PENERAPAN EMPAT PRINSIP PENDIDIKAN UNESCO
DI SMA ISLAM PLUS BINA INSANI
KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ELFA RAHMAH AGUSTIN NIM. 11114101
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
سانلل مهعفنأ سانلا ريخ
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi
ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapak dan ibuku tersayang, Ahmadi dan Siti Baroroh yang selalu membimbingku, memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam
kehidupanku.
2. Saudara kandungku adik Anni Nadia Husna dan Kanza Aqila Azki atas
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta hidayah- Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana
beliau satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang seperti ini yakni dengan ajarannya agama Islam. Skripsi ini berjudul Penerapan Empat Prinsip Pendidikan
Unesco di SMA Islam Plus Bina Insani Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
Tahun 2018. Topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini bertujuan untuk
menerapkan konsep empat prinsip pendidikan dalam lembaga pendidikan islam berbasis pesantren.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Bapak Suwardi, M.Pd.
4. Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan dengan ikhlas dan kebijaksanaan meluangkan
waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Ibu Dra.Siti Farikhah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberi dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta
karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
7. Kepada K. Muhsoni selaku Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insani Desa Baran Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
8. Kepada Muhammad Munzaini,S.Ag,M.Pd.I selaku kepala sekolah SMA Islam
Plus Bina Insani Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang beserta staf dan jajarannya.
9. Sahabat-sahabat seperjuanganku Alfi, Aulina, Ririn, Asalia, Lalas, Maimun, Rangga, Faizal, Gus Alip, Ahsin, Ulil, Latif, Burhan, Malika, Sinyo, Dany, Hikmah, Piah, Ariij yang selalu memberikan motivasi kepadaku, somoga
sukses serta diberi kelancaran dalam menyelesaikan skripsi
10.Sahabat-sahabat rumah kedua ku Desi, Upik, Anik, Hana, Sholikhatul, Qisma,
Ambar, Desi yang selalu menemani dan senantiasa memotivasi dalam keadaan apapun, semoga selalu dalam lindungan Allah
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15
A. Landasan Teori ... 15
2. Empat Prinsip Pendidikan UNESCO ... 15
3. Kajian Peneliti Terdahulu... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
C. Sumber Data ... 26
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 26
E. Analisis Data ... 28
F. Pengecekan Keabsahan Data ... 30
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ... 33
A. Paparan Data ... 33
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian SMA Islam Plus Bina Insani Susukan ... 33
a. Sejaran Singkat SMA Islam Plus Bina Insani Susukam ... 33
b. Identitas dan Data Tanah ... 37
c. Visi dan Misi SMA Islam Plus Bina Insani Susukan ... 37
d. Struktur Manajemen Sekolah ... 39
e. Keadaan Siswa, Guru, dan Karyawan ... 39
f. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 42
2. Hasil Penelitian ... 43
a. Faktor pendukung dan penghambat penerapan empat prinsip
pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani...46
B. Analisis Data ... 54
a. Penerapan Empat Prinsip Pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan ... 54
b. Faktor Penghambat Dan Faktor Pendukung Penerapan Empat Prinsip Pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani ... 58
BAB V PENUTUP ... 62
Kesimpulan ... 62
Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
1. Tabel 4.1 Identitas Sekolah
2. Tabel 4.2 Jumlah Siswa Tahun Pelajaran 2017/2018
3. Tabel 4.3 Daftar Guru SMA Islam Bina Insani 4. Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana
5. Lampiran Pedoman Wawancara
6. Lampiran Catatan Lapangan (Field Note)
7. Lampiran Dokumentasi
8. Lampiran Struktur Manajemen Sekolah 9. Lampiran Surat Permohonan Izin Penelitian 10.Lampiran Surat Keterangan Penelitian
11.Lampiran Surat Pembimbing Skripsi 12.Lampiran Lembar Konsultasi Penelitian
ABSTRAK
Agustin, Elfa Rahmah 2018. Penerapan Empat Prinsip Pendidikan Unesco di SMA Islam Plus Bina Insani Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Tahun 2018. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.
Kata Kunci : Empat Prinsip Pendidikan UNESCO
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan. Kedua, apa faktor pendukung dan penghambat penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, metode wawancara, metode dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah lembaga pendidikan SMA Islam Plus Bina Insani Susukan. Sedangkan teknik analisis data dilakukan dengan klarifikasi data, penyaringan data dan penyimpulan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah rangkaian kegiatan-kegiatan manusia tertuju
terhadap manusia muda sebagai sesama secara bertanggungjawab, dalam situasi pergaulan dan kebersamaan, tempat upaya memengaruhi dilakukan dengan penghargaan dan pendekatan pribadi. Dalam bahasa Inggris, untuk
istilah pendidikan menggunakan perkataan “education”. Itu adalah kata benda ataupun hal-aktif yang terkait erat dengan perkataan bahasa Latin “educere”, yang berarti “mengeluarkan atau melahirkan sesuatu kemampuan”; “education/educating” berarti membimbing dalam
pergaulan untuk mewujudkan suatu kemampuan yang terpendam atau
tersimpan dalam diri anak (Waini Rasyidin 2014:17). Dalam hal ini pendidikan sangat penting untuk dipelajari tidak hanya itu pendidikan juga
dapat diartikan sebagai sarana untuk mengasah kemampuan manusia yang secara fitrahnya sudah dianugerahkan oleh tuhan sebuah akal pikiran yang mana hal itu harus dikembangkan oleh pemiliknya yaitu manusia itu
sendiri.
Istilah pendidikan makin dihubungkan dengan pendikan secara
formal di lingkungan sekolah dengan alasan bahwa di kelembagaan sekolah tempatnya anak dididik oleh para pakar yang khusus terlebih
mendidik anak telah bermula sejak usia pasca dini awal) sehingga kegiatan-kegiatan pendidikan senantiasa mencangkup program yang lebih
luas daripada persekolahan (formal). Sedangkan persekolahan bagi pedagogik merupakan lingkungan khusus secara formal tempat terjadinya
pendidikan anak, pendidikan masa remaja dan andolens dengan berkesinambungan (di luar lingkungan keluarga, pendidikan pra sekolah, pendidikan nonformal, pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak
dalam lingkungan masyarakat kecil/komunitas dan masyarakat luas). (Waini Raisyidin, 2014:18). Keluarga merupakan pendidikan pertama
yang diterima oleh anak sebelum menerima pendidikan lainnya melalui lembaga pendidikan sekolah. Dalam hal ini keluarga sangat berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak bukan hanya dalam
biologisnya saja namun juga dalam hal psikologis. Pada usia dini anak akan dengan mudah menerima pembelajaran dari keluarga mereka dengan
baik, dalam hal ini anak akan mendapat pembelajaran berupa pendidikan karakter yang merupakan pendidikan mengenai nilai-nilai etika yang inti. Kemudian anak juga akan mendapat pembelajaran mengenai pendidikan
religi atau agama yang mana disini anak akan mengetahui apa paham yang mereka anut, di sini anak akan tahu siapa tuhan mereka.
Tuhan dalam falsafah, atau dalam ide manusia, merupakan imaginasi manusia, karena Tuhan disifati sesuai dengan citra manusia. Hal
citra manusia, karena manusia adalah makhluk dan setiap makhluk adalah baru, sedangkan Allah bukan dzat yang baru, tapi kodim (mukhalafatul lil
hawadits). Dalam hal ini citra Tuhan yang dikhayalkan oleh manusia, cenderung akan dibumbui dan dicampuri oleh sifat-sifat yang didasarkan
kepada pengalaman dan akal manusia, sehingga Tuhan bersifat
antropomorfis, karena manusia itu sendiri antroposentris. Hal tersebut dilukiskan dalam peristiwa teguran Nabi Ibrahim AS kepada ayahnya yang
menjadikan berhala sebagai Tuhan, bahkan hal tersebut dilukiskan pula dalam berbagai peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim AS mencari
Tuhan (Zakiah Darajat, 1987:18). Antropomosfis merupakan kiasan (mutasyabihat) dan dapat ditakwilkan secara rasional dengan penjelasan ynag kritis. Istilah mutasyabihat masalah yang bermakna ganda atau abigu
terdapat pada Q.S Ali Imran : 7, yang diperlawankan dengan istilah
muhkamat ayat-ayat yang jelas hukumnya. Di pihak lain Hadis
menghindari takwil dan mengatakan pomorfis “tanpa bertanya bagaimana
(bila kayfa) (Syah Waliyullah, 1996:271). Antroposentris (Human
Centered Approch) aliran ini berpendapat bahwa nilai-nilai lingkungan bukanlah hanya merupakan produk dari preferensi manusia atau merupakan bidang yang harus mengutamakan manusia di atas
pertimbangan alam dan lingkungan. Etika antroposentris yang lebih menitikberatkan pada peranan manusia sudah cukup untuk menyelesaikan
Pendidikan islam ialah satu proses penyampaian informasi (berkomunikasi) yang kemudian diserap oleh masing-masing pribadi
(internalisasi), sehingga menjiwai cara berfikir, bersikap dan bertindak (individuasi) baik untuk dirinya sendiri maupun hubungannya dengan
Allah (ibadah) dan hubungannya dengan manusia lain atau masyarakat (sosiolisasi) serta makhluk lain dalam alam semesta maupun lingkkungannya (mu’amalah ma’al makhluk atau culturilisasi civiliasi) dalam kedudukannya sebagai:
1. Hamba Allah atau
2. Khalifah Allah di bumi atau
3. Cendekiawan, ulam pelanjut para Nabi.
Jadi pendidikan islam adalah suatu proses pembentukan pribadi
(akhlak -pribadi) maupun masyarakat muslim (culturalisasi-civilisasi). Usaha pendidikan adalah suatu proses penanaman benih baru atau
suatu tranformasi dan pengembangan bakat serta kemampuan seseorang memalui proses psikologis yaitu suatu proses yang dikembangkan dengan mengisi bagian-bagian dari otak (benak) manusia dengan
masukan-masukan atau rangsangan yang menimbulkan impulsi kognitif, afektif, dan motorik (Zakiah Darajat, 1987:126).
Usaha pendidikan yang telah berjalan berabad-abad selain telah memiliki hasil yang mana telah kita nikmati berbagai macamnya juga
seiring berjalannya waktu pendidikan juga perlu mengadakan penyesuaian terhadap tuntutan baru yang ada pada zaman itu.
Dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas mutu
pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pedidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang
dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah
yang diharapkan dapat bersama-sama turut berpartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.
Sebagai usaha meningkatkan mutu pendidikan maka perlu adanya
suatu pondasi yang kuat untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Fenomena pendidikan yang sering kita lihat baik melalui media elektronik
maupun media cetak, merupakan dampak dari diabaikannya pondasi-pondasi pendidikan. Sehingga sampai dengan sekarang Sumber Daya Manusia di negara kita sendiri belum bisa dikategorikan berkualitas.
Masalah demi masalah yang timbul membuat para orang tua khawatir dengan hasil akhir pendidikan. Salah satu pondasi yang digagas oleh
UNESCO yang sering kita sebut sebagai empat pilar pendidikan, yakni (1) Learning to know, bukan sekadar mempelajari materi pembelajaran, tetapi
kreativitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara profesional, dan siap menghadapi situasi yang senantiasa berubah; (3)
Learning to be, pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, kesadaran estetik, disiplin, dan
bertanggung jawab; serta (4) Learning to live together, pemahaman hidup selaas dan seimbang, baik secara nasional maupun internasional dengan menghormatinilai-nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan. Kemudian dalam
hal ini pendidikan islam juga mempunyai peran yang penting dalam membentuk pondasi pendidikan yang ada di negara kita. Dalam hal ini
lembaga pendidikan berbasis pesanten seperti pada SMA Islam Plus Bina Insani secara tidak langsung mengandung prinsip-prinsip pendidikan tersebut dalam kegiatan belajar-mengajarnya serta dalam kegiatan
sehari-harinya karena SMA Islam Plus Bina Insani ini merupakan sekolah
boarding school yaitu sekolah berbasis pesantren.
Berdasarkan latar belakang diatas pilar merupakan sebuah dasar atau prinsip yang menjadikan penulis ingin mengeksplorasi lebih mendalam mengenai prinsip-prinsip pendidikan yang akan menjadikan
pendidikan di negara kita semakin berkualitas, yang akan dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “PENERAPAN EMPAT PRINSIP
PENDIDIKAN UNESCO DI SMA ISLAM PLUS BINA INSANI KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis memfokuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat penerapan empat prinsip
pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani? C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendiskripsikan bagaimana penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut 1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan bagi pembaca tentang karya-karya sastra. b. Menambah dan memperkaya keilmuan media sebagai sarana
pendidikan.
c. Bagi peminat sastra pada umumnya diharapkan akan lebih mudah
2. Manfaat Praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui
penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani.
b. Bagi lembaga pendidikan dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah.
c. Bagi pendidikan dapat menjadi inovasi dalam meningkatkan
kualitas proses pembelajaran selanjutnya meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Bagi siswa dapat menambah pengalaman baru dalam pembelajaran sehingga dapat menambah motivasi dan prestasi belajar siswa. E. Penegasan Istilah
Dalam pembahasan penelitian ini, penulis telaah pustaka dalam sejumlah penelitian sebelumnya dan buku-buku yang berkaitan dengan
tema tersebut. Serta untuk menghindari timbulnya berbagai interprestatasi dan membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian maka perlu dijelaskan beberapa pengertian yang terkandung dalam judul skripsi
diatas, yaitu: 1. Penerapan
Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun
disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi :
a. Adanya program yang dilaksanakan
b. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
c. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun
pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45). 2. Empat Prinsip Pendidikan UNESCO
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United
Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya. Dalam
uraiannya yang bertajuk Learning: Treasure Within (1996:85-89) menetapkan The four pillars education (empat pilar pendidikan) sebagai landasan pendidikan pada era global, sebagai berikut: (1)
Learning to know, bukan sekadar mempelajari materi pembelajaran, tetapi lebih penting adalah mengenal cara memahami dan
mengkomunikasikannya; (2) Learning to do, menumbuhkan semangat kreativitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara
kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, kesadaran estetik, disiplin, dan bertanggung jawab; serta (4) Learning to live together,
pemahaman hidup selaras dan seimbang, baik secara nasional maupun internasional dengan menghormati nilai-nilai spiritual dan tradisi
kebhinekaan (Darmadi, 2018:9).
Keempat prinsip tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di Indonesia. Adapun empat prinsip
tersebut adalah sebagai berikut: a. Learning to Know
Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat
learning how to learn, artinya peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adalah proses belajar. Hal ini sesuai pendapat Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono (2004: 128) yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pada prinsip pertama ini anak diajarkan untuk belajar mengatahui, tidak
hanya materi pembelajaran yang wajib ia ketahui tetapi hal-hal baik lain yang dapat mengembangkan kemampuannya juga. Hal ini
b. Learning to do
Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard skill dan
soft skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan
merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari
produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan
soft skill dan hard skill.
Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan
dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan
atau apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin, maka untuk memahami dan mengerti tentang disiplin itu,
anak harus belajar untuk melakukan sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak menjadi tahu dan
faham tentang pentingnya sikap disiplin.
Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang
pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial, kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang.
c. Learning to be
Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat,
perkembangan fisik, kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi
siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal
ini sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih
manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
Prinsip ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan
melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan. d. Learning to live together
Prinsip terakhir artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari kelompok
masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan
Pada prinsip keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan
di sekolah. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan sebagai
bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain
dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
F. Sistematika Penelitian
Sitematika penulisan sekripsi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar
berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan
persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.
Bagian inti dari penelitian ini, peneliti menyusun kedalam lima bab
dengan rincian sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan terdiri dari: latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sitematika
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai empat prinsip
pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini terdiri dari jenis penelitian, lokasi dan waku penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan data.
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai:
penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani dan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menenerapan kan empat prinsip
pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani
BAB V PENUTUP
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Penerapan
Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan (Ali,
1995:1044). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara
individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi :
b. Adanya program yang dilaksanakan
c. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
d. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45).
2. Empat Prinsip Pendidikan UNESCO
Dalam kamus umum, prinsip adalah tiang penyangga suatu
bangunan atau penguat dari beton dan sebagainya, juga sekaligus dipakai untuk keindahan atau keserasian, penunjang untuk kegiatan (Zainul Bahri,
Pendidikan adalah aset masa depan dalam membentuk SDM yang berkualitas. Peningkatan SDM perlu ditangani oleh sistem pendidikan
yang baik, pengelola yang profesional, tenaga guru yang bermutu, sarana belajar dan anggaran pendidikan yang cukup. Pendidikan harus dibawa
dalam rangka mengoptimalkan kemampuan peserta didik untuk memiliki sifat kreatif, kritis dan tanggap terhadap masalah kehidupan.
UNESCO sebagai lembaga yang mengurusi masalah pendidikan di
bawah naungan PBB dalam (Sindhunata, 2001:116), mengemukakan keberhasilan pendidikan diukur dari hasil empat pilar pengalaman belajar
(empat buat sendi atau pilar pendidikan dalam rangka pelaksanaan pendidikan untuk masa sekarang dan masa depan) yang diorientasikan pada pencapaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, yakni belajar
mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar menjadi seseorang (learning to be) dan belajar hidup bersama (learning to
live together).
Keempat prinsip tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di Indonesia. Adapun empat prinsip tersebut adalah
sebagai berikut: a. Learning to Know
Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat
sesuai pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 128) yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Pada prinsip pertama ini anak diajarkan untuk belajar mengatahui, tidak hanya materi pembelajaran yang wajib ia ketahui tetapi hal-hal baik lain yang dapat
mengembangkan kemampuannya juga. Hal ini mendorong anak untuk mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Learning to know merupakan landasan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan dapat berkembang dengan baik apabila murid dibekali dengan kemampuan
dasar (membaca, menulis, berbicara, mendengarkan dan berhitung) dengan baik. Dalam hal ini learning to know merupakan suatu proses
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati serta dapat menerapkan cara memperoleh pengetahuan, yang memungkinkan tertanamnya sikap ingin tahu dan selanjutnya menadi
rasa mampu untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Learning to know dilakukan dengan cara memadukan penguasaan terhadap suatu pengetahuan umum yang cukup luas
kecil mata pelajaran (Redja, 1998:518). learning to know ini mengandung prinsip berikut:
1)Diarahkan untuk mampu mengembangkan ilmu dan terobosan teknologi dan merespon sumber informasi baru
2)Memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran 3)Network society
4)Learning to learn dan life long education
b. Learning to do
Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard skill dan soft
skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang
berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari produk pendidikan memang
harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard skill.
Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan hard skill dapat
dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan atau apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah
disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.
Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft skill merupakan istilah yang mengacu pada ciri-ciri
kepribadian, rahmat sosial, kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang.
Learning to do yaitu proses pembelajaran dengan penekanan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu
yang bermakna “Active Learning”. Peserta didik memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi
(information searching and exploring), mengolah dan informasi dan mengambil keputusan (information processing and decision making
skill), serta memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill).
c. Learning to be
Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal:
bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa
diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara
pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
Prinsip ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadipribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan.
d. Learning to live together
Prinsip terakhir artinya menanamkan kesadaran kepada para
peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap untuk dapat hidup
bersama. Dalam uraiannya yang bertajuk Learning The Treasure Within
(Jacques Delors, 1996:37)
By developing an understanding of other people and an appreciation of interdependence - carrying out joint projects and learning to manage conflicts - in a spirit of respect for the values of pluralism, mutual understanding and peace.
Dengan mengembangkan pemahaman tentang orang lain dan terhadap orang lain - melaksanakan proyek-proye kerjasama dan
belajar untuk mengelola konflik, dalam semangat untuk menghormati nilai-nilai pluralisme, saling pengertian dan damai.
Pada prinsip keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling
sekolah. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bekal untuk
mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live
together).
Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa learning to know, ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan
rasional sehingga peserta didik berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memiliki semangat membaca yang tinggi. Learning
to do, aspek yang ingin dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seorang anak didik dalam menyelesaikan problem keseharian. Dengan kata lain pendidikan diarahkan pada how to solve the problem. Learning
to live together, disini pendidikan diarahkan pada pembentukan seorang anak didik yang berkesadaran bahwa kita hidup dalam sebuah dunia global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dengan latar
belakang etnik, agama, dan budaya. Pendidikan akan nilai-nilai semisal perdamaian, penghormatan HAM, pelestarian lingkungan hidup, dan
toleransi, menjadi aspek utama yang mesti menginternal dalam kesadaran learner. Dan learning to be, mengembangkan kepribadian
pendidikan tidak harus mengabaikan aspek apa pun dari potensi seseorang seperti aspek ingatan, logika, estetikia, kemampuan fisik dan
keterampilan berkomunikasi.
Pendidikan Islam pun telah meng-cover semua prinsip-prinsip
pendidikan rekomenasi UNESCO dalam pandangan al-Qur'an dan Hadits sebagai analisis, kesemua prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadits hanya saja tidak tergolong dalam satu
kaidah bulat. Learning to know dengan penjelasan ciri ulul albab yang selalu menggunakan akalnya, learning to do dengan kesinambungan
berkarya (berkerja) setelah usai mengerjakan satu tugas, learning to be
dengan akhlakul karimah dan learning to live together dengan anjuran
saling ta‟aruf (mengenal).
B. Kajian Penelitian Terdahulu
a. Skripsi yang disusun oleh Weni Novalanti Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel Surabaya tahun 2012. Dengan judul Penerapan Pendekatan Empat Pilar Pendidikan pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas X di MAN Rejosari Madiun. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan pendekatan
empat pilar pendidikan UNESCO pada mata pelajaran Fiqih kelas X 2 di MAN Rejosari Madiun dapat dikatakan baik, hal ini sesuai dengan
observasi penulis di kelas X 2 dengan ikut langsung dalam pembelajaran, beberapa macam belajar di dalam pendekatan empat prinsip pendidikan
drill, inkuiri, tanya jawab serta penugasan dan menggunakan pendekatan inkuiri, rasional, fungsional, emosional, pengalaman dan pembiasaan.
b. Jurnal yang disusun oleh Sigit Dwi Laksana Fakultas Agama Islam Universitas Muhamadiyah Ponorogo. Dengan judul Integrasi Empat Pilar
Pendidikan (UNESCO) dan Tiga Pilar Pendidikan Islam. Hasil penellitian menyimpulkan bahwa empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO sangat berkaitan dengan tiga pilar utama pendidikan Islam
yaitu pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah. Kaitan antara kedua prinsip tersebut terletak pada isi kandungan dan makna dari
setiap poin pilar dan juga peran dari pendidikan itu sendiri dalam menerapkan masing-masing pilar pendidikan. Dengan semakin kuatnya pilar pendidikan Islam diharapkan mampu mencetak generasi yang siap
dan mampu menghadapi tantangan di zaman sekarang ini.
c. Jurnal yang disusun oleh Rohman dan Supari Muslim Fakultas Teknik
Universitas Negeri Surabaya tahun 2014. Dengan judul Studi Penerapan Empat Pilar Pendidikan Rekomendasi UNESCO dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada Standar Kompetisi Dasar
Memasang Instalasi Penerangan Listrik Bangunan Sederhada di SMK Negeri 7 Surabaya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perangkat
pembelajaran dinyatakan memiliki kualitas yang baik dan layak untuk diterapkan pada penelitian di SMK Negeri 7 Surabaya, aktivitas siswa
dengan baik, penerapan empat pilar pendidikan rekomendasi UNESCO sangat layak diterapkan karena dapat meningkatkan ketuntasan hasil
belajar.
Berdasarkan penelitian tersebut bahwa penelitian yang penulis
lakukan berbeda dengan penelitian tersebut. Penelitian pertama fokus pada materi pembelajaran yaitu dalam amta pelajaran fiqih di kelas X. Pada penelitian kedua fokus pada penggabungan antara konsep empat
prinsip pendidikan UNESCO dengan prinsip pendidikan islam. Penelitian ketiga fokus pada metode atau perangkat pembelajaran dengan
menggunakan empat prinsip pendidikan rekomendasi UNESCO sebagai model pembelajaran.
Persamaan secara keseluruhan yang peneliti lakukan adalah
terletak pada empat prinsip pendidikan UNESCO dan terletak pada sub materi yang sama yaitu membahas tentang pendidikan.
Perbedaan dengan peneliti lakukan ialah pada tempat yang akan ditelliti, dimana penulis akan meneliti mengenai penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO pada lembaga pendidikan tersebut yang tentunya
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan pendekatan penelitian yang bersifat penelitian
kualitatif, yaitu suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 20005:4). Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada aspek suatu pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dariada melihat
permasalahan untuk penelitian generalisasi dengan menggunakan deskriptif analisis.
Adapun bentuk penelitiannya berbentuk deskriptif yaitu penelitian yang
menggambarkan suatu obyek yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian, pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami sebuah
fakta (understanding) bukan menjelaskan fakta (explaining) (Zaenal Arifin, 2010:15).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Islam Plus Bina Insani Kelurahan Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan
dalam rentang waktu bulan Agustus-September.
Peneliti memilih lokasi SMA Islam Plus Bina Insani karena di sekolah
pendidikan tersebut tidak hanya mempelajari mengenai pelajaran formal saja tetapi juga menerima pelajaran diniyah atau keagamaan.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi :
1. Data utama yakni data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tidakan (Moleong, 2011:157). Kata-kata dan tindakan dapat didapat dari
wawancara atau pengamatan untuk mengetahui penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO dalam lembaga pendidikan tersebut. data utama
penelitian penulis dapatkan dari kepala sekolah, guru-guru, siswa, dan pegawai di SMA Islam Plus Bina Insani.
2. Data kedua atau sekunder yaitu data tambahan yang berasal dari sumber
tertulis yang berkaitan dengan SMA Islam Plus Bina Insani yang berfungsi sebagai penguat data utama. Dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh dari sumber-sumber buku, majalah, artikel, serta data-data lain yang relevan dengan penelitian ini.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.Wawancara
Yaitu suatu bentuk komunikasi verbal yang berarti semacam
19996:113). Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari para responden dalam berbagai situasi dan konteks.
Peneliti mengajukan pertanyaan mengenai fakta, perilaku, pandangan seseorang, dan tindakan yang akan diambil seseorang mengenai suatu
hal. 2.Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan (Arikunto, 1998:234).
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti luas, observasi tidak
hanya sebatas pada pengamatan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Konsep-konsep penting dalam observasi meliputi dimensi situasi sosial, memperoleh akses masuk, diterima oleh komunitas
partisipasi, asas timbal balik, informasi kunci, jangka waktu studi lapangan, peralatan, dan catatan lapangan. hal tersebut merupakan
sesuatu yang harus dipersiapkan oleh peneliti selama penelitian. 3.Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah laporan tertulis tentang suatu
peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut (Burhan Bungin, 2001:133). Pemberian atau
Dokumen yang digunakan meliputi denah lokasi sekolah, profil sekolah, sejarah sekolah, brosur sekolah, foto yang diperoleh oleh
peneliti ketika penelitian berlangsung. E. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian kualitatif menggunakan analisa logika induktif abstraktif yaitu suatu logika yang
bertitik tolak dari khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian yang diperoleh ketika kegiatan
lapangan berlangsung. Pertanyaan khusus tidak lain adalah gejala, fakta, data, informasi dari lapangan dan buku teori (Burhan Bungin, 2001:17). Analisis data merupakan suatu langkah yang penting seletah data terkumpul. Untuk
menganalisis data yang terkumpul peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis data yang telah diperoleh melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penemuan kualitatif merupakan jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik.
Seperti telah disebutkan diatas, penelitian kualitatif tidak terlepas dari penemuan data kuantitatif. Oleh Karena itu dalam penelitian kualitatif, data
yang diperoleh dengan langkah-langkah berikut ini:
1. Menganalisis data lapangan, yaitu analisis yang dikerjakan selama
merupakan hasil wawancara terpimpin dengan guru mata pelajaran fiqih dan kepala sekolah, dipilah-pilah dan difokuskan sesuai dengan fokus
penelitian data tersebut, peneliti mencari data baru.
2. Menganalisis data yang telah terkumpul atau data yang baru diperoleh,
data ini dianalisis dengan cara membandingkan dengan data-data yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analisis
b. Merencanakan tahapan pengumpulan data dengan hasil pengamatan sebelumnya.
c. Menggali sumber-sumber perpustakaan yang relevan selama penelitian berlangsung.
3. Setelah proses pengumpulan data selesai, maka penelitian membuat
laporan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan membuat gambaran (deskripsi) mengenai
situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Adapun tujuan dari metode deskriptif ini adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan
gejala-gejala yang ada.
b. Mengidentifikasi masalah dengan memeriksa data-data yang
memperlihatkan kondisi.
c. Melakukan evaluasi atau (jika mungkin) membuat komparasi selain
1) Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis lapangan. Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan data
dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik.
2) Penyajian data, yaitu mengumpulkan data atau informasi secara
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3) Menarik kesimpulan (Saifudin Azwar, 2004:126). F. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Moleong (1990:320) yang dimaksud dengan keabsahan data
adalah setiap keadaan harus memenuhi: 1. Mendemonstrasikan nilai yang benar
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan
3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan
keputusan-keputusannya.
Dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data menggunakan
teknik sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong yaitu: 1. Ketekunan pengamatan
penelitian sehingga data yang diperlukan dapat diidentifikasikan. Selanjutnya, dapat diperoleh deskripsi-deskripsi yang akurat dalam
proses perincian maupun penyimpulan. 2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sumber yang lain di luar data sebagai pengecekan atau pembanding data. Jadi triangulasi berarti cara terbaaik untuk
menghilangkan perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu pengumpulan data tentang berbagai
kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain triangulasi peneliti dapat me-rechek temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori. Dalam
kaitan ini ada dua metode triangulasi yang digunakan untuk pemeriksaan data, yaitu:
a. Triangulasi metode dan teknik pengumpulan data. Dalam hal ini, metode dan teknik pengambilan data tidak hanya digunakan untuk sekedar mendapatkan data atau menilai keberdaan data, tetapi
juga untuk menentukan keabsahan data.
b. Triangulasi data dengan pengecekan yang dibantu oleh teman
3. Kecukupan referensial
Penyajian data dengan kecukupan referensi dilakukan dengan
membaca dan menelaah sumber-sumber data dan sumber pustaka yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang agar dapat
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1.Gambaran Umum Obyek Penelitian SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
a. Sejarah Singkat SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
Berdasarkan dokumen sekolah diporoleh data mengenai sejarah SMA Islam Plus Bina Insani. SMA Islam Plus BINA
INSANI dibuka pada tahun 2002/2003. Penambahan kata „Plus‟
sejalan dengan program yang disel enggarakan, di samping
menggunakan kurikulum SMA yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang dimodifikasi ditambah dengan paket kesekolahan dan kepesantrenan.
Pondok Pesantren Modern (selanjutnya disingkat PPM) Bina Insani awalnya adalah sebuah pengajian Al-Qur‟an secara
musafahah dilaksanakan setelah shalat maghrib yang diselenggarakan di Masjid Al-Huda Baran. Pengajian itu tadinya diselenggarakan di rumah alm. Bapak Kamsu, sekitar tahun 1965,
karena tidak tertampung lagi, maka dipindahkan ke masjid. Peserta didiknya adalah anak-anak dari lingkungan masjid dan anak-anak
dari warga dusun tetangga. Pengasuhnya, imam dan takmir masjid seperti Bapak Kamsu Abdul Rasyid, Bapak Muhlison, Bapak Uri
Pada tahun 1992 pengajian ini dikembangkan menjadi TPA, Madrasah Diniyah Manarul Huda, dikelola oleh remaja masjid
dengan sistem klasikal. Materi pelajaran dikembangkan dalam kurikulum TKA-TPA, dan kurikulum Madrasah Diniyyah dengan
kegiatan ektrakurikuler, seperti rabana, seni baca Al-Qur‟an,
muchadloroh, dan drum band. Tahun demi tahun menunjukkan peningkatan, baik dari kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas
pada tahun 1997 pernah juara umum lomba Festival Anak Shalih (FASI) tingkat Kab. Semarang dan Kota Salatiga. Dari segi
kuantitas menunujukkan adanya peningkatan dan jumlah santri yang awalnya sekitar 20-an anak hingga mencapai 300 anak. Adapun dari fasilitas sarana dan prasarana lembaga ini menempati
gedung yang dibangun di atas tanah waqaf dari almarhum Bapak Kamsu Abdul Rasyid, Bapak Muhlison dan Bapak Uri Abdul
Rasyid. Pembangunan gedung fisiknya dibangun oleh Haji Umar (sesepuh desa), sedangkan mebelernya dari Bapak Haji Suwandi (tokoh masyarakat) dan keluarga Haji Ahmad Tamin Said Jakarta.
Pada perkembangan berikutnya atas masukan dari para kiai dan tokoh-tokoh masyarakat untuk mendirikan pondok pesantren yang
di dalamnya ada pendidikan formalnya, maka pada tahun 1999 disusun tim perumus dan pendiri pondok pesantren sekaligus
Ide besar pendirian pondok pesantren modern bertujuan untuk membangun dan mencetak insan seutuhnya, calon ilmuwan, dan
ulama` kepesantrenan, keterampilan serta penanaman akhlak Islami, memadukan sistem pendidikan tradisional dan modern
dengan spesialisasi yang jelas dan terarah. PPM Bina Insani didirikan oleh Yayasan Pendidikan Islam Haji Ahmad Tamin Said tahun 1999, diambil dari nama pewakaf (wakif) utama Alm Haji
Ahmad Tamin Said, warga Jakarta, disingkat YPI AHMADINA, yang kemudian didaftarkan pada pejabat pembuat akte Notaris
Hendrati Prasetyosiwi, SH., dengan nomor: 1 tanggal 02 Juni 1999. Di awal rencana pendiriannya, untuk menyusun kurikulum, rencana, serta program kerja pondok, para penggagas dan pendiri
membentuk Tim Sembilan atau yang kami istilahkan dengan Tim Kopeng yang berjumlah sepuluh orang untuk merumuskannya,
yaitu:
1) Dr. H. Zuhroni, M.A., alumnus PTIQ Jakarta, pendidikan terakhir S-3 UIN Jakarta, aktivitas sehari-hari sebagai dosen
tetap Universitas YARSI Jakarta, sebagai penggagas awal, jabatan di PPM Bina Insani menjadi Ketua Umum Yayasan.
2) Drs. KH. Muntaha Azhari, M.A. (alm), alumnus PTIQ Jakarta, jabatan terakhir sebagai Wakil Rektor PTIQ Jakarta, selain
3) K. Muhsoni, praktisi pendidikan pesantren, alumni Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang, selanjutnya sebagai
Pengasuh PPM Bina Insani.
4) Muhammad Munzaini, M.Pd.I., praktisi pendidikan, alumnus
IAIN Walisanga Salatiga dan UNU Surakarta. Selanjutnya sebagai Kepala Sekolah.
5) KH. Sholih Mubin, S.Ag., praktisi pendidikan, mubaligh, dan
tokoh masyarakat.
6) Drs. Mustofa, alumnus IAIN Walisanga Salatiga, praktisi
pendidikan dan LSM.
7) Trijono, S.Pd. tokoh masyarakat dan praktisi pendidikan. 8) M. Islam, praktisi pendidikan.
9) Munjazinul Arif, S.Ag, alumni IAIN Walisongo Salatiga, dan aktivis LSM.
10)Drs. H. Imam Baihaqi, M.A., Dosen IAIN Walisongo Salatiga. Setelah berhasil merumuskan garis besar rencana pendirian pondok dengan ciri dan model yang ditentukan, kami
mengsosialisasikannya kepada berbagai pihak kalangan masyarakat, di antaranya mengundang tokoh-tokoh masyarakat,
para kiai, perangkat desa, dan tokoh-tokoh pendidikan di sekitar lokasi untuk mendapatkan restu dan masukan-masukan konstruktif
Thalibin Jetis: KH Mubarak Thaha, K. Anis Thaha, Kepala Desa Ketapang, kepala-kepala SDN dan MI sekitar, dan lain-lain. Pada
awal berdirinya, jumlah santri hanya 22 orang, tetapi kini telah mengalami kemajuan pesat.
b. Identitas dan Data Tanah SMA Islam Plus Bina Insani Susukan 1) Identitas Sekolah
Nomor Telepon 0298 615145
Email ppmbinsa_99@yahoo.com
Tabel 4.1 jumlah identitas sekolah 2) Data Tanah SMA Islam Plus Bina Insani
Keadaan tanah SMA Islam Plus Bina Insani sepenuhnya milik Yayasan Pendidikan Haji Ahmad Tamin Said seluas 7025 m2. c. Visi dan Misi SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
1) Visi
Mewujudkan Insan yang shalih-shalihah, berprestasi,
mandiri, dan berwawasan lingkungan. 2) Misi
a) Mengkaji, menghayati, dan mengamalkan syariat Islam
b) Memantapkan keimanan dan ketakwaan santri kepada Allah Azza wa Jalla, dan kewajiban membiasakan
menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sekolah dan Pondok pesantren.
c) Mengembangkan sumberdaya manusia yang handal, religius, (tafaqquh fid dīn) mencakup semua aspek kecerdasan.
d) Meningkatkan pelayanan maksimal pada kegiatan pembelajaran dan pengembangan diri.
e) Meningkatkan profesionalisme guru untuk menciptakan budaya mutu secara inovatif dan kreatif.
f) Menerapkan kedisiplinan dalam semua aspek kepada
seluruh warga sekolah/Pondok.
g) Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat guna
melestarikan sekolah yang bersih dan sehat.
h) Menjalin kerjasama antara stakeholder untuk mendapatkan dukungan terhadap program sekolah.
i) Menciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan sebagai wahana bersosialisasi warga
Pondok dengan masyarakat.
j) Menyelenggarakan sistem pendidikan efektif,
k) Mengupayakan pengadaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan fasilitas pendidikan secara optimal.
l) Melaksanakan kegiatan pencapaian ketuntasan dan kompetensi terhadap lulusan, baik keterampilan, sikap
maupun perilaku.
m) Melaksanakan Panca Jiwa Pondok Pesantren: (1) Keikhlasan.
(2) Kesederhanaan. (3) Berdikari.
(4) Ukhuwwah Islamiyyah. (5) Berjiwa Bebas.
d. Struktur Manajemen Sekolah SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
Struktur manajemen sekolah merupakan suatu badan yang didalamnya memuat tugas dan tanggung jawab sekelompuk orang,
dan adanya kerja sama antara satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun struktur manajemen sekolah SMA Islam Plus bina Inani sebagaimana terlampir (lihat
pada lampiran)
e. Keadaan Siswa, Guru, dan Karyawan SMA Islam Plus Bina Insani
Susukan
Jumlah siswa SMA Islam Plus Bina Insani Susukan pada tahun pelajaran 2017/2018 seluruhnya berjumlah 211 orang
siswa.
Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merasa,
siswa kelas 10 ada 4 rombongan belajar, yaitu kelas X IIS 1 ada 23 anak, X IIS 2 ada 26 anak, X MIA 1 ada 23 anak, X MIA 2 ada 23 anak. Untuk kelas XI terdiri dari 3 rombongan
belajar yang terdiri dari XI IPA, XI IPS 1, XI IPS 2. Kelas XII terdiri dari 2 rombongan belajar, XII IPA dan XII IPS.
No Kelas Jumlah
Tabel 4.2 jumlah siswa tahun pelajaran 2017/2018 2) Keadaan guru dan karyawan
SMA Islam Bina Insani Susukan merupakan sekolah berbasis pesantren atau Boarding School yang memiliki 29 orang guru
yang berijazah sarjana dan 6 orang guru mata pelajaran keagamaan, dan 3 orang tenaga administrasi.
No Nama Jabatan Mata Pelajaran Jenjang 1. Achmat Soleh Guru Mapel Fisika S1
Sekolah
3. Ahmad Munif Guru Mapel Seni Budaya S1 4. Asriningrum Guru Mapel Biologi S1 5. Fauzan Ibad Guru Mapel Bahasa Arab S1
8. Kastijah Guru Mapel Pendidikan Kewarganegaraa n (Pkn)
S1
9. Khoirun Ni'mah Guru Mapel Bahasa Inggris S1 10. Lina Rohaeni Guru Mapel Pendidikan
Agama Islam
S1
11. Maskunah Guru Mapel Pendidikan Agama Islam
14. Muh Mujib Guru Mapel Pendidikan Agama Islam
18. Muhdlor Guru Mapel Bahasa Inggris S1
19. Muhsoni Guru Mapel Lainnya Sma /
Sederajat 20. Mustofa Guru Mapel Pendidikan
Agama Islam
S1
21. Musyafak Guru Mapel Pendidikan Agama Islam
S1
22. Nur Iman Guru Mapel Matematika S1 23. Rifqi Lutfi Guru Mapel Pendidikan
Agama Islam
S1
24. Rita Indriyani Tenaga Administrasi Sekolah
Lainnya D3
25. Rizma Rofida Guru Mapel Matematika S1
26. Salimi Guru Mapel Geografi S1
28. Sholihin Guru Mapel Pendidikan Agama Islam
Sma / Sederajat 29. Siti Maesaroh Tenaga
Administrasi Sekolah
Lainnya D3
30. Siti Murtafiah Guru Mapel Pendidikan Agama Islam
34. Sutanto Guru Mapel Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan
S1
35. Totok Haryanto Guru Mapel Bahasa Indonesia
S1
36. Tri Wahyuni Guru Mapel Matematika S1 37. Triyono Guru Mapel Pendidikan
Agama Islam
Tabel 4.3 Daftar Guru SMA Islam Bina Insani
f. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Islam Plus Bina Insani
Susukan
Adapun sarana dan prasarana yang berada di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan yaitu berupa bangunan sekolah yang
digunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar seluruhnya dalam keadaan baik, dan jumlah lokalnya juga memadai sesuai
degan jumlah ruangan belajar.
Keadaan gedung SMA Islam Plus Bina Insani Susukan bisa
dilihat pada tabel dibawah ini:
2. Asrama putri 2 Baik
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana 2.Hasil Penelitian
a. Penerapan Empat Prinsip Pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus
Bina Insani
SMA Islam Bina Insani Susukan merupakan boarding
school yaitu sekolah asrama yang menerapkan konsep empat prinsip pendidikan, meskipun tidak secara teori tetapi secara praktiknya lembaga pendidikan ini telah menerapkan konsep ini.
seperti yang diungkapkan oleh ibu Siti Taqwimah.
“Berkaitan dengan prinsip ini sud ah ada, walaupun belum tertulis tapi pelaksanaannya ada meskipun belum maksimal, ngoten kan.
Bisa melihat maksimal tidaknya kan dengan melihat hasil juga”. (Wawancara hari Rabu, 5 September 2018, pukul 13.26 WIB)
Maka dari itu konsep empat prinsip pendidikan di SMA Islam Bina Insani sudah diterapkan. Yang mana empat prinsip
pendidikan ini merupakan boarding school jadi tidak hanya pelajaran formal saja yang diterima oleh peserta didik, tetapi juga
pelajaran diniyah atau keagamaan yang didapatkan ketika setiap pagi dan sore. Setelah mencari tahu dan mempelajari kemudian
Learning to do, siswa mempraktikkan apa yang telah ia pelajari sebelumnya. Learning to be, dalam hal ini siswa menjadikan ilmu yang dipraktikkannya tadi menjadi sebuah kebiasaan yang baik.
Dengan ini siswa sudah menjadi seseorang yang baik dalam pandangan islam. Kemudian yang terakhir learning to live together
yaitu belajar untuk hidup bersama, pada akhirnya siswa ketika le mbaga pendidikan ini merupakan lembaga berbasis pesantren akan terjun di masyarakat untuk mempraktikkan apa yang telah ia
dapatkan selama belajar pada lembaga tersebut. dalam hal ini siswa akan menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan di
masyarakat tentunya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rifqi Luthfi.
“Kalo disana kan sistemnya jadi kaya’ semacam sekolah tapi ada
Empat prinsip pendidikan dapat dikaitkan dengan pendidikan islam yaitu dalam pandangan al-Qur'an dan Hadits
sebagai analisis, kesemua prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadits hanya saja tidak tergolong dalam satu
kaidah bulat. Learning to know dengan penjelasan ciri ulul albab yang selalu menggunakan akalnya, learning to do dengan kesinambungan berkarya (berkerja) setelah usai mengerjakan satu
tugas, learning to be dengan akhlakul karimah dan learning to live together dengan anjuran saling ta‟aruf (mengenal). Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Asriningrum
“Berbuat sesuatu secara mandiri, kalau di rumah kan
mereka masih dibimbing oleh orang tua jadi mereka betul-betul melakukan oleh sendiri, kemudia belajar untuk menjadi seseorang dengan belajar dari lingkungan yang ada di sekitarnya, kemudian belajar bersama masyarakat di dalam satu pondok ini mereka berarti sudah belajar di bermasyarakat karena mereka sudah hidup dalam satu asrama, satu rombongan, satu kelompok belajar, berarti sudah belajar bermasyarakat, belajar menyesuaikan dengan banyak sifat yang berbeda-beda”. (wawancara pada Rabu, 5 September 2018, pukul 13.57 WIB)
Dengan pernyataan tersebut konsep empat prinsip pendidikan UNESCO jika diterapkan pada lembaga pendidikan
islam dapat berjalan dengan baik karena konsepnya sesuai dengan sistemya. Meskipun belum banyak yang mengetahui konsep empat prinsip pendidikan UNESCO secara teori, namun dalam
Islam mengharuskan setiap umatnya untuk mencari ilmu. Dalam hal ini peserta didik belajar untuk mengetahui atau
menggali ilmu yang diberikan oleh pendidik dengan menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai dengan mata pelajaran dan
karakteristik dari setiap peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Oktavita Sari
“Metodenya ya seperti halaqah misalkan dalam suatu
perkumpulan atau di dalam suatu majlis, itu salah satunya seperti penerapan dalam kegiatan belajar untuk berbicara di depan
umum, seperti extrakurikuler sekolah, latihan berpidato”. (wawancara pada rabu, 5 September 2018, Pukul 12.46 WIB)
Dengan adanya ekstrakurikuler sekolah peserta didik memiliki bekal lebih untuk dapat menjadi output yang lebih
berkualitas yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
b. Faktor pendukung dan penghambat penerapan empat prinsip
pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani
1) Faktor pendukung penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
Setelah melakukan wawancara penulis menggali data mengenai faktor pendukung dalam prosesnya yaitu karena
SMA Islam Plus Bina Insani Susukan merupakan lembaga pendidikan yang berbasis pesantren, dimana peserta didik di lembaga tersebut juga merupakan santri di Pondok Pesantren
pelajaran diniyah atau keagamaan tetap harus mengikuti. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Rifqi Luthfi:
“Ada asramanya, ada pondoknya itu dimanapun berada
itu tujuannya bukan biar pinter, tapi lebih ke akhlaknya, jadi teori-teori itu kan ilmu kemudian dipraktekkan menjadi
kebiasaan, menjadi sifatnya membentuk karakter”. (wawancara pada hari Rabu, 5 September 2018, pukul 17.03 WIB)
Penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan juga bercermin pada sejarah
Bina Insani yang mana dulu merupakan taman belajar
Al-Qur‟an yang kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren
yang di dalamnya terdapat lembaga pendidikan formal dan di
dalamnya tidak hanya terdapat pengetahuan umum saja, tetapi juga pengetahuan mengenai keagamaan.
“Insya allah udah terpenuhi semua apalagi yang prinsip learning to live together, Apalagi sini pondok pesantren dah punya bekal lah bekal untuk bermasyarakat kayak contoh mungkin memandikan mayat, menyolatkan, dsb adatnya sama yang lebih tua, pasti ada lah bedanya yang keluaran dari
pesantren sama yang umum, pasti ada bedanya”. (wawancara pada Rabu, 5 September 2018, Pukul 12.46 WIB)
Dari ungkapat Ibu Oktavita Sari tersebut dapat dikatakan bahwa di Pondok Pesantren Bina Insani Susukan menerapkan
empat prinsip pendidikan UNESCO dengan baik yang akan menjadikan peserta didik menjadi output yang berkuallitas dan
2) Faktor penghambat penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan
Penerapan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan dalam prosesnya tidak luput
dari hambatan atau kendala. Adapun faktor penghambat dalam penerapkan empat prinsip pendidikan UNESCO di SMA Islam Plus Bina Insani Susukan adalah:
a) Beragamnya peserta didik
Setiap peserta didik memiliki karakteristiknya
masing-masing begitu juga dengan peserta didik di SMA Islam Plus Bina Insani dimana peserta didik ada yang memiliki pemahaman yang baik dan ada pula yang
memiliki pemahaman yang kurang baik dalam kegiatan belajar mengajar. Seperti ungkapan Bapak Rifqi Lutfi: “Inputnya tidak tebang pilih jadi yang mau cari ilmu
selama cocok dengan peraturan di bina insani SMA maupun pondoknya, ya jadi ya namanya kemampuan manusia berbeda-beda. Kadang ada yang bisa istilahnya di geber mau diajak lari cepat, kadang ada yang harus nuntun dari awal, ditarik-tarik pun kadang anak-anak belum
mau”. (Wawancara pada Rabu, 5 September 2018, pukul 17.03 WIB)
Setiap peserta didik memiliki sifat dan karakter masing-masing, kecerdasan dan kemampuan yang
kegiatan belajar mengajar mereka cenderung tidak aktif dalam kelas. Dalam hal ini lembaga pendidikan berperan
penting dalam mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Oleh karenanya di SMA Islam Plus Bina Insani
Susukan memiliki beberapa ekstrakurikuler sekolah yang dapat menyalurkan bakat dan minat siswa.
Menghadapi kendala dalam sebuah lembaga
pendidikan memerlukan penanganan khusus terlebih SMA Islam Plus Bina Insani merupakan lembaga pendidikan
berbasis pesantren yang tentu saja memiliki kendala yang dapat dikatakan tidak seperti pada lembaga pendidikan formal pada umumya. Terkait penanganan dalam
menghadapi kendala Ibu Asriningrum memaparkan
“Menangani hal hal seperti itu memang harus ada
penanganan khusus bagi anak-anak yang melakukan. Tidak langsung menutup dengan orang luar, itu tidak. Tapi anaknya yang harus di bina dulu. Menjaga pergaulan dg lingkungan luar. Untuk anak-anak yang kurang baik kita
lakukan pembinaan”. (Wawancara pada Rabu. 5 September 2018, pukul 13.43 WIB)
Seperti yang telah dijelaskan di atas setiap peserta
didik memiliki karakternya masing-masing karenanya ketika peserta didik memiliki masalah atau sejenisnya maka pendidik harus menanganinya dengan penganganan khusus.