PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN
KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea)
The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea)
Ni Kadek Ratne Ning Utami1, Sadikin Amir2, Alis Mukhlis2. Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram
Jl. Pendidikan No, 37 Mataram, NTB
*
Korespondensi :
Abstark
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pemuasaan secara periodik terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan pada kepiting bakau merah (Scylla olivacea). Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Puyahan, Desa Lembar Selatan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat dari bulan Agustus 2017 sampai Oktober 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak lima ulangan. Perlakuan diuji yaitu pemuasaan secara periodik meliputi: (A) Pemberian pakan tanpa pemuasaan (kontrol); (B) Pemuasaan 24 jam dengan interval 1 hari; (C) Pemuasaan 24 jam dengan interval 1 hari; (D) Pemuasaan 24 jam dengan interval 1 hari. Penelitian dilakukan selama 35 hari. Data pertumbuhan dan efisiensi pakan dianalisis secara statistik menggunakan analisis keragaman dengan tingkat kesalahan 5%. Data parameter kualitas air dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuasaan secara periodik pada kepiting bakau merah (Scylla olivacea) tidak memberi pengaruh yang signifikan pada laju pertumbuhan dan efisiensi pakan.
ABSTRACT
This study aims to determine the influence of periodic mastery of growth and efficiency of
feed on mud crab (Scylla olivacea). This research was conducted in Puyahan Hamlet, Desa
Lembar Selatan, West Lombok regency, West Nusa Tenggara from August 2017 to October
2017. The method used in this research is an experimental method with Completely
Randomized Design (RAL) consisting of four treatments and five replications, that is (A) fed
everyday without mastery, (B) 1 day sustained fed 1 day fed, (C) 1 day sustained fed 2 day
fed, (D) 1 day sustained fed 3 day fed. Data on growth and feed efficiency were analyzed
using ANOVA with 5% level. Water quality parameter data were analyzed descriptively. The
results showed that periodic mastery performed on mangrove crab (Scylla olivacea) did not
have a significant effect on growth rate and feed efficiency.
Pendahuluan
Kepiting bakau termasuk organisme estuari yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
dalam skala kecil di banyak negara Asia tropis dan sub tropis, yang telah mengalami
peningkatan eksploitasi (Jahan dan Islam, 2016). Kepiting bakau juga memiliki rasa daging
yang lezat disertai dengan nilai gizi yang tinggi. Menurut Fisheries Research and
Development Corporation di Australia dalam Rukmini et al. (2009), bahwa dalam 100 gram
kepiting mengandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6
(AA). Selain itu kepiting bakau juga memiliki harga yang tinggi berkisar Rp.
40.000-100.000/kg (Yamin dan Sulaeman, 2011). Meskipun harga jual cukup tinggi, namun tidak
menurunkan permintaan konsumen terhadap komoditas ini dan bahkan cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun baik dalam negeri maupun ekspor.
Data dari Biro Pusat Statistik (BS) (2004) dalam Siahainenia (2009) memperlihatkan
nilai ekspor kepiting pada tahun 2000 adalah sebesar 12.381 ton dan meningkat menjadi
22.726 ton pada tahun 2007. Beberapa kelebihan di atas telah menarik perhatian para
pembudidaya untuk terus mengembangkan usaha produksi kepiting bakau. Pasar kepiting
juga memiliki kriteria untuk menjual kepiting dengan harga yang tinggi seperti kondisi fisik
sehat, tidak cacat, ukuran berat tercapai, bebas dari penyakit.
Kepiting bakau merah (Scylla olivacea) merupakan salah satu dari empat jenis
kepiting bakau (Keenan, 1999 dalam Farizah, 2009) yang memiliki beberapa keunggulan
yaitu proses reproduksi lebih cepat dan tahan terhadap kondisi ekstrim kekurangan air
(Farizah, 2009). Namun demikian pertumbuhannya yang cukup lambat hingga mencapai
ukuran yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen masih menjadi penghambat dalam
budidaya kepiting ini.
Pertumbuhan dapat dilihat dari bertambahnya ukuran dan bobot kepiting mengalami
lainnya (Razi, 2013). Dijelaskan pula bahwa kepiting biasanya mengalami ganti kulit sekitar
18 kali dari stadia awal sampai dewasa. Pemeliharaan kepiting memerlukan waktu yang
relatif lama. Hal ini tentu akan menghabiskan waktu pemeliharaan yang lama pula, sehingga
pakan yang diberikan semakin tinggi, tenaga kerja yang tinggi dan biaya operasional juga
menjadi semakin tinggi (Djunaedi et al., 2015).
Pertumbuhan kepiting tentunya dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang
diberikan selama pemeliharaan. Para pembudidaya biasanya memberikan ikan rucah sebagai
pakan karena kepiting lebih menyukai pakan yang segar. Namun, harga ikan rucah yang
berfluktuasi secara musiman dan mengalami peningkatan harga secara signifikan
menjadikannya tidak ekonomis dalam budidaya kepiting. Sehingga diperlukan sebuah
langkah alternatif untuk menjawab permasalahan ini.
Menurut Rachmawati et al. (2010) pemuasaan merupakan salah satu faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan stress sehingga mampu memicu perubahan fisiologis
hewan. Salah satu aspek fisiologi berkaitan dengan pertumbuhan kompensatori. Pertumbuhan
kompensatori adalah fase pertumbuhan yang cepat setelah pemberian pakan kembali
(Cahyanti, et al., 2015). Pemuasaan yaitu kegiatan tidak dilakukannya pemberian pakan
dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini menerapkan metoda pemuasaan dalam
periode tententu untuk melihat pengaruhnya terhadap efisiensi pakan dan pertumbuhan
kepiting bakau merah (Scylla olivacea).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tambak Dusun Puyahan, Desa Lembar Selatan, Kabupaten
Lombok Barat, NTB mulai bulan Agustus sampai Oktober 2017. Penelitian ini berlangsung
Analisis Data
Parameter yang diuji secara statistik adalah laju pertumbuhan spesifik. SGR (% per
hari) = ((Wt / W0) 1/ t–
1) x 100%; pertumbuhan berat mutlak = W = Wt – Wo; pertumbuhan
relatif (RGR) = ((Wt–W0) / W0) x 100%; efisiensi pakan (EP) = ((Wt - W0) / F) x 100%; rasio
konversi pakan (FCR) = F / (Wt– W0). SGR = laju pertumbuhan spesifik; Wt = berat akhir; Wo
= berat awal; t = waktu ; W = pertumbuhan berat mutlak; EP = Efisiensi Pakan; F = jumlah
pakan yang dikonsumsi; FCR = rasio konversi pakan. Dianalisis secara statistik dengan taraf
kepercayaan 95% menggunakan analisis sidik ragam.
Hasil
Pertumbuhan Bobot Tubuh
Nilai rata-rata masing-masing perlakuan, pertambahan bobot tubuh tertinggi secara
berurut diperlihatkan oleh perlakuan C yaitu sebesar 7,45 g, perlakuan A dan D sebesar 5,2 g,
dan perlakuan B sebesar 5 g (Gambar 1).
Laju Pertumbuhan Spesifik, Pertumbuhan Berat Mutlak dan Pertumbuhan Relatif
Nilai laju pertumbuhan spesifik (SGR) kepiting bakau merah (Scylla olivacea)
tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan nilai rata-rata ± S.D sebesar 1,34 ± 0,188 % per
hari. Dalam penelitian ini nilai SGR terendah ditunjukkan oleh perlakuan B dengan nilai
rata-rata + S.D sebesar 0,42 + 0,146 % per hari (Gambar 2).
Nilai laju pertumbuhan mutlak (absolut) kepiting bakau merah (Scylla olivacea)
tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan nilai rata-rata ± S.D sebesar 1,00 + 6,2 g selama
35 hari. Dalam penelitian ini nilai laju pertumbuhan mutlak terendah ditunjukkan oleh
perlakuan B dengan nilai rata-rata + S.D sebesar 1,00 + 5,0 g. (Gambar 3).
Nilai laju pertumbuhan relatif (RGR) kepiting bakau merah (Scylla olivacea) tertinggi
penelitian ini nilai RGR terendah ditunjukkan oleh perlakuan B dengan nilai rata-rata + S.D
sebesar 3,78 + 5,22 g. (Gambar 4).
Nilai efisiensi pakan (EP) kepiting bakau merah (Scylla olivacea) tertinggi terdapat
pada perlakuan B dengan nilai rata-rata ± S.D sebesar 1,31 + 1,79 % selama pemeliharaan.
Dalam penelitian ini nilai EP terendah ditunjukkan oleh perlakuan A dengan nilai rata-rata +
S.D sebesar 0,41 + 1,17 g. (Gambar 5).
Nilai rasio konversi pakan (FCR) kepiting bakau merah (Scylla olivacea) tertinggi
terdapat pada perlakuan A dengan nilai rata-rata ± S.D sebesar 53,79 + 99,98 % selama 35
hari. Dalam penelitian ini nilai EP terendah ditunjukkan oleh perlakuan C dengan nilai
rata-rata + S.D sebesar 22,00 + 62,64 %. (Gambar 6).
Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan kepiting bakau,
dimana kualitas air yang baik akan menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup secara
optimum. Parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH dan DO (oksigen terlarut). Hasil
dari pengukuran yang dilakukan selama penelitian yaitu didapatkan suhu berkisar antara
28-32⁰C, salinitas berkisar antara 28-36 ppt, pH berkisar antara 8-9, dan DO berkisar antara
4,5-8,5 mg/L.
Pembahasan
Secara keseluruhan, pemberian perlakuan pemuasaan 24 jam dengan interval 2 hari
menunjukkan nilai rata-rata pertumbuhan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
tiga perlakuan lainnya baik dilihat dari laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan mutlak
maupun pertumbuhan relatif. Tingginya nilai pertumbuhan pada perlakuan ini
mengindikasikan bahwa metode yang diberikan mampu mendorong pemanfaatan pakan yang
maksimal oleh hewan uji dibandingkan dengan tiga metode lainnya. Menurut Stanges et al.
periode tertentu akan beradaptasi dalam kondisi lapar yang dimanifestasikan dengan
menurunnya aktifitas dan rendahnya tingkat metabolisme basal, sehingga terdapat ekstra
energi yang dimanfaatkan untuk mengejar pertumbuhan pada saat satiation. Penerapan
metode pemuasaan dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan efisiensi pakan juga telah
dilaporkan oleh Mulyani et al. (2014) bahwa pemuasaan secara periodik berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan. Dilaporkan juga bahwa pertumbuhan paling tinggi
ditunjukkan oleh pemuasaan 24 jam dengan interval 4 hari.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemuasaan 24 jam dengan interval
waktu setiap 1 hari menunjukkan nilai efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Namun demikian, hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan
bahwa metode pemuasaan secara periodik tidak memberikan perbedaan yang nyata pada nilai
konversi dan efisiensi pakan kepiting bakau. Hal ini diduga karena kebiasaan makan kepiting
bakau yang lambat dalam memangsa pakan yang diberikan. Hasil pengamatan ditemukan
bahwa pada wadah hewan uji yang dipuasakan dengan interval satu hari masih ditemukan
sisa-sisa pakan yang diberikan pada hari sebelumnya meskipun jumlah yang tersisa adalah
10-30% dari total jumlah pakan yang diberikan pada hari sebelumnya. Begitu juga dengan
hasil pengamatan pada perlakuan lainnya. Faktor kebiasaan makan ini menjadikan metode
pemuasaan 24 jam secara periodik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kebutuhan pakan bagi hewan uji. Selain itu, Penelitian ini memberikan gambaran bahwa
permasalahan keterlambatan pemberian pakan yang disebabkan oleh suplai pakan yang
terhambat atau ketersediaan pakan yang sering tidak kontinyu dan terbatas jumlahnya yang
berakibat pada terhentinya pemberian pakan selama 24 jam tidak berpengaruh signifikan
pada penurunan pertumbuhan kepiting bakau. Dengan demikian maka metode pemuasaan ini
dapat diterapkan dalam kegiatan budidaya kepiting bakau tanpa mempengaruhi penurunan
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air (Tabel 1), secara umum kondisi perairan
cukup baik, kecuali pada salinitas yaitu memperlihatkan tingkat salinitas di atas yang
disarankan oleh Tahmid et al. (2005). Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas pada
metabolisme kepiting bakau, karena dapat memberikan pengaruh terhadap molalitas cairan di
dalam tubuh kepiting bakau. Salinitas yang lebih tinggi dari tingkat salinitas optimum akan
menurunkan nafsu makan kepiting bakau, sehingga pertumbuhan menjadi lambat, kisaran
salinitas untuk pembesaran kepiting bakau secara optimum berkisar antara 15-25 ppt, dan
pertumbuhan akan terhambat pada salinitas di atas 35 ppt (Kamarudin et al., 2017).
Kesimpulan
Pemuasaan selama 24 jam yang dilakukan secara periodik tidak memberi pengaruh
yang signifikan pada pertumbuhan dan efisiensi pakan kepiting bakau merah (Scylla
DAFTAR PUSTAKA
Cahyanti, W., V. A. Prakoso, J. Subagja, A.H. Kristanto. 2015. Efek Pemuasaan dan Pertumbuhan Kompensasi pada Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Media Akuakultur. Vol. 10 (1): 17-21.
Djunaedi, A., Sunaryo, B. P. Aditya. 2015. Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskal, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai. Jurnal Kelautan Tropis. Vol.18 (1): 46-51.
Farizah, N. 2009. Konsentrasi, Viabilitas Spermatofor dan Karakteristik Morfologi Spermatozoa Kepitdalamg Bakau Merah (Scylla olivacea Herbest 1796) Asal Jawa, Sulawesi dan Papua. Tesis. Bogor.
Jahan, H., M. S. Islam. 2016. Economic Performance of Live Crab (Scylla serrata) Business in the Southwest Coastal Region of Bangladesh. Dalamternational Journal of Fisheries and Aquatic Studies. Vol.4 (1).
Karim, M. Y. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata Forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mulyani, Y. S., Yulisman., M. Fitrani. 2014. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipuasakan secara Periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Dalamdonesia. Vol.2 (1): 01-12
Razi, F. 2013. Penanganan Hama dan Penyakit pada Kepitdalamg Bakau. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Rukmini, S., Aisiah, N. A. Fauzana. 2009. Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional Batch II Tahun 2009. Tesis. Banjarmasin.
Sagala L. S. S., M. Idris., M. N. Ibrahim. 2013. Perbandingan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina pada Metode Kurungan Dasar. Jurnal mdalama Laut Dalamdonesia. Vol.03 (12): 46-54.
Siahainenia, L. 2009. Struktur Morfologis Kepiting Bakau (Scylla paramamosadalam). Jurnal TRITON. Vol.5 (1): 11-21.
Sulaeman, A. F. Widodo. 2010. Pengaruh Pola Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Produksi Benih Kepiting Bakau (Scylla serrata) Skala Massal. Aquacultura Dalamdonesiana. Vol.11 (1): 7-13.
Tahmid, M., A. Fahrudin, Y. Wardiatno. 2015. Kualitas Habitat Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Ekosistem Mangrove Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 7 (2): 535-551.
Widyantoro, W., Sarjito, Dicky H. 2014. Pengaruh Pemuasaan terhadap Pertumbuhan dan Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Sistem Sirkulasi. Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol. 3 (2) : 103-108.
paramamosain). Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol. 3 (4) : 40-48.
Yamin, M., Sulaeman. 2011. Pengangkutan Krablet Kepiting Bakau (Scylla
paramammosadalam) Sistem Kering. Prosiddalamg Forum Dalamovasi Teknologi
Gambar 1. Pertambahan bobot tubuh kepiting bakau merah Scylla olivacea selama 35 hari
pada interval pemuasaan yang berbeda-beda. Keterangan : A = tanpa pemuasaan (kontrol); B
= interval pemuasaan 1 hari; C = interval pemuasaan 2 hari; dan D = interval pemuasaan 3
hari.
83.0 86.2 88.2 88.2 88.2 88.2
100.2 101.6 103.0 103.6 105.0 105.2 92.80 97.00 98.40 98.80 98.80 100.25
80.6 82.4 84.4 84.4 85.2 85.8
0 20 40 60 80 100 120
0 1 2 3 4 5
B
ob
ot
(
g)
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Spesifik hari kepiting bakau merah S. olivacea selama 35 hari
masa pemeliharaan yang diberi perlakuan pemuasaan dengan interval berbeda-beda.
Keterangan : A = tanpa pemuasaan (kontrol); B = interval pemuasaan 1 hari; C = interval
pemuasaan 2 hari; dan D = interval pemuasaan 3 hari.
Gambar 3. Laju Pertumbuhan Mutlak hari kepiting bakau mera S. olivacea selama 35 hari
masa pemeliharaan yang diberi perlakuan pemuasaan dengan interval berbeda-beda.
Keterangan : A = tanpa pemuasaan (kontrol); B = interval pemuasaan 1 hari; C = interval
pemuasaan 2 hari; dan D = interval pemuasaan 3 hari.
Gambar 4. Laju Pertumbuhan relatif kepiting bakau merah S. olivacea selama 35 hari masa
pemeliharaan yang diberi perlakuan pemuasaan dengan interval berbeda-beda. Keterangan :
A = tanpa pemuasaan (kontrol); B = interval pemuasaan 1 hari; C = interval pemuasaan 2
hari; dan D = interval pemuasaan 3 hari.
Gambar 5. Efisiensi pakan kepiting bakau S. olivacea selama 35 hari masa pemeliharaan
yang diberi perlakuan pemuasaan dengan interval berbeda-beda. Keterangan : A = tanpa
pemuasaan (kontrol); B = interval pemuasaan 1 hari; C = interval pemuasaan 2 hari; dan D =
Gambar 6. Rasio konversi pakan kepiting bakau merah S. olivacea selama 35 hari masa
pemeliharaan yang diberi perlakuan pemuasaan dengan interval berbeda-beda. Keterangan :
A = tanpa pemuasaan (kontrol); B = interval pemuasaan 1 hari; C = interval pemuasaan 2
hari; dan D = interval pemuasaan 3 hari.
99.98
71.9
62.64
78.92
0 50 100 150 200
A B C D
F
CR
Tabel 1. Kualitas Air
Parameter Pengamatan Kisaran Optimum Referensi
Suhu (⁰C) 28,5-32 28,5-30,5
Tahmid et al. (2015)
Salinitas (ppt) 28-36 28-30
pH 8-9 75-85