• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan metode grafik untuk penentuan elemen matriks sistem optik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penggunaan metode grafik untuk penentuan elemen matriks sistem optik - USD Repository"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Program Studi Fisika

Oleh: MINTO NIM : 013214012

FAKULTAS SAINS dan TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

APPLICATION OF GRAPHICAL METHOD FOR DETERMINING THE MATRIX ELEMENTS OF OPTICAL SYSTEM

SCRIPTION

Precented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree

In Physics

By MINTO NIM : 013214012

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2008

(3)

PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK

Oleh : Minto NIM : 013214012

Telah disetujui oleh :

.

27 Februari 2008

(4)

SKRIPSI

PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK

Oleh : Minto NIM : 013214012

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 15 Maret 2008

Susunan Panitia Penguji

Nama lengkap Tanda tangan Ketua Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. ... Sekretaris Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. ... Anggota Drs. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si. ... Anggota Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. ... Anggota Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. ...

Yogyakarta, 17 Maret 2008 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Dekan

iv

(5)

”MOTTO”

”Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan karena kita tidak pernah gagal,

tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.” (konfusius)

”Rahasia kesuksesan adalah semangat juang yang tak pernah padam.”

”Berdirilah teguh, jangan goyah dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan .

Sebab kamu tahu bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan, jerih payahmu

tidak akan sia-sia.” (1 Kor 15:58)

(6)

”HALAMAN PERSEMBAHAN”

Kupersembahkan untuk Apa’ man Uweku yang aku sayangi,

hormati, dan aku cintai.

Untuk Adi’-adi’ku yang terkasih.

Saudara-saudaraku yang aku cintai.

Sayakngku yang selalu Aku sayakngi n cintai, dan

Almamaterku tercinta.

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Minto

Nomor Mahasiswa : 013214012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK,

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memeberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal :17 Maret 2008 Yang menyatakan

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Februari 2008 Penulis,

Minto

(9)

ABSTRAK

PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK

Elemen matriks suatu lensa dan sistem optik ditentukan secara eksperimen dengan menganalisis data hasil eksperimen menggunakan metode grafik. Elemen matriks yang diperoleh dari hasil eksperimen dibandingkan terhadap hasil perhitungan teoretis. Hasil eksperimen sangat sesuai dengan hasil perhitungan teoretis.

(10)

ABSTRACT

APPLICATION OF GRAPHICAL METHOD FOR DETERMINING THE MATRIX ELEMENTS OF OPTICAL SYSTEM

Matrix elements both for single lens and optical system have been obtained by analizing the experimental data using graphical method. Matrix elements obtained from experimental results to be compared with the theoretical calculation results. The experimental result in agreement with the theoretical calculation results.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PENGGUNAAN METODE GRAFIK UNTUK PENENTUAN ELEMEN MATRIKS SISTEM OPTIK” ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) dalam bidang ilmu fisika di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si. selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing dengan sabar dan penuh tanggungjawab selama mengerjakan tugas akhir ini.

2. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fisika.

3. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Kepala Laboratorium Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Romo Ir. Gregorius Heliarko S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

5. Apa man Uwe ku, Adi’-adi’ku dan samua kaluargaku nang salalu dukung aku, serta uga Sayakngku tercinta.

(12)

6. Seluruh Dosen Fisika yang telah memberikan ilmunya buat saya.

7. Agus kemali yang telah banyak memberi masukkan dalam mengerjakan skripsi ini. 8. Ayukng Seketku Seperjuangan Di Asrama : Heri Suarno, Pila, Emilius S.

9. Ayu, Manggar, Nur, Ratna, N Bambang Trim’s atas antriannya saat bimbingan. 10.Ayukng-ayukngku ka’ kost SN Laundri (☺Enzo, Bento, Hari, Mamat, Hero,

P’Aryo serta semua teman-teman yang lainnya yang ga bisa disebutkan namanya satu-persatu, thanks semuanya☺).

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, Februari 2008

Minto

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

KATA PENGANTAR... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latarbelakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 3

I.3. Batasan Masalah... 3

(14)

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

I.4.1. Tujuan Penelitian ... 4

I.4.2. Manfaat Penelitian ... 5

I.5. Sistematika Penulisan... 5

BAB II. DASAR TEORI ... 7

II.1. Lensa dan Hukum-hukum Lensa ... 7

II.2. Efek Translasi ... 11

II.3. Efek Refraksi ... 13

II.4. Elemen Matriks Lensa Tipis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

III.1. Tempat penelitian ... 23

III.2. Perhitungan Teoretis Elemen-elemen Matriks Sistem Optik ... 23

III.3. Metode Eksperimen Penentuan Elemen-elemen Matriks Sistem Optik ... 24

IV.3.1. Desain eksperimen dan cara pengambilan data... 24

IV.3.2. Cara pengolahan data ekperimen ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

IV.1. Hasil Perhitungan Teoretis Elemen Matriks Sistem Optik ... 31

(15)

IV.1.1. Satu lensa positif ... 31

IV.1.2. Kombinasi dua lensa positif`... 32

IV.1.3. Satu lensa negatif ... 34

IV.1.4. Kombinasi lensa positif dan negatif ... 35

IV.2. Hasil Eksperimen Elemen Matriks Lensa atau Sistem Optik ... 36

IV.2.1. Satu lensa positif ... 36

IV.2.2. Kombinasi dua lensa positif ... 46

IV.2.3. Satu lensa negatif ... 53

IV.2.4. Kombinasi lensa positif dan negatif ... 57

IV.3. Nilai Rata-rata Determinan dari Hasil Eksperimen Elemen Matriks Lensa atau Sistem Optik ... 60

IV.3.1. Satu lensa negatif ... 61

IV.3.2. Kombinasi dua lensa positif ... 62

IV.3.3. Satu lensa negatif ... 63

IV.3.4. Kombinasi lensa positif dan negatif ... 63

IV.4. Selisih Hasil Eksperimen dan Hasil Teoretis Elemen Matriks Lensa atau Sistem Optik ... 64

(16)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

V.1. Kesimpulan ... 66

V.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA... 67

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 4-1. Karakteristik lensa untuk sistem optik dua lensa postif

f1 = 6,25 cm, f2 = 12,5 cm, jarak antar lensa 5 cm, dan n = 1,650... 32

Tabel 4-2. Karakteristik lensa untuk sistem optik dua lensa postif

f1 = 6,25 cm, f2 = 25 cm, jarak antar lensa 10 cm, dan n = 1,650... 33

Tabel 4-3. Karakteristik lensa untuk sistem optik lensa postif-negatif

f1 = 6,25 cm, f2 = -12,5 cm, jarak antar lensa 5 cm, dan n = 1,650... 35

Tabel 4-4. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = 6,25 cm, t = 3,1 cm

x1= 2 cm, dan n = 1,650 ... 36

Tabel 4-5. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = 12,5 cm, t = 1,5 cm

x1 = 2 cm, dan n = 1,650 ... 40

Tabel 4-6. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = 25 cm, t = 0,9 cm

x1 = 2 cm, dan n = 1,650 ... 43

Tabel 4-7. Data eksperimen dua lensa positif dengan f1 = 6,25 cm, f2 = 12,5 cm

t1 = 3,1 cm, t2 = 1,5 cm, x1= 2 cm, dan n = 1,650 ... 47

Tabel 4-8. Data eksperimen dua lensa positif dengan f1 = 6,25 cm, f2 = 25 cm

t1 = 3,1 cm, t2 = 0,9 cm, x1= 2 cm, dan n = 1,650 ... 50

Tabel 4-9. Data eksperimen lensa tunggal negatif dengan f = -12,5 cm

t = 0,6 cm dan n = 1,650... 54

(18)

Tabel 4-10. Data eksperimen lensa positif-negatif dengan f1 = 6,25 cm,

f2 = -12,5 cm, t1 = 3,1 cm, t2 = 0,6 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650 ... 57

Tabel 4-11. Nilai dan untuk satu lensa positif

__

detS detS

f = 6,25 cm, f = 12,5 cm, f = 25 cm ... 64

Tabel 4-12. Nilai dan kombinasi dua lensa positif

__

detO detO

f1 = 6,25 cm, f2 = 12,5 cm dan f1 = 6,25 cm, f2 = 25 cm ... 64

Tabel 4-13. Nilai dan untuk satu lensa negatif

__

detS detS

f = -12,5 cm... 65

Tabel 4-14. Nilai dan kombinasi lensa positif-negatif

__

detO detO

f1 = 6,25 cm, f2 = -12,5 cm... 65

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Lintasan cahaya melalui lensa positif... 8

Gambar 2-2. Lintasan cahaya melalui lensa positif... 9

Gambar 2-3. Tiga lintasan sinar membentuk bayangan real ... 10

Gambar 2-4. Lintasan dan koordinat sinar falam medium homogen ... 11

Gambar 2-5. Refraksi sinar pada permukaan sferis... 14

Gambar 2-6. Lintasan sinar paraksial dalam lensa tipis ... 18

Gambar 2-7. Sinar paraksial lewat lensa tipis indeks bias n... 20

Gambar 3-1. Desain eksperimen lensa positif secara umum... 25

Gambar 3-2. Susunan alat pada eksperimen kombinasi lensa positif-negatif ... 26

Gambar 4-1. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm ... 37

Gambar 4-2. Grafik Z1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm ... 37

Gambar 4-3. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm ... 38

Gambar 4-4. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm ... 39

Gambar 4-5. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm ... 40

Gambar 4-6. Grafik Z1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm ... 41

Gambar 4-7. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm ... 42

Gambar 4-8. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm ... 42

Gambar 4-9. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm ... 44

Gambar 4-10. Grafik Z1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm ... 44

(20)

Gambar 4-11. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm ... 45

Gambar 4-12. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm ... 46

Gambar 4-13. Grafik M1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +12,5 cm... 47

Gambar 4-14. Grafik Z1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +12,5 cm... 48

Gambar 4-15. Grafik M2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +12,5 cm... 49

Gambar 4-16. Grafik Z2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +12,5 cm... 49

Gambar 4-17. Grafik M1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +25 cm... 51

Gambar 4-18. Grafik Z1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +25 cm... 51

Gambar 4-19. Grafik M2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +25 cm... 52

Gambar 4-20. Grafik Z2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif

f1 = +6,25 cm dan f2 = +25 cm... 53

Gambar 4-21. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = -12,5 cm... 54

Gambar 4-22. Grafik Z1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = -12,5 cm ... 55

(21)

Gambar 4-23. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = -12,5 cm... 56

Gambar 4-24. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = -12,5 cm ... 56

Gambar 4-25. Grafik M1 sebagai fungsi D2 kombinasi lensa positif-negatif

f1 = +6,25 cm dan f2 = -12,5 cm... 58

Gambar 4-26. Grafik Z1 sebagai fungsi D2 kombinasi lensa positif-negatif

f1 = +6,25 cm dan f2 = -12,5 cm... 58

Gambar 4-27. Grafik M2 sebagai fungsi D2 kombinasi lensa positif-negatif

f1 = +6,25 cm dan f2 = -12,5 cm... 59

Gambar 4-28. Grafik Z2 sebagai fungsi D2 kombinasi lensa positif-negatif

f1 = +6,25 cm dan f2 = -12,5 cm... 60

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dari optik geometri diketahui bahwa benda (objek) yang ditempatkan sejauh D1 dari

suatu lensa cembung atau cekung akan membentuk bayangan sejauh D2. Kaitan antara D1

dan D2 diberikan oleh persamaan

f D D

1 1 1

2 1

=

+ (1.1)

dengan f sebagai panjang fokus lensa. Persamaan (1.1) sangat dikenal luas dalam optik geometri khususnya untuk lensa tipis.

Jika sistem optik tersusun atas dua atau lebih lensa dengan masing-masing lensa mempunyai ketebalan tertentu, maka penggunaan persamaan lensa tipis pada persamaan (1.1) kurang sesuai dan tidak praktis. Kurang sesuai karena persamaan (1.1) mengandaikan lensa tipis, sedangkan dalam eksperimen ketebalan lensa tidak seperti yang diasumsikan. Tidak praktis, karena penentuan posisi akhir bayangan suatu benda untuk sistem optik yang tersusun dari dua atau lebih lensa memerlukan perhitungan tahap demi tahap posisi bayangan yang dibentuk suatu lensa yang kemudian bayangan tersebut dianggap sebagai benda (objek) terhadap lensa berikutnya. Dengan demikian, kalau sistem optik tersusun atas

(23)

banyak lensa, maka perhitungan dengan menggunakan persamaan (1.1) menjadi tidak praktis dan sangat kompleks. Dengan alasan tersebut, fisikawan mengembangkan suatu metode yang dapat mempermudah perhitungan yang dikenal sebagai optik matriks.

Optik matriks merupakan suatu metode yang menggunakan konsep-konsep matriks yang dipadukan dengan sifat-sifat fisis sistem optik dalam menyelesaikan masalah optik khususnya untuk optik sinar paraksial dengan optik matriks, suatu sistem optik diwakili oleh sebuah matriks berorde 2x2 yang merupakan perkalian dua buah matriks yaitu perkalian matriks translasi dan matriks refraksi. Karena matriks berorde 2x2, maka ada empat buah elemen matriks suatu sistem optik.

Elemen-elemen matriks suatu sistem optik dapat dihitung secara teoretis jika besaran-besaran yang terkait dengan sistem optik diketahui. Untuk menguji kesesuaiaan hasil perhitungan teoretis dengan segala pendekatan dan metode yang digunakan dalam perumusannya sehingga menghasilkan suatu matriks, perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data empiris yang dapat mendukung kebenaran pendekatan atau metode yang digunakan.

(24)

3

bahwa elemen-elemen matriks suatu sistem optik dapat ditentukan (diperoleh) secara eksperimen dengan alat dan metode eksperimen yang sangat sederhana.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang tersebut, penulis ingin meneliti kesesuaian elemen-elemen matriks suatu sistem optik yang diperoleh dari hasil perhitungan teoretis dengan hasil yang diperoleh dari eksperimen. Seperti diketahui, elemen-elemen matriks suatu sistem optik yang diperoleh dari hasil perhitungan teoretis merupakan suatu pendekatan dengan segala keterbatasan metode atau model yang digunakan. Oleh karena itu, analisis data hasil eksperimen untuk sistem optik yang dapat menghasilkan elemen-elemen matriks sistem optik perlu dilakukan untuk menguji kesesuaian pendekatan dan metode atau model yang digunakan.

1.3. Batasan masalah

Permasalahan yang diteliti dibatasi pada:

Lensa yang digunakan adalah lensa konvergen (lensa positif) dan lensa divergen (lensa negatif).

• Lensa positif (kovergen) dengan panjang fokus adalah f = +6,25 cm, f = +12,5

cm, f = +25 cm.

(25)

Kombinasi dua lensa positif dengan panjang fokus adalah (f1 = +6,25 cm, f2=

+12,5 cm), dan (f1 = +6,25 cm, f2 = +25 cm).

Kombinasi lensa positif dan lensa negatif dengan panjang fokus adalah (f1 =

+6,25 cm, f2 = -12,5 cm).

1.4 . Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sebagaimana dikemukakan pada latarbelakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan dan manfaat yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya optik matriks, sebagai berikut:

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan nilai elemen-elemen matriks orde 2x2 sistem optik ( a, b, c, d) secara teoretis dan eksperimen.

2. Menguji kesesuaian elemen-elemen matriks suatu sistem optik yang dihitung secara teoretis dengan yang diperoleh dari eksperimen.

3. Mengetahui keterbatasan metode optik matriks dalam menentukan elemen-elemen matriks sehingga dapat dilakukan perbaikan dan pengembangannya. 4. Menunjukkan bahwa elemen-elemen matriks suatu sistem optik dapat diperoleh

(26)

5

1.4. 2. Manfaat Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan manfaat (kontribusi) berupa informasi tentang kesesuaian model atau pendekatan yang digunakan untuk menentukan elemen-elemen matriks suatu sistem optik secara teoretis dengan elemen-elemen matriks yang diperoleh dari hasil eksperimen. Dengan mengetahui kesesuian elemen-elemen matriks tersebut dapat diketahui kelayakan pendekatan (model) yang digunakan sehingga memberikan manfaat dalam pengembangan dan pengkajian pendekatan yang digunakan dalam penentuan elemen matriks lensa atau optik secara teoretis, khususnya dalam penentuan elemen-elemen matriks sistem optik yang terdiri dari banyak lensa.

1.5. Sistematika Penelitian

Hasil penelitian disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab I terdiri dari latarbelakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Dalam Bab II disajikan penjabaran teoretis Lensa dan Hukum-hukum Lensa, Efek Translasi, Efek Refraksi, dan Elemen Matriks Lensa Tipis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(27)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV menyajikan hasil perhitungan teoretis, penelitian dan analisa data serta pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(28)

BAB II DASAR TEORI

Sinar atau cahaya merambat dalam suatu sistem optik, maka sinar atau cahaya tersebut dapat mengalami hamburan, serapan, translasi, refraksi, refleksi, difraksi, dan sebagainya. Dalam sistem optik yang akan ditinjau, anggap bahwa sinar atau cahaya dalam suatu medium hanya mengalami translasi dan refraksi.

Sinar mengalami translasi jika merambat dalam medium atau sistem optik yang serba sama (homogen), sedangkan sinar mengalami refraksi jika sinar membentur bidang batas permukaan dua medium yang berbeda indeks biasnya

II.1. Lensa dan Hukum-hukum Lensa

Lensa adalah suatu bahan transparan yang dapat memfokuskan berkas cahaya sedemikian sehingga suatu bayangan dapat dibentuk. Lensa biasanya terbuat dari kaca (gelass) atau plastik dengan indeks bias (n) tertentu. Dalam pembahasan ini yang ditinjau hanyalah lensa yang tipis dan yang mempunyai permukaan sferis serta ditempatkan dalam udara dengan indeks bias udara pada tekanan normal dan suhu kamar sebesar n = 1.

Secara umum, lensa dapat dikategorikan menjadi lensa konvergen dan divergen. Lensa konvergen sering juga sisebut lensa positif akan membelokkan cahaya (sinar) yang lewat lensa ke arah sumbu lensa sehingga kalau cahaya (sinar) paralel lewat lensa positif maka cahaya terdebut akan melalui suatu titik pada jarak tertentu dari lensa positif. Titik

(29)

tertentu tersebut dikenal sebagai titik fokus lensa. Jarak titik fokus dari pusat lensa disebut panjang fokus lensa (f) seperti diperlihatkan pada Gambar 2-1 untuk lensa positif. Karena lensa yang ditinjau adalah lensa yang mempunyai permukaan sferis (bola), maka permukaan lensa tersebut mempunyai jari-jari kelengkungan (r).

Pernyataan bahwa semua sinar yang merambat sejajar sumbu optik setelah melewati lensa positif akan konvergen (memusat) pada suatu titik tertentu (pada titik fokus) hanyalah berlaku pada lensa yang sempurna. Pada kenyataannya, jarak titik fokus tersebut tidak tepat pada suatu titik, tetapi sedikit menyebar. Gejala ini dikenal sebagai aberasi monokromatik. Demikian juga jika cahaya yang digunakan merupakan campuran sinar dengan berbagai panjang gelombang maka penyebaran titik fokus tersebut semakin besar (Gambar 2-1).

sumbu

f

Gambar 2-1. Lintasan cahaya melalui lensa positif

(30)

9

f

Gambar 2-2. Lintasan cahaya melalui lensa negatif

Permukaan lensa dapat cembung, cekung, atau datar. Permukaan lensa cembung mempunyai jari kelengkungan positif, lensa yang permukaan cekung mempunyai jari-jari kelengkungan negatif, dan lensa yang permukaan datar mempunyai jari-jari-jari-jari kelengkungan tak berhingga.

Pembentukan bayangan suatu objek (benda) yang ditempatkan di depan permukaan lensa tipis dapat dijelaskan dengan meninjau hukum-hukum lensa berikut ini:

1. Sinar yang merambat sejajar sumbu lensa akan dibelokkan oleh lensa menuju titik fokus lensa.

2. Sinar yang berasal dari titik fokus setelah melewati lensa akan diteruskan sejajar dengan sumbu lensa.

(31)

Ketiga aturan lintasan sinar oleh keberadaan lensa diperlihatkan secara grafis pada Gambar 2-3. Bayangan suatu benda (objek) terbentuk pada jarak tertentu dari lensa, yaitu

1

objek 2 3

bayangan

f f

Gambar 2-3. Tiga lintasan sinar membentuk bayangan real

pada titik dimana ketiga sinar tersebut lewat. Bayangan dapat real (nyata) dan dapat juga imajiner (maya). Bayangan real adalah bayangan suatu objek yang dapat diamati pada layar yang ditempatkan pada jarak tertentu dari lensa sedangkan bayangan maya adalah bayangan yang tidak dapat diamati pada layar yang ditempatkan di daerah lintasan cahaya yang sudah melewati lensa.

Untuk melukiskan lintasan sinar yang melewati sebuah lensa secara skematis digunakan perjanjian berikut:

(32)

11

II.2. Efek Translasi

Ditinjau sinar paraksial yang merambat dalam medium dengan indeks bias n dan berjarak x1 dari sumbu optik (sumbu-Z). Sinar membentuk sudut sebesar 1 terhadap

sumbu-Z seperti ditunjukan pada Gambar 2-4. setelah sinar menempuh jarak D (yaitu proyeksi panjang lintasan sinar PM terhadap sumbu-Z) koordinat sinar adalah (x2,2).

2 M

1

P X2

X1

Z

P’ M’

D

Gambar 2-4. Lintasan dan koordinat sinar dalam medium homogen

Jika medium homogen, maka sinar akan merambat lurus dalam medium sehingga diperoleh 1 = 2.

Kalau PP’ dan MM’ tegak lurus terhadap sumbu-Z dengan P’M’ = D, maka dari Gambar 2-4 dapat dituliskan

1 1

2 Dtan x

x = α +

(33)

Untuk sinar-sinar paraksial (sinar yang merambat sejajar dengan sumbu-Z) sudut 1 sangat

kecil sehingga berlaku

1 1

tanα ≈α

dengan demikian persamaan (2.1) dapat dituliskan menjadi

1 1

2 D x

x = α +

(2.2)

Dengan mendefinisikan parameter baru, yaitu

1 1

1 α

λ =n (2.3)

dan

2 2

2 α

λ = n (2.4)

serta mengingat

2

1 α

α = dan

2

1 n

n = (karena medium homogen), maka dari persamaan (2.2),

(2.3), dan (2.4) diperoleh

1 2 λ λ = 1 1 1 2 x n D x ⎟⎟ +

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = λ

yang dapat dituliskan dalam bentuk matriks

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 1 1 1 2 2 1 0 1 x n D x λ λ (2.5)

Jadi, kalau posisi sinar mula-mula adalah (λ1,x1) yang kemudian merambat sejauh D

(34)

13

sebagaimana terlihat pada persamaan (2.5). Matriks yang menghubungkan koordinat (λ1,x1)

dan (λ2,x2) disebut matriks translasi (T). Matriks translasi tersebut adalah

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ =

1 0 1

1

n D

T (2.6)

Dari persamaan (2.6) diperoleh determinan matriks translasi (det T) bernilai

(2.7) 1

detT=

II.3. Efek Refraksi

Ditinjau sinar AP membentur permukaan sferis pada titik P yang merupakan perbatasan dua medium yang mempunyai indeks bias yang berbeda tetapi transparan dengan indeks bias masing-masing n1 dan n2, dan PB sebagai lintasan sinar sesudah

(35)

Sesuai dengan hukum Snellius, sinar yang merambat suatu medium dengan indeks bias n1 dan membentuk sudut θ1 terhadap garis normal bidang permukaan, maka sinar

tersebut akan dibiaskan dengan sudut θ2 pada medium dengan indeks bias n2 atau secara

matematis dituliskan

2 2 1

1sinθ n sinθ

n = (2.8)

Kalau sudut θsangat kecil (merupakan syarat pada pendekatan sinar paraksial), maka dapat dituliskan

θ θ≈ sin

sehingga persamaan (2.8) dapat dituliskan menjadi

2 2 1

n θ

n ≈ (2.9)

dan dari Gambar 2-5 diperoleh

B

r A

P

φ 2

θ1

x

n1

n2

C

1

φ θ2

(36)

15

1

1 φ α

θ = + (2.10a)

2

2 φ α

θ = + (2.10b)

serta sesuai dengan pengandaian yang dipilih bahwa sinar yang merambat atau mengalami translasi dan refraksi adalah sinar-sinar paraksial, maka dapat dituliskan

φ φ ≈ tan

sehingga

r x

=

φ (2.11)

maka diperoleh

(

1

)

2

(

2

1 φ+α ≈n φ+α

)

n

atau

(

n n

)

r x

n

n2α21α121 / (2.12)

Kalau dilakukan substitusi persamaan (2.3) dan (2.4) ke dalam persamaan (2.12) akan diperoleh

Px

− = 1

2 λ

λ (2.13)

dengan

r n n

P= 2− 1 (2.14)

(37)

Pada bidang batas, yaitu di titik P (Gambar 2-5), tinggi sinar sebelum dan sesudah refraksi sama (x1 = x2), dan dari persamaan (2.13), maka koordinat sinar setelah refraksi

diberikan oleh (2.15) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 1 1 2 2 1 0 1 x P x λ λ

Jadi matriks refraksi (R) diberikan oleh

(2.16) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 1 0 1 P R

Dari persamaan (2.16) terlihat bahwa determinan matriks refraksi bernilai satu atau secara matematis dituliskan

(2.17) 1

detR=

Dengan melihat hasil yang diperoleh dari perumusan efek translasi dan refraksi tersebut dapat dinyatakan bahwa sistem optik yang dilewati oleh sinar dapat ditampilkan dalam bentuk suatu matriks yang merupakan perkalian dari matriks translasi dan matriks refraksi.

Jika koordinat sinar yang masuk ke sistem optik adalah (λ1,x1) dan koordinat sinar

saat meninggalkan sistem optik adalah

(

λ2,x2

)

, maka kaitan antara kedua koordinat

tersebut diberikan oleh matriks

(38)

17

(2.19) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ −

− =

c d

a b

S

disebut matriks optik yang elemen-elemennya bergantung pada sistem optik. Tanda negatif pada elemen matriks S hanyalah suatu perjanjian (Ghatak, 1977: 51).

Kalau sinar yang merambat dalam sistem optik hanya mengalami translasi dan refraksi, maka matriks optik S hanya merupakan perkalian antara matriks translasi dan refraksi.

Dengan demikian matriks optik

R T

S=

dan sesuai persamaan (2.7) dan (2.17) diperoleh

1

det det det

=

= T R

S

atau

(2.20) 1

= −ad bc

II.4. Elemen Matriks Lensa Tipis

Untuk menentukan elemen-elemen matriks lensa tipis ditinjau sinar paraksial O’P yang mengalami translasi sejauh D1sebelummembentur permukaan lensa di titik P. Sinar

(39)

P Q O’

I’

x1 x2

O D I

2 D1

Gambar 2-6. Lintasan sinar paraksial dalam lensa tipis

Kalau koordinat sinar di titik O’, P, Q, dan I’ masing-masing secara berturut-turut adalah (λ1,x1), (λ’,x’), (λ”,x”), dan (λ2,x2), maka

(40)

19

Kalau sinar berasal dari titik objek paraksial (x1 = 0), maka bayangannya juga akan

berada pada x2= 0, sehingga untuk lensa tipis berlaku

0

1 2 1

2 +aDDcDd=

bD (2.23)

yang dikenal sebagai syarat untuk keberadaan objek-bayangan suatu lensa atau sistem optik (Anthony, 1966: 67). Jadi persamaan (2.22) dapat dituliskan kembali dalam bentuk

(2.24) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

− − +

= ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

1 1 2 1

2 2

0 c aD x

a aD

b x

λ λ

Kalau , maka diperoleh x2≠0

(

2 1

2 c aD x

x = −

)

(2.25)

dengan x1 dan x2 masing-masing sebagai tinggi objek atau tinggi / jarak lintasan sinar dan

tinggi bayangannya atau tinggi lintasan sinar setelah lewat lensa. Jika perbesaran sistem

(M) didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan atau tinggi lintasan sinar diukur dari sumbu optik pada jarak tertentu dengan tinggi objek atau jarak lintasan sinar ke sumbu optik sebelum melewati lensa, atau secara matematis dituliskan

1 2

x x M=

maka sesuai dengan persamaan (2.25) perbesaran sistem optik lensa tipis diberikan oleh

(2.26)

(

c aD2

M= −

)

(41)

1 0 2 1 = − − + aD c a aD b sehingga M aD c aD

b 1 1

2

1= =

+ (2.27)

Jadi secara umum untuk sistem optik dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 1 1 2 2 0 1 x M a M x λ λ (2.28)

Selanjutnya ditinjau sebuah lensa tipis dengan ketebalan t yang terbuat dari bahan transparan dengan indeks bias n dan jari-jari kelengkungan lensa adalah r1 dan r2 (Gambar

2-7).

P

Q O

x1 x2

I

D2

D1 t

n

r1 r2

(42)

21

Kalau koordinat titik P dan Q secara berturut-turut diberikan oleh (λ1,x1) dan (λ2,x2)

serta mengingat persamaan (2.6) dan (2.18), maka kaitan antara koordinat sinar tersebut diberikan oleh ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 1 1 1 2 2 2 1 0 1 1 0 1 1 0 1 x P n t P x λ λ (2.29) dengan 1 1 1 r n

P = − dan

2 2

1

r n

P = − (2.30)

yang dikenal sebagai refraksi lensa yang berada dalam udara dengan indeks bias n = 1. Jika persamaan (2.29) disederhanakan, maka akan diperoleh matriks sistem optik untuk sebuah lensa tipis sebagai berikut:

(2.31)

⎟⎟

⎜⎜

=

n

t

P

n

t

n

t

P

P

P

n

t

P

S

/

1

/

)

/

1

(

/

1

1 1 2 1 2

Pada keadaan t → 0 (pada kasus lensa tipis), matriks lensa pada persamaan (2.31) menjadi

(2.32) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 0

1 P1 P2

S

Lensa tipis didefinisikan sebagai lensa yang ketebalannya sangat kecil dibandingkan terhadap besaran-besaran fisis optik seperti jari-jari kelengkungan (r), panjang fokus lensa

(f) jarak objek dan bayangannya (Jenkins dan White, 1985: 60).

Jadi suatu benda atau objek yang ditempatkan sejauh D1 di depan suatu sistem optik

(43)

dan r2 dan lensa tersebut berada dalam udara dengan indeks bias n =1, akan mempunyai

bayangan pada jarak tertentu dari lensa. Dengan menggunakan metode matriks, matriks sistem optik tersebut dapat dituliskan sebagai

(2.33)

T S T

O=

dengan T matriks translasi dan S matriks lensa. Untuk sistem optik yang terdiri dari N buah lensa, matriks sistem optiknya diberikan oleh

(2.34)

1 1 1S T ...,ST T

O= N+ N N

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sebagaimana disebutkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian elemen-elemen matriks sistem optik antara yang dihitung secara teoretis dengan yang diperoleh dari eksperimen, maka dalam penelitian ini dilakukan dua cara untuk memperoleh elemen-elemen matriks, yaitu dengan cara menghitung secara teoretis dan melakukan eksperimen dengan metode grafik untuk memperoleh elemen-elemen matriks tersebut. Hasil perhitungan teoretis dibandingkan dengan hasil eksperimen.

III.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang gelap Laboratorium Fisika Modern Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

III.2. Perhitungan Teoretis Elemen-elemen Matriks Sistem Optik

Matriks optik untuk lensa dengan panjang fokus (f), ketebalan lensa (t), dan jari-jari kelengkungan (r) permukaan lensa yang sudah diketahui dihitung dengan menggunakan persamaan (2.31). Sedangkan untuk menghitung matriks optik untuk suatu sistem optik digunakan persamaan (2.33) atau (2.34). Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk matriks.

(45)

Kemudian dilakukan juga pengujian hasil tersebut dengan menghitung determinan matriks yang diperoleh.

III.3. Metode Eksperimen Penentuan Elemen-elemen Matriks Sistem Optik

Dalam menentukan elemen-elemen matriks optik secara eksperiman dibutuhkan beberapa alat dan peralatan. Alat dan peralatan tersebut adalah:

Lensa positif dan Lensa negatif Meja Optik

Mikrometer Skrup Sumber Cahaya (lampu) Objek (benda)

Layar untuk menentukan letak bayangan

Indeks bias lensa adalah n = 1,650 untuk lensa yang terbuat dari flint glass sesuai dengan yang ada pada buku petunjuk Practical Physics in SI (Armitage, 1982).

III.3.1. Desain eksperimen dan cara pengambilan data

(46)

25

Dengan menempatkan objek sejauh D1 dari lensa yang mempunyai fokus f maka akan

diperoleh bayangan sejauh D2 dari lensa. Untuk setiap jarak D1 dilakukan pengukuran jarak

bayangan D2 pada layar sekaligus mengukur tinggi bayangan (x2) untuk setiap jarak D2.

Karena dalam pengamatan, posisi bayangan D2 kurang tegas (tidak terfokus pada satu

titik), maka dilakukan pengamatan pada tiga posisi, yaitu

dengan cara menggeser layar sedikit maju dan mundur yang masih memberikan bayangan yang tajam atau jelas di layar.

Untuk lensa negatif, yang dijadikan sebagai objek (benda) adalah bayangan yang dihasilkan oleh sebuah lensa positif. Jadi ditentukan terlebih dahulu bayangan suatu objek dan tinggi bayangannya dari lensa positf. Kemudian antara lensa positif dan bayangan benda ditempatkan lensa negatif dengan fokus yang sudah diketahui. Bayangan lensa

sumber objek

lensa layar

cahaya

x2

x1

D1

D2

(47)

positif tadi berfungsi sebagai benda (objek) bagi lensa negatif, sehingga jarak benda ke lensa negatif sebesar D1 dikurangi jarak antar lensa positif dengan lensa negatif.

Jarak bayangan diukur dari lensa negatif ke layar yang menampilkan bayangan objek dengan jelas. Pada Gambar 3-2 diperlihatkan secara skematis eksperimen penentuan variabel-variabel yang diukur untuk lensa negatif dan sistem optik yang merupakan kombinasi lensa positif dan negatif. Hasil dicatat dan disajikan dalam tabel.

III.3.2. Cara pengolahan data eksperimen

Andaikan bidang refrensi RP1 dan RP2 terletak pada permukaan pertama dan

permukaan kedua lensa dan koordinat sinar (λ1,x1) pada RP1 dan (λ2,x2) pada RP2 dan

matriks lensa diberikan oleh

sumber objek Lensa -

lensa + layar

cahaya

x2

x1

D1 d D2

(48)

27 (3.1) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = c d a b S

maka kaitan antara (λ1,x1) dan (λ2,x2) diberikan oleh

(3.2) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 1 1 2 2 x c d a b x λ λ

Kalau objek ditempatkan sejauh D1 dari RP1, maka translasi (pergeseran) objek

sampai ke RP1 adalah D1 dan bayangan berada sejauh D2 dari bidang permukaan RP2.

Dengan demikian matriks transformasi dari bidang yang mengandung objek ke bidang yang mengandung bayangan diberikan oleh

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − + − + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 2 1 2 1 2 1 1 2 1 0 1 1 0 1 aD c d cD D aD bD a aD b D c d a b

D (3.3)

Syarat adanya bayangan-objek adalah kalau

0

1 2 1

2 +aDDcDd=

bD (3.4)

sehingga dari persamaan (3.4) diperoleh perbesaran M adalah

(3.5)

2

aD c M = −

dengan a dan c elemen matriks lensa. Sedangkan elemen matriks b dan d dapat ditentukan dari persamaan (3.4) yaitu dengan cara menyusun kembali persamaan (3.4) dalam bentuk

(

caD2

)

D1 =−d+bD2 (3.6)

Dengan substitusi persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.6) dihasilkan

2

1 d bD

MD =− +

(49)

(3.7)

2

bD d Z =− +

Jadi diperoleh dua buah persamaan linear untuk menentukan elemen-elemen matriks sistem optik secara eksperimen, yaitu persamaan (3.5) dan (3.7). Dengan demikian analisa statistik yang digunakan adalah regresi linear.

Dari persamaan (3.5), jika penyimpangan garis linear dari titik-titik data didefinisikan sebagai

gi =MiM

( )

D2i

=Mi −(caD2i), i=1,2,3,...,N (3.8)

maka total kuadrat penyimpangannya

(3.9)

( )

(

)

= = + − = = N i i i N i

i M c aD

g G 1 2 2 1 2

Karena c dan d sembarang parameter, maka nilai c dan d dapat ditentukan dengan meminimalkan persamaan (3.9). Nilai minimum G diperoleh dengan membuat diferensial

G terhadap masing-masing c dan d sama dengan nol, atau secara matematis dituliskan

(

0 2 1 2 = + − − = ∂ ∂

= N i i i c aD

M c G

)

(3.10a) dan

(

0 2 1 2

2 − + =

− = ∂ ∂

= N i i i

i M c aD

D a

G

)

(3.10b)

sehingga diperoleh dua buah persamaan

= = − = N i i N i

i Nc a D

M

(50)

29 ) ( 1 2 1 2 1

2

= = = − = N i i N i i i N i

iM c D a D

D

atau dalam bentuk matriks dituliskan

(3.11) ( ) ⎥⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = a c D D D N M D M N i N i i i N i i N i i i N i i 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1

Penyelesaian persamaan (3.11) adalah

( )

( )

∑ ∑

= = = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = N i N i i N i N i N i N i i i i i i D D N M D D M D c i 1 2 1 2 2

1 1 1 1

2 2 2 2 2 (3.12)

( )

= = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = N i N i i N i N i N i i i i i D D N M D M D N a i 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1

dan koefisien korelasi r diberikan oleh

( ) ( ) ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =

= = = = = = = N i N i i i N i N i i i N i N i N i i i i i N M M N D D N M D M D r 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 (3.13)
(51)

Dengan cara yang sama untuk persamaan (3.7) diperoleh elemen-matriks d dan b sebagai berikut

( )

( )

∑ ∑

= = = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = N i N i i i N i N i N i N i i i i i i D D N Z D D Z D d 1 2 1 2 2 2

1 1 1 1

2 2 2 2 (3.14a)

(

)

= = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = N i N i i i N i N i N i i i i i D D N Z D Z D N b 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2

=1 (3.14b)

dan koefisien r diberikan oleh

( ) ( ) ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = = = N i N i i i N i i N i i N i N i N i i i i i N Z Z N D D N Z D Z D r 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 (3.15)

Jadi persamaan (3.12) dan (3.14) akan digunakan untuk menentukan elemen-elemen matriks sistem optik, sedangkan persamaan (3.13) dan (3.15) masing-masing untuk menentukan koefisien korelasi. Dengan mengetahui koefisien korelasi dapat ditentukan keterkaitan antara variabel terikat dan variabel bebas. Dalam eksperimen ini variabel bebas adalah D2 (jarak bayangan ke lensa) dan variabel terikat adalah perbesaran M untuk

persamaan (3.5) dan Z untuk persamaan (3.7).

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Perhitungan Teoretis Elemen Matriks Sistem Optik

Elemen matriks lensa atau sistem optik yang dihitung secara teoretis berdasarkan persamaan (2.31) untuk lensa tunggal, dan persamaan (2.33) atau (2.34) untuk sistem optik yang tersusun dari dua atau lebih lensa dengan jarak antar lensa tertentu dengan T pada persamaan tersebut sebagai matriks translasi yang diberikan oleh persamaan (2.6).

IV.1.1. Satu lensa positif

Lensa positif (konvergen) dengan panjang fokus lensa f = +6,25 cm, tebal lensa t = 3,1 cm, dan indeks bias n = 1,650 diperoleh matriks lensa sesuai dengan persamaan (2.31) adalah sebagai berikut:

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − − − = n t P n t n t P P P n t P S / 1 / / 1 / 1 1 1 2 1 2 (4.1) (4.2) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 90230303 , 0 878788 , 1 00508 , 0 097697 , 1 S

dengan determinan S adalah

(4.3)

999999572 ,

0 detS =

Jika panjag fokus f = +12,5 cm, tebal lensa t = 1,5 cm, dan indeks bias n = 1,650 menghasilkan matriks lensa S sesuai dengan persamaan (2.31) adalah

(53)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 97636364 , 0 909091 , 0 000615 , 0 023636 , 1 S

dengan nilai determinan S adalah

(4.4)

000000062 ,

1 detS =

Jika panjang fokus lensa f = +25 cm, tebal lensa t = 0,9 cm, dan indeks bias n = 1,650 diperoleh matriks lensa sesuai dengan persamaan (2.31) adalah

(4.5) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 99290909 , 0 545455 , 0 0000922 , 0 007091 , 1 S

dengan determinan S adalah

(4.6)

000000099 ,

1 detS =

IV.1.2. Kombinasi dua lensa positif

Sistem optik yang merupakan kombinasi dua lensa positif dengan karakteristik lensa seperti pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1. Karakteristik lensa untuk sistem optik dua lensa positif, jarak antar lensa 5 cm, dan n = 1,650

Lensa f (cm) t (cm)

Lensa-1 6,25 3,1

Lensa-2 12,5 1,5

Untuk lensa-1 menghasilkan matriks

(4.7) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = + 90230303 , 0 878788 , 1 00508 , 0 097697 , 1 1 S

(54)

33 (4.8) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = + 976364 , 0 909091 , 0 000615 , 0 0236363 , 1 2 S

serta matriks translasi (T) antar lensa yang berjarak 5 cm adalah

(4.9) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 1 5 0 1 T

dari persamaan (4.7), (4.8), dan (4.9) diperoleh matriks untuk sistem optik yang tersusun atas dua lensa positif dengan karakteristik lensa seperti pada Tabel 4-1 sebagai berikut:

O=S1+TS2+

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 976364 , 0 909091 , 0 000615 , 0 023636 , 1 1 5 0 1 90230303 , 0 878788 , 1 00508 , 0 097697 , 1 (4.10) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 87704616 , 0 3616199 , 7 00561939 , 0 0930236 , 1

dengan determinan diberikan oleh

(4.11)

999999964 ,

0 detO=

Sistem optik yang merupakan kombinasi dua lensa positif dengan karakteristik lensa seperti pada Tabel 4-2.

Tabel 4-2. Karakteristik lensa untuk sistem optik dua lensa positif, jarak antar lensa 10 cm, dan n = 1,650

Lensa f (cm) t (cm)

Lensa-1 6,25 3,1

Lensa-2 25 0,9

Untuk lensa-1 menghasilkan matriks

(55)

dan lensa-2 menghasilkan (4.13) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = + 99290909 , 0 545454545 , 0 000092182 , 0 007090909 , 1 2 S

serta matriks translasi (T) antar lensa yang berjarak 10 cm adalah

(4.14) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 1 10 0 1 T

dari persamaan (4.12), (4.13), dan (4.14) diperoleh matriks untuk sistem optik yang tersusun atas dua lensa positif dengan karakteristik lensa seperti pada Tabel 4-2 sebagai berikut:

O=S1+TS2+

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 99290909 , 0 545454545 , 0 000092182 , 0 007090909 , 1 1 10 0 1 902303031 , 0 878787879 , 1 005080242 , 0 97696969 , 0 (4.15) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 89489993 , 0 47128728 , 11 005140723 , 0 051546942 , 1

dengan determinan diberikan oleh

(4.16)

999999995 ,

0 detO=

IV.1.3. Satu lensa negatif

(56)

35

dengan determinan matriks S sebesar

(4.18)

000000359 ,

1 detS =

IV.1.4. Kombinasi lensa positif dan negatif

Sistem optik yang merupakan kombinasi lensa positif dan lensa negatif dengan karakteristik lensa seperti terlihat pada Tabel 4-3 dihitung matriks sistem optiknya berdasarkan persamaan (2.31) atau (2.32).

Tabel 4-3. Karakteristik lensa untuk sistem optik lensa positif- negatif, jarak antar lensa 5 cm, dan n = 1,650

Lensa f (cm) t (cm)

Lensa-1 6,25 3,1

Lensa-2 -12,5 0,6

Matriks lensa-1 sama dengan persamaan (4.7) dan untuk lensa-2 sama dengan persamaan (4.12) serta matriks translasinya sama dengan persamaan (4.9) sehingga menghasilkan matriks sistem optik sebagi berikut:

+ +

=S1 TS2 O ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 99054545 , 0 363636 , 0 0002458 , 0 009455 , 1 1 5 0 1 90230303 , 0 878788 , 1 00508 , 0 097697 , 1 (4.19) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 89220142 , 0 7788333 , 6 00529554 , 0 0805883 , 1

dengan determinan sebesar

(4.20)

999999998 ,

(57)

IV.2. Hasil Eksperimen Elemen Matriks Lensa atau Sistem Optik

Hasil pengukuran secara eksperimen jarak objek (benda) ke lensa D1, jarak bayangan

D2, tinggi benda (objek) x1, tinggi bayangan x2, perbesaran yang merupakan perbandingan

jarak bayangan dangan jarak objek (M1 = D2/D1) dan perbesaran yang dihitung dari

perbandingan tinggi bayangan dengan tinggi objek (M2 = x2/x1), dapat dilihat pada Tabel

4-4 sampai dengan Tabel 4-4-10. IV.2.1. Satu lensa positif

Hasil eksperimen sistem optik satu lensa positif dengan panjang fokus 6,25 cm, tebal lensa 3,1 cm, dan indeks bias 1,650 dengan jarak objek (benda) dari lensa D1 dan jarak

bayangan D2 ditunjukkan pada tabel 4-4.

Tabel 4-4. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = +6,25 cm, t = 3,1 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650

D1 (cm) D2 (cm) x2 (cm) M1 M2 Z1 (cm) Z2 (cm)

7,5 54,8 ± 0,05 13,1 ± 0,05 7,31 6,55 54,83 49,13

8 43,2 ± 0,05 9,3 ± 0,05 5,40 4,65 43,20 37,20

8,5 35,3 ± 0,05 7,8 ± 0,05 4,15 3,90 35,28 33,15

9 29,7 ± 0,05 6,4 ± 0,05 3,30 3,20 29,70 28,80

9,5 24,5 ± 0,05 4,8 ± 0,05 2,58 2,40 24,51 22,80

10 23,0 ± 0,05 4,4 ± 0,05 2,30 2,20 23,00 22,00

10,5 19,3 ± 0,05 3,5 ± 0,05 1,84 1,75 19,32 18,38

11 16,5 ± 0,05 3,3 ± 0,05 1,50 1,65 16,50 18,15

(58)

37

Gambar 4-1. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm

Dari Gambar 4-1. Mempunyai persamaan garis sebesar M1 = 0,15223D2 – 1,1411 dan

korelasi koefisien (r) sebesar r = 0,9982=0,9991. Maka elemen matriks sistem optik

untuk M1 = c-aD2 dan koefisien korelasi (r) pada Gambar 4-1 menghasilkan nilai

9991 , 0

1411 , 1

15223 , 0

= =

− =

r c a

(59)

sedangkan untuk dengan menggunakan persamaan (3.7) dan koefisien

korelasi (r) pada Gambar 4-2 menghasilkan

2 1

1D d bD

M = − +

1 0 1

= = =

r d b

dengan matriks lensa diberikan oleh

(4.21) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

1411 , 1 0

15223 , 0 1

1

S

dengan determinan matriks S sebesar

(4.22) 1411

, 1 detS1 =

Gambar 4-3. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm

Jika yang digunakan untuk menentukan niali a dan c adalah M2 = c – aD2 dan nilai

(60)

39

9963 , 0

6816 , 0

1289 , 0

= =

− =

r c a

Gambar 4-4. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +6,25 cm

serta niali b dan d dari M2 D1 = -d + bD2 dan nilai koefisien korelasi (r) dari Gambar 4-4,

yang menghasilkan

9952 , 0

4542 , 3

82 , 0

= = =

r d b

sehingga matriks lensa yang diperoleh adalah

(4.23) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

6816 , 0 4542

, 3

1289 , 0 82

, 0

2

S

(4.24) 00415838

(61)

Hasil pengukuran jarak benda, jarak bayangan, perbesaran, dan tebal lensa untuk satu lensa positif dengan panjang fokus f = +12,5 cm secara eksperimen ditunjukkan pada Tabel 4-5.

Tabel 4-5. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = +12,5 cm, t = 1,5 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650

D1 (cm) D2 (cm) x2 (cm) M1 M2 Z1 (cm) Z2 (cm)

14 101,1 ± 0,05 13,6 ± 0,05 7,22 6,80 101,08 95,20

15 89,4 ± 0,05 12,1 ± 0,05 5,96 6,05 89,40 90,75

16 67,0 ± 0,05 8,4 ± 0,05 4,19 4,20 67,04 67,20

17 51,9 ± 0,05 6,0 ± 0,05 3,05 3,00 51,85 51,00

18 43,2 ± 0,05 4,7 ± 0,05 2,40 2,35 43,20 43,30

19 38,0 ± 0,05 3,8 ± 0,05 2,00 1,90 38,00 36,10

20 35,5 ± 0,05 3,4 ± 0,05 1,78 1,70 35,60 34,00

Dari Tabel 4-5 dapat disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar (4-5) sampai Gambar (4-8), sehingga dapat ditentukan nilai-nilai elemen matriks sistem optik (a, b, c, d) dengan menggunakan persamaan linear persamaan (3.5) dan (3.7). Dan koefisien korelasi (r), seperti gambar dibawah ini

(62)

41

Dari Gambar 4-5 untuk M1 = c – aD2 menghasilkan nilai a, c, dan r sebagai berikut:

9987 , 0

117 , 1

0808 , 0

= =

− =

r c a

Gambar 4-6. Grafik Z1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm

dan nilai b, d, dan r untuk M1 D1 = -d + bD2dari Gambar 4-6 adalah

1 0 1

= = =

r d b

sehingga matriks lensa diberikan oleh

(4.25) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

117 , 1 0

0808 , 0 1

1

S

dengan determinan

(4.26) 117

(63)

Gambar 4-7. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +12,5 cm

Dengan menggunakan M2 = c – aD2 dan koefisien korelasi (r) dari Gambar 4-7

diperoleh nilai

9997 , 0

0726 , 1

0786 , 0

= =

− =

r c a

(64)

43

dan untuk M2 D1 = -d + bD2 dan koefisien korelasi (r) dari Gambar 4-8 diperoleh

9962 , 0

0273 , 0

9771 , 0

= = =

r d b

sehingga menghasilkan matriks lensa

(4.27) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

0726 , 1 0273

, 0

0786 , 0 9771

, 0

2

S

dengan nilai determinan sebesar

(4.28) 05018324

, 1 detS2 =

Hasil eksperimen sistem optik satu lensa positif dengan panjang fokus = +25 cm, tebal lensa 0,9 cm, dan indeks bias 1,650 dengan jarak objek (benda) dari lensa D1 dan

jarak bayangan D2 ditunjukkan pada tabel 4-6.

Tabel 4-6. Data eksperimen lensa tunggal dengan f = +25 cm, t = 0,9 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650

D1 (cm) D2 (cm) x2 (cm) M1 M2 Z1 (cm) Z2 (cm)

37 72,0 ± 0,05 3,7 ± 0,05 1,95 1,85 72,15 68,45

37,5 69,8 ± 0,05 3,5 ± 0,05 1,86 1,75 69,75 65,63

38 68,4 ± 0,05 3,4 ± 0,05 1,80 1,70 68,40 64,60

38,5 67,7 ± 0,05 3,3 ± 0,05 1,76 1,65 67,76 63,53

39 66,0 ± 0,05 3,2 ± 0,05 1,69 1,60 65,91 62,40

39,5 64,6 ± 0,05 3,1 ± 0,05 1,64 1,55 64,78 61,23

40 63,0 ± 0,05 3,0 ± 0,05 1,58 1,50 63,20 60,00

(65)

d) dengan menggunakan persamaan linear persamaan (3.5) dan (3.7). Dan koefisien

korelasi (r)

Gambar 4-9. Grafik M1 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm

Gambar 4-9 jika dianalisis dengan menggunakan persamaan (3.5) untuk M1 = c-aD2

dan koefisien korelasi (r) menghasilan nilai

99895 , 0

0484 , 1

0416 , 0

= =

− =

r c a

(66)

45

sedangkan untuk dengan menggunakan persamaan (3.7) dan koefisien

korelasi (r) dari Gambar 4-10 menghasilkan

2 1

1D d bD

M = − +

1 0 1

= = =

r d b

dengan matriks lensa diberikan oleh

(4.29) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

0484 , 1 0

0416 , 0 1

1

S

dengan determinan matriks S sebesar

(4.30) 0484

, 1 detS1 =

Gambar 4-11. Grafik M2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm

Jika yang digunakan untuk menentukan niali a dan c adalah M2 = c – aD2 dan

(67)

99569 , 0

9616 , 0

0389 , 0

= =

− =

r c a

Gambar 4-12. Grafik Z2 sebagai fungsi D2untuk lensa positif f = +25 cm

serta niali b dan d dari M2 D1 = -d + bD2 dan nilai koefisien korelasi (r) yang menghasilkan

99307 , 0

0059 , 2

9158 , 0

= = =

r d b

sehingga matriks lensa yang diperoleh adalah

(4.31) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

9616 , 0 0059

, 2

0389 , 0 9158

, 0

2

S

(4.32) 95866279

, 0 detS2 =

IV.2.2. Kombinasi dua lensa positif

(68)

47

Tabel 4-7. Data eksperimen dua lensa tunggal f1 = +6,25 cm, f2 = +12,5 cm, t1 = 3,1 cm, t2 = 1,5 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650

D1 (cm) D2 (cm) x2 (cm) M1 M2 Z1 (cm) Z2 (cm)

5,5 25,5 ± 0,05 8,8 ± 0,05 4,64 4,40 25,52 14,20

6 19,8 ± 0,05 6,7 ± 0,05 3,30 3,35 19,80 20,10

6,5 15,9 ± 0,05 5,1 ± 0,05 2,45 2,55 15,93 16,58

7 12,5 ± 0,05 3,8 ± 0,05 1,79 1,90 12,53 13,30

7,5 11,2 ± 0,05 3,3 ± 0,05 1,49 1,65 11,18 12,38

8 10,1 ± 0,05 3,1 ± 0,05 1,26 1,55 10,08 12,40

Dari Tabel 4-7 dapat disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar (4-13) sampai Gambar (4-16), sehingga dapat ditentukan nilai-nilai elemen matriks sistem optik (a, b, c, d) dengan menggunakan persamaan linear persamaan (3.5) dan (3.7). Dan korelasi

koefisien (r), seperti gambar dibawah ini

Gambar 4-13. Grafik M1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +12,5 cm

Dari Grafik 4-12 untuk M1 = c – aD2 menghasilkan nilai a, c, dan r sebagai berikut

99945 , 0

9581 , 0

2177 , 0

= =

− =

(69)

Gambar 4-14. Grafik Z1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +12,5 cm

dan nilai b, d, dan r untuk M1 D1 = -d + bD2dari Gambar 4-13 adalah

1 0 1

= = =

r d b

sehingga matriks lensa yang diperoleh adalah

(4.33) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

9581 , 0 0

2177 , 0 1

1

O

(4.34) 9581

(70)

49

Gambar 4-15. Grafik M2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +12,5 cm

Dengan menggunakan M2 = c – aD2 dan koefisien korelasi (r)dari Gambar 4-14

diperoleh nilai

99925 , 0

4368 , 0

1897 , 0

= =

− =

r c a

(71)

dan dari M2 D1 = -d + bD2 dan koefisien korelasi (r) diperoleh

996343 ,

0 6196 , 3

813 , 0

= = =

r d b

sehingga menghasilkan matriks lensa

(4.35) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

4368 , 0 6196

, 3

1897 , 0 813

, 0

2

O

dengan nilai determinan sebesar

(4.36) 04175652

, 1 detO2 =

Tabel 4-8. Data eksperimen dua lensa tunggal f1 = +6,25 cm, f2 = +25 cm, t1 = 3,1 cm, t2 = 0,9 cm, x1 = 2 cm, dan n = 1,650

D1 (cm) D2 (cm) x2 (cm) M1 M2 Z1 (cm) Z2 (cm)

6 43,0 ± 0,05 11,9 ± 0,05 7,17 5,95 43,02 35,70

6,5 31,0 ± 0,05 8,8 ± 0,05 4,77 4,40 31,01 28,60

7 24,0 ± 0,05 6,8 ± 0,05 3,43 3,40 24,01 23,80

7,5 18,7 ± 0,05 5,5 ± 0,05 2,49 2,75 18,68 20,63

8 15,0 ± 0,05 4,5 ± 0,05 1,88 2,25 15,04 18,00

8,5 14,5 ± 0,05 4,4 ± 0,05 1,71 2,20 14,55 18,70

9 12,0 ± 0,05 3,7 ± 0,05 1,33 1,85 11,97 16,65

Dari Tabel 4-8 dapat disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar (4-17) sampai Gambar (4-20), sehingga dapat ditentukan nilai-nilai elemen matriks sistem optik (a, b, c, d) dengan menggunakan persamaan linear persamaan (3.5) dan (3.7). Dan korelasi

(72)

51

Gambar 4-17. Grafik M1 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +25 cm

Dari Gambar 4-17 untuk M1 = c – aD2 menghasilkan nilai a, c, dan r sebagai berikut

99950 , 0

9988 , 0

1882 , 0

= =

− =

r c a

(73)

dan nilai b, d, dan r untuk M1 D1 = -d + bD2 dari Gambar 4-18 adalah

1 0 1

= = =

r d b

sehingga matriks lensa yang diperoleh adalah

(4.37) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ −

=

9988 , 0 0

1882 , 0 1

1

O

(4.38) 9988

, 0 detO1 =

Gambar 4-19. Grafik M2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +25 cm

Dengan menggunakan M2 = c – aD2 dan koefisien korelasi (r) diperoleh nilai

9999 , 0

2674 , 0

1323 , 0

= =

− =

(74)

53

Gambar 4-20. Grafik Z2 sebagai fungsi D2 dua lensa positif f1= +6,25 cm dan f2= +25 cm

dan untuk M2 D1 = -d + bD2 dan koefisien korelasi (r) dari Gambar 4-20 diperoleh

99885 , 0

2016 , 9

6174 , 0

= = =

r d b

sehingga menghasilkan matriks lensa

(4.39) ⎟⎟

Gambar

Tabel 4-9. Data eksperimen lensa tunggal negatif dengan f = -12,5 cm
Tabel 4-11. Nilai
Gambar 4-26. Grafik Z1 sebagai fungsi D2 kombinasi lensa positif-negatif
Gambar 2-1. Lintasan cahaya melalui lensa positif
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Membuat prosedur pemantauan dan pelaporan kesehatan warga satuan pendidikan. b) Pemantauan dilaksanakan setiap hari sebelum memasuki gerbang satuan pendidikan oleh

(6) Pegawai yang tidak dapat didaftar dalam sistem Presensi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c wajib dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai dan diketahui

Berdasarkan uraian diatas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak etanol daun randu (Ceiba pentandra Gaertn.)

Dizdara za arhaičnim, starobo- sanskim, i – što treba posebno naglasiti – intencionalno arhaiziranim i na ovaj, paradoksalan način inoviranim jezikom bit će, nesumnjivo, i

Hasil penelitian yang diperoleh di dalam penelitian ini sama dengan penelitian Wijayanti (2010) yang menemukan bahwa ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan

Uji disolusi invitro dilakukan untuk mengetahui profil disolusi zat aktif dari sediaan tablet sustained release natrium diklofenak yang dibuat dengan metode

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim juga tidak sependapat dengan pembelaan dari Penasihat Hukum Terdakwa untuk membebaskan Terdakwa PA dari semua tuntutan

PERANCANGAN KAMPANYE EDUKASI PADA ANAK USIA DINI 4-6 TAHUN AGAR LEBIH MENGHARGAI MAKANAN.. ELISSA