PENDAMPINGAN KELOMPOK WANITA TANI (KWT) ARGOSARI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN KOMUNITAS MELALUI
WIRAUSAHA PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI DESA DOMPYONG KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN
TRENGGALEK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh:
Halimatus Sya’diyah
B92213064
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PENDAMPINGAN KELOMPOK WANITA TANI (KWT) ARGOSARI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN KOMUNITAS MELALUI
WIRAUSAHA PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI DESA DOMPYONG KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN
TRENGGALEK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh:
Halimatus Sya’diyah
B92213064
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Halimatus Sya’diyah, NIM B92213064. Pendampingan Kelompok Wanita Tani
(KWT) Argosari dalam Meningkatkan Perekonomian Komunitas Melalui Wirausaha Pengolahan Hasil Pertanian di Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek
Skripsi ini membahas tentang pendampingan kelompok wanita tani untuk meningkatkan perekonomian atau pendapatan petani. Rendahnya pendapatan petani disebabkan oleh kurang terkelolanya hasil panen lokal, padahal banyak hasil panen yang bisa dikembangkan. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani untuk mengelola hasil panen dan belum adanya kelompok yang mengorganisir penanganan pascapanen. Selama ini hasil panen lokal hanya dijual mentah dengan harga yang relatif murah.
Dalam pendampingan ini peneliti menggunakan metode penelitiab sosial
Parsitipatory Action Researc (PAR). PAR terdiri dari tiga kata yang saling
berhubungan yaitu partisipasi, riset dan aksi. PAR di konsepkan untuk menciptakan perubahan dalam tiap prosesnya, dimana semua proses pemberdayaan dilakukan secara partisipatif bersama kelompok mulai dari kegiatan penggalian data, perencanaan, proses aksi hingga pelaksanaan evaluasi. Peneliti ingin merubah paradigma dan keterampilan petani dalam mengelola hasil panen lokal.
Melalui pembentukan Kelompok Wirausaha Bersama dan pelatihan keterampilan dalam pegolahan hasil panen menghasilkan pengetahuan dan keterampilan kelompok wanita tani Argosari untuk memanfaatkan dan mengelola hasil panen menjadi produk yang bernilai ekonomis dan bernilai jual lebih tinggi dibandingkan hanya menjual mentah saja. Pencapaian yang diperoleh yaitu adanya kerjasama kelompok untuk mengembangkan wirauaha bersama untuk meningkatan pendapatan masyarakat petani khususnya kelompok Wanita Tani Argosari.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN PENGUJI ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR DIAGRAM ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian untuk Pemberdayaan ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Strategi Pemecahan Masalah ... 13
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT
A. Pemberdayaan dan Pemberdayaan Masyarakat sebagai Proses
Mencapai Kemandirian ... 23
B. Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Islam ... 32
C. Kewirausaha Sebagai Sarana Peningkatan Perekonomian ... 44
D. Penelitian Terkait ... 56
BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Pendekatan Penelitian Aksi Partisipatif ... 58
B. Prosedur Penelitian Aksi Partisipatif ... 63
C. Subjek Penelitian dan Pendampingan ... 67
D. Teknik- Teknik Pengumpulan Data ... 69
E. Teknik Validasi Data ... 71
F. Teknik Analisis Data ... 72
G. Jadwal Pelaksanaan Pemberdayaan ... 74
H. Anlisis Steakholder ... 75
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DOMPYONG A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Dompyong ... 79
B. Sejarah Desa Dompyong ... 85
C. Kondisi Ekonomi ... 88
D. Kondisi Pendidikan ... 91
E. Kondisi Kesehatan ... 95
F. Keagamaan dan Kebudayaan ... 96
H. Profil Kelompok Dampingan (Kelompok Wanita Tani Argosari)
... 102
BAB V PROBLEMATIKA MASYARAKAT DESA DOMPYONG A. Rendahnya Perekonomian dan Pendapatan Petani di Desa Dompyong ... 105
B. Belum Terkelolanya Hasil Panen Lokal yang Dapat Meningkatkan Perekonomian Perekonomian Masyarakat ... 125
C. Belum Ada Kelompok Usaha Dalam Menangani Pengolahan Pascapanen ... 126
BAB VI DINAMIKA PROSES PENGORGANISASIAN A. Assesment Awal ... 132
B. Proses Inkulturasi ... 133
C. Focus Group Discussion ... 137
D. Pendampingan Kelompok Wanita Tani ... 143
E. Memecahkan Problem Bersama Melalui Perencanaan Program Pendampingan ... 146
BAB VII PROSES AKSI A. Membangun Kesadaran Kelompok Wanita Tani dalam Pengolahan Pascapanen ... 154
B. Membentuk Kelompok Wirausaha Bersama Pengolahan Hasil Panen untuk Meningkatkan Perekonomian Petani ... 157
D. Kegiatan Pemberdayaan Melalui Pendidikan Petani untuk
Meningkatkan Produktifitas Hasil Panen ... 178
E. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pendampingan KWT Argosari dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat ... 181
F. Rencana Tindak Lanjut ... 188
BAB VIII ANALISIS DAN REFLEKSI A. Analisis Pendamping Tentang Kelompok Wanita Tani (KWT) Argosari Sebagai Subjek Dampingan ... 190
B. Catatan Refleksi Proses Pendampingan Bersama Petani di Desa Dompyong ... 196
BAB IX PENUTUP A. Kesimpulan ... 208
B. Rekomendasi ... 209
DAFTAR PUSTAKA ... 211
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Analisa Pohon Masalah Desa Dompyong Tentang Rendahnya
Perekonomian Petani Desa Dompyong ... 14
Bagan 1.2 Analisa Pohon Harapan dalam Meningkatkan Perekonomian dan
Pendapatan Petani Desa Dompyong ... 17
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Alur Pemasaran Hasil Panen ... 123
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Posisi Desa Dompyong di Kecamatan Bendungan ... 81
Gambar 4.2 Posisi Desa Dompyong Diantara Desa yang Lain ... 82
Gambar 4.3 Peta Dusun Pakel ... 85
Gambar 4.4 Makam Mbah Djoyo Proyo ... 86
Gambar 4.5 Gapura Makam Dukuh Dompyong Dusun Pakel RT. 25 ... 87
Gambar 5.1 Aktifitas Petani Selain Bertani (Ngeramban) ... 106
Gambar 5.2 Para Petani Istirahan Sejenak Setelah Bertani ... 107
Gambar 5.3 FGD dengan Petani Desa Dompyong ... 112
Gambar 5.4 FGD dengan Petani Wanita Desa Dompyong dalam Menentukan Pohon Masalah ... 113
Gambar 6.1 Inkulturasi dengan Ibu-Ibu PKK Desa Dompyong ... 135
Gambar 6.2 Inkulturasi dengan Jamaah Yasin dan Tahlil ... 136
Gambar 6.3 FGD Pemetaan Wilayah RT di Dusun Pakel ... 138
Gambar 6.4 FGD Pemetaan Wilayah RT di Dusun Tumpakaren ... 139
Gambar 6.5 FGD Pemetaan Wilayah RT di Dusun Bendungan ... 140
Gambar 6.6 FGD Pemetaan Wilayah RT di Dusun Garon ... 141
Gambar 6.7 Penanaman Bibit Pohon Kelompok Tani Demangsari IV dan KWT Argosari ... 142
Gambar 6.8 Pencarian Batas Desa dengan Raster bersama Perangkat Desa ... 143
Gambar 6.9 FGD dengan KWT Argosari dalam Merencanakan Aksi ... 147
Gambar 7.2 Membangun Kesadaran Petani Secara Persuasif ... 157
Gambar 7.3 Proses Pemotongan Talas dan Pisang... 162
Gambar 7.4 Suasana Proses Pembuatan Kripik Pisang dan Kripik Talas ... 163
Gambar 7.5 Hasil Produk Kripik Talas Dan Pisang ... 164
Gambar 7.6 Suasana Praktek Pengolahan Walangan dari hasil Panen Telo Kuning ... 170
Gambar 7.7 Hasil Olahan Walangan Telo Kuning ... 171
Gambar 7.8 Kumpulan Rutin KWT Argosari dan Sosialisasi Produk Hasil Olahan Kelompok “Tiga Diva” ... 172
Gambar 7.9 Kegiatan/Praktek Pengolahan Walangan dan Kripik Dari Hasil Panen Telo Ungu ... 173
Gambar 7.10 Hasil Produk Walangan dan Kripik Telo Ungu yang Mengalami Kegagalan ... 174
Gambar 7.11 Hasil Olahan Kripik Telo Kuning Dan Telo Ungu ... 175
Gambar 7.12 Hasil Produk Olahan Kopi Bubuk ... 176
Gambar 7.13 Kripik Pisang Siap dijual pada Konsumen ... 178
Gambar 7.14 Materi dari Petugas Penyuluh Pertanian Desa Dompyong... 180
Gambar 7.15 Kegiatan Petani dalam Pendidikan Mengenai Tanaman Kopi ... 181
Gambar Lampiran 1 Pohon Kopi Arabika dan Robusta ... 220
Gambar Lampiran 2 Pohon Kopi Kasinir dan Ndruwo ... 221
Gambar Lampiran 3 Pohon Kopi Buriah dan Kopi Jawa ... 221
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Hasil Pertanian Lokal yang Bisa Dikembangkan Menjadi Produk
Olahan ... 6
Tabel 1.2 Kerangka Berfikir dalam Pendampingan Upaya Peningkatan Perekonomian dan Pendapatan Petani di Desa Dompyong ... 19
Tabel 3.1 Subjek Penelitian dan Informan ... 67
Tabel 3.2 Kejadian/Fenomena yang Diamati di Desa Dompyong ... 68
Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan Pemberdayaan ... 74
Tabel 3.4 Analisa Stakeholder ... 75
Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif Desa Dompyong ... 80
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Dompyong ... 83
Tabel 4.3 Lahan Produktif Desa Dompyong ... 89
Tabel 4.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Dompyong ... 90
Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dompyong ... 92
Tabel 4.6 Lembaga Pendidikan Formal di Desa Dompyong ... 94
Tabel 4.7 Lembaga Kemasyarakatan Desa Dompyong ... 99
Tabel 4.8 Nama Anggota KWT Argosari ... 104
Tabel 5.1 Transek Desa Dompyong ... 108
Tabel 5.2 Kalender Musim Pertanian Desa Dompyong ... 115
Tabel 5.3 Tanaman Pangan Hasil Pertanian Dan Perkebunan ... 116
Tabel 5.4 Biaya Pengeluaran Petani Padi ... 118
Tabel 5.5 Biaya Pengeluaran Petani Jagung ... 119
Tabel 5.7 Kalender Harian Petani Desa Dompyong ... 127
Tabel 7.1 Kalkulasi Penentuan Harga yang direncanakan oleh KWT
Argosari ... 168
Tabel 7.2 Evaluasi Formatif Program Kegiatan bersama KWT Argosari .... 184
Tabel 7.3 Trand and Change Pelaksanaan Program Bersama KWT
Argosari ... 185
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa Dompyong secara topografi merupakan daerah perbukitan dan
pegunungan dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani
sebagaimana umumnya desa-desa daerah pegunungan di Jawa. Daerah tersebut
merupakan daerah dengan berbagai macam lahan yaitu lahan tegalan, lahan
perhutani, lahan kering, lahan sawah dan lahan pemukiman. Kondisi alam
Dompyong yang kurang kondusif bagi pengembangan pertanian persawahan,
mengharuskan masyarakat untuk mengelola lahan kering. Hal ini terjadi karena
kurang tersedianya air ketika musim kemarau, sehingga masyarakat lebih
memilih mengembangkan pola-pola lahan kering atau lahan tegalan.
Lahan tegalan biasanya ditanami beragam tanaman pangan, seperti
ketela, jahe, jagung, sayuran, pohon duren, kelapa, pohon mahoni, sengon,
cengkeh dan sebagainya dengan menggunakan sistem campursari. Sedangkan
lahan pekarangan di desa ini biasanya ditanami pohon pisang, alpukat, kopi,
talas dan sayuran. Namun masyarakat belum bisa mengelola lahan pertanian
untuk memperolah hasil yang maksimal serta kurangnya keterampilan
masyarakat untuk mengelola hasil pertanian menjadi barang yang lebih bernilai
dan mampu meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi. Mereka hanya
mengandalkan menjual mentah hasil pertanian kepada tengkulak, hal inilah
yang menjadi ketidakberdayaan masyarakat Dompyong. Ketika tidak ada
2
hasil panen secara mandiri, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya
penghasilan petani.
Secara administratif Desa Dompyong merupakan salah satu desa yang
berada di Kecamatan Bendungan Kabupaten Trennggalek. Wilayah Desa
Dompyong berbatasan dengan Desa Botoputih disebelah utara, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Botoputih, sebelah selatan selatan berbatasan dengan
Desa Sumurup, sedangkan sebelah barat berbatasan langsung dengan Desa
Jeruk (Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo). Desa ini terbagi menjadi
empat dusun, yaitu Dusun Bendungan, Dusun Pakel, Dusun Garon dan Dusun
Tumpak Aren.1
Wilayah Desa Dompyong memiliki area seluas 1.782 Hektar dengan
pola pemanfaatan lahan terdiri dari hutan dengan luasan 1.258,2 hektar,
perkebunan 127,5 hektar, lahan sawah 49 hektar, pemukiman seluas 46 hektar
dan pekarangan dengan luasan 95 hektar.2 Desa Dompyong berada pada
ketinggian 729 meter di atas permukaan air laut dengan topografi
berbukit-bukit. Sedangkan menurut data demografi jumlah penduduk Desa Dompyong
mencapai 3.746 jiwa3 yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah
keluarga sebanyak 1279 KK. Hasil transek bersama masyarakat, potensi di
Desa Dompyong memiliki kecenderungan di bidang pertanian, perkebunan,
hutan dan peternakan. Lahan pertanian sendiri terbagi menjadi; persawahan,
ladang dan pekarangan dengan berbagai tanaman multikultur. Hasil pertanian
1 Data Geografi Desa Dompyong tahun 2014 2 Data Monografi Desa Dompyong tahun 2014
3
dilahan sawah berupa padi dan jagung. Tanaman padi dengan varietas tanaman
padi gogo dan padi hibrida sedangkan tanaman jagung lebih banyak
menggunakan benih hibrida dari pabrik.4
Jenis tanaman yang ada di ladang diantaranya; ketela pohon, ketela
rambat, jagung, jahe dan talas. selebihnya tanaman dilahan pekarangan berupa
tanaman kopi, pisang, durian, alpukat dan sayur-sayuran. Sedangkan di bidang
peternakan seperti pada umumnya; terdiri dari sapi perah, kambing, dan
unggas.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat, di
Desa Dompyong terdapat beberapa hasil panen (potensi lokal) yang bisa di
manfaatkan untuk meningkatkan value (nilai) agar bisa menjadi barang yang
mempunyai nilai jual tambah, yang selama ini belum dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan penghasilan pertanian, mengingat semakin
rendahnya penjualan hasil panen mentah dan kurangnya kemampuan
masyarakat untuk mengolah dan memasarkan hasil panen. Padahal sektor
pertanian menjadi tumpuan penghidupan masyarakat desa, baik dalam segi
ekonomi maupun penghidupan, namun dari banyaknya potensi lokal yang ada
masyarakat belum bisa memaksimalkan hasil maupun mengelola hasil panen
untuk menjadi barang yang lebih bernilai yang mempunyai nilai jual yang lebih
tinggi yang mampu meningkatkan pendapatan petani.
Pemanfaatan lahan Desa Dompyong terbagi menjadi beberapa lahan
yaitu lahan sawah dengan luasan 35 Ha, lahan perkebunan seluas 127,5 Ha,
4
luas pekarangan sekitar 95 Ha, lahan Hutan seluas 1.257 Ha dan lahan lain-lain
seluas 267,5 Ha untuk lahan pemukiman, fasilitas umum dan pemakaman.5
Hasil pertanian dan perkebunan meliputi padi dan jagung, ketela, talas,
pisang jahe dan kopi. Hasil panen padi hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri
sedangkan jagung sebagian untuk di konsumsi namun lebih banyak yang
menjual hasil panennya kepada tengkulak. Masyarakat Desa Dompyong jarang
menggunakan jagung sebagai makanan pokok sehari-hari. Mereka lebih
memilih menjadikan tiwul maupun gaplek baik sebagai bahan makanan pokok
atau hanya sekedar campuran beras.
Hasil pertanian lahan sawah dengan luasan ¼ Ha atau 250 meter persegi
bisa menghasilkan panen sebanyak 6 KW untuk panen jagung, lahan padi tiap
250 meter persegi bisa menghasilkan panen sebanyak 375 kg. hasil panen padi
hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri oleh petani, sedangkan untuk hasil
panen jagung masyarakat lebih memilih untuk menjual mentah daripada
dikonsumsi. Penggunaan lahan untuk tanaman ketela tiap 250 meter persegi
mampu menghasilkan lebih dari 1 ton ketela. Tanaman ketela biasanya
menggunakan sistem tumpang sari dengan tanaman lainnya, baik dengan
jagung dan jahe. Sedangkan kopi dan pisang ditanam dipekarangan dengan
jumlah pohon rata-rata sebanyak 40 batang untuk tanaman kopi di setiap
pekarangan rumah warga.6
5 Data Demografi Desa Dompyong tahun 2016
6 Hasil Diskusi dengan Kelompok Tani Dusun Garon pada tanggal 24 November 2014 pukul 21:00
5
Dari hasil panen yang ada jika dikurangi dengan pengeluaran pertanian
hasilnya tidak seimbang, misalnya dari hasil panen jagung sebanyak 3 KW atau
300 kg dengan harga panen Rp.3000, 300 kg x 3000 = Rp. 900.000 tiap panen.
Sedangkan pengeluaran pertanian tiap tanam mencapai Rp. 419.000 untuk
pengeluaran pupuk, bibit dan pestisida, bila menggunakan buruh maka
pengeluaran akan bertambah menjadi Rp. 280.000 untuk upah buruh. Jadi jika
dikalkulasikan antara pengeluaran dan pendapatan pertanian hanya
menghasilkan Rp. 264.000 tiap kali musim panen. Dan itupun harus menunggu
sekitar 4 bulan untuk memperoleh hasil panen. Oleh karenanya masyarakat
mengandalkan hasil ternak sapi perah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Namun bagi yang tidak mempunyai ternak sapi perah akan sangat bergantung
pada hasil pertanian yang ada.7
Dari sekian banyak hasil pertanian potensi lokal yang ada di Desa
Dompyong masim belum dikelola secara maksimal, hal ini dikarenakan
kurangnya pemahaman dan keterampilan masyarakat untuk mengelola hasil
pertanian agar mampu memberikan sumbangsih untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat Desa Dompyong.
Banyak tanaman lokal yang belum termanfaatkan secara maksimal dan
hanya dijual mentah dengan harga yang murah salah satuya yaitu ketela, talas,
pisang, telo rambat dan kopi. Berikut hasil perkebunan yang bisa
7
6
dikembangkan menjadi produk wirausaha untuk meningkatkan nilai jual yang
lebih tinggi menjadi produk olahan diantaranya;8
Tabel 1.1
Hasil Pertanian Lokal Desa Dompyong yang Bisa Dikembangkan Menjadi
Produk Olahan
Sumber: hasil wawancara dengan Sukesi, Sri Wahyuni
Menurut Sukesi (37 tahun) Pertanian di Desa Dompyong, khususnya di
Dusun Garon mengalami ketidakseimbangan antara pengeluaran pra tanam
dengan hasil penen, hal ini terjadi karena murahnya hasil panen terutama
tanaman ladang, semisal tanaman singkong memiliki harga jual mentah sangat
murah berkisar Rp. 300 per kg, sehingga banyak warga yang lebih memilih
tidak memanen dan membiarkan di ladang.9 Hal ini terjadi karena masyarakat
belum bisa mengolah hasil panen menjadi produk olahan yang lebih bernilai
jual tinggi, padahal singkong merupakan potensi yang bisa dikembangkan
8 Hasil wawancara dengan Sri Wahyuni (36 tahun) pada tanggal 23 November 2016 pukul 14:00 di
rumah
9 Hasil wawancara dengan Sukesi (37 tahun) pada tanggal 19 november 2016 pukul 13:30 di ruang
7
mengingat banyaknya petani yang menanam tanaman singkong dalam jumlah
yang besar.
Ketela digunakan sebagai makanan berupa tiwul yang masih menjadi
makanan pokok khas Desa Dompyong. Hasil panen ketela lebih banyak
dibandingkan dengan padi dan jagung. Selain tidak membutuhkan biaya tanam,
ketela juga mudah tumbuh dengan subur dimana saja walaupun tanpa
menggunakan pupuk dan pestisida. Bibitnyapun sangat mudah didapatkan.
Namun harga ketela saat ini sangat murah hanya RP.300 per kg. Oleh
karenanya petani lebih memilih tidak memanen ketela walaupun telah sampai
masa panen yaitu minimal 7 sampai 8 bulan, mereka masih menunggu mungkin
harga bisa stabil kembali dengan harga Rp 1000 per kg. Hal inilah yang
menjadikan pendapatan petani semakin berkurang.10
Talas juga banyak ditanam di lahan pertanian dengan kualitas yang
bagus, namun harga jualnya juga rendah, yaitu hanya berkisar Rp.900 per kg.
hasil panen kebanyakan hanya di jual mentah, namun ada sebagian warga yang
mulai mengolah menjadi olahan kripik mbote11 dalam jumlah yang sedikit dan
hanya dijual di sekolah-sekolah terdekat saja.12
Setiap orang mempunya lahan kopi yang ditanam di pekarangan rumah
dan ladang, tetapi belum ada perkebunan rakyat yang menanan khusus
komoditas tanaman kopi, kebun kopi hanya ada di perkebunan Dilem milik
10 Hasil wawancara dengan Suruto (42 tahun) pada tanggal 20 November 2016 pukul 20:00 di ruang
tamu.
11 Mbote merupakan nama lain dari talas yang merupakan bahasa lokal di Desa Dompyong 12 Hasil wawancara dengan Sameni (33 tahun) pada tanggal 15 November 2016 pukul 10:00 di ruang
8
daerah padahal tanaman kopi merupakan komuditas tanaman yang sangat
potensial di Desa Dompyong. Selain mudah tumbuh di daerah ini, hasil panen
kopi juga lebih menjanjikan dibanding dengan tanaman perkebunan lainnya.13
Kopi merupakan komoditas tanaman yang menjadi icon wisata Desa
Dompyong di perkebunan Dilem Willis lengkap dengan pabrik kopi
peninggalan belanda yang hanya beroperasi ketikan panen kopi saja. Selain itu,
masyarakat juga banyak yang menanam di lahan pekarangan tiap rumah,
khususnya di Dusun Garon. Hasil panen kebanyakan di konsumsi sendiri oleh
masyarakat serta di jual mentah ke pasar maupun ke pabrik. Ada juga
kelompok yang mulai memproduksi bubuk kopi tetapi masih menggunakan
sistem manual dan dalam jumlah yang sedikit karena produksinya hanya
mengandalkan pesanan. Setiap rumah di Dusun Garon mampu menghasilkan
produksi kopi mentah setiap panen dari hasil pohon kopi yang mereka tanam
di pekarangan rumah masing-masing. Sehingga sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi bubuk kopi khas Desa Dompyong. Hanya saja
tantangannya bagi para petani kopi, yaitu pengelolahan yang belum memenuhi
standard olah yang diterima pasar.14
Begitu pula dengan pisang, pisang banyak ditanam di pekarangan
rumah dan ladang. Selain dikonsumsi sendiri, juga dijual mentah ke pasar.
Sedangkan kopi selain di konsumsi sendiri juga di jual baik ke pabrik maupun
ke pasar. Jahe merupakan komoditi tanaman toga yang bisa dimanfaatkan
13 Hasil wawancara dengan Sudar (45 tahun) pada tanggal 23 november 2016 pukul 09:00 di rumah
Sudar
14 Hasil Wawancara dengan Purwanto (47 tahun) pada tanggal 23 November 2016 pukul 13:30 di
9
sebagai obat untuk kekebalan tubuh. Kebanyakan masyarakat menanan jahe di
ladang terutama di lahan perhutani menggunakan sistem tumpang sari dengan
tanaman singkong dan tanaman lainnya. Namun sejauh ini jahe hanya dijual
mentah dengan harga yang murah karena adanya penurunan harga yang drastis
dibanding tahun-tahun sebelumnya, padahal jahe merupakan komoditas yang
banyak ditanam di Desa Dompyong mengingat kondisi geografis yang sangat
mendukung untuk budidaya tanaman jahe. Selain produksi hasil panen jahe
sangat bagus dan dalam jumlah yang banyak, tetapi sejauh ini masyarakat
belum mampu meningkatkan hasil jual tanaman jahe melalui pengolahan
produk yang bernilai manfaat dan nilai jual tinggi. Mereka hanya menjual
mentah hasil panen kepada tengkulak dengan harga yang murah, oleh
karenanya produksi jahe mulai menurun mengingat turunnya harga
mempengaruhi keinginan petani untuk menanan jahe kembali.15
Pada tahun 2009-2010 ada pendampingan dari Prima Tani untuk
menanam komoditas sayuran seperti kubis, sawi, wortel dan kentang dalam
rangka meningkatkan dan mengganti komoditas tanaman yang bernilai jual
tinggi.16 Kerjasama dengan kelompok tani Mardi Luhur bersama masyarakat
Garon dengan sistem balik modal. Pendampingan dilakukan mulai dari proses
cara penanaman, pemupukan organik, pengobatan, pemupukan kimia dan
panen yang berlangsung selama tiga bulan masa tanam. Namun sangat
disayangkan pendampingan tidak sampai pada proses pemasaran. Sehingga
15 Hasil wawancara dengan Yateni umur 48 tahun pada tanggal 16 November 2016 pukul 21:00 di
rumah
16 Hasil FGD bersama kelompok wanita tani (KWT) Argosari pada tanggal 20 November 2016 pukul
10
masyarakat kesulitan untuk menjual hasil panennya. Walaupun kualitas hasil
panen baik namun masyarakat belum mampu memperoleh penghasilan yang
maksimal karena tidak ada pihak yang membeli hasil panen mereka serta
kurangnya pengetahuan dan keterampilan untuk pemasaran hasil panennya.
Setelah melakukan inkulturasi dengan berbagai pihak, baik dengan
kelompok tani, lembaga kemasyarakatan dan kelompok keagamaan, akhirnya
peneliti cenderung memilih kelompok wanita tani Argosari dan para petani
sebagai subjek dampingan. Hal ini karena beberapa alasan yaitu, mereka
menyambut dengan senang hati dan lebih terbuka serta mempunyai keinginan
untuk belajar bersama dalam melakukan perubahan, baik untuk diri mereka,
kelompok dan perubahan Desa Dompyong menjadi lebih baik dan
masyarakatnya lebih sejahtera.
Adanya problematika yang dialami masyarakat terutama petani
menyebabkan timbulnya kemiskinan petani. Kemiskinan akan terus
berkembang jika tidak diberantas. Kemiskinan bukan diciptakan oleh orang
miskin, tetapi diciptakan oleh tatanan sosial-ekonomi, maka kemiskinan dapat
atasi melalui pemberdayaan masyarakat untuk merubah kondisi masyarakat
menjadi lebih baik. Sebagaimana dalam Al Qur’an potongan dari surat
Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”.
Kondisi masyarakat Dompyong yang mayoritas sebagai petani belum
11
karena harga hasil panen lokal yang sangat murah. Dari sekian banyak potensi
lokal yang ada di Desa Dompyong, kebanyakan masih dijual mentah dengan
harga yang rendah. Maka peneliti bersama masyarakat dan kelompok tani
wanita (KWT) Argosari akan melakukan pendampingan untuk meningkatkan
nilai tambah hasil pertanian dalam rangka memajukan perekonomian
masyarakat terutama dalam meningkatkan pendapatan petani.
B. Rumusan Masalah
Desa Dompyong mempunyai lahan pertanian yang sangat potensial
dalam menghasilkan panen lokal berupa ketela baik ketela pohon maupun
ketela rambat, talas, pisang dan kopi, namun petani belum mampu mengolah
hasil panen tersebut menjadi barang yang lebih bernilai ekonomi tinggi yang
dapat meningkatkan pendapatan mereka. Petani selama ini hanya mampu
menjual mentah hasil panen potensi lokal dengan harga yang relatif murah.
Dari rumusan masalah di atas, maka pertanyaan riset pendampingan ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi rendahnya perekonomian petani Desa Dompyong akibat
tidak adanya pemanfaatan hasil panen lokal?
2. Bagaimana strategi yang efektif untuk meningkatkan perekonomian petani
Desa Dompyong?
3. Bagaimana hasil yang dicapai dalam penerapan wirausaha pengolahan hasil
12
C. Tujuan Penelitian untuk Pemberdayaan
Adapun tujuan penelitian dari pendampingan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui kondisi rendahnya perekonomian petani Desa
Dompyong akibat tidak adanya pemanfaatan hasil panen lokal?
2. Untuk menjelaskan strategi yang efektif untuk meningkatkan
perekonomian petani Desa Dompyong?
3. Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam penerapan wirausaha
pengolahan hasil panen bersama Kelompok Wanita Tani Argosari di Desa
Dompyong?
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, peneliti berharap hasil
penelitian ini bisa memberikan beberapa manfaat. Adapun manfaat yang
diharapkan dari hasil pendampingan ini antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangsih pada khasanah keilmuan
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pertanian dalam
meningkatkan hasil pertanian lokal agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi
diandingkan hanya dengan menjual mentah hasil pertanian. Selain itu,
penelitian ini bisa memberi kontribusi atau sumbangan pemikiran bagi jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam atau para pemberdaya masyarakat dalam
memahani kehidupan dan permasalahan yang ada di masyarakat serta menggali
13
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bisa menjadi informasi awal dalam pengembangan
sektor pertanian di Desa Dompyong dan Memberikan manfaat bagi
masyarakat Desa Dompyong, khususnya para petani dalam membaca dan
memecahkan permasalahan sosial yang realistis, yaitu dalam upaya
meningkatkan penghasilan petani melalui pengolahan hasil panen menjadi
produk yang lebih bernilai jual tinggi. Selain itu Petani dapat memahami
bagaimana masalah yang menjerat kehidupan mereka, menemukan solusi
bersama agar kehidupan masyarakat bisa lebih sejahtera. Sehingga dari setiap
proses yang dilakukan dapat memberikan motivasi kepada petani lainnya
untuk terus mengembangkan potensi yang mereka miliki demi kesejahteraan
bersama.
E. Strategi Pemecahan Masalah dan Tujuan 1. Analisis Masalah
Fokus pemberdayaan ini melibatkan partisipasi dari masyarakat Desa
Dompyong dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Argosari sebagai subjek
dampingan. Partisipasi ini dilakukan dalam setiap proses pengorganisasian di
lapangan, mulai dari pemetaan awal, penentuan masalah, mencari solusi,
pelaksanaan aksi hingga proses evaluasi dan refleksi dalam upaya
meningkatkan perekonomian atau pendapatan petani di Desa Dompyong.
Sehingga seluruh subjek dampingan mampu mengambil peran masing-masing
dalam segala proses pemberdayaan dengan harapan terciptanya masyarakat
14
mereka hadapi dan agar mereka bisa menyadarkan masyarakat yang lainnya
dan mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan dengan mandiri setelah
proses pendampingan ini selesai. Berikut ini adalah fokus penelitian dan
pendampingan yang digambarkan dalam analisa pohon masalah tentang
rendahnya perekonomian atau pendapatan petani di Desa Dompyong yaitu
sebagai berikut:
Bagan 1.1
Analisa Pohon Masalah Tentang Rendahnya Perekonomian Petani Desa
Dompyong
Sumber: Hasil FGD bersama Kelompok Wanita Tani pada tanggal 20 November2016
Tejadinya kemiskinan Kurang terpenuhinya kebutuhan
masyarakat
Rendahnya perekonomian (pendapatan) masyarakat Desa Dompyong
15
Problematika yang tampak dari pohon masalah diatas yaitu rendahnya
perekonomian atau pendapatan masyarakat, terutama petani yang disebabkan
oleh kurangnya pemahaman dan keterampilan petani untuk mengelola hasil
panen lokal agar menjadi barang yang mempunyai nilai jual lebih tinggi.
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat tersebut disebabkan
belum adanya pendidikan dan pelatihan tentang pengolahan hasil panen lokal
yang bisa mendukung peningkatan perekonomian masyarakat. Selama ini hasil
panen hanya sebatas di konsumsi sendiri dan dijual dipasar maupun tengkulak
dengan harga yang relatif murah.
Pengetahuan masyarakat tentang pengolahan pascapanen juga
disebabkan oleh kurangnya pendidikan kepada petani tentang pengolahan
pasca panen hasil pertanian. Hal ini terjadi dikarenakan belum ada yang
mengorganisir pendidikan masyarakat baik dari pemerintah desa, kelompok
tani maupun dari petani sendiri. Pendidikan selama ini yang ada di Desa
Dompyong lebih pada tata cara bercocok tanam yang baik agar bisa
memperoleh hasil yang maksimal, tetapi belum ada yang menfasilitasi
pendidikan tentang pengolahan pascapanen untuk peningkatan nilai jual
belinya.
Pengolahan hasil panen untuk meningkatkan pendapatan petani bisa
dilakukan jika ada sebuah kelompok atau lembaga yang menangani dan
menjalankan aktifitas kelola hasil panen. Namun di Desa Dompyong sendiri
belum ada gerakan ataupun kelompok yang berinisiatif untuk mulai berinovasi
16
produk baru. Produk baru tersebut tentunya produk yang bisa dijual dengan
harga yang relatif tinggi, dibandingkan dengan hanya menjual mentah saja.
Adapun dampak dari rendahnya perekonomian atau pendapatan
masayarakat petani yaitu menyebabkan peningkatan kemiskinan para petani
dan kurang terpenuhinya kebutuhan hidup para petani. Karena dalam
pemenuhan kebutuhan sehari masih mengandalkan pendapatan dari hasil
pertanian.
2. Analisis Tujuan
Dari ketiga faktor penyebab rendahnya perekonomian atau pendapatan
petani di Desa Dompyong tersebut, selama ini belum ada pihak yang
melakukan upaya penanganan masalah baik dari pihak desa, kelompok maupun
para petani karena belum ada kesadaran dari petani untuk melakukan upaya
peningkatan perekonomian atau pendapatan petani melalui pengolahan hasil
pertanian lokal. Petani hanya memperoleh penghasilan dari hasil panen yang
dijual pada tengkulak dengan harga yang murah tanpa melakukan penangana
pascapanennya. Oleh sebab itu, berikut uraian tindakan yang dilakukan oleh
peneliti bersama para petani dan KWT Argosari dalam melakukan upaya
pemecahan masalah untuk meningkatkan perekonomian petani yang tergambar
17
Bagan 1.2
Analisa Pohon Harapan dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pendapatan
Petani Desa Dompyong
Sumber: Hasil FGD bersama Kelompok Wanita Tani pada tanggal 20 November 2016
Dari paparan problem pada pohon masalah diatas, maka peneliti dan
masyarakat membuat analisa tujuan untuk merumuskan bersama
tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam proses pendampingan ini. Tujuan dari
pendampingan petani dan KWT Argosari dalam mengatasi rendahnya
perekonomian dan pendapatan petani di Desa Dompyong di tunjang oleh Berkurangnya tingkat
kemiskinan
Terpenuhinya kebutuhan masyarakat
Meningkatnya perekonomian (pendapatan) Petani Desa Dompyong
18
beberapa tujuan dasar lainnya. Faktor yang dibutuhkan untuk mecapai tujuan
tersebut yaitu:
1. Ada yang menginisiasi pendidikan untuk memberikan pemahaman kepada
petani dalam mengelola hasil panen lokal agar menjadi barang yang
mempunyai nilai jual lebih tinggi. Faktor penunjang ini sangat dibutuhkan
untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pengolahan hasil panen
dalam peningkatan pendapatan petani. Sehingga petani tidak mengalami
ketergantungan kepada para tengkulak dalam pemasaran hasil panennya
tetapi mempunyai kemampuan untuk mengelola hasil panen secara
mandiri.
2. Ada yang menginisiasi pembentukan kelompok usaha bersama dalam
pengolahan hasil panen lokal. Hal ini menjadi awal terbentuknya
wirausaha bersama kelompok yang nantinya dapat dikembangkan menjadi
wirausaha yang lebih besar. Kelompok usaha ini merupakan wadah
pengembangan keterampilan dan kemampuan petani untuk mengolah hasil
panen serta menjadi wadah untuk melakukan perubahan secara
berkelanjutan sehingga dapat memunculkan kelompok baru yang lebih
ahli dan kreatif dalam mengupaya adanya perubahan yang lebih baik.
3. Ada yang menginisiasi pelatihan keterampilan dalam pengolahan hasil
panen menjadi produk olahan yang bernilai jual ekonomis. Faktor
penunjang ini dibutuhkan untuk memberikan keterampilan pada petani
19
sumbangsih dalam peningkatan pendapatan keluarga petani khususnya
Kelompok Wanita Tani Argosari.
3. Analisis Strategi Program
Selanjutnya, untuk memperjelas alur pikiran peneliti dalam mencapai
tujuan-tujuan yang ada bersama para petani dan Kelompok Wanita Tani
Argosari, berikut adalah kerangka berfikir dan strategi program dalam
penelitian pendampingan ini, yaitu:
Tabel 1.2
Kerangka Berfikir dan Strategi Program dalam Pendampingan Upaya
Peningkatan Perekonomian dan Pendapatan Petani di Desa Dompyong
20
perekonomian petani
Sumber: Diolah dari Hasil FGD dengan Kelompok Wanita Tani Argosari pada tanggal 20 November 2016 di Rumah Sri Narti
Dengan adanya kerangka berfikir tersebut, akan menjadikan proses
pendampingan petani dan KWT Argosari mejadi lebih jelas dan terarah.
Sehingga dapat mencapai tujuan utama melalui tahapan-tahapan analisis yang
sesuai dengan konteks problem, harapan dan kondisi yang ada di masyarakat.
Selain itu juga, dari kerangka berfikir tersebut, akan memudahkan peneliti
dalam mengorganisir dan melakukan semua setiap prosesnya bersama
masyarakat hingga pada tahapan evaluasi untuk proses yang berkelanjutan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika adalah salah satu unsur penelitian yang sangat penting agar
penulisan hasil penelitian bisa terarah. Sistematika penulisan skripsi secara
keseluruan terdiri dari IX BAB, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, pada bab ini peneliti memaparkan tentang latar
belakang masalah yang terjadi di lokasi dampingan termasuk juga fokus riset
pendampingan atau rumusan masalah, tujuan dan manfaat riset pendampingan,
strategi pemberdayaan dan juga sistematika pembahasan bab per bab dari
skripsi.
BAB II Kajian Teori Dan Penelitian Terkait, Pada bab ini peneliti
membahas tentang teori-teori yang relevan dengan tema penelitian yang
21
masyarakat, teori pemberdayaan masyarakat berdasarkan perspektif islam dan
teori kewirausahaan.
BAB III Metode Penelitian Aksi Partisipatif, Pada bab ini peneliti
membahas tentang metode riset aksi partisipatif. Dalam bab ini berisi tentang
metode pendekatan yang digunakan dalam riset, prosedur dalam penelitian
PAR (Participatory Action Research), subjek penelitian dan penadmpingan,
teknik-teknik pendampingan, teknik pengumpulan data, teknik validasi data,
teknik analisi data riset untuk pendampingan dan jadwal operasional yang
menjelaskan tentang waktu dan juga pihak-pihak yang terkait dalam riset
pendampingan yang dilakukan.
BAB IV Gambaran Kehidupan di Desa Dompyong, bab ini
memberikan gambaran umum tentang lokasi riset dampingan. Dalam bab ini
dijelaskan tentang profil Desa Dompyong secara geografis, monografi desa
Dompyong, keadaan sosial budaya masyarakat, adat istiadat, pendidikan, dan
yang paling penting yaitu keadaan perekonomian masyarakat dan menjelaskan
kondisi pertanian Desa Dompyong yang menjadi sektor utama Pertanian di
desa tersebut. Begitupula pemaparan profil subyek dampingan, yaitu
Kelompok Wanita Tani Argosari.
BAB V Problematika Masyarakat Desa Dompyong, Pada bab ini
membahas tentang analisa situasi problematik yang terjadi di Desa Dompyong,
meliputi rendahnya perekonomian (pendapatan) petani di desa dompyong,
22
perekonomian masyarakat, serta belum adanya kelompok usaha dalam
menangani pengelolahan pascapanen.
BAB VI Proses Pengorganisasian, bab ini membahas tentang dinamika
proses pengorganisiran yang meliputi assesment awal, proses inkulturasi, focus
group discussion dan perencanaan program pendampingan kelompok wanita
tani Argosari dalam memecahkan berbagai permasalahan di Desa Dompyong.
BAB VII Proses Aksi Pada bab ini peneliti membahas tentang proses
aksi pendampingan masyarakat di Desa Dompyong melalui berbagai program
yaitu membangun kesadaran Kelompok Wanita Tani dalam penanganan
pascapanen, membentuk kelompok usaha bersama untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat serta melaksanakan pelatihan keterampilan dalam
pengolahan hasil panen menjadi produk olahan yang bernilai ekonomis.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian serta pendapatan
masyarakat terutama petani.
BAB VIII Analisis Dan Refleksi, bab ini berisi tentang analisis
pendamping terhadap subjek dampingan serta Refleksi Teoritis dan Refleksi
Metode Penelitian dimana peneliti menguraikan hasil refleksi terhadap
perubahan dan hasil dari sebuah proses pendampingan.
BAB IX Simpulan, pada bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan,
saran dan rekomendasi dari proses riset dampingan yang telah ditulis dalam
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT
A. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat sebagai Proses Mencapai Kemandirian
Pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah
kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip
keadilan sosial dan saling menghargai. Para pekerja kemasyarakatan berupaya
memfasilitasi warga dalam proses terciptanya keadilan sosial dan saling
menghargai melalui program-program pembangunan secara luas yang
menghubungkan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan masyarakat
menterjemahkan nilai-nilai keterbukaan, persamaan, pertanggungjawaban,
kesempatan, pilihan, partisipasi, saling menguntungkan, saling timbal balik
dan pembelajaran terus menerus. Inti dari pengembangan masyarakat adalah
mendidik, membuat anggota masyarakat mampu mengerjakan sesuatu dengan
memberikan kekuatan atau sarana yang diperlukan dan memberdayakan
mereka17. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
yang dilakukan untuk melakukan perubahan masyarakat petani Desa
Dompyong menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Pengembangan masyarakat didasari sebuah cita-cita bahwa masyarakat
bisa dan harus mengambil tanggung jawab dalam merumuskan kebutuhan,
mengusahakan kesejahteraan, menangani sumber daya baik sumber daya alam
24
maupun sumber daya manusia dan mewujudkan tujuan hidup mereka sendiri.
Pengembangan masyarakat diarahkan unuk membangun supportive
communities, yaitu sebuah struktur masyarakat yang kehidupannya didasarkan
pada pengembangan dan pembagian sumber daya secara adil serta adanya
interaksi sosial, partisipasi, dan upaya saling mendorong antar satu dengan
yang lain18.
Salah satu tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun
sebuah struktur masyarakat yang didalamnya memfasilitasi tumbuhnya
partisipasi secara demokratis ketika terjadi pengambilan keputusan. Upaya ini
menuntut pembentukan proses yang memungkinkan sebuah masyarakat
mempunyai akses pada sumber daya, mampu mengontrol sumber daya dan
struktur kekuasaan di masyarakat.19
Sedangkan pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan
kemampuan warga miskin untuk menentukan masa depannya sendiri dan
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakatnya.20 Pemberdayaan masyarakat
adalah proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai
proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.21
Pemberdayaan hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi.
18 Zubaedi, Pengembangan Masyarakat: Wacana dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2014) hal. 2 19 Sumaryo Gitosaputro, Kordiyana K. Rangga, Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat;
Konsep, Teori dan Aplikasinya di Era Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Graha Ilmu), hal. 3
20 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi,
Strategi, sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 43
21 James A. Cristenson, Jerry W. Robinson, Community development in perspective, (Jr Ames: Ioa
25
Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagai
berikut: “membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang
kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya,
keputusan-keputusannya dan tindakan-tidakanya.”22
Pemberdayaan adalah langkah atau proses mengupayakan unsur-unsur
keberdayaan dalam masyarakat sehingga mereka mampu meningkatkan harkat
dan martabat dan keluar dari sebuah ketergantungan yang mengkondisikan
mereka dalam perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, atau dengan istilah
lain memandirikan masyarakat.23
Carver dan Clatter Back mendefinisikan pemberdayaan sebagai berikut
“upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk mengambil
tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan memberikan kontribusi
pada tujuan organisasi”. Sementara Shardlow mengatakan pada intinya:
“pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka”.24
Menurut Sumodiningrat dan Gunawan Pendekatan utama dalam
konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari
berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan
22 Risyanti Riza, Roesmidi, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqa Print Jatinangor, 2006).
23
Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 1 24
26
masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut pertama, upaya itu
harus terarah. Ini yang secara populer disebut pemihakan. Kedua, program ini
harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat
yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena
secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah
masalah yang dihadapinya. 25
Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi
yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk
mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Pasal 1, ayat (8).26
Menurut Jim Ife, konsep pemberdayaan memiliki hubungan erat dua
konsep pokok yakni: konsep power (daya) dan konsep Disadvanteged
(ketimpangan). Upaya pemberdayaan masyarakat perlu didasari pemahaman
bahwa munculnya ketidakberdayaan masyarakat akibat masyarakat tidak
memiliki kekuatan (powerless). Jim Ife mengidentifikasi beberapa jenis
kekuatan yang dimiliki masyarakat yang dapat digunakan untuk
memberdayakan mereka:27
25 Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, (jakarta: Gramedia,
1999)
26 Cholisin, Pemberdayaan Masyarakat, Disampaikan pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa
Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, 2011
27 Ife, J.W, Community Development: Creating Community Alternatives-vision, Analisys and
27
a. Kekuatan atas pilihan pribadi. Upaya pemberdayaan dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan
pribadi atau kesempatan untuk lebih baik
b. Kekuatan dalam menentukan kebutuhannya sendiri dengan mendampingi
mereka untuk merumuskan kebutuhannya sendiri
c. Kekuatan dalam kebebasan berekspresi dengan mengembangkan kapasitas
mereka untuk bebas berekspresi dalam bentuk budaya politik
d. Kekuatan kelembagaan dengan meningkatkan aksebilitas terhadap
kelembagaan pendidikan, kesehatan, keluarga, keagamaan, sistem
kesejahteraan sosial, struktur pemerintah, media dan sebagainya.
e. Kekuatan sumber daya ekonomi dengan meningkatkan aksebilitas dan
kontrol terhadap aktivitas ekonomi
f. Kekuatan dalam kebebasan reproduksi dengan memberikan kebebasan
kepada masyarakat dalam menentukan proses reproduksi.
Prinsip-prinsip Pengembangan Masyarakat salah satunya yaitu sebagai
berikut:28
1. Berkelanjutan. Pengembangan masyarakat merupakan bagian dari upaya
untuk membangun tatanan sosial, ekonomi dan politik baru yang proses
dan strukturnya secara berkelanjutan. Setiap kegiatan pengembangan
masyarakat harus berjalan dalam kerangka berkelanjutan, bila tidak ia
tidak akan bertahan dalam waktu yang lama. Keistimewaan dari prinsip
keberlanjutan adalah ia dapt membangun struktur, organisasi, bisnis, dan
28
28
industri yang dapat tumbuh dan berkembang dalam bernagai tantangan.
Jika pengembangan masyarakat berjalan dalam pola berkelanjutan
diyakini akan dapat membawa sebuah masyarakat menjadi kuat, seimbang
dan harmonis, serta concern terhadap keselamatan lingkungan.
2. Kemandirian. Masyarakat hendaknya mencoba memanfaatkan secara
mandiri terhadap sumber daya yang dimiliki seperti: keuangan, teknis,
alam dan manusia daripada menggantungkan diri terhadap bantuan dari
luar. Melalui program pengembangan masyarakat duupayakan agar para
warga mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang ada
dalam masyarakat semaksimal mungkin.
3. Partisipasi. Pembangunan masyarakat harus selalu mencoba
memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan agar setiap orang dalam
masyarakat bisa terlibat aktif dalam proses dan kegiatan masyarakat. Lebih
banyak anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif, lebih banyak
cita-cita yang dimiliki massyarakat dan proses yang melibatkan masyarakat
akan dapat direalisasikan. Hal ini tidak menekankan bahwa setiap orang
harus berpartispasi dengan cara yang sama. Masyarakat berbeda-beda
karena mereka memiliki keterampilan, keinginan, dan kemampuan yang
berbeda-beda. Kerja kemasyarakatan yang baik akan memberikan
rangkaian kegiatan partisipatori yang seluas mungkin dan akan
membenarkan persamaan bagi semua anggota masyarakat yang secara
29
Upaya menumbuhkan partisipasi warga melalui program
pengembangan masyarakat diawali dengan cara menggugah kesadaran
masyarakat akan hak-haknya untuk hidup secara bermutu, adanya realitas
kompleksitas permasalahan yang dihadapi, serta perlunya tindakan konkret
dalam mengupayakan perbaikan kehidupan.
Partisipasi yang ingin dibangun melalui program pengembangan
masyarakat berjalan secara bertahap, dimulai dari jenis partisipasi interaktif
menuju tumbuhnya mobilitas sendiri (self-mobilization) di kalangan
masyarakat. Partisipasi interaktif adalah bentuk partisipasi masyarakat dimana
ide dalam berbagai kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program masih dibantu dan difasilitasi oleh pihak luar. Sementara itu, mobilitas
sendiri adalah bentuk partisipasi dimana masyarakat mengambil inisiatif,
melaksanakan kegiatan, pada berbagai tahap secara mandiri dan mobilisasi
sumber daya yang dibutuhkan dari masyarakat sendiri.29
Jika masyarakat sudah mampu mandiri dalam berpikir, bersikap, dan
mengambil tindakan serta sudah mampu berorientasi jangka panjang, makro
dan subtansial berarti mereka sudah berada dalam tahap terberdayakan.
Konsep pemberdayaan masyarakat jika ditelaah sebenarnya berangkat
dari pandangan yang menempatkan manusia sebagai subjek dari dunianya
sendiri. Pola dasar gerakan pemberdayaan ini mengamanatkan kepada perlunya
power dan menekankan keberpihakan kepada kelompok yang tak berdaya.
Pemberdayaan bersifat holistik berarti ia mencakup semua aspek. Untuk itu
30
setiap sumber daya lokal patut diketahui dan didayagunakan. Hal ini untuk
menghindarkan masyarakat dari sikap ketergantungan kepada segala sesatu.30
Upaya pemberdayaan, seperti yang dikatakan Kartasasmita harus
dilakukan melaui tiga arah. Pertama, menciptakan suasana iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Artinya setiap
manusia atau setiap masyarakat telah memiliki potensi, sehingga pada saat
langkah pemberdayaan diupayakan agar mendorong dan membangkitkan
kesadaran masyarkat akan pentingnya mengembangkan potensi-potensi yang
telah dimiliki. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Artinya langkah pemberdayaan diupayakan melalui aksi-aksi
nyata seperti pendidikan, pelatihan, peningkatan kesehatan, pemberian modal,
informasi, lapangan kerja, pasar serta sarana prasarana lainnya. Ketiga,
melindungi masyarakat (protection). Hal ini berarti dalam pemberdayaan
masyarakat perlu diupayakan langkah-langkah yang mencegah persaingan
secara tidak seimbang serta praktek esploitasi yang kuat terhadap yang lemah,
melalui keberpihakan atau adanya aturan atau kesepakatan yang jelas dan tegas
untuk melindungi golongan yang lemah.31
Langkah-langkah perencanaan program program itu setidak-tidaknya
mempunyai enam tahap. Pertama, tahap problem posing (pemaparan masalah)
yang dilakukan dengan mengelompokkan dan menentukan masalah-masalah
dan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, dengan memfasilitasi
30 Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar. Ibid hal. 76-77
31
kegiatan musyawarah atau diskusi dalam kelompok atau komunitas. Kedua,
tahap problem analysis (analisis masalah). Tahap ini dilakukan dengan
mengumpulkan informasi ruang lingkup permasalahan-permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Ketiga, tahap penentun tujuan (aims) dan sasaran
(objektives). Keempat, tahap action plans (perencanaan tindakan). Tahap ini
dilakukan dengan perencanaan berbagai aksi untuk mencapai tujuan. Kelima,
tahap pelaksanaan kegiatan. Tahap ini dilakukan dengan
mengimplementasikan langkah-langkah penembangan masyarakat yang telah
dirancang. Keenam, tahap evaluasi yang dilakukan secara terus menerus, baik
secara formal maupun informal.32
Pendekatan pembangunan yang bersifat top down tidak mencerminkan
keberpihakan pada kebutuhan masyarakat. Akibatnya, hasil dari
program-program pembangunan yang dilancarkan tidak berhubungan langsung dengan
pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat khususnya kalangan miskin,
meskipun telah menghabiskan biaya yang besar.33
Pengembangan masyarakat adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kemampuan dan potensialitas warga dalam rangka mobilisasi
semangat berpartisipasi mereka pada proses pengambilan keputusan terhadap
masalah-masalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya dan
mengimplementasikan keputusan tersebut.34 Setidaknya ada tiga tahap dalam
32 Ibid hal. 84-86
32
partisipasi pembangunan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan
tahap pemanfaatan.
Pengembangan sumber daya manusia hendaklah mencakup
pengembangan personality yang kreatif, inovatif, dan berwawasan masa depan,
serta memiliki managerial skill maupun technical skill, berkemampuan
memimpin, produktif, beramal sholeh, berkemampuan memelihara dan
mengembangkan sistem nilai kemasyarakatan (universal) sebagai rahmatan lil
alamin serta memiliki semagat kemandirian self help spirit simple living dan
honesty.35
B. Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Islam
Pada dasarnya Islam adalah agama pemberdayaan. Dalam pandangan
Islam, pemberdayaan harus merupakan gerakan tanpa henti. Hal ini sejalan
dengan paradigma Islam sendiri sebagai agama gerakan atau perubahan.
Istilah “pemberdayaan“ adalah terjemahan dari istilah asing
empowerment. Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara teknis
istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan
istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas tetentu bersifat
interchangeable atau dapat dipertukarkan.36
Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau
tepatnya pengembangan sumber daya manusia adalah upaya memperluas
horison pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk
35 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi,
Strategi, sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 166
36 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi,
33
melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai
logika ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat
memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadahan pilihan-pilihan.37
Amrullah Ahmad menyatakan bahwa pengembangan masyarakat
dalam Islam adalah sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model
pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan
alam perspektif Islam.38 Imag Mansur Burhan mendifinisikan pemberdayaan
ummat atau masyarakat sebagai upaya membangkitkan potensi umat Islam ke
arah yang lebih baik, baik dalam kehidupan sosial politik maupun ekonomi.39
Dengan demikian pengembangan atau pemberdayaan Islam merupakan
model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam dimensi
amal saleh (karya tebaik), dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang
dihadapi masyarakat. Sasaran individual yaitu setiap individu muslim dengan
orientasi sumber daya manusia. Sasaran komunal adalah kelompok atau
komunitas muslim, dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Dan
sasaran institusional adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan
dengan orientasi pengembangan kualitas dan islamitas kelembagaan.40
37 Ibid hal. 42
38 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di tengah Era Reformasi Menuju Indinesia Baru dalam
Memasuki Abad ke 21 Masehi.,Makalah yang disampaikan dalam “Sarasehan Nasional : Menggagas Strategi Dakwah Menuju Indonesia Baru”, yang diselenggarakan oleh SNF Dakwah, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandug, 21 April 1995, Hal. 9
39 Imang Mansur Burhan, Pokok-pokok Pikiran tentang Zakat dalam Pemberdayaan Ummat, dalam
jurnal Al Tadbir. Tranformasi Al Islam dalam Pranata dana Pembangunan (Bandung: Puat Pengkajian Islam dan Pranata IAIN Sunan Gunung Djati, 1998). Hal. 121
40 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi,
34
Pada pemberdayaan pendekatan proses lebih memungkinkan
pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam pandangan
ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada bentuk
partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat
dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata
berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena
telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga
masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung
jawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi
pada tahap tahap berikutnya41.
Sering dikatakan bahwa pengembangan masyarakat Islam adalah
wujud dari dakwah bil Hal. Tokoh Amrullah Ahmad, Nanih Machendrawati,
dan Agus Ahmad mendefinisikan bahwa pengembangan masyarakat Islam
adalah suatu sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model
pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan
dalam perspektif Islam. Secara terminologis, pengembangan atau
pemberdayaan masyarakat Islam berarti mentranformasikan dan
melembagakan semua sesuai ajaran Islam dalam kehiduan keluarga (usrah),
kelompok sosial (jamaah), dan masyrakat (ummah).42
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da’a, yad’u,
da’wan yang diartika sebagai mengajak atau menyeru, memanggil, seruan,
41
Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
35
permohonan dan permintaan. Pada tatanan praktik dakwah harus mengandung
dan melibatkan tiga unsur, yaitu: penyampai pesan, informasi yang
disampaikan, dan penerima pesan. Namun dakwah mengandung pengertian
yang lebih luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung
makna sebagai aktivitas menyampaikan ajaran islam, menyuruh berbuat baik
dan mencegah perbuatan mungkar serta memberi kabar gembira dan peringatan
bagi manusia.43
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Syeh Ali Mahfud dalam kitab
Hidayatul Mursyidin dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan
definisi dakwah sebagai berikut:44
Artinya: "Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan
menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka
dari perbuatan mungkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat".
Menurut Muhammad Khidr Husain dalam bukunya “al- Dakwah ila al-
Islah” dakwah adalah upaya untuk memotivasi orang agar berbuat baik dan
mengikuti jalan petunjuk dan melakukan amr ma’ruf nahi mungkar dengan
tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.45
Sedangkan Quraish Shihab mendifinisikan dakwah sebagai seruan atau
ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada
43 Muhammad Munir, Wahyu Ilahi, Management Dakwah, (Jakarta: Pranada Media, 2006), hal. 17 44 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta, Kencana, 2006), hal. 7
45
36
situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun
masyarakat.46
Unsur-unsur dakwah merupakan komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah, yaitu:47
a. Da’i (Pelaku Dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan secara individu, kelompok, atau lewat
organisasi/lembaga yang dalam hal ini pendamping merupakan pelaku dakwah.
b. Mad’u (Penerima Dakwah)
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama islam atau tidak; atau dengan kata lain manusia secara
keseluruhan. Mad’u disini terdiri dari para petani dan Kelompok Wanita Tani
Argosari.
c. Maddah (Materi) Dakwah
Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i
kepada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah
adalah ajaran islam itu sendiri. Maddah dakwah pemberdayaan merupakan
ajakan untuk melakukan pemberdayaan ekonomi dalam meningkatkan
perekonomian para petani.
37
d. Wasilah (Media) Dakwah
Wasilah dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan
materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u. Wasilah dakwah berupa diskusi
bersama untuk melakukan pemecahan masalah.
e. Thariqoh (Metode) Dakwah
Adalah cara yang dipakai da’i untuk menyampaikan ajaran materi
dakwah baik secara lisan, tulisan, lukisan, audiovisual maupun dengan akhlak.
Dalam pemberdayaan ini menggunakan riset aksi dengan masyarakat sebagai
pelaku perubahan. Metode dakwah merujuk pada surat An-Nahl ayat 125
sebagai berikut:48
Artinya:
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalannya dan Dialah yang ebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)
Ayat tersebut menjelaskan tentang metode dalam berdakwah. Dakwah
harus disampaikan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan apabila terjadi
perbedaan pendapat, maka bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.
48