• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Upah Sistem Tandon di Toko Randu Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Upah Sistem Tandon di Toko Randu Surabaya."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

CHUSAIRI YULIANTO NIM: C32213085

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) tentang: “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Upah Sistem Tandon di Toko RANDU Surabaya”. penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya dan bagaimana praktek upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu menjabarkan realita tentang pelaksanaan pengupahan berdasarkan observasi lapangan. Kemudian data dianalisis menggunakan pola pikir deduktif, yakni ketentuan hukum Islam mengenai akad Ijarah (ujrah) dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai praktek upah sistem tandon di Toko RANDU Surabaya, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya ini dilatarbelakangi oleh pemilik toko yang berkeinginan tidak hanya pelanggan saja yang membeli beras di Toko RANDU tetapi para karyawannya juga harus membeli beras di Toko RANDU. Dan dalam prakteknya antara pemilik Toko RANDU beserta karyawan telah melakukan perjanjian kerja di awal secara lisan tentang adanya peraturan upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya. Disana pemilik toko menjelaskan bahwa karyawan di Toko RANDU mendapatkan gaji sebesar Rp.2.000.000 per bulan akan tetapi setiap bulannya karyawan mendapatkan gaji sebesar Rp.1.800.000 dan yang Rp.200.000 akan di tahan sampai akhir tahun. Dan di akhir tahun setiap karyawan mendapatkan sisa gaji yang belum terbayarkan dalam bentuk beras yang nominalnya sama dengan sisa gaji yang belum terbayarkan sebelumnya, dan para karyawan telah sepakat dengan peraturan tersebut. Adapun penerapan upah sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah sesuai, akan tetapi hasil akhir dari upah yang ditandon berupa beras tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Mengenai upah yang tidak dibayar ketika Fanny mengundurkan diri tersebut ialah termasuk pelanggaran menurut hukum Islam dan Undang-Undang yang berlaku.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

(8)

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II KETENTUAN UPAH DALAM ISLAM, UU NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PP NO.78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN A. Pengertian Upah ... 22

B. Landasan Shara’ Tentang Ujrah ... 26

C. Rukun dan Syarat Ijarah ... 31

a. Rukun Ijarah ... 32

b. Syarat Ijarah ... 32

D. Macam-macam Ujrah ... 41

E. Batal dan Berakhirnya Ujrah ... 45

BAB III UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA ... A. Profile Toko Randu Surabaya ... 51

1. Permodalan ... 51

2. Pendapatan Bulanan Toko Randu Surabaya ... 52

3. Struktur Organisasi ... 58

4. Macam-macam Barang yang Tersedia Di Toko Randu Surabaya ... 60

5. Peran Toko Randu Surabaya di Lingkungan Sekitar ... 62

B. Legalitas Toko Randu Surabaya ... 63

(9)

D. Kontrak Kerja Di Toko Randu Surabya ... 65

E. Upah Sistem Tandon ... 65

F. Latar Belakang Upah Sistem Tandon ... 66

G. Aplikasi Upah Sistem Tandon ... 67

H. Sisa Upah Yang Tidak Dibayarkan Ketika Mengundurkan Diri ... 68

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO.13 TAHUN 2003 TETANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Upah Sistem Tandon Di Toko Randu Surabaya ... 70

B. Analisis UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon Di Toko Randu Surabaya ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna. Berbagai seluruh aktivitas

manusia di dalamnya telah diatur oleh hukum Islam, baik itu di dalam hal

ibadah, muna<kaha<t, jina>ya<t maupun muamalah. Lebih lanjut muamalah

dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Al-muamalah al-ma>diyah dan

Al-muamalah al-ada>biyah.

Al-muamalah al-ma<diyah adalah muamalah yang mengkaji segi

objeknya yaitu benda. Dalam aspek ini muamalah mengatur aspek

kebendaan yang dipandang oleh syarak halal, haram, shubhat untuk

dimiliki, diperjualbelikan atau diusahakan. al-muamalah al-ma>diyah

memberikan panduan kepada manusia tentang benda-benda yang layak

atau tidak untuk dimiliki dan dilakukan tindakan hukum atasnya. Maka,

dari prespektif ini, dalam pandangan muamalah tidak semua benda (harta)

boleh dimiliki (dikuasai), meskipun benda tersebut mempunyai nilai guna

bagi manusia.

Al-muamalah al-ada>biyah adalah mengkaji aturan-aturan Allah

yang berkaitan dengan aktivitas manusia sebagai subyek hukum terhadap

sebuah benda. Dari aspek ini, mu’a>malah mengatur tentang

batasan-batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak oleh manusia terhadap

(11)

2

manusia untuk melakukan tindakan hukum terhadap sebuah benda. Maka,

dari prespektif ini, dalam pandangan mu’a>malah semua prilaku manusia

harus memenuhi persyaratan “etis-normatif” agar prilaku tersebut

dipandang layak untuk dilakukan.1

Muamalah merupakan bagian dari rukun hukum Islam yang

mengatur tentang hubungan antara seseorang dengan orang lain. Contoh

hukum Islam yang termasuk muamalah salah satunya adalah Ijarah

(sewa-menyewa dan upah)

Upah menurut Hukum Islam ialah ijarah atau ujrah. Ijarah artinya

upah, sewa, jasa atau imbalan.2 Menurut bahasa Ijarah berarti “upah” atau

“ganti” umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau

imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.3

Dalam arti luas, Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran

manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah

tertentu. Seperti dalam Al-Quran surah Az-Zukhruf: 32

Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat

1

M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah

(Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 7.

2 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2003), 227.

(12)

3

mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.4

Para ulama fikih juga mengemukakan Hadis Rasulullah yang berbunyi:

ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﺍ ﻝ ﻮﺳ ﺭ ﱠﻥﹶﺃ

ﻩﺮﺟﹶﺃ ﻡﺎﺠﺤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻄﻋﹶﺃﻭ ﻢﺠﺘﺣﺍ

Rasulullah saw.”Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu Hanbal)5

Ijarah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu Ijarah manfaat (Al-ijarah ‘ala>

al-manfa’ah) atau sewa-menyewa murni dan Ijarah yang bersifat

pekerjaan (Al-Ijarah ‘ala> al-a’mal).

Al-Ijarah ‘ala< al-a’ma<l (Ijarah yang bersifat pekerjaan) yaitu;

dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir

adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga dan jasa. Kemudian

musta’jir adalah pihak yang membutukan keahlian, tenaga, atau jasa

tersebut dengan imbalan tertentu. Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas

tenaga yang ia keluarkan untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan

tenaga atau jasa dari mu’jir.6

Islam menghendaki agar dalam pelaksanaan Ijarah itu senantiasa

diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya

yang tidak merugikan salah satu pihak pun serta terpelihara pula

maksud-maksud mulia yang diinginkan agama, diantaranya di dalam melakukan

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 491.

5 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu Juz IV (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah,

1990), 731.

6 M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah

(13)

4

akad tidak boleh ada unsur penipuan, baik yang datang dari mu’jir dan

musta’jir.7

Islam menawarkan sebuah solusi yang masuk akal mengenai

masalah-masalah yang ada di masyarakat saat ini. didasarkan pada

keadilan dan kejujuran serta melindungi kepentingan baik majikan

maupun pekerja. Menurut Islam, upah harus ditetapkan dengan cara yang

layak, patut, tanpa merugikan kepentingan pihak mana pun, dengan tetap

mengingat ajaran Islam berikut ini:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.An-Nahl: 90)

ﻪﹸﻗﺮﻋ ﻒﹺﺠﻳ ﻥﹶﺃ ﹶﻞﺒﹶﻗ ﻩﺮﺟﹶﺃ ﲑﹺﺟَﻷﺍ ﺍﻮﹸﻄﻋﹸﺍ

Artinya “Dari Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Berilah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)8

Begitu juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja atau buruh yang

diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari

pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan

7 Ibid.,35.

8 Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qozwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2,

(14)

5

dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja atau kesepakatan. Dalam

hal ini upah haruslah dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja dan

menjadi hak penuh dari seorang pekerja.9

Di dalam setiap transaksi muamalah haruslah disertai akad untuk

mengikat kedua belah pihak dalam satu perjanjian atau perserikatan.

Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang

dibenarkan syarak yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada

objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan

yang diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk

menerimanya.10 Dari definisi diatas akad haruslah sesuai dengan

keinginan kedua belah pihak dan tidak boleh mengingkari dari akad yang

dibuat oleh kedua pihak tersebut.

Begitu pula menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 52 ayat 1 poin a dijelaskan bahwa

dalam perjanjian kerja haruslah sesuai kesepakatan kedua belah pihak.11

Persoalan perjanjian kerja perlu diperhatikan untuk terpenuhinya hak dan

kewajiban masing-masing pihak tanpa ada pihak yang terlanggar haknya.

Disini pentingnya batasan-batasan yang menjamin tidak terselenggaranya

hak antar pihak yang sedang melaksanakan perjanjian.

Adapun dalam praktiknya di Toko RANDU Surabaya tentang

pengupahan yang diterapkan oleh pemilik toko sedikit berbeda dari

9 Lihat pasal 1 ayat 30 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

10Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mualamat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII

Press Yogyakarta, 2004), 65.

(15)

6

toko yang lain adalah setiap bulan gaji pegawai tidak diberikan secara

penuh melainkan sebagian gaji pegawai harus ditandon sampai akhir

tahun. Besaran jumlah upah yang didapat oleh setiap pegawai adalah

Rp.2.000.000 per bulan namun setiap bulannya pegawai hanya menerima

upah sebesar Rp.1.800.000. dan sisa upah yang belum terbayarkan

Rp.200.000 tersebut ditandon sampai akhir tahun. dan pada saat di akhir

tahun setiap pegawai mendapatkan sisa gaji yang belum terbayarkan

dengan berupa beras yang diberi oleh pemilik toko sebagai ganti dari sisa

upah yang belum dibayarkan. Untuk setiap pegawai mendapatkan 10

karung beras di akhir tahunnya. Mengenai aturan pengupahan dari

pemilik toko tersebut setiap pegawai toko sepakat dan tidak ada masalah

dengan aturan tersebut.

Di Pertengahan tahun, awal bulan Juli 2016 salah satu pegawai

yang bernama Fanny berniat ingin mengundurkan diri dikarenakan dia

sedang mengandung dan usia kandungannya sudah hampir masuk usia 9

bulan. Fanny berfikir bahwa ia akan mendapatkan sisa upah yang belum

terbayar selama 6 bulan yang jumlahnya Rp.1.200.000 dari sisa gaji yang

ditandon tersebut.12 Pada kenyataannya sisa upah yang di dapat oleh

Fanny dari pemilik toko hanya sebesar Rp.600.000 saja. Pemilik toko

beralasan bahwa Fanny sedirilah yang berniat mengundurkan diri bukan

pemilik toko yang ingin mengeluarkannya. Dalam masalah perjanjian

kerja antara pekerja dengan pemilik toko tersebut tidak ada penjelasan

12 Fanny Eka Nawang Wulan (Pegawai Toko Randu Surabaya), Wawancara Surabaya, 15

(16)

7

mengenai sisa upah yang tandon tersebut yang tidak diberikan ketika

seorang pegawai mengundurkan diri.

Dari permasalahan diatas tidak adanya akad atau perjanjian kerja

diawal dan pihak pekerja tidak tau apabila ada seorang pegawai yang

mengundurkan diri di toko tersebut akan tidak mendapatkan sisa upah

yang ditandon. Seharusnya baik pekerja maupun majikan mereka tidak

boleh merugikan satu sama lain dan harus menunjukkan keadilan dan

kebaikan dalam hubungan mereka. Oleh karena itu, majikan harus

membayar upah yang belum dibayarkan kepada pekerja karena upah

tersebut adalah menjadi hak dari seorang pekerja tersebut.

Berdasarkan realita dan keterangan itulah yang melatarbelakangi

penulis tertarik untuk meneliti terkait praktik pengupahan sistem tandon

di Toko RANDU Surabaya. Dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk

skripsi yang berjudul “ Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon Di

Toko RANDU Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian

(17)

8

diduga sebagai masalah.13 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

mengidentifikasi inti dari permasalahan yang terkandung sebagai berikut :

1. Praktek pengupahan dalam Islam.

2. Praktek pengupahan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan.

3. Praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya.

4. Praktek pengupahan dari sisa gaji yang di tandon selama akhir tahun

berupa beras.

5. Praktek pengupahan yang tidak di bayar ketika mengundurkan diri di

Toko RANDU Surabaya.

6. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan terhadap pengupahan yang ada di Toko

RANDU Surabaya.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, penulis perlu menjelaslan

batasan dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini

agar terfokus dan terarah. Dan adapun batasan dalam skripsi ini sebagai

berikut:

1. Praktek pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya.

2. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem tandon yang

ada di Toko RANDU Surabaya.

13 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi

(18)

9

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Praktek pengupahan di Toko RANDU Surabaya?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap pengupahan sistem tandon

yang ada di Toko RANDU Surabaya?

D. Kajian Pustaka

Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan tidak merupakan

pengulangan dari penelitian yang sudah ada.14 Bahwa penulis menemukan

penelitian dari angkatan sebelumnya yaitu yang berjudul sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh M.Farid Fadllullah, mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016,

dengan judul “Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan

Bedasarkan Kelebihan Timbangan Di Desa Mingkung Jaya

Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi”. Skripsi ini

membahas tentang praktek pengupahan pekerja timbangan kelapa

sawit dengan disesuaikan jumlah kelebihan timbangan dan kemudian

diuangkan. Kemudian upah tersebut diberikan dalam jangka waktu

sebulan sekali. Menurut prespektif Hukum Islam bahwa praktik

pengupahan tersebut sesuai Hukum Islam. Karena pihak kelompok

(19)

10

tani dan pihak pekerja mengetahui dengan jelas adanya kelebihan dari

timbangan kelapa sawit. Pihak pekerja juga tidak merasa dirugikan

dengan besaran upah yang diterima.15

2. Skripsi yang ditulis oleh Kiki Amalia, Mahasiswi Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016, dengan

judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli

Bangunan Dengan Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan

Waru Kabupaten Pamekasan”. Skripsi ini membahas tentang kuli

bangunan yang membangun rumah dan upah yang diberikan

kepadanya di hutang terlebih dahulu yaitu di bayarkan ketika musim

tembakau. Sedangkan menurut tinjauan Hukum Islam praktik hutang

piutang pemberian upah kuli bangunan diperbolehkan dalah Hukum

Islam, karena dalam syarat dan rukunnya sudah terpenuhi. Selain itu

menurut Mazhab Hanafi hanya mensyaratkan mempercepat upah dan

menangguhkannya sah.16

3. Skripsi yang ditulis oleh Achmad Nadiful Alim, Mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Suarabaya pada tuhun 2015,

dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan

Penggarapan Sawah Di Desa Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu

Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan

15 Farid Fadllullah, “Studi Hukum Islam Tentang Sistem Pengupahan Bedasarkan Kelebihan

Timbangan Di Desa Mingkung Jaya Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi” (Skripsi --, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016), vii.

16 Kiki Amalia, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan

(20)

11

kerjasama pengupahan penggarapan sawah yang telah terjadi di Desa

Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang dimana

Bapak Sumarno memberikan modal kepada Bapak Mislan dan Bapak

Rojik sebesar Rp.1.300.000 untuk keperluan penggarapan sawah dan

Bapak Sumarno akan memberikan upah sesudah panen, kemudian

sawah Bapak Sumarno ketika panen mendapatkan 10 karung

kemudian dijual kepada tengkulak Rp.1.900.000 pemilik sawah

mendapat Rp.1.000.000 sedangkan upah penggarapan sawah

Rp.900.000 maka dipresentasekan 60%:40% kemudian yang 40%

dibagi 2 orang yaitu 50%:50% jadi masing-masing penggarap sawah

mendapatkan Rp.450.000. maka kesimpulan di atas hukumnya fasid

karena mu’jir memberikan upah kepada musta’jir sesudah hasil panen

dan dalam prakteknya terdapat syarat yang tidak terpenuhi yaitu

mengenai syarat menjelaskan tentang ketentuan upah yang harus

diberikan kepada pekerja.17

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai dalam sebuah

penelitian dan juga menentukan arah penelitian agar tetap dalam koridor

17 Achmad Nadiful Alim, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan Penggarapan Sawah Di

Desa Sumber Rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo” (Skripsi--, UIN Sunan Ampel,

(21)

12

yang benar hingga tercapainya sesuatu yang disetujui.18 Tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui praktek pengupahan yang ada di Toko RANDU

Surabaya.

2. Mengetahui analisis Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem

tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan secara teoretis, sebagai upaya untuk menambah dan

memperluas wawasan serta pengetahuan tentang analisis hukum Islam

dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

terhadap pengupahan sistem tandon dan untuk mengetahui alasan

kenapa sisah upah pekerja yang mengundurkan diri tidak dibayarkan

oleh pemilik toko. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan

informasi bagi para pembaca dalam memahami hukum Islam maupun

hukum positif tentang pengupahan.

2. Kegunaan secara praktis, diharapkan hasil penelitian yang berupa

skripsi ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan kepada para pemikir

hukum Islam di masa modern, para pembaca, para pemilik toko

apapun dan para pegawai atau pekerja untuk dijadikan sebagai salah

(22)

13

satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa yang muncul

dipermukaan yang belum diketahui status hukumnya dalam praktek

pengupahan dalam Islam.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu untuk memuat tentang pengertian yang

bersifat operasional dari konsep atau variabel penelitian.19 Penelitian ini

berjudul “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Upah Sistem Tandon di Toko

RANDU Surabaya”. Untuk memudahkan pemahaman dalam judul

penelitian ini, maka perlu untuk menjelaskan secara operasional agar

terjadi kesepahaman dalam memahami judul skripsi.

Hukum Islam : Adalah peraturan-peraturan dan ketentuan

hukum yang bersumber dari Al-Quran.

as-Sunnah dan ijtihad para ulama’.20 Hukum

Islam yang dimaksud dalam skripsi ini

adalah tentang Ijarah (upah).

Undang-Undang

19 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi

(Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum, 2016), 9. 20

Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman-Islam (Jakarta: Gema Insani

(23)

14

Nomor 13 Tahun 2003 : Adalah ketentuan-ketentuan atau

peraturan-peraturan mengenai perlindungan

terhadap tenaga kerja Indonesia untuk

menjamin hak-hak dasar pekerja dan

mewujudkan kesejahteraan bagi para

pekerja.

Upah Sistem Tandon : Peraturan tentang sistem pengupahan di

toko randu Surabaya dengan mekanisme

gaji karyawan tidak dibayarkan secara

penuh melainkan dibayarkan sebagian, Dan

sisa gaji yang belum dibayarkan tersebut di

tahan sampai akhir tahun. Dan di akhir

tahun sisa gaji tersebut di bayarkan dalam

bentuk beras.

Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah praktek

pengupahan sistem tandon yang ada di toko RANDU Surabaya yang

kemudian di analisis menggunakan hukum Islam dan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

H. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)

terhadap pengupahan sistem tandon yang ada di Toko RANDU Surabaya.

(24)

15

serangkaian langkah yang sistematis, adapun langkah-langkah tersebut

terdiri dari, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data dan

sistematika pembahasan.

1. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang

berkenaan dengan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini

sesuai dengan rumusan masalah diatas. Data yang akan dikumpulkan

dalam penelitian ini meliputi:

a. Data tentang mekanisme pengupahan pegawai di Toko RANDU

Surabaya.

b. Data tentang praktek sisa upah yang di tandon sampai akhir tahun

di Toko RANDU Surabaya.

c. Data tentang upah pegawai di Toko RANDU Surabaya.

d. Data tentang upah yang tidak dibayarkan ketika mengundurkan

diri di Toko RANDU Surabaya.

e. Data tentang analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap upah sistem tandon

di Toko RANDU Surabaya.

2. Sumber data

Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini

agar mendapatkan data yang konkrit serta ada kaitannya dengan

masalah di atas. Adapun sumber-sumber data dalam penelitian ini di

(25)

16

a. Sumber primer

Yaitu sumber yang diperoleh langsung dari sumber subyek

penelitian.21 Yakni sumber data dari informasi atau wawancara

dengan pemilik Toko RANDU Surabaya dan pegawai yang telah

ditunjuk yaitu Fanny. Menanyakan perihal tentang bagaimana

pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya dan perihal

bagaimana kejadian upah yang tidak dibayarkan ketika

mengundurkan diri yang dialami oleh Fanny.

b. Sumber sekunder

Yaitu sumber yang diperoleh dari bahan kepustakaan. data

sekunder merupakan data pendukung proyek penelitian dan

sebagai pelengkap data primer, mengingat data primer merupakan

data praktek dalam lapangan.22 Karena penelitian ini merupakan

penelitian yang tidak terlepas dari kajian hukum Islam maupun

Undang-Undang yang berlaku, maka penulis menempatkan data

sekunder yang berkenaan dengan kajian-kajian tersebut sebagai

sumber data sekunder. Adapun buku-buku atau literatur yang

menjadi sumber data sekunder dalam skripsi ini meliputi:

1. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mualamat (Hukum

Perdata Islam)

2. M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh

Muamalat)

21 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 236.

(26)

17

3. Helmi Karim, Fiqh Muamalah

4. M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam

Lembaga Keuangan Syariah.

5. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah

6. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan

7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Data sekunder selain disebutkan diatas juga dapat diperoleh

dari tulisan-tulisan yang tersebar, buku-buku dan jurnal-jurnal,

media masa baik cetak maupun elektronik.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu suatu penggalian data dengan cara mengamati,

memperhatikan, mendengar dan mencatat terhadap peristiwa,

keadaan, atau hal lain yang menjadi sumber data.23 Dalam hal ini

peneliti akan terjun ke lapangan yakni di Toko Randu Surabaya

lebih dari 5 kali guna melihat langsung bagaimana praktek

pengupahan yang ada di Toko RANDU Surabaya.

b. Wawancara (Interview), yakni proses percakapan dengan maksud

untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,

organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagaimana yang dilakukan

(27)

18

yaitu pewawancara dan yang diwawancarai. Oleh karena itu

wawancara merupakan metode pengumpulan data yang amat

terkenal, karena itu banyak digunakan di berbagai penelitian.24

Adapun dalam penelitian ini yakni dengan melakukan wawancara

langsung kepada para pihak yang berkaitan dengan bagaimana

pengupahan yang ada di toko RANDU Surabaya, yakni pemilik

toko dan pegawai yang telah ditunjuk yaitu Fanny.

c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat

atau mencatat suatu laporan yang telah tersedia. Dengan kata lain,

proses penyampaiannya dilakukan melalui data tertulis yang

memuat garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan

judul penelitian.25 Dokumentasi ini merupakan data konkrit (buku

induk toko RANDU Surabaya) yang bisa penulis jadikan acuan

untuk menilai adanya data-data pengupahan karyawan di Toko

RANDU Surabaya.

4. Teknik pengolahan data

Setelah data berhasil dikumpulkan dari lapangan maupun

penulisan. Maka peneliti menggunakan teknik pengolahan data

dengan tahapan sebagai berikut:

a. Organizing, yaitu menyusun data yang diperoleh secara sistematis

menurut kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.

24 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),

143.

(28)

19

b. Editing, yaitu data yang sudah dikumpulkan tersebut lalu

diperiksa kembali secara cermat. Pemeriksaan tersebut meliputi

segi kelengkapan sumber informasi, kejelasan makna, kesesuaian

dan keselarasan antara satu dan yang lainnya, relevansi dan

keseragaman, serta kesatuan kelompok data kembali data yang

diperoleh.

c. Analizing, yaitu menganalisa data-data tersebut sehingga

diperoleh kesimpulan-kesimpulan tertentu.26

5. Teknik analisis data

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan

kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang

telah ditentukan.

a. Analisis deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan

serta menjelaskan data yang terkumpul, metode ini digunakan

untuk mengetahui gambaran tentang sistem pengupahan tandon di

Toko RANDU Surabaya.

b. Pola pikir deduktif, Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola

pikir deduktif yaitu pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan

(29)

20

berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.27 Pola pikir ini

berpijak pada teori-teori akad ijarah dan Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang kemudian dikaitkan

dengan fakta di lapangan tentang praktek pengupahan sistem

tandon di Toko RANDU Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua memuat tentang landasan teori ujrah dalam Islam dan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan studi ini. Dalam hal ini memuat definisi ujrah, landasan

shara’ tentang ujrah, syarat-syarat ujrah, rukun ujrah, batalnya ujrah,

macam-macam ujrah dan berakhirnya ujrah serta ketentuan-ketentuan

yang terkandung dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan upah menurut hukum positif.

Bab ketiga merupakan laporan hasil penelitian tentang

pengupahan sistem tandon Di Toko RANDU Surabaya. Dalam bab ini

penulis membagi dalam pokok pembahasan, yang pertama menjelaskan

gambaran umum atau profil Toko RANDU Surabaya. Kedua, legalitas

27

(30)

21

toko randu. ketiga, sistem rekrutmen karyawan di Toko Randu. Empat,

latar belakang pengupahan sistem tandon. Kelima, konsep aplikasi sistem

pengupahan tandon yang diterapkan Di Toko RANDU Surabaya.

Keenam, sisah upah pegawai yang tidak di bayarkan ketika

mengundurkan diri.

Bab keempat, memuat tentang analisis hukum Islam dan

Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap upah

sistem tandon di Toko RANDU Surabaya. Pada bab ini merupakan

kerangka menjawab pokok-pokok permasalahan yang terdapat dalam bab

tiga yang didasarkan pada landasan teori yang terdapat dalam bab dua.

Adapun sistematikanya yang pertama adalah pengupahan sistem tandon

yang diterapkan di Toko RANDU Surabaya. Dan yang kedua adalah

analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan terhadap pengupahan sistem tandon di Toko RANDU

Surabaya.

Bab lima, merupakan bab penutup dari keseluruhan isi

pembahasan skripsi, pada bab ini meliputi kesimpulan dan saran dari

(31)

BAB II

KETENTUAN UPAH DALAM ISLAM, UNDANG-UNDANG NOMOR 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

A. Pengertian Upah

Upah dalam bahasa arab disebut al-ujrah.1 Ijarah diambil dari kata

“al-ajr”, yang artinya ialah al-iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala

(twasab) dinamakan “ajr” (upah atau pahala).2 Sedangkan secara istilah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa

dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpa

diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.3

Sedangkan menurut Sudarsono dalam bukunya “pokok-pokok

hukum Islam”, Ijarah adalah perjanjian atau perikatan mengenai

pemakaian dan pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang.4

Menurut istilah para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan

Ijarah, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Ash-Syafi’iyah, Ijarah ialah:

ٍمْﻮُﻠْﻌَﻣ ضَﻮِﻌِﺑ ِﺔَﺣﺎَﺑﻻاَو ِلْﺬَﺒْﻠِﻟ ٌﺔَﻠِﺑﺎَﻗ ٌﺔَﺣﺎَﺒُﻣ ﺔَﻣْﻮُﻠْﻌَﻣ ةَدْﻮُﺼْﻘَﻣ ﺔَﻌَﻔْـﻨَﻣ ﻰَﻠَﻋ ٌﺪْﻘَﻋ

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 9. 2 Sayyid sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz 3, (Dar Al-Fikr, Beirut: cet III, 1981), 198.

3

Abdur Rahman Al-Jaziry, Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (Beirut: Darul Kutub, 2006), 74.

(32)

23

“akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima-menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”.

2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, Ijarah ialah:

ٌﺪْﻘَﻋ

ضَﻮِﻌِﺑ ﺎَﻬُﻜْﻴِﻠْﻤَﺗ ْىَأ ةَدْوُﺪْﺤَﻣ ةﱠﺪُﻤِﺑ ءﻲْﻴﱠﺸﻟا ِﺔَﻌَﻔْـﻨَﻣ ﻰَﻠَﻋ ِﺔَﻟَدﺎَﺒُﻤْﻟا ٌﺔَﻋْﻮُﺿْﻮَﻣ

ﻊِﻓ ﺎَﻨَﻤْﻟا ُﻎْﻴَـﺑ َﻲِﻬَﻓ

“akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”.5

3. Menurut Idris Ahmad, upah artinya mengambil manfaat tenaga orang

lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.6

Berdasarkan definisi-definisi diatas, kira dapat dipahami bahwa

Ija>rah adalah menukarkan sesuatu dengan adanya imbalan. Jika

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan

upah-mengupah. Sewa-menyewa adalah menjual manfaat dan upah-mengupah

adalah menjual tenaga atau kekuatan.

Dalam istilah hukum Islam orang yang menyewakan atau orang

yang mempunyai tenaga disebut dengan “mu’ajir”, sedangkan orang yang

menyewa atau orang yang membutuhkan tenaga disebut dengan

“musta’jir”, benda yang disewakan atau tenaga diistilahkan dengan

“ma’jur” dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang

atau tenaga tersebut disebut dengan “upah atau ujrah”.

5

Sahori Sahrani, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 168. 6

(33)

24

Dalam konsep sederhana, akad Ijarah adalah akad sewa

sebagimana yang telah terjadi di masyarakat pada umumnya. Hal yang

harus diperhatikan dalam akad Ijarah ini adalah bahwa pembayaran oleh

penyewa merupakan imbal balik dari manfaat yang telah ia nikmati.

Maka yang terjadi objek dalam akad Ijarah adalah manfaat itu sendiri,

bukan bendanya. Benda bukanlah objek dari akad ini, meskipun akad

Ijarah kadang-kadang menganggap benda sebagai objek dan sumber

manfaat. Dalam akad Ijarah tidak selamanya manfaat diperoleh dari

sebuah benda, akan tetapi juga bisa berasal dari tenaga manusia. Ijarah

dalam pengertian ini bisa disamakan dengan upah-mengupah dalam

masyarakat.7

Sedangkan definisi upah menurut Undang-Undang nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Upah adalah hak pekerja atau buruh

yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari

pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya

atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.8

7

M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 179.

(34)

25

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upah didefinisikan

sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga kerja yang sudah

dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.9

Menurut Edwin B. Flippo dalam karya tulisnya yang berjudul

“priciples of personal management” yang dimaksud upah ialah harga

untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi

kepentingan seseorang atau badan hukum.10

Sedangkan upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang

merupakan pengeluaran-pengeluaran pihak pengusaha, yang diberikan

kepada para pekerjanya atas penyerahan jasa-jasanya dalam waktu

tertentu kepada pihak pengusaha.11

Definisi di atas pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu

timbal balik dari pengusaha kepada karyawan. Sehingga dari pengertian

tersebut dapat disimpulkan menjadi hak yang harus diterima oleh tenaga

kerja sebagai bentuk imbalan atas pekerjaan mereka yang didasarkan atas

perjanjian, kesepakatan atau undang-undang, dan ruang lingkupnya

mencakup pada kesejahteraan keluarganya.

Pengertian lain juga dapat kita lihat pada pernyataan Dewan

Perupahan Nasional yang juga mendefinisikan upah suatu penerimaan

sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu

9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet III, (Balai

Pustaka, 2003), 1250.

10 G.Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia berlandaskan Pancasila (Jakarta: Sinar

Grafika, 1994), 93.

(35)

26

pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, yang berfungsi sebagai

jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan

produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah

ditetapkan menurut suatu persetujuan, Undang-Undang dan

peraturan-peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi

kerja dan penerima kerja.12

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan definisi upah secara

umum yaitu hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pemilik modal (pengusaha) kepada pekerja (buruh)

atas pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, sesuai perjanjian

kerja, kesepakatan-kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,

yang di dalamnya meliputi upah pokok dan tunjangan yang berfungsi

sebagai jaminan kelangsungan hidup dan kelayakan bagi kemanusiaan.

B. Landasan syarak tentang ujrah

Ujrah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-Quran dan sunnah

Rasulullah. Adapun diantara sebagai berikut:

a. Al-Quran :

12 Ahmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan (Jakarta:.

(36)

27

Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Az-Zukhruf ayat 32)13

 pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik". (QS.Al-Qashash ayat 26-27)14

13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004),

491. 14

(37)

28 bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (QS.Ath Tholaq: 6).

Artinya: Rasulullah saw.”Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu Hanbal).

ﻦﻋ

نَأ َﻞﺒَﻗ ُﻩَﺮﺟَأ َﺮﻴِﺟَﻷا اﻮُﻄﻋُا م ص ﷲا لﻮﺳر ﻞﻟﺎﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑا

ُﻪُﻗَﺮَﻋ ﱠﻒِﺠَﻳ

Artinya: “Dari Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Berilah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya.” (HR.Ibnu Majah)

Adapun ketentuan tentang kewajiban para pengusaha dalam

(38)

29

Pasal 1 ayat (3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam pasal 95 ayat (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh

pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan

denda dan Pasal 95 ayat (2) Undang-\Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan juga mengatur bahwa pengusaha yang terlambat

membayar upah pekerja yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian

pengusaha, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah

pekerja.

Adapun yang mengatur pengenaan denda tersebut adalah

pemerintah (Pasal 95 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan). Pedoman pengenaan denda diatur dalam Pasal

55 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,

yaitu:

a. Mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal

seharusnya upah dibayar, dikenakan denda 5% (lima persen) untuk

setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan;

b. Setelah lewat hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar,

dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

ditambah 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen)

dari upah yang seharusnya dibayarkan;

c. Sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda

(39)

30

ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank

pemerintah.15

Sedangkan menurut PP No 78 Tahun 2015 tentang upah menjelaskan

bahwasannya pentingnya upah dalam memenuhi kebutuhan hidup yang

layak bagi setiap pekerja yaitu sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Penghasilan yang layak merupakan jumlah penerimaan atau

pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya sehingga mampu

memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar.

(2) Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dalam bentuk:

a. Upah ;

b. Pendapatan non upah.

Pasal 5

(1) Upah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf a terdiri

atas komponen:

a. Upah tanpa tunjangan;

b. Upah pokok dan tunjangan tetap;

c. Upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap.

(2) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan

tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah

(40)

31

pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah

pokok dan tunjangan tetap.

(3) Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap,

dan tunjangan tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

c, besarnya pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen)dari

jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

(4) Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 6

(1) Pendapatan non upah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (@2)

huruf b berupa tunjangan hari raya keagamaan.

(2) Selain tunjangan hari raya keagamaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), pengusaha dapat memberikan pendapatan non upah berupa:

a. Bonus;

b. Uang pengganti fasilitas kerja;

c. Uang servis pada usaha tertentu.

C. Rukun Dan Syarat Ijarah

Rasulullah Saw juga mewajibkan setiap umat Islam untuk

memberikan upah kepada siapa saja telah memberikan jasa atau

manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah Saw. Mengancam

orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang-orang, tapi tidak mau

memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan

(41)

32 a. Rukun Ijarah

Adapun Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai

berikut:16

1. Aqid, yaitu mua’jir (orang yang membutuhkan tenaga) dan

musta’jir (orang yang membutuhkan tenaga).

2. Sighah, yaitu ijab dan qabul.

3. Ujrah, yaitu uang sewa atau upah.

4. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewakan atau jasa

dan tenaga dari orang yang bekerja.

b. Syarat Ijarah

Al-Ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi

syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi

lainnya. Adapun syarat-syarat akad Ijarah adalah sebagi berikut:

1. Syarat terjadinya akad

Syarat in’iqad (terjadinya akad) berkaitan dengan ‘aqid,

akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan ‘aqid adalah

berakal dan mumayyiz menurut Hanafiah, dan baligh menurut

Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan demikian, akad Ijarah tidak sah

apabila pelakunya (mu’ajir dan musta’jir) gila atau masih dibawah

umur.

Ulama malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat

Ijarah dan jual beli, sedangkan baligh adalah syarat untuk

(42)

33

kelangsungan (nafadz). Dengan demikian, akad anak menyewakan

dirinya (sebagai tenaga kerja) atau barang yang dimilikinya, maka

hukum akadnya sah, tetapi untuk kelangsungannya menunggu izin

walinya.17

2. Syarat kelangsungan akad (Nafadz)

Untuk kelangsungan (nafadz) akad Ijarah disyaratkan

terpenuhinya hak milik atau wilayah (kekuasaan). Apabila si

pelaku (‘aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan

(wilayah), seperti akad yang dilakukan oleh fudhuli, maka akadnya

tidak bisa dilangsungkan, dan menurut Hanafiah dan Malikiyah

statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan si

pemilik barang. Akan tetapi, menurut Syafi’iyah dan Hanabilah

hukumnya batal, seperti halnya jual beli.18

3. Syarat Sahnya Ijarah

a. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya

untuk melakukan akad Ijarah. Apabila salah seorang

diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak

sah.19 yakni berdasarkan firman Allah:

17 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2010), 321. 18 Ibid.,322.

(43)

34

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”. (QS.Al-Anfal: 58)

b. Objek akad

Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui

secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan

dikemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek

Ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan

manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis

(44)

35

terima oleh penyewa serta menjelaskan jenis pekerjaan yang

harus dilakukan oleh pekerja.

Menurut Wahbah az Zuhaili penjelasan objek kerja

dalam penyewaan tenaga kerja adalah sebuah tuntutan untuk

menghindari ketidakjelasan. Hal itu karena ketidakjelasan

objek kerja dapat menyebabkan perselisisahan dan

mengakibatkan rusaknya akad.20 Jika ada orang menyewa

seorang pekerja tanpa menyebutkan objek kerjanya, seperti

menjahit, menggembala dan lain-lain. Perlunya penjelasan

objek kerja bagi para tenaga kerja kolektif dengan

menunjukkan atau menentukannya. Atau dapat pula dengan

penjelasan jenis, tipe, kadar dan sifatnya.

c. Objek akad Ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki

maupun syar’i.

d. Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang

diperbolehkan oleh syara’.

e. Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardhu dan bukan

kewajiban orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukannya

Ijarah. Hal tersebut karena seseorang yang melakukan

pekerjaan yang wajib dikerjakannya, tidak berhak menerimah

upah atas pekerjaannya itu. Dengan demikian, tidak sah

(45)

36

menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan-perbuatan

yang sifatnya taqarrub dan taat kepada Allah.

f. Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari

pekerjaannya untuk dirinya sendiri. Apabila ia

memanfaatkannya pekerjaan untuk dirinya maka ijarah tidak

sah. Dengan demikian, tidak sah Ijarah atas perbuatan taat

karena manfaatnya untuk orang yang mengerjakan itu sendiri.

g. Manfaat mauqud ‘alaih harus sesuai dengan tujuan

dilakukannya akad Ijarah, yang biasa berlaku umum. Apabila

manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan dilakukannya

akad Ijarah maka Ijarah tidak sah.21

Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan upah (ujrah)

adalah sebagai berikut:

1. Upah harus berupa mal mutaqawwim yang diketahui. Syarat

ini disepakati oleh para ulama’. Syarat mal mutaqawwim

diperlukan dalam Ijarah, karena upah (ujrah) merupakan harta

atas manfaat, sama seperti barang dalam jual beli. Sedangkan

syarat “upah harus diketahui” didasarkan kepada hadis

Rasulullah:

ُﻩَﺮْﺟَا ُﻪْﻤِﻠْﻌُـﻴْﻠَـﻓ اًﺮِﺟَاَﺮَﺟْﺄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ

.

(46)

37

“siapa yang mempekerjakan seseorang hendaklah ia

memberitahukan kepadanya berapa bayarannya”.

Kejelasan tentang upah kerja ini diperlukan untuk

menghilangkan perselisihan antara kedua belah pihak.

Penentuan upah atau sewa ini boleh didasarkan ‘urf atau adat

kebiasaan.

2. Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat

ma’qud ‘alaih (objek akad). Apabila upah atau sewa sama

dengan jenis manfaat barang yang disewa, maka Ija>rah tidak

sah.22

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di

lakukan dalam melaksanakan kerja guna terselenggaranya hal tersebut

diantaranya adalah:

Pasal 50

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha

dan pekerja.

Pasal 51

(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52

(47)

38 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang undangan

yang berlaku.

(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b

dapat dibatalkan.

(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d

batal demi hukum.

Pasal 53

Segala hal dan atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan

perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab

pengusaha.

Pasal 54

(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya

memuat :

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja.

(48)

39 d. Tempat pekerjaan.

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya.

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha

dan pekerja.

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perusahaan, perjanjian kerja sama, dan peraturan perundang undangan

yang berlaku.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibaut

sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan

hukum yang sama, serta pekerja dan pengusaha masing-masing

mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Pasal 55

Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan atau diubah, kecuali atas

persetujuan para pihak.

Sedangakn menurut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang

pengupahan dijelaskan bahwa penetapan upah dan cara pembayaran upah

yang disarankan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

Pasal 12

(49)

40 a. Satuan waktu;

b. Satuan hasil.

Pasal 13

(1) Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal

12 huruf a ditetapkan secara harian, mingguan, atau bulanan.

(2) Dalam hal upah ditetapkan secara harian sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), perhitungan upah sehari sebagai berikut:

a. Bagi pengusaha dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam

seminggu, upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima);

b. Bagi pengusaha dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam

seminggu, upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).

Pasal 17

(1) Upah wajib dibayarkan kepada pekerja yang bersangkutan.

(2) Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran upah yang memuat

rincian upah yang diterima oleh pekerja pada saat upah dibayarkan.

(3) Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga dengan surat kuasa dari

pekerja yang bersangkutan.

(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk

1 (satu) kali pembayaran upah.

Pasal 18

(1) Pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan

(50)

41

(2) Dalam hal hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur

atau hari yang diliburkan, atau hari istirahat mingguan, pelaksanaan

pembayaran upah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 19

Pembayaran upah oleh pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling

cepat seminggu 1 (satu) kali atau paling lambat sebulan 1 (satu) kali

kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.

Pasal 20

Upah pekerja harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per

tanggal pembayaran upah.

Pasal 21

(1) Pembayaran upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah Negara

Republik Indonesia.

(2) Pembayaran upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

pada tempat yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,

atau perjanjian kerja bersama.

(3) Dalam hal tempat pembayaran upah tidak diatur dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka

pembayaran upah dilakukan di tempat pekerja biasanya bekerja.

D. Macam-macam Ujrah

Dilihat dari segi objeknya, akad Ijarah dibagi dua macam , yaitu:

(51)

42

bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan

pakaian.

Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini

diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu yaitu

Ijarah yang bersifat kelompok (serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga

diperbolehkan seperti menggaji pembantu rumah, tukang kebun, dan

satpam.23

Sedangkan Ijarah ‘ala al-a’mal terbagi menjadi dua yaitu:

a. Ijarah khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa

tertentu. Dalah hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain

orang yang telah mempekerjakannya. Contohnya seseorang yang

bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.

b. Ijarah musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu

orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.

Contohnya tukang jahit, notaris dan pengacara. Hukumnya adalah ia

(ajir musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang

menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang

lain. Ia (ajir musytarak) tidak berhak atas upah kecuali dengan

bekerja.24

23 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2003), 236.

(52)

43

Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan telah disebutkan macam-macam upah yakni

terdapat dalam pasal 88 sebagai berikut:

Pasal 88

(1) Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1),

pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi

pekerja atau buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja sebagimana

dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

a. Upah minimum.

b. Upah kerja lembur.

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di laur

pekerjaannya.

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.

f. Bentuk dan cara pembayaran upah.

g. Denda dan potongan upah.

h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.

i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional.

(53)

44

k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan

memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang

Pengupahan dijelaskan bahwasannya ada beberapa macam upah ialah

sebagai berikut:

Pasal 33

Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf b

wajib dibayar oleh pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi

waktu kerja atau pada istirahat mingguan atau dipekerjakan pada hari

libur resmi sebagai kompensasi kepada pekerja yang bersangkutan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

(1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang

pesangon terdiri atas:

a. Upah pokok;

b. Tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya,

termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja

secara Cuma-Cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja

dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga

(54)

45

(2) Dalam hal pengusaha memberikan upah tanpa tunjangan, dasar

perhitungan uang pesangon dihitung dari besarnya upah yang diterima

pekerja.

Pasal 41

(1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah

bulanan terendah yang terdiri dari atas:

a. Upah tanpa tunjangan;

b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Pasal 42

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) hanya

berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun

pada perusahaan yang bersangkutan.

(2) Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih

dirundingkan secara bipartit antara pekerja dengan pengusaha di

perusahaan yang bersangkutan.

E. Batal dan Berakhirnya Ujrah

Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad

tidak memiliki hak fasakh (batal), karena ia merupakan akad pertukaran.

Kecuali jika diketahui hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah tidak menjadi

fasakh dengan matinya salah satu yang berakad sedangkan yang

diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia

(55)

46

Adapun hal-hal yang menjadi Ijarahnya fasakh (batal) sebagai

berikut:25

1. Terjadinya aib pada barang sewaan.

Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi obyek perjanjian

sewamenyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan

pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian

pihak penyewa sendiri.

2. Rusaknya barang yang disewakan.

Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa

mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan

lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan, misalnya yang menjadi

obyek sewa menyewa adalah rumah, kemudian rumah tersebut

terbakar atau roboh, sehingga rumah tersebut tidak dapat digunakan

kembali.

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur a’laih).

Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan

sewamenyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau

musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka

akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi. Misalnya : si A

mengupahkan kepada si B untuk menjahit bakal baju, dan kemudian

bakal baju itu mengalami kerusakan, maka perjanjian sewa-menyewa

akan berakhir sendirinya.

25

(56)

47 4. Terpenuhi manfaat yang diakadkan.

Dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa apa yang menjadi tujuan

perjanjian telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah

berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para pihak.

Misalnya : Dalam hal persewaan tenaga (perburuhan), apabila buruh

telah melaksanakan pekerjaannya dan mendapatkan upah sepatutnya,

dan masa kontrak telah berakhir, maka dengan sendirinya berakhirlah

perjanjian sewa-menyewa.

5. Adanya uzur.

Adanya uzur merupakan salah satu penyebab putus dan

berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut

datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur

di sini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat

terlaksana sebagaimana mestinya. Misalnya : seorang menyewa toko

untuk berdagang, kemudian barang dagangannya musnah terbakar,

atau dicuri orang sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak

penyewa dapat membatalkan perjanjian sewa-menyewa toko yang

telah diadakan sebelumnya.

Berakhirnya akad Ijarah:

1. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih

dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan

Referensi

Dokumen terkait

Adapun ruang lingkup penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan membaca pada siswa kelas II SDN 245 Temboe tahun ajaran 2016/2017, dengan penerapan strategi Know Want

Sebagai anggota Organisasi Kerjasama Negara Islam (OKI), Indonesia termasuk dalam pengekspor produk fesyen Muslim terbesar ke-3 di dunia, saat ini pemerintah terus

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan

Melalui penjelasan guru dan eksperimen siswa mampu menggunakan kesetaraan satuan waktu dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu dengan benar.. Melalui

Dalam kasus yang diangkat menjadi pokok bahasan penelitian kali ini yang menjadikan pengusaha UMKM Kerajinan Kulit dan Koper di Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo sebagai

Tabel 5 menunjukan bahwa laba bersih setelah pajak yang diperoleh pada Industri Rumah Tangga Tahu “Talise” Tahun 2014-2016, yang diartikan sebagai laba bersih

Langkah akhir adalah evaluasi dan revisi. Evaluasi dan revisi ini merupakan komponen yang sangat penting untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Melalui tanggapan

Judul skripsi ini adalah “Pemberian Bantuan Hukum Oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai Perwujudan Hak Konstitusional Fakir Miskin di Makassar” dan untuk