KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA
MATARAM PUBLIKASI ILMIAH
Diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjanapadaFakultasKedokteran
UniversitasMataram
Oleh
Ni Made Dhita Yogiswari H1A014053
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA
MATARAM
Ni Made Dhita Yogiswari1, A.A. Sagung Mas Meiswaryasti2, Yanna Indrayana2
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram, Mataram, Indonesia 2
Departemen Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram, Mataram, Indonesia
e-mail :made.dhitayogiswari@gmail.com
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Jumlah tabel : 3
ABSTRAK
KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA
MATARAM
Ni Made Dhita Yogiswari, A.A. Sagung Mas Meiswaryasti, Yanna Indrayana Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang bertanggung jawab menjadi penyebab utama tingginya angka mortalitas dan morbiditas didunia. Keadaan ini ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah diatas normal. Jika hipertensi dibiarkan tidak terkontrol maka akan menyebabkan terjadinya stoke, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dari terjadinya Penyakit Arteri Perifer (PAP). Saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan tingginya tekanan darah pada pasien hipertensi dengan PAP yang dinilai berdasarkan pemeriksaan ankle brachial index (ABI) pada populasi kota Mataram.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cross-sectional. Sebanyak 52 sampel penelitian penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, diambil dengan teknik consecutive sampling.Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan ABI dan
pengukuran tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer dan
stetoskop.Sementara data status hipertensi diperkuat dengan data sekunder dari rekam medis dari subjek penelitian.Pengujian statistik menggunakan uji korelasi spearman.
Hasil: Dari 52 subjek penelitian yang terkumpul, terdapat 14 (26,9%) orang yang memiliki nilai ABI tidak normal. Kejadian PAP paling banyak terdapat pada hipertensi derajat 2 yaitu 43%. Terdapat hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan nilai ABI pada penderita hipertensi dengan nilai p=0,012 untuk tekanan darah sistolik dan p=0,034 untuk tekanan darah diastolik. Arah hubungan tersebut bernilai negatif dan kekuatan korelasi (r) tergolong lemah, artinya semakin tinggi tekanan darah penderita hipertensi tersebut, maka nilai ABI yang diperoleh akan semakin rendah.
Kesimpulan: Tekanan darah pada pasien hipertensi memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ABI.
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN BLOOD PRESSURE AND ANKLE BRACHIAL INDEXVALUE ON HYPERTENSION PATIENTS
IN MATARAM POPULATION
Ni Made Dhita Yogiswari, A.A. Sagung Mas Meiswaryasti, Yanna Indrayana Background: Hypertension was one of many diseases that responsible for high rates of worldwide mortality and morbidity. Increasing in blood pressure much more above normal was an early symptom for hypertension. Hypertension tended to initiate many failures on organ function in human and would lead patient to many complications, such as Peripheral Artery Disease (PAD). Narrowing in blood vessel, especially in artery on PAD patients, could be initiated by high pressure of blood and there was no research yet that focus on this correlation in Mataram population. Ankle brachial index (ABI) was the screening method which was used for identifying symptom of person who suffered from PAD. The aim of this research is to calculate the correlation between blood pressure and ABI value on hypertension patients in Mataram population.
Methods: This research was an observational research with cross-sectional method. There were fifty two samples patients were selected from internal medicine clinic NTB Province General Hospital which chose by consecutive sampling technique. Values of ABI and blood pressure of patients were retrieved by examination using stethoscope and sphygmomanometer. Secondary data from medical record of patients would support hypertension status of research subjects. All data treated statistically with spearman-statistical test.
Results: Study samples from fifty two research subjects indicated fourteen (26,9%) patients had abnormal ABI value. Research subjects who suffered from PAD mostly had degree of hypertension in second stage with 43%. Statistical results showed a strongly related between blood pressure and ABI value on hypertension sufferers. When systolic blood pressure was calculated, it was resulting in value of p=0,012 while value of p=0,034 was come from diastolic blood pressure examination.The two parameters were found negatively correlated with weakly correlation strength (r), which mean an increasing in blood pressure on hypertension patients will resulting on decreasing in ABI value.
Conclusions: All fifty two data were shown a strong correlation between blood pressure and ABI value on hypertension patients with statistically negative correlation.
LATAR BELAKANG
Hipertensi dikategorikan sebagai silent killer merupakan penyakit tidak
menular yang berperan dalam penyebab utama tingginya angka morbiditas dan
mortalitas didunia.1,2 Seseorang dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.3Menurut WHO, diseluruh
dunia terdapat sekitar 1 miliar jiwa yang menderita hipertensi dan disetiap tahunnya
terdapat 3 juta jiwa penderita hipertensi yang meninggal dunia.1,4 Di Indonesia
sendiri, menurut data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan 25,8% penduduk Indonesia
menderita hipertensi dengan Provinsi Bangka Belitung memiliki prevalensi
yangtertinggi yaitu 30,9% dan Provinsi Papua sebagai yang terendah yaitu 16,8%.5
Prevalensi Nusa Tenggara Barat sendiri yang menderita hipertensi yaitu 25%.5Pada
tahun 2015 penyakit hipertensi merupakan penyakit dengan urutan kedua terbanyak
setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran napas bagian atas yang dilaporkan oleh
pada puskesmas di Provinsi NTB yaitu sebanyak 145.534 kunjungan.6
Hipertensi merupakan faktor resiko dari penyakit arteri perifer (PAP),
penyakit arteri koroner, stroke, atau penyakit serebrovaskuler.7,8 Komplikasi
hipertensi diperkirakan menyebabkan 9,4 juta kematian setiap tahunnya. Telah
diramalkan bahwa pada tahun 2030 hampir seperempat dari semua kematian di
seluruh dunia akibat dari penyakit kardiovaskular.9Sehingga jika dibiarkan dalam
jangka waktu lama dan tidak terkontrol akan terjadi kelainan seperti yang disebutkan.
Penyakit arteri perifer adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya obstruksi
pada arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, dan semua percabangan setelah
melewati aortailiaka, termasuk ekstremitas atas dan bawah.9Kondisi ini ditandai
dengan adanya sensasi nyeri, pegal, kram, baal atau tidak nyaman pada otot saat
beraktivitas, kemudian sensasi tersebut akan berkurang saat istirahat.8,10Patogenesis
utama dalam PAP yaitu aterosklerosis yang menahun, akibat dari peningkatan deposit
lemak dan kolesterol dalam pembuluh darah.11
Pada penelitian Powell, T. M., et al.12menunjukkan hipertensi yang tidak
terkontrol memiliki prognostik yang kuat akan terjadinya PAP. Didukung oleh
penelitian terdahuluyang dilakukan oleh Velescu, A., et al13 menyatakan bahwa pada
sebagian besar kelompok penderita PAP adalah penderita hipertensi, diabetes,
memiliki riwayat merokok atau perokok aktif, usia tua, dan berjenis kelamin laki-laki.
Pada kelompok penderita PAP tersebut memiliki nilai tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang non-PAP.
Menurut American College Of Cardiologi Foundation (ACCF) dan American
Heart Association (AHA) terdapat > 50% pasien PAP memiliki gejala yang
asimptomatik, maka harus dilakukan pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI),
sebagai alat diagnosis pertama atau skrining dari PAP.14Diagnosis dini dari PAP
penting untuk dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup, untuk mencegah
gangguan fungsionallebih lanjut, dan untuk mengurangi angka mortalitas dan
Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes diagnostik awal untuk PAP.
Pemeriksaan ini merupakan tes sederhana non-invasif yang mudah, murah dan
aman.15,16 Pemeriksaan ini dapat mendeteksi lesi stenosis minimal 50% pada
pembuluh darah tungkai. Tes ini memiliki spesifitas yang tinggi 83-99 % dan
sensitifitas yang lebih rendah 69-79%.14Nilai ABI ≤0,90 digunakan sebagai batas
untuk diagnosis PAP.10,16
Belum ada penelitian mengenai tekanan darah dan nilai ABI pada masyarakat
NTB khususnya di Mataram.Oleh karena itu, peneliti merasa perlu dilakukan
penelitian mengenai korelasi antara tekanan darah pada penderita hipertensi dan nilai
ABI.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi observasional melalui pendekatan dengan
metode cross sectional. Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien
yang berobat di Poli Penyakit Dalam RSUD Prov. NTB.Pengambilan sampel
dilakukan dari bulan November hingga Desember 2017. Sampel diambil dengan cara
non-probability sampling, dengan menggunakan teknikconsecutive samplingyaitu
semua responden yang memenuhi kroteria dimasukkan menjadi sampel penelitian
hingga memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah responden dengan usia ≥ 30 tahun
eksklusi mencakup responden yang sebelumnya pernah terdiagnosis dengan penyakit
arteri perifer sebelumnya berdasarkan data rekam medis, responden dengan ulkus
pada plantar kaki, pasien dengan nilai ABI ≥1,4, responden yang sudah melakukan
amputasi kaki, responden dengan diabetic foot, dan menderita diabetes melitus, dan
gagal ginjal kronis dilihat berdasarkan data rekam medis.
Sebanyak 52 orang subjek penelitina yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi kemudian dilakukan informed consent sebelum mengisi kuisioner. Kuisioner
tersebut berisi nama, usia, jenis kelamin, riwayat merokok, dan riwayat penyakit.
Setelah itu dilakukan pengukuran tekanan darah dan nilai ABI. Pasien
dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau
tekanan darah sistolik ≥90 mmHg.17 Pengukuran nilai ABI dilakukan dengan cara
mengukur tekanan darah pada kedua tangan dan kedua kaki dan diambil nilaiABI
yang paling rendah. Nilai ABI ≤ 0,9 menunjukkan nilai yang abnormal. Instrumen
yang digunakan untuk pemeriksaan tekanan darah dan ABI yaitu sfigmanometer air
raksa dengan merk Riester dan stetoskop. Setelah data terkumpul, pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan program computer SPSS 17.0 data akan dianalisis
secara univariat dan bivariat.
HASIL
Sebanyak 52 subjek penelitian yang terdiri atas 20 orang (38,5%) laki-laki dan
tertua adalah 70 tahun. Tabel 1 menunjukkan kelompok usia terbanyak yaitu usia
61-70 tahun, sebanyak 24 orang (46,2%), sedangkan kelompok usia yang paling sedikit
pada penelitian ini adalah kelompok 31-40 tahun yaitu 5 orang (9,6%).
Kelompok subjek penelitian yang memiliki riwayat merokok hanya sebanyak
5 orang (9,6%) dan sebanyak 47 orang (90,4%) mengatakan tidak pernah merokok.
Subjek penelitian terbanyak menderita hipertensi hipertensi derajat 1 sebanyak 31
orang (59,6%). Pada penelitian ini, dari 52 sampel penelitian, terdapat 14 orang
(26,9%) memiliki nilai ABI tidak normal. Sedangkan sisanya yaitu 38 (73,1%)
sampel penelitian memiliki nilai ABI yang normal.
Tabel 1.Karakteristik subjek penelitian.
Karakteristik Responden Jumlah Presentase (%)
Jenis Kelamin
− Laki-laki 20 38,5
− Perempuan 32 61,5
Usia
− 31-40 5 9,6
− 41-50 7 13,5
− 51-60 16 30,8
− 61-70 24 46,2
Merokok
− Ya 5 9,6
Hipertensi
− Derajat 1 31 59,6
− Derajat 2 21 40,4
Nilai ABI
− Normal 38 73,1
− Tidak Normal 14 26,9
Dari data tabel 2 menunjukkan subjek penelitian yang memiliki nilai ABI
tidak normal terdiri atas 7 orang (35%) laki-laki dan 7 orang (21,9%) perempuan.
Prevalensi kejadian PAP ditemukan lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Kelompok usia terbanyak yang memiliki nilai ABI yang tidak normal
yaitu usia 61-70 tahun sebanyak 8 orang (33,3%). Dari 5 orang subjek penelitian
yang mengatakan sebagai perokok aktif 2 (40%) diantaranya memiliki nilai ABI yang
tidak normal. dan sebanyak 12 orang (25,5%) dari 35 orang subjek penelitian yang
tidak merokok memiliki nilai ABI yang tidak normal. Subjek penelitian dengan nilai
ABI yang tidak normal paling banyak terdapat pada hipertensi derajat 2 yaitu
sebanyak 9 orang (43%) dibandingkan dengan derajat 1 (16,2%).
Dari hasil uji analitik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna dari jenis kelamin, usia, dan kebiasaan merokok terhadap nilai ABI.
Sedangkan derajat hipertensi memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ABI
dengan PAP jika dilihat dari nilai ABI yang tidak normal dengan nilai p yang
diperoleh p= 0.012 untuk tekanan sistolik dan p= 0.034 untuk tekanan diastolik.
Tabel 2 Karakteristik Subjek Penelitian dengan Nilai ABI
Diastolik (mmHg)
*p value bermakna jika p < 0,05
Pengujian dengan uji Korelasi Spearman membuktikan terdapat korelasi
antara tekanan darah pada penderita hipertensi dengan nilai ABI yang tidak normal
dengan nilai p= 0,012 untuk tekanan sistolik dan p= 0.034 untuk tekanan diastolik.
Berikut disajikan tabel hasil uji analisis mengenai korelasi tekanan darah dan nilai
ABI.
Tabel 3 Uji Korelasi Spearman hubungan Hipertensi dengan nilai ABI
Variabel Rerata±SD
Uji Korelasi Spearman Nilai ABI
Correlation
Coefficient (r) Sig. 2-tailed (p)
Nilai ABI 1 -
Sistolik -0,345 0,012*
Diastolik -0,295 0,034*
*p value bermakna jika p < 0,05
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi nilai ABI abnormal pada responden
dengan hipertensi adalah 26,9% dari 52 responden. Hasil penelitian ini lebih rendah
dari hasil penelitian Luo, et al18 di Cina yang memperoleh prevalensi nilai ABI
abnormal sebesar 27,5% pada responden dengan hipertensi. Namun, lebih tinggi dari
abnormal sebesar 11% dari semua total sampel 3.639 pasien. Hal tersebut dapat
terjadi kemungkinan akibat dari jumlah sampel yang berbeda dari setiap penelitian
diatas menghasilkan variasi dalam prevalensi keseluruhan dari hasil penelitian yang
dilaporkan.18
Prevalensi laki-laki yang memiliki nilai ABI tidak normal lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan yaitu 35%. Hal ini sesuai dari penelitian yang
dilakukan Thendria, et al8 yang memperoleh pria lebih banyak menderita PAP yaitu
27% dibandingkan dengan perempuan yaitu 12%. Studi oleh Hokimoto, S., et al19
menyatakan bahwa laki-laki merupakan faktor risiko yang potensial dalam terjadinya
PAP. Disebabkan karena pria lebih mudah mengalami aterosklerosis dibandingkan
dengan perempuan.20Hal ini dipengaruhi oleh hormon estrogen yang dimiliki oleh
perempuan.8 Estrogen memiliki peran dalam vasoproteksi yang mencegah
terbentuknya aterosklerosis. Cara kerjanya yaitu memengaruhi pelepasan pelepasan
dan aktivitas dari NO, memperbaiki fungsi endotel, kekakuan vaskuler, dan memiliki
efek anti-inflamasi.20 Namun, bagi perempuan yang telah mengalami menopause
secara fisiologi atau akibat pembedahan akan mengalami kehilangan kadar atau
jumlah hormon estrogen yang akan menyebabkan perkembangan dan tingkat kejadian
aterosklerosis yang lebih tinggi. Sehingga tidak menutup kemungkinan perempuan
yang berusia ≥50 tahun memiliki risiko terjadinya aterosklerosis.20
Kelompok umur yang paling banyak menderita PAP adalah kelompok umur
F.A., et al21 yang menunjukkan usia memiliki hubungan yang negatif dengan nilai
ABI. Secara fisiologi nilai ABI akan meningkat dengan seiring bertambahnya usia.
Namun, adanya penurunan nilai ABI dengan peningkatan usia disebabkan oleh
peningkatan prevalensi PAP yang asimtomatik pada responden yang lebih tua.22
Usia merupakan salah satu faktor risiko dari terjadi PAP.18,19,21,22Pada
penuaan, pembuluh darah akan mengalami penebalan pada lapisan intima dan media
akibat dari remodeling vaskuler serta hilangnya elastisitas dari arteri secara bertahap,
sehingga mengakibatkan terjadinya kekauan pada pembuluh darah tersebut. Pada
pembuluh darah yang mengalami penuaan menunjukkan proses-proses patologis yang
khas, diantaranya yaitu menurunnya sejumlah besar dari sel otot polos pembuluh
darah, peningkatan akumulasi dari kolagen, dan degradasi serat elastin yang pada
akhirnya akan menyebabkan kekakuan dari pembuluh darah, terjadi gangguan
relaksasi akibat dari menurunnya respon pembuluh darah terhadap NO, dan
terjadinya inflamasi persisten akibat dari sel endotel dan sel otot polos pembuluh
darah yang mengalami penuaan mensekresikan sitokin proinflamasi. Sehingga dari
keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses aterosklerosis pada pembuluh
darah usia tua.23
Pada penelitian ini didapatkan, penderita PAP paling banyak pada hipertensi
derajat 2 yaitu sebanyak 9 orang (43%) dan diikuti oleh penderita hipertensi derajat 1
yaitu sebanyak 5 orang (16,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
terkontrol yang memiliki hipertensi derajat 2. Menurut Safar, et al24kejadian PAP
dipengaruhi oleh derajat hipertensi. Setiap peningkatan tekanan darah sistolik sebesar
10 mmHg akan memberikan peringkatan risiko 35% terkena PAP dan untuk tekanan
darah diastolik akan memberikan peningkatan sebesar 23% dalam risiko PAP.12Lalu
menurut Norgren, et al25 hipertensi memiliki faktor risiko 1-2 kali lipat dari terjadinya
PAP.
Hasil uji korelasi antara tekanan darah dengan nilai ABI pada penderita
hipertensi memperoleh nilai p sebesar (p=0,012) untuk tekanan darah sistolik dan
nilai (p=0,034) untuk tekanan darah diastolik. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh
Hokimoto, S., et al19yang menunjukkan bahwa antara hipertensi dan PAP memiliki
hubungan yang bermakna (p< 0,0001). Tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki
korelasi yang signifikan terhadap kejadian PAP dan memiliki risiko 1,679 dalam
meningkatkan kejadian PAP.25
Dikatakan oleh Safar, et al24 bahwa setiap kenaikan 10 mmHg dari tekanan
darah sistolik akan meningkatkan risiko terjadinya PAP sebesar 1,3 kali. Hipertensi
memiliki faktor risiko 1-2 kali lipat dari terjadinya PAP.26
Hipertensi merupakan faktor yang potensial dari terjadinya PAP.7,8 Namun,
mekanisme dari hipertensi dapat menyebabkan terjadinya PAP masih belum
diketahui dengan jelas tetapi mencakup kelainan pada aktivasi platelet dan
abnormal.27,28Pada penderita hipertensi fungsi endotel mengalami gangguan, hal ini
lah yang merupakan proses awal terjadinya patogenesis aterosklerosis.7,29Terjadi
perubahan dari metabolisme otot, angiogenesis yang terganggu dan aktivasi dari
inflamasi pada pembuluh darah yang mengalami disfungsi endotel.28
Disfungsi endotel pada penderita hipertensi, terjadi kegagalan dalam
pelepasan faktor relaksasi yaitu NO oleh del endothelium. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya vasokontriksi. Selain penurunan NO, pada disfungsi endotel juga terjadi
peningkatan akumulasi dari ROS yang akan menyebabkan terjadinya remodeling dan
pelemahan dari dinding pembuluh darah.29 Jika terus berlanjut, akan menyebabkan
terjadinya trauma pada vaskuler yang dapat meningkatkan permeabilitis dari dinding
pembuluh darah dengan lipoprotein.30
Selain itu akibat adanya peningkatan stress hemodinamik akan meningkatkan
jumlah reseptor terhadap makrofag yang akan memengaruhi perlekatan dan emigrasi
pada dindin pembuluh darah dan adanya peningkatan produksi dari proteoglikan oleh
sel otot polos pada pembuluh darah juga akan menyebabkan adanya pengikatan dan
penahanan dari LDL terhadap dinding pembuluh darah, lama kelamaan akan
menginisiasi ke dalam lapisan intima pada pembuluh darah.30
Pengaruh Angiotensin II pada penderita hipertensi juga memengaruhi
terjadinya aterosklerosis dengan cara sebagai stimulator stres oksidatif dan sitokin
penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa hipertensi dapat menyebabkan terjadinya
percepatan dari aterosklerosis.30
KESIMPULAN
Prevalensi PAP pada pasien hipertensi adalah sebesar 26,9%. Terdapat
hubungan yang bermakna negatif dengan kekuatan korelasi yang lemah antara
tekanan darah dengan PAP ditinjau dari nilai ABI pada penderita hipertensi. Semakin
tinggi nilai dari tekanan darah pada penderita hipertensi maka nilai ABI yang
diperoleh akan semakin rendah.
SARAN
1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan nilai ABI dengan
menggunakan alat ukur yang lebih akurat yaitu dengan doppler vascular, agar
pembuluh darah dapat terdengar pulsasinya secara langsung.
2. Jika dilakukan penelitian lanjutan, perlu dilakukan dengan metode case control
agar dapat mengetahui lebih lanjut faktor risiko dari nilai tekanan darah pada
penderita hipertensi terhadap kejadian PAP.
3. Jika dilakukan penelitian lanjutan dengan judul yang sama, perlu juga
memperhatikan faktor-faktor perancu seperti usia lanjut. Sehingga dianjurkan
untuk melakukan penelitian dengan rentang usia<50 tahun pada penderita
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajeng,E. and Tuminah, S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 59, No.12. 2009 [pdf] Available at: <http://egiwidiyaoktora201432049.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/4896/2015/09/700-760-1-PB.pdf>
2. Park JB, Kario K, Wang J. Systolic hypertension : an increasing clinical challenge in Asia. Nature Publishing Group; 2014;38(4):227–36. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/hr.2014.169
3. Bell K, Twiggs J, Olin BR. Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharm Assoc [Internet]. 2015;1–8.
Available from:
http://www.aparx.org/resource/resmgr/CEs/CE_Hypertension_The_Silent_K. pdf
4. Kjeldsen S, Feldman RD, Lisheng L, Mourad JJ, Chiang CE, Zhang W, et al. Updated national and international hypertension guidelines: A review of current recommendations. Drugs. 2014;74(17):2033–51.
5. Pusdatin. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kedehatan
Republik Indonesia. 2015. [pdf] Available at
<http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/in fodatin-hipertensi.pdf>
6. DINKES Prov. NTB. Profil Kesehatan Nusa Tenggara Barat. 2015; 32-34. 7. Shimbo D, Muntner P, Mann D, Viera a. J, Homma S, Polak JF, et al.
Endothelial Dysfunction and the Risk of Hypertension: The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. Hypertension. 2010;55(5):1210–6.
8. Thendria T, Toruan IL, Natalia D. Hubungan Hipertensi dan Penyakit Arteri Perifer Berdasarkan Nilai Ankle-Brachial Index. eJKI [Internet].
2014;2(1):281–8. Available from:
http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/view/3188/3406
9. Weragoda J, Seneviratne R, Weerasinghe MC, Wijeyaratne S. Risk factors of peripheral arterial disease: a case control study in Sri Lanka. BMC Res Notes
[Internet]. BioMed Central; 2016;9(1):508. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27938397%0Ahttp://www.pubmedcent ral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5148875%0Ahttp://bmcresnotes.bio medcentral.com/articles/10.1186/s13104-016-2314-x
11.Strickberger SA, Benson DW, Biaggioni I, Callans DJ, Cohen MI, Ellenbogen KA, et al. AHA / ACCF Scientific Statement AHA / ACCF Scientific Statement on the Evaluation of Syncope From the American Heart Association Councils on Clinical Cardiology , Cardiovascular Nursing , Cardiovascular Disease in the Young , and Stroke , and the Quality . 2006;473–84.
12.Powell TM, Glynn RJ, Buring JE, Creager MA, Ridker PM, Pradhan AD.
Disease in Women. 2014;16(703):51–61. Available from:
http://doi.org/10.1177/1358863X11413166%0A
13.Velescu A, et al. Peripheral Arterial Disease Incidence and Associated Risk Factors in a Mediterranean Population-based Cohort. The REGICOR Study,
European Journal of Vascular and Endovascular Surgery . 2016. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejvs.2 015.12.045
14.Aboyans V, Criqui MH, Abraham P, Allison MA, Creager MA, Diehm C, et al. Measurement and interpretation of the Ankle-Brachial Index: A scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 2012;126(24):2890–909.
15.Gerhard-Herman MD, Gornik HL, Barrett C, Barshes NR, Corriere MA, Drachman DE, et al. 2016 AHA/ACC Guideline on the Management of Patients With Lower Extremity Peripheral Artery Disease: Executive Summary. Circulation. 2016 Jan;CIR.0000000000000470.
16.WONC. Ankle Brachial Index : Quick Reference Guide for Clinicians. 2011;
Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.wocn.org/resource/resmgr/Publications/Ankle_ Brachial_Index_Quick_R.pdf
17.James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. Jama [Internet]. 2014;311(5):507–20. Available from: http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1791497%5Cnhttp://jama .jamanetwork.com/article.aspx?doi=10.1001/jama.2013.284427
18.Luo YY, Li J, Xin Y, Zheng LQ, Yu JM, Hu DY. Risk factors of peripheral arterial disease and relationship between low ankle brachial index and mortality from all-cause and cardiovascular disease in Chinese patients with hypertension. J Hum Hypertens. 2007;21(6):461–6.
Medical Database. Ann Vasc Dis [Internet]. 2016;9(1):22–9. Available from:
22.Congnard F, Abraham P, Vincent F, Le tourneau T, Carre F, Hupin D, et al. Ankle to brachial systolic pressure index at rest increases with age in asymptomatic physically active participants. BMJ Open Sport Exerc Med
[Internet]. 2015;1(1):e000081. Available from:
http://bmjopensem.bmj.com/lookup/doi/10.1136/bmjsem-2015-000081
23.Wang, J.C., & Bennet M., Aging and AtherosclerosisMechanisms, Functional Consequences, and Potential Therapeutics for Cellular Senescence. American Heart Association, Circulation Research. 2012.Available from: http://circres.ahajournals.org.
24.Safar, dkk. Peripheral Arterial Disease and Isolated Systolic Hypertension: The ATTEST Study. Journal Of Human Hypertension. Volume 23. 2009;
182-187. [pdf] Available from:
http://www.nature.com/jhh/journal/v23/n3/full/jhh2008121a.html
25.Yeh C-H, Yu H-C, Huang T-Y, Huang P-F, Wang Y-C, Chen T-P, et al. High Systolic and Diastolic Blood Pressure Variability Is Correlated with the Occurrence of Peripheral Arterial Disease in the First Decade following a Diagnosis of Type 2 Diabetes Mellitus: A New Biomarker from Old Measurement. Biomed Res Int [Internet]. Hindawi Publishing Corporation;
2016;2016:9872945. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27830155%5Cnhttp://www.pubmedcen tral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5088308
26.Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, Nehler MR, Harris KA, Fowkes FGR. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg [Internet]. 2007 Jan;45(1):S5–67. Available from: file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/PIIS0741521406022968.pdf 27.Bennet, PC., Silverman, S., Gill P. 2009. Hypertension and Peripheral Arterial
28.Hamburg NM, Creager MA. Pathophysiology of Intermittent Claudication in Peripheral Arterial Disease. CardiologyRounds [Internet]. 2017;10(1):1–6. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28123169
29.Kajikawa M, Maruhashi T, Iwamoto Y, Iwamoto A, Matsumoto T, Hidaka T, et al. Borderline ankle-brachial index value of 0.91-0.99 is associated with endothelial dysfunction. Circ J [Internet]. 2014;78(7):1740–5. Available from:
http://jlc.jst.go.jp/DN/JST.JSTAGE/circj/CJ-14-0165?lang=en&from=CrossRef&type=abstract%5Cnhttp://www.ncbi.nlm.nih .gov/pubmed/24813179
30.Konukoglu D, Uzun H. Endothelial Dysfunction and Hypertension. In: M.S I, editor. Advances in Experimental Medicine and Biology [Internet]. 2nd ed.
Cham: Springer; 2016. p. 511–40. Available from: