkan yang terendah pada padat tebar 4 ekor/l. 4. Efisiensi pakan yang tertinggi terdapat pada padat tebar 4 ekor/l dan terendah pada padat tebar 1 ekor/l.

Saran

Dari hasil penelitian, sebaiknya untuk meningkatkan hasil pembenihan dan pemeliharaan benih ikan Asang sebaiknya dengan padat tebar 1 ekor/l karena padat tebar mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Azrita, Syandri, H and Junaidi. 2014. Genetic Variation Among Asang Fish (Osteochilus vittatus

Cyprinidae) Populations Using Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Journal of Fisheries And Aquaculture , 1 (5) : 158-162.

(10)

Barua, G. 1990. Gonadal development and fry rearing of Clarias batrachus . Ph.D. Dissertation, Fisheries

Biology and Limnology

Deptt.,BAU, Mymensingh.pp. 310. Boyd, CE. 1990. Water Quality in Ponds

for Aquaculture. Auburn University , Alabama.

Darlius. 1998. Pengaruh Komposisi Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan Beberapa Jenis Ikan Yang Dipelihara Secara Polikultur . Skripsi . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Tidak dipublikasikan.

Darmawangsa, GM. 2008. Pengaruh Padat Penebaran 10, 15 dan 20 ekor/L Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus

goramy LAC. Ukuran 2 CM.

Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas Pertanian Bogor.

Dewi, AP. 2008. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Corydoras (Corydoras aeneus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Alami. Penerbit Kanasius . Yogyakarta. Effendie, MI. 1978. Biologi Perikanan

(Bagian 1: Study Natural History0. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. Effendi, MI. 1997. Biologi Perikanan.

Yayasan Pustaka Nusatama. Hal 92-93.

Elpina. 2014. Pengaruh Padat Tebar

Berbeda Terhadap Sintasan Dan

Pertumbuhan Ikan Lelan

(Osteochilus pleurotaenia). Skripsi .Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang.Tidak dipublikasikan. Erlinda. 2006. Padat Tebar Yang Berbeda

Terhadap Sintasan Dan

Pertumbuhan Benih Ikan Asang (Osteochilus haselti CV) Tanpa Pemberian Pakan Tambahan. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang.Tidak dipublikasikan. Irliyandi, F. 2008. Pengaruh Padat

Penebaran 60, 75 dan 90 ekor/Liter Terhadap Produksi Ikan Patin

(Pangasius hypophthalmus)

Ukuran 1 Inci Up (3 CM) Dalam Resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univeritas Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Joko. 2013 . Pendederan Larva Ikan Tambakan Dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Universitas Sriwijaya. Kadarini. 2010. Pengaruh Padat

Penebaran Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Benih Ikan Hias Silver Dollar (Metynnis

hypsauchen) Dalam Sistem

Resirkulasi. Skripsi. Universitas Dipenogoro. Semarang. Tidak dipublikasikan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2012. Ikan Langka di Indonesia. Direktorat Jendral Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 350 hal.

Mgaya, YD., Mercer, JP. 1995. The Effects of size grading and stocking density on growth performance of juvenile abalone, Haliotis

(11)

tuberculata Linn. Aquaculture, 136;297-312.

Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya Dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus bloch) Pada Habitat Yang Berbeda di Lingkungan. Danau Melintang Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Narejo NT., Salam MA., Sabur and Rahmatullah SM. 2005. Effect of Stocking Density on Growth and Survival of Indigenous Catfish (Heteropneustes fossilis) Reared in Cemented Cistern Fed on Formulated Feed. Bangladesh Agricultural University . Pakistan J. Zool ., vol 37(1) , pp.49-52, 2005.

Rafi, M. 2014. Karakteristik Morfologi Ikan Asang (Osteochilus haselti) Berdasarkan Truss Morfometrik Pada Habitat Perairan Yang Berbeda. Skripsi . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Tidak dipublikasikan

Safrudin, D. Yuniarti dan M Setiawati. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Terhadap Produksi Pada System Budidaya Dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan

Soesono . 1974 . Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Yayasan Kanasius Jogjakarta. 68 hal .

Soesono, S. 1997. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan.Yayasan Kanasius Jogjakarta. 68 hal.

Syandri, H. Azrita And Junaidi. 2014.

Morphological Characterization Of

Asang Fish (Osteochilus vittatus, Cyprinidae) In Singkarak Lake,

Antokan River And Koto

PanjangReservoir West Sumatra

Province Indonesia. International Journal Fisheries and Aquatic Studies , 5 (1) : 158-162.

Syandri, H. Azrita And Junaidi. 2015. Fecundity Of Bonylip Barb

(Osteochilus vittatus, Cyprinidae) In

Different Water Habitat. International Journal Fisheries and Aquatic Studies, 2 (4) 157 – 163. Tucker CS, Hargreaves JA. 2004.

Biology and Culture of Channel Catfish. Elseiver, Amsterdam, Netherland.

Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman ang Hall, USA.

Wicaksono, P. 2005. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) Yang Dipelihara Dalam Keramba Jaring Apung Di Waduk Cirata Dengan Pakan Perifiton. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institute Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Yuliati, P. 2003. Pengaruh Padat PenebaranTerhadap Tumbuhan Dan SintasanDederan Ikan Nila Gift(Oreochromis niloticus) di Kolam.Skripsi. Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar . Depok.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak benih ikan Asang pada masing-masing  perlakuan
Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan panjang  mutlak benih ikan Asang pada masing-masing  perlakuan
Tabel  3.  Rata-rata  pertumbuhan  bobot  harian  benih  ikan  Asang  pada  masing-masing  perlakuan
Tabel  4.  Rata-rata  pertumbuhan  panjang  harian  benih  ikan  Asang  pada  masing-masing  perlakuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika seseorang individu itu terutamanya pensyarah dapat bertindak secara asertif, maka pensyarah akan dapat berkomunikasi dengan rakan sekerja yang lain dengan baik dan sentiasa

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat dikemukakan beberapa simpulan yaitu pengetahuan orang tua tentang stimulasi dini pada anak usia 4-5 tahun di

5.3 サポートベクターマシン―ニュースの分類モデルの作成

Salah satu materi yang melibatkan soal cerita sebagai asesmennya adalah materi perbandingan berbalik nilai.Menurut Lamon (2006), perbandingan berbalik nilai merupakan

Berdasarkan hasil penelitian material kuningan yang dicampur aluminium yang paling baik digunakan untuk prototype atau baling-baling kapal adalah material kuningan

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas izin-Nya, pada pagi hari ini kita dapat berkumpul di ruangan virtual zoom ini dalam

 Karena titik yang digunakan untuk mengambil data sudut jalan saat ini memiliki jarak yang terlalu jauh dari posisi titik yang dijadikan sebagai acuan posisi mobil maka

Bagian unpack data akan mengidentifikasi setiap field yang masuk dari packing data, apabila semua field yang masuk sudah teridentifikasi, maka akan diambil field