• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. Sebelum melakukan Restorasi, Jepang mengalami masa isolasi selama kurang lebih 250 tahun selama pemerintahan keshogunan Tokugawa yang membawa pengaruh besar bagi bangsa Jepang, yaitu semakin mantapnya pembentukan kepribadian bangsa Jepang. Keyakinan dan kepercayaan pada kepribadian sendiri begitu besar, sehingga Jepang mampu melaksanakan westernisasi dengan sadar dan terang-terangan tanpa harus takut bahwa westernisasi akan menggoyahkan kepribadian mereka.

Suryohadiprojo (1982 : 26-31) mengatakan dalam proses awal modernisasi di Jepang, ada beberapa hal yang fundamental dilakukan oleh pemerintahan Meiji, yaitu :

1. Penghapusan gologan samurai dan tembok pemisahan antara golongan petani, tukang, serta pedagang.

2. Diadakannya pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama 4 tahun dan dibukanya berbagai macam tingkat sekolah, hingga pada tingkat universitas.

3. Sikap Jepang untuk lebih berorientasi kepada kekuatan sendiri dari pada berdasarkan pada bantuan luar negeri.

4. Diadakannya sistem wajib militer melalui UU pada tahun 1872. 5. Perubahan sistem perpajakan.

Dari lima tindakan fundamental yang dilakukan pemerintahan Meiji, telah terbukti hasilnya berupa perang Jepang – Rusia pada tahun 1904 – 1905. Jepang

(2)

berhasil memenangkan perang. Kemenangan Jepang membuktikan bahwa Jepang dapat mengimbangi bangsa Eropa dan memperkuat kepercayaan diri bangsa Jepang.

Pada perkembangan selanjutnya, Jepang mengalami kemajuan pada fase Perang Dunia I. Dalam Perang Dunia I negara-negara Eropa tidak mampu memproduksi barang-barang untuk daerah jajahan di Asia, karena negara-negara tersebut terlibat perang. Sejak saat itu Jepang memperoleh daerah pemasaran hasil industrinya di wilayah Asia. Ditambah lagi karena Jepang turut serta dalam perang dengan memihak Inggris yang pada saat Perang Dunia I menjadi pihak yang menang, sehingga Jepang mendapat sebagian dari bekas jajahan Jerman.

Dengan keberhasilan modernisasi yang dilakukan dari keadaan terisolasi dan jauh tertinggal dari negara luar, menjadi sebuah negara yang mengalami kemajuan pesat dalam bidang pengetahuan dan teknologi, serta dalam bidang ekonomi membuat Jepang menjadi agresif keluar. Jepang mulai melakukan ekspansinya ke China dan akhirnya turut serta melibatkan diri dalam Perang Dunia II. Serangan yang dilakukan Jepang atas Pearl Harbour merupakan awal dari keikutsertaan Jepang dalam Perang Dunia II.

Peperangan udara di Pasifik sebagai bagian Perang Dunia II, diawali dengan serangan udara mendadak Jepang terhadap pangkalan AL Amerika di Pearl Harbor,

Hawai, pada tanggal 7 Desember 1941

Amerika yang terdiri dari kapal-kapal tempur dan penjelajah hancur berantakan. Akhirnya dalam waktu yang relatif singkat, Jepang dapat menguasai Filipina dan negara Asia Tenggara lainnya yang sebelumnya dikuasai Amerika dan negara sekutu.

(3)

Penyerangan Jepang atas Pearl Harbor merupakan penghinaan bagi Amerika yang merupakan negara dengan kekuatan militer yang melebihi Jepang. Sehingga memasuki akhir tahun 1943, Amerika mulai melancarkan serangan balik terhadap Jepang. Serangan demi serangan dilakukan Amerika untuk merebut Filipina dan membuat posisi Jepang semakin terjepit di Filipina.

Akibat dari serangan ini, kekalahan demi kekalahan dialami Jepang di Pasifik. Misalnya pertempuran di sekitar Marshal. Dalam dua hari Jepang kehilangan 270 pesawat. Hanya dua kapal induk veteran Jepang yang masih operasional, Shokaku dan Zuikaku, ditambah kapal induk baru Taiho. Pertempuran di laut Filipina terjadi 19 – 20 Juni 1944

Kondisi Jepang yang semakin terjepit akhirnya memunculkan gagasan yang dalam sejarah peperangan udara dianggap unik, yakni serangan Kamikaze. Konsep Kamikaze dalam Perang Dunia II bukanlah bunuh diri fanatik, karena motivasinya lebih pada “satu orang, satu kapal perang”. Maksudnya adalah satu orang memiliki target untuk menghancurkan satu kapal perang musuh. Hal ini dianggap satu-satunya kesempatan untuk mengatasi superioritas Amerika yang mulai dirasakan Jepang sejak akhir tahun 1944.

Serangan Kamikaze berbeda dengan taktik perang konvensional yang bagaimanapun besarnya resiko selalu ada kemungkinan selamat. Tetapi serangan Kamikaze hanya dapat dilakukan dengan membunuh diri sendiri. Serangan dan kematian adalah satu kesatuan yang utuh.

Kamikaze adalah kelompok serangan udara di bawah pimpinan Laksamana Madya Takijiro Onishi. Kesuksesan organisasinya disebabkan keterikatan perasaan dan tujuan yang terjadi antara laksamana dan anak buahnya.

(4)

“Kami mati untuk tujuan besar negara kami”, ini menjadi semboyan dari pilot-pilot Kamikaze (Pineau, 2008 : XXV). Hal ini memperlihatkan kepercayaan mendalam dan terus menerus terhadap negara dan Kaisar mereka, serta kesedian untuk mati bagi kepercayaan tersebut. Tanpa hal ini serangan Kamikaze tidak mungkin dilakukan.

Para pilot Kamikaze menunjukkan sebuah pengorbanan terhadap negara dan Kaisar dengan mengorbankan diri sendiri. Para pilot juga tidak pernah mempertanyakan tanggung jawab komandannya. Mereka memiliki kepercayaan kuat tentang kehidupan setelah kematian. Sikap ini adalah salah satu sikap yang ada dalam sejarah dan tradisi panjang bangsa Jepang.

Jepang memiliki latar belakang kehidupan samurai yang mempunyai kode etik yang disebut dengan bushido. Salah satu sikap moral yang terkandung dalam bushido adalah moral kesetiaan yang luar biasa terhadap tuannya. Moral pengabdian diri para samurai terhadap tuan bersifat mutlak. Hal ini tampak jelas dilihat pada perilaku junshi (bunuh diri mengikuti kematian tuan) dan perilaku adauchi (mewujudkan balas dendam tuan) yang sering dilakukan anak buah sebagai tanda pengabdian kepada tuan.

Hal tersebut dilakukan karena dalam tradisi budaya Jepang mengenal konsep Ie. Watsuji dalam Situmorang (1995 : 21) mengatakan, penyebab yang mendorong pengikut dekat dengan tuan melakukan junshi adalah karena di dalam Ie terjadi jalinan hubungan yang erat antara tuan dan pengikut yang telah berlangsung dari generasi ke generasi antara tuan dan anak buah. Karena itu anak buah berpikiran bahwa segala sesuatu yang diterimanya selama hidup merupakan on (budi) dari tuan

(5)

yang harus dibayar dengan chu (penghormatan terhadap tuan), yang diwujudkan dengan giri (balas budi).

Bangsa Jepang mengenal konsep on dalam kehidupannya. On adalah hutang dan harus dibayar kembali. Bangsa Jepang membagi dalam kategori-kategori yang jelas, masing-masing dengan peraturannya yang berlainan, pembayaran kembali on itu, yang jumlahnya dan jangka waktunya tanpa batas dan on mana yang sama secara kuantitatif, serta mana yang harus dibayar pada kesempatan-kesempat khusus. Pembayaran-pembayaran tanpa batas atas hutang ini disebut gimu dan tentang itu mereka mengatakan, “orang tak pernah dapat membayar kembali sepersepuluh dari on ini”. Gimu seseorang mengelompokkan dua jenis kewajiban yang berbeda : pembayaran on kepada orang tua sendiri adalah ko, dan pembayaran kembali on kembali kepada Kaisar adalah chu (Benedict, 1982 : 122).

Selama masa feodalisme konsep chu ditujukan kepada penguasa tertinggi yaitu shogun. Tetapi setelah Restorasi Meiji, terjadi pergerseran chu dari shogun kepada Kaisar. Karena sejak Restorasi Meiji yang menjadi penguasa tertinggi adalah Kaisar. Benedict dalam Situmorang (1995 : 68) menyatakan dalam konsep chu, atasan tertinggi dalam kelompok adalah seseorang kepada siapa orang paling banyak berhutang. Rasa berhutang seseorang bukanlah merupakan kebajikan. Hal ini dimulai pada saat seseorang ini memutuskan dirinya secara aktif menebus hutang tersebut.

Moral pengabdian diri kepada Kaisar tampak dalam peristiwa bunuh diri pilot Kamikaze pada Perang Dunia II. Pada masa ini golongan samurai telah terhapus, tetapi semangat bushido masih ada dalam diri pilot Kamikaze yang melakukan serangan bunuh diri dengan menabrakkan pesawat yang dilengkapi dengan bom seberat 250 kg ke geladak kapal induk musuh.

(6)

Taktik serang bunuh diri yang ekstrim yang dilakukan para pilot Kamikaze dengan semangat loyalitas bushido akan saya bahas dalam penelitian yang berjudul

“ ANALISIS MORAL PENGABDIAN DIRI PILOT KAMIKAZE PADA PERANG DUNIA II ”.

1.2 Perumusan Masalah

Pada tahap awal modernisasi, Jepang berhasil menyamai kedudukannya dengan negara-negara barat. Keberhasilan modernisasi ini membuat Jepang melakukan ekspansi keluar. Dimulai melakukan pendudukan di Cina sampai keterlibatannya dalam sebuah perang besar.

Jepang mengalami kesuksesan dengan menguasai Asia tenggara pada waktu itu. Tetapi keadaan berbalik ketika Amerika berusaha melakukan serangan balasan atas Jepang. Keadaan ini memaksa Jepang membentuk sebuah korps serangan khusus bunuh diri Kamikaze yang begitu mengerikan dan menggemparkan dunia kemiliteran. Ribuan orang menabrakkan pesawatnya ke kapal musuh.

Taktik serangan luar biasa ini berhasil merusak dan menenggelamkan sejumlah kapal musuh. Dengan pendekatan fenomenologis, historis, moral dan semiotik maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Mengapa Jepang menggunakan taktik serangan bunuh diri Kamikaze ?

2. Bagaimana moral pengabdian diri pilot Kamikaze yang diwujudkan dalam serangan bunuh diri pada Perang Dunia II ?

(7)

Dari permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penulis menganggap diperlukan pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan selanjutnya. Hal tersebut dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh dari topik penelitian.

Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahannya yaitu pada hal yang berkaitan dengan morali pengabdian diri pilot Kamikaze sebagai wujud dari kesetiaan terhadap Kaisar dan negara Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Bunuh diri bukanlah sesuatu yang aneh di Jepang. Tindakan menghabisi nyawa sendiri bahkan pernah berkembang sebagai ritual-ritual tertentu dan menjadi tradisi budaya yang dijunjung tinggi. Bunuh diri dilakukan terkait dengan rasa malu atau rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan atau tugas. Bila seseorang merasa sangat bersalah atau menyusahkan orang lain, maka mereka akan sangat mudah melakukan bunuh diri.

Benedict dalam Situmorang (1995 : 64) mengatakan, bahwa masyarakat Jepang berkebudayaan “rasa malu”, berbeda dengan Amerika yang berkebudayaan “rasa takut”. Seorang sosiolog Prancis, Emile Durkheim

a. Altruistic suicide, yaitu bila individu merasa terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat

(8)

dengan suatu kelompok, sehingga ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya, misalnya harakiri di Jepang.

b. Egoistic suicide, yaitu apabila individu tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat karena masyarakat menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian, misalnya orang yang kesepian, tidak menikah dan pengangguran.

c. Anomic suicide, yaitu apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu mengalami krisis identitas, misalnya orang kaya yang mengalami kebangkrutan dalam usahanya.

Tradisi bunuh diri di Jepang berasal dari kaum samurai atau disebut juga dengan bushi. Pada awalnya bushi adalah kelompok bersenjata yang mengabdi kepada tuannya kizoku (Situmorang, 1995 : 11). Sebagai landasan moral para bushi tersebut, maka terbentuk suatu aturan yang dipegang para samurai atau bushi yang disebut dengan bushido.

Menurut Kawakami dalam Bellah (1985 : 121) bushido atau jalan hidup bushi pada awalnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan praktis para prajurit. Selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral konfusius tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga sebagai landasan moral nasional. Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas.

Bushido mengandung keharusan seorang samurai untuk senantiasa memperhatikan : (1) kejujuran (rectitude), (2) keberanian, (3) kemurahan hati, (4) kesopanan, (5) kesungguhan (sincerity), (6) kehormatan atau harga diri (honour), dan (7) kesetiaan (loyalty) (Suryohadiprojo, 1982 : 49).

(9)

Semangat pengabdian diri dalam bushido yang lahir pada masa feodalisme, masih tampak jelas dalam aksi serangan bunuh diri pilot Jepang pada perang dunia II. Para pilot Jepang yang melakukan serangan bunuh diri dengan menabrakkan pesawat mereka ke kapal-kapal perang musuh disebut dengan Kamikaze.

Kamikaze adalah angin dewata yang menyelamatkan Jepang dalam abad ke 13 dari serangan Jenghis Khan, ketika angin itu memberaikan dan membalikkan perahu-perahunya (Benedict, 1982 : 31).

Dalam masa perang dunia II, Kamikaze merupakan semacam kesetiaan tertinggi pada Kaisar Jepang, sosok agung yang diyakini oleh bangsa Jepang sebagai keturunan dewa matahari (Baskara, 2008 : 5).

Walaupun selama ratusan tahun kode etik ksatria (bushido) menekankan pentingnya kesediaan untuk mati setiap saat telah mengatur perilaku para samurai, prinsip serupa juga diadopsi oleh para pedagang petani dan seniman. Nilai utamanya adalah loyalitas mutlak kepada Kaisar, para atasan lainnya dan seluruh rakyat Jepang. Jadi pengenalan prinsip Kamikaze tidak terlalu mengejutkan bagi bangsa Jepang jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa barat (Pineau, 2008 : 292).

b. Kerangka Teori

Dalam uraian tentang dasar teori, Bogdan dan Biklen menggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi yang secara logis dianut bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan cara penelitian. Dalam suatu penelitian, apakah dinyatakan secara eksplisit atau tidak, biasanya orientasi teoretis tertentu mengarahkan pelaksanaan penelitian itu. Peneliti yang baik menyadari dasar teoretisnya dan memanfaatkannya dalam

(10)

pengumpulan dan analisis data. Teori membantu menghubungkannya dengan data. (Moleong, 1994 : 8).

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan fenomenologis yang menekankan pada rasionalitas dan realitas budaya yang ada serta berusaha memahami budaya melalui pandangan pemilik budaya (pelakunya). Moleong (1994 : 9) mengatakan peneliti dalam pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitanya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku orang.

Oleh karena itu pendekatan fenomenologis digunakan untuk menafsirkan fenomena atau gejala yang ditemuka n dalam aksi serangan bunuh diri pilot Kamikaze Jepang pada Perang Dunia II. Analisis data dilakukan dengan menafsirkan fenomena budaya bunuh diri dari sudut pandang pelaku budaya tersebut.

Penelitian juga dapat dilihat dari perspektif serta waktu terjadinya fenomena-fenomena yang diselidiki. Fenomena yang terjadi pada objek penelitian ini memiliki aspek historis atau sejarah di dalamnya. Karena bunuh diri yang dilakukan pilot Kamikaze Jepang merupakan salah satu budaya yang telah ada sejak zaman feodalisme di Jepang. Kartodirjo dalam Kaelan (2005 : 61) mengatakan bahwa ilmu sejarah adalah ilmu yang membahas peristiwa di masa lampau, yang mengungkapkan fakta mengenai apa, kapan dan di mana, serta juga menerangkan bagaimana sesuatu itu terjadi beserta sebab akibatnya.

Jepang merupakan negara yang selalu berusaha untuk memelihara dan mempertahankan tradisi budaya bangsanya. Salah satunya adalah nilai bushido. Tsunetomo dalam Situmorang (1995 : 21), ciri khas bushido pada umumnya berupa

(11)

moral pengabdian diri yang bersifat zettai teki (mutlak) pada masing-masing tuannya di daerah.

Tradisi bunuh diri di Jepang lahir pada zaman feodalisme, yang pada awalnya dilakukan oleh golongan ksatria Jepang atau dikenal dengan istilah bushi. Golongan bushi memiliki prinsip atau jalan hidup yang disebut dengan bushido yang mengajarkan ajaran moral bagi para bushi. Salah satu ajaran moralnya adalah sikap kesetiaan atau loyalitas kepada tuan. Moral kesetiaan ini juga ditunjukkan oleh para pilot Jepang yang melakukan serangan bunuh diri.

Walaupun ketika dilakukannya modernisasi Jepang golongan bushi telah terhapus, nilai-nilai ajaran moral bushi masih tetap diterapkan. Fenomena yang sangat khas pada fase modernisasi Jepang adalah aksi serangan bunuh diri pilot Jepang. Hal tersebut merupakan sebuah bentuk pengabdian yang ditujukan untuk Kaisar dan negara Jepang.

Serangan bunuh diri Kamikaze ini merupakan sebuah gagasan yang dimunculkan oleh Laksamana Madya Takijiro Onishi. Karena taktik serangan konvensional tidak mampu untuk menghadang serangan Amerika. Para pilot rela mati untuk menjalankan tugas dan tidak ada rasa takut dan keluhan dari mereka. Seperti kutipan dari surat terakhir Letnan Dua (Laut) Heiichi Okabe salah satu pilot Kamikaze (Pineau, 2008 : 290) :

Apakah tugas hari ini? Untuk bertempur Apakah tugas esok hari? Untuk menang Apakah tugas sehari-sehari? Untuk mati

Dari uraian di atas dipergunakanlah teori semiotik untuk menganalisis data. Hoed dalam Nurgiyantoro (1998 : 40) mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu atau

(12)

metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni, : sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita.

Selain menggunakan teori semiotik, penelitian ini juga menggunakan teori otonomi moral dari Immanuel Kant. Suseno dalam Nelvita (2007 : 9) menyatakan sikap moral yang sebenarnya adalah sikap otonom (dari kata Yunani, autos, sendiri). Otonomi moral berarti manusia menaati kewajibannya karena dia sendiri sadar. Jadi dalam memenuhi kewajibannya ia sebenarnya taat pada dirinya sendiri. Otonomi moral tidak berarti bahwa manusia menolak untuk menerima hukum yang dipasang orang lain, melainkan bahwa ketaatan kalau memang dituntut dilaksanakan karena manusia itu sendiri insaf. Inti penghayatan moralitas adalah bahwa manusia melakukan kewajiban bukan karena dibebankan dari luar, melainkan karena manusia itu sendiri menyadarinya sebagai sesuatu yang bernilai dan sebagai tanggung jawab.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan penelitan

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan latar belakang penggunaan taktik serangan bunuh diri pilot Kamikaze.

2. Mendeskripsikan sikap moralitas pengabdian yang terdapat dalam diri pilot Kamikaze.

(13)

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu baik penulis maupun pembaca, diantaranya :

1. Bagi para peneliti yang ingin mempelajari mengenai salah satu sifat golongan bushi yang diwarisi kepada pilot Kamikaze yaitu moral pengabdian diri.

2. Sebagai sumber tambahan dalam penelitian sejarah Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian, tentulah dibutuhkan suatu metode sebagai penunjang mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif dalam ruang lingkup historis. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30) bahwa, penelitian yang bersifat deskriptif yaitu yang memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data.

Kartodirdjo dalam Kaelan (2005 : 91) mengatakan metode deskriptif historis adalah untuk melukiskan, menjelaskan dan menerangkan fakta sejarah. Metode deskriptif berupaya untuk melukiskan peta sejarah, yaitu menyangkut tentang apa, siapa, kapan, bagaimana dan di mana peristiwa sejarah itu terjadi.

(14)

Metode sejarah menggunakan catatan observasi atau pengamatan yang dilakukan orang lain, yang tidak dapat diulang-ulang. (Kaelan, 2005 : 60).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku “Kisah Para Pilot Kamikaze : Pasukan Udara Berani Mati Jepang Pada Perang Dunia II” yang diterbitkan oleh Komunitas Bambu. Buku merupakan sebuah catatan observasi yang dilakukan oleh orang yang bergabung bersama Pasukan Serangan Khusus Angkatan Laut Jepang (Korps Kamikaze). Kolonel (Laut) Rikihie Inoguchi yang bertugas sebagai wakil pribadi komandan di bidang operasi dan Letnan Kolonel Tadashi Nakajima yang bertugas sebagai perwira operasi penerbangan bagi unit bunuh diri yang ada di Filipina, Formosa dan kepulauan Jepang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research) yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku dan referensi yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Data yang diperoleh dari berbagai referensi tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.

Dalam memecahkan permasalahan penelitian ini, penulis mengumpulkan keseluruhan data yang ada yang berupa data tulisan. Data ini dapat berupa buku-buku, artikel, informasi baik dari media elektronik maupun tulisan, selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Progarm Studi Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di Medan, serta website atau situs-situs yang menunjang dalam proses pengumpulan data-data dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Diagram konteks tersebut menggambarkan bahwa entitas pengelola, aliran data menunjukan bahwa Pengelolamengubah kata kunci, menginput Data kios dan los, penyewa, transaksi,

• Memberikan feedback dengan cara yang positif kepada anggota kelompok lain • Merespon dengan baik permintaan/request dari anggota kelompok lain • Mampu bekerja •

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, BAN-PT melakukan akreditasi bagi semua program studi dari semua institusi perguruan tinggi di seluruh

Adapun beberapa implikasi yang dari epenelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Peneliti di masa depan dapat menggunakan penelitian ini untuk menyelesaikan

Hasilnya: Prinsip Pansubyektifitas Whitehead, Wahdat al-wujud (makhluk) Mulla Shadra, dan Kesatuan ego (individu) Iqbal hendaknya dapat menjadi dasar untuk menumbuhkan

Dari beberapa pengujian yang dilakukan sebelumnya dalam penelitian, maka ada data yang mengenai pengujian sistem buka tutup pemberian pakan dan dari

1 Shock index (SI) telah dibuktikan berguna untuk mendiagnosis awal hipovolemia akut pada pengukuran tekanan darah dan nadi yang normal dan digunakan sebagai

Amonium yang terbentuk dari amoninifikasi nitrogen dapat diubah menjadi N-NO 3 - melalui nitrifikasi, atau diserap oleh tanaman, atau digunakan langsung oleh