• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

2.1. KAJIAN PUSTAKA 2.1.1.Bangkitan Perjalanan

Metode Gravitasi dapat digunakan untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan lokasi lain disekitarnya dan memperkirakan besarnya arus lalu lintas pada suatu ruas jalan tertentu. Metode ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya perjalanan (trip) antara dua tempat (berdasarkan daya tarik masing-masing tempat), banyaknya pemukiman untuk berbagai lokasi tertentu (berdasarkan daya tarik masing-masing pemukiman) dan lain-lain.

Salah satu pengembangan Metode Gravitasi adalah pendekatan model Single Constraint Gravity yang digunakan untuk mendapat gambaran potensi bangkitan dari zona asal. Model ini tidak menggunakan data arus dari satu zona satu ke zona lainnya sehingga hanya mengetahui potensi bangkitan atau tingkat interaksi yang ditimbulkan. Data yang digunakan yaitu data jarak antar zona dan jumlah penduduk di wilayah studi. Rumus yang digunakan adalah :

Pi . Pj Wij = ---

Dij

Keterangan :

Wij = Interaksi yang terjadi

Pi = Jumlah penduduk daerah asal Pj = Jumlah penduduk daerah tujuan Dij = Jarak dari i ke j

Model ini memiliki kelemahan dalam analisis daerah atau kota yang terletak pada variabel yang digunakan sebagai ukuran. Untuk menutupi atau mengurangi kelemahan ini

(2)

II-2 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

maka Model Gravitasi telah banyak dikembangkan dengan memasukan tidak hanya variabel massa, tetapi juga gejala sosial sebagai faktor yang disebut 'bobot'

2.1.2.Bangkitan Lalu Lintas

Penelaahan bangkitan perjalanan merupakan hal penting dalam proses perencanaan transportasi, karena dengan mengetahui bangkitan perjalanan, maka jumlah perjalanan tiap zona pada masa yang akan datang dapat diperkirakan.

1) Definisi bangkitan lalu-lintas

Bangkitan lalu-lintas adalah banyaknya lalu-lintas yang ditimbulkan oleh suatu zone atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu-lintas bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab lalu-lintas adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya (Warpani, 1990: 107).

Setiap bepergian pasti mempunyai asal, yaitu zone yang menghasilkan pelakunya, dan tujuan, yaitu zone yang menghasilkan pelaku bepergian itu. Secara sederhana dapat dianggap bahwa bepergian pada umumnya diawali dari tempat tinggal dan diakhiri di tempat tujuan. Jadi ada dua pembangkit lalu lintas, yaitu tempat sebagai produsen bepergian, dan bukan tempat tinggal sebagai konsumen. Tentu saja ada kebalikan bepergian, selain itu, bepergian dari asal ke tujuan selalu mempunyai lintasan

2) Faktor penentu bangkitan

Ada 10 faktor yang menjadi penentu bangkitan lalu-lintas (Martin, B dalam Warpani, 1990) dan semuanya sangat mempengaruhi volume lalu-lintas serta penggunaan sarana perangkutan yang tersedia. Kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut: (a) Maksud perjalanan, (b) Penghasilan keluarga, (c) Pemilikan kendaraan, (d) Guna lahan di tempat asal, (e) Jarak dari PKK, (f) Jauh perjalanan , (g) Moda perjalanan, (h) Penggunaan kendaraan, (i) Tata guna lahan di tempat tujuan, (j) Waktu.

2.1.3.Tata Guna Lahan

Tata guna lahan suatu kota pada hakikatnya berhubungan erat dengan sistem pergerakan yang ada. Perbaikan akses transportasi akan meningkatkan atraksi/ tarikan kegiatan dan berkembangnya guna lahan kota. Sistem transportasi yang baik akan menjamin pula efektifitas pergerakan antar fungsi dalam kota itu sendiri. Sistem

(3)

II-3 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olah raga, belanja dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik pertokoan, rumah dan lain-lain).

Penggunaan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan diantara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik angkutan udara). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang. Kebutuhkan perjalanan antar guna lahan ini akan menentukan jumlah dan pola perjalanan penduduk kota. Sebagai contoh, besarnya jumlah perjalanan yang terjadi ke pusat perdagangan akan sebanding dengan intensitas kegiatan kawasan perdagangan itu sendiri, baik dilihat dari tingkat pelayanan maupun jenis-jenis kegiatan yang didalamnya. Dengan kata lain, jumlah dan pola perjalanan yang terjadi dalam kota atau dapat disebut dengan pola bangkitan dan tarikan perjalanan tergantung pada dua aspek tata guna lahan :

a. Jenis tata guna lahan (jenis penggunaan lahan).

b. Jumlah aktifitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.

Pergerakan penduduk untuk mencapai satu tempat tujuan tertentu melahirkan apa yang disebut sebagai perjalanan. Karakteristik perjalanan penduduk yang dihasilkan tentu akan berbeda satu sama lain, tergantung dari tujuan perjalanan itu sendiri. Berbagai karakteristik perjalanan yang terjadi (dikenal dengan lalu-lintas) sebenarnya merupakan fungsi dari (Bruton, 1985) :

1. Pola dan perkembangan guna lahan kota dan regional. 2. Karakteristik sosial ekonomi pelaku perjalanan. 3. Sifat dan kemampuan sistem perangkutan yang ada

2.1.4.Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:

 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi.

 Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.

(4)

II-4 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Sumber : Wells, 1975

Gambar 2.1

Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari (atau satu jam) untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan :

 Jenis tata guna lahan

 Jumlah aktifitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut

Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda:

 Jumlah arus lalu lintas

 Jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil, kereta api atau angkutan udara)

 Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi hari dan sore hari, pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari) Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi, seperti contoh di Amerika Serikat (Blacvk, 1978).

 1 ha perumahan menghasilkan 60-70 perjalanan per minggu

 1 ha perkantoran menghasilkan 700 perjalanan per hari

 1 ha tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan perhari Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat aktifitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkannya. Salah satu ukuran intensitas aktifitas sebidang tanah adalah kepadatannya.

(5)

II-5 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan  Definisi Dasar

Beberapa definisi dasar mengenai bangkitan perjalanan :

a. Perjalanan

Pergerakan satu arah dari zona asal ke zona tujuan, termasuk pergerakan berjalan kaki. Berhenti, secara kebetulan tidak dianggap sebagai tujuan perjalanan, meskipun perubahan rute terpaksa dilakukan. Meskipun perjalanan sering diartikan dengan perjalanan pulang dan pergi, dalam ilmu transportasi biasanya analisis keduanya harus dipisahkan.

b. Pergerakan berbasis rumah

Pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan/ atau tujuan) perjalanan tersebut adalah rumah.

c. Pegerakan berbasis bukan rumah

Pergerakan yang baik asal maupun tujuan pergerakan adalah bukan rumah. d. Bangkitan Perjalanan

Digunakan untuk suatu perjalanan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal/ atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah (lihat gambar 2.2)

e. Tarikan Perjalanan

Digunakan untuk suatu perjalanan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal/ atau tujuan bukan rumah atau perjalanan yang tertarik oleh perjalanan berbasis bukan rumah (lihat gambar 2.2)

Gambar 2. 2

(6)

II-6 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan f. Tahapan Bangkitan

Sering digunakan untuk menetapkan besarnya bangkitan perjalanan yang dihasilkan oleh rumah tangga (baik untuk perjalanan berbasis rumah maupun berbasis bukan rumah) pada selang waktu tertentu (per jam atau per hari). Bangkitan perjalanan harus dianalisis secara terpisah dengan tarikan perjalanan. Jadi, tujuan akhir perencanaan tahapan bangkitan perjalanan adalah menaksir setepat mungkin bangkitan dan tarikan perjalanan pada masa sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan perjalanan pada masa mendatang.

Klasifikasi Perjalanan

a. Berdasarkan tujuan perjalanan

Dalam kasus perjalanan berbasis rumah, lima katagori tujuan perjalanan yang sering digunakan adalah :

- Perjalanan ke tempat kerja

- Perjalanan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan)

- Perjalanan ke tempat belanja

- Perjalanan untuk kepentingan sosial, dll

Dua tujuan pergerakan yang pertama (bekerja dan pendidikan disebut sebagai tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap harinya, sedangkan tujuan pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan.

b. Berdasarkan waktu

Pergerakan biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam sibuk dan pada jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. Pergerakan pada selang jam sibuk pagi hari terjadi antara jam 06.00 sampai dengan jam 07.00, untuk jam sibuk pada sore hari terjadi pada waktu antara jam 15.00 sampai dengan jam 17.00. Untuk jam tidak sibuk berlangsung antara jam 08.00 pagi sampai dengan jam 12.00 siang. (Hasil Observasi, 2013)

(7)

II-7 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan c. Berdasarkan jenis orang

Hal ini merupakan salah satu jenis pengelompokkan yang penting karena perilaku perjalanan individu sangat dipengaruhi oleh atribut sosio-ekonomi. Atribut yang dimaksud adalah :

- Tingkat pendapatan : biasanya terdapat tingkat pendapatan di Indonesia yaitu tinggi, menengah dan rendah.

- Tingkat pemilikan kendaraan : biasanya terdapat empat tingkat, yaitu : 0, 1, 2, atau lebih dari 2 (2+) kendaraan per rumah tangga.

- Ukuran dan struktur rumah tangga

Faktor Penentu Bangkitan Lalu Lintas

Ada 10 faktor yang menjadi variabel penentu bangkitan lalu lintas (Martin B, 1966) dan semuanya sangat mempengaruhi volume lalu lintas serta penggunaan sarana transportasi yang tersedia. Kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perjalanan

Merupakan ciri khas sosial suatu perjalanan. Sekelompok orang yang melakukan perjalanan bersama-sama (misalnya dalam satu kendaraan umum) bisa jadi mempunyai satu tujuan yang sama, tetapi maksud mereka mungkin saja berbeda-beda, misalnya ada yang hendak bekerja, belanja, sekolah atau berwisata. Jadi maksud perjalanan merupakan peubah yang tidak sama rata dalam satu kelompok perjalanan.

2. Penghasilan keluarga

Merupakan ciri khas lain yang berhubungan dengan perjalanan seseorang. Penghasilan keluarga berkaitan erat sekali dengan pemilikan kendaraan.

3. Pemilikan kendaraan

Berkaitan dengan perjalan individu (per unit rumah) dan juga dengan kerapatan penduduk, penghasilan keluarga dan jarak dari pusat kota.

4. Guna lahan di tempat asal

Merupakan ciri khas pertama dari serangkaian ciri khas fisik. Karena guna lahan di tempat asal tidak sama, maka peubah ini tidak kontinu, walaupun kerapatan penggunaan lahan bersifat kontinu.

(8)

II-8 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 5. Jarak dari pusat kota

Berkaitan dengan kerapatan penduduk dan kepemilikan kendaraan. 6. Jauh perjalanan

Bergantung pada macam sarana (moda) perjalanan. Faktor ini sangat perlu diperhatikan dalam mengatur peruntukan lahan dan cenderung meminimumkan jarak serta menekan biaya bagi lalu lintas orang maupun kendaraan.

7. Moda perjalanan

Merupakan fungsi dari peubah lain. Setiap moda mempunyai tempat khusus pula dalam transportasi kota serta mempunyai beberapa keuntungan di samping sejumlah kekurangan.

8. Penggunaan kendaraan

Merupakan fungsi tujuan perjalanan, penghasilan, pemilikan kendaraan dan jarak ke pusat kota. Penggunaan kendaraan dinyatakan dengan jumlah (banyaknya) orang per kendaraan.

9. Guna lahan di tempat tujuan

Faktor ini adalah ciri khas fisik yang pada hakikatnya sama saja dengan guna lahan di tempat asal.

10. Waktu

Merupakan peubah kontinu dan memegang peranan penting

Faktor yang mempengaruhi pemodelan bangkitan

Dalam pemodelan bangkitan dan tarikan pergerakan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Bangkitan pergerakan untuk manusia

Faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan pada beberapa kajian yang dilakukan :

- Pendapatan

- Pemilikan kendaraan - Struktur rumah tangga - Ukuran rumah tangga - Nilai lahan

(9)

II-9 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan - Aksebilitas

Empat hal faktor pertama (pendapatan, pemilikan kendaraan, struktur dan ukuran rumah tangga) digunakan pada kajian bangkitan pergerakan, sedangkan nilai lahan dan kepadatan pemukiman hanya sering dipakai untuk kajian tentang zona.

b. Tarikan pergerakan untuk manusia

Faktor yang paling sering digunakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, perkantoran, pertokoan dan pelayanan lainnya. Faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan kerja dan aksesbilitas.

c. Bangkitan dan tarikan pergerakan untuk barang

Pergerakan ini hanya sebagian kecil dari seluruh pergerakan, berkisar antara 20 %, biasanya terjadi di negara industri. Faktor yang berpengaruh adalah jumlah lapangan kerja, jumlah daerah pemasaran, dan total daerah yang ada.

2.1.5. Jalan

Studi pengembangan jalan tentu membutuhkan kajian yang berhubungan dengan jalan. Oleh karena itu, pada sub bab ini akan dibahas berbagai kajian jalan meliputi definisi jalan, kinerja jalan, hubungan volume dan kecepatan serta tingkat pelayanan jalan atau yang biasa disebut Level Of Service (LOS).

2.1.5.1. Definisi Jalan

Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum (Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.43/AJ 007/DRJD/97). Jalan merupakan prasarana perhubungan darat yang didalamnya terdapat bagian-bagian : jalur dengan lajur untuk lalu lintas, persimpangan, ruang parkir, dan perlengkapan jalan seperti : rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, dan fasilitas pendukung termasuk fasilitas pejalan kaki (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993).

Sedangkan pengertian jalan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi

(10)

II-10 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan menurut MKJI 1997 dapat dibagi menjadi 3 yaitu : jalan perkotaan atau semi perkotaan, jalan luar kota, dan jalan bebas hambatan. Jalan perkotaan adalah jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 dan jalan semi perkotaan adalah jalan dengan penduduk kurang dari 100.000 jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

2.1.5.2. Klasifikasi Fungsi Jalan

Jalan sendiri dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Jalan Arteri Primer

Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.3 Kondisi Minimal Ideal

(11)

II-11 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.4 Kondisi Minimal

Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer

2. Jalan Kolektor Primer

Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km per jam. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/ akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.5 Kondisi Minimal Ideal

(12)

II-12 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.6 Kondisi Minimum

Penampang Tipikal Jalan Kolektor Primer

3. Jalan Lokal Primer

Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.7

(13)

II-13 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 4. Jalan Arteri Sekunder

Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

Jalan arteri sekunder menghubungkan :

i. Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. ii. Antar kawasan sekunder kesatu.

iii. Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. iv. Jalan arteri/ kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.

Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.8 Kondisi Minimum

Penampang Tipikal Jalan Arteri Sekunder

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.9 Kondisi Minimum ideal

(14)

II-14 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 5. Jalan Kolektor Sekunder

Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Jalan kolektor sekunder menghubungkan: i. Enter kawasan sekunder kedua.

ii. Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman. Lokasi parkir pada badan jalan-dibatasi. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.10 Kondisi Minimum ideal

Penampang Tipikal Jalan Kolektor Sekunder

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.11 Kondisi Minimum

(15)

II-15 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 6. Jalan Lokal Sekunder

Jalan lokal sekunder menghubungkan:

i. Enter kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya. ii. Kawasan sekunder dengan perumahan.

Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km per jam. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter.

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.12 Kondisi Minimum Ideal

Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder

Sumber : Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan, No.010/TBNKT/1990

Gambar 2.13 Kondisi Minimum

Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder

2.1.5.3. Kinerja Jalan

Dalam menentukan kinerja dari ruas jalan yang diteliti, maka menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, yang meliputi Volume lalu lintas, Kecepatan arus bebas, Kapasitas, Derajat kejenuhan.

(16)

II-16 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan a. Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Dalam MKJI 1997 nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan ringan (LV) termasuk mobil penumpang minibus, pick-up, truk kecil dan

jeep, kendaraan berat (HV) termasuk truk dan bus, dan sepeda motor (MC).

b. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus sama dengan nol (MKJI 1997).

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut :

Dimana :

FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FV0 : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati

FVW : Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF : Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dengan lebar bahu atau jarak kereb penghalang

FFVCS : Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

Berikut akan dijelaskan faktor-faktor untuk menentukan kecepatan arus bebas kendaraan dalam tabel-tabel berikut ini:

(17)

II-17 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Tabel 2.1

Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0)

Tipe Jalan Kecepatan Arus Kendaraan ringan LV Kendaraan berat HV Sepeda motor MC Semua kendaraan (rata-rata) Enam lajur terbagi (6/2 D) atau

Tiga lajur satu arah (3/1)

Empat lajur terbagi (4/2 D) atau Dua lajur satu arah (2/1)

Empat lajur tak terbagi (4/2 UD)

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)

61 57 53 44 52 50 46 40 48 47 43 40 57 55 51 42

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Tabel 2.2

Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalan (FVW) Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc)

M

FVW (km/jam) Empat lajur terbagi atau

Jalan satu arah

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Empat lajur tak terbagi Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Dua lajur tak terbagi Total

5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 6 7

(18)

II-18 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Tabel 2.3

Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping dengan Lebar Bahu (FFVSF)

Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

Lebar bahu efektif rata-rata (Ws) (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 Empat lajur tak terbagi

4/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 Dua lajur tak terbagi

2/2 UD atau Jalan satu arah

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Tabel 2.4

Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping dengan Kereb (FFVSF)

Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan Jarak kereb-penghalang

Jarak kereb-penghalang (Wk) (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 Empat lajur tak terbagi

4/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90

(19)

II-19 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan Tipe jalan Kelas hambatan samping

(SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan Jarak kereb-penghalang

Jarak kereb-penghalang (Wk) (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau Jalan satu arah

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Tabel 2.5

Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVCS)

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 >3,0 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

c. Kapasitas Jalan

Karakteristik jalan yang diperlukan dalam studi pengembangan jaringan jalan adalah volume kendaraan atau kapasitas ruas jalan.

Kapasitas Ruas Jalan menurut MKJI 1997 adalah :

C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam) CO = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Analisa untuk jalan tak terbagi dilakukan pada kedua arah lalu lintas, sedangkan pada jalan terbagi analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas ,

(20)

seolah-II-20 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. Langkah perhitungan dapat dilakukan menggunakan tabel-tabel berikut ini:

1. Kapasitas Dasar (CO)

Kapasitas dasar dapat diperoleh dengan memasukkan nilai pada tabel di berikut :

Tabel 2.6

Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp/jam)

Catatan Empat lajur terbagi atau Jalan satu

arah

1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2000 Total dua arah

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW)

Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas dapat diperoleh dengan memasukkan nilai pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.7

Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas Untuk Jalan Perkotaan (FCW) Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (We)

(m)

FCW Empat lajur terbagi atau Jalan

satu arah Per lajur 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 0.92 0.96 1.00 1.04 1.08

Empat lajur tak terbagi Per lajur

3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 0.91 0.95 1.00 1.05 1.09

(21)

II-21 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (We) (m)

FCW

Dua lajur tak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11 0.56 0.87 1.00 1.14 1.25 1.29 1.34

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

3. Faktor penyesuaian pemisahan arah (FC SP)

Faktor penyesuaian pemisahan arah dapat diperoleh dengan memasukkan nilai pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.8

Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Pemisahan Arah (FC SP)

Pemisahan arah SP % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FC SP Dua-lajur 2/2

1.00 0.97 0.94 0.91 0.88

Empat-lajur 4/2

1.00 0.985 0.97 0.955 0.94

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan sebaiknya digunakan nilai 1.00.

4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FC SF)

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FC SF) dapat diperoleh dengan memasukkan nilai pada tabel di bawah ini :

a. Jalan dengan bahu

Untuk jalan dengan bahu faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dapat ditentukan berdasarkan lebar bahu efektif (WS), dengan nilai seperti pada tabel berikut :

(22)

II-22 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Tabel 2.9

Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FC SF) Tipe jalan Kelas

hambatan samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu (FC SF)

Lebar bahu efektif (WS)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥2.0 4/2 D VL L M H VH 0.96 0.94 0.92 0.88 0.84 0.98 0.97 0.95 0.92 0.88 1.01 1.00 0.98 0.95 0.92 1.03 1.02 1.00 0.98 0.96 4/2 UD VL L M H VH 0.96 0.94 0.92 0.87 0.80 0.99 0.97 0.95 0.91 0.86 1.01 1.00 0.98 0.94 0.90 1.03 1.02 1.00 0.98 0.95 2/2 UD atau Jalan satu Arah VL L M H VH 0.94 0.92 0.89 0.82 0.73 0.96 0.94 0.92 0.86 0.79 0.99 0.97 0.95 0.90 0.85 1.01 1.00 0.98 0.95 0.91

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

b. Jalan dengan kerb

Untuk jalan dengan kerb faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dapat ditentukan berdasarkan jarak : kerb – penghalang (Wg), dengan nilai seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.10

Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FC SF) Tipe jalan Kelas

hambatan samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu (FC SF)

Jarak : kereb – penghalang (Wg)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥2.0 4/2 D VL L M H VH 0.95 0.94 0.91 0.86 0.81 0.97 0.96 0.93 0.89 0.85 0.99 0.98 0.95 0.92 0.88 1.01 1.00 0.98 0.95 0.92 4/2 UD VL L M H VH 0.95 0.93 0.90 0.84 0.77 0.97 0.95 0.92 0.87 0.81 0.99 0.97 0.95 0.90 0.85 1.01 1.00 0.97 0.93 0.90

(23)

II-23 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Tipe jalan Kelas hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu (FC SF)

Jarak : kereb – penghalang (Wg)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥2.0 2/2 UD atau Jalan satu arah VL L M H VH 0.93 0.90 0.86 0.78 0.68 0.95 0.92 0.88 0.81 0.72 0.97 0.95 0.91 0.84 0.77 0.99 0.97 0.94 0.88 0.82

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Sedangkan untuk menentukan kelas hambatan samping dapat dipakai di bawah ini : Tabel 2.11

Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan Kelas hambatan

Samping (SFC) Kode

Jumlah berbobot Kejadian per 200 m

Per jam ( dua sisi )

Kondisi khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman; jalan dengan hambatan samping

Rendah L 100 – 299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan

umum, dsb

Sedang M 300 – 499 Daerah industri; beberapa toko di sisi jalan Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas sisi jalan tinggi Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial; dengan aktivitas pasar di

samping jalan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

c. Jalan enam lajur

Untuk jalan enam lajur faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FC SF untuk jalan empat-lajur pada tabel dengan rumusan sebagai berikut :

FC6. SF = 1 - 0.8 ( 1 – FC4. SF )

Dimana :

FC6. SF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam-lajur

(24)

II-24 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk Ukuran Kota (FC CS)

Faktor penyesuaian kapasitas untuk Ukuran Kota (FC CS) sebagai fungsi dari ukuran kota (jumlah penduduk) dapat dihasilkan dengan memasukkan nilai pada tabel berikut ini :

Tabel 2.12

Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota

Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk Ukuran Kota < 0.1 0.1 - 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 3.0 > 3.0 0.86 0.90 0.94 1.00 1.04

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

6. Menentukan ekivalensi mobil penumpang (emp)

Untuk menentukan ekivalensi mobil penumpang dari kendaraan/jam menjadi smp/jam dengan mengalikan jumlah kendaraan dengan nilai pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.13

Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi Dan Satu-Arah Tipe Jalan :

Jalan satu arah dan Jalan terbagi Arus lalu-lintas per lajur (kend/jam) emp HV MC Dua-lajur satu-arah (2/1) dan Empat-lajur terbagi (4/2D) 0 ≥ 1050 1.3 1.2 0.4 0.25 Tiga-lajur satu-arah (3/1) dan Enam-lajur terbagi (6/2D) 0 ≥ 1100 1.3 1.2 0.40 0.25

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

d. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kerja simpang dan segmen jalan. Nilai Derajat Kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan derajat kejenuhan adalah :

(25)

II-25 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan Dimana :

DS : Derajat kejenuhan

Q : Arus lalu lintas (smp/jam) C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)

2.1.5.4. Hubungan Volume dan Kecepatan

Hubungan mendasar antara volume dan kecepatan adalah dengan bertambahnya volume lalu lintas maka kecepatan rata-rata akan berkurang sampai kepadatan kritis tercapai. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 prinsip dasar analisa kapsitas segmen jalan adalah kecepatan berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus rendah tetapi lebih besar pada arus yang lebih tinggi. Penambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar. Hubungan ini telah ditentukan untuk kondisi “standar” untuk setiap tipe jalan. Kondisi standar mempunyai geometrik standar dan karakteristik lingkungan tertentu. Jika karakteristik jalan “ lebih baik “ dari kondisi standar, maka kapasitas menjadi lebih tinggi dengan kecepatan lebih tinggi pada arus tertentu. Sebaliknya jika karakteristik “ lebih jelek “ dari kondisi standar, maka kapasitas menjadi berkurang dan kecepatan pada arus tertentu lebih rendah.

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Gambar 2.14

Hubungan Kecepatan – Arus untuk Kondisi Standar dan Tidak Standar

Kondisi dasar standar Kondisi “lebih baik”

(26)

II-26 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan 2.1.5.5. Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat pelayanan jalan adalah kemampuan jalan dalam menjalankan fungsinya. Perhitungan tingkat pelayanan jalan ini dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan Level of Service (LOS). LOS merupakan suatu bentuk ukuran kualitatif yang menggambarkan kondisi operasi lalin pada suatu ruas jalan. Dengan kata lain tingkat pelayanan jalan adalah ukuran yang menyatakan kualitas pelayanan yang disediakan oleh suatu jalan dalam kondisi tertentu.

Terdapat dua definisi tentang tingkat pelayanan suatu ruas jalan yaitu (Tamin, 2000 : 46) :

1. Tingkat pelayanan tergantung arus (flow dependent)

Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi/ fasilitas jalan, yang tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas.

2. Tingkat pelayanan tergantung fasilitas (facility dependent)

Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi. Sedangkan jalan yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah.

Tingkat pelayanan jalan dinilai dari hasil perhitungan/perbandingan volume lalin dengan kapasitas jalan (V/C). Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan jalan diindikasikan pada 6 interval. Dimana tingkatan tersebut dilambangkan A, B, C, D, E dan F, dimana tingkat pelayanan jalan paling baik dilambangkan dengan A dan berturut-turut sampai dengan kualitas yang paling rendah hingga F.

Tabel 2.14

Standar Tingkat Pelayanan Jalan (Level Of Service, LOS)

LOS Deskripsi Arus Kecepatan VCR

A Arus bebas bergerak > 50 ≤ 0,40

B Arus stabil, tidak bebas 40-50 ≤ 0,58

C

Arus stabil, kecepatan

terbatas 32-40 ≤ 0,80

D Arus mulai tidak stabil 27-32 ≤ 0,90

(27)

II-27 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

LOS Deskripsi Arus Kecepatan VCR

macet

F Macet, antrian panjang <24 ≤ 1,00

Sumber : - R.J. Salter, Highway Traffic Analysis and design, The Macmillan Press Ltd. 1980

- CBD Traffic Study, UTP Kotamadya Semarang, 1990

Sumber : - R.J. Salter, Highway Traffic Analysis and design, The Macmillan Press Ltd. 1980 - CBD Traffic Study, UTP Kotamadya Semarang, 1990

Gambar 2.15

Grafik Hubungan Level Of Service, Kecepatan dan Volume Maksimum Ruas Jalan

2.1.6. Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas 10 Tahun Kedepan

Prediksi pertumbuhan lalu lintas untuk 10 tahun kedepan dihitung dengan menggunakan model perhitungan, diantaranya Model Pertumbuhan Geometris. Model ini merupakan perhitungan pertumbuhan lalu lintas menggunakan dara bunga (bunga majemuk). Rumus yang digunakan adalah :

Dimana: Pn = jumlah LHR pada tahun ke n Po = jumlah LHR awal Pn = Po ( 1 + r )n Km/ Jam 50 40 30 27 24

(28)

II-28 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan r = tingkat pertumbuhan LHR (%)

n = jumlah tahun pada periode tertentu/selisih tahun

2.2. METODOLOGI

2.2.1 Analisis Prasarana Transportasi

Analisis transportasi mengatur dan menentukan kebutuhan jaringan pergerakan dan fasilitas penunjangnya, menurut struktur zona, blok dan sub blok peruntukan, sehingga tercipta ruang yang lancar, aman, nyaman, dan terpadu, berdasarkan pertimbangan distribusi penduduk, tenaga kerja, daya dukung lahan, daya dukung lingkungan jalan, daya dukung prasarana yang ada.

Tujuan dari analisis ini adalah meneliti tentang kemungkinan pengembangan jaringan jalan sampai ke tingkat jalan lokal, dengan mempertimbangkan jalan yang telah ada atau yang akan direncanakan .

Metode analisis menggunakan analisis deskriptif normatif terhadap kebijakan pengembangan sistem transportasi di Kecamatan Parakan, serta deskriptif kualitatif terhadap kondisi eksisting jaringan jalan dengan kebutuhan pengembangan jaringan jalan dan fasilitas pendukungnya.

Komponen analisis:

a. Analisis level of service jalan yang sudah ada yaitu menganalisis tingkat pelayanan jalan, volume lalu lintas yang ada terhadap kapasitas jalan dikaitkan dengan kecepatan. Level of service dikelompokkan menjadi 5 (lima) yakni:

A Sangat bagus B Bagus C Cukup D Kurang bagus E Macet

(29)

II-29 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

b. Meneliti tingkat bangkitan lalu lintas penumpang dan barang yaitu meneliti bangkitan lalu lintas pada tiap-tiap zona sesuai dengan pembagian zona di Kecamatan Parakan.

c. Meneliti titik-titik kemacetan dan trouble spot lainnya yaitu mengindikasi titik-titik kemacetan dan trouble spot pada ruas jalan di kecamatan. Trouble spot yang dimaksud dalam hal ini seperti lingkungan pasar dan lingkungan sekolah.

d. Meneliti manajemen lalu lintas berupa arahan menentukan titik parkir, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu lalu lintas.

e. Meneliti kemungkinan-kemungkinan dimensi jalan dengan mempertimbangkan volume lalu lintas dan sirkulasinya melalui perhitungan DS (Degree of Saturated)

berupa perbandingan volume dan kapasitas jalan.

2.2.2 Tahapan Penyelesaian

Sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan yaitu : untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas/angkutan jalan, maka perlu dianalisa pemecahannya.

Adapun tahapan penyelesaian dari masalah di atas secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Tahap Identifikasi Data

Pada tahap ini dilakukan identifikasi data yang diperlukan , identifikasi sumber data yang mungkin, persiapan administrasi survey, perencanaan waktu, personil, biaya survey, dan sebagainya. Pemilihan data harus disesuaikan dengan kebutuhan baik yang bersifat kuantitatif maupun kaualitatif.

b. Tahap Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan pengambilan syarat-syarat yang harus dipenuhi dari kondisi eksisting jalan dan volume lalu lintas pada ruas jalan yang bersangkutan. Data-data yang akan diambil survey lapangan juga dapat diperjelas dengan adanya tahap studi literatur.

(30)

II-30 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan c. Tahap Persiapan Survey Lapangan

Tahap ini dilakukan untuk memperlancar jalannya survey lapangan, meliputi : persiapan jadwal kegiatan, alat yang dibutuhkan, administrasi survey, tabel-tabel untuk pencatatan parameter yang dipakai, persiapan personil survey, biaya survey, dan persiapan lain yang mendukung jalannya survey lapangan.

d. Tahap Survey Lapangan

Setelah dilakukan tahap persiapan survey diharapkan akan memperlancar pelaksanaan survey lapangan.

e. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan adalah : - Counter/alat penghitung

- Handycam, untuk menghitung volume dan kecepatan lalu lintas 2 arah - Meteran

- Arloji - Alat tulis

f. Prosedur pelaksanaan survey

Adapun prosedur yang harus dilaksanakan adalah

- Persiapan formulir beserta alat- alat yang akan digunakan - Pelaksanaan sesuai lokasi dan waktu yang ditentukan

- Pelaksanaan perhitungan volume lalu lintas pada lokasi dan waktu yang ditentukan. - Pelaksanaan perhitungan kecepatan lalu lintas

- Hasil survey dikumpulkan untuk diolah

Adapun bagan alir / flow chart dari tahapan pekerjaan beserta analisis penyelesaian masalah dapat dilihat berikut ini :

(31)

II-31 Draft Laporan Akhir

Jasa Konsultan Perencana Studi Pengembangan Jalan Parakan

Sumber : Analisis Penyusun, 2013

Gambar 2.16 Kerangka Pikir

PERMASALAHAN

- Bahu jalan di Kota Parakan sudah berupa perkerasan memperkecil kemungkinan pelebaran jalan

- Fasilitas yang ada belum berfungsi secara maksimal. - Lokasi dan desain yang ada belum memenuhi persyaratan.

IDENTIFIKASI DATA

 DATA SEKUNDER

Kondisi Fisik Jalan, RDTRK, Data Penduduk.  DATA PRIMER

Volume dan Kecepatan Lalu Lintas Jalan

KOMPILASI DATA STUDI LITERATUR

SURVEY LAPANGAN

 Volume Kendaraan (LHR)

 Kecepatan Kendaraan

 Survey Kondisi Fisik Jalan

PERSIAPAN SURVEY LAPANGAN

ANALISIS

Analisa Kapasitas Jalan dan Jaringan Jalan

(32)

II-32 Draft Laporan Akhir

Gambar

Gambar 2.3  Kondisi Minimal Ideal
Gambar 2.4  Kondisi Minimal
Gambar 2.6  Kondisi Minimum
Gambar 2.9  Kondisi Minimum ideal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan sistem pakar deteksi dini resiko HIV/AIDS menggunakan metode Dempster-Shafer ini dapat mengetahui keputusan dari pakar dengan cara menghitung nilai

Penju Penjualan alan prod produk uk koper koperasi asi secara tunai tidak dicatat di buku harian ini dan karena penjualan secara kredit tidak akan secara tunai tidak dicatat di

Perusahaan berusaha untuk mempertahankan pangsa pasarnya dengan cara menentukan strategi kompettitif yang dapat meningkatkan nilai pelanggan Terdapat dua jenis strategi dalam

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi yang berjudul “TINGKAT

6. Bogor via e-mail untuk menutup kegiatan usaha “CV. Harapan Utama Indah”. Sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. Demikian surat ini dibuat dan kami harap segera

Dismutase (SOD), TNF-alfa, dan IL-1 beta pada Sputum dan Serum Iin Noor Chozin, dr, SpP DPP 18 Hubungan Antara Kadar Vitamin D Dengan Ekspresi Cytokin Sel Th 17 Pada.. Pasien

DVR atau Digital Video Recorder merupakan peralatan mutlak dari perkembangan CCTV sekarang, karena fungsinya sebagai spliter (pembagi gambar) di monitor, perekaman,

Dalam tulisan ini aplikasinya adalah pada konstruksi space frame yang bentangnya 114 m, dimana bentuk rangkanya adalah barrel -vault space frame yang mana tinggi puncak adalah