• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung Terhadap Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung Terhadap Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 584

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung Terhadap

Angka Lempeng Total dan Angka

Staphylococcus aureus

Ni’matul Aulia, Didimus Tanah Boleng, Sonja V.T. Lumowa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan sampel telur ayam kampung sebanyak 36 butir, terdiri dari 18 butir disimpan pada suhu kamar (250C) dan 18 butir pada suhu refrigerator (40C). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan yaitu disimpan pada suhu refrigerator dan disimpan pada suhu kamar dengan waktu pengamatan hari ke-14 dan hari ke-21. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan

Analysis of Variance (ANAVA) apabila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus. Hasil analisis data pada pengujian pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap Angka Lempeng Total memberikan hasil Fhitung (3,18) < Ftabel taraf signifikan 5% (5,32) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Sehingga, pemberian perlakuan suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung tidak memberikan pengaruh terhadap Angka Lempeng Total. Pada hasil pengujian Staphylococcus aureus tidak ditemukan adanya koloni Staphylococcus aureus pada sampel. Oleh karena itu, data yang didapat tidak perlu dianalisis. Sehingga, pemberian perlakuan suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung tidak memberikan pengaruh terhadap Angka

Staphylococcus aureus.

Kata Kunci: suhu, lama penyimpanan, Angka Lempeng Total, Staphylococcusaureus PENDAHULUAN

Bahan makanan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Mikroorganisme yang tumbuh dalam bahan makanan dapat bersifat menguntungkan sekaligus merugikan terhadap bahan makanan tersebut. Peran mikroorganisme yang menguntungkan misalnya pembuatan roti, tempe, bir dan bahan-bahan makanan lainnya. Selain memiliki keuntungan, tumbuhnya mikroorganisme pada bahan makanan juga memiliki kerugian, misalnya pembusukan bahan pangan yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan.

Keberadaan mikroorganisme dalam suatu bahan makanan disebabkan karena bahan makanan tersebut mengandung nutrient yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi mikroorganisme pada bahan makanan dapat menyebabkan penyakit, seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC, yang mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat keracunan makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin-toksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Telur merupakan salah satu bahan makanan yang pada umumnya digemari masyarakat karena harganya terjangkau dan sarat akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi.

(2)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 585

Telur memiliki kandungan gizi yang hampir sempurna, sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme berupa bakteri. Hal ini disebabkan telur memiliki komposisi zat gizi yang baik sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri itu sendiri. Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya (Lukman, 2010).

Pada kasus alergi telur, sistem kekebalan tubuh manusia bereaksi secara berlebihan terhadap protein dan mengkategorikannya sebagai ancaman yang harus diperangi. Tubuh akan meresponnya dengan melepaskan antibodi seperti imunoglobulin E untuk melawan zat yang dianggap berbahaya. Antibodi ini melepaskan bahan kimia seperti histamin yang memulai serangan balik. Bahan kimia ini dapat mempengaruhi pernapasan, pencernaan dan sistem kardiovaskular. Dampak dari semua ini yang paling jelas akan terlihat pada kulit ketika mengalami alergi telur (Wedaran, 2012).

Sebanyak 12.727 kasus penderita penyakit kulit terjadi di Kota Samarinda pada tahun 2015, yang terdiri dari 3.238 kasus penderita abses kulit, 2.499 kasus penderita eksim (dermatitis atopic) dan 6.990 penderita penyakit kulit karena alergi (Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2015).

Suhu optimum untuk menyimpan telur adalah 20oC pada suhu ruang dan 5-10oC di dalam lemari pendingin dengan kelembaban 70-80%. Untuk lama penyimpanan, telur sebaiknya di dalam almari pendingin. Daya simpan telur di suhu ruang adalah 14 hari sedangkan di dalam lemari pendingin bisa bertahan hingga 3 minggu. Setelah ini, kualitas telur akan menurun.

Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh (Pradiska, 2012).

Jasad renik utama yang bertanggung jawab dalam toksiko infeksi oleh telur dan produk telur adalah Salmonella, Staphylococcus dan Arizona, dan mikroorganisme yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus, habitat utama adalah selaput membran hidung dan kulit manusia maupun hewan. Banyak orang memiliki kebiasaan kurang baik yaitu menyentuh bagian dalam hidungnya. Tanpa disadari tindakan ini dapat memindahkan bakteri Staphylococcus ke tangan dan selanjutnya disebarkan lagi ke makanan melalui penanganan yang tidak benar. Bakteri ini dapat pula ditemukan pada luka di kulit. Melalui luka sayatan atau pori-pori, bakteri ini masuk ke bagian dalam kulit, tumbuh dan berkembang biak. Dalam kasus ini bakteri tetap dapat disebarkan walaupun tangan telah dicuci. Staphylococcus aureus diduga berasal dari tangan orang yang terlibat dalam proses produksi, pengirisan (Nuridinar, 2009). Berdasarkan penjabaran diatas, diketahui bahwa telur yang disimpan terlalu lama dalam suhu yang tidak optimum akan merusak kualitas telur dan tercemar mikroba. Dari penjelasan inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul

(3)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 586

“Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung terhadap Angka Lempeng Total dan Jumlah Staphylococcus aureus”, yang diharapkan dapat menjadi referensi tentang prinsip penyimpanan telur, terutama telur ayam kampung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober. Sampel diambil dari tiga lokasi peternakan ayam kampung, kemudian sampel akan diteliti di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Kalimantan Timur untuk diuji Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus. Penelitian ini menggunakan sampel telur ayam kampung sebanyak 36 butir, terdiri dari 18 butir disimpan pada suhu kamar (25oC) dan 18 butir pada suhu refrigerator (4oC).

Pada pengujian Angka Lempeng Total, yang pertama dilakukan adalah menimbang sampel sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril. Selanjutnya menambahkan larutan Buffered Peptone Water (BPW) 0,1% kedalam wadah steril tersebut dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Larutan ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.

Larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dengan pipet steril kedalam tabung yang sudah berisi 9 ml larutan BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Langkah ini diulang lagi sehingga mendapatkan pengenceran 10-5. Setelah mendapatkan pengenceran 10-5, larutan ini dihomogenkan dengan menggunakan vortex, kemudian diambil sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri. Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah didinginkan hingga temperatur 45 °C ± 1°C pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan diamkan sampai menjadi padat. Inkubasikan pada temperatur 34 °C sampai dengan 36 °C selama 24 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Setelah diinkubasi, jumlah koloni pada setiap seri pengenceran dihitung. Pilih cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.

Pada uji Staphylococcus aureus, yang pertama kali dilakukan adalah mempersiapkan Plate yang sudah berisi media tempat tumbuhnya bakteri kemudian diberi kode sampel. Langkah kedua yaitu menyiapkan Water dilution yang terbuat dari

KH2PO4 34 gr dilarutkan dengan 500 ml air destilasi (Aquades), buat pH larutan

menjadi 7,2 dengan menambahkan NaOH 1 N. Larutan tersebut di-sterilkan dengan Autoclave selama 15 menit pada suhu 121˚C.

Langkah selanjutnya yaitu menimbang 50 ml sampel dan dimasukkan ke dalam plastik steril, kemudian tambahkan Water Dilution (air pelarut) sebanyak 450 ml. Lalu larutan tersebut dihomogenkan dengan vortex. Larutan sampel yang sudah di homogenkan tersebut diambil sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml larutan Butterfield’s phosphate buffered. Selanjutnya larutan itu dihomogenkan dengan menggunakan Vortex.

Untuk penginokulasian, larutan sampel diambil sebanyak 1 ml, kemudian dituangkan larutan sampel di tengah-tengah media dan diinkubasi sampel selama 48 jam pada suhu 35˚C di dalam inkubator. Setelah 48 jam diinkubasi, dihitung jumlah

(4)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 587

koloni yang berwarna pada media dari balik plate. Apabila didapatkan koloni lebih dari 300 koloni, penghitungannya secara perkiraan, yaitu dengan menghitung koloni pada 1 cm² kemudian dikalikan dengan 20.

Koloni Staphylococcus aureus pada Baird Parker Agar mempunyai ciri - ciri: bundar, licin/halus, cembung, diameter 2 mm - 3 mm, warna abu - abu hingga kehitaman, sekeliling tepi koloni bening (terbentuk halo). Koloni - koloni mempunyai konsistensi berlemak dan lengket bila diambil dengan jarum inokulasi. Batas maksimum cemaran mikroba Staphylococcus aureus yaitu 1 x 102 koloni/g (SNI 7388 : 2009). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan yaitu disimpan pada suhu refrigerator (4oC) dan pada suhu kamar (25oC) dengan waktu pengamatan hari ke-14 dan hari ke-21. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANAVA).

HASIL PENELITIAN

1. Uji Angka Lempeng Total

Hasil analisis data pengaruh suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total, dapat dilihat pada hasil sidik ragam tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung terhadap Angka Lempeng Total

Sumber Variasi dk Jumlah

Kuadrat MK Fhit Ftabel (5%)

Suhu 1 53,48 53,48 1,01 5,32

Lama Penyimpanan 1 17,93 17,93 3,01 5,32

Interaksi Suhu dan Lama Penyimpanan

1 56,33 56,33 3,18 5,32

Dalam (Dal) 8 141,93 17,74

Total (Tot) 7 269,67

Pada perlakuan suhu

telur

ayam kampung, harga Fhitung = 1,01 lebih kecil dari Ftabel = 5,32, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima, dengan kesimpulan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara suhu penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total.

Pada perlakuan lama penyimpanan telur ayam kampung, harga Fhitung = 3,01 lebih kecil dari Ftabel = 5,32, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima, dengan kesimpulan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total.

Pada interaksi suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung, harga Fhitung = 3,18 lebih kecil dari Ftabel = 5,32. Dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima, jadi kesimpulannya tidak terdapat interaksi yang signifikan antara pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap Angka Lempeng Total.

2. Uji Staphylococcus aureus

Hasil uji Staphylococcus aureus pada telur ayam kampung yang disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigrator pada hari ke-14 dan 21 dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

(5)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 588

Tabel 2. Jumlah Staphylococcus aureus pada Telur Ayam Kampung yang Disimpan pada Suhu Kamar dan Suhu Refrigrator Hari ke-14 dan 21 dengan pengenceran 10-5

Suhu

Lama Penyimpanan

14 hari 21 hari

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

4oC 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25oC 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber: Hasil Penelitian (2016)

Dari tabel 2 dapat dilihat sampai pengamatan hari ke-21 tidak dijumpai koloni Staphylococcus aureus pada telur ayam kampung, baik pada penyimpanan di refrigerator maupun pada suhu ruangan. Oleh karena itu, data yang diperoleh tidak perlu dianalisis.

PEMBAHASAN

Berdasarkan lama penyimpanan pada hari ke-14 terdapat 9 butir telur dari 18 butir sampel telur yang tercemar mikroba. Terdapat dua sampel yang memiliki cemaran tertinggi yaitu TBUD atau cemaran mikroba tidak bisa untuk dihitung. Hal ini dapat terjadi karena faktor pengencerannya masih rendah sehingga konsentrasi bakteri di dalam suspensi masih banyak. Faktor lainnya yaitu disebabkan penyebarannya yang kurang merata sehingga membuat bakteri tumbuh secara bertumpuk dan susah untuk dihitung. Hal ini dapat diatasi dengan membuat pengenceran yang lebih tinggi lagi dan memperhatikan homogenisasi di setiap penginokulasian. Kontaminasi dari luar yang masuk ke dalam media juga dapat mempengaruhi hasil penghitungan koloni. Oleh karena itu, peneliti harus lebih memperhatikan penggunaan teknik aseptis di setiap penginokulasian (Barazandeh, 2008). Angka cemaran mikroba tertinggi selanjutnya yaitu 7 x 105 koloni/g yang berasal dari telur yang di simpan di dalam suhu refrigrator (4oC).

Berdasarkan perlakuan suhu saat penyimpanan selama 14 hari, terdapat 3 dari 9 butir sampel yang disimpan dalam suhu refrigrator (4oC) yang tercemar mikroba, sedangkan pada suhu kamar (25oC) terdapat 6 dari 9 butir telur yang terbukti tercemar mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa suhu saat penyimpanan memiliki pengaruh terhadap kualitas telur, namun tidak secara signifikan.

Penelitian pada hari ke-21 menunjukkan bahwa 3 dari 18 butir telur tercemar mikroba. 1 butir telur yang tercemar berasal dari perlakuan suhu refrigrator (4oC) yaitu sebanyak 1 x 105 koloni/g. Pada perlakuan suhu kamar (25oC), ditemukan 2 butir telur yang tercemar mikroba yaitu 3,8 x 106 dan 4 x 106. Angka tersebut menunjukkan bahwa dua sampel tersebut telah tercemar dan melewati batas maksimum cemaran mikroba, yaitu 1 x 106 koloni/g (SNI 7388 : 2009). Hal ini membuktikan bahwa lama penyimpanan juga mempengaruhi jumlah cemaran mikroba namun tidak secara signifikan.

(6)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 589

Dari pengujian Staphylococcus aures, telur yang diberi perlakuan suhu dan lama penyimpanan yang sama seperti pada pengujian Angka Lempeng Total, tidak ditemukan adanya koloni bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini membuktikan bahwa sampel telur yang diteliti kualitasnya masih bagus dan baik untuk dikonsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis, terdapat beberapa faktor yang membuat perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya mikroba. Pertama, sampel yang digunakan dicurigai tidak berasal dari pengambilan di hari yang sama. Hal ini sangat mempengaruhi penelitian, karena jika dilihat dari hasil penelitian, sampel pada umur 14 hari lebih banyak yang tercemar mikroba daripada sampel yang disimpan sampai hari ke 21, yaitu 9 sampel dari hari ke 14 dan 3 sampel dari hari 21.

Kedua, faktor kebersihan telur ayam yang disimpan juga mempengaruhi kualitas telur. Apabila pada kerabang terdapat kotoran dari ayam maka mikroorganisme akan masuk melewati pori-pori telur yang jumlahnya cukup banyak, yaitu sekitar 7-17 ribu.

Ketiga, ketebalan kerabang dapat dipengaruhi dari nutrien, kadar mineral dan suhu yang sama. Tebal cangkang telur mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan suhu lingkungan, suhu yang tinggi akan mempengaruhi kualitas putih telur dan mempengaruhi kekuatan serta ketebalan cangkang telur. Semakin tebal kerabang maka akan semakin baik untuk meminimalisir pembusukan. Ketebalan kerabang salah satunya dipengaruhi oleh pakan dimana apabila pakan yang diberi tercukupi maka kualitas dari ketebalan semakin baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiradimadjo (2010) bahwa kadar kalsium ransum dan kadar fosfor dalam ransum berpengaruh pada ketebalan kerabang. Ketebalan kerabang juga jangan dibawah 0,33 ± 0,04 mm yang akan menyebabkan kerabang pecah. Untuk meningkatkan kualitas kerabang bisa dilakukan dengan menambahkan sumber kalsium.

Faktor pengenceran juga sangat penting, karena apabila sampel terlalu encer, maka koloni yang terbentuk hanya sedikit saja bahkan menghasilkan TSUD (Terlalu Sedikit untuk Dihitung), dan apabila sampel kita terlalu pekat, jumlah koloni yang dihasilkan bisa menjadi sangat banyak bahkan sampai tidak bisa dihitung atau menghasilkan TBUD (Tidak Bisa untuk Dihitung) (Waluyo, 2005).

Kontaminasi dari lingkungan luar juga mempengaruhi hasil penghitungan koloni. Teknik aseptis pada setiap kali penginokulasian harus lebih diperhatikan. Semua peralatan yang digunakan selama penelitian harus steril. Jika ada kontaminan yang masuk, kontaminan tersebut dapat tumbuh bersama kultur yang ingin kita tumbuhkan. Apabila kontaminan yang ada terlalu banyak, maka dapat merusak perhitungan dan menghasilkan TBUD (Waluyo, 2005).

Faktor lainnya yaitu pemerataan sampel. Sampel yang diinokulasikan harus merata pada setiap media. Karena apabila tidak merata, koloni yang tumbuh akan bertumpuk-tumpuk dan menyulitkan proses penghitungan koloni (Waluyo, 2005).

PENUTUP Kesimpulan

Perlakuan suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Angka Lempeng Total dan Angka Staphylococcus aureus. Hal tersebut dapat dibuktikan dari Fhitung < Ftabel yang dapat dilihat dari hasil analisis sebagai berikut:

(7)

“Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 590

1. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total, Fhitung < Ftabel (3,01 < 5,32)

2. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Staphylococcus aureus

3. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total, Fhitung < Ftabel (3,18 < 5,32)

4. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara suhu dan lama penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Staphylococcus aureus

5. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara suhu penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Lempeng Total, Fhitung < Ftabel (1,01 < 5,32)

6. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara suhu penyimpanan telur ayam kampung terhadap Angka Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Nurul. 2013. Uji Salmonella-Shigella pada Telur Ayam yang Disimpan pada Suhu dan Waktu yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research Vol.2 No.1

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta

Firoh, S. dkk. 2012. Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Tauco yang Dijual di Pasar Peterongan. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Unimus: Semarang

Hartono dan Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. AgroMedia Pustaka: Jakarta

Haryati. 2009. Pengaruh Latihan Progressive Muscle Realxation terhadap Status Fungsional dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan Kemoterapi di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia: Depok

Hasan. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara: Jakarta Iswanto, Hadi. 2002. Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka: Jakarta

Jawetz; Melnick; dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika: Jakarta.

Kusuma, S.A.F. 2009. Staphylococcus aureus. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran: Bandung

Olyvia, OD. 2012. Pemeriksaan Cemaran Mikroba pada Biskuit Pop Corn Crackers. Fakutas Farmasi USU: Medan

Rahayu, NS. 2012 Telur Ayam Kampung. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang

Rasyaf, Muhammad. 1992. Beternak Ayam Kampung. Swadaya: Jakarta Rasyaf, Muhammad. 1997. Beternak Ayam Petelur. Swadaya: Jakarta

Sarifudin, dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Telur pada Kandungan Proksimat, Karakteristik Aktivitas Air Bebas (aw) dan Tekstural Snack Bar Berbasis Pisang (Musa paradisiaca). Journal of Agritech

Soetriono dan Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Andi: Yogyakarta Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung

Yunita dan Dwipayanti. 2010. Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo Berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total dan Kandungan Escherichia coli. Jurnal Biologi Volume XIV No.1

Gambar

Tabel 1. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Ayam Kampung terhadap  Angka Lempeng Total
Tabel 2. Jumlah Staphylococcus aureus pada Telur Ayam Kampung yang Disimpan pada Suhu  Kamar dan Suhu Refrigrator Hari ke-14 dan 21 dengan pengenceran 10-5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ternyata putih telur ayam kampung fertil lebih cepat menyembuhkan luka bakar dibandingkan dengan, putih telur ayam kampung infertil, bioplacenton

Uji angka lempeng total bertujuan untuk melihat pertumbuhan bakteri mesofil aerob yang diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24-48 jam. Pengujian lempeng total

Telur ayam yang sudah disimpan pada suhu dan lama penyimpanan yang sudah ditentukan kemudian diperiksa lagi kualitas telurnya dengan cara menenggelamkan telur

Hasil menunjukkan bahwa motilitas spermato- zoa ayam kampung masih dapat dipertahankan dengan pengencer ringer laktat dan putih telur dengan rasio 1 : 1 (40,25%) dan penyimpanan pada

Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan angka lempeng total (ALT).. Uji angka lempeng

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TELUR TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS (GALLUS L) DI INSTALASI GIZI RSUP DR..

Rata-rata dari hasil jumlah bakteri Coliform pada telur ayam lokal yang disimpan pada suhu kamar dan suhu chilling pada hari ke-1, 8, 15 dan 22 menunjukkan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Perbandingan Kualitas Telur Ayam Kampung yang Disimpan pada Suhu Ruang dan Suhu Lemari Pendingin