• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKAN NILA BANK INDONESIA BENGKULU UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IKAN NILA BANK INDONESIA BENGKULU UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN

POLA PEMBIAYAAN

KERAMBA JARING APUNG

KERAMBA JARING APUNG

IKAN NILA

IKAN NILA

BANK INDONESIA BENGKULU

DAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BENGKULU

(2)

POLA PEMBIAYAAN

KERAMBA JARING APUNG

IKAN NILA

BANK INDONESIA BENGKULU

DAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BENGKULU

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Buku Pola Pembiayaan Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Nila ini disusun untuk dapat melengkapi buku pola pembiayaan lain, dalam rangka memberikan informasi kepada perbankan tentang usaha ini dan memberikan gambarkan usaha bagi pelaku usaha baru yang akan melakukan usaha sejenis.

Pemilihan komoditas KJA ikan nila didasarkan atas pertimbangan potensi usaha yang masih luas, komoditas unggulan, informasi usaha masih kurang dan pembiayaan perbankan pada usaha ini masih perlu untuk ditingkatkan. Bank Indonesia melakukan bantuan teknis berupa penyediaan informasi pola usaha KJA ikan nila dan bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu untuk mewujudkannya.

Pemanfaatan air deras untuk usaha perikanan darat dengan menggunakan pola KJA ini memberikan nilai lebih berupa:(1) kualitas produk ikan, (2) luasan usaha dalam satu hamparan, (3) perawatan KJA yang lebih efisien. Sebagai produk sumber protein alternatif, oleh karena sumber protein ikan laut masih sangat tergantung pada musim, yang apabila sedang badai jumlah ikan tangkap terbatas dan mendorong kenaikan harga pada produk perikanan.

Terima kasih atas kerjasama dari berbagai pihak, sehingga penulisan buku pola pembiayaan KJA ikan nila ini dapat terselesaikan sesuai jadwal yang ditentukan. Harapan kami semoga buku ini dapat memberikan informasi sesuai yang diharapkan. Puji syukur kita panjatkan

(5)

atas rahmadNya buku ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT meridhoi dan menjadikan apa yang kita lakukan dalam penyusunan buku ini sebagai amal ibadah yang berkah. Akhirnya, segala kritik dan saran kami harapkan, untuk perbaikan dimasa mendatang.

Bengkulu, Desember 2014 Tim Penyusun Pola Pembiayaan KJA Ikan Nila

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. LATAR BELAKANG ... 1 1.2. TUJUAN PENELITIAN... 3 1.3. METODOLOGI PENELITIAN ... 3 a. Kerangka Pemikiran ... 3

b. Data dan Lokasi ... 4

c. Metoda Analisis... 4

BAB II... 7

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN ... 7

2.1. PROFIL USAHA ... 10

2.2. PROFIL PENGUSAHA ... 10

2.3. POLA PEMBIAYAAN ... 13

BAB III... 19

ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI ... 19

3.1. LOKASI USAHA ... 19

3.2. FASILITAS PRODUKSI DAN PERALATAN ... 16

3.3. BAHAN BAKU ... 28

3.4. TENAGA KERJA... 28

3.5. TEKNOLOGI ... 29

3.6. PROSES PRODUKSI ... 30

A. Penebaran Benih Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung... 31

B. Pemeliharaan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung... 31

C. Pengelolaan Panen Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung... 32

3.7. JUMLAH, JENIS, DAN MUTU PRODUKSI ... 32

3.8. PRODUKSI OPTIMUM ... 33

3.9. CRITICAL POINT ... 34

(7)

BAB IV ... 37

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ... 37

4.1. ASPEK PASAR ... 37

4.1.1. Permintaan ... 37

4.1.2. Penawaran... 38

4.2. ASPEK PEMASARAN... 40

4.2.1. Harga ... 40

4.2.2. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ... 42

4.2.3. Jalur Pemasaran Produk ... 42

4.2.4. Kendala Pemasaran... 45

BAB V ... 47

ASPEK KEUANGAN ... 47

5.1 PEMILIHAN POLA USAHA ... 47

5.2 ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN ...48

5.3 KOMPONEN BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASIONAL... 51

5.4 KEBUTUHAN DANA UNTUK INVESTASI, MODAL KERJA DAN KREDIT. ... 53

5.5 PRODUKSI DAN PENDAPATAN ... 56

5.6 PROYEKSI RUGI LABA USAHA DA BREAK EVEN POINT (BEP) ...58

5.7 ANALISIS KELAYAKAN PROYEK... 59

5.8 ANALISIS SENSITIVITAS ... 60

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN... 63

6.1. ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL ... 63

6.2. DAMPAK LINGKUNGAN... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(8)

BAB I PENDAHULUAN  

1.1. LATAR BELAKANG

Provinsi Bengkulu memiliki luas wilayah 19.919,33 km2 dan

merupakan wilayah strategis yang terletak di pantai barat Sumatera dan menghadap ke Samudera Hindia yang berdampak positif pada daerah ini, yaitu memiliki potensi ekonomi yang cukup besar di sektor perikanan. Selain itu dari sektor perikanan laut. Provinsi Bengkulu memiliki beberapa subsektor perikanan lainnya yaitu budidaya perikanan tambak, kolam, sawah, keramba dan jaring apung. Provinsi Bengkulu merupakan Provinsi yang memiliki 134 sungai dan anak sungai yang bermuara ke samudera Indonesia. Hal ini sangat berpotensi untuk pengembangan usaha keramba jaring apung ikan. Sementara itu menurut data BPS 2012 luas area perikanan budidaya adalah 2291,81 Ha, yang terdiri dari budidaya perikanan tambak 320 ha, kolam seluas 2637, 21 ha, perikanan sawah (Mina Padi) 4652, 73 ha, keramba jaring apung seluas 15.000,30 ha dan pembenihan seluas 302,57 ha (BPS, 2013 : 269).

Pembudidayaan ikan menggunakan keramba merupakan salah satu alternatif untuk melakukan pembiakan ikan. Produksi ikan keramba Provinsi Bengkulu dari tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 produksi ikan keramba jaring apung di Provinsi Bengkulu sebanyak 493,31 ton sedangakan pada tahun 2012 produksi keramba ikan mencapai 513,99 ton dan pada tahun 2013 produksi keramba 1.593,54 ton. Dari jenis ikan yang dibudidayakan dengn keramba jaring apung produksi ikan nila yang memiliki produksi paling

(9)

tinggi pada tahun 2010 produksi ikan nila sebanyak 340 ton, tahun 2011 sebanyak 418,22 dan pada tahun 2013 sebanyak 1.095,91 ton.

Produksi keramba ikan di Provinsi Bengkulu sebagian besar dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah sendiri, sedangkan sebagian lagi dipasarkan ke luar daerah. Pemasaran hasil keramba ikan terutama ikan nila dan mujair. Dilihat dari sisi permintaan pasar, penyerapan produk perikanan masih terbuka lebar. Di Provinsi Bengkulu pada tahun 2013 tingkat konsumsi rata-rata penduduk terhadap produk perikanan sedikit lebih tinggi yaitu 30 kg/kapita/tahun bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi rata-rata nasional sebesar 38 kg/kapita/tahun. Sementara itu pada kabupaten tertentu seperti Kabupaten Lebong tingkat konsumsi ikan masyarakatnya masih dibawah 30 kg/kapita/tahun.

Untuk melakukan pengembangan usahanya para pembudidaya keramba ikan tentu saja memerlukan modal. Pada umumnya masalah permodalan yang dibutuhkan para pembudidaya keramba ikan berupa masalah pembiayaan yang sangat sulit untuk ditanggulangi, khususnya dalam mengembangkan usaha keramba jaring apung ikan di Provinsi Bengkulu. Masih sangat terbatasnya akses terhadap sumber-sumber permodalan resmi merupakan salah satu permasalahan yang dialami oleh para pembudidaya keramba ikan sehingga, dalam mengembangkan usahanya para pembudidaya ikan keramba jaring apung mendapatkan modal dari para pelepas uang. Kondisi seperti inilah yang menjadi kendala bagi para pembudidaya keramba ikan dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu modal menjadi faktor penghambat dalam usaha keramba ikan.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(10)

1.2. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pola

pembiayaan (Lending Model) usaha ikan keramba jaring apung di Provinsi

Bengkulu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka

meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM.

2. Menyediakan bahan masukan untuk Sistem Informasi

Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK), yang merupakan bagian dari Info UMKM di website Bank Indonesia.

3. Menyediakan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat luas,

khususnya UMKM, yang bermaksud mengembangkan usaha ikan keramba.

1.3. METODOLOGI PENELITIAN a. Kerangka Pemikiran

Input usaha keramba ikan secara umum berupa sarana dan prasarana, tenaga kerja, dan modal. Modal merupakan hal penting dalam pengembangan usaha keramba ikan, selain modal sarana dan prasarana juga merupakan hal penting dalam pengembangan usaha keramba ikan. Dengan sarana dan prasarana yang memadai hal ini dapat menunjang pengembangan usaha budidaya ikan keramba jaring apung. Pembudidaya ikan dengan keramba jaring apung yang mampu atau sudah berskala besar mengatasi kendala modal dengan menggunakan modal sendiri atau meminjam kredit program maupun kredit yang sifatnya komersial. Sedangkan para pembudidaya ikan dengan keramba jaring apung yang tidak mampu berusaha mengatasi keterbatasan modal dengan

(11)

menghemat penggunaan sarana produksi yang ada atau memilih untuk meminjam modal dari lembaga keuangan yang tidak resmi yang lebih mudah persyaratannya. Lembaga keuangan resmi, termasuk kredit program pemerintah, memerlukan berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi pembudidaya ikan keramba berskala kecil.

b. Data dan Lokasi

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer. Data primer dikumpulkan dari pembudidaya ikan dengan keramba jaring apung, perbankan, dinas, dan pengepul/konsumen.

c. Metoda Analisis

(1) Analisis usaha yang dilakukan secara kualitatif atau deskriptif untuk mengetahui aspek pasar dan pemasaran, produksi dari usaha yang diteliti serta pengaruh usaha terhadap kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan.

(2) Analisis pembiayaan, untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangan (laba rugi, cash flow, NPV, PBP, BEP, Net R/C ratio, IRR dan analisis sensitivitas).

(3) Analisis kredit bank untuk mengetahui bagaimana proses penilaian permohonan kredit oleh bank terhadap usaha yang dibiayai.

(4)Critical point atau titik kritis dalam proses bisnis, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, untuk melihat risiko-risiko yang

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(12)

timbul dari usaha yang bersangkutan, misalnya melihat risiko pasar dengan menggunakan analisis historis.

(13)

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(14)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN  

2.1. PROFIL USAHA

Usaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan sistem budidaya yang efisien karena memiliki beberapa keunggulan. Teknologi budidaya ikan dengan sistem KJA telah lama dikenal di Indonesia. Usaha ini mulai dikembangkan di perairan pesisir dan perairan danau yang kemudian meluas usaha KJA di waduk.

Keunggulan budidaya dengan sistem ini adalah (Irmawan, 2014):

1. Efisiensi penggunaan sumber daya

2. Peningkatan produksi ikan

3. Pendapatan lebih teratur bagi pembudidaya dibandingkan

nelayan/pencari ikan.

Selain keunggulan yang dimiliki pada budidaya ikan KJA, ada permasalahan yang dihadapi ketika pakan tidak habis yang bisa menyebabkan pencemaran akibat nitrogen dan fosfor, juga sisa pakan dapat menyebabkan tingginya kekeruhan. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran budidaya ikan KJA seperti:

1. Penggunaan pakan tepat dosis

2. Penggunaan pakan dengan tingkat cerna tinggi

3. Penggunaan bakteri probiotik untuk meningkatkan daya cerna

(15)

4. Penggunaan komposisi nutrisi yang sesuai dengan organisme yang dipelihara

5. Penanganan limbah yang

sesuai

6. Analisa kesesuaian lahan

sebelum budidaya

Masalah-masalah tersebut akan berbeda ketika budidaya ikan KJA ada di sungai. Di Provinsi Bengkulu, budidaya ikan KJA yang terbanyak berlokasi di aliran sungai (anak sungai) yang lebih unggul dibandingkan budidaya di danau atau waduk karena airnya mengalir tenang. Dengan air mengalir, pencemaran sungai hampir tidak ada. Hal ini karena sisa pakan dapat dimakan ikan-ikan sungai non budidaya serta amoniak dari kotoran ikan menyuburkan tanaman liar (enceng gondok) yang justru mengurangi kadar keasaman air. Berkurangnya kadar keasaman air akan menguntungkan yakni untuk menjaga turbin PLTA Musi agar tidak cepat keropos. Jika di Kepahiang budidaya KJA di aliran anak sungai Musi maka budidaya ikan air tawar di Kabupaten Bengkulu Selatan berlokasi di danau, dan budidaya KJA di Kota Bengkulu berada di muara sungai yang memiliki resiko lebih tinggi karena pasang surut laut, sehingga ketika air laut pasang perlu penanganan lebih khusus.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(16)

Sebagaimana usaha budidaya ikan KJA pada umumnya, budidaya ikan KJA di Provinsi Bengkulu juga merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang memiliki beberapa kelemahan. Oleh karena itu, bantuan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam upayanya meningkatkan usaha. Salah satu

bentuk program bantuan yang ditujukan usaha budidaya adalah program pelatihan, bantuan, serta pendampingan. Selain itu, selama ini telah terjalin kemitraan dengan beberapa pihak. Pola kemitraan yang ada pada usaha ini umumnya adalah pola dagang umum, baik antara pembudidaya ikan KJA dengan pembeli/pedagang dan pembudidaya dengan pabrik pakan PT. Growbest Jakarta. Kemitraan dengan PT Growbest dijalin oleh kelompok usaha Mina Tirta di Kabupaten Kepahiang yang memberikan kemudahan pembelian pakan secara kredit. Kemitraan yang ada umumnya fleksibel yang didasarkan pada ikatan-ikatan informal yang tidak mengikat, ikatan langganan serta ikatan sosial lainnya.

Kolam ikan budidaya KJA di Provinsi Bengkulu memiliki berbagai ukuran dari yang terkecil 3 x 3 x 2 meter dengan kapasitas 1.500 bibit dan yang terbesar 7 x 12 meter dengan kapasitas 12.500 ekor bibit. Keramba di Kota Bengkulu memiliki ukuran 3 x 3 meter dan 5 x 5 meter. Pembudidaya KJA di Kabupaten Kepahiang memiliki kolam ukuran 6 x 6 meter atau 7 x 7 meter. Kolam yang terluas berada di Kabupaten Bengkulu Selatan yang dimiliki satu pembudidaya dengan jumlah 2

(17)

kolam. Keramba paling banyak terbuat dari kerangka bambu, namun beberapa pembudidaya yang kerangkanya dari besi banyak yang mendapat bantuan dari pemerintah. Kerangka bambu memiliki daya tahan antara 2 – 3 tahun.

Pembudidaya ikan KJA yang memiliki kolam sedikit (1 atau 2) umumnya dijual langsung ke pasar atau diambil konsumen dengan harga antara Rp. 20.000,00 Rp. 25.000,00 per kg. Sementara yang memiliki kolam lebih banyak umumnya diambil pedagang di lokasi budidaya dengan harga Rp. 20.000,00per kg. Jika pembeli berasal dari luar kota yang memerlukan waktu tempuh lebih dari 2 jam, dibutuhkan oksigen untuk setiap kemasan yang berisi antara 4 – 6 kg, dan biaya oksigen akan dibebankan ke pembeli dengan biaya Rp. 6000,00 per kemasan.

2.2. PROFIL PENGUSAHA

Pembudidaya ikan dengan Keramba Jaring Apung yang ada di Provinsi Bengkulu tersebar di beberapa kabupaten/ kota, seperti di Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kota Bengkulu. Usaha keramba jaring apung (KJA) dimulai pada tahun 2006 dan terus tumbuh hingga saat ini (ada yang baru mulai tahun 2014). Pembudidaya ikan KJA terbanyak berada di Kepahiang dan merupakan usaha kelompok. Para pelaku usaha KJA ini merupakan pembudidaya dengan skala mikro dan kecil. Umumnya pembudidaya memiliki keramba 15 kolam, namun ada yang baru mulai dengan 1 kolam, dan ada pembudidaya yang sudah memiliki 30 kolam KJA. Dari responden yang ada, usaha mereka baru memiliki ijin dari desa/kelurahan, bahkan ada yang hanya ijin dari RT/RW saja.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(18)

Pembudidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) yang menjadi responden memiliki pendidikan bervariasi dari SD hingga SLTA dapat dilihat pada gambar 2.1.

Berdasarkan Gambar 2.1 responden menurut pendidikan, pembudidaya ikan keramba jaring apung yang tertinggi memiliki pendidikan SLTP sebesar 48%, sedangkan yang terendah memiliki pendidikan SD sebesar 13%. Dengan pendidikan umum, para pembudidaya mengelola usahanya didampingi oleh tenaga penyuluh lapangan dari BP4K, saling bertukar informasi dari pembudidaya sejenis ataupun mengikuti berbagai pelatihan. Pelatihan yang diikuti menyangkut masalah budidaya ikan, manajemen, pemasaran, pembenihan, maupun bisnis. Penyelenggara kegiatan pelatihan adalah dari Dinas Perikanan setempat, Dinas Perikanan Provinsi, BP4K, dan Bank Indonesia. Bahkan ada pembudidaya yang mengikuti pelatihan di luar Provinsi (dari BPMD Lampung dan BBI Sukabumi). Sementara ada yang sudah mengikuti beberapa kali pelatihan, namun ada dari mereka yang belum pernah

13% 48% 39%

Gambar 2.1 Responden Menurut Pendidikan

SD SLTP SLTA

(19)

mengikuti pelatihan sama sekali (umumnya mereka yang memiliki usaha perseorangan).

Responden pembudidaya ikan menggunakan KJA hampir semuanya pernah mendapat bantuan dari pemerintah atau Bank Indonesia, baik bantuan berupa dana, keramba, bibit maupun pakan. Bahkan ada di antara mereka yang mendapat bantuan lebih dari satu kali dan lebih dari satu jenis bantuan. Usaha KJA ini pada umumnya dimiliki secara berkelompok, sehingga kebanyakan bantuan dan keikutsertaan meraka dalam pelatihan merupakan bagian dari program pemerintah yang ditujukan untuk pembinaan pembudidaya melalui kelompok usaha. Sekalipun usaha ini bukan usaha warisan, namun mereka sangat termotivasi karena sumber daya alam yang sangat mendukung untuk meningkatkan taraf hidupnya, apalagi pemerintah sangat mendukung usaha ini.

Sebagai usaha skala mikro dan kecil, mereka sering menghadapi pasar yang tidak menentu baik dari sisi inputnya (pasokan bibit kurang, harga pakan mahal) maupun dari sisi ouputnya (ikan belum ada pembeli padahal sudah waktu panen). Dengan akses pasar yang terbatas, mereka cenderung menunggu pembeli datang, sehingga kadang ikan dipanen pada umur yang lebih tua. Kondisi ini tentu saja menyebabkan biaya pemeliharaan semakin meningkat, sementara harga jual tetap. Umumnya dalam proses tawar menawar harga jual pembudidaya mengikuti harga pasar.

Pada umumnya para pembudidaya memiliki pekerjaan lain, seperti berkebun, tukang, ataupun berdagang yang merupakan pekerjaan

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(20)

mereka sebelum membuka usaha ikan KJA. Hal ini terjadi karena memang budidaya ikan KJA menggunakan siklus produksi 3 bulanan. Apalagi lebih dari 75% responden memiliki tanggungan banyak (4 orang – 6 orang). Dengan pendapatan bervariasi dari Rp. 1.000.000,00 hingga Rp. 9.000.000,00 per bulan (rata-rata Rp. 2.300.000,00 per bulan), pembudidaya KJA berharap masih bisa meningkatkan usahanya dengan berbagai bantuan dari berbagai pihak.

2.3. POLA PEMBIAYAAN

Dalam dunia usaha, modal menempati peran penting sebagai salah satu faktor produksi untuk menghasilkan output namun, seringkali modal inilah yang menjadi kelemahan yang ketersediaannya tidak mudah diperoleh untuk mengembangkan usaha.

Dalam pembiayaan usaha dikenal dua sistem pembiayaan yaitu

langsung (direct finance) dan tidak langsung (indirect finance).

Pembiayaan langsung biasanya menunjukkan hubungan aliran dana antara pemilik dana (modal) dengan pengguna dana, bisa antar rumah tangga, antar pemerintah, antar perusahaan, atau di antara mereka. Sementara pembiayaan tidak langsung melibatkan lembaga keuangan sebagai intermediasi.

Pada umumnya usaha mikro dan kecil menggunakan pembiayaan langsung karena beberapa hal, di antaranya:

1. Usaha mereka seringkali menghadapi kondisi pasar yang tidak

pasti, sehingga pendapatan menjadi kurang pasti

2. Tidak memiliki akses ke lembaga keuangan

(21)

16% 48% 26%

10%

Gambar 2.2 Sumber Dana Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung

Dana Sendiri

Dana sendiri dan pinjaman

3. Tidak memiliki agunan

4. Tidak mau berhubungan dengan administrasi dan proses yang

panjang dan rumit

5. Tidak tahu cara pengurusannya

Sebagaimana UMK pada umumnya, pembudidaya ikan dengan KJA di Provinsi Bengkulu juga lebih banyak menggunakan model pembiayaan langsung dibanding pembiayaan tidak langsung. Dari 31 responden pembudidaya, hanya 9 orang yang menggunakan pembiayaan tidak langsung melalui perbankan (29,03%). Sisanya menggunakan pembiayaan langsung dengan beberapa sumber dan model pembiayaan langsung. Modal yang digunakan pembudidaya untuk menjalankan usaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) di Provinsi Bengkulu berasal dari berbagai sumber, antara lain:

1. Dana sendiri (modal sendiri),

2. Bantuan dari pihak lain

3. Kredit perbankan

4. Mitra (pabrik pakan)

5. Penyertaan modal dari masyarakat

6. Toke/rentenir

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014 Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(22)

Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa dari responden paling banyak yang menggunakan modal dari dana sendiri sebesar 16%, dana sendiri dan modal yang berupa pinjaman yaitu sebesar 48%, modal yang brasal dari dana sendiri dan bantuan sebesar 26% dan dana dari sendiri, pinjaman dan bantuan sebesar 10%.

Berdasarkan Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa dari responden yang ada sumber dana pinjaman yang diterima oleh pembudidaya Keramba jaring apung paling banyak berasal dari kredit perbankan yaitu diterima oleh sebesar 58%, bantuan dari pihak lain yaitu sebesar 26%, modal yang berasal dari dana sendiri yaitu sebesar 13% dan toke/ mitra usaha sebesar 3%.

Dana yang digunakan pembudidaya untuk usaha KJA pada umumnya kombinasi dari modal sendiri dengan kredit dari perbankan, namun ada juga (hanya sebagian kecil) yang 100% dari modal sendiri. Besaran modal

26% 58%

3% 13%

Gambar 2.3

Sumber Dana Pinjaman Yang diterima Oleh Pembudidaya Keramba Jaring Apung

Bantuan Pihak Lain Kredit Perbankan Toke/Mitra Usaha Dana Sendiri

(23)

berbeda satu dengan yang lain tergantung pada skala usahanya. Modal usaha mulai dari yang terendah Rp. 20.000.000,00 juta (untuk 1 keramba) dan tertinggi sebesar Rp. 62.000.000,00. Bantuan dari pihak lain berasal dari Dinas Perikanan berupa skim Pengembangan Usaha Mina Pedesaan atau PUMD dan Bank Indonesia. Bentuk bantuan berupa dana, bibit, untuk keperluan pembuatan keramba, dan bantuan pakan.

Pada umumnya usaha ini diawali dengan modal sendiri, kemudian setelah berjalan beberapa waktu ketika usahanya sudah berjalan dengan baik dan mendapat bimbingan dari Dinas Perikanan baru mendapat bantuan/kredit dari perbankan. Dalam memberikan kredit, bank terlebih dahulu melakukan survei dan menilai kelayakan usaha secara ekonomis, manajemen, dan secara teknis. Jika dinyatakan layak maka bank akan memberikan kredit yang besarannya sesuai dengan kelayakan, kemampuan dan skala usaha. Untuk mendapatkan kredit, peminjam (debitur) diwajibkan memberikan agunan sebagai jaminan jika tidak dapat mengembalikan pinjaman. Agunan umumnya berupa sertfikat tanah, karena usaha KJA tidak dapat dijadikan agunan. Sebagian besar pembudidaya ikan KJA yang mendapatkan bantuan dana (atau kredit dari bank) bekerja secara berkelompok. Hal ini merupakan program dari Dinas Perikanan, karena untuk mendapatkan kredit harus mendapat rekomendasi dari dinas terkait. Dinas akan memberikan rekomendasi untuk mendapatkan kredit dari bank kepada pembudidaya yang bekerja secara berkelompok (satu kelompok terdiri dari sekitar 10 orang pembudidaya).

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(24)

Di Provinsi Bengkulu hanya 2 bank yang telah menyalurkan kredit kepada pembudidaya ikan KJA yakni BRI dan Bank Syariah Mandiri. Bank BRI memberikan kredit untuk budidaya ikan keramba melalui skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dengan tingkat bunga 1,4% per bulan. Lama pengembaliannya tergantung pada besaran kreditnya, mulai dari 1,5 tahun dan paling lama 4 tahun. Sedangkan Bank Syariah Mandiri melalui Kredit Usaha Mikro (KUM) dengan tingkat bunga 1,25% per bulan. Dari 9 kabupaten dan 1 kota, hanya pembudidaya ikan KJA Kabupaten Kepahiang yang telah memanfaatkan kredit untuk budidaya ikan air tawar. Untuk itu Bank Syariah Mandiri telah menyalurkan kredit kepada 3 orang pembudidaya ikan KJA di Kabupaten Kepahiang masing-masing pembudidaya sejumlah Rp. 100 juta, sedangkan Bank BRI cabang pembantu Rejang Lebong sudah menyalurkan kredit kepada Pembudidaya ikan KJA Kabupaten Kepahiang sebanyak 6 orang, masing-masing sebanyak Rp. 150 juta.

Sumber dana lainnya dalam usaha KJA berasal dari mitra usaha, seperti pabrik pakan. Dalam hal ini pembudidaya dapat membeli pakan secara kredit. Kemitraan ini meringankan pembudidaya ikan karena dapat membayar di kemudian hari. Dalam hal pembiayaan yang bersumber dari luar, pembudidaya juga sering meminjam dana ke pihak lain, dalam hal ini bisa melalui toke/rentenir atau teman, dengan alasan mudah dan cepat. Mudah dalam arti prosedurnya tidak panjang dan tidak memerlukan syarat-syarat administrasi dan tidak memerlukan agunan, dan cepat karena ketika dibutuhkan uangnya bisa langsung diterima. Selain semua sumber pembiayaan tersebut, pembudidaya ikan KJA membuka peluang masyarakat untuk terlibat dalam usaha melalui

(25)

penyertaan modal. Untuk usaha model ini keuntungan dibagi sesuai dengan porsi modal yang disertakan.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(26)

BAB III

ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI 3.1. LOKASI USAHA

Penentuan lokasi suatu usaha tergantung pada beberapa faktor dan yang terpenting adalah pemilihan lokasi usaha karena mendekat ke bahan baku atau mendekat ke pasar. Dalam penentuan usaha budidaya ikan KJA didasarkan pada pertimbangan pemanfaatan sumber daya alam, utamanya air yang melimpah sebagai faktor dasar untuk hidup dan berkembangnya ikan. Budidaya ikan KJA menggunakan sistem air mengalir seperti di danau dan sungai serta kawasan perairan tenang di sekitar teluk dan pantai. Luas peruntukan areal pemasangan keramba jaring apung maksimal 10% dari luas potensi perairan atau 1% dari luas perairan waktu surut terendah.

Potensi budidaya perikanan KJA di Provinsi Bengkulu sebesar 733,6 ha pada tahun 2013 ha sementara pemanfaatannya baru 3,06 ha (0,42%). Kondisi ini tentu masih memberikan peluang untuk berkembang. Di Kabupaten Kepahiang saja, untuk anak sungai Musi, seluas 300 ha baru dimanfaatkan untuk budidaya KJA seluas sekitar 2 ha (6,6% dari standar lingkungan), sehingga untuk budidaya dengan memperhatikan lingkungan potensi anak Sungai Musi masih terbuka sekitar 28 ha.

3.2. FASILITAS PRODUKSI DAN PERALATAN

Keramba Jaring Apung (KJA) adalah suatu sarana pemeliharaan ikan atau biota air yang kerangkanya dapat terbuat dari bambu, kayu atau besi berbentuk persegi. Pada kerangka ini disangkutkan bodi jaring yang diberi

(27)

pemberat sehingga berbentuk cekung kebawah. Pada kerangka keramba

diberi pelampung dari drum plastik, besi atau styrofoam agar keramba

jaring apung tersebut tetap terapung di dalam air. Kerangka keramba dan pelampung tersebut berfungsi untuk menahan jaring agar tetap terbuka di permukaan air, sedangkan jaring yang tertutup di bagian bawahnya digunakan untuk memelihara ikan selama proses pemeliharaan ikan dilakukan.

Pemilihan bahan keramba didasarkan kepada beberapa hal, diantaranya berhubungan dengan daya tahan, kelimpahannya di lokasi pembuatan KJA serta harga dari bahan tersebut. Sementara itu desain dan ukuran keramba biasanya didasarkan kepada luasnya perairan dan kepadatan padat tebar bibit yang akan dipelihara. Dengan demikian desain dan ukuran akan berbeda pada tiap daerah dan kemampuan pembudidaya ikan KJA.

Secara umum Keramba Jaring Apung (KJA) terdiri dari; kerangka (bingkai), pelampung, jaring, jangkar, tali pengikat, dan pemberat.

1. Kerangka

Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut. Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(28)

tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus diganti kembali. Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun. Pada umumnya pembudidaya ikan KJA menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya banyak. Bambu yang digunakan untuk kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 5 – 7 cm di bagian pangkalnya, dan bagian ujungnya berukuran antara 3 – 5 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk.

Ukuran kerangka jaring apung berkisar antara 5 m x 5 m sampai 10 m x 10 m, dengan kedalaman antara 2 – 3 meter. Pembudidaya ikan jaring apung di Provinsi Bengkulu, utamanya di Kabupaten Kepahiang, pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu dengan ukuran 7 x 7 meter, sementara keramba jaring apung (KJA) yang di Kota Bengkulu membangun KJA dengan ukuran lebih kecil antara 3 x 3 meter dan 5 x 5 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari beberapa petak/kolam.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(29)

Gambar 3.1. Kerangka Jaring Apung

Kerangka yang digunakan untuk KJA di Provinsi Bengkulu adalah bambu (58%), kayu (29 %), besi (13 %).

 

2. Pelampung

Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/jaring apung. Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) berbentuk silendris atau kotak yang berkapasitas 200 liter, busa

plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang digunakan

biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian.

Jika akan menggunakan pelampung si dari drum (besi) maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7 x 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 33 – 35 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 pelampung yang digunakan di Bengkulu

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(30)

mayoritas menggunakan drum fiber karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan drum besi yang dapat menurunkan kualitas air.

Gambar 3.2 Pelampung drum fiber

 

3. Pengikat keramba jaring apung

Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm. Bahan lain yang dibutuhkan adalah besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung ke pelampung atau jaring agar menyatu dan tidak lepas.

 

4. Jangkar keramba jaring apung

Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring apung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter

(31)

sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring apung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring apung, berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Pembudidaya ikan KJA di Bengkulu umumnya menggunakan semen karena lebih awet dan murah.

 

5. Jaring keramba jaring apung

Jaring yang digunakan untuk KJA ikan di perairan umum biasanya

terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Kantong jaring

apung ini mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan. Ukuran kantong jaring untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3 x 3 x 3 m sampai 7 x 7 x 2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, biasanya kantong jaring

apung dipasang rangkap (double) yaitu kantong jaring luar dan kantong

jaring dalam dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang berbeda.

Ukuran mata jaring bagian luar biasanya lebih besar besar dari ukuran mata jaring bagian dalam. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :

(a) Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh

size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring

luar sedangkan (b) Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran

mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(32)

Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :

a. Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh

size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai

kantong jaring luar.

b. Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1

inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.

Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil. Di perairan umum, khususnya dalam budidaya ikan di jaring apung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾ - 1 inch. Kantong jaring yang digunakan untuk memelihara ikan dapat diperoleh dengan membeli jaring

utuh. Dalam hal ini biasanya jaring trawl dijual dipasaran berupa lembaran

atau gulungan. Kemudian untuk membuat kantong jaring dimulai dengan merancang desain kantong jaring tersebut dari lembaran jaring yang biasanya berukuran berkisar antara 2 x 2 m sampai dengan 10 x 10 m. Setelah ukuran kantong jaring yang akan dibuat sudah ditentukan misalnya akan dibuat kantong jaring dengan ukuran 7 x 7 x 2 m, maka langkah selanjutnya adalah memotong jaring dari lembaran jaring. Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat tepasang di perairan.

Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring

(33)

dalam keadaan tertarik/terbuka (”Hang In Ratio”). Nilai ”Hang In Ratio” dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring ada dua cara, yaitu : (1) menggunakan rumus tertentu dan (2) melakukan perhitungan cara di lapangan.

Contoh penggunaan rumus dalam menghitung jaring yang akan dipotong dengan ukuran 7 x 7 x 2 m adalah sebagai berikut: Misalnya, kantong jaring yang akan dibuat 7 x 7 x 2 m dengan ukuran mata jaring

(mesh size) 2 inch (5,08 cm). Diketahui Hang In Ratio (S) adalah 30% =

0,3, Panjang tali ris (i) = 4 x 7 m = 28 m. Maka panjang tiap sisi adalah 40 m : 4 = 10 m Jumlah mata jaring 10 m = 1000 cm : 5,08 cm = 197,04 mata jaring dibulatkan 197 mata jaring. Diketahui dalam jaring sesudah Hang In (d) adalah 2 m, jadi jumlah mata jaring 2,8 m = 280 cm : 5,08 cm = 55,1 mata jaring dibulatkan menjadi 55 mata jaring.

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh ukuran lembaran jaring yang akan dipotong untuk kantong jaring berukuran 7 x 7 x 2 m adalah 197 x 197 x 55 mata jaring. Sedangkan para pembudidaya ikan dilapangan biasanya menghitung jaring yang akan digunakan untuk membuat kantong jaring menggunakan perhitungan sebagai berikut : Misalnya kantong jaring yang akan dibuat berukuran 7 x 7 x 2 m dengan ukuran

mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Berdasarkan hasil penelitian

panjang jaring akan berkurang sebesar 30% dari semula.

Jadi dalam satu meter jaring yang berukuran 1 inch terdapat 56 mata jaring, sehingga jika akan membuat jaring dengan ukuran 7 x 7 x 2 m, jumlah mata jaringnya adalah 392 x 392 x 112 mata jaring. Sedangkan

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(34)

ukuran mata jaring yang akan digunakan adalah 2 inch maka jumlah mata jaring yang akan dipotong adalah 196 x 196 x 56. Angka-angka ini diperoleh dari hasil perkalian antara ukuran kantong jaring dengan jumlah mata jaring. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memindahkan pola yang telah dibuat langsung kejaring Jaring tersebut dibentangkan dan dibuat pola.

 

6. Pemberat keramba jaring apung

Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-masing beratnya antara 2–5 kg. Namun di Bengkulu pembudiidaya menggunakan batu atau semen Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung. Pemberat yang digunakan pembudidaya di Provinsi Bengkulu mayoritas cor-coran semen, namun ada beberapa yang menggunakan batu.

7. Tali/tambang keramba jaring apung

Tali/tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan, pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm, sedangkan pada perairan laut tali/tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas. Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris.

(35)

Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya, kantong jaring terapung berukuran 7 x 7 x 2 m maka tali risnya adalah 7m x 4 = 28 m. Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi. Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut. Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +( 4 x 0,5 m) = 30m. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan budidaya ikan. Selain itu mesti memiliki pembersih jaring, pengukur kualitas air

(termometer, sechsi disk, kertas lakmus), peralatan lapangan (timbangan,

hapa, waring, ember, alat panen, dll), dan sampan. 3.3. BAHAN BAKU

Bahan baku dalam KJA berupa bibit ikan (anak ikan). Bibit yang digunakan ber ukuran 2-8 cm. Penggunaan bibit harus dipilih sedemikian rupa, sehingga produksinya optimal. Di Provinsi Bengkulu bibit yang digunakan berasal dari induk yang sudah bersertifikasi. Untuk pengadaan bibit didapat dari pembudidaya pembenih di daerah setempat maupun dari balai benih (dinas perikanan). Bibit yang dibeli diusahakan berasal dari daerah yang tidak terlalu jauh, ini untuk mengurangi resiko kematian. Sebagai contoh: untuk pembudidaya KJA di Kabupaten Kepahiang 30% bibit didapat dari pembenih setempat, dan 70% didapat dari balai benih Dinas Perikanan dan dari Kabupaten Rejang Lebong.

3.4. TENAGA KERJA

Tenaga kerja usaha KJA berasal dari keluarga sendiri dan dari anggota kelompok serta dari tetangga. Penggunaan tenaga kerja harian tidak begitu banyak, karena hanya bekerja mengawasi kolam dan memberi

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(36)

makan ikan.Penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak adalah pada saat persiapan dan pembuatan keramba serta pada saat panen.Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya adalah laki-laki terutama untuk membuat keramba dan memanen, sedangkan tenaga kerja wanita (istri) hanya membantu memberi makan ikan. Di Kabupaten Kepahiang upah pekerja sehari sejumlah Rp. 100.000,00 yang biasanya diperlukan lebih banyak pada saat panen. Peggunaan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga (istri dan anak) umumnya untuk kegiatan sehari-hari dan tidak diberi upah. Secara keseluruhan dalam budidaya ini banyaknya tenaga kerja yang digunakan tergantung pada skala usaha dan proses produksi.

3.5. TEKNOLOGI

Penggunaan teknologi dalam usaha KJA didasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh pembudidaya. Rata-rata pembudidaya ikan keramba jaring apung sudah berpengalaman 4,8 tahun, disamping itu pembudidaya juga sering menambah pengetahuannya dengan mengikuti penyuluhan dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) bahkan pelatihan di daerah lain seperti Provinsi Lampung dan Jawa Barat. Usaha KJA pada umumnya menggunakan teknologi sederhana dan ditunjang pengelolaan yang lebih baik.

Teknologi yang diterapkan KJA mulai dari persiapan membuat keramba sampai proses panen dilakukan secara sederhana/manual. Misalnya dalam membuat kerangka dilakukan secara manual yakni dengan menggunakan tenaga kerja dengan alat bantu seperti parang dan

(37)

gergaji serta palu. Sedangkan alat bantu yang digunakan untuk panen adalah serokan.

3.6. PROSES PRODUKSI

Penyebaran benih juga harus diperhatikan dengan benar. Rendam benih tersebut dengan kalium permanganat konsetrasi 4-5 ppm.Lama waktu perendaman kurang lebih 15-30 menit. Lakukan penebaran benih pada pagi hari sehingga ikan tidak stres dan mati. Tebar benih biasanya dengan ukuran 5-8 cm dengan berat 30-50 gram. Pada tahap awal diberikan pakan lambit pada benih tersebut.

Pembudidayaan ikan nila berlangsung selama 3 bulan.Khusus di Kabupaten Kepahiang tingkat kelangsungan hidup cukup tinggi yaitu 99% karena ukuran bibit yang ditebar labih besarnya yakni antara 8 – 12 cm dan sudah tahan penyakit. Setelah menggunakan lambit, ikan budidaya bisa menggunakan pelet apung dengan dosis 3-4% dari total berat keseluruhan ikan. Pakan diberikan tiga kali dalam sehari untuk pagi, siang dan sore. Untuk panen ikan dalam bisnis budidaya ikan keramba jaring apung ini bisa dilakukan sesuai permintaan pasar. Umumnya, ikan sudah bisa dipanen jika bobot ikan sudah mencapai 200 gram per ekor. Ikan sebaiknya dipanen pada waktu pagi atau di sore hari untuk menghindari kematian ikan karena suhu yang tinggi.

Kemudian untuk memastikan agar ikan sampai di tangan konsumen secara segar maka dilakukan pengangkutan dengan air yang diberi oksigen dengan suhu sekitar 20 derajat celcius. Disamping itu pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(38)

menghindari ikan dari kematian akibat suhu yang tinggi. Sementara itu kepadatan ikan dalam pengangkut jangan terlalu padat untuk menghindari resiko lemas dan mati. Usaha bisnis budidaya ikan keramba jaring apung dapat dillakukan secara modern dan tradisional.

A. Penebaran Benih Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung

 Sebagai upaya sterilisasi, sebelum benih ditebar, benih sebaiknya

direndam dahulu dalam larutan Kalium Pemanganat konsentrasi 4 – 5 ppm selama kurang lebih 15 – 30 menit. Lakukan adaptasi suhu benih agar suhu pada kemasan ikan sama dengan suhu di Keramba Jaring Apung dengan cara merendam wadah kemasan benih ke Keramba Jaring Apung selama 1 (satu) jam.

 Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya ikan

tidak mengalami stres atau kematian akibat perbedaan suhu tersebut. Benih yang ditebar berukuran 5 – 8 cm, berat 30 – 50 gr

dan padat tebar 50 – 70 ekor/m3. Pakan yang diberikan untuk

pembesaran ikan nila adalah lambit.

B. Pemeliharaan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung

Lama pemeliharaan budidaya ikan keramba jaring apung mencapai 3 bulan dengan tingkat kelangsungan hidup atau

survival rate sebanyak 99%. Pakan yang diberikan berupa pelet

apung dengan dosis 3 – 4% dari bobot total ikan. Frekuensi pemberiannya, 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore dengan rasio konversi pakan (FCR) 1,3. Dengan standar nasional FCR antara 1,5 – 1,8, maka produktivitasnya masih dapat ditingkatkan

(39)

lagi. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM nya melalui berbagai pelatihan.

C. Pengelolaan Panen Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung Panen ikan sudah dapat dilakukan berdasarkan permintaan pasar, namun biasanya ukuran panen pada kisaran 200 gram/ekor. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi resiko kematian ikan. Penanganan panen dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup atau ikan segar. Hal yang harus diperhatikan supaya ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup dan segar antara lain:

 Pengangkutan menggunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20

0C;

 Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari;

 Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu

padat.

3.7. JUMLAH, JENIS, DAN MUTU PRODUKSI

Budidaya KJA dapat mencakup beberapa jenis ikan: ikan nila, mas, gurame, bawal, patin. Jika ikan mas umumnya ditebar pada jaring ukuran 7 x 7 m dengan padat tebar 8.000-10.000 ekor, diberi pakan pelet 4-5 kali per hari. Biasanya untuk mencapai ukuran konsumsi masa tanam sekitar 2,5 – 3 bulan tergantung ukuran ikan yang dikehendak

(kolambi.wordpress.com/2009). Sementara untuk ikan nila di Provinsi

Bengkulu benih ditebar pada jaring ukuran 6 x 6 m atau 7 x 7 m dengan

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(40)

padat tebar 19.600 ekor ukuran 8 – 12 cm (mayoritas), namun demikian ada sebagian yang ukuran benihnya lebih kecil sehingga seringkali benih lolos. Hal ini mengakibatkan jumlah panennya kurang optimal. Mayoritas dipanen setelah 3 bulan dengan ukuran ikan 200 gram per ekor. Namun dalam kondisi pasar yang kurang baik terkadang umur panen lebih lama.

Dibandingkan dengan ikan budidaya air tawar lainnya, seperti budidaya kolam, ikan KJA memiliki rasa yang lebih manis dan tidak berbau lumpur, sehingga dari sisi kualitas dapat dikatakan lebih baik. 3.8. PRODUKSI OPTIMUM

Menurut SNI 7550 : 2009 ada beberapa ketentuan dalam budidaya ikan nila, prasyarat produksi meliputi lokasi dengan sumber air mencukupi dan untuk proses produksi bebas dari pencemaran, volume wadah dapat memberikan pertumbuhan yang optimal dengan kedalaman air minimal 0,8 m, untuk budidaya ikan nila pemberian pakan buatan dengan kandungan protein minimal 25%, peralatan pengukur kualitas air berupa termometer, Ph meter, dll serta peralatan lapangan yang berupa hapa, waring, ember, timbangan dan jaring tangkap.

Untuk menghasilkan produksi yang optimum perlu memperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya ikan nila pada keramba jaring apung. Adapun beberapa syarat kualitas air yang digunakan selama proses produksi agar pertumbuhan ikan lebih cepat adalah sebagai berikut:

(41)

Tabel 3.1 Syarat Kualitas Air Yang Digunakan

No Parameter Satuan Kisaran

1 Suhu o

C 25 -32

2 Ph - 6,5 – 8,5

3 Oksigen trelarut Mg/I •3

4 Amoniak (NH3) Mg/I < 0,02

5 Kecerahan Cm 30 – 40

Ikan nila tumbuh pada suhu 14 – 38 derajat celcius, ikan nila pada umumnya dipanen setelah 3 bulan. Pada umumnya dipanen berukuran panjang antara 15-20 cm dengan berat 200 – 400 gram, pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat 40 % jika dibandingkan dengan ikan nila betina.

3.9. CRITICAL POINT

Pada usaha budidaya ikan KJA ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan karena bisa berdampak pada kelangsungan hidup usaha.

Dampak usaha yang juga dikatakan sebagai critical point ini menyangkut

aspek tehnis, biologi, sosial dan ekonomi.

Aspek teknis yang menjadi resiko usaha ikan KJA berkaitan dengan lingkungan adalah kualitas air. Perubahan kualitas air dapat disebabkan oleh residu penggunaan pestisida dan zat-zat kimia lainnya pada pertanian sekitar yang merupakan racun bagi ikan yang akan menyebabkan kamatian. Tingginya tingkat erosi lahan akibat kerusakan hutan khususnya pada musim hujan akan meningkatkan kekeruhan air ditambah dengan pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan penetrasi cahaya semakin kecil dan akan menggangu pertumbuhan ikan.

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(42)

Pada usaha budidaya keramba jaring apung konsentrasi oksigen terlarut sangat penting bagi parameter kualitas air karena sangat dibutuhkan dalam berbagai aktifitas fisik ikan. Kandungan oksigen optimum yang dapat menunjang pertumbuhan ikan adalah kisaran 3 mg/l (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Penurunan kadar oksigen terlarut ini terutama disebabkan oleh kelebihan pakan. Pakan berlebih akan terurai oleh bakteri dan dalam proses penguraian ini akan memerlukan oksigen yang akan akibatnya oksigen dalam perairan berkurang. Kekurangan Oksigen terlarut akan mengganggu pernapasan ikan yang dapat mengakibatkan kematian atau setidaknya akan mengganggu pertumbuhan yang akhirnya menurunkan produktivitas.

Enceng gondok memiliki fungsi sebagai pembersih air, peneduh atau sebagai penutup permukaan air sehingga ikan yang dipelihara tidak langsung terkena sengatan sinar matahari.Selain itu, tanaman enceng gondok juga dapat mengendalikan pertumbuhan ganggang yang merupakan penggun oksigen. Dengan adanya enceng gondok maka ganggang yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Tetapi apabila dalam jumlah yang banyak hal ini tidak baik karena akan menghalangi cahaya.

Pada saat musim kemarau, debit air pada keramba jaring apung juga terpengaruh. Berkurangnya debit air karena musim kemarau akan mempengarui supply oksigen yang terlarut sehingga tidak dapat mengoptimalkan kepadatan ikan.

(43)

Jika ditinjau dari aspek biologi, usaha budidaya ikan nila KJA memiliki resiko dari pertumbuhan ikan pada masa pemeliharaan yang mungkin muncul dari adanya penyakit/hama yang bisa menyebabkan ikan tidak tumbuh optimal. Walaupun sejauh ini pembudidaya masih optimis bahwa ikan tumbuh dengan baik.

Secara sosial, dampak yang ditimbulkan karena adanya keberadaan usaha budidaya keramba Jaring apung bagi masyarakat sekitar adalah kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial karena ada sebagian yang merasa tidak diuntungkan. Hal ini dapat terjadi karena perebutan lahan, masalah pemanfaatn tenaga kerja atau mungkin regulasi yang akan diterapkan untuk menertibkan usaha atau dalam rangka menjaga batas maksimal penggunaan lahan, dan lain-lain.

Dari sudut ekonomi, resiko kelangsungan usaha sangat dipengaruhi oleh perubahan harga pakan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap biaya yang digunakan sehingga usaha menjadi kurang atau tidak ekonomis lagi. Apalagi usaha KJA ini sangat bergantung pada pakan(mayoritas pakan impor).

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(44)

BAB IV

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

4.1. ASPEK PASAR 4.1.1. Permintaan

Pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan selalu menjadi pusat perhatian pemerintah. Salah satu kebutuhan pangan adalah kebutuhan akan lauk pauk baik nabati maupun yang hewani. Pemenuhan lauk hewani yang paling baik dan aman bila ditinjau dari sisi kesehatan , dan secara ekonomi harganya relatif murah adalah ikan air tawar bila dibanding dengan daging sapi, daging kambing. Permintaan ikan air tawar selalu didorong oleh pemerintah seperti pentargetan konsumsi ikan perkapita oleh pemerintah sebesar 38 kg per kapita pertahun pada tahun 2014.

Hasil tangkapan ikan laut sangat tergantung pada cuaca sehingg potensi permintaan ikan air tawar semakin terbuka. Konsumsi ikan mempunyai kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Konsumsi ikan perkapita mengalami peningkatan sebesar 5,04% sehingga, permintaan ikan mempunyai prospek sangat cerah untuk masa yang akan datang.

Faktor-faktor yang menjadi pendukung peningkatan konsumsi ikan air tawar secara nasional diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat dan

meningkatnya upah minimal Provinsi memungkinkan terjadinya peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat.

(45)

2. Meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat yang berdampak pada kesadaran kesehatan yang semakin tinggi dengan demikian pemenuhan gizi menjadi lebih tinggi terutama pemenuhan protein yang bersumber dari telur, daging dan ikan.

3. Membaiknya dan semakin banyaknya sarana transportasi darat

laut dan udara memungkinkan distribusi menjadi lebih efisien sehingga jangkauan pemasaran menjadi lebih luas.

4. Kepedulian yang lebih tinggi dari pemerintah dalam

mengkampanyekan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan konsumsi ikan dengan berbagai program.

Permintaan ikan nila dari Bengkulu tidak hanya berasal dari Bengkulu tetapi juga mencakup pasar dari luar provinsi. Permintaan ikan nila untuk pembudidaya di Kabupaten Kepahiang selama ini masih belum tercukupi. Pasar Curup/Bengkulu saja permintaannya setiap hari hamper satu ton, sementara kemampuan mereka memproduksi sekitar 500 – 700 kg per hari. Belum lagi permintaan dari pasar-pasar lainnya. Sejauh ini mereka sudah memiliki pelanggan dari beberapa kota di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Jambi. Namun demikian, masyakarat sekitar yang datang untuk membeli secara langsung untuk konsimsi sendiri juga dilayani.

4.1.2. Penawaran

Besar kecilnya kapasitas produksi nasional sangat menentukan serberapa besar output yang dapat diproduksi sehingga penawaran secara nasional dapat diketahui. Upaya yang dapat dilakukan oleh

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(46)

masyarakat dan didukung oleh kebijakan pemerintah yang tepat, diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan secara nasional. Produksi perikanan budidaya terus mengalami kenaikan."Produksi nasional perikanan budidaya meningkat sekitar 28,64% per tahun, yaitu 6,28 juta ton pada tahun 2010 dan mencapai 13,31 juta ton pada tahun 2013.

Potensi keramba jaring apung yang ada di Provinsi Bengkulu tingkat pemanfaatannya masih rendah, pemanfaatan yang ada sampai saat ini masih kurang dari 50% dari potensi yang ada sehingga peningkatan kapasitas produksi masih sangat memungkinkan.

Peningkatan jumlah produksi ikan air tawar terutama ikan nila sejalan dengan peningkatan kemampuan teknis pemeliharaan ikan oleh pembudidaya.

Tabel 4.1 Produksi Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung Provinsi Bengkulu Tahun 2009-2013

Jenis Ikan Produksi (Ton) Th 2009 Th.2010 Th.2011 Th.2012 Th.2013 Ikan Mas 62 11 122 74,76 178,38 Ikan Nila 85 360 340 418,22 1095,91 Gurame - - - 1,80 - Lele - - - 7,72 175,70 Patin - - 31 12 128,7 Bawal - - - - 9,45 Kerapu - - - - 5,40 Jumlah 147 371 493 514,5 1593,54

Sumber :Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, 2013

(47)

4.2. ASPEK PEMASARAN. 4.2.1. Harga

Penjualan ikan hasil budidaya keramba jaring apung (ikan nila) dijual dalam satuan kilogram. Dalam penjualan ikan nila dikelompokkan kedalam satu ukuran bersadarkan jumlah ikan yang terdapat dalam satu kologram tersebut. Untuk dalam 1 kg berisi 3 ekor sampai 5 ekor sedangkan ikan patin dalam satu kg berisi 3 ekor dan untuk ikan bawal dalam 1 kg berisi 5 ekor. Ikan yang dijual ersebut dalam kondisi hidup atau segar.

Tabel 4.2 Jumlah Ikan Per Kilogram Berdasarkan Pengelompokan Ukuran Dan Harga Perkilogram Di Tingkat

Pembudidaya . Jenis Ikan Jumlah Ikan Dalam

1 kg

Harga Dalam Rupiah

Nila 3-5 ekor ikan 20.000

Mas 3-5 ekor ikan 22.000

Patin 3 ekor ikan 20.000

Bawal 5 ekor ikan 25.000

Harga ikan nila dan ikan mas ditingkat pembudidaya mayoritas sama yaitu sebesar Rp. 20.000,00 tetapi sebagian ada yang menjual dengan harga Rp. 21.000,00. Harga ikan nila antar pembudidaya ikan merupakan harga yang ditentukan oleh kesepakatan para pembudidaya ikan, apabila ada pembudidaya ikan yang melakukan transaksi penjualan ikan dengan pedagang tetapi stok ikan yang dimiliki oleh pembudidaya tersebut tidak

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(48)

mencukupi permintaan dari pedagang maka pembudidaya tersebut menjualkan ikan dari pembudidaya ikan yang lain. Harga ikan antar pembudidaya tersebut sebesar Rp. 18.000,00 per kilogramnya.

Selain harga ikan antar pembudidaya dan harga ikan tingkat pembudidaya ada juga harga ikan segar di tingkat pasar desa dan pasar kecamatan. Besarnya harga ikan segar di tingkat desa dan harga ikan segar di tingkat kecamatan mempunyai harga yang sama yaitu sebesar Rp. 25.000,00.

Dari ikan segar yang dibeli oleh pedagang ikan dan dijual ke rumah makan dan restauran dengan harga yang lebih tinggi, akan tetapi dengan persyaratan bahwa dalam 1 kg berisi 3 ekor dan besarnya ikan harus seragam. Dengan persyaratan yang ketat tersebut rumah makan dan restoran bersedia membeli dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp. 26.000,00 per kilogram.

Tabel 4.3 Harga Ikan Nila Segar Di berbagai Rantai Pemasaran

Rantai Pemasaran Harga (Rp )

Antar pembudidaya 18.000

Pembudidaya pengepul (dari pembudidaya

ke pedagang) 20.000

Pedagang pengecer 25.000

Retoran, hotel dan rumah makan 26.000

Harga yang ada pada Tabel 4.2 merupakan harga pada kondisi normal sedangkan pada hari-hari besar nasional seperti lebaran, natal, tahun baru

(49)

harga ikan nila segar mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 3000,00 sampai Rp.10.000,00 per kg.

4.2.2. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan dilakukan analisis, persaingan antar pembudidaya ikan hampir tidak terjadi karena hasil panen setiap kali terjadi panen dapat diserap oleh pasar. Apabila terjadi peningkatan produksi secara melimpah maka akan secara otomatais akan direspon dengan penurunan harga dan semua pembudidaya ikan keramba menerima kondisi tersebut. Sebaliknya bila terjadi penurunan pasokan maka akan direspon dengan kenaikan harga.

Peningkatan pendapatan dan pertumbuhan penduduk serta program pemerintah “gemar makan ikan” kesemuanya ini merupakan peluang pasar yang besar bagi pembudidaya keramba jaring apung di Provinsi Bengkulu. Jaringan pemasaran ikan di Provinsi Bengkulu dan antar Provinsi di sekitar Bengkulu tidak terjadi kendala yang berarti. Dengan demikian peluang pasar untuk pembudidaya keramba jaring apung masih terbuka lebar. Secara umum potensi pengembangan keramba jaring apung di Provinsi Bengkulu masih terbuka lebar karena dari potensi yang ada yang dimanfaatkan belum mencapai 1% dengan demikian peluang usaha ini masih sangat besar memungkinkan untuk bisa berkembang pesat.

4.2.3. Jalur Pemasaran Produk

Jalur pemasaran produk berfungsi sebagai penghubung antara

pembudidaya keramba jaring apung dengan konsumen akhir maupun Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(50)

sebagai input bagi usaha pengolah ikan seperti rumah makan, restoran dan hotel. Jalur pemasaran produk merupakan distributor yang menyalurkan hasil panen pembudidaya ikan sehingga keberlanjutan usaha dapat berkembang atau minimal bisa bertahan untuk tetap berproduksi. Dengan adanya jalur pemasaran menjadikan pembudidaya ikan dapat berusaha lebih pasti dan tenang karena setiap kali panen sudah ada yang menampungnya.

Jalur pemasaran hasil produksi ikan keramba jaring apung yang berupa ikan patin dan bahwal sifatnya masih lokal (dalam kabupaten/kota) yang berupa pedagang pengecer dan konsumen akhir berupa konsumen rumah tangga. Sedangkan untuk jenis ikan nila dan ikan mas mempunyai jalur pemasaran yang lebih panjang jalurnya. Pemasaran ikan keramba jaring apung di Provinsi Bengkulu telah menembus pasar antar Provinsi dalam pulau yaitu pulau Sumatera dengan pangsa pasar di wilayah Sumatera yang masih relatif kecil.

Kerjasama antara pembudidaya ikan dan distributor ikan nila telah berjalan selama delapan tahun. Pembudidaya pengepul melayani pedagang besar kabupaten maupun hotel dan restoran untuk menjual ikan hidup dengan harga pasar yang berlaku pada saat tersebut. pembudidaya keramba jaring apung menyediakan plastik kemasan dan oksigen serta melakukan pengemasan bila diminta oleh distributor. Sehingga lebih memudahkan para didtributor untuk menjaga kesegaran ikan tersebut sampai ditempat tujuan. Kemudahan tersebut diimbangi dengan penambahan biaya sebesar Rp. 6.000,00 perkemasan, setiap kemasan dapat berisi 4 kg sampai 6 kg bila dihitung biaya oksigen per

(51)

ekornya berkisar Rp. 240 – Rp. 300. Proses selanjutnya secara keseluruhan menjadi tanggung jawab distributor untuk diangkut sampai di berbagai tempat tujuan.

Pengangkutan dari pembudidaya pengepul dengan menggunakan kendaraan yang waktu tempuh lebih dari satu jam dikemas dengan menngunakan oksigen agar ikan nila dalan keadaan hidup dan masih dalam keadaan segar sehingga nilai jual ikan tersebut tetap tingggi. Sedangkan ikan hidup dijual oleh pedagang tingkat desa dan tingkat kecamatan yang dibeli dari pembudidaya pengepul tanpa menggunakan oksigen. Untuk konsumen tingkat hotel dan restoran membeli langsung dari pedagang besar dengan syarat satu kg berisi 3 ekor dan ukurannya seragam sehingga memudahkan fihak hotel untuk ukuran ikan seragam pada setiap porsi yang disajikan.

Gambar 4.1 jalur pemasaran ikan nila dari Bengkulu Petani Budidaya Rp18ribu/ kg Petani pengepul Rp 20rb/kg Pasar Desa, Kecamatan Rp. 20rb/kg Pengecer/ Pasar Kabupaten/ Kota Konsumen rumah tangga /rm tradisional Rp. 25rb/kg Konsumen hotel dan restoran Rp. 26rb/kg 70% 95% 5% 20% 10% 100%

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(52)

4.2.4. Kendala Pemasaran

Kendala utama yang dihadapi dalam memasarkan ikan hidup adalah, mempertahankan agar ikan yang dikirim tetap hidup dan dalam kondisi yang masih segar di tempat tujuan. Kondisi ini menuntut cara penanganan pengiriman yang terbaik dan paling aman agar ikan yang dikirim tidak menjadi stres atau mati. Ikan air tawar yang mati kurang diminati oleh konsumen sehingga berdampak pada penurunan harga jual dan dampak yang lebih parah bila ikan mati mencapai 8 jam banyak ditolak oleh konsumen dan bila lebih dari 12 jam menjadi tidak layak konsumsi.

Kendala yang tak kalah penting adalah jalan yang ada di Provinsi Bengkulu banyak yang berkelok tajam, serta kondisi fisik jalan yang masih jelek, membawa dampak yang tidak menguntungkan dalam melakukan pengiriman ikan keluar dari sentra produksi ke konsumen di Bengkulu maupun ke konsumen di luar Bengkulu. Kendala yang lain berupa penurunan harga harga getah karet dan perubahan harga tandan buah segar sawit yang cenderung menurun pada tahun 2014 dan dua komoditi ini banyak menopang pendapatan masyrakat pembudidaya sebagai konsumen ikan segar dan secara umum dapat berdampak pada penurunan konsumsi makanan secara keseluruhan dan termasuk penurunan konsumsi ikan.

(53)

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(54)

BAB V ASPEK KEUANGAN

Analisis aspek keuangan dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis apakah usaha budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) akan memperoleh pendapatan yang secara ekonomis menguntungkan serta mamapu mengembalikan kredit yang diberikan Bank dalam jangka waktu yang wajar. Hasil analisis ini juga dapat dijadikan masukan bagi Bank dalam menilai setiap permohonan kredit yang diajukan untuk usaha budidaya Keramba Jaring Apung ( KJA). Selain itu dari analisis ini juga akan diketahui kelayakan usaha dari sisi keuangan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya dalam perencanaan dan pengelolaan usahanya.

5.1 PEMILIHAN POLA USAHA

Usaha budidaya keramba jaring apung saat ini telah berkembang luas di kabupaten- kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu, terutama di daerah yang banyak sungai, atau danau seperti Kabupaten Kepahiang yang memiliki danau buatan Waduk dari proyek PLTA Sungai Musi di Kecamatan Ujan Mas. Usaha budidaya ikan dengan sistem KJA membutuhkan lokasi usaha yang luas. Budidaya ikan nila lebih disukai para pembudidaya karena beberapa pertimbangan, seperti: pertumbuhannya relatif cepat, dapat dipelihara dengan kepadatan yang tinggi, tidak memerlukan persyaratan kualitas air yang rumit, mampu memanfaatkan pakan secara efisien, rasanya enak dan dapat diterima oleh segala lapisan masyarakat serta mempunyai prospek pemasaran

(55)

yang baik

Pola usaha yang akan dijalankan dalam budidaya keramba jaring apung (KJA) ini adalah budidaya ikan dengan menggunakan keramba. Pada lahan yang akan dijadikan sebagai tempat budidaya dibuat jaring-jaring berbentuk segiempat dengan ukuran standar yaitu dengan panjang 7 m, lebar 7 m dan kedalaman 2 m sebagai tempat keramba jaring apung.

5.2 ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN

Perhitungan finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha kemampuan usaha untuk membayar kredit dan kelayakan usaha memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survei dan pengamatan yang terjadi di lapangan serta informasi dan bebrapa literatur. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan ini disajikan pada Tabel 5.1

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(56)

 

Tabel 5.1 Asumsi Teknis Dalam Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung

NO Uraian Nilai Satuan

1 Umur proyek 3 Tahun

2 Bulan dalam 1 tahun 12 Bulan

3 Luas lahan 196 m2

3 Jumlah KJA 4 Unit

4 Luas keramba (7m x 7m) 49 m2 5 Kedalaman air pada kolam 2 M 6 Volume Kedalaman air pada Kja 98 Unit

7 Volume Kja 392 m3

8 Ukuran benih ikan nila disebar 8 - 12 Cm 9 Kepadatan tebar 50 ekor/m3

air 10 Jumlah benih ikan nila disebar 19600 Ekor 11 Jumlah pengelola 1 Orang

12 Jumlah pekerja 1 Orang

13 Tingkat mortalitas 1 Persen 14 Umur nila dipanen 4 Bulan 15 Jeda waktu antar siklus 30 Hari 16 Lama periode satu siklus(termasuk jeda) 4 Bulan 17 Frekuensi panen ikan nila 3 kali dalam

setahun 18 Ukuran ikan nila yang dipanen 5 ekor/kg 19 Konversi pakan terhadap berat nila 0.041 kali 20 Harga benih ikan nila per ekor 350 Rupiah/

ekor 21 Harga jual ikan nila (rata-rata) 18,000 rupiah/kg

(57)

 

22 Tingkat suku bunga Kredit 18% efektif 23 Jangka waktu kredit : Investasi 30 Bulan

Modal Kerja 30 Bulan

24 Gaji pengelola per bulan rupiah/bul an 25 Biaya tenaga kerja per bulan rupiah/bul

an 26 Biaya pembuatan pondok jaga/ gudang 4,250,000 rupiah/m2 27 Harga rata-rata pakan ikan nila 10,000 rupiah/kg 28 biaya kerangka 1,500,000 rupiah/m2 29 Biaya jarring 1,431,000 rupiah/m2 30 jumlah jarring 4 keramba/

m2 31 Jumlah pelampung 4 Buah 32 Biaya pelampung 137,500 Rp. 33 biaya jangkar 25,000 Rp. 34 jumlah jangkar semen 4 buah 35 biaya ember 11,500 Rp.

36 Jumlah ember 4 buah

37 biaya tangguk 14,000 Rp.

38 Jumlah Tangguk 2 buah

39 Biaya Gayung 5,000 Rp.

40 Jumlah gayung 2 buah

41 biaya tabung oksigen 1,450,000 rupiah/ Unit Sumber : Data Primer Diolah

 

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

(58)

 

5.3 KOMPONEN BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERSIONAL 5.3.1 Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya tetap yang dikeluarkan pada saat memulai suatu usaha. Biaya Biaya investasi budidaya keramba jaring apung meliputi prasarana dan sertifikasi lahan (kecuali bila lahan sewa),biaya perijinan, konstruksi bangunan (keramba dan gudang/pondok jaga), dan peralatan pembantu lainnya sebagaimana dapat kita lihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2

Biaya Investasi Budidaya Keramba Jaring Apung No Komponen Biaya Investasi Volu me Satuan Harga/ Unit (Rp) Nilai (Rp ) Umur (tahun ) Depresiasi per tahun (Rp) Depresiasi per Bulan (Rp) Depresiasi per Triwln (Rp) Nilai Sisa A. Biaya Prasara na

1 Gudang/pondok jaga 15 m2 4,250,000 63,750,000 5 12,750,000 1,062,500 3,187,500 25,500,000

2 Pasang listrik 900 w 1 ls 750,000 750,000 3 250,000 20,833 62,500 0 3 Perijinan 1 ls 300,000 300,000 3 100,000 8,333 25,000 0 Total Biaya Prasarana 64,800,000 13,100,000 1,091,667 3,275,000 25,500,000 B. Biaya Peralatan 0 1. Kerangka 4 unit 1,500,000 6,000,000 2 3,000,000 250,000 750,000 -3,000,000 2. Pelampung 4 buah 137,500 550,000 20 27,500 2,292 6,875 467,500 3. Jangkar 4 buah 25,000 100,000 10 10,000 833 2,500 70,000 4. Jarring 4 unit 1,431,000 5,724,000 8 715,500 59,625 178,875 3,577,500 5. Pengikat 16 buah 60,000 960,000 5 192,000 16,000 48,000 384,000

6. serok/ tangguk 2 buah 14,000 28,000 5 5,600 467 1,400 11,200

7. Ember 4 buah 11,500 46,000 2 23,000 1,917 5,750 -23,000

8. Gayung 2 buah 5,000 10,000 2 5,000 417 1,250 -5,000

Total Biaya 13,418,000 3,978,600 331,550 994,650 1,482,200

(59)

 

Peralatan

C. Total Biaya Investasi 78,218,000 17,078,600 1,423,217 4,269,650 26,982,200

Sumber : Data Primer Diolah

Keterangan: Depresiasi /amortisasi dengan menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa 0 (nol).

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa untuk asumsi 4 KJA dengan ukuran masing-masing keramba adalah 7m x 7m jumlah biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp. .78.218.000,00.

5.3.2 Biaya Operasional

Biaya operasional untuk budidaya keramba jaring apung meliputi biaya tenaga kerja (gaji pengelola dan upah pekerja), benih ikan nila, bahan-bahan (pakan, biaya listrik serta biaya pemeliharaan). Rincian biaya operasional budidaya keramba jaring apung per tahun selegkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Biaya Operasional No. Komponen Biaya

Operasional Volume Satuan Harga Satuan (Rp ) Biaya 1 Siklus (Rp) Biaya 1 Tahun (Rp)

A. Biaya Tenaga Kerja

upah pembersihan dan

penyiapan KJA 4 orang bulan 0 0 0

2. upah penyebaran

benih 4 orang bulan 0 0 0

3 upah pemberian pakan

4 upah pengawasan air

5. upah pengamanan KJA

6. upah pemanenan Ikan

7. upah pengemasan ikan

Keramba Jaring Apung (KJA) Provinsi Bengkulu 2014

Gambar

Gambar 2.2 Sumber Dana Usaha Budidaya  Keramba Jaring Apung
Gambar 3.1. Kerangka Jaring Apung
Gambar 3.2 Pelampung drum fiber
Tabel 3.1 Syarat Kualitas Air Yang Digunakan
+5

Referensi

Dokumen terkait

3] Memerintahkan Termohon untuk memberikan salinan dokumen yang relevan dengan tujuan pengawasan masyarakat dengan materi informasi sebagaimana dimaksud dalam

Proses dimulai dari pihak agent Greenhouse akan mencari properti yang hendak dipasarkan/disewakan, kemudian setelah dicatat datanya selanjutnya akan dibuat selebaran

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa dengan adanya Sistem Informasi Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) Berbasis Web dapat memudahkan mahasiswa untuk melakukan

Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme kontrol sosial pada obyek wisata Silokek terhadap perilaku menyimpang remaja oleh masyarakat Nagari Silokek Kecamatan

Pada perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan D hal ini disebabkan oleh dosis yang ditingkatkan yakni sebesar 1 ml/kg mempercepat kematangan gonad dan waktu

Alternatif yang diperlukan meliputi pemanfaatan tanaman air dalam kolam pemijahan untuk merangsang pematangan gonad induk, penggunaan pakan buatan kaya nutrisi berupa campuran pelet

Dengan memanjatkan Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Laporan Keuangan SKPD Kecamatan Andir Kota Bandung pada akhir Tahun Anggaran 2014 (per 31 Desember 2014)