TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP USAHA PENUKARAN UANG PECAHAN KOIN DI SUNAN DRAJAT LAMONGAN
SKRIPSI Disusun Oleh :
MUHAMMAD FARIZ ZAMRONI NIM : C92213189
Univeraitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya
▸ Baca selengkapnya: mengambil koin di dalam air posisi badan
(2)(3)(4)(5)(6)ABSTRAK
Konsep Islam dalam bermasyarakat di hadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi, tanpa pengimbangan tersebut, maka keadilan sosial kehilangan makna keadilannya. Islam dengan tegas melarang seorang muslim merugikan orang lain. Yang menjadi masalah adalah bagaimana praktek penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan? dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap usaha penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan?
Dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode kualitatif mengkaji data-data lapangan (field research). Data Primer sumber data orang (penukar dengan orang yang menukar, penukar dengan peminta uang), sumber data tempat (Sunan Drajat lamongan). Sebagai data sekunder berupa buku-buku, kitab yang relevan. Teknik pengumpulan data cara observasi dan interview. Metode analisis data, metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam menggambarkan keadaan dan tujuan penelitian. Data dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh pada praktek pertukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan, dan dianalisis dengan menggunakan teori-teori tersebut dan dapat ditarik suatu kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik usaha penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan ini dilakukan para peziarah untuk memberikan sebagian rizki kepada peminta uang, peziarah melakukan penukaran uang kepada orang yang menukar uang karena peziarah membutuhkan banyak uang koin untuk peminta uang. Dalam proses penukaran tersebut terdapat pengurangan nominalnya, bahkan peziarah tidak mengetahui adanya pengurangan nominal pada penukaran. Demikian juga dengan peminta uang yang menukarkan uang receh ke uang kertas ke orang yang menukar uang tersebut juga terdapat pengurangan juga. Dan proses penukaran uang di Sunan Drajat Lamongan ini menurut hukum Islam mengatakan haram, karena mengandung unsur riba>. Yakni ada pengurangan nominal dari jumlah asli uang yang ditukarkan. Jadi pada intinya untuk menyikapi fenomena terjadi di Makam Sunan Drajat Lamongan, jika transaksi tersebut merupakan tukar menukar maka
hukumnya haram karena penukaran tersebut dipandang sebagai riba> fad}l, yang disebabkan
adanya kelebihan harga nilai tukar didalamnya. Namun jika transaksi tersebut merupakan jual beli mata uang logam, yang mana yang dijual adalah nilai intrinsiknya, maka hukumnya adalah mubah karena sudah memenuhi syarat dan rukun jual beli itu sendiri.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... I PERNYATAAN KEASLIAN ... II PERSETUJUAN PEMBIMBING ... III PENGESAHAN ... IV ABSTRAK ... V KATA PENGANTAR ... VI PERSEMBAHAN ... X MOTTO ... XI DAFTAR ISI ... XII DAFTAR TRANSLITERASI ... XIV
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TUKAR MENUKAR UANG DALAM ISLAM (al-S{ARF) A. Pengertian Tukar Menukar Uang (al-s{arf) ... 18
B. Dasar Hukum (al-s{arf) ... 24
C. Rukun dan Syarat (al-s{arf)... 26
BAB III PRAKTIK PENUKARAN UANG PECAHAN KOIN DI SUNAN DRAJAT LAMONGAN
A. Profil Sunan Drajat Lamongan ... 38 B. Latar Belakang Praktik Penukaran Uang Pecahan koin di Sunan Drajat ... 40 C. Proses Terjadinya Praktik Penukaran Uang Pecahan Koin ... 47
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENUKARAN UANG PECAHAN KOIN DI SUNAN DRAJAT LAMONGAN
A. Analisis Praktik Usaha Penukaran Uang Pecahan Koin ... 49 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Usaha Penukaran Uang Pecahan Koin ... 51
BAB V PENUTUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan dalam keadaan saling membutuhkan dan saling
melengkapi, tidak mungkin bagi siapapun untuk memenuhi seluruh kebutuhannya
dengan sendiri tanpa bantuan dari orang lain.1
Menurut Ahmad Azhar Basyir, disadari atau tidak untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Menurutnya
hubungan manusia sebagai makhluk sosial ini dalam Islam disebut muamalah.2
Kata muamalah berasal dari bahasa arab berasal dari kata al-mu’amalah,
yang secara etimologi kata ini menggambarkan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing.3
Ada beberapa bentuk mu’amalah, antara lain jual beli, sewa menyewa,
kerjasama dagang, utang piutang, dan lain sebagainya. Salah satu bentuk kegiatan
manusia dalam lapangan muamalah adalah jual beli atau tukar menukar. Menurut
fiqih mu’amalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
1 Muhammad Arifin bin Badri Sifat Perniagaan Nabi ; Panduan Praktis Fiqih Perniagaan Islam, (Bogor:
Darul Ilmi Publising, 2012), 1.
2
dengan cara yang ditentukan dalam literatur fiqih Islam jual beli diartikan dengan
menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Dalam arti
luas ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak yang satu menerima benda-benda
dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara’ dan disepakati.
Surat Al Baqarah Ayat 275:
ّ نَِِ َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم ُناَطْيّشلا ُهُطّبَخَتَ ي يِذّلا ُموُقَ ي اَمَك اِإ َنوُموُقَ ي ا ََِّرلا َنوُلُكََْ َنيِذّلا
اوُلاَق ْمُه
ا ّلَحَأَو ََِّرلا ُلْثِم ُعْيَ بْلا اَِّّإ
ّرَحَو َعْيَ بْلا ُّّ
َفَلَس اَم ُهَلَ ف ىَهَ تْ ناَف ِهِّبَر ْنِم ٌةَظِعْوَم َُءاَج ْنَمَف ََِّرلا َم
َنوُدِلاَخ اَهيِف ْمُ ِراّلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأَف َداَع ْنَمَو ِّّا ََِإ ُُرْمَأَو
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.4
4Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Dana Karya,
3 Dalam hadist:
َلاَق يِردُخاديِعَس ِِا نَع
َِ اوُعيِبَت َا َبَّذلا
َثَم ّاِا ِبَّذل
َاَو ٍلَثَِِ اً
َقَرَولا َاَو ٍضعَب ىَلَعاَهَضعَباوُفِشُت
ٍز ِج اَِب اَه ِم اابِئاَغاوَعيِبَت َاَو ٍضعَب ىَلَع اَهَضعَب اوّفِشُت َاَو ٍلَثَِِ اًَثَم ّاِا اوُعيِبَت
يراخبلا اور(
)
Artinya : “janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama-sama
bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, janganlah kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada di tempat dengan yang sudah ada
ditempat.”(HR Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Said).5
Dalam era globalisasi ini perkembangan perekonomian suatu negara tidak
hanya ditentukan oleh negara yang bersangkutan akan tetapi dengan sistem
perekonomian global khususnya dalam bidang perdagangan internasional.6
Dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi.
Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan
ketidakadilan, ketidakjujuran dan eksploitasi dalam ekonomi tukar menukar.
Ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar (barter) sebagai riba al fadl, yang
dilarang dalam agama. Sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat
dibenarkan, karena dalam Islam, uang sendiri tidak menghasilkan suatu apapun.
Dengan demikian bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan
dilarang. Sejalan dengan itu, maka salah satu bentuk jual beli yang sekarang
5Muhammad ibn Isma>il Abu Abdillah Al-Bukhari, S}ah}i>h al-Bukhari (Beirut: Da>r al-kutub, 1997),
195.
4
terjadi adalah jual beli mata uang di mana baik mata uang sejenis maupun antar
mata uang berlainan jenis. Bahwa dalam tradisi perdagangan jual beli mata uang
dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam perdagangan
Islam berbeda dengan bentuk lain.
Dewan Syariah Nasional memutuskan melalui fatwanya tentang tukar
menukar uang yang diperbolehkan dengan syarat:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2. Ada ketentuan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus
sama dan secara tunai.
4. Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang
berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.7
Mata uang yang beredar di pasar, teruntuk mata uang rupiah telah
mengambil fungsi emas dan perak sehingga ia menjadi satu-satunya satuan
hitungan dan sarana perantara dalam tukar menukar. Dengan demikian, mata
uang kertas menjadi bernilai sebagaimana halnya emas dan perak. Oleh sebab itu,
hukum tukar menukar mata uang kertas pun tunduk kepada peraturan Al-S{arf
(penukaran uang).
7
5
Al-S{arf adalah sebuah akad untuk penjualan nilai harga (semua jenis nilai
harga) satu dengan yang lainnya atau disebut dengan penukaran uang, baik
dengan jenis yang sama maupun saling berbeda.8
Dalam konteksnya dengan dasar hukum tukar menukar uang, fuqaha
menyatakan bahwa kebolehan praktek Al-S{arf didasarkan pada sejumlah hadis
Nabi.
Adapun riba yang secara bahasa bermakna tambahan atau pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, hal itu bertentangan dengan
prinsip muamalat dalam Islam. Kontrak riba pada hakikatnya mengambil
kelebihan dari modal. Perbuatan ini haram dan bertentangan dengan keadilan dan
persamaan.
Berdasarkan keterangan tersebut, penelitian ini hendak meneliti
bagaimana Praktek penukaran uang pecahan koin ini yang dilakukan apabila
penziarah ingin bersedekah atau berbagi rizki kepada pengemis-pengemis di
sekitar area pemakaman Sunan Drajat. Di sekitar area pemakaman tersebut
terdapat beberapa orang yang mempunyai usaha penukaran uang pecahan koin.
Dalam proses penukaran itu ada pengurangan nilai nominalnya. Dapat
dicontohkan ketika seseorang menukarkan uang Rp.10.000,00 kertas ia
mendapatkan tukaran uang pecahan koin senilai Rp.9.000,00.
6
Praktek penukaran uang pecahan koin tersebut sebenarnya menyimpan
berbagai permasalahan di antaranya adalah dengan adanya pengurangan jumlah
nominal, apa status uang dari hasil pengurangan tersebut, sehingga di sini akan
menimbulkan kontroversi dan dari permasalahan tersebut boleh jadi akan
menimbulkan perbedaan pendapat tentang kedudukan hukumnya.
Dengan berlatar belakang seperti yang diuraikan di atas, penulis
berkeinginan mengangkat persoalan ini sebagai pokok bahasan dalam penulisan
skripsi ini, karena penulis ingin memberikan gambaran yang jelas tentang hukum
tukar menukar uang pecahan koin tersebut, dengan memberikan judul: Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Usaha Penukaran Uang Pecahan Koin di Sunan Drajat
Lamongan.
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang ada di atas maka dapat diangkat beberapa
masalah dalam penelitian ini, antara lain:
1. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktik penukaran uang pecahan koin
di Sunan Drajat Lamongan.
2. Praktik penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan.
3. Imbalan jasa bagi seorang penukar uang pecahan koin di Sunan Drajat
7
4. Manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari praktik penukaran uang pecahan
koin di Sunan Drajat Lamongan.
5. Pandangan hukum Islam dalam usaha penukaran uang pecahan koin di Sunan
Drajat Lamongan.
Agar permasalahan dapat fokus dan mencapai apa yang diharapkan, maka
masalah penelitian dibatasi masalah berikut:
1. Praktik penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap usaha penukaran uang pecahan koin di Sunan
Drajat Lamongan.
C. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, timbullah suatu permasalahan yang
menjadi perhatian peneliti yaitu:
1. Bagaimana praktik usaha penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat
Lamongan?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap usaha penukaran uang pecahan
8
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini pada intinya adalah untuk mendapatkan gambaran yang
berhubungan dengan topik yang akan diteliti dengan peneliti yang sejenis yang
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak ada pengulangan
kembali.
Dalam penelusuran awal sampai saat ini penulis belum menemukan
penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji tentang tinjauan hukum
Islam terhadap usaha penukaran uang pecahan koin tersebut.
1. Skripsi Abdul Ghoni yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap mata
uang emas dan perak yang diperjualbelikan bank Indonesia (studi di bank
Indonesia)” skripsi ini membahas jual beli uang rupiah khusus merupakan
pengalian dana untuk badan anak-anak International (UNICEF) dan dalam
prakteknya, jual beli uang rupiah khusus ini tidak menyalahi aturan dan
persyaratan yang disyari’atkan dalam Islam. Meskipun emas dan perak
termasuk barang ribawi. Jadi jual beli uang rupiah khusus hukumnya boleh
dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.9
2. Skripsi saudara Kusuma Wardana yang berjudul “Studi Komparatif
Penggunaan Mata Uang Kertas dengan Dinar dan Dirham Di Indonesia”,
skripsi ini membahas bahwa uang kertas dengan dinar dan dirham yang
9
Abdul Ghoni, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap mata uang emas dan perak yang diperjualbelikan
9
mempunyai pesamaan dan perbedaan di Indonesia, persamaannya sebagai alat
tukar, sebagai satuan hitung, sebagai penyimpan nilai, dan masing-masing
mempunyai nilai intrinsik, dapat dibagi dengan unit lebih kecil dan uang kertas
dapat dikatakan sebagai pengganti dinar dan dirham. Sedangkan perbedaannya
uang kertas terbuat dari kertas khusus sedangkan dinar dan dirham tersebut
dari emas dan perak.10
3. Skripsi saudari Anniqa Raziqa Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN
Sunan Ampel yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penukaran
Mata Uang Asing di PT Valasindo Surabaya” yang membahas praktik
penukaran mata uang asing yang terjadi di PT Valasindo yang mana
transaksinya harus tunai, maksudnya uang rupiah tersebut ditukarkan dulu
dengan mata uang asing kemudian diterima uang tersebut oleh pihak yang
menukarkan. Selain serah terima juga tunai serta dalam menukarkan tidak ada
syarat hanya dalam uang yang ditukarkan kebijakan nominalnya yang
menentukan adalah PT Valasindo sendiri dan dalam system seperti ini dalam
hukum Islam diperbolehkan karena syarat dan rukunnya terpenuhi.11
4. Skripsi saudari Halimah yang berjudul “Studi Komparasi Antara Hukum Islam
Dan UU NO. 7 tahun 2011 Terhadap Penukaran Mata Uang Rusak Di Pasar
10
Kusuma Wardana, “Studi Komparatif Penggunaan Mata Uang Kertas Dengan Dinar Dan Dirham Di Indonesia”(Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).
11Anniqa Raziqa, “
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penukaran Mata Uang Asing di PT Valasindo
10
Pucang Surabaya” penelitian ini pembahasannya mengenai objeknya uang
rusak, penelitian ini titik penekanannya terletak pada status uang yang
dihasilkan dan penetapan harga dari pertukaran tersebut, penelitian
mengkomparasikan antara hukum Islam dan Undang-undang No.7 Tahun 2011
tentang mata uang terhadap penukaran uang rusak.12
Dari beberapa skripsi yang sudah dipaparkan di atas sangatlah jelas bahwa
dalam penelitian ini pembahasannya berbeda dengan skripsi sebelumnya. Selain
karena perbedaan pada objeknya, penelitian ini juga titik penekanannya terletak
pada status uang yang dihasilkan dari pengurangan tersebut.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang peneliti lakukan ini adalah:
1. Untuk mengetahui praktik usaha penukaran uang koin di Sunan Drajat
Lamongan.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap usaha penukaran uang
pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan tersebut.
12
Halimah, “Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dan UU NO. 7 tahun 2011 Terhadap Penukaran
11
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan berguna
bagi peneliti maupun pembaca lain diantaranya:
Secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khusunya ilmu
Hukum Ekonomi Syariah (muamalah).
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dan
manfaat bagi:
1. Peneliti
Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan
gelar S-1 dan juga diharapkan menjadi penambah wawasan keilmuan
khususnya dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah.
2. Akademisi
Bagi akademisi penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa
sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
Hukum Ekonomi Syariah.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan pemahaman yang lebih
mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai macam kegiatan
12
G. Definisi Operasional
Hukum Islam adalah hukum atau ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari
ijtihad para Imam madzhab atau ahli fiqih yang bersumber dari al-Qur'an dan
As-Sunnah sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab fiqih Al-S{arf adalah sebuah nama
untuk penjualan nilai harga (semua jenis nilai harga) satu dengan yang lainnya
atau disebut dengan penukaran uang, baik dengan jenis yang sama maupun saling
berbeda.13
Dalam hal ini penukaran yang dilakukan yaitu dari uang kertas ke uang
koin, dari proses penukaran itu ada pengurangan nominal yang pada walnya uang
kertas Rp. 10.000,00 di tukarkan ke uang pecahan koin menjadi Rp. 9.000,00.
Proses penukaran uang ini dilakukan di sekitar area makam Sunan Drajat
lamongan yang mana di sekitar area makam tersebut terdapat banyak orang-orang
maupun anak-anak yang meminta uang. Dari sini lah awal terjadinya tukar
menukar yang dilakukan oleh pengunjung makan Sunan Drajat dan penukar uang
koin, guna menukarkan uang kertas ke uang koin tersebut untuk berbagi sedekah
kepada peminta uang di sekitar area makam Sunan Drajat.
13
H. Metode Penelitian
Adapun langkah-langkah atau tahapan-tahapan dalam menyelesaikan
penelitian ini meliputi metode sebagai berikut:
1. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian
ini adalah:
a. Data yang berhubungan dengan latar belakang terjadinya penukaran uang
pecahan koin. Dalam hal ini meliputi teknik, prosedur dan penentuan harga
penukaran mata uang pecahan koin.
b. Data Hukum Islam tentang tukar menukar dan jual beli
2. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data
primer dan data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber pertama di mana sebuah data dihasilkan,
yaitu sumber yang terkait secara langsung.14 Dengan para pelaku transaksi
penukaran mata uang pecahan koin, yang terdiri dari 5 penukar uang dan 7 orang
yang menukar uang.
b. Sumber Data Sekunder
14
Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan yang bersifat
membantu atau menunjang dalam melengkapi serta memperkuat data.
Memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, berupa buku daftar pustaka
yang berkaitan dengan objek penelitian.15
Data pendukung data primer berupa buku-buku literatur yang ada kaitannya
dengan masalah tukar menukar dan jual beli mata uang logam, antara lain:
1) Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
2) Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007.
3) Ahmad Hasan, Mata Uang Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004.
4) Muhammad Arifin bin Badri, Sifat Perniagaan Nabi ; Panduan Praktis Fiqih
Perniagaan Islam, Bogor, Darul Ilmi Publising, 2012.
5) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Muamalat, Yogyakarta, UII Press, 2000.
3. Populasi
Untuk populasi penelitian ini adalah semua orang yang terlibat dalam tukar
menukar uang logam di area sekitar makam Sunan Drajat Lamongan tersebut,
antara lain:
a. Orang yang menukar uang di makam Sunan Drajat Lamongan.
b. Penukar (orang yang memiliki usaha penukaran uang).
15
4. Sampel
Mengingat populasi tersebut jumlahnya 9 penukar dan 10 orang yang
menukar, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya penelitian secara
keseluruhan, maka dari itu ditarik suatu sampel yakni 5 penukar uang dan 7 orang
yang menukar uang yang ada di Sunan Drajat Lamongan.
5. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang kongkrit, peneliti menggunakan tiga metode
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan pengamatan
langsung atau pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki baik
secara langsung maupun tidak langsung.16
Agar memperoleh data yang objektif dan valid. Dalam hal ini, yang diobservasi
oleh peneliti adalah proses penukaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak di
sekitar area makam Sunan Drajat Lamongan.
b. Wawancara atau interview
Yaitu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan
dengan dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Dimana keterangan diperoleh
langsung dari 5 para penukar uang dan 7 orang yang menukar uang.
16
6. Teknik Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan data
tersebut.17 Dalam hal ini yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh dari
transaksi penukaran mata uang pecahan koin.
b. Organizing
Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.18
c. Coding
Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data yang relevan
dengan tema penelitian agar lebih fungsional.19
7. Teknik Analisis Data
Teknik yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Deskriptif: yaitu dengan menggambarkan karakteristik suatu objek, disini
objek yang dimaksud adalah tukar menukar uang pecahan koin di Sunan Drajat
Lamongan yang kemudian dianalisa berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
17 Ibid., 97.
17
b. Deduktif: yaitu dengan mengungkapkan beberapa dalil yang berhubungan
dengan penukaran atau jual beli mata uang yang kemudian dikaji berdasarkan
hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar mempermudah
pembahasan dalam penelitian ini, adapun sistematika pembahasannya sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua Merupakan kerangka teoretis atau landasan teori yang
mendasari penelitian. Dalam hal ini mencakup pengertian tukar menukar, dasar
hukum penukaran, syarat-syarat penukaran, menurut Islam.
Bab ketiga Penukaran Uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan.
Bab ini menjelaskan latar belakang praktik penukaran uang pecahan koin, dan
proses terjadinya praktik penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat
Lamongan.
Bab keempat ini membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap hukum
18
praktik penukaran uang dan yang kedua yaitu Tinjauan hukum Islam terhadap
transaksi penukaran mata uang pecahan koin di Sunan Drajat Lamongan.
Bab kelima merupakan penutup yang memuat hasil akhir dari penelitian
yaitu berupa kesimpulan yang menjawab rumusan masalah serta memberikan
19
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TUKAR MENUKAR UANG
DALAM ISLAM (
al-S{ARF
)
A.Pengertian Tukar Menukar Uang (al-S{arf.)
Secara bahasa, pertukaran mata uang asing atau al-S{arf mempunyai arti
penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli.1
Tukar menukar secara istilah adalah kegiatan saling memberikan sesuatu
dengan menyerahkan barang. Pengertian ini sama dengan pengertian yang ada
dalam jual beli dalam islam, yaitu saling memindahkan milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan.2
Pengertian tukar menukar sebagaimana dijelaskan dalam bab VI pasal 1541
KUH Perdata yaitu: Suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak
mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik
sebagai ganti suatu barang lain.
Dalam Islam sendiri pertukaran matauang dengan matauang dinamakan
al-s}arf. Yang mana secara harfiah al-s}arf berarti penambahan, penukaran,
penghindaran, pemalingan/transaksi jual beli sebagai transaksi, s}arf berarti
1Hasan Ahmad, Mata Uang Islami (Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2005), 76.
20
perjanjian jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang
asing (valuta asing) dapat dilakukan baik sesama mata uang yang sejenis (rupiah
dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar).
Sedangkan secara istilah atau terminologi, terdapat beberapa definisi, dari
ulama’ Veith Rivai mengatakan, bahwa Al-S{arf adalah jual beli mata uang. Pada
asalnya mata uang merupakan emas dan perak. Biasanya uang emas disebut
dinar dan uang perak disebut dirham.3 Definisi lain yaitu Al-S{arf pertukaran
dua jenis barang berharga atau jual beli uang dengan uang atau disebut juga
Valas.4
Adapun mata uang dengan mata uang lebih dominan disebut Al-S}arf. Telah
dijelaskan bahwa Naqd (alat bayar) adalah salah satu bagian dari dua bagian
hasil klarifikasi barang-barang jenis riba>>. Telah dijelaskan pula bahwa bila
terjadi jual beli sesama jenis maka harus tamatsul dan Taqabud}, dan bila lain
jenis harus taqabud}. Adapun menurut ulama fiqh al-S{arf adalah sebagai
memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.5
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa al-S{arf adalah
akad tukar menukar mata uang dengan mata uang lainnya ataupun mata uang
sejenis.
3 Veithzal Rivai, Islamic Banking (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 396.
21
Uang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling utama. Juga
merupakan kebutuhan pemerintah, kebutuhan produsen, kebutuhan distributor
dan kebutuhan konsumen.6 Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban
perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi,
dan sulit digantikan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian
yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi. Sepanjang sejarah
keberadaannya, uang memainkan peran penting dalam perjalanan kehidupan
modern. Uang berhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi
pertukaran barang dan jasa. Uang dalam sistem ekonomi memungkinkan
perdagangan berjalan secara efisien.
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai
buah-buahan. Karena jenis kebutuhannyamasih sederhana, mereka belum
membutuhkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan
makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode
prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan
jual beli.7
Pada tingkat peradaban yang terendah, dapatlah dibayangkan adanya
perekonomian yang tidak membutuhkan uang. Akan tetapi ketika jumlah
6Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 3. 7
22
manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju, kegiatan dan
interaksi antarsesama manusia pun meningkat tajam. Jumlah dan jenis
kebutuhan manusia, juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing
individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bisa dipahami
karena ketika seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam,
pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan,
menenun pakaian sendiri, atau kebutuhan lain.8
Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang
secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak saat itulah,
manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan
pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan
peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat
menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka
periode itu disebut zaman barter.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada
waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak-pihak yang
melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan kompleks kebutuhan
manusia, semakin sulit menciptakan situasi double coincidence of wants ini.
8
23
Berdasarkan hal itu, maka dalam pertukaran uang dengan barang uang
dengan jasa atau uang dengan uang memerlukan suatu akad yaitu pertalian
antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat
hukum terhadap objeknya.
Dilihat dari berbagai literatur, akad terdiri dari beraneka bentuk. Para ahli
fiqih mengelompokkannya berbeda-beda sesuai dengan pemikiran mereka
masing-masing. Untuk memberi kemudahan dalam memahami bentuk-bentuk
akad, maka bentuk akad berdasarkan kegiatan usaha yang sering dilakukan
saat ini dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu; 1. Pertukaran; 2. Kerja sama; 3.
Pemberian kepercayaan.
Jenis-jenis al-s}arf dapat digolongkan atas:
a. Transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas untuk
penyerahan pada saat itu atau penyelesaiannya paling lambat dalam
jangka 2 hari.9
b. Transaksi Forward yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu
yang akan datang.
24
c. Transaksi swap yaitu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan
harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan
valas yang sama dengan harga forward.10
Arti harfiah dari al-s}arf adalah penambahan, penukaran, penghindaran,
pemalingan, atau transaksi jual-beli. Secara terminologi, al-s}arf adalah jual
beli uang logam dengan uang logam lainnya, misal, jual beli. al-s}arf adalah
penukaran emas dengan emas, perak dengan perak atau penukaran salah
satudari emas dan perak dengan jenis lainnya.
Menurut Ahmad Hasan, al-s}arf adalah sebuah nama untuk penjualan nilai
harga (semua jenis nilai harga) satu dengan yang lainnya atau disebut dengan
"penukaran uang baik dengan jenis yang sama maupun saling berbeda".11
B. Dasar Hukum Al-S{arf
Surat Al Baqarah Ayat 275:
ّ نَِِ َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم ُناَطْيّشلا ُهُطّبَخَتَ ي يِذّلا ُموُقَ ي اَمَك اِإ َنوُموُقَ ي ا ََِّرلا َنوُلُكََْ َنيِذّلا
اَق ْمُه
اَِّّإ اوُل
َ ف ىَهَ تْ ناَف ِهِّبَر ْنِم ٌةَظِعْوَم َُءاَج ْنَمَف ََِّرلا َمّرَحَو َعْيَ بْلا ُّّا ّلَحَأَو ََِّرلا ُلْثِم ُعْيَ بْلا
ََِإ ُُرْمَأَو َفَلَس اَم ُهَل
َنوُدِلاَخ اَهيِف ْمُ ِراّلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأَف َداَع ْنَمَو ِّّا
10 Ibid.,320.
25
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.12
Kemudian dalam hadist dikatakan bahwa:
َلاَق يِردُخاديِعَس ِِا نَع
َثَم ّاِا ِبَّذلَِ اوُعيِبَت َا َبَّذلا
َاَو ٍلَثَِِ اً
َاَو ٍضعَب ىَلَعاَهَضعَباوُفِشُت
اوُعيِبَت
َقَرَولا
َِ
َقَرَولا
ٍلَثَِِ اًَثَم ّاِا
ٍز ِج اَِب اَه ِم اوَعيِبَت َاَو ٍضعَب ىَلَع اَهَضعَب اوّفِشُت َاَو
)يراخبلا اور(
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri “janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, janganlah kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada di tempat dengan yang
sudah ada ditempat.”(HR Al-Bukhari).13
Hadist diatas menunjukkan bahwa menjual emas dengan emas atau perak
dengan perak itu tidak boleh kecuali sama dengan sama, tidak ada salah satunya
melebihi yang lain.
Dari Hadist di atas dapat dipahami bahwa dalil tentang al-S{arf serta tidak
boleh adanya penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas
12Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Dana Karya,
2007), 69.
13Muhammad ibn Isma>il Abu Abdillah Al-Bukhari, S}ah}i>h al-Bukhari (Beirut: Da>r al-kutub, 1997),
26
atau perak dengan perak) karena kelebihan antara dua barang yang sejenis
tersebut merupakan riba fadl yang jelas-jelas dilarang oleh Islam.
Dari kata )اوّفِشُت َا ( terkandung makna larangan dalam hal ini larangan
melebihkan. Karena asal dari kata larangan itu haram. Maka haram hukumnya
melakukan larangan tersebut.
C. Rukun dan Syarat Al-S{arf
Ada beberapa rukun dan syarat yang harus ada dalam jual beli mata uang
(valuta asing) adapun syarat-syarat itu telah disebutkan oleh para ulama dalam
penukaran emas dan perak yang mana berlaku juga dalam penukaran mata uang
yang ada pada zaman setelahnya, yaitu pada masa sekarang.
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat
ini berlaku pada pertukaran uang yang beda jenis atau sama jenis. Sedangkan yang
dibahas oleh peneliti yaitu penukaran uang rupiah dengan rupiah termasuk mata
uang sejenis dan dalam penukaran itu ada pengurangan nominal menurut dasar
hukum diatas termasuk haram.
Berdasarkan hal itu maka rukun jual beli menjadi rukun tukar menukar uang.
Sebagaimana diketahui, rukun jual beli ada tiga, yaitu aqid (penjual dan pembeli),
27
Rukun jual beli yang pertama, yaitu adanya aqid (penjual dan pembeli) yang
dalam hal ini dua atau beberapa orang melakukan akad, adapun syarat-syarat bagi
orang yang melakukan akad. Menurut ulama fiqih syarat-syarat sahnya al-S}arf
yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang sebagai berikut:
a. Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang maka batal akad anak kecil,
orang gila dan orang bodoh, sebab mereka tidak pandai mengendalikan
harta, oleh karena itu anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh
menjual harta sekalipun miliknya. karena orang bodoh tidak cakap dalam
mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam
mengelola harta, maka orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan
ijab dan qabul.14
b. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda
tertentu, seperti seseorang dilarangmenjual hambanya yang beragama
Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid
yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin
memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin.15
Rukun jual beli yang keduayaitu ma'qud alaih (objek akad).
Syarat-syarat benda yang menjadi obyek akad ialah:
14
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 75.
28
a. Suci atau mungkin untuk disucikan, maka tidak sah penjualan benda-benda
najis seperti anjing, babi dan yang lainnya.
b. Memberi manfaat menurut Syara', maka dilarang jual beli benda-benda
yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut Syara', seperti menjual babi,
kala, cecak dan yang lainnya.
c. Tidak dibatasi waktunya, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan
secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara'.
d. Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin
pemiliknya atau barang-barang yangbaru akan menjadi miliknya.16
e. Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui
banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka
tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
Rukun jual beli yang ketiga, yaitu shigat (lafaz ijab qabul) Ijab dan
qabul terdiri dari qaulun (perkataan) dan fi'lun (perbuatan). Qaulun dapat
dilakukan dengan lafal sharih (kata-kata yang jelas) dan lafal kinayah (kata
kiasan/sindiran). Rukun yang pokok dalam akad (perjanjian) jual-beli itu
adalah ijab qabul yaitu ucapan penyerahan hak milik disatu pihak dan
ucapan penerimaan di pihak lain. Adanya ijab-qabuldalam transaksi ini
merupakan indikasi adanya saling ridha dari pihak-pihak yang mengadakan
transaksi:
29
a. Ada serah terima antara kedua belah pihak sebelum berpisah diri. Dalam
akad Al-S}arf disyaratkan adanya serah terima barang sebelum berpisah diri.
Hal itu agar tidak terjatuh riba>> nasiah. Artinya kedua pihak yang melakukan
transaksi penukaran uang tersebut tidak diperbolehkan meninggalkan
tempat dimana keduanya melakukan transaksi hingga keduanya saling serah
terima barang yang saling dikehendaki. Hal ini sesuai dengan dalil yang
bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan terakhir di atas.
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al-Khudhri, bahwasannya
Rasulullah bersabda: “menjual emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, garam dengan garam, maka harus sama (kualitas
dan kuantitasnya) maka jual belikanlah sekehendakmu secara tunai”.17
b. Apabila mata uang/valuta asing yang diperjualbelikan itu dari jenis yang
sama, jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang
kualitas dan kuantitasnya sama sekalipun model dari uang itu berbeda.
Misalnya yaitu menukar mata uang rupiah dengan rupiah, maka nilainya
harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan
rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan
mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini
berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang
30
populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan
tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya. Dalam
al-s}arf, tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya. Adanya hak khiyar
syarat (khiyar bagi pembeli). Yang dimaksud khiyar syarat itu adalah hak
pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut
setelah selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak
melanjutkan jual beli itu, yang mana syarat itu diperjanjikan ketika
berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut.
c. Dalam akad al-s}}arf, tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan
mata uang yang saling dipertukarkan, karena bagi sahnya al-s}arf
penguasaan, objek akad harus dilakukan secara tunai (harus dilakukan
seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan perbuatan saling
menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang
melakukan jual beli valuta asing berpisah fisik dalam hal ini termasuk
transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas untuk
penyerahan pada saat itu.18
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram,
syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan
pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan. Misalnya yaitu
31
menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus
sama. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang
populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan
tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.
Maka dari itu tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran
uang terdapat kelebihan dan penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut
berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini
terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun
mata uang yang berbeda.
Ulama sepakat bahwa jual beli mata uang disyaratkan tunai. Kemudian
mereka berbeda pendapat mengenai waktu yang membatasi pengertian ini.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa jual beli mata uang
terjadi secara tunai selama kedua pihak belum berpisah, baik penerimaannya
itu segera atau lambat. Menurut Imam Malik, jika penerimaan pada majelis
terlambat, maka jual beli mata uang itu batal meskipun kedua pihak belum
berpisah. Karenanya, ia tidak menyukai janji-janji di dalamnya. Para fuqaha
bersilang pendapat, apabila sebagian mata uang telah diterima sedang yang
lain tertunda. Yakni dalam jual beli mata uang yang terjadi dengan syarat
32
Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Imam Syafi'i. Pendapat lainnya
mengatakan bahwa hanya bagian yang tertunda itu saja yang batal.
Dalam mazhab Maliki diperselisihkan tentang penjualan yang dilakukan
bersama-sama jual beli mata uang (al-s}arf). Malik berpendapat bahwa
perbuatan itu tidak boleh kecuali salah satunya lebih banyak dan yang lain
mengikuti pihak yang lain itu, baik jual beli mata uang itu dalam satu dinar
atau beberapa dinar. Pendapat lainnya mengatakan bahwa jual beli mata uang
itu dalam satu dinar, maka jualbeli tersebut dibolehkan bagaimana pun cara
terjadinya. Sedang apabila dalam jumlah yang lebih banyak, maka salah
satunya diperhitungkan dengan mengikuti kebolehan yang lain. Apabila
dimaksudkan untuk keduanya bersama-sama, maka hal itu tidak boleh. Asyhab
membolehkan jual beli mata uang bersama penjualan. Pendapat ini dinilai lebih
baik karena pada perbuatan tersebut tidak terdapat hal-hal yang bisa
mendatangkan riba atau penipuan. Penjualan mata uang dengan mata uang
yang serupa, atau penjualan mata uang dengan mata uang asing, adalah
aktivitas al-s}arf. Dimana aktivitas al-s}arf tersebut hukumnya mubah. Sebab,
sharf tersebut merupakan pertukaran harta dengan harta lain, yang berupa
emas dan perak, baik sejenis maupun yang tidak sejenis dengan berat dan
ukuran yang sama dan boleh berbeda. Praktik tersebut bisa terjadi dalam uang
sebagaimana yang terjadi dalam pertukaran emas dan perak. Sebab sifat emas
33
merupakan mata uang, dan bukannya dianalogikan pada emas dan perak.
Namun jenis barang tersebut merupakan salah satu jenis dari kedua barang,
emas dan perak tersebut, karena sandaran jenis barang tersebut pada kedua
barang tadi, yaitu sama-sama dianggap sebagai uang.
Semuanya ini mubah, sebab uang tersebut menjadi jelas karena adanya
pernyataan dalam suatu transaksi, sehingga pemilikan atas bendanya bisa
ditetapkan. Apabila perak dijual dengan emas saja mubah, maka dalam hal ini
mubah pula menjual dinar dengan dirham, atau cincin dari perak dengan niqar.
Niqar adalah perak yang disepuh dengan emas. Begitu pula menjual perak
dengan emas, dengan cincin emas, dan dengan batangan serta logamnya.
Hanya saja semuanya tadi harus sama-sama kontan dan bukannya dengan
cara kredit, atau barang dengan barang dan bukannya barang dengan kredit,
atau dengan melebihkan timbangan yang satu dengan timbangan yang lain,
atau dengan menyamakan timbangan yang satu dengan yang lain, atau
sama-sama tanpa timbangan, ataupun antara yang ditimbang dengan tanpa
timbangan.
Pertukaran antara dua jenis uang yang berbeda. Adapun untuk uang yang
sejenis, maka tidak absah selain dengan ukuran dan berat yang sama, sehingga
tidak boleh dilebihkan. Oleh karena itu, apabila emas dijual dengan emas, baik
34
timbangannya, barangnya sama-sama ada, sama-sama kontan, dan tidak boleh
yang satu dilebihkan atas yang lain. Begitu pula kalau perak dijual dengan
perak, baik berupa dirham, atau cincin, atau niqar, maka timbangannya harus
sama, barangnya sama-sama ada, sama-sama tunai.19
Jadi, pertukaran dalam satu jenis uang hukumnya boleh, namun syaratnya
harus sama, sama-sama kontan, dan barangnya sama-sama ada. Begitu pula
pertukaran antara dua jenis uang hukumnya mubah. Bahkan, tidak ada syarat
harus sama atau saling melebihkan, namun hanya disyaratkan kontan dan
barangnya sama-sama ada. Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa pertukaran uang merupakan transaksi yang diperbolehkan di dalam
Islam sesuai dengan hukum-hukum tertentu yang telah dijelaskan oleh syara'.
Dimana pertukaran tersebut bisa terjadi dalam transaksi bisnis di dalam negeri,
begitu pula bisa terjadi dalam transaksi bisnis di luar negeri. Seperti halnya
pertukaran antara emas dengan perak, perak dengan emas yang menjadi uang
suatu negara. Maka demikian halnya dengan pertukaran antara uang asing
dengan uang dalam negeri, baik yang berlangsung didalam negeri maupun di
luar negeri, baik dalam bentuk transaksi finansial maupun transaksi antara
uang dengan uang, atau transaksi bisnis, dimana pertukaran uang dengan uang
tersebut bisa terjadi di dalamnya.
35
D. Prinsip-Prinsip al-s}}arf
Sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya, hendaklah pertukaran mata
uang asing (al-s}}arf) tidak mengandung unsur riba, seperti pertukaran yang ada
tambahannya pada salah satu, atau si penjual atau si pembeli meminta
tambahan. Transaksi tersebut dilarang karena merupakan riba fadl, disamping
itu riba fadl dilarang tegas oleh Rasulullah karena dapat menyebabkan seseorang
dapat melakukan riba. Rasul Saw, bersabda:
َلاَق يِردُخاديِعَس ِِا نَع
َثَم ّاِا ِبَّذلَِ اوُعيِبَت َا َبَّذلا
َاَو ٍلَثَِِ اً
َاَو ٍضعَب ىَلَعاَهَضعَباوُفِشُت
اوُعيِبَت
َولا
َقَر
َِ
ٍز ِج اَِب اَه ِم اوَعيِبَت َاَو ٍضعَب ىَلَع اَهَضعَب اوّفِشُت َاَو ٍلَثَِِ اًَثَم ّاِا َقَرَولا
)يراخبلا اور(
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri “janganlah kamu menjual emas dengan
emas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, janganlah kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual
barang yang tidak ada di tempat dengan yang sudah ada ditempat.”(HR
Al-Bukhari).20
1. Perkataan yang berbunyi:” menjual emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum”. Menunjukkan bahwa barang yang
dipertukarkan itu bila sama jenisnya, mesti sama timbangannnya dan
ukurannya dan mesti pula sama-sama tunai, atau timbang terima. Kalau
36
syarat-syarat yang dijelaskan Nabi tidak dipenuhi, maka akan
menimbulkan riba.
2. Perkataan yang berbunyi: “Apabila berlainan macamnya, boleh bagi kamu
menjual sebagaimana kamu hendaki, dengan syarat timbang terima dan
sama-sama tunai”. Menunjukkan bahwa barang itu berlainan jenisnya,
boleh diperjualbelikan secara lebih atau berkurang, asalkan tunai sama
tunai atau serah terima di masjid akad. Kalau tidak maka akan
menimbulkan riba.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
prinsip-prinsip pertukaran harus memenuhi beberapa hal, sebagai berikut:
a. Tidak ada unsur riba.
b. Sama nilainya.
c. Sama ukurannya menurut ukuran syara’.
d. Al-Taqabul (sama-sama tunai) di tempat akad.21
Adapun konsep dalam al-s}}arf dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam perbankan termasuk bank islam sebagai lembaga yang
memfasilitasi perdagangan internasional tidak dapat terhindar dari
keterlibatan di pasar asing.
37
2. Hukum transaksi yang dilakukan oleh sebagian bank islam dalam
muamalah jual beli valas tidak dapat dilepaskan dariketentuan islam
mengenai al-s}}arf.
3. Bentuk transaksi internasional pertukaran valas harus tunai.
4. al-s}}arf dalam tradisi perdagangan terdiri dari beberapa bentuk yang
status hukumnya dalam pandangan Islam berbeda antara satu bentuk
dan bentuk yang lainnya.
5. al-s}}arf untuk tujuan transaksi dan dibenarkan oleh semua ulama’
ekonomi Islam, sedangkan untuk spekulasi dilarang.22
22
38
BAB III
PRAKTIK PENUKARAN UANG PECAHAN KOIN DI SUNAN
DRAJAT LAMONGAN
A. Profil Sunan Drajat
Sunan drajat adalah salah satu dari Sembilan wali penyebar agama Islam di
pulau Jawa, ia menyebarkan Agama Islam di wilayah Jawa bagian timur. Sunan
Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Nama "Drajat" diambil dari
nama desa Drajat di Kabupaten Lamongan tempat beliau berdakwah. Nama
kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia
adalah putra dari sunan ampel, dan bersaudara dengan sunan bonang.
Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa
Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan. Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil
Syarifudin atau raden Qosim putra sunan ampel dan terkenal dengan
kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama
Islam di desa Drajat sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini
diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden
Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi.1
1
39
Makam sunan drajat ini sering di kunjungi oleh peziarah dari berbagai kota
bahkan ada yang dari luar provinsi jawa timur. Menurut Maslukhin,”kalau
hari-hari biasa, atau hari-hari Sabtu dan Minggu, jumlah peziarah yang datang dari berbagai
daerah di Tanah Air, dari berbagai kalangan, mencapai ribuan, tidak kurang
pejabat negeri ini, juga mengunjungi Makam Sunan Drajat, di antaranya, mantan
Gubernur DKI Sutiyono yang kini Kepala BIN, dan mantan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, yang datang ke makam setempat pada 2014”.2
Tujuan peziarah datang ke makam itu guna mendo’akan salah satu waliyullah
yang dulunya menyebarkan agama islam di pulau jawa ini. Di sekitar area makam
tersebut terdapat banyak kios-kios yang menjual berbagai souvenir maupun
makanan khas dari Kota Lamongan tersebut. Selain peziarah yang datang untuk
mendo’akan salah satu waliyullah tersebut di area makam terdapat banyak
orang-orang maupun anak-anak peminta uang kepada peziarah, di sekitar area makam itu
terdapat pula beberapa orang yang menerima penukaran uang pecahan koin guna
untuk berbagi sedekah kepada orang-orang peminta uang tersebut yang bisa di
kategorikan sebagai orang yang tidak mampu. Dari situlah penulis meneliti
bagaimana praktek penukaran uang kertas ke uang pecahan koin tersebut.
2
Maslukhin, Wawancara, Lamongan, 20 November 2016.
40
B. Latar Belakang Praktik Penukaran Uang Pecahan Koin di Sunan Drajat
Lamongan
1. Profil pihak penukar
Bapak hadi adalah Warga Negara Indonesia yang berasal dari Kota
Gresik, Bungah. Beliau pergi ke makam Sunan Drajat Lamongan untuk
melakukan usaha penukaran uang koin tersebut, lalu beliau menetap di
Paciran Lamongan sejak 3 tahun yang lalu beliau berumur sekitar 34 tahun,
beliau setiap hari melayani penukaran uang tersebut, dapat di kira-kira
setiap hari beliau menerima penukaran uang mencapai
Rp.150.000-Rp.250.000 dari pengunjung. Setiap uang Rp.10.000 kertas terdapat
pengurangan nominal Rp.1000, jika di uangkan koin menjadi Rp.9000.
Beliau mendapatkan uang koin dari peminta-peminta uang di sekitar area
makam tersebut lalu dikumpulkan untuk melayani peziarah yang ingin
menukar uang koin.3
Bapak jaswadi adalah Warga Negara Indonesia yang berasal dari Kota
Lamongan, Labuhan. Beliau pergi ke makam Sunan Drajat Lamongan
untuk melakukan usaha penukaran uang koin tersebut, beliau menetap di
3
41
Desa Labuhan, beliau berumur 42 tahun, beliau mempunyai kios makanan
dan minuman di sekitar area makam, setiap hari melayani penukaran uang
tersebut, dapat di kira-kira setiap hari beliau menerima penukaran uang
mencapai Rp.120.000-Rp.200.000 dari pengunjung. Setiap uang Rp.10.000
kertas terdapat pengurangan nominal Rp.1000, jika di uangkan koin
menjadi Rp.9000. Beliau mendapatkan uang koin dari pembeli di kiosnya
dan dari peminta-peminta uang di sekitar area makam tersebut lalu
dikumpulkan untuk melayani peziarah yang ingin menukar uang koin.4
Bapak Arif Ubaid adalah Warga Negara Indonesia yang berasal dari
Kota Lamongan, Brondong. Beliau pergi ke makam Sunan Drajat
Lamongan untuk melakukan usaha penukaran uang koin tersebut hanya
hari Sabtu dan Minggu saja, beliau menetap di Brondong Lamongan, beliau
berumur sekitar 27 tahun, beliau setiap hari Sabtu dan Minggu saja
melayani penukaran uang tersebut, dapat di kira-kira 2 hari tersebut beliau
menerima penukaran uang mencapai Rp.200.000-Rp.300.000 dari
pengunjung. Setiap uang Rp.10.000 kertas terdapat pengurangan nominal
Rp.1000, jika di uangkan koin menjadi Rp.9000. Beliau mendapatkan uang
koin dari peminta-peminta uang di sekitar area makam tersebut lalu
dikumpulkan untuk melayani peziarah yang ingin menukar uang koin.5
42
Ibu Suwarni adalah Warga Negara Indonesia yang berasal dari Kota
Lamongan, Solokuro. Beliau pergi ke makam Sunan Drajat Lamongan
untuk melakukan usaha penukaran uang koin tersebut, beliau menetap di
Solokuro Lamongan sejak 5 tahun yang lalu beliau berumur sekitar 31
tahun, beliau setiap hari melayani penukaran uang tersebut, dapat di
kira-kira setiap hari beliau menerima penukaran uang mencapai paling sedikit
Rp.100.000-Rp.280.000 dari pengunjung. Setiap uang Rp.10.000 kertas
terdapat pengurangan nominal Rp.1000, jika di uangkan koin menjadi
Rp.9000. Beliau mendapatkan uang koin dari tukang parker sepeda dan
peminta-peminta uang di sekitar area makam tersebut lalu dikumpulkan
untuk melayani peziarah yang ingin menukar uang koin.6
Ibu halimah adalah Warga Negara Indonesia yang berasal dari Kota
Jombang, Ploso. Beliau merantau bersama suaminya pergi ke makam
Sunan Drajat Lamongan untuk melakukan usaha penukaran uang koin
tersebut, lalu beliau menetap di Paciran Lamongan sejak 7 tahun yang lalu
beliau berumur sekitar 38 tahun, beliau setiap hari melayani penukaran
uang tersebut, dapat di kira-kira setiap hari beliau menerima penukaran
uang mencapai Rp.180.000-Rp.240.000 dari pengunjung. Setiap uang
Rp.10.000 kertas terdapat pengurangan nominal Rp.1000, jika di uangkan
koin menjadi Rp.9000. Beliau mendapatkan uang koin dari penjaga ponten
43
umum dan peminta-peminta uang di sekitar area makam tersebut lalu
dikumpulkan untuk melayani peziarah yang ingin menukar uang koin.7
2. Profil pihak yang menukar (peziarah)
Para pihak yang menukar uang yaitu peziarah makam Sunan Drajat
tersebut diantaranya:
1. Anshori peziarah asal Tuban yang menukarkan uang kertas berjumlah
Rp.20.000. Tanggapannya mengenai penukaran tersebut “saya pertama
kali berziarah di Makam Sunan Drajat ini, jujur awalnya kaget seteah
saya menukar lalu beliau mengasih saya uang koin sebanyak Rp.18.000
tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu mengenai pengurangan nominal
tersebut”. Ungkapnya.8
2. Mufidah peziarah asal Mojokerto yang menukarkan uang Rp.10.000.
Tanggapannya “saya sempat menegoisasi atas pengurangan nominal
tersebut tapi salah satu penukar bilang kalau ini sudah kesepakatan
untuk semua penukar”. Ungkapannya.9
44
3. Andi peziarah asal Lamongan yang menukar uang Rp.20.000.
Tanggapannya “saya tidak menghiraukan pengurangan tersebut mas,
saya mengikhlaskannya saya anggap sedekah juga”. Ungkapannya.10
4. Falah peziarah rombongan asal Kota Jombang ini menukarkan uang
sebanyak Rp.50.000. Tanggapannya mengenai pengurangan nominal
tersebut “saya bahkan tidak tahu mas kalau uang kami yang awalnya
Rp.50.000 kertas menjadi Rp.45.000 saja, kami awalnya ya percaya
saja sama penukar uang tersebut, setelah selesai ke makam baru
menghitung dan membagi kepada kedua teman saya, dan ternyata baru
menyadari kalau ada pengurangan, saya fikir penukar itu lalai dalam
nominal tapi ternyata memang di kurangi nominalnya” Ujarnya.11
5. Hilmi peziarah rombongan asal Kota Jombang ini menukarkan uang
sebanyak Rp.50.000. Tanggapannya mengenai pengurangan nominal
tersebut “saya bahkan tidak tahu mas kalau uang kami yang awalnya
Rp.50.000 kertas menjadi Rp.45.000 saja, kami awalnya ya percaya
saja sama penukar uang tersebut, setelah selesai ke makam baru
menghitung dan membagi kepada kedua teman saya, dan ternyata baru
menyadari kalau ada pengurangan, saya fikir penukar itu lalai dalam
nominal tapi ternyata memang di kurangi nominalnya” Ujarnya.12
45
6. Syauqi peziarah rombongan asal Kota Jombang ini menukarkan uang
sebanyak Rp.50.000. Tanggapannya mengenai pengurangan nominal
tersebut “saya bahkan tidak tahu mas kalau uang kami yang awalnya
Rp.50.000 kertas menjadi Rp.45.000 saja, kami awalnya ya percaya
saja sama penukar uang tersebut, setelah selesai ke makam baru
menghitung dan membagi kepada kedua teman saya, dan ternyata baru
menyadari kalau ada pengurangan, saya fikir penukar itu lalai dalam
nominal tapi ternyata memang di kurangi nominalnya” Ujarnya.13
3. Orang yang menukar (peminta uang)
a. Hizbul seorang anak peminta uang di sekitar area makam yang
menukarkan kepada pengepul uang receh, anak ini menukarkan uang
dari koin ke uang kertas sebesar Rp.30.000 dalam sehari kepada
pengepul uang yang setiap Rp.10.000 terdapat potongan Rp.1000.14
b. Anam seorang anak peminta uang di sekitar area makam yang
menukarkan kepada pengepul uang receh, anak ini menukarkan uang
dari koin ke uang kertas sebesar Rp.20.000 dalam sehari kepada
pengepul uang yang setiap Rp.10.000 terdapat potongan Rp.1000.15
c. Bapak Dayat beserta kedua anaknya bernama Ilmi dan Huda seorang
ayah dan anak peminta uang di sekitar area makam yang menukarkan
46
kepada pengepul uang receh, anak ini menukarkan uang dari koin ke
uang kertas sebesar Rp.50.000 dalam sehari kepada pengepul uang
yang setiap Rp.10.000 terdapat potongan Rp.1000.16
d. Ibu julaika seorang wanita peminta uang di sekitar area makam yang
menukarkan kepada pengepul uang receh, anak ini menukarkan uang
dari koin ke uang kertas sebesar Rp.25.000 dalam sehari kepada
pengepul uang yang setiap Rp.10.000 terdapat potongan Rp.1000.17
e. Rani seorang anak peminta uang di sekitar area makam yang
menukarkan kepada pengepul uang receh, anak ini menukarkan uang
dari koin ke uang kertas sebesar Rp.20.000 dalam sehari kepada
pengepul uang yang setiap Rp.10.000 terdapat potongan Rp.1000.18
16Dayat, Ilmi, Huda, Wawancara, Lamongan, 20 November 2016. 17Julaika, Wawancara, Lamongan, 20 November 2016.
47
C. Proses Terjadinya Praktik Penukaran Uang Pecahan Koin di Sunan Drajat
Lamongan
Uang adalah standar yang terdapat pada barang dan tenaga, oleh karena
itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur
tiap barang dan tenaga.19
Uang sendiri memiliki empat fungsi yaitu sebagai alat pertukaran
(medium of exchange), unit perhitungan (unit of Account), penyimpanan nilai
(store of value), standar untuk pembayaran tertangguhkan.20
Namun yang terjadi di Makam Sunan Drajat uang bukan saja
mempunyai empat fungsi tersebut diatas. Namun uang bisa menghasilkan
uang. Fenomena ini terjadi karena ada beberapa orang diantaranya: bapak
Hadi, Jaswari, dan Arif. Orang-orang tersebut melayani penukaran uang koin
bagi pengunjung yang ingin bersedekah kepada peminta uang di sekitar area
makam tersebut. Karena tidak mungkinnya pengunjung untuk memberi uang
kepada peminta dalam bentuk kertas yang bernominal besar maka bisa di
tukarkan dengan uang koin 500 dan bisa juga 1000. Dari sinilah orang-orang
tersebut mempunyai kios penukaran uang koin tersebut.
19Taqyudin al Nabani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam (Surabaya:
Risalah Gusti, 1996), 29.
48
Akan tetapi penukaran uang kertas ke uang koin itu ada
pengurangannya, yang awalnya uang kertas 10.000 ditukarkan ke uang koin
menjadi 9.000 di sini terdapat pengurangan nominal uang. Dari pengurangan
tersebut tidak ada kesepakatan antara penukar dengan orang yang menukar.
Transaksi ini dilakukan ketika pertukaran berlangsung, yakni di tempat
akadnya berlangsung dan pada waktu itu pula, artinya antara akad dan tempat
akadnya tidak terjadi tenggang waktu yang begitu lama. Setelah itu diucapkan
i>jab qabu>l dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan bahasa dan ada pula
yang menggunakan isyarat, tetapi dari akad tersebut tidak adanya kesepakatan
pengurangan nominal dari penukaran uang tersebut.
Untuk bentuk pembayarannya, langsung diberikan ditempat itu juga
yakni sama-sama kontan dan uang koinnya nya juga sama-sama ada. Adapun
keuntungan yang didapat oleh penukar, diperoleh dari hasil pengurangan
nominal uang rusak tersebut tanpa adanya kesepakatan dari pihak yang
menukar uang tersebut bahkan dari orang yang menukar tidak tahu kalau ada
pengurangan nominal. Mereka kebanyakan mengira penukar tersebut tidak
mengurangi uangnya atau bisa di katatakan berniat membantu tanpa
49
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENUKARAN UANG
PECAHAN KOIN DI SUNAN DRAJAT LAMONGAN
A. Analisis Praktik Usaha Penukaran Uang Pecahan Koin
Latar belakang proses penukaran uang pecahan koin di Sunan Drajat
Lamongan ini antara penukar dengan orang yang menukar, penukar uang
tersebut ingin berbagi rizki kepada peminta uang di Sunan Drajat tersebut,
sedangkan penukar uang tersebut membutuhkan banyak uang pecahan koin
sehingga tidak memungkinkan untuk memberi uang kepada pengemis dalam
bent