• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN TAHUN AJARAN 20092010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN TAHUN AJARAN 20092010"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Ignatia Tutus Atmajanti 0 3 1 1 1 4 0 0 4

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

   

ii 

(3)

iii 

(4)

   

iv 

 

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

Yesus Kristus yang senantiasa menyertai disetiap langkahku

Alm. Ayah YB. Moech Yasir dan Alm. Kakak Alb. Puji Widodo

Ibunda Tercinta Yustina Warsiti

Kakak-kakakku:

MM. TEW Larasati sekeluarga,

Agt. Agus Suwondo SSCC,

F. Penilaras sekeluarga,

A. Wuri Handayani sekeluarga

Sahabat-sahabat terbaikku: M. Suryatmi sekeluarga, Lietha, Bertha

Keluarga Besar SMA Santo Mikael Sleman

Almamater-ku, Universitas Sanata Dharma

(5)

 

MOTTO

“ Dia memiliki rancangan indah bagi setiap kita, untuk

hari depan yang penuh harapan. Berseru dan datang padaNya

maka kita diselamatkanNya. “

(Yer 29:11-12)

“ Semua keberhasilan dalam hidup memerlukan proses, tidak ada

yang terjadi secara instan ”

(Ignatia Tutus Atmajanti)

“ karena bagi Allah tidak ada yang mustahil, dan aku adalah

hambamu maka terjadilah padaku sesuai dengan kehendakMu“

(Luk 1:37-38)

(6)

   

vi 

(7)

vii 

(8)

   

viii 

 

ABSTRAK

MANFAAT YANG DIALAMI PARA SISWA KELAS XI DALAM KONSELING PRIBADI DI SMA SANTO MIKAEL SLEMAN

TAHUN AJARAN 2009/2010 Ignatia Tutus Atmajanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2010

SMA Santo Mikael Sleman merupakan sekolah Yayasan Santa Maria. Sekolah ini semula SPG dan menjadi SMA pada tahun 1984, dan sejak tahun itu memiliki guru pembimbing. Guru pembimbing diperlukan untuk mendampingi siswa dalam tugas perkembangan sebagai remaja akhir. Mulai tahun ajaran 2008/2009 guru pembimbing tidak terjadwal untuk melakukan bimbingan klasikal. Akan tetapi sekolah tetap memfasilitasi siswa supaya dapat melakukan konseling pribadi. Oleh karena itu skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui manfaat yang dialami siswa kelas XI dalam konseling pribadi. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Santo Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 55 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010, dengan jumlah 30 item pernyataan.

(9)

ix 

 

ABSTRACT

THE BENEFIT OF PRIVATE COUNSELINGS FOR THE 11TH GRADERS OF ST. MICHAEL HIGH SCHOOL OF THE 2009/2010 ACADEMIC YEAR

Ignatia Tutus Atmajanti Sanata Dharma University

Yogyakarta 2010

St. Michael Sleman High school is belongs to Santa Maria’s foundion. The school was originally SPG ( Sekolah Pendidikan Guru = Teachers Training School) and become a high school in 1984, since then it always have a guidance counselor. A guidance counsellor is required to accompany the students at the end of their adolescent. Starting from the 2008/2009 Academic Year the guidance counsellor is not scheduled to perform classical guidance. However the school maintains to facilitate the students personal counselling. Therefore, this thesis is intended to recognize the benefits experienced by students of class XI in private counselings. This study is a descriptive study utilizing the survey method. The population of the research is 55 (fifty fuve) 11th graders of St. Michael Senior High School of the 2009/2010 academic year. The instrument used in this study is a questionnaire about the benefits experienced by the 11th graders in private counselings at St. Michael Senior High School academic year 2009/2010, with 30 statements to fill in.

(10)

   

 

KATA PENGANTAR

   

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik serta berkat

dan karunia-Nya yang sangat berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan di bidang Bimbingan dan Konseling.

Penulis menyadari skripsi ini disusun berkat bantuan, dukungan dan perhatian

dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen pembimbing yang telah

memberikan saran, perhatian, dan bimbingan bagi penulis dalam menyusun

skripsi ini.

3. Bapak Alm. Drs. Wens Tanlain, M.Pd. yang dengan kerelaan membimbing

pengolahan data penelitian.

4. Segenap dosen dan karyawan di Program Studi Bimbingan dan Konseling yang

telah membantu penulis dalam memperlancar studi.

5. Suster M. Bernadette SND, S.Pd., Kepala Sekolah SMA Santo Mikael Sleman

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas

(11)

xi 

 

6. Ibu Siti Hartini, B.A., Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA Santo Mikael

Sleman yang telah membantu memperlancar penelitian.

7. Siswa-siswi kelas XI SMA Santo Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010, yang

bersedia mengisi kuesioner penelitian.

8. Bapak, Ibu guru beserta segenap karyawan SMA Santo Mikael Sleman atas

kesediaanya meluangkan waktu demi berlangsungnya penelitian di sekolah.

9. Untuk Almarhum YB. Moech Yasir, ayahanda tercinta, yang selama hidupnya

senantiasa memacu dan memfasilitasi penulis untuk dapat menyelesaikan studi.

10. Untuk Almarhum Albertus Puji Widodo, kakanda penulis, yang telah memberi

teladan tentang pentingnya tekun untuk menyelesaikan studi.

11.Ibu Y. Warsiti, ibunda tercinta yang dengan sabar selalu memberikan semangat,

dukungan, cinta serta doa kepada penulis.

12.Kakak-kakak MM. TEW Larasati sekeluarga, Agustinus Agus Suwono SSCC,

Florentine Peni Laras sekeluarga, Anastasia Wuri Handayani sekeluarga yang

telah memberikan dukungan, perhatian serta doa kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

13.Keluarga besar Cabean, terutama Biyung, dhe Arni, om Tono, bulik Ning, bulik

Laras, atas doa, dukungan dan masukan kepada penulis.

14.Yohanes de Britto Setya Nugroho yang telah mendukung penulis selama ini

terlebih dalam menyelesaikan skripsi.

15.Keluarga besar Bapak FX. Sudarman (Alm.) beserta Ibu Chr. Sutiwiyarti, atas

(12)

   

xii 

 

16.Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2003,

khususnya: mba Surmi sekeluarga, Litha, Bertha, Erna, Bertus, Asep, atas

kebersamaan, semangat, bantuannya pada penulis dari masa studi sampai

menyelesaikan skripsi ini.

17.Pembimbing dan seluruh asisten KUMON Griya Indah, juga Pimpinan dan semua

asisten PSIBK, atas pengertian dan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

18.Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu

dan tidak bisa disebutkan satu persatu dalam lembaran ini. Semoga Tuhan

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

dapat digunakan sebagaimana mestinya bagi mereka yang memerlukan.

Yogyakarta, 23 Juni 2010 Penulis

(13)

xiii 

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

HALAMAN MOTTO ………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..……… vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..……… vii

ABSTRAK ………..……….. viii

ABSTRACT ……….……… ix

KATA PENGANTAR ……….……… x

DAFTAR ISI ……….………... xiii

DAFTAR TABEL ……….……….. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ………..………..……….. 1

B. Rumusan masalah ………..………... 5

C. Tujuan penelitian ………..……… 5

D. Manfaat hasil penelitian …………..………. 6

E. Definisi operasional variable ..…..……… 6

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman 1. SMA Santo Mikael Sleman ……… 7

2. Siswa Kelas XI ……… 8

3. Layanan Konseling di SMA Santo Mikael ……….. 12

B. Layanan Konseling Pribadi 1. Pengertian Konseling Pribadi ……….. 12

2. Tujuan Konseling Pribadi ……… 14

3. Proses Konseling Pribadi ………. 15

4. Aspek-aspek Konseling Pribadi ………... 17

C. Hal-hal yang Dialami Para Siswa dalam Konseling Pribadi ……… 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……….. 32

B. Populasi Penelitian ……… 32

C. Alat Ukur 1. Kuesioner ……….. 33

(14)

   

xiv 

 

b. Pemberian Skor ... 36

c. Reliabilitas Kuesioner ……… 36

d. Klasifikasi Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ……… 37

3. Kategori Manfaat yang Dialami Para Siswa Dalam Konseling ………… 38

D. Pengumpulan Data ……… 38

E. Teknik Analisis Data 1. Perhitungan koefisien reliabilitas kuesioner dengan teknik belah dua ………. 39

2. Perhitungan koefisien validitas kuesioner ……….. 40

3. Mean ……….. 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………. 41

1. Gambaran umum keseluruhan manfaat yang dialami para siswa Kelas XI dalam konseling pribadi ……….………… 42

2. Gambaran secara keseluruhan manfaat yang dialami para siswa Kelas XI dalam konseling pribadi ……….………… 43

B. Pembahasan ………. 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………. 47

B. Saran ………. 47

DAFTAR PUSTAKA ……….. 51

(15)

xv 

 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 : Populasi Siswa-siswi kelas XI SMA St. Mikael Sleman

Tahun Ajaran 2009/2010 ………..……… 33

Tabel 2 : Kisi-kisi kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI

dalam konseling pribadi di SMA St. Mikael Sleman tahun ajaran

2009/2010 ………... 35

Tabel 3 : Kualifikasi koefisien korelasi suatu alat ukur ... 37

Tabel 4 : Koefisien Reliabilitas dan Validitas Kuesioner ……… 37

Tabel 5 : Jadwal Pelaksanaan Pengumpulan Data Penelitian ………….. 39

Tabel 6 : Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi

SMA Santo Mikael ……… 42

Tabel 7 : Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi

SMA Santo Mikael secara keseluruhan ………. 43

Tabel 8 : Skor penelitian kelas XI di SMA St. Mikael Sleman

tahun ajaran 2009/2010 ……….. 56

Tabel 9 : Penghitungan koefisien reliabilitas dan validitas dengan teknik

belah dua ganjil-genap ……….……….. 58

Tabel 10 : Skor manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

SMA Santo Mikael Sleman merupakan salah satu sekolah yayasan

Katolik yang dikelola oleh suster-suster SND Cabang Kabupaten Sleman,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Siswa-siswi SMA Santo Mikael

Sleman, berasal dari luar kota seperti Bandung dan Jakarta; bahkan ada yang

dari luar daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT),

maupun Papua. Rentang usia siswa-siswi SMA antara 16-19 tahun. Usia

tersebut termasuk ke dalam kategori remaja akhir yang memiliki tugas-tugas

perkembangan sebagai berikut: mencapai hubungan yang lebih matang dengan

teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial, menerima

keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan

mencapai perilaku yang bertanggungjawab, mencapai kemandirian emosional

dari orangtua dan orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier,

mempersiapkan perkawinan dan berkeluarga, memperoleh perangkat nilai dan

system etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi

(Hurlock, 1997:10).

Dalam menjalankan tugas perkembangan sebagai remaja akhir, siswa

di sekolah menengah kerap menghadapi permasalahan-permasalahan, baik

yang berhubungan dengan pergaulan, masalah belajar, kelanjutan studi, atau

(17)

Sleman tentunya juga memiliki permasalahan yang berhubungan dengan

hal-hal tersebut dan membutuhkan bantuan secara profesional dari seorang

pembimbing yang kompeten untuk memberikan layanan konseling.

Winkel & Sri Hastuti menyatakan bahwa layanan konseling terbagi

menjadi dua yaitu dapat terlaksana melalui wawancara konseling dengan satu

orang klien yang disebut dengan konseling pribadi atau dengan beberapa

orang klien yang disebut dengan konseling kelompok (Winkel & Sri Hastuti,

2004:343). Menurut Sukardi (1988:168-169) layanan konseling pribadi adalah

hubungan timbal balik di antara dua orang individu (konselor dan klien), di

mana konselor berusaha membantu klien untuk mencapai atau mewujudkan

pemahaman tentang diri klien sendiri dalam kaitannya dengan masalah yang

dihadapi klien pada saat ini. Jadi penekanan definisi ini terletak pada usaha

membantu memecahkan masalah individu dengan proses konseling yang

disesuaikan dengan kondisi klien.

SMA Santo Mikael Sleman memiliki guru pembimbing yang

memberikan layanan konseling untuk membantu siswa mengatasi

permasalahan mereka, sebab siswa yang menuntut ilmu di sekolah itu sering

menghadapi permasalahan yang kompleks. Dari pengalaman peneliti pada

tahun 2007 melaksanakan PPL disana, layanan konseling pribadi lebih banyak

dilakukan oleh guru pembimbing daripada layanan konseling kelompok. Salah

satu contohnya adalah ada seorang siswa yang sulit berkonsentrasi dalam

belajar. Siswa tersebut kemudian datang kepada guru pembimbing untuk

(18)

3

dengan teman sekelasnya yang membuatnya merasa tidak kerasan di kelas, di

lain pihak siswa tersebut dituntut oleh orang tuanya harus bisa masuk

peringkat tiga besar di kelas dan harus masuk jurusan IPA, padahal siswa

tersebut tidak tertarik dengan jurusan tersebut. Pacarnya yang dirasa bisa

mendukungnya ternyata justru meninggalkannya karena menurut pacarnya

siswa tersebut sudah tidak perhatian lagi kepadanya. Dari berbagai hal yang

dialami oleh siswa tersebut membuatnya semakin susah untuk bisa

berkonsentrasi belajar. Contoh lain: ada seorang siswa yang merasa

diintimidasi oleh sekelompok teman/gank yang terdiri dari siswa-siswa berasal

dari luar Jawa. Gank tersebut selalu merasa berkuasa, cenderung berbicara

kasar, keras, spontan. Intimidasi yang dialaminya berupa kekerasan fisik dan

psikhis. Hal tersebut terjadi karena pacarnya juga disukai salah satu anggota

geng tersebut. Dua permasalahan tersebut merupakan contoh dari beberapa

kasus lainnya yang dialami oleh siswa di SMA Santo Mikael Sleman yang

membutuhkan bantuan guru pembimbing untuk melakukan layanan konseling.

Sekolah merupakan lembaga yang ikut bertanggung jawab terhadap

proses perkembangan peserta didik untuk menjadi pribadi yang baik. Oleh

karena itu, layanan konseling di sekolah merupakan sarana yang dapat

membantu siswa-siswi dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah mereka

yang kompleks itu.

Di dalam konteks Pendidikan Nasional, keberadaan layanan bimbingan

dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu

(19)

eksplisit di dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa “pendidik adalah

tenaga pendidik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong

belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai

dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan

pendidikan.” (Winkel & Sri Hastuti, 2004:15). Dari pernyataan tersebut

nampak jelas fungsi guru pembimbing yang harus dapat menjadi fasilitator

yang membantu siswa mengatasi permasalahannya melalui proses konseling.

Winkel dan Sri Hastuti menambahkan konseling menempati peranan penting

dalam hal membantu manusia agar mampu memenuhi kebutuhan belajar baru

dan memberdayakan manusia untuk memperoleh keseimbangan hidup, belajar

dan bekerja. Selain itu Winkel dan Sri Hastuti (2004:16) juga mengungkapkan

bahwa, pengembangan potensi diri individu sebagai peserta didik secara

optimal merupakan upaya konseling.

Proses konseling di SMA Santo Mikael Sleman pada dasarnya adalah

proses pemberian layanan konseling pribadi kepada siswa yang mengalami

permasalahan-permasalahan tersebut di atas dengan tujuan demi tercapainya

keseimbangan hidup siswa. Jadi proses konseling pribadi mengandung suatu

dinamika dimana siswa didampingi dan dibantu untuk mencapai

keseimbangan hidup pribadi supaya mereka dapat mengembangkan

potensi-potensi dirinya.

Winkel & Sri Hastuti menyebutkan bahwa terdapat hal-hal yang

(20)

5

informasi, menemukan peneguhan hati, keyakinan jika guru pembimbing

mampu membantunya memperoleh keseimbangan hidup, pengaruh

lingkungan fisik, pengalaman teman dan kepribadian guru pembimbing

(Winkel & Sri Hastuti, 2004:353).

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui manfaat dalam hal apa saja

yang dialami siswa dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman.

Menurut peneliti manfaat tersebut baik untuk diteliti, mengingat guru

pembimbing di sekolah itu tidak terjadwal untuk masuk ke kelas (baik dari

kelas IX sampai dengan XII). Akan tetapi menurut pengamatan peneliti proses

konseling di sekolah tersebut tetap dapat dilangsungkan. Itu sebabnya skripsi

ini berjudul ”Manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling

pribadi di SMA Santo Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010”.

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan : Manfaat apa

yang dialami siswa dalam konseling pribadi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat yang dialami para

siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman Tahun

(21)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak:

1. Bagi Guru Pembimbing: hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk mengembangkan konseling pribadi.

2. Bagi Para Siswa: hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam

pengembangan diri siswa secara optimal.

3. Bagi Peneliti: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bekal

menjadi guru pembimbing.

4. Bagi Peneliti Lain: hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

sumber inspirasi atau bahan pembanding apabila ingin

mengembangkan penelitian di sekitar topik yang sama.

E. Devinisi Operasional Variabel

Manfaat yang dialami para siswa dalam proses konseling pribadi

adalah untuk mendapat informasi,menemukan peneguhan hati, keyakinan

jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh keseimbangan

hidup, hal tersebut dipengaruhi oleh guru pembimbing, teman sebaya dan

(22)

7 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman 1. Sekolah Menengah Atas Santo Mikael Sleman

SMA Santo Mikael Sleman merupakan sekolah yayasan Katolik yang

berada di bawah naungan Yayasan Santa Maria Cabang Kabupaten Sleman,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berpusat di Pekalongan Jawa

Tengah. SMA Santo Mikael Sleman beralamat di Dusun Warak (Jalan Pangeran

Purboyo), Kelurahan Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah swasta yang semula SPG ini mulai dibuka

menjadi SMA sejak tahun 1984. Siswa-siswi yang ada di SMA Santo Mikael

Sleman kebanyakan berasal dari luar kota, seperti Bandung dan Jakarta; bahkan

dari luar daerah, seperti: Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT),

maupun Papua. Mereka tinggal di asrama dan ada pula yang kost di rumah

penduduk setempat.

SMA Santo Mikael Sleman selalu berupaya mengembangkan pendidikan

dengan melakukan pembaharuan-pembaharuan di segala bidang agar pelayanan

pendidikan di SMA Santo Mikael Sleman semakin berkualitas dan diminati

masyarakat. Untuk menuntun pengembangan pendidikan, SMA Santo Mikael

Sleman memiliki visi dan misi yang dijadikan pedoman untuk meningkatkan

kualitas pendidikannya, visi dan misi tersebut terdapat dalam buku Panduan

(23)

Mikael Sleman yaitu ” tangguh dalam kepribadian, unggul dalam kecerdasan,

serta mampu berkompetisi berdasar iman”. Sedangkan misi SMA Santo Mikael

Sleman sebagai berikut:

a. Menumbuhkembangkan nilai-nilai budi pekerti luhur.

b. Melaksanakan pembelajaran, bimbingan, pelatihan secara efektif

sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai potensi yang

dimiliki.

c. Meningkatkan daya juang untuk berprestasi sehingga mampu

berkompetisi.

d. Menumbuh kembangkan penghayatan nilai-nilai Kristiani.

e. Menghidupkan dan mengembangkan sekolah sebagai komunitas iman

yang mencerminkan tata kehidupanbersama yang semakin bersaudara,

adil dan bermartabat.

2. Siswa Kelas XI

Siswa kelas XI merupakan tahun kedua di sekolah, masa pertengahan

karena sudah melalui tahun pertama yaitu masa pengenalan sekolah di kelas X,

dan belum menghadapi masa ujian karena masa ujian kelulusan akan dihadapi

pada tahun ketiga di sekolah menengah yaitu di kelas XII.

Siswa kelas XI adalah individu yang berada pada usia remaja. Remaja

atau adolescence berasal dari bahasa Latin “adolescere” yang berarti tumbuh

menjadi dewasa (Hurlock, 1997: 206). Piaget menjelaskan bahwa istilah

adolescence adalah individu yang sedang tumbuh menjadi dewasa, baik secara

(24)

9

lingkungan orang dewasa (Hurlock, 1997: 206). Jadi, remaja adalah individu

yang berkembang menuju kedewasaan.

Pada umumnya usia remaja yang sedang duduk di kelas XI bangku

sekolah menengah berkisar antara 16 - 19 tahun yang berarti berada pada tahap

remaja akhir. Yang dimaksud dengan remaja akhir menurut Mohammad Ali dan

Mohammad Asrori (2005:9) adalah suatu masa dimana remaja sudah tidak

termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh

untuk masuk ke golongan orang dewasa dengan rentang usia remaja akhir yaitu

usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun. Pandangan ini didukung oleh

Piaget (Hurlock 1997:206) yang menyatakan bahwa secara psikologis, masa

remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia

dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua

melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Dan pada masa tersebut siswa

sedang melaksanakan tugas perkembangan pada masa remaja pertengahan.

Menurut Havighurst (Hurlock, 1997:9), tugas perkembangan adalah tugas

yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan

individu, yang jika behasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke

arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi,

kalau gagal, menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi

tugas-tugas berikutnya.

Remaja memiliki tugas perkembangan yang harus diselesaikan.

Havighurst (Hurlock, 1997:10), menyebutkan tugas perkembangan yang harus

(25)

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik

pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya.

f. Mempersiapkan karier ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sIstem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideology.

Tugas perkembangan remaja tersebut perlu dipahami oleh guru

pembimbing supaya guru dapat efektif memberikan layanan konseling pribadi.

Menurut Erikson (Abin Syamsyuddin Makmun, 2009:118-119) pada masa

adolescene, remaja dihadapkan dengan sejumlah pertanyaan sebagai berikut:

siapakah sebenarnya aku ini? Akan menjadi apa nanti? Apakah perananku

sebagai anggota masyarakat? Apa pekerjaanku?, dan sebagainya. Kalau remaja

mampu dibimbing untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan bekal

kepercayaan pada lingkungan, kemandirian, inisiatif, kepercayaan atas

kemampuan dan kecakapannya; maka ia akan mampu mengintegrasikan seluruh

unsur-unsur kepribadiannya. Dengan kata lain, remaja akan menemukan identitas

atau jati diri. Sebaliknya, jika remaja tidak mendapat bimbingan ia akan berada

(26)

11

Selama peneliti PPL di SMA St. Mikael Sleman siswa kelas XI banyak

mengeluh tentang kegiatan belajar di sekolahnya sehingga dorongan terhadap

pendidikan di sekolah lemah dan cenderung untuk malas belajar dan menganggap

remeh tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Muncul masalah dengan

nilai yang kurang bagus karena waktu luangnya banyak digunakan untuk hal-hal

lain yang dirasa lebih menyenangkan oleh siswa-siswi tersebut. Dalam bergaul

muncul juga permasalahan lain yang berhubungan dengan pergaulan dengan

siswa/siswi lain. Dari keluarga menuntut untuk rajin sekolah tetapi siswa-siswi

tersebut kurang menghiraukan kehendak orang tua, sehingga muncul masalah

lain lagi.

Menurut Singgih (Singgih, 1990:67-71), antara keinginan yang satu

dengan keinginan yang lain sering timbul tantangan, baik dari keinginan untuk

berdiri sendiri tetapi kenyataannya belum mampu hidup terlepas dari keluarga.

Keadaan perasaan yang tidak berdaya terhadap dorongan dari dalam diri mereka

untuk bertindak maupun terhadap kekangan dari luar berupa larangan orangtua

dan terbatasnya kesanggupan serta kemampuan finansial. Hal seperti itu

seringkali melemahkan dan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan

remaja menemukan jalan keluar dengan kumpul-kumpul melakukan kegiatan

bersama, mengadakan penjajahan secara berkelompok. Keinginan ini tumbuh

sedemikian besar, dan pengaruh teman sebaya menjadi semakin kuat dalam

kalangan remaja.

Masalah-masalah itu semua hanya sebagian contoh dari masalah yang

(27)

meminta bantuan guru pembimbing untuk membantu menyelesaikannya. Dengan

demikian guru pembimbing diharapkan mampu menjadikan siswa-siswi semakin

mengenal konseling serta mempunyai kesadaran dan kesediaan untuk menjalani

konseling di sekolah.

3. Layanan Konseling di SMA Santo Mikael Sleman

Di SMA Santo Mikael Sleman, guru pembimbing tidak terjadwal masuk

ke dalam kelas untuk memberikan layanan klasikal. Hal tersebut berlaku sejak

tahun ajaran 2007/2008. Layanan bimbingan dan konseling difasilitasi sekolah

dengan cara: siswa dapat meminta ijin kepada guru piket akan menemui guru

pembimbing setelah mendapat surat ijin, siswa memberikan surat ijin kepada

guru kelas yang sedang mengajar maka siswa diperbolehkan menghadap guru

pembimbing. Jadi siswa-siswi datang sendiri menemui guru pembimbing apabila

menemui masalah. Kemudian siswa-siswi tersebut akan menceritakan apa yang

sedang dialaminya. Maka proses konseling tersebut terlaksana dengan tatap muka

langsung dan berkomunikasi.

B. Layanan Konseling Pribadi 1. Pengertian Konseling Pribadi

Kata konseling (counselling) berasal dari kata counsel yang diambil dari

bahasa latin yaitu caunselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”.

Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor

(cunselor) dengan seorang atau beberapa klien/counselee (Latipun, 2006:4).

(28)

13

proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara (proses) konseling

oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami

sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang

dihadapi oleh klien. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carl Rogers bahwa

konseling merupakan hubungan dengan klien yang bertujuan untuk melakukan

perubahan self (diri) pada pihak klien (Latipun, 2006:5).

Winkel & Sri Hastuti menyatakan bahwa layanan konseling terbagi

menjadi dua yaitu dapat terlaksana melalui wawancara konseling dengan satu

orang klien yang disebut dengan konseling pribadi atau dengan beberapa orang

klien yang disebut dengan konseling kelompok. Menurut Thantawy (2005:56),

konseling pribadi adalah hubungan timbal balik di antara dua individu (

face-to-face relationship), yang seorang karena keahliannya (konselor) dapat membantu

konseli (yang mempunyai problem). Melalui pertemuan atau hubungan timbal

balik itu konselor berupaya menolong konseli untuk memahami dirinya dan

problemnya agar konseli dapat mengatasi problem yang sedang dihadapinya.

Sedangkan untuk konseling kelompok, Thantawy (2005:60) menjelaskan bahwa

konseling kelompok merupakan hubungan interpersonal yang dinamis antara

konselor dan konseli dan antar konseli. Interaksi dalam kelompok

memungkinkan anggota kelompok untuk belajar menghadapi kenyataan hidup

dan meningkatkan pengertian saling percaya, penerimaan nilai-nilai kehidupan

dan cita-cita. Kalau dalam konseling individual, konselor hanya berhubungan

(29)

kelompok. Skripsi ini membatasi pada hal-hal yang dialami para siswa kelas XI

dalam konseling pribadi.

Di SMA Santo Mikael Sleman, guru pembimbing tidak terjadwal masuk

ke dalam kelas untuk memberikan layanan klasikal. Jadi siswa datang sendiri

menemui guru pembimbing apabila mempunyai masalah untuk meminta layanan

konseling pribadi. Dan menurut informasi dari guru pembimbing di sekolah

minat siswa untuk menjalani proses konseling pribadi cukup banyak.

2. Tujuan Konseling Pribadi

Tujuan dari konseling atau hasil yang yang diperoleh dari proses

konseling, pada dasarnya adalah agar orang yang dilayani (konseli atau klien)

berhasil mengembangkan sikap dan tingkah laku yang memuaskan bagi dirinya

sendiri dan bagi lingkungannya, serta berhasil mengatur kehidupannya secara

bertanggung jawab (Winkel & Sri Hastuti, 2004:36).

Menurut Prayitno & Erman Amti (2004:112), dengan proses konseling

pribadi siswa dapat:

a. Mendapat dukungan untuk memadukan segenap kekuatan dan

kemampuan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

b. Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai alternatif,

pandangan dan pemahaman-pemahaman, serta keterampilan-keterampilan

baru.

c. Menghadapi katakutan-ketakutan sendiri, mencapai kemampuan untuk

(30)

15

kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses

pencapaian tujuan-tujuan yang dikehendaki.

Mendengar pernyataan guru pembimbing tentang minat siswa yang

mengikuti proses konseling pribadi di sekolah cukup banyak, penelitipun tertarik

untuk mengetahui salah satu hal yang diharapkan siswa juga berkaitan dengan

tujuan konseling.

3. Proses Konseling Pribadi

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004:473) proses konseling pribadi

dibagi menjadi lima fase, yaitu: pembukaan, penjelasan masalah, penggalian latar

belakang masalah, penyelesaian masalah, dan penutup. Uraian yang lebih rinci

tentang lima fase itu adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan

Fase ini merupakan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi

(working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan

terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Bilamana guru

pembimbing dan siswa bertemu untuk pertama kalinya, waktunya akan

lebih lama dan isinya akan berbeda dibandingkan dengan pembukaan saat

siswa dan guru pembimbing bertemu kembali untuk melanjutkan

wawancara yang telah berlangsung sebelumnya.

b. Penjelasan masalah

Siswa/siswi mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan yang berkaitan

dengan hal yang dibicarakan, sementara guru pembimbing memberikan

(31)

c. Penggalian latar belakang masalah

Guru pembimbing mengungkapkan dan menggali masalah siswa secara

lebih mendetail dan mendalam, agar guru pembimbing memperoleh

gambaran yang jelas mengenai masalah yang dialami siswa.

d. Penyelesaian masalah

Berdasarkan apa yang telah digali, guru pembimbing dan siswa

membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Guru pembimbing

berusaha supaya siswa merencanakan tindakan konkret untuk

dilaksanakan sesudah proses konseling selesai, agar hasil proses

konseling terwujud dalam tindakan nyata.

e. Penutup

Bilamana siswa sudah merasa mantap mengenai penyelesaian masalah

yang telah ditemukan dan diputuskan bersama dengan guru pembimbing,

maka proses konseling dapat diakhiri. Apabila proses konseling cukup

dalam sekali pertemuan maka guru pembimbing memberikan ringkasan

tentang jalannya proses konseling dan menegaskan kembali keputusan

yang sudah diambil, atau mempersilakan siswa untuk meringkas dan

menegaskan kembali. Kemudian guru pembimbing memberikan

semangat kepada siswa supaya bersemangat dan yakin melaksanakan

keputusannya. Sedangkan bila proses konseling tidak cukup dalam sekali

pertemuan maka, guru pembimbing tetap memberikan ringkasan

mengenai hal yang sudah dibicarakan sampai saat sekarang. Kemudian,

(32)

17

waktu sebelum bertemu dengan guru pembimbing lagi. Akhirnya,

menentukan waktu untuk meneruskan proses konseling.

4. Aspek-aspek Konseling Pribadi

Untuk dapat melalui proses konseling pribadi dengan baik dan lancar,

maka guru pembimbing perlu memperhatikan aspek-aspek dalam konseling

pribadi. Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004:37) terdapat aspek-aspek

konseling pribadi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: aspek proses,

aspek pertemuan tatap muka, aspek komunikasi antar pribadi, dan aspek

tanggapan-tanggapan guru pembimbing yang bersifat membantu. Keempat aspek

dalam konseling pribadi itu diuraikan sebagai berikut:

a. Aspek proses

Aspek proses menunjuk pada kenyataan bahwa siswa mengalami suatu

rangkaian perubahan dalam diri sendiri, dari belum ada penyelesaian

masalah sampai masalah yang dihadapi telah terselesaikan secara

memuaskan. Rangkaian perubahan dalam diri sendiri itu biasanya

mengikuti urutan: mengungkapkan masalah secara tuntas; melihat inti

masalah dengan lebih jelas; menyadari semua reaksi dalam alam perasaan

terhadap masalah itu secara lebih utuh; menghadapi masalah dengan

pikiran yang lebih bening dan lebih rasional; menemukan penyelesaian

yang memuaskan atas masalah yang dibahas; mendapat keberanian untuk

mewujudkan penyelesaian itu dalam tindakan-tindakan konkret sesudah

(33)

b. Aspek pertemuan tatap muka

Aspek pertemuan tatap muka menunjuk pada periode waktu siswa

berhadapan muka dengan guru pembimbing serta berwawancara dengan

guru pembimbing mengenai masalah yang dihadapinya. Pertemuan itu

biasanya berlangsung selama lebih kurang 60 menit, dan dapat

dilanjutkan pada lain waktu bila masalah belum terselesaikan dalam satu

kali konseling. Proses konseling berlangsung selama waktu bertemu

muka dengan guru pembimbing; namun dapat berlangsung terus selama

waktu di antara pertemuan-pertemuan dengan guru pembimbing, karena

siswa pasti berpikir terus mengenai apa yang dibicarakan dalam

pertemuan yang baru dan apa yang akan dibicarakan dalam pertemuan

berikutnya. Oleh karena itu, suatu proses konseling dapat selesai dalam

satu kali bertemu muka, atau baru akan selesai setelah dua-tiga kali

bertemu muka.

c. Aspek komunikasi antar pribadi

Proses konseling terwujud dalam komunikasi antar guru pembimbing dan

siswa. Dalam pertemuan guru pembimbing menggunakan teknik-teknik

konseling yang memperlancar komunikasi antar pribadi. Untuk

memperlancar komunikasi, dibutuhkan keterampilan dasar

berkomunikasi. Menurut Johnson (1981), beberapa keterampilan dasar

yang dimaksud adalah sebagai berikut: pertama, harus mampu saling

memahami (sikap percaya, keterbukaan, penerimaan diri); kedua, harus

(34)

19

(dapat ditunjukkan dengan sikap hangat dan rasa senang serta mampu

mendengarkan dengan cara yang menunjukkan bahwa mampu memahami

lawan komunikasi); ketiga, harus mampu saling menerima dan saling

memberikan dukungan atau saling menolong, maksudnya mampu

menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong,

menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong sambil

memberikan bombongan; keempat, mampu memecahkan konflik dan

bentuk-bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam

komunikasi dengan orang lain, artinya dengan cara-cara yang semakin

mendekatkan dengan lawan komunikasi (Supratiknya, 1995:11-12).

d. Aspek tanggapan-tanggapan konselor yang bersifat membantu

Dalam proses konseling, guru pembimbing memberikan

tanggapan-tanggapan yang bersifat membantu. Tanggapan-tanggapan-tanggapan guru

pembimbing yang bersifat membantu itulah yang disebut teknik-teknik

konseling. Teknik-teknik konseling yang digunakan antar lain tampak

pada sikap guru pembimbing yang penuh penerimaan terhadap siswa,

berempati, memberikan dukungan atau bombongan, peneguhan atau

penguatan terhadap siswa, memberikan klarifikasi dan refleksi atas

pikiran dan perasaan yang dialami siswa.

Dalam aspek-aspek konseling itu, aspek proses dan aspek pertemuan tatap

muka merupakan aspek yang paling pokok dalam konseling. Sedangkan aspek

komunikasi antar pribadi dan aspek tanggapan-tanggapan konselor yang bersifat

(35)

aspek-aspek konseling itu jelas tujuannya adalah adanya perubahan pada diri

siswa, yang diusahakan berkat bantuan psikologis secara professional

menciptakan corak khas yang melekat pada aspek proses, pertemuan tatap muka,

komunikasi antarpribadi, dan tanggapan-tanggapan konselor sekolah yang

bersifat membantu.

C. Hal-hal yang Dialami Para Siswa Dalam Konseling Pribadi

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004:353), hal-hal yang dialami siswa

dalam konseling pribadi: mendapatkan informasi; menemukan peneguhan hati;

keyakinan jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh

keseimbangan hidup; hal-hal dalam diri guru pembimbing, seperti: kepribadian

guru pembimbing yang baik sehingga siswa mempunyai pandangan positif

terhadap gurunya, kemampuannya bersosialisasi dengan siswa sehingga mereka

merasa nyaman, ketrampilannya berkomunikasi dengan baik, kemampuan

intelektualnya yang cukup tinggi sehingga mampu mengelola permasalahan

secara tepat dan mampu menalar dengan baik, kesanggupannya berempati

terhadap setiap persoalan yang dialami siswa, kesiapannya membantu dengan

tulus, berpenampilan rapi dan menarik; hal-hal dari dalam teman, seperti:

persepsi positif teman terhadap sikap guru pembimbing, pengalaman teman

menjalani konseling untuk menyelesaikan masalah; hal-hal dalam

lingkungan/fasilitas, seperti: tersedianya ruang konseling yang terpisah dari

(36)

21

konseling yang rapi sehingga siswa-siswi merasa senang berada di sana.

Masing-masing hal tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Mendapatkan informasi

Siswa menghadap guru pembimbing untuk mendapatkan informasi.

Ada beberapa informasi yang dibutuhkan oleh siswa di sekolah antara lain

informasi mengenai cara mempersiapkan diri menghadap dunia pekerjaan,

belajar efektif, pengisian waktu luang, remaja dan pergaulannya, masa

depannya, pengembangan bakatnya dan cara mengatasi kesulitan yang

timbul berkaitan dengan kebutuhan itu, ada siswa yang sudah mempunyai

gambaran yang jelas mengenai cara belajar yang efektif, pemilihan program

studi yan sesuai, dan cara mengatasi kesulitan yang timbul berkaitan dengan

tuntutan belajar di sekolah. Ada pula siswa yang masih bingung dan belum

memahami cara belajar efektif, pengisian waktu luang, pemilihan program

studi, masa depannya, dan pengembangan bakatnya. Dalam hal ini peranan

guru pembimbing menjadi penting sebagai sumber informasi. Oleh karena

itu guru pembimbing perlu memiliki kompetensi tertentu. Menurut Djam’an

Satori (2008:2.2) yang dimaksud dengan kompetensi adalah kecakapan,

kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang

tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu.

Menurut Waruwu (2006) kecakapan seorang tenaga kependidikan

harus meliputi: kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi

prifesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagodi adalah guru

(37)

menggunakan ilmu-ilmu psikologi, sosiologi, antropologi, dll untuk

membantu siswa mengembangkan potensi-potensi dirinya. Kompetensi

kepribadian adalah guru pembimbing perlu memiliki kematangan dalam

kepribadian supaya dapat memberikan layanan bimbingan. Adapun

sikap-sikap yang perlu ditampilkan oleh guru pembimbing meliputi: ramah,

empati, menghargai, percaya diri, memiliki pengetahuan tentang teori-teori

perkembangan, humoris, dan dapat menerima kritik dengan hati terbuka

(Singgih Gunarsa, 2002:48). Kompetensi professional maksudnya guru

pembimbing memiliki pengetahuan sebagai seorang ahli di bidangnya dan

tahu metode menstranfer keahlian tersebut secara efektif, efisien, menarik,

sederhana dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan

berkomunikasi dengan baik, cerdas secara emosional, mampu berempati,

terampil dalam mengkomunikasikan nilai-nilai. Keempat kompetensi itu

harus dikembangkan oleh guru pembimbing dengan cara belajar terus

menerus, mengembangkan ilmu yang telah dimiliki sekaligus mengasah

kemampuan memberikan layanan konseling pribadi. Dengan demikian guru

pembimbing dapat menjadi sumber informasi bagi para siswa (Esti Sumarah,

2007:2-3).

2. Menemukan peneguhan hati

Dalam menghadapi keadaan batinnya, mengatasi berbagai pergumulan dalam

bantinnya, serta dalam mengatur diri sendiri dan hubungan kemanusiaannya

dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial), siswa

(38)

23

membantu siswa menemukan peneguhan hati. Peneguhan hati adalah

dukungan, bombongan, penguatan yang diberikan guru pembimbing kepada

siswa di saat siswa mengalami pergumulan batin. Guru pembimbing sering

dihubungi oleh siswa mengenai berbagai macam kesukaran yang dialaminya.

Siswa meminta bantuan guru pembimbing karena siswa mempunyai berbagai

macam keinginan tetapi tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya; untuk

bertanya kepada orangtua, siswa merasa malu dan takut, sedangkan teman

sebaya yang ditanyai, juga tidak tahu. Dalam memberikan peneguhan hati,

guru pembimbing harus memiliki kesabaran yang besar; guru pembimbing

tidak boleh memandang masalah-masalah yang dihadapi siswa sebagai

masalah yang ringan; guru pembimbing perlu mendampingi siswa secara

intensif di saat mengalami ketidakpercayaan diri, dan mendampingi semua

siswa baik yang pandai maupun yang malas agar dapat belajar lebih rajin.

3. Keyakinan jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh keseimbangan hidup.

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004:15), konseling menempati peranan

penting dalam hal membantu manusia (siswa) untuk memperoleh

keseimbangan hidup, belajar dan bekerja. Pada waktu siswa akan menghadap

guru pembimbing, siswa membawa berbagai pandangan pribadi serta

keyakinan terhadap guru pembimbing mampu membantunya memperoleh

keseimbangan hidup. Keseimbangan hidup berarti menjadi pribadi yang tidak

mudah terombang-ambingkan oleh berbagai macam pengaruh dari luar, fokus

(39)

semacam itu disebut sebagai pribadi yang berfungsi sepenuhnya, sebab

memiliki ciri: terbuka terhadap pengalaman, menerima eksistensi/ keberadaan

dirinya, percaya diri, bebas dan kreatif (Duane Schultz, 1991:50-55). Siswa

mengikuti proses konseling pribadi juga untuk meminta bantuan guru

pembimbing. Menurut Singgih Gunarsa (2002:23-24), guru pembimbing

dapat membantu siswa memperoleh keseimbangan hidup dengan

memberikan terapi reedukatif dan sugestif. Terapi reedukatif adalah upaya

untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan pada sifat kebiasaan yang

tidak cocok dengan lingkungan, sehingga perlu suatu pembiasaan,

pengulangan pendidikan yang lain. Sedangkan yang dimaksud terapi sugestif

adalah usaha memberikan layanan pada siswa yang disebabkan memiliki

persoalan-persoalan emosional (marah, tidak percaya diri, bingung, kecil

hati). Dengan memberi sugesti kuat, gangguan tersebut tidak akan timbul

lagi. Selanjutnya dicari sebab kegoncangan atau ketegangan emosinya, dan

diusahakan menghilangkan bebannya itu. Jadi informasi yang diberikan oleh

guru pembimbing supaya siswa memperoleh keseimbangan hidup

berdasarkan teori psikologis, dapat dalam dua bentuk terapi tersebut.

Ketiga hal tersebut dapat diperoleh siswa karena dipengaruhi oleh:

1. Hal-hal dalam diri guru pembimbing: a. Kepribadian guru pembimbing

Guru pembimbing dalam melaksanakan tugas, khususnya ketika

memberikan konseling, hendaknya memiliki kepribadian yang baik agar

(40)

25

pihak siswa-siswi tidak ada persepsi negatif yang dapat merugikan guru

pembimbing. Ciri-ciri kepribadian konselor sekolah yang baik antara

lain: bersikap dewasa, bertingkah laku sopan dan dapat dicontoh oleh

siswa-siswi, murah hati, jujur, menghargai siswa, dan dapat menyimpan

rahasia siswa. Guru pembimbing harus mempunyai kemampuan untuk

bertindak dan bersikap bijaksana dalam menghadapi siswa.

b. Kemampuan bersosialisasi dengan siswa

Guru pembimbing dalam memberikan konseling juga diharapkan

memiliki ketrampilan bersosialisasi, misalnya: guru pembimbing mampu

menjalin hubungan yang hangat dan akrab dengan siswa, terlibat dalam

kegiatan kesiswaan di samping kegiatan bimbingan dan konseling,

menghargai perasaan siswa ketika konseling berlangsung dan membuat

siswa senang dan nyaman setiap menjalani konseling.

c. Ketrampilan berkomunikasi

Belkin (Winkel, 1997) mengungkapkan pendapatnya mengenai ciri-ciri

ketrampilan berkomunikasi yang hendaknya dimiliki oleh guru

pembimbing yaitu: guru pembimbing bertindak sejati dan berhati tulus

artinya berkata-kata dan berbuat tanpa memakai topeng

(sungguh-sungguh terlibat tanpa berpura-pura), bebas dari kecenderungan untuk

menguasai siswa artinya guru pembimbing secara sadar tidak

memaksakan kehendaknya sendiri atas klien dan memaksa klien untuk

bertindak tertentu, mampu mendengarkan dengan baik artinya berusaha

(41)

terkandung dalam ungkapan klien, dan mampu menghargai klien artinya

guru pembimbing mampu mendekati siswa dan mau didekati oleh siswa

dengan sikap positif dan kerelaan menerima siswa apa adanya.

Sehubungan dengan pelayanan guru pembimbing memberikan konseling,

maka guru pembimbing dituntut untuk mempunyai ketrampilan

berkomunikasi. Ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain yang perlu

dimiliki antara lain: guru pembimbing mampu mengungkapkan kembali

apa yang diungkapkan oleh siswa secara tepat, mampu mendengarkan

ungkapan siswi dan memberikan tanggapan atas ungkapan

siswa-siswi. Hubungan yang menyenangkan antara guru pembimbing dan siswa

memungkinkan pembahasan permasalahan siswa secara tuntas tanpa

mengalami ketegangan. Untuk itu guru pembimbing dapat membuka

hubungan dengan mengajak berbasa basi sebentar, memilih kata-kata

yang tidak membuat siswa merasa tersinggung dan guru pembimbing

tahu kapan konseling harus diakhiri karena siswa merasa lelah.

d. Kemampuan intelektualnya

Guru pembimbing perlu memiliki kemampuan intelektual berkaitan

dengan memberikan layanan konseling yang cukup tinggi sehingga

mampu berpikir dan mengelola suasana untuk mengubah tingkah laku

siswa. Kemampuan intelektual yang cukup tinggi juga memungkinkan

guru pembimbing untuk mampu menalar dengan baik. Dengan demikian

guru pembimbing dapat memunculkan gagasan yang lebih baik dalam

(42)

27

yang efektif dalam membantu siswa memecahkan masalah, bijaksana

dalam menanggapi pertanyaan siswa yang dirasa sulit saat konseling

berlangsung, pandai mencerna ide-ide dari berbagai pandangan siswa dan

selalu membuat hal-hal baru yang disukai siswa.

e. Kesanggupan berempati

Kemampuan untuk berempati yaitu kemampuan mendalami pikiran dan

menghayati perasaan orang lain seolah-olah guru pembimbing pada saat

ini menjadi orang lain tersebut, tanpa terbawa-bawa sendiri oleh semua

itu dan kehilangan kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri

sendiri. Kemampuan berempati ditandai dengan: guru pembimbing

mendengarkan semua ungkapan siswa dengan penuh perhatian selama

konseling, memahami apa yang dialami dan diungkapkan oleh siswa,

memberikan kebebasan kepada siswa jika belum siap mengungkapkan

masalahnya, menghargai siswa saat menjalani konseling (tidak memarahi

dan bersikap acuh tak acuh). Guru pembimbing mampu berempati yaitu

memahami apa yang dialami dan diungkapkan oleh siswa; kata-kata yang

digunakan guru pembimbing betul-betul mengungkapkan isi batin siswa,

bahkan menggali pikiran dan perasaan yang belum diungkapkan oleh

siswa. Kemampuan guru pembimbing untuk berempati sangat penting

dan mutlak untuk keberhasilan konseling, karena itu empati merupakan

salah satu kondisi yang harus ada agar terjadi perubahan pada siswa.

Adanya empati, membuat siswa merasa bahwa ada orang lain yang mau

(43)

f. Kesiapan membantu dengan tulus

Belkin (Winkel, 1997) berpendapat bahwa kesiapan membantu dari guru

pembimbing sangat menentukan bersedia atau tidaknya siswa menjalani

konseling, di samping kemampuan intelektual dan

keterampilan-keterampilan profesional lainnya. Kesiapan membantu yang perlu

dimiliki antara lain: kemampuan guru pembimbing membantu siswa

setiap saat (tidak pilih kasih dan tidak hanya melayani yang bermasalah)

dan kemauan untuk melayani semua siswa serta berkeinginan

sungguh-sungguh dan tulus untuk membantu siswa.

g. Berpenampilan rapi dan menarik

Penampilan yang perlu dimiliki guru pembimbing adalah berpakaian rapi,

menarik, ramah dan bersikap sopan. Tindakan tersebut menyampaikan

pesan kepada siswa bahwa guru pembimbing siap membantu dan

memberikan yang terbaik bagi siswa dalam menjalankan proses

konseling.

2. Pengaruh dari teman

a. Persepsi positif teman terhadap sikap guru pembimbing

Persepsi siswa terhadap guru pembimbing dan pelayanannya dalam

memberikan bimbingan dan konseling berbeda satu sama lain, ada yang

positif dan ada pula yang negatif. Dengan adanya persepsi yang negatif

terhadap guru pembimbing, wajar bila siswa menjadi enggan untuk

menghadap guru pembimbing apalagi untuk menjalani konseling. Tetapi

(44)

29

pembimbing. Ada juga siswa yang sudah mempunyai pemahaman yang

baru mengenai guru pembimbing. Siswa-siswi yang sudah memiliki

pemahaman baru ini mempunyai persepsi bahwa guru pembimbing dapat

sabar dalam membantu siswa memecahkan masalah, tidak

membeda-bedakan, dan guru pembimbing dapat membantu siswa-siswi untuk

semakin mengetahui mengenai remaja, karier, dan belajar. Dengan

demikian, bila siswa mempunyai persepsi yang positif terhadap guru

pembimbing, diharapkan siswa semakin bersedia mengahadap guru

pembimbing untuk menjalani konseling. Persepsi atau penilaian teman

terhadap sikap guru pembimbing dan penilaian teman terhadap teman lain

yang berhasil menjalani konseling juga dapat mendorong siswa untuk

menjalani konseling. Teman sebaya yang mempunyai persepsi atau

penilaian yang baik terhadap sikap guru pembimbing dan pernah

menjalani konseling dengan guru pembimbing yang mampu membantu

menyelesaikan masalahnya, menjadikan siswa mempunyai penilaian yang

baik terhadap guru pembimbing sehingga mampu memberikan dorongan

bagi teman lain untuk menjalani konseling apabila mengalami masalah

yang belum mampu dipecahkan sendiri.

b. Pengalaman teman menjalani konseling

Siswa di sekolah memiliki pengalaman yang berbeda satu dengan yang

lainnya dalam hal menjalani konseling. Hal ini terjadi karena selain

memiliki pengalaman yang berbeda, juga karena kuantitas dan kualitas

(45)

mempengaruhi penilaian siswa- terhadap guru pembimbing. Pengalaman

teman yang sudah pernah menjalani konseling dijadikan pengalaman bagi

siswa lain untuk menjalani konseling atau tidak. Bila teman sebaya yang

sudah pernah menjalani konseling, berhasil menyelesaikan masalahnya

dengan bantuan guru pembimbing dan rahasia siswa yang sudah pernah

menjalani konseling tidak dibicarakan ke siswa lain, maka tentu saja ini

memberikan keuntungan bagi guru pembimbing; siswa akan terus

menghadap guru pembimbing.

3. Lingkungan/fasilitas

a. Tersedianyaruang konseling

Guru pembimbing memiliki ruang tersendiri yang terpisah dari ruang

guru di sekolah, dalam ruangan tersebut tersedia meja dan kursi tamu,

meja dan kursi kerja, meja besar, dan di dalam ruang guru pembimbing

tersebut terdapat ruang khusus untuk konseling. Dengan tersedianya

ruang konseling, maka pembicaraan dapat berlangsung secara pribadi.

Pembicaraan di dalam ruang tidak boleh dapat didengarkan oleh orang

lain di luar ruang dan orang lain tidak boleh dapat melihat ke dalam,

paling sedikit tidak dapat melihat siswa dari depan. Hal ini berkaitan erat

dengan etika jabatan guru pembimbing untuk menjamin kerahasiaan

pembicaraan. Ruang konseling yang terpisah dari ruang guru,

memungkinkan siswa menjadi tidak sungkan dan malu untuk datang

menghadap guru pembimbing. Dengan demikian ruang konseling terbuka

(46)

31

b. Kenyamanan ruang konseling

Penataan ruang konseling yang sesuai, seperti warna cat tembok yang

tenang, sinar cahaya yang tidak menyilaukan, pembicaraan yang dapat

berlangsung secara pribadi membantu menciptakan suasana yang tenang,

aman, sehingga siswa merasa kerasan di ruang konseling. Kerapian dalam

menata barang yang terdapat di ruang guru pembimbing dan ruang

konseling juga membantu menciptakan suasana yang nyaman. Dalam

ruang konseling ada baiknya juga tidak terpasang peralatan untuk

merekan pembicaraan guru pembimbing dengan siswa. Dengan adanya

peralatan rekaman, siswa dapat terhambat dalam mengekspresikan diri

dan rahasia pembicaraan antara guru pembimbing dengan siswa dapat

bocor.

Uraian di atas menguatkan siswa mau menjalani konseling pribadi, semua hal

tersebut mempengaruhi siswa untuk menjalani konseling pribadi sebab mereka

dapat merasakan manfaatnya. Hal-hal inilah yang hendak diteliti dalam skripsi

(47)

32

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian di bidang pendidikan khususnya

bidang bimbingan dan konseling di sekolah. Jenis penelitian bersifat praktis dan

termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilaksanakan untuk melukiskan variabel atau kondisi nyata

dalam suatu situasi (Furchan, 2005: 447). Penelitian deskriptif dirancang untuk

memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Tujuan

survei adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dan bukan informasi

tentang individu (Furchan, 2005 : 450).

Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena peneliti ingin

memperoleh gambaran mengenai kuat-lemahnya manfaat yang dialami para

siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman tahun

ajaran 2009/2010.

B. Populasi Penelitian

Menurut Furchan (2005: 193), populasi adalah semua anggota

sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas.

Penelitian ini termasuk penelitian populasi, karena semua subyek diikutsertakan

(48)

33

individu yang ikut serta dalam penelitian sebagai sumber data. Subyek

penelitiannya adalah seluruh siswa-siswi kelas XI SMA Santo Mikael Sleman

tahun ajaran 2009/2010. Jumlah keseluruhan siswa kelas XI SMA Santo Mikael

Sleman tahun ajaran 2009/2010 sebanyak 57 siswa, yang dirinci dalam tabel

berikut ini.

Tabel 1. Populasi Siswa-siswi kelas XI SMA St. Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010

Kelas Siswa Putra Siswa Putri Jumlah Siswa

XI IPA 13 7 20

XI IPS 1 8 10 18

XI IPS 2 12 7 19

Jumlah 33 24 57

C. Alat Ukur 1. Kuesioner

Penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai manfaat yang

dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi sebagai alat pengumpul

data. Kuesioner ini disusun oleh peneliti untuk mengetahui kuat-lemahnya

manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA

Santo Mikael Sleman tahun ajaran 2009/2010.

2. Reliabilitas dan Validitas Kuesioner a. Validitas Kuesioner

Validitas suatu alat pengukur adalah derajat ketepatan dan ketelitian

alat tersebut dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas

(49)

seharusnya diukur (Furchan, 2005: 293). Validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity) sebab

item-item pernyataan dari kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas

XI dalam konseling pribadi mencerminkan isi yang dikehendaki dan

tujuan yang terdapat di dalam wilayah isi. Peneliti meminta pendapat

dan mengkonsultasikan kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas

XI dalam konseling pribadi kepada dosen pembimbing untuk memeriksa

setiap butir item pernyataan kuesioner tersebut, supaya setiap item

pernyataan yang dibuat tepat dengan tujuan penelitian manfaat yang

dialami pada siswa kelas XI dalam konseling.

Perhitungan koefisien validitas dengan rumus (Garret, 1967:349):

tt

t r

r =

Keterangan :

t

r : Koefisien validitas alat ukur

tt

r : Koefisien reliabilitas

Kuesioner hal-hal yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling

dikembangkan dari teori yang tersaji dalam bab II. Kisi-kisi dari item-

(50)

35

Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA St. Mikael Sleman Tahun Ajaran 2009/2010

No Manfaat Yang Dialami Para Siswa Kelas XI Dalam

Konseling Pribadi No Item Jumlah 1

2

Manfaat yang dialami siswa dalam konseling pribadi: a. Mendapatkan informasi

b. Menemukan peneguhan hati

c. Keyakinan jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh keseimbangan hidup

Hal-hal yang mempengaruhi siswa melakukan konseling pribadi:

a. Guru Pembimbing

1) Kepribadian guru pembimbing

2) Kemampuannya bersosialisasi dengan siswa-siswi

3) Ketrampilannya berkomunikasi 4) Kemampuan intelektualnya 5) Kesanggupannya berempati

6) Kesiapannya membantu dengan tulus 7) Berpenampilan rapi dan menarik b. Teman

1) Persepsi positif teman terhadap sikap guru pembimbing

2) Pengalaman teman menjalani konseling c. Fasilitas

1) Tersedianyaruang konseling 2) Kenyamanan ruang konseling

1-5 6-10 11-15 16 17 18 19 20 21 22 23-24 25-26 27-28 29-30 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2

(51)

b. Pemberian Skor-skor

Susunan kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu data identitas siswa

dan petunjuk pengisian serta bagian pertanyaan mengenai manfaat yang

dialami para siswa kelas XI dalam konseling pribadi. Alternatif jawaban

untuk mengetahui hal-hal yang dialami pada para siswa kelas XI dalam

konseling dinyatakan dalam empat kategori, yaitu : selalu; banyak kali;

kadang-kadang; tidak pernah. Pemberian skor kuesioner mengenai

manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam konseling untuk

masing-masing alternatif jawaban adalah: alternatif jawaban ”selalu”

memperoleh skor 4; ”banyak kali” memperoleh skor 3; ”kadang-kadang”

memperoleh skor 2; ”tidak pernah” memperoleh skor 1. Pertanyaan

terdiri dari 30 butir.

c. Reliabilitas Kuesioner

Reliabilitas kuesioner adalah derajat keajegan alat tersebut dalam

mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan, 2005: 310). Pendekatan

yang digunakan untuk memeriksa reliabilitas kuesioner adalah teknik

belah dua gasal-genap (Split Half Method). Teknik belah dua membagi

instrumen menjadi dua bagian yaitu bagian pertama berupa item-item

yang bernomor gasal, dan bagian kedua berupa item-item yang

bernomor genap. Reliabilitas kuesioner penelitian ini diperiksa dengan

teknik belah dua, dengan rumus rtt=

xy xy

r r

+

1 2

(52)

37

d. Klasifikasi Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Menurut Masidjo (1995:209), klasifikasi validitas dan reliabilitas

suatu tes dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara -1,00 sampai

dengan 1,00 yang dikelompokkan ke dalam beberapa klasifikasi dari

sangat rendah sampai dengan sangat tinggi, mengacu pada pedoman

yang dikemukakan berikut ini:

Tabel 3. Kualifikasi Koefisien Korelasi Suatu Alat Ukur Koefisien Korelasi Kualifikasi

± 0,91 −± 1,00 Sangat Tinggi

± 0,71 −± 0,90 Tinggi

± 0,41 −± 0,70 Cukup

± 0,21 −± 0,40 Rendah

Negatif −± 0,20 Sangat Rendah Sumber: Masidjo, 1995. Penilaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah.

Yogyakarta: Kanisius. Hal 209

Koefisien reliabilitas dan validitas kuesioner manfaat yang dialami

para siswa kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael

Sleman adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Koefisien Reliabilitas dan Validitas Kuesioner

Koefisien Penelitian Reliabilitas 0,95

Validitas 0,97

Berdasarkan tabel kualifikasi tersebut, disimpulkan bahwa

reliabilitas dan validitas penelitian Kuesioner Manfaat Yang Dialami

Para Siswa Kelas XI dalam Konseling Pribadi di SMA Santo Mikael

(53)

3. Kategori manfaat yang dialami para siswa Kelas XI dalam konseling pribadi di SMA Santo Mikael Sleman

Dalam penelitian ini, manfaat yang dialami pada para siswa Kelas XI

dalam konseling termasuk kategori kuat dan lemah. Kategori tersebut

didasarkan pada:

a. Ada siswa yang mampu menyelesaikan masalah dengan baik, ada siswa

yang belum mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik.

b. Pendekatan kuantitatif yang digunakan untuk memahami keadaan

variabel biasa menggunakan nilai-nilai statistik Mean.

D. Pengumpulan Data

Peneliti menghubungi pihak SMA Santo Mikael Sleman sebelum

melaksanakan pengumpulan data pada hari Kamis jam 09.30 WIB, tanggal 4

Maret 2010. Peneliti menemui Ibu Siti Hartini, B.A., selaku Koordinator

Bimbingan dan Konseling, untuk menyerahkan surat ijin melakukan penelitian

dari Prodi Bimbingan dan Konseling dan membuat kesepakatan mengenai hari

serta jam yang akan digunakan peneliti untuk pengumpulan data.

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada siswa SMA Santo Mikael

Sleman Tahun Ajaran 2009/2010 kelas XI, tanggal 8 Maret 2010 pukul

08.45-11.00. Jadwal pelaksanaan pengumpulan data penelitian di setiap kelas tertera di

(54)

39

Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Pengumpulan Data Penelitian

Tanggal Kelas Waktu Hadir Tidak hadir Jumlah

8 Maret 2010 XI IPA 08.45 20 - 20 8 Maret 2010 XI IPS 1 09.30 16 2 18 8 Maret 2010 XI IPS 2 10.30 19 - 19

Jumlah 55 2 57

Sebelum kuesioner dibagikan, peneliti memberikan penjelasan tentang

tujuan pengisian kuesioner dan petunjuk pengerjaan Kuesioner ”Manfaat Yang

Dialami Para Siswa Kelas XI dalam Konseling Pribadi di SMA Santo Mikael”.

Kemudian peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan

kuesioner dan mengajukan pertanyaan apabila ada yang belum dimengerti.

E. Teknik Analisis Data

1. Perhitungan koefisien reliabilitas kuesioner dengan teknik belah dua :

a.Menghitung koefisien korelasi skor-skor ganjil dan genap dengan teknik

korelasi product-moment dari Pearson, dengan rumus :

xy

r =

(

)( )

(

)

{

}

{

( )

}

− 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Keterangan : xy

r : Koefisien korelasi ganjil genap

N : Jumlah subyek

(55)

b.Menghitung koefisien reliabilitas (rtt) dengan rumus Spearman and Brown: tt r = xy xy r r + 1 2

(Guilford, 1965 : 457)

Keterangan :

tt

r : Koefisien reliabilitas

xy

r :Koefisien korelasi skor ganjil-genap

2. Perhitungan koefisien validitas kuesioner dengan rumus :

oo

t

r = rtt (Guilford, 1965 : 443)

Keterangan Rumus :

oo

t

r : Koefisien validitas

tt

r : Koefisien reliabilitas

3. Mean

Mean merupakan nilai kelompok yang dipandang konstan dan karena

itu digunakan untuk menetapkan batas kategori tinggi atau rendah suatu

skor. Skor yang < Mean dikategorikan rendah. Skor yang ≥ Mean

dikategorikan tinggi. Perhitungan mean skor total menggunakan:

N X M =

Keterangan Rumus :

M : Mean

(56)

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan jawaban atas rumusan masalah penelitian.

Rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah manfaat apa yang dialami pada

diri siswa kelas XI dalam konseling pribadi?

Ada dua kategori manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam

konseling di SMA Santo Mikael yaitu kategori lemah dan kategori kuat.

Penentuan kategori lemah dan kuat berdasarkan Mean. Siswa yang memperoleh

skor di bawah Mean (skor < M) termasuk kategori lemah merasakan manfaat

yang dialami dalam konseling sedangkan siswa yang memperoleh skor di atas

Mean (Skor ≥ M) termasuk kategori kuat merasakan manfaat yang dialami dalam

konseling.

Mean-mean skor siswa pada setiap manfaat yang dialami siswa adalah:

1. Mendapatkan informasi→ M = 14

2. Menemukan peneguhan hati → M = 13

3. Keyakinan jika guru pembimbing mampu membantunya memperoleh

keseimbangan hidup → M = 14

Mean-mean skor siswa pada setiap hal-hal yang mempengaruhi siswa

adalah:

1. Guru Pembimbing → M = 19

2. Teman → M = 10

(57)

1. Gambaran Umum Manfaat Yang Dialami Para Siswa Kelas XI Dalam Konseling Pribadi

Tabel 6. Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi SMA Santo Mikael

Manfaat Yang Dialami Pada Diri Siswa Dalam Konseling Pribadi

Lemah f(%)

Kuat f(%) 1. Manfaat yang dialami siswa dalam

konseling pribadi: a. Mendapatkan informasi b. Menemukan peneguhan hati

c. Keyakinan jika guru pembimbing mampu membantu memperoleh keseimbangan hidup

2. Hal-hal yang mempengaruhi siswa melakukan konseling pribadi:

a. Guru Pembimbing b. Teman c. Fasilitas 30 (55) 26 (47) 26 (47) 25 (45) 26 (47) 22 (40) 25 (45) 29 (53) 29 (53) 30 (55) 29 (53) 33 (60)

Berdasarkan data pada tabel di atas disimpulkan bahwa jumlah siswa yang

termasuk kategori kuat untuk mengalami manfaat mendapat informasi dalam

berkonseling pribadi ada 25 siswa. Jumlah siswa yang termasuk kategori lemah

untuk mendapat informasi dalam berkonseling pribadi ada 30 siswa.

Jumlah siswa yang termasuk kategori kuat untuk menemukan peneguhan hati

ketika berkonseling pribadi ada 29 siswa. Jumlah siswa y

Gambar

Tabel 1. Populasi Siswa-siswi kelas XI SMA St. Mikael Sleman
Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner manfaat yang dialami para siswa kelas XI dalam
Tabel 3. Kualifikasi Koefisien Korelasi Suatu Alat Ukur
Tabel 6. Manfaat yang dialami pada siswa kelas XI dalam konseling pribadi  SMA Santo Mikael
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pemihakan berlebihan terhadap institusi Nizhamiyah, ”pendiaman” terhadap historiografi pendidika n Islam sebelum era Abbasiyah, dan pengakuan sepenuhnya peran penguasa

Puji syukur dan terimakasih Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karuniaNya yang tiada pernah berhenti, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan

Desember 2011, Pengadilan Agama Kangean telah menyelenggarakan pengadministrasian yang lebih tertib dan akuntabel melalaui aplikasi SIMAK BMN dan melalui Opname fisik persediaan

(1) Terhadap hasil hutan yang masuk di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan pemeriksaan, pengukuran dan pengujian fisik hasil hutan untuk mengetahui

30 orang. Kelompok Kontrol berjumlah 15 orang dan kelompok perlakukan berjumlah 15 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dengan

1) Umur responden mayoritas berada pada kategori sangat produktif yaitu sebanyak 12 jiwa,umur yang produktif 4 jiwa,tingkat pendidikan nelayan tergolong rendah

apabila kelengkapan persyaratan berkas permohonan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, petugas front office memberikan tanda bukti penerimaan berkas sebagai alat

Penentuan shio dalam program sederhana ini dilakukan dengan pertama kali dengan menginput tanggal, bulan dan tahun kelahiran kemudian dilakuakn perhitungan dengan cara