SKRIPSI
Oleh:
CHUSAIRI YULIANTO NIM: C32213085
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) tentang: “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Upah Sistem Tandon di Toko RANDU Surabaya”. penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya dan bagaimana praktek upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu menjabarkan realita tentang pelaksanaan pengupahan berdasarkan observasi lapangan. Kemudian data dianalisis menggunakan pola pikir deduktif, yakni ketentuan hukum Islam mengenai akad Ijarah (ujrah) dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai praktek upah sistem tandon di Toko RANDU Surabaya, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya ini dilatarbelakangi oleh pemilik toko yang berkeinginan tidak hanya pelanggan saja yang membeli beras di Toko RANDU tetapi para karyawannya juga harus membeli beras di Toko RANDU. Dan dalam prakteknya antara pemilik Toko RANDU beserta karyawan telah melakukan perjanjian kerja di awal secara lisan tentang adanya peraturan upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya. Disana pemilik toko menjelaskan bahwa karyawan di Toko RANDU mendapatkan gaji sebesar Rp.2.000.000 per bulan akan tetapi setiap bulannya karyawan mendapatkan gaji sebesar Rp.1.800.000 dan yang Rp.200.000 akan di tahan sampai akhir tahun. Dan di akhir tahun setiap karyawan mendapatkan sisa gaji yang belum terbayarkan dalam bentuk beras yang nominalnya sama dengan sisa gaji yang belum terbayarkan sebelumnya, dan para karyawan telah sepakat dengan peraturan tersebut. Adapun penerapan upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah sesuai, akan tetapi hasil akhir dari upah yang ditandon berupa beras tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Mengenai upah yang tidak dibayar ketika Fanny mengundurkan diri tersebut ialah termasuk pelanggaran menurut hukum Islam dan Undang-Undang yang berlaku.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KETENTUAN UPAH DALAM ISLAM, UU NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PP NO.78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN A. Pengertian Upah ... 22
B. Landasan Shara’ Tentang Ujrah ... 26
C. Rukun dan Syarat Ijarah ... 31
a. Rukun Ijarah ... 32
b. Syarat Ijarah ... 32
D. Macam-macam Ujrah ... 41
E. Batal dan Berakhirnya Ujrah ... 45
BAB III UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA ... A. Profile Toko Randu Surabaya ... 51
1. Permodalan ... 51
2. Pendapatan Bulanan Toko Randu Surabaya ... 52
3. Struktur Organisasi ... 58
4. Macam-macam Barang yang Tersedia Di Toko Randu Surabaya ... 60
5. Peran Toko Randu Surabaya di Lingkungan Sekitar ... 62
B. Legalitas Toko Randu Surabaya ... 63
D. Kontrak Kerja Di Toko Randu Surabya ... 65
E. Upah Sistem Tandon ... 65
F. Latar Belakang Upah Sistem Tandon ... 66
G. Aplikasi Upah Sistem Tandon ... 67
H. Sisa Upah Yang Tidak Dibayarkan Ketika Mengundurkan Diri ... 68
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO.13 TAHUN 2003 TETANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Upah Sistem Tandon Di Toko Randu Surabaya ... 70
B. Analisis UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon Di Toko Randu Surabaya ... 77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna. Berbagai seluruh aktivitas
manusia di dalamnya telah diatur oleh hukum Islam, baik itu di dalam hal
ibadah, muna<kaha<t, jina>ya<t maupun muamalah. Lebih lanjut muamalah
dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Al-muamalah al-ma>diyah dan
Al-muamalah al-ada>biyah.
Al-muamalah al-ma<diyah adalah muamalah yang mengkaji segi
objeknya yaitu benda. Dalam aspek ini muamalah mengatur aspek
kebendaan yang dipandang oleh syarak halal, haram, shubhat untuk
dimiliki, diperjualbelikan atau diusahakan. al-muamalah al-ma>diyah
memberikan panduan kepada manusia tentang benda-benda yang layak
atau tidak untuk dimiliki dan dilakukan tindakan hukum atasnya. Maka,
dari prespektif ini, dalam pandangan muamalah tidak semua benda (harta)
boleh dimiliki (dikuasai), meskipun benda tersebut mempunyai nilai guna
bagi manusia.
Al-muamalah al-ada>biyah adalah mengkaji aturan-aturan Allah
yang berkaitan dengan aktivitas manusia sebagai subyek hukum terhadap
sebuah benda. Dari aspek ini, mu’a>malah mengatur tentang
batasan-batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak oleh manusia terhadap
2
manusia untuk melakukan tindakan hukum terhadap sebuah benda. Maka,
dari prespektif ini, dalam pandangan mu’a>malah semua prilaku manusia
harus memenuhi persyaratan “etis-normatif” agar prilaku tersebut
dipandang layak untuk dilakukan.1
Muamalah merupakan bagian dari rukun hukum Islam yang
mengatur tentang hubungan antara seseorang dengan orang lain. Contoh
hukum Islam yang termasuk muamalah salah satunya adalah Ijarah
(sewa-menyewa dan upah)
Upah menurut Hukum Islam ialah ijarah atau ujrah. Ijarah artinya
upah, sewa, jasa atau imbalan.2 Menurut bahasa Ijarah berarti “upah” atau
“ganti” umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau
imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.3
Dalam arti luas, Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran
manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah
tertentu. Seperti dalam Al-Quran surah Az-Zukhruf: 32
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
1
M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah
(Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 7.
2 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), 227.
3
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.4
Para ulama fikih juga mengemukakan Hadis Rasulullah yang berbunyi:
ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﺍ ﻝ ﻮﺳ ﺭ ﱠﻥﹶﺃ
ﻩﺮﺟﹶﺃ ﻡﺎﺠﺤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻄﻋﹶﺃﻭ ﻢﺠﺘﺣﺍ
Rasulullah saw.”Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu Hanbal)5
Ijarah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu Ijarah manfaat (Al-ijarah ‘ala>
al-manfa’ah) atau sewa-menyewa murni dan Ijarah yang bersifat
pekerjaan (Al-Ijarah ‘ala> al-a’mal).
Al-Ijarah ‘ala< al-a’ma<l (Ijarah yang bersifat pekerjaan) yaitu;
dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir
adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga dan jasa. Kemudian
musta’jir adalah pihak yang membutukan keahlian, tenaga, atau jasa
tersebut dengan imbalan tertentu. Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas
tenaga yang ia keluarkan untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan
tenaga atau jasa dari mu’jir.6
Islam menghendaki agar dalam pelaksanaan Ijarah itu senantiasa
diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya
yang tidak merugikan salah satu pihak pun serta terpelihara pula
maksud-maksud mulia yang diinginkan agama, diantaranya di dalam melakukan
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 491.
5 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu Juz IV (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah,
1990), 731.
6 M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah
4
akad tidak boleh ada unsur penipuan, baik yang datang dari mu’jir dan
musta’jir.7
Islam menawarkan sebuah solusi yang masuk akal mengenai
masalah-masalah yang ada di masyarakat saat ini. didasarkan pada
keadilan dan kejujuran serta melindungi kepentingan baik majikan
maupun pekerja. Menurut Islam, upah harus ditetapkan dengan cara yang
layak, patut, tanpa merugikan kepentingan pihak mana pun, dengan tetap
mengingat ajaran Islam berikut ini:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.An-Nahl: 90)
ﻪﹸﻗﺮﻋ ﻒﹺﺠﻳ ﻥﹶﺃ ﹶﻞﺒﹶﻗ ﻩﺮﺟﹶﺃ ﲑﹺﺟَﻷﺍ ﺍﻮﹸﻄﻋﹸﺍ
Artinya “Dari Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Berilah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)8
Begitu juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja atau buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan
7 Ibid.,35.
8 Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qozwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2,
5
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja atau kesepakatan. Dalam
hal ini upah haruslah dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja dan
menjadi hak penuh dari seorang pekerja.9
Di dalam setiap transaksi muamalah haruslah disertai akad untuk
mengikat kedua belah pihak dalam satu perjanjian atau perserikatan.
Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang
dibenarkan syarak yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada
objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan
yang diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk
menerimanya.10 Dari definisi diatas akad haruslah sesuai dengan
keinginan kedua belah pihak dan tidak boleh mengingkari dari akad yang
dibuat oleh kedua pihak tersebut.
Begitu pula menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 52 ayat 1 poin a dijelaskan bahwa
dalam perjanjian kerja haruslah sesuai kesepakatan kedua belah pihak.11
Persoalan perjanjian kerja perlu diperhatikan untuk terpenuhinya hak dan
kewajiban masing-masing pihak tanpa ada pihak yang terlanggar haknya.
Disini pentingnya batasan-batasan yang menjamin tidak terselenggaranya
hak antar pihak yang sedang melaksanakan perjanjian.
Adapun dalam praktiknya di Toko RANDU Surabaya tentang
pengupahan yang diterapkan oleh pemilik toko sedikit berbeda dari
9 Lihat pasal 1 ayat 30 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
10Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mualamat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII
Press Yogyakarta, 2004), 65.
6
toko yang lain adalah setiap bulan gaji pegawai tidak diberikan secara
penuh melainkan sebagian gaji pegawai harus ditandon sampai akhir
tahun. Besaran jumlah upah yang didapat oleh setiap pegawai adalah
Rp.2.000.000 per bulan namun setiap bulannya pegawai hanya menerima
upah sebesar Rp.1.800.000. dan sisa upah yang belum terbayarkan
Rp.200.000 tersebut ditandon sampai akhir tahun. dan pada saat di akhir
tahun setiap pegawai mendapatkan sisa gaji yang belum terbayarkan
dengan berupa beras yang diberi oleh pemilik toko sebagai ganti dari sisa
upah yang belum dibayarkan. Untuk setiap pegawai mendapatkan 10
karung beras di akhir tahunnya. Mengenai aturan pengupahan dari
pemilik toko tersebut setiap pegawai toko sepakat dan tidak ada masalah
dengan aturan tersebut.
Di Pertengahan tahun, awal bulan Juli 2016 salah satu pegawai
yang bernama Fanny berniat ingin mengundurkan diri dikarenakan dia
sedang mengandung dan usia kandungannya sudah hampir masuk usia 9
bulan. Fanny berfikir bahwa ia akan mendapatkan sisa upah yang belum
terbayar selama 6 bulan yang jumlahnya Rp.1.200.000 dari sisa gaji yang
ditandon tersebut.12 Pada kenyataannya sisa upah yang di dapat oleh
Fanny dari pemilik toko hanya sebesar Rp.600.000 saja. Pemilik toko
beralasan bahwa Fanny sedirilah yang berniat mengundurkan diri bukan
pemilik toko yang ingin mengeluarkannya. Dalam masalah perjanjian
kerja antara pekerja dengan pemilik toko tersebut tidak ada penjelasan
12 Fanny Eka Nawang Wulan (Pegawai Toko Randu Surabaya), Wawancara Surabaya, 15
7
mengenai sisa upah yang tandon tersebut yang tidak diberikan ketika
seorang pegawai mengundurkan diri.
Dari permasalahan diatas tidak adanya akad atau perjanjian kerja
diawal dan pihak pekerja tidak tau apabila ada seorang pegawai yang
mengundurkan diri di toko tersebut akan tidak mendapatkan sisa upah
yang ditandon. Seharusnya baik pekerja maupun majikan mereka tidak
boleh merugikan satu sama lain dan harus menunjukkan keadilan dan
kebaikan dalam hubungan mereka. Oleh karena itu, majikan harus
membayar upah yang belum dibayarkan kepada pekerja karena upah
tersebut adalah menjadi hak dari seorang pekerja tersebut.
Berdasarkan realita dan keterangan itulah yang melatarbelakangi
penulis tertarik untuk meneliti terkait praktik pengupahan sistem tandon
di Toko RANDU Surabaya. Dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk
skripsi yang berjudul “ Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon Di
Toko RANDU Surabaya”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian
8
diduga sebagai masalah.13 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
mengidentifikasi inti dari permasalahan yang terkandung sebagai berikut :
1. Praktek pengupahan dalam Islam.
2. Praktek pengupahan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
3. Praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya.
4. Praktek pengupahan dari sisa gaji yang di tandon selama akhir tahun
berupa beras.
5. Praktek pengupahan yang tidak di bayar ketika mengundurkan diri di
Toko RANDU Surabaya.
6. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan terhadap pengupahan yang ada di Toko
RANDU Surabaya.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu menjelaslan
batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini
agar terfokus dan terarah. Dan adapun batasan dalam skripsi ini sebagai
berikut:
1. Praktek pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya.
2. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem tandon yang
ada di Toko RANDU Surabaya.
13 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
9
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap pengupahan sistem tandon
yang ada di Toko RANDU Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan tidak merupakan
pengulangan dari penelitian yang sudah ada.14 Bahwa penulis menemukan
penelitian dari angkatan sebelumnya yaitu yang berjudul sebagai berikut:
1. Skripsi yang ditulis oleh M.Farid Fadllullah, mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016,
dengan judul “Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan
Bedasarkan Kelebihan Timbangan Di Desa Mingkung Jaya
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi”. Skripsi ini
membahas tentang praktek pengupahan pekerja timbangan kelapa
sawit dengan disesuaikan jumlah kelebihan timbangan dan kemudian
diuangkan. Kemudian upah tersebut diberikan dalam jangka waktu
sebulan sekali. Menurut prespektif Hukum Islam bahwa praktik
pengupahan tersebut sesuai Hukum Islam. Karena pihak kelompok
10
tani dan pihak pekerja mengetahui dengan jelas adanya kelebihan dari
timbangan kelapa sawit. Pihak pekerja juga tidak merasa dirugikan
dengan besaran upah yang diterima.15
2. Skripsi yang ditulis oleh Kiki Amalia, Mahasiswi Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016, dengan
judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli
Bangunan Dengan Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan
Waru Kabupaten Pamekasan”. Skripsi ini membahas tentang kuli
bangunan yang membangun rumah dan upah yang diberikan
kepadanya di hutang terlebih dahulu yaitu di bayarkan ketika musim
tembakau. Sedangkan menurut tinjauan Hukum Islam praktik hutang
piutang pemberian upah kuli bangunan diperbolehkan dalah Hukum
Islam, karena dalam syarat dan rukunnya sudah terpenuhi. Selain itu
menurut Mazhab Hanafi hanya mensyaratkan mempercepat upah dan
menangguhkannya sah.16
3. Skripsi yang ditulis oleh Achmad Nadiful Alim, Mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Suarabaya pada tuhun 2015,
dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan
Penggarapan Sawah Di Desa Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan
15 Farid Fadllullah, “Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan Bedasarkan Kelebihan
Timbangan Di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi” (Skripsi --, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016), vii.
16 Kiki Amalia, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan
11
kerjasama pengupahan penggarapan sawah yang telah terjadi di Desa
Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang dimana
Bapak Sumarno memberikan modal kepada Bapak Mislan dan Bapak
Rojik sebesar Rp.1.300.000 untuk keperluan penggarapan sawah dan
Bapak Sumarno akan memberikan upah sesudah panen, kemudian
sawah Bapak Sumarno ketika panen mendapatkan 10 karung
kemudian dijual kepada tengkulak Rp.1.900.000 pemilik sawah
mendapat Rp.1.000.000 sedangkan upah penggarapan sawah
Rp.900.000 maka dipresentasekan 60%:40% kemudian yang 40%
dibagi 2 orang yaitu 50%:50% jadi masing-masing penggarap sawah
mendapatkan Rp.450.000. maka kesimpulan di atas hukumnya fasid
karena mu’jir memberikan upah kepada musta’jir sesudah hasil panen
dan dalam prakteknya terdapat syarat yang tidak terpenuhi yaitu
mengenai syarat menjelaskan tentang ketentuan upah yang harus
diberikan kepada pekerja.17
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai dalam sebuah
penelitian dan juga menentukan arah penelitian agar tetap dalam koridor
17 Achmad Nadiful Alim, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan Penggarapan Sawah Di
Desa Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo” (Skripsi--, UIN Sunan Ampel,
12
yang benar hingga tercapainya sesuatu yang disetujui.18 Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui praktek pengupahan yang ada di Toko RANDU
Surabaya.
2. Mengetahui analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem
tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan secara teoretis, sebagai upaya untuk menambah dan
memperluas wawasan serta pengetahuan tentang analisis hukum Islam
dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
terhadap pengupahan sistem tandon dan untuk mengetahui alasan
kenapa sisah upah pekerja yang mengundurkan diri tidak dibayarkan
oleh pemilik toko. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan
informasi bagi para pembaca dalam memahami hukum Islam maupun
hukum positif tentang pengupahan.
2. Kegunaan secara praktis, diharapkan hasil penelitian yang berupa
skripsi ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan kepada para pemikir
hukum Islam di masa modern, para pembaca, para pemilik toko
apapun dan para pegawai atau pekerja untuk dijadikan sebagai salah
13
satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa yang muncul
dipermukaan yang belum diketahui status hukumnya dalam praktek
pengupahan dalam Islam.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu untuk memuat tentang pengertian yang
bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian.19 Penelitian ini
berjudul “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon di Toko
RANDU Surabaya”. Untuk memudahkan pemahaman dalam judul
penelitian ini, maka perlu untuk menjelaskan secara operasional agar
terjadi kesepahaman dalam memahami judul skripsi.
Hukum Islam : Adalah peraturan-peraturan dan ketentuan
hukum yang bersumber dari Al-Quran.
as-Sunnah dan ijtihad para ulama’.20 Hukum
Islam yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah tentang Ijarah (upah).
Undang-Undang
19 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
(Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum, 2016), 9. 20
Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman-Islam (Jakarta: Gema Insani
14
Nomor 13 Tahun 2003 : Adalah ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan mengenai perlindungan
terhadap tenaga kerja Indonesia untuk
menjamin hak-hak dasar pekerja dan
mewujudkan kesejahteraan bagi para
pekerja.
Upah Sistem Tandon : Peraturan tentang sistem pengupahan di
toko randu Surabaya dengan mekanisme
gaji karyawan tidak dibayarkan secara
penuh melainkan dibayarkan sebagian, Dan
sisa gaji yang belum dibayarkan tersebut di
tahan sampai akhir tahun. Dan di akhir
tahun sisa gaji tersebut di bayarkan dalam
bentuk beras.
Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah praktek
pengupahan sistem tandon yang ada di toko RANDU Surabaya yang
kemudian di analisis menggunakan hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
H. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
terhadap pengupahan sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya.
15
serangkaian langkah yang sistematis, adapun langkah-langkah tersebut
terdiri dari, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data dan
sistematika pembahasan.
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang
berkenaan dengan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini
sesuai dengan rumusan masalah diatas. Data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini meliputi:
a. Data tentang mekanisme pengupahan pegawai di Toko RANDU
Surabaya.
b. Data tentang praktek sisa upah yang di tandon sampai akhir tahun
di Toko RANDU Surabaya.
c. Data tentang upah pegawai di Toko RANDU Surabaya.
d. Data tentang upah yang tidak dibayarkan ketika mengundurkan
diri di Toko RANDU Surabaya.
e. Data tentang analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap upah sistem tandon
di Toko RANDU Surabaya.
2. Sumber data
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini
agar mendapatkan data yang konkrit serta ada kaitannya dengan
masalah di atas. Adapun sumber-sumber data dalam penelitian ini di
16
a. Sumber primer
Yaitu sumber yang diperoleh langsung dari sumber subyek
penelitian.21 Yakni sumber data dari informasi atau wawancara
dengan pemilik Toko RANDU Surabaya dan pegawai yang telah
ditunjuk yaitu Fanny. Menanyakan perihal tentang bagaimana
pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya dan perihal
bagaimana kejadian upah yang tidak dibayarkan ketika
mengundurkan diri yang dialami oleh Fanny.
b. Sumber sekunder
Yaitu sumber yang diperoleh dari bahan kepustakaan. data
sekunder merupakan data pendukung proyek penelitian dan
sebagai pelengkap data primer, mengingat data primer merupakan
data praktek dalam lapangan.22 Karena penelitian ini merupakan
penelitian yang tidak terlepas dari kajian hukum Islam maupun
Undang-Undang yang berlaku, maka penulis menempatkan data
sekunder yang berkenaan dengan kajian-kajian tersebut sebagai
sumber data sekunder. Adapun buku-buku atau literatur yang
menjadi sumber data sekunder dalam skripsi ini meliputi:
1. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mualamat (Hukum
Perdata Islam)
2. M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh
Muamalat)
21 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 236.
17
3. Helmi Karim, Fiqh Muamalah
4. M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam
Lembaga Keuangan Syariah.
5. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah
6. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Data sekunder selain disebutkan diatas juga dapat diperoleh
dari tulisan-tulisan yang tersebar, buku-buku dan jurnal-jurnal,
media masa baik cetak maupun elektronik.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu suatu penggalian data dengan cara mengamati,
memperhatikan, mendengar dan mencatat terhadap peristiwa,
keadaan, atau hal lain yang menjadi sumber data.23 Dalam hal ini
peneliti akan terjun ke lapangan yakni di Toko Randu Surabaya
lebih dari 5 kali guna melihat langsung bagaimana praktek
pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya.
b. Wawancara (Interview), yakni proses percakapan dengan maksud
untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagaimana yang dilakukan
18
yaitu pewawancara dan yang diwawancarai. Oleh karena itu
wawancara merupakan metode pengumpulan data yang amat
terkenal, karena itu banyak digunakan di berbagai penelitian.24
Adapun dalam penelitian ini yakni dengan melakukan wawancara
langsung kepada para pihak yang berkaitan dengan bagaimana
pengupahan yang ada di toko RANDU Surabaya, yakni pemilik
toko dan pegawai yang telah ditunjuk yaitu Fanny.
c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat
atau mencatat suatu laporan yang telah tersedia. Dengan kata lain,
proses penyampaiannya dilakukan melalui data tertulis yang
memuat garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan
judul penelitian.25 Dokumentasi ini merupakan data konkrit (buku
induk toko RANDU Surabaya) yang bisa penulis jadikan acuan
untuk menilai adanya data-data pengupahan karyawan di Toko
RANDU Surabaya.
4. Teknik pengolahan data
Setelah data berhasil dikumpulkan dari lapangan maupun
penulisan. Maka peneliti menggunakan teknik pengolahan data
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Organizing, yaitu menyusun data yang diperoleh secara sistematis
menurut kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.
24 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
143.
19
b. Editing, yaitu data yang sudah dikumpulkan tersebut lalu
diperiksa kembali secara cermat. Pemeriksaan tersebut meliputi
segi kelengkapan sumber informasi, kejelasan makna, kesesuaian
dan keselarasan antara satu dan yang lainnya, relevansi dan
keseragaman, serta kesatuan kelompok data kembali data yang
diperoleh.
c. Analizing, yaitu menganalisa data-data tersebut sehingga
diperoleh kesimpulan-kesimpulan tertentu.26
5. Teknik analisis data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan
kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang
telah ditentukan.
a. Analisis deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan
serta menjelaskan data yang terkumpul, metode ini digunakan
untuk mengetahui gambaran tentang sistem pengupahan tandon di
Toko RANDU Surabaya.
b. Pola pikir deduktif, Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola
pikir deduktif yaitu pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan
20
berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.27 Pola pikir ini
berpijak pada teori-teori akad ijarah dan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang kemudian dikaitkan
dengan fakta di lapangan tentang praktek pengupahan sistem
tandon di Toko RANDU Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua memuat tentang landasan teori ujrah dalam Islam dan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
berkaitan dengan studi ini. Dalam hal ini memuat definisi ujrah, landasan
shara’ tentang ujrah, syarat-syarat ujrah, rukun ujrah, batalnya ujrah,
macam-macam ujrah dan berakhirnya ujrah serta ketentuan-ketentuan
yang terkandung dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan upah menurut hukum positif.
Bab ketiga merupakan laporan hasil penelitian tentang
pengupahan sistem tandon Di Toko RANDU Surabaya. Dalam bab ini
penulis membagi dalam pokok pembahasan, yang pertama menjelaskan
gambaran umum atau profil Toko RANDU Surabaya. Kedua, legalitas
27
21
toko randu. ketiga, sistem rekrutmen karyawan di Toko Randu. Empat,
latar belakang pengupahan sistem tandon. Kelima, konsep aplikasi sistem
pengupahan tandon yang diterapkan Di Toko RANDU Surabaya.
Keenam, sisah upah pegawai yang tidak di bayarkan ketika
mengundurkan diri.
Bab keempat, memuat tentang analisis hukum Islam dan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap upah
sistem tandon di Toko RANDU Surabaya. Pada bab ini merupakan
kerangka menjawab pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam bab
tiga yang didasarkan pada landasan teori yang terdapat dalam bab dua.
Adapun sistematikanya yang pertama adalah pengupahan sistem tandon
yang diterapkan di Toko RANDU Surabaya. Dan yang kedua adalah
analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem tandon di Toko RANDU
Surabaya.
Bab lima, merupakan bab penutup dari keseluruhan isi
pembahasan skripsi, pada bab ini meliputi kesimpulan dan saran dari
BAB II
KETENTUAN UPAH DALAM ISLAM, UNDANG-UNDANG NOMOR 13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN
A. Pengertian Upah
Upah dalam bahasa arab disebut al-ujrah.1 Ijarah diambil dari kata
“al-ajr”, yang artinya ialah al-iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala
(twasab) dinamakan “ajr” (upah atau pahala).2 Sedangkan secara istilah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.3
Sedangkan menurut Sudarsono dalam bukunya “pokok-pokok
hukum Islam”, Ijarah adalah perjanjian atau perikatan mengenai
pemakaian dan pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang.4
Menurut istilah para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan
Ijarah, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Ash-Syafi’iyah, Ijarah ialah:
ٍمْﻮُﻠْﻌَﻣ ضَﻮِﻌِﺑ ِﺔَﺣﺎَﺑﻻاَو ِلْﺬَﺒْﻠِﻟ ٌﺔَﻠِﺑﺎَﻗ ٌﺔَﺣﺎَﺒُﻣ ﺔَﻣْﻮُﻠْﻌَﻣ ةَدْﻮُﺼْﻘَﻣ ﺔَﻌَﻔْـﻨَﻣ ﻰَﻠَﻋ ٌﺪْﻘَﻋ
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 9. 2 Sayyid sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz 3, (Dar Al-Fikr, Beirut: cet III, 1981), 198.
3
Abdur Rahman Al-Jaziry, Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (Beirut: Darul Kutub, 2006), 74.
23
“akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima-menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”.
2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, Ijarah ialah:
ٌﺪْﻘَﻋ
ضَﻮِﻌِﺑ ﺎَﻬُﻜْﻴِﻠْﻤَﺗ ْىَأ ةَدْوُﺪْﺤَﻣ ةﱠﺪُﻤِﺑ ءﻲْﻴﱠﺸﻟا ِﺔَﻌَﻔْـﻨَﻣ ﻰَﻠَﻋ ِﺔَﻟَدﺎَﺒُﻤْﻟا ٌﺔَﻋْﻮُﺿْﻮَﻣ
ﻊِﻓ ﺎَﻨَﻤْﻟا ُﻎْﻴَـﺑ َﻲِﻬَﻓ
“akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”.53. Menurut Idris Ahmad, upah artinya mengambil manfaat tenaga orang
lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.6
Berdasarkan definisi-definisi diatas, kira dapat dipahami bahwa
Ija>rah adalah menukarkan sesuatu dengan adanya imbalan. Jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan
upah-mengupah. Sewa-menyewa adalah menjual manfaat dan upah-mengupah
adalah menjual tenaga atau kekuatan.
Dalam istilah hukum Islam orang yang menyewakan atau orang
yang mempunyai tenaga disebut dengan “mu’ajir”, sedangkan orang yang
menyewa atau orang yang membutuhkan tenaga disebut dengan
“musta’jir”, benda yang disewakan atau tenaga diistilahkan dengan
“ma’jur” dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang
atau tenaga tersebut disebut dengan “upah atau ujrah”.
5
Sahori Sahrani, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 168. 6
24
Dalam konsep sederhana, akad Ijarah adalah akad sewa
sebagimana yang telah terjadi di masyarakat pada umumnya. Hal yang
harus diperhatikan dalam akad Ijarah ini adalah bahwa pembayaran oleh
penyewa merupakan imbal balik dari manfaat yang telah ia nikmati.
Maka yang terjadi objek dalam akad Ijarah adalah manfaat itu sendiri,
bukan bendanya. Benda bukanlah objek dari akad ini, meskipun akad
Ijarah kadang-kadang menganggap benda sebagai objek dan sumber
manfaat. Dalam akad Ijarah tidak selamanya manfaat diperoleh dari
sebuah benda, akan tetapi juga bisa berasal dari tenaga manusia. Ijarah
dalam pengertian ini bisa disamakan dengan upah-mengupah dalam
masyarakat.7
Sedangkan definisi upah menurut Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Upah adalah hak pekerja atau buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya
atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.8
7
M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 179.
25
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upah didefinisikan
sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga kerja yang sudah
dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.9
Menurut Edwin B. Flippo dalam karya tulisnya yang berjudul
“priciples of personal management” yang dimaksud upah ialah harga
untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi
kepentingan seseorang atau badan hukum.10
Sedangkan upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang
merupakan pengeluaran-pengeluaran pihak pengusaha, yang diberikan
kepada para pekerjanya atas penyerahan jasa-jasanya dalam waktu
tertentu kepada pihak pengusaha.11
Definisi di atas pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu
timbal balik dari pengusaha kepada karyawan. Sehingga dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan menjadi hak yang harus diterima oleh tenaga
kerja sebagai bentuk imbalan atas pekerjaan mereka yang didasarkan atas
perjanjian, kesepakatan atau undang-undang, dan ruang lingkupnya
mencakup pada kesejahteraan keluarganya.
Pengertian lain juga dapat kita lihat pada pernyataan Dewan
Perupahan Nasional yang juga mendefinisikan upah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu
9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet III, (Balai
Pustaka, 2003), 1250.
10 G.Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia berlandaskan Pancasila (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), 93.
26
pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, yang berfungsi sebagai
jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan
produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah
ditetapkan menurut suatu persetujuan, Undang-Undang dan
peraturan-peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi
kerja dan penerima kerja.12
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan definisi upah secara
umum yaitu hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pemilik modal (pengusaha) kepada pekerja (buruh)
atas pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, sesuai perjanjian
kerja, kesepakatan-kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
yang di dalamnya meliputi upah pokok dan tunjangan yang berfungsi
sebagai jaminan kelangsungan hidup dan kelayakan bagi kemanusiaan.
B. Landasan syarak tentang ujrah
Ujrah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-Quran dan sunnah
Rasulullah. Adapun diantara sebagai berikut:
a. Al-Quran :
12 Ahmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan (Jakarta:.
27
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Az-Zukhruf ayat 32)13
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik". (QS.Al-Qashash ayat 26-27)14
13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004),
491. 14
28 bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (QS.Ath Tholaq: 6).
Artinya: Rasulullah saw.”Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu Hanbal).
ﻦﻋ
نَأ َﻞﺒَﻗ ُﻩَﺮﺟَأ َﺮﻴِﺟَﻷا اﻮُﻄﻋُا م ص ﷲا لﻮﺳر ﻞﻟﺎﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑا
ُﻪُﻗَﺮَﻋ ﱠﻒِﺠَﻳ
Artinya: “Dari Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Berilah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya.” (HR.Ibnu Majah)Adapun ketentuan tentang kewajiban para pengusaha dalam
29
Pasal 1 ayat (3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam pasal 95 ayat (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh
pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan
denda dan Pasal 95 ayat (2) Undang-\Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan juga mengatur bahwa pengusaha yang terlambat
membayar upah pekerja yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian
pengusaha, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerja.
Adapun yang mengatur pengenaan denda tersebut adalah
pemerintah (Pasal 95 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan). Pedoman pengenaan denda diatur dalam Pasal
55 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,
yaitu:
a. Mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal
seharusnya upah dibayar, dikenakan denda 5% (lima persen) untuk
setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan;
b. Setelah lewat hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar,
dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditambah 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen)
dari upah yang seharusnya dibayarkan;
c. Sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda
30
ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank
pemerintah.15
Sedangkan menurut PP No 78 Tahun 2015 tentang upah menjelaskan
bahwasannya pentingnya upah dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
layak bagi setiap pekerja yaitu sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Penghasilan yang layak merupakan jumlah penerimaan atau
pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar.
(2) Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam bentuk:
a. Upah ;
b. Pendapatan non upah.
Pasal 5
(1) Upah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf a terdiri
atas komponen:
a. Upah tanpa tunjangan;
b. Upah pokok dan tunjangan tetap;
c. Upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap.
(2) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan
tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah
31
pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah
pokok dan tunjangan tetap.
(3) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap,
dan tunjangan tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, besarnya pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen)dari
jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
(4) Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 6
(1) Pendapatan non upah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (@2)
huruf b berupa tunjangan hari raya keagamaan.
(2) Selain tunjangan hari raya keagamaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pengusaha dapat memberikan pendapatan non upah berupa:
a. Bonus;
b. Uang pengganti fasilitas kerja;
c. Uang servis pada usaha tertentu.
C. Rukun Dan Syarat Ijarah
Rasulullah Saw juga mewajibkan setiap umat Islam untuk
memberikan upah kepada siapa saja telah memberikan jasa atau
manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah Saw. Mengancam
orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang-orang, tapi tidak mau
memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan
32 a. Rukun Ijarah
Adapun Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai
berikut:16
1. Aqid, yaitu mua’jir (orang yang membutuhkan tenaga) dan
musta’jir (orang yang membutuhkan tenaga).
2. Sighah, yaitu ijab dan qabul.
3. Ujrah, yaitu uang sewa atau upah.
4. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewakan atau jasa
dan tenaga dari orang yang bekerja.
b. Syarat Ijarah
Al-Ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi
syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi
lainnya. Adapun syarat-syarat akad Ijarah adalah sebagi berikut:
1. Syarat terjadinya akad
Syarat in’iqad (terjadinya akad) berkaitan dengan ‘aqid,
akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan ‘aqid adalah
berakal dan mumayyiz menurut Hanafiah, dan baligh menurut
Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan demikian, akad Ijarah tidak sah
apabila pelakunya (mu’ajir dan musta’jir) gila atau masih dibawah
umur.
Ulama malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat
Ijarah dan jual beli, sedangkan baligh adalah syarat untuk
33
kelangsungan (nafadz). Dengan demikian, akad anak menyewakan
dirinya (sebagai tenaga kerja) atau barang yang dimilikinya, maka
hukum akadnya sah, tetapi untuk kelangsungannya menunggu izin
walinya.17
2. Syarat kelangsungan akad (Nafadz)
Untuk kelangsungan (nafadz) akad Ijarah disyaratkan
terpenuhinya hak milik atau wilayah (kekuasaan). Apabila si
pelaku (‘aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan
(wilayah), seperti akad yang dilakukan oleh fudhuli, maka akadnya
tidak bisa dilangsungkan, dan menurut Hanafiah dan Malikiyah
statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan si
pemilik barang. Akan tetapi, menurut Syafi’iyah dan Hanabilah
hukumnya batal, seperti halnya jual beli.18
3. Syarat Sahnya Ijarah
a. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya
untuk melakukan akad Ijarah. Apabila salah seorang
diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak
sah.19 yakni berdasarkan firman Allah:
17 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2010), 321. 18 Ibid.,322.
34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”. (QS.Al-Anfal: 58)
b. Objek akad
Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui
secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan
dikemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek
Ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis
35
terima oleh penyewa serta menjelaskan jenis pekerjaan yang
harus dilakukan oleh pekerja.
Menurut Wahbah az Zuhaili penjelasan objek kerja
dalam penyewaan tenaga kerja adalah sebuah tuntutan untuk
menghindari ketidakjelasan. Hal itu karena ketidakjelasan
objek kerja dapat menyebabkan perselisisahan dan
mengakibatkan rusaknya akad.20 Jika ada orang menyewa
seorang pekerja tanpa menyebutkan objek kerjanya, seperti
menjahit, menggembala dan lain-lain. Perlunya penjelasan
objek kerja bagi para tenaga kerja kolektif dengan
menunjukkan atau menentukannya. Atau dapat pula dengan
penjelasan jenis, tipe, kadar dan sifatnya.
c. Objek akad Ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki
maupun syar’i.
d. Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang
diperbolehkan oleh syara’.
e. Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardhu dan bukan
kewajiban orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukannya
Ijarah. Hal tersebut karena seseorang yang melakukan
pekerjaan yang wajib dikerjakannya, tidak berhak menerimah
upah atas pekerjaannya itu. Dengan demikian, tidak sah
36
menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang sifatnya taqarrub dan taat kepada Allah.
f. Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari
pekerjaannya untuk dirinya sendiri. Apabila ia
memanfaatkannya pekerjaan untuk dirinya maka ijarah tidak
sah. Dengan demikian, tidak sah Ijarah atas perbuatan taat
karena manfaatnya untuk orang yang mengerjakan itu sendiri.
g. Manfaat mauqud ‘alaih harus sesuai dengan tujuan
dilakukannya akad Ijarah, yang biasa berlaku umum. Apabila
manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan dilakukannya
akad Ijarah maka Ijarah tidak sah.21
Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan upah (ujrah)
adalah sebagai berikut:
1. Upah harus berupa mal mutaqawwim yang diketahui. Syarat
ini disepakati oleh para ulama’. Syarat mal mutaqawwim
diperlukan dalam Ijarah, karena upah (ujrah) merupakan harta
atas manfaat, sama seperti barang dalam jual beli. Sedangkan
syarat “upah harus diketahui” didasarkan kepada hadis
Rasulullah:
ُﻩَﺮْﺟَا ُﻪْﻤِﻠْﻌُـﻴْﻠَـﻓ اًﺮِﺟَاَﺮَﺟْﺄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ
.
37
“siapa yang mempekerjakan seseorang hendaklah ia
memberitahukan kepadanya berapa bayarannya”.
Kejelasan tentang upah kerja ini diperlukan untuk
menghilangkan perselisihan antara kedua belah pihak.
Penentuan upah atau sewa ini boleh didasarkan ‘urf atau adat
kebiasaan.
2. Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat
ma’qud ‘alaih (objek akad). Apabila upah atau sewa sama
dengan jenis manfaat barang yang disewa, maka Ija>rah tidak
sah.22
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di
lakukan dalam melaksanakan kerja guna terselenggaranya hal tersebut
diantaranya adalah:
Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja.
Pasal 51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
38 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b
dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d
batal demi hukum.
Pasal 53
Segala hal dan atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan
perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
pengusaha.
Pasal 54
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya
memuat :
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja.
39 d. Tempat pekerjaan.
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha
dan pekerja.
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perusahaan, perjanjian kerja sama, dan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibaut
sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan
hukum yang sama, serta pekerja dan pengusaha masing-masing
mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasal 55
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan atau diubah, kecuali atas
persetujuan para pihak.
Sedangakn menurut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang
pengupahan dijelaskan bahwa penetapan upah dan cara pembayaran upah
yang disarankan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
Pasal 12
40 a. Satuan waktu;
b. Satuan hasil.
Pasal 13
(1) Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal
12 huruf a ditetapkan secara harian, mingguan, atau bulanan.
(2) Dalam hal upah ditetapkan secara harian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perhitungan upah sehari sebagai berikut:
a. Bagi pengusaha dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam
seminggu, upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima);
b. Bagi pengusaha dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam
seminggu, upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).
Pasal 17
(1) Upah wajib dibayarkan kepada pekerja yang bersangkutan.
(2) Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran upah yang memuat
rincian upah yang diterima oleh pekerja pada saat upah dibayarkan.
(3) Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga dengan surat kuasa dari
pekerja yang bersangkutan.
(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk
1 (satu) kali pembayaran upah.
Pasal 18
(1) Pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan
41
(2) Dalam hal hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur
atau hari yang diliburkan, atau hari istirahat mingguan, pelaksanaan
pembayaran upah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 19
Pembayaran upah oleh pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling
cepat seminggu 1 (satu) kali atau paling lambat sebulan 1 (satu) kali
kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.
Pasal 20
Upah pekerja harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per
tanggal pembayaran upah.
Pasal 21
(1) Pembayaran upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah Negara
Republik Indonesia.
(2) Pembayaran upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada tempat yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
(3) Dalam hal tempat pembayaran upah tidak diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka
pembayaran upah dilakukan di tempat pekerja biasanya bekerja.
D. Macam-macam Ujrah
Dilihat dari segi objeknya, akad Ijarah dibagi dua macam , yaitu:
42
bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan
pakaian.
Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini
diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu yaitu
Ijarah yang bersifat kelompok (serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga
diperbolehkan seperti menggaji pembantu rumah, tukang kebun, dan
satpam.23
Sedangkan Ijarah ‘ala al-a’mal terbagi menjadi dua yaitu:
a. Ijarah khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa
tertentu. Dalah hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain
orang yang telah mempekerjakannya. Contohnya seseorang yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.
b. Ijarah musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu
orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.
Contohnya tukang jahit, notaris dan pengacara. Hukumnya adalah ia
(ajir musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang
menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang
lain. Ia (ajir musytarak) tidak berhak atas upah kecuali dengan
bekerja.24
23 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), 236.
43
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan telah disebutkan macam-macam upah yakni
terdapat dalam pasal 88 sebagai berikut:
Pasal 88
(1) Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1),
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja atau buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja sebagimana
dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. Upah minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di laur
pekerjaannya.
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
f. Bentuk dan cara pembayaran upah.
g. Denda dan potongan upah.
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.
44
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan dijelaskan bahwasannya ada beberapa macam upah ialah
sebagai berikut:
Pasal 33
Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf b
wajib dibayar oleh pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi
waktu kerja atau pada istirahat mingguan atau dipekerjakan pada hari
libur resmi sebagai kompensasi kepada pekerja yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang
pesangon terdiri atas:
a. Upah pokok;
b. Tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya,
termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja
secara Cuma-Cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja
dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga
45
(2) Dalam hal pengusaha memberikan upah tanpa tunjangan, dasar
perhitungan uang pesangon dihitung dari besarnya upah yang diterima
pekerja.
Pasal 41
(1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah
bulanan terendah yang terdiri dari atas:
a. Upah tanpa tunjangan;
b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Pasal 42
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) hanya
berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun
pada perusahaan yang bersangkutan.
(2) Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
dirundingkan secara bipartit antara pekerja dengan pengusaha di
perusahaan yang bersangkutan.
E. Batal dan Berakhirnya Ujrah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad
tidak memiliki hak fasakh (batal), karena ia merupakan akad pertukaran.
Kecuali jika diketahui hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah tidak menjadi
fasakh dengan matinya salah satu yang berakad sedangkan yang
diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia
46
Adapun hal-hal yang menjadi Ijarahnya fasakh (batal) sebagai
berikut:25
1. Terjadinya aib pada barang sewaan.
Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi obyek perjanjian
sewamenyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan
pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian
pihak penyewa sendiri.
2. Rusaknya barang yang disewakan.
Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa
mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan
lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan, misalnya yang menjadi
obyek sewa menyewa adalah rumah, kemudian rumah tersebut
terbakar atau roboh, sehingga rumah tersebut tidak dapat digunakan
kembali.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur a’laih).
Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan
sewamenyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau
musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka
akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi. Misalnya : si A
mengupahkan kepada si B untuk menjahit bakal baju, dan kemudian
bakal baju itu mengalami kerusakan, maka perjanjian sewa-menyewa
akan berakhir sendirinya.
25
47 4. Terpenuhi manfaat yang diakadkan.
Dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa apa yang menjadi tujuan
perjanjian telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah
berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para pihak.
Misalnya : Dalam hal persewaan tenaga (perburuhan), apabila buruh
telah melaksanakan pekerjaannya dan mendapatkan upah sepatutnya,
dan masa kontrak telah berakhir, maka dengan sendirinya berakhirlah
perjanjian sewa-menyewa.
5. Adanya uzur.
Adanya uzur merupakan salah satu penyebab putus dan
berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut
datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur
di sini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat
terlaksana sebagaimana mestinya. Misalnya : seorang menyewa toko
untuk berdagang, kemudian barang dagangannya musnah terbakar,
atau dicuri orang sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak
penyewa dapat membatalkan perjanjian sewa-menyewa toko yang
telah diadakan sebelumnya.
Berakhirnya akad Ijarah:
1. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih
dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan