PERSPEKTIF AL-MADHA>HIB AL-
ARBA’AH
TERHADAP JUAL BELI
BIJI GENITRI DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI
KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI
Oleh Dwi Apriliawati NIM. C52212115
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
Surabaya 2017
PERSPEKTIF AL-MADHA>HIB AL-ARBA’AH TERHADAP JUAL BELI BIJI GENITRI
DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syariah dan Hukum
Oleh: Dwi Apriliawati NIM. C52212115
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) dengan objek
penelitian Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar. Dengan judul
“Perspektif Madha>hib al-A rba’ah terhadap Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar”. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah, yaitu: bagaimana praktik jual beli biji genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar
dan bagaimana prespekti madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli genitri di Desa
Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
Dalam penyelesaiannya, skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan cara observasi, wawancara,
dan dokumentasi, kemudian diolah dengan cara editing, organizing, dan
kemudian menganilis dengan menggunakan dalil-dalil dan pendapat madha>hib
al-arba’ahuntuk menghasilkan sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ini ditemukan bahwa praktik jual beli biji genitri merupakan jual beli yang
menjadikan genitri sebagai ma’kud alaih.Dimana menurut madha>hib al-arba’ah,
ma’kud alaihkhususnyamabi’ harus berupa barang yang memiliki manfaat bagi pembelinya. Padahal berdasar dari berbagai sumber dijelaskan bahwa genitri dimanfaatkan ritual sesembahan kepada Dewa Siwa. Selain itu, biji genitri juga dianggap sebagai berkah dari Dewa Siwa yang dapat memberikan kesejahteraan, keberuntungan dan penghapusan dosa bagi pemakainya. Pada praktiknya, jual beli biji genitri di Desa Soso ini melibatkan orang Nepal dan India yang mayoritas beragama Hindu sebagai pembeli.
Jika praktik ini dianalisis dengan perspektifal-madha>hib al-arba’ah, maka
menghasilkan dua pendapat. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa praktik jual beli ini sah secara dhahir tetapi makruh, karena ketidakyakinan bahwa biji genitri ini akan dijadikan sebagai sarana untuk berbuat kemusrikan. Sedangkan Imam Maliki dan Imam Hambali berpendapat bahwa jual beli ini tidak sah, karena tindakan antisipasi. Dengan dasar bahwa hal-hal yang digunakan sebagai sarana yang mewujudkan sesuatu yang haram itu hukumnya haram meskipun hanya sebatas niat. Pendapat ini berdasarkan pada
surat al-Ma>idah ayat 2 yang menyatakan larangan untuk saling tolong menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR...xiii
DAFTAR TRANSLITERASI... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II PERSEKTIFA l-MA DHA <HIB A L-A RBA ’A HTERHADAP JUAL BELI A. Profil al-Madha<hib al-A rba’ah... 26
1. Mazhab Hanafi ... 26
2. Mazhab Maliki ... 29
4. Mazhab Hambali ... 33
B. Jual Beli dalam Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah ...34
1. Pengertian Jual Beli Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah ... 35
2. Landasan Hukum Jual Beli ... 39
3. Rukun dan Syarat Jual Beli Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah .40 BAB III JUAL BELI GENITRI DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN BLITAR A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 52
1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 52
2. Keadaan Penduduk Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 53
3. Keadaan Sosial Ekonomi Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 53
B. Genitri Menurut Kepercayaan Agama Hindu dan Manfaatnya Menurut Penelitian Ilmiah...55
C. Praktik Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 60
1. Awal Mula Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 60
2. Proses dan Alur Jual Beli Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 64
3. Hal-Hal yang Berhubungan dengan Jual Beli Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 69
4. Manfaat bagi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Soso... 78
A. Analisis Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 73
B. Analisis Perspektif al-Madha<hib al-A rba’ah terhadap Jual Beli Biji
Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 75 BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 84 B. SARAN ... 85 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan manusia selalu ada di setiap harinya. Mulai dari
kebutuhan makan, minum, berpakaian, mempunyai rumah, kebutuhan
transportasi, hingga kebutuhan pelengkap untuk menjadikan kehidupan
mereka tetap berjalan dengan nyaman dan sejahtera. Kiranya, tak seorang
pun yang menginginkan untuk hidup kekurangan. Sehingga banyak orang
yang rela kepanasan, bekerja tak kenal lelah untuk mencari nafkah. Allah pun
juga memerintahkan pada setiap orang untuk mencari rizki yang telah Allah
karuniakan.
Bagi umat Islam, mencari nafkah bukan hanya sekedar bekerja apa
adanya sehingga bisa mendapatkan upah dari apa yang ia kerjakan. Lebih
dari itu, dalam mencari nafkah umat Islam tetap harus memperhatikan halal
dan haram. Sehingga bisa melakukan pekerjaan halal yang mempunyai nilai
ibadah, dan meninggalkan pekerjaan haram yang bisa menimbulkan dosa.
Rasulullah juga pernah mengajarkan, bahwa mencari rezeki yang halal adalah
wajib bagi setiap muslim.1
Pada proses mencari nafkah atau proses memenuhi kebutuhan hidup,
pasti semua orang akan melibatkan orang lain. Dengan demikian, langsung
maupun tak langsung, orang tersebut juga melakukan transaksi muamalah
dan
1
2
serta merta harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam
agama dan telah dirangkum dalam fiqih muamalah.
Fiqh muamalah sendiri merupakan peraturan-peraturan Allah yang
harus diikuti dan ditaati oleh manusia dalam hidup bermasyarakat untuk
menjaga kepentingan manusia.1 Jadi setiap perkara yang menyangkut
hubungan manusia dengan manusia lainnya telah diatur dalam fiqih
muamalah, diantaranya adalah jual beli, kerjasama, wakaf, dan
transaksi-transaksi lainnya.
Dari sekian banyak kegiatan dan transaksi muamalah yang ada dalam
masyarakat. Transaksi jual beli lah yang paling sering dilakukan dan
dijumpai dalam masyarakat. Bahkan, mayoritas manusia melakukan
transaksi jual beli pada setiap harinya. Baik jual beli ini dilakukan
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, atau dilakukan untuk mencari nafkah.
Dasar hukum jual beli adalah mubah, sebagaimana transaksi muamalah
lainnya. Allah berfirman,
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 2
Jual beli juga termasuk pekerjaan yang terbaik. Dalam suatu riwayat,
dari Rafi’ bin Khudaij bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah,”Wahai
Rasulullah, apa pekerjaan yang terbaik?” Rasulullah menjawab, “Pekerjaan
1
Abdul Rahman Ghazaly, et.al,Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 3.
2
3
yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap transaksi jual beli yang
mabrur.”3
Di antara ketentuan-ketentuan yang mengatur jual beli, terdapat
perbedaan-perbedaan pendapat dari al-madha>hib al-arba’ah. Adanya
perbedaan ini dilatarbelakangi adanya perbedaan dalam pola piker dan
dasar-dasar istinba<t}. A l-madha>hib al-arba’ah merupakan mazhab besar yang
ajaranya terus berkembang sampai sekarang.4
Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu ijāb
(ungkapan membeli dari pembeli) dan qabūl (ungkapan menjual dan
menjual). Mereka berpendapat seperti ini, karena menurut mereka rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara penjual dan pembeli, akan tetapi
karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera
sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikator yang menunjukkan
kerelaan tersebut dari kedua belah pihak dapat dalam bentuk perkataan,
yaitu ijāb dan qabūl atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling member
(penyerahan barang dan penerimaan uang).5
Mazhab Syafi’i telah menetapkan bahwa syarat sahnya jual beli
berjumlah dua puluh dua item, yaitu tiga belas macam di antaranya berkaitan
dengan s}ighah (ijāb danqabūl), empat macam berkaitan dengan orang yang
3
Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2003),119.
4
Cik Hasan Bisri,Model Penelitian Fiqih Jilid 1: Paradigma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian,
(Jakarta: Prenada Kencana, 2003), 240
5
4
berakad (al-a>qid) dan lima macam berhubungan dengan barang yang
diperjualbelikan.6Di antaranya yaitu:
1. Barang yang diperjualbelikan tersebut harus suci, maka tidak sah
memperjualbelikan benda-benda najis atau yang diharamkan oleh dalil
al-Quran dan as-Sunnah seperti khamr, bangkai, patung, dan barang yang
mengarah pada kemaksiatan.
2. Bermanfaat, maka tidak sah memperjualbelikan barang yang tidak
bermanfaat
3. Benda tersebut ada ketika terjadi transaksi
4. Milik sendiri atau dibawah kekuasaana>qid
5. Jelas sifat, zat ukuran dan kualitas barang yang diperjual belikan.7
Imam Syafi’i berpendapat mengenai patung (berhala) pelarangannya
bukan karena najisnya, melainkan semata-mata tidak ada manfaatnya. Bila ia
telah dipecah-pecah menjadi batu biasa, berhala tersebut boleh
diperjualbelikan sebab dapat dipergunakan untuk bahan bangunan, dan
lain-lainnya.8
Disinilah terdapat perbedaan pendapat. Imam Malik dan Imam Hambali berpendapat bahwa menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya sebagai minuman keras itu tidak sah, begitu juga menjual senjata kepada orang kafir yang memerangi umat Islam, atau kelompok pengacau, atau pun perompak sebagai tindakan antisipasi. Karena hal-hal yang digunakan sebagai sarana yang mewujudkan sesuatu yang haram itu hukumnya haram merkipun hanya dengan niat. Ini berdasarkan ayat, “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permussuhan.” (al-Ma<idah: 2)
6
Siti Istiqlaliyah, “Jual Beli Patung Menurut Mazhab Syafi’i dalam Pandangan Ulama’ Kontemporer,”(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004), 7
7
Ibid.
8
5
Larangan dalam ayat menunjukkan keharaman. Jika telah divonis haram,
maka jual beli pasti menjadi batal.9
Barang yang menjadi objek untuk diperjualbelikan juga harus sesuai
dengan ketentuan-ketentuanshara’. Barang tersebut harus memiliki manfaat
menurut agama Islam, bukan yang digunakan untuk mendukung dalam
melakukan hal yang dilarang seperti kemaksiatan, perbuatan dosa,
penyembahan atau pemujaan kepada selain Allah yang mengarah kepada
kemusyrikan).10
Perkembangan dunia jual beli, akhirnya membawa tren jual beli biji
ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar. Kata ganitri
juga disebut sebagai Rudraksa. Rudraksha berasal dari bahasa India yang
mempunyai arti air mata Dewa Siwa. Jual beli ganitri ini mulai ramai dan
digandrungi oleh masyarakat sejak tahun 2014. Bahkan, beberapa
masyarakat yang dulunya bekerja sebagai petani, memilih menjadi pengepul
biji ganitri. Hal ini dikarenakan harga a masyarakat yang dulunya bekerja
sebagai petani, memilih menjadi pengepul biji ganitri yang semakin hari
semakin tinggi, dan pasarnya pun sudah jelas adanya.
Harga biji ganitri kualitas nomor satu dengan ukuran 5 mm dihargai
Rp. 165,00 per butir. ganitri dengan kualitas nomor dua ukuran 5,5 mm
dijual seharga Rp. 100,00 per butir. Sedangkan ganitri bodongan dengan
9
Wahbah az-zuhaili,Fiqh Islam wa A dilatuhu, jild 5,Abdul Hayyie al Kattani (Jakarta: Gema Insani, Darul Fikr, 2011), 136.
10
6
mukhi sejumlah 1-21, harga jual bisa mencapai Rp. 1.000.000,00 sampai Rp.
3.000.000,00 per butirnya.11
Ganitri merupakan tanaman dengan nama latin Elaecarpus spaericus
schum). Di Indonesia, ada tiga jenis ganitri. Tinggi pohon ganitri mencapai
30 meter dengan diameter batang mencapai 30-40 centimeter. Buahnya
bulat, tergantung di ujung tangkai dan ranting berwarna biru agak ungu
cerah. Bila sudah diolah, bijinya berwarna coklat mengkilap.12
Biji Rudaksha yang berwarna coklat ini lah yang diperjualbelikan.
Sebenarnya, bila dilhat sekilas, biji ganitri yang menjadi objek jual beli pun
tidak mengandung benda najis atau pun memabukkan. Kendati demikian,
sangat disayangkan, banyak orang yang menjual ganitri ini kepada orang
yang akan menjadikannya sebagai sesembahan yang menyekutukan Allah.
Banyak dari pembeli ganitri berani mengeluarkan uang dalam jumlah
lumayan besar untuk memiliki biji ganitri yang mereka percayai sebagai
titisan Dewa Siwa ini.
Jual beli biji ganitri menjadi semakin menarik untuk diteliti melihat
bertambah banyaknya orang-orang yang percaya dengan manfaat yang
diberikan oleh biji ini. Banyak pemakai biji ganitri yang percaya bahwa biji
ganitri akan memerikan manfaat dan keberkahan dalam kehidupan mereka.
Diantara manfaat yang dipercayai bisa muncul dari biji ganitri adalah
sebagai berikut:
1. Mukhi satu : memberikan kebahagiaan dan pembebasan
11
Jamaisalis,W awancara, Blitar, 18 April 2016 12
7
2. Mukhi dua : terpenuhinya segala keinginan dan kedamaian
3. Mukhi tiga : memberikan keselamatan dan energi religious
4. Mukhi empat : memberikan kreativitas dan kecerdasan
5. Mukhi lima : memberikan perlindungan, kebahagiaan dan peleburan
dosa.
Mempercayai bahwa sesuatu bisa memberikan keberkahan adalah
perilaku menyekutukan Allah dan termasuk perbuatan syirik yang sangat
dibenci oleh agama Islam. Sabda Rasulullah,
Artinya: Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita
mu’min yang suci berbuat zina". (HR. Bukhori)13
Berdasar dari semua pemaparan yang telah disampaikan, lalu
bagaimana perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli ganitri di
Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ini? Adakah pendapat
yang menghalalkan jual beli ini?
Pada satu sisi jual beli biji ganitri ini sangat bermanfaat bagi
peningkatan perekonomian masyarakat Desa Soso. Namun, pada sisi lain biji
ini dijual untuk dimanfaatkan sebagai sesembahan. Hal ini sama artinya
bahwa dengan menjual belikannya sama artinya dengan membantu orang
13
8
berlaku syirik dan menyekutukan Allah sehingga akan berimplikasi pada
ketentuan hukum agama Islam yang mengaturnya. Dari sinilah penelitian ini
menarik dan harus dilakukan.
A. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dapat ditarik
beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian yang berkaitan
dengan judul penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari
Kabupaten Blitar.
b. Sejarah dan kepercayaan yang berkaitan dengan biji Ganitri yang
menyebabkan tingginya harga jual.
c. Jenis-jenis biji Ganitri yang diperjualbelikan di Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar.
d. Manfaat dan kepercayaan yang muncul dari biji Ganitri.
e. Perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terkait jual beli biji Ganitri di
Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas maka sesuai dengan judul skripsi
di atas, penyusun perlu membatasi masalah. Dari pembatasan tersebut,
maka dapat dirumuskan bahwa pokok-pokok permasalahan yang akan
9
a. Praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari
Kabupaten Blitar.
b. Perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli Ganitri di Desa
Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
terdapat dua rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli Ganitri
di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar?
C. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti. Sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah
ada.14Mulai dari awal memunculkan judul hingga saat penulisan proposal
penelitan ini, penulis belum menemukan skripsi yang sama persis membahas
14
10
tentang perspektifA l-madha>hib al-arba’ahterhadap jual beli biji Rudraksa di
Desa Soso Kecamatan Kabupaten Blitar.
Adapun pembahasan tentang jual beli sebagaimana yang sudah
pernah dibahas antara lain:
1. Skripsi dengan judul“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Produk
Satanisme di Venom Metal Distro Jl. Gajah Magersari Sidoarjo” yang
ditulis oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahu 2008.
Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa praktik jual beli produk
satanisme di Venom Metal Distro Jl. Gajah Magersari Sidoarjo sudah
sesuai dengan ketentuan jual beli yaitu terdapat penjual dan pembeli,
barang yang djual belikan sudah jelas dan ada di tempat. Hanya saja
objek barang yang dijualbelikan bertema music metal, blackmetal, deathmetal, undergroundyang merupakan aliran penyembahan setan dan tidak mengakui adanya Tuhan (A theis).15
2. Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Maliki Tentang Jual Beli Sperma (Studi
Komparasi) yang ditulis oleh Salman Al Farisi pada tahun 2009. Dari
penelitian yang dilakukan dan ditulis menjadi skripsi tersebut
menyimpulkan bahwa jual beli sperma binatang menurut Ima>m Sha>fi’i
merupakan perbuatan yang diharamkan dan termasuk dalam jual beli
yang rusak (batal). Sedangkan menurut Imam Malik jual beli sperma
15
11
binatang ini dihukumi makruh jika tidak adanya jaminan dan kejelasan,
apabila terdapat jaminan dan jelas, maka jual beli ini diperbolehkan.16
3. Skripsi “Studi komparisi pendapat al-A immah al-A rba’ah Tentang Jual
Beli Pada Saat Azan Shalat Jum’at” yang ditulis oleh Ahmad Sodikin.
Skripsi ini membahas larangan jual beli pada saat shalat Jum’at, yang
didasarkan pada surat al-Jum’ah ayat 9 sedangkan ditinjau dari sisi lain,
apakah larangan tersebut berpengaruh terhadap sah atau tidannya jual
beli. Padahal jual beli dikatakan sah jika syarat-syarat dan rukun-rukun
yang ditentukan oleh syara’ sudah terpenuhi, dan apabila ada yang
masih kurang atau tidak sesuai maka dihukumi tidak sah. Selanjutnya
membandingkan dengan pendapat al-A immah al-A rba’ah mengenai jual beli yang dilakukan pada saat Shalat Jum’at.17
4. Skripsi dengan judul “Jual Beli Patung Menurut Mazhab Sya>fi’I dalam
pandangan Ulama’ Kontemporer” yang ditulis oleh Siti Istiqlaliyah yang
menerangkan tentang larangan Mazhab Sya>fi’i terhadap jual beli patung
dan menjelaskan pula kegunaan patung tersebut. Patung yang dijual
sekarang ini sudah bukan untuk disembah tetapi untuk kreatifitas seni
hiasan, tidak seperti zaman dahulu dimana patung yang dijual kemudian
16
Salman Al Farisi, “Pendapat Imam Syafi’I dan Imam Malik Tentang Jual Beli Sperma (Studi Komparasi)”, (Skripsi-Institut Agama Islam Negeri Surabaya, 2009), vi
17
12
dimanfaatkan sebagai sesembahan yang dianggap Tuhan. Hal tersebut
menurut Islam adalah perbuatan syirik.18
Penelitian terdahulu di atas merupakan penelitian yang mempunyai
hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Kendati
demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis tidak sepenuhnya
sama dengan penelitian-penelitian tersebut. Dalam hal ini, penulis akan
meneliti terkait jual beli Ganitri yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh
masyarakat Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar berdasarkan
prespektih A l-madha>hib al-arba’ah. Dimana objek atau barang yang
diperjualbelikan adalah biji Ganitri yang akan dimanfaatkan menjadi
sesembahan.
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah duraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan
Gandusar Kabupaten Bitar.
2. Mengetahui perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli biji
Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
18
13
Dalam penulisan penelitian ini, penulis berharap agar penelitian yang
diteliti bisa mempunyai nilai tambah dan dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan terlebih bagi penulis sendiri. Adapun harapan kegunaan penulis
yaitu:
1. Secara teoritis,
a. Untuk memperkaya pengetahuan yang berkaitan dengan hukum Islam,
khususnya dalam ranah jual beli barang yang digunakan untuk
sesembahan. Sehingga memberikan sumbangan keilmuan dan
pemikiran bagi pengembangan pemahaman hukum Islam bagi
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya mahasiswa prodi
Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah). Serta memberikan tambahan
pengetahuan bagi masyarakat dalam hal hutang yang disertai agunan
yang sesuai dengan hukum Islam.
b. Untuk dijadikan sebagai bahan bacaan, referensi dan rujukan bagi
peneliti selanjutnya dalam hal jual beli barang yang digunakan untuk
sesembahan.
2. Secara praktis, sebagai masukan bagi masyarakat Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar agar lebih berhati-hati dalam melakukan
transaksi jual beli supaya bisa berhati-hati dalam melaksanakan transaksi
jual beli sesuai dengan aturan agama Islam.
14
Dari beberapa masalah diatas terdapat beberapa istilah yang perlu
dijelaskan agar menjadi istilah yang operasional dan dapat memperjelas
maksud dari judul penelitian ini, diantaranya yaitu:
A l-madha>hib al-arba’ah : Pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh
empat Imam Fiqih dalam memecahkan masalah,
atau digunakan dalam proses istinba>t} hukum
islam.19 Dalam hal ini penulis menganalisis
permasalahan yang dibahas berdasarkan pola
pemikiran dan dasar-dasar istinba>t} hukum
Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i,
dan Mazhab Hambali.
Ganitri : Dalam hal ini, Ganitri merupakan nama biji
tumbuhan yang diyakini oleh pemeluk agama
Hindu sebagai benda suci karena merupakan
berkah yang diberikan oleh Dewa Siwa kepada
bumi.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis peneltian yang akan dipakai dalam pengerjaan skripsi ini adalah
penelitian lapangan (field research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu
19
15
sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.20 Selain itu, dalam
melakukan analisa dan penentuan hukum, penulis menggunakan
penelitian pustaka (library research). Sehingga akan digali data yang
lengkap dan valid mengenai status akad dalam jual beli Ganitri untuk
kemudian akan dianalisis berdasarkan perspektifal-madha>hib al-arba’ah.
2. Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan di
atas, maka data yang dikumpulkan dapat diklasifikasikan adalah
meliputi:
a. Data Primer
1) Data tentang praktek jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar
2) Data tentang jenis-jenis biji Ganitri yang diperjualbelikan di
Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar
b. Data Sekunder
1) Data tentang manfaat dan kepercayaan yang muncul dari biji
Ganitri.
2) Data tentang perspektifA l-madha>hib al-arba’ahterkait jual beli
biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar.
20
16
3. Lokasi Penelitian
Penulis mengambil fokus penelitian jual beli Ganitri di Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar karena Ganitri di desa ini
terkenal mempunyai kualitas yang bagus. Sehingga banyak pembeli dari
Jawa Barat bahkan luar negeri (Nepal dan India) yang berdatangan
untuk membeli biji Ganitri. Selain itu, lokasi ini juga sudah familiar dan
memungkinkan untuk dijangkau oleh penulis.
4. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan untuk dijadikan pediman
dalam penelitian ini agar bisa mendapatkan data yang akurat terkait jual
beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari kabupaten Blitar
meliputi data primer dan data sekunder. Adapun sumber data tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer yaitu sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. 21Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan langsung dengan
subjek yang diteliti, yaitu hal-hal yang berkaitan langsung dengan
jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
21
17
Blitar. Sumber data primer yang digunalan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Masyarakat Desa Soso yang menjadi penjual biji Ganitri
2) Pembeli biji Ganitri yang menjadi pembeli tetap di Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau disampaikan melalui dokumen-dokumen22 yang member
penjelasan terhadap data primeir. Data tersebut sebagian besar
merupakan data literasiyang mempunyai hubunagn erat dengan
bahan primeir dan dapat membantu menganalisis dan memahami
bahan primeir.23Dalam penelitian ini data primeir dapat berasal dari
buku-buku, artikel, catatan, dan dokumen yang berhubungan dengan
jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar sehingga dapat dilihat dari perspektif A l-madha>hib
al-arba’ah. Adapun data sekunder yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah:
1) Ibnu Rusydi,Bida<yat al-Mujtahi<d
2) Abdullah bin Abdurrahman, Taisir A llam Syarah ‘Umdat
al-A hka<m
22 Ibid. 23
18
3) Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Dimasyqi,
Fiqih Empat Mazhab
4) Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah
5) Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnah
6) Ibnu Mas’ud,Fiqih Mazhab Syafi’i
7) Wahbah Zuhaili,Fiqh Islam wa A dilla>tuhu
8) Abdul Rahman Ghazaly,Fiqh Muamalat
9) M. Ali Hasan,Perbandingan Mazhab
10) Romli SA,Muqa<ranat al-Madzha<hib fi al-Ushul
11) Asmawi,Perbandingan Ushul Fiqh
12) Masykur Anhari,Ushul Fiqh
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk memperoleh data yang benar dan tepat di tempat
penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi
Yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dan gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
yang secara factual baik.24 Penyusun akan melakukan pengamatan
secara langsung mengenai jual beli Rudraksa yang ada di Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar untuk memperoleh
data-24
19
data yang falid dan akurat sehingga dapat dianalisis menurut
perspektifal-madha>hib al-arba’ah.
b. Interview/ Wawancara
Metode interview atau wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan atau
pendirian secara lisan dari beberapa responden dengan
bercakap-cakap dan tatap muka dengan orang tersebut untuk menggali
data.25Dalam hal ini penulis akan mewawancarai penjual biji Ganitri
yang merupakan warga Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar dan pembeli biji Ganitri yang merupakan gabungan dari warga
Desa Soso bekerja sama dengan orang Nepal dan India.
c. Dokumentasi
Yaitu proses penyampaian data yang diperoleh melalui data
tertulis yang membuat garis besar data yang berkaitan dengan judul
penelitian. Dalam hal ini dokumentasi yang akan dikumpulkan adalah
dokumen yang berkaitan dengan letak, luas wilayah, jumlah penduduk,
keadaan penduduk, keadaan sosial ekonomi Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar.
6. Teknik Pengolahan Data
Dikarenakan data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang
bersangkutan (studi lapangan) dan bahan pustaka yang selanjutnya harus
diolah dengan tahapan-tahapan tertentu hingga bisa terjadi analisis yang
25
20
menghasilkan simpulan. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan
penulis dalam penelitianini adalah sebagai berikut:
a. Editing, memeriksa kembali data-data yang sudam dikumpulkan baik dari wawancara ataupun dokumentasi tanpa mengurangi
keakuratan data yang diperoleh, hal ini dimaksudkan agar tidak ada
kesalahan dalam hal apapun untuk menjadikan penyusunan lebih
baik.
b. Organizing,mengatur dan menyusun data sedemikianrupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.
c. Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil pengorganisasian
data dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang
berkaitan dengan pembahasan, sehingga diperoleh kesimpulan
tertentu mengenai jual beli biji Ganitri menurut perspektif
al-madha>hib al-arba’ah.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis
data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
21
sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto dan sebagainya.26
Setelah data dari wawancara dan dokumentasi terkumpul,
penulis akan melakukan anasisis. Untuk mempermudah analisis
penelitian ini maka penulis menggunakan metode deskriptif analis yang
merupakan metode dengan memaparkan serta menjelaskan secara
mendalam dan menganalisa terhadap semua aspek yang berkatan dengan
masalah penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian yang
diambil adalah mengenai praktik jualbeli biji Ganitri di Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar yang disorot dari perspektif A
l-madha>hib al-arba’ah untuk menilai kesesuaian praktik jual tersebut dengan aturan-aturan yang terdapat dalam agama Islam.
Sedangkan pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deduktif.
Penelitian ini diawali dengan mengemukakan pengertian-pengertian,
teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu
ketentuan-ketentuan hukum Islam dari perspektif al-madha>hib al-arba’ah. Proses
selanjutnya, penulis akan memaparkan fakta-fakta yang ada di lapangan
mengenai praktek jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari
Kabupaten Blitar. Setelah itu, penulis akan menganalisis fakta-fakta
tersebut dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Sehingga
hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan-26
22
permasalahan terkait jual beli biji Ganitri menurut perspektif A
l-madha>hib al-arba’ah.
H. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasandalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi lima bab, yang terdiri dari sub bab-sub bab yang
saling memiliki hubungan dan merupakan rangkaan yang tak terpisahkan.
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalh, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian dan diakhiri sisitematika pembahasan.
Bab kedua adalah perspektif al-madha>hib al-arba’ah tentang jual
beli, yang berisikan tentang profil al-madha>hib al-arba’ah, pola pikir dan
landasar penetapan hukum al-madha>hib al-arba’ah yang kemudian disusul
dengan teori jual beli prespektih al-madha>hib al-arba’ah. Adapun teori jual
beli yang dipaparkan adalah meliputi pengertian jual beli meenurut
masing-masing imam dari al-madha>hib al-arba’ah, rukun dan syarat jual beli
berdasarkan perspektif al-madha>hib al-arba’ah, ketentuan-ketentuan lain
berkaitan dengan jual beli dalam perspektifal-madha>hib al-arba’ah.
Bab ketiga adalah jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar, yang berisi gambaran umum lokasi penelitian
23
keadaan sosial pendidikan dan keadaan sosial keagamaan. Pelaksanaan
proses jual beli biji Ganitri yang meliputi; awal mula terjadinya praktek jual
beli biji Rudraksah, pelaksanaan jual beli biji Ganitri, penentuan harga dalam
jual beli, serta kepercayaan orang terhadap manfaat yang ditimbulkan oleh
biji Ganitri. Selain itu, dalam bab tiga ini juga akan dipaparkan terkait
kepercayaan Agama Hindu terhadap biji ganitri.
Bab keempat adalah perspektifal-madha>hib al-arba’ahterhadap jual
beli biji ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
penulis mulai menganalisis tentang perspektif al-madha>hib al-arba’ah
terhadap jual beli biji genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar. Pada bab ini, penulis menjelaskan perspektif mazhab Hanafiyah,
Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah dalam memandang jual beli biji
Rudraksha yang terjadi di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar.
Bab kelima adalah penutup, merupakan bab terakhir yang berisikan
BAB II
PERSPEKTIFAL-MADHA<HIB AL-ARBA’A H
TENTANG JUAL BELI
Agama Islam telah mengatur setiap aspek yang ada dalam kehidupan
manusia. Baik pengaturan itu dalam segi hubungan hamba dengan Tuhannya
(ibadah) maupun hubungan manusia dengan manusia yang lainnya (muamalah).
Sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam haruslah sesuai dengan
yang telah ditetapkan dalam agama mereka.
Allah telah memberikan tuntunan yang terhimpun dalam al-Qur’an sebagai
pegangan hidup untuk hamba-Nya supaya mereka bisa selamat dunia dan akhirat.
Juga telah terdapat hadits-hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad sebagi
penjelas dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Demi memahami tuntunan agama dan
melaksanakannya, sudah menjadi keharsan bagi umat Islam untuk mempelajari
al-Quran dan al-Hadits terlebih dalam hal hukum Islam.
Bagi umat Islam yang belum mengetahui tentang apa-apa yang telah Allah
perintahkan, maka ia harus bertanya kepada alim yang lebih mengetahuinya.
Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bertanya kepada
orang yang mempunyai pengetahuan (tentang Nabi dan Kitab) jika hamba tersebut
tidak mengetahuinya.1
Dari sinilah penyusun akan memaparkan pendapat al-madha<hib al-arba’ah
dalam memahami aturan-aturan jual beli yang ditetapkan oleh agama Islam.
1
26
Pendapat al-madha<hib al-arba’ah tentang jual beli ini diharapkan bisa
memecahkan permasalahan yang akan dipaparkan dalam pembahasan berikutnya.
A. Profilal-Madha<hib al-Arba’ah
A l-madha<hib al-arba’ah atau yang sering disebut dengan madzhab
empat merupakan madzhab fiqih yang dibawa oleh Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali.1
1. Mazhab Hanafiyah
Salah satu negara yang menyumbang perkembangan agama Islam
adalah Kufah. Pada tahun 32 H, Umar bin Khattan memerintahkan
Abdullah bin Mas’ud untuk pergi ke Kufah. Di Kufah inilah Abdullah
ibn Mas’ud menjadi guru sekaligus hakim. Beliau mengajarkan
ilmu-ilmu agama dengan sangat baik. Di bawah kepiawaian beliau dalam
menyampaikan ilmu agama, maka Kufah menetaskan ulamak-ulamak
fiqih yang handal dari zaman ke zaman. Hingga sampailah kepada
Hammad ibn Sulaiman yang kemudian mempunyai murid yang dikenal
dengan nama Imam Hanifah.2
Imam Hanifah merupakan pendiri mazhab hanafiyah. Beliau
dilahirkan di Kota Kufah pada tahun 80 Hijriyah (699Masehi).3Nama
beliau yang sebenarnya dari mulai kecil ialah Nu’man bin Tsabit bin
1
Cik Hasan Bisri,Model Penelitian Fiqh,Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2004), 238
2
Bambang Subandi. et al.,Studi Hukum Islam,(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012),176
3
27
Zautha bin Mah. Ayah beliau keturunan dari bangsa Persi
(Kabul-Afganistan), tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayah beliau sudah pindah
ke Kufah. Dengan demikian, teranglah bahwa beliau bukan keturunan
Arab asli, melainkan dari bangsa Ajam (bangsa selain bangsa Arab), dan
beliau dilahirkan ditengah-tengah bangsa Persia.4
Dalam pengajaran Hammad ibn Sulaiman, Imam Hanifah dibekali
dengan fiqh A n-Nakha’y dengan fiqh A sy Sya’by yang telah disatukan.
Pada saat Hammad sudah wafat, Imam Hanifah lah yang menggantikan
beliau sebagai pemegang madrasah. Kemudian beliau mempunyai murid
yang terkenal, diantaranya adalah Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan
Hasan ibn Ziyad.5Bersama murid-muridnya inilah secara tidak langsung
Imam Hanafi mendirikan mazhab hanafiyah pada akhir pemerintahan
Amawiyah, tepatnya pada abad kedua hijriyah.
Mazhab Hanafiyah merupakan nama dari kumpulan
pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Hanifah dan murid-muridnya serta
pendapat-pendapat yang berasal dari pengganti mereka sebagai perinci
dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang
kesemuanya adalah hasil dari metode ijtihad ulama-ulama Irak. Maka
mazhab hanafiyah juga disebut dengan mazhab ahlu al-ra’yi.6
4
Moenawar Chalil,Biografi 4 Imam Mazhab,(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 22.
5 Ibid. 6
Huzaemah Tahido Yanggo,Pengantar Perbandingan Mazhab,(Ciputat: Logos Wacana Ilmu,
28
Penyebaran terbesar mazhab Hanafiyah berada di daerah
Afganistan, Bangladesh, Turki, dan Pakistan.7 Negara-negara inilah
yang hampir seluruh umat Islam yang ada di dalamnya menganut dan
memetuhi ajaran Islam mazhab Hanafiyah.
Imam Hanafi sebagai salah satu pendiri mazhab fiqih yang masih
berkembang sampai saat ini, mempunyai karakteristik dan landasan
tersendiri dalam menentukan hukum-hukum syari’at Islam.
Sebagaimana tertulis dalam kitab Tarikh al-Fiqh al-Islami, Imam Hanafi
mengatakan bahwa beliau sesungguhnya berpegang kepada Kitab Allah
apabila menemukannya.
Jika beliau tidak menemukannya, maka beliau berpegang kepada
Sunnah Rasulullah saw dan atsar-atsar yang memiliki tingkat
keshahihan yang tersebar luas dikalangan perawi terpercaya. Jika tidak
menemukan dalam kitab dan sunnah, beliau berpegang pada pendapat
para sahabat dan mengambil mana yang beliau sukai dan meninggalkan
yang lainnya, beliau tidak keluar (pindah) dari pendapat mereka yang
lainnya. Maka jika persoalan sampa kepada Ibrahim, al Sya’bi, al-Hasan,
Ibn Sirrin, Saidibn al-Musayyab dan Abu Hanifah menyebut beberapa
orang lagi, maka mereka itu orang-orang yang telah berijtihad.
Kemudian dalam kitab tersebut menyatakan bahwa Abu Hanifah
7
29
berkata, beliau berijtihad sebagaimana orang-orang yang disebut oleh
beliau berijtihad.8
Selain itu Abu Zahrah dalam kitab beliau yang berjudul Tarikh al
Madzahib al Islamiyah mengungkapkan bahwa dalam menentukan
hukum Islam Imam Hanafi berpendirian untuk mengambil hal yang
diyakini dan dipercayai dan lari dari keburukan serta memperhatikan
muamalah-muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat
bagi manusia, beliau menjalankan urusan atas qiyas. Apabila Qiyas tidak
baik untuk dilakukan, maka beliau melakukannya atas istihsan selama
hal tersebut dapat dilakukannya.9
Apabila Istihsan pun tidak dapat dilakukan, ia kembalikan kepada
‘Urf manusia. Dan ia amalkan hadis yang sudah terkenal dan kemudian
ia mengqiyaskan sesuatu hadis itu selama qiyas dapat dilakukan.
Kemudian beliau kembali kepada Istihsan. Dari keduanya, mana yang
lebih tepat, maka Imam Hanifah kembali kepadanya.10
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa dalam
istinba>th Imam Abu Hanifah memiliki 6 sumber penentuan hukum
Islam. Adapun sumber tersebut adalah 1) al-Qur’an, hadi{th (hanya yang
mashur di kalangan hadits terpercaya)11, 2) aqwa>lu al-s{ahabi (perkataan
8
Muhammad Ali al-Sayis,T a>rikh al-Fiqh al-Isla>mi, (Kairo: Maktabah wa Matba’ah Ali Sabih wa
auladuh, t.th)91-92 9
Syaikh Muhammad Abu Zahroh,Ta>rikh al Madha>hib al Fiqhiyah,(Kairo: Mathba’ah al
Madani,) 144 10
Abu Zahra,Ta>rikh al Madha>hib al Isla>mi,Juz II, (Kairo: Dar al Fikr al Araby, 1987), 161.
11
30
para sahabat karena mereka adalah orang yang dekat dengan
Rasulullah12dan Imam Abu Hanifah akan mengambil perkataan mereka
yang dijadikan sebagai sumber hukum) 13 , 3) qiya>s, 4) istih}sa>n
(mengambil qiya>s lain atas qiya>s yang berlawanan dengan memandang
kepentingan umum yang ada padanya)14, dan 6) ‘urf ( berlandaskan pada
tradisi masyarakat sejauh tidakbertentangan dengan sumber hukum.
Serta sejalan dengan semangat shara’)15
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki merupakan salah satu Mazhab yang dianut oleh
golongan sunni. Nama Mazhab ini dinisbatkan kepada pendirinya yaitu
Malik bin Anas yang merupakan ulama terkemuka di Madinah.16Beliau
lahir di Madinah dari keluarga pengrajin panah. Beliau tumbuh dewasa
dengan menjadi ahli fiqih yang alim dan terkenal. Imam Malik juga
terkenal menjadi orang yang kuat hafalannya. Sejak usia remaja, beliau
sudah berhasil menghafalkan al-Quran. Selain itu, beliau juga dikenal
dengan cepat menghafal hadist-hadits yang disampaikan oleh para
gurunya. Diantara guru hadis beliau adalah Ibnu Syihab al Zuhri, Ibnu
Hurmuz, dan Nafi. Sedangkan dalam urusan Fiqih beliau menimba ilmu
kepada Rabiah dan Yahya bin Sa’id al Anshari.
12
Muhammad Ali Hasan,Perbandingan Mazhab,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 189.
13
Abdul Wahan Khallaf,Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), 141. 14
Romli SA,Muqa>ranah Madha>hib fil Ushu>l Fiqih,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 48.
15
Abu Zahra,Ta>rikh al-Madha>hib..., 163
16
Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqalani,Kitab Rahdzib al Tahdzib,Juz 8, (Bairut Dar al Fikr.
31
Dalam upaya penyebaran ilmu agama, beliau mengarang Kitab
al-Muwaththo’. Kitab ini menjelaskan tentang hadis dan fiqih sekaligus.
Kitab ini pernah diminta oleh Harun al Rasyid untuk dijadikan hukum
formil yang ditetapkan di wilayah Baghdad, namun Imam Maliki tidak
memperbolehkannya.
Saat memberikan pengajaran ilmu-ilmu agama kepada muridnya,
Imam Maliki menggunakan metode yang berdasarkan pada ungkapan
yang terdapat dalam hadis dan pembahasan atas maknanya lalu
dikaitkan dengan konteks permasalahan yang ada pada saat itu. Kadang,
beliau juga menyempatkan untuk menelaah permasalahan-permasalahan
yang muncul di daerah murid-muridnya yang kemudian mencari dasar
hadis atau atharyang bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan
tersebut. Beliau sangat menghindari mengira-ngira tanpa ada dasarnya.
Dengan demikian, Mazhab Maliki sering dikenal sebagai A hl al
H}adi>th.17
Ahli fiqih yang terkenal mengikuti mazhab Malikiyah adalah Ibnu
Rusyd al Hafiz, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Qasim bin Jizzi, Abdul Walid al Bajji,
Abdul Hasan al Lakhani, Ibnu Rusyd al Kabir.
Penyebaran mazhab Maliki ini dimulai dari Madinah. kemudian
tersebar sampai saat ini di Maroko, Tunisia, Libia, dan Kuwait.18
17
Muhammad Ali al-Says,Tarikh al-Fiqh… ,99.
18
32
Sebagaimana imam mazhab yang lain, Imam Maliki juga
mempunyai landasan istidlal yang digunakan untuk menentukan hukum
Islam berdasarkan pandangan dan pola pikir beliau. Pengetahuan dan
pengalaman Imam Maliki mengarahkan beliau untuk cenderung kepada
pemikiran hukum Islam yang mengutamakan riwayat, yaitu
mengedepankan hadis dan fatwa sahabat.
Qa>di al-Iyad dalam kitabnya al-Mada>rik mengatakan dasar yang
dijadikan oleh Imam Maliki sebadai sumber dalam penetapan hukum
adalah al kitab, al sunnah, amal ahl al-Madi>nah, dan al-qiya>s.19Imam al
Syatibi berpendapat bahwa ada empat macam dasar madzhab Maliki
dalam ber-istidla>l. Menurut beliau, dasar hukum yang digunakan oleh
madzhab Maliki adalah al-kita>b, al-sunnah, ijma>’, dan al-ra’yu. Imam al
Syathibi mengategorikan qaul al-S{aha>bah dalam katagori al-Sunnah.
Sementara maslahah mursalah, sadd al-zari>ah, ‘urf, istihs{an dan ist|is{h{ab
digolongkan dalam katagorial-ra’yu.20
Dari kedua pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa Imam Malik
mempunyai 5 sumber hukum, yaitu 1) al-Qur’an (al-Qur’an difahami
berdasarkan dha>hir na>s yang meliputi mafhu<m mukha<lafah dan mafhu>m
muwa>faqah)212) al-Sunnah (mutawatir dan mashhu>r)22, 3) amal ahl
al-Madi>nah (norma atau adat yang ditaati oleh seluruh masyarakat kota
19
Hasbi al Shiddiqy,Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab,(Jakarta: Bulan Bintang, 1972),
171 20
Abu Ishaq al Syatibi,al Muwa>faqa>t,(Bairut: Dar al Fikr al ‘arabi, 1975), 364
21
Moh. Rifa’i,Ushul Fiqih,(Bandung: PT. Alma’arif, 1973), 88.
22
33
Madinah)23, 4) Qaul al-S{ah{a<bah, 5) Khabar Ahad dan qiya>s, 6) Maslah{t
al-mursalah (maslahat yang mana syaria agama belum mengatur untuk
mewujudkannya, juga tidak terdapat dalil yang mewajibkan atau pun
melarang melakukan hal tersebut)24, 7) istih{sa>n, 8) sadd al-dhari>’ah
(semua jalan yang menuju kepada yang haram, maka hukumnya juga
haram)25, 9) istus{h{a>b (menggunakan hukum lampau yang sudah pasti
sebelum ada dalil baru yang merubahnya).26
3. Mazhab Syafi’iyah
Pendiri dari Mazhab ini adalah Muhammad bin Idris bin Syafi’i.
Beliau adalah keturunan bangsa Quraisy. Beliau dilahirkan di Khuzzah
tahun 105 hijriyah, dan meninggal dunia di Mesir tahun 204 H. Sewaktu
umur 7 tahun, beliay telah menghafal al-Qur’an. Pada umur 10 tahun
beliau menghafal al Muwaththa’. Pada usia 20 tahun, beliau mendapat
izin dari gurunya yaitu Muslim bin Khalid untuk berfatwa kitab Ar
Risalah yang dikarangnya. Kitab ini dikenal sebagai kitab pertama yang
membahas tentang Ushul Fiqh. Imam Syafi’i pun dikenal sebagai
peletak ilmu Ushul Fiqh. Dalam bidan fiqh beliau juga menuliskan kitab
al Umm.
Daerah-daerah yang menganut Mazhab Syafi’i sampai sekarang
adalah daerah Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia,
23
Bambang Subandi et al.,Studi Hukum Islam..., 193.
24
Abdul Wahab Khallaf,Kaidah-Kaidah Hukum Islam..., 96.
25
Abu Zahra,Ta>rikh al-Madha>hib...,201.
26
34
Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz,
Pakistan, India, Jazirah, sebagian Rusia dan Yaman.
Imam Syafi’i merupakan imam mazhab yang terkenal mempunyai
dua fatwa. Dua fatwa tersebut terkenal dengan sebutan Qaul Qadi>m dan
Qaul Jadi>d.27Adapun pola pikir dan landasan hukum yang digunakan
oleh Imam Syafiii dalam penentuan hukum Islam adalah sebagai
berikut: 28 1) al-Qur’an, 2) al-Sunnah (mutawatir dan ahad yang
shohih)29, 3) al-ijma>’ (kesepakatan yang diperoleh dari seluruh ulama
yang terdapat dalam suatu negara. Apabila ada satu saja ulama’ yang
menentang san tidak sepakat dengan kesepakatan yang dihasilkan, maka
ijma>’tersebut bernilai batal)304)Qaul al-S>}ah}abah,5)qiya>s6)Isttish{a<b
4. Mazhab Hambaliyah
Pengetahuan agama yang disampakian oleh Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal merupakan cikal bakal dari munculnya
mazhab Hambaliyah. Imam Hambali dilahirkan di Baghdad dan
meningga dunia pada jari Jumat tanggal 12 Robiul Awal tahun 241
Hijriyah. Sejak kecil beliau belajar di Baghdad kemudian lanjut ke
Syam, Hijaz dan Yaman. Beliau juga sempat menimba ilmu kepada
27
Bambang Soebandi,et al.,Studi Hukum Islam… ,210
28
Sulaiman Abdullah,Dinamika Qiyas dalm Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep Qiyas
Imam Syafi’I,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 57 29
Sulaiman Abdullah,Dinamika Qiya>s dalam Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep Qiya>s
Imam Syafi’i,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 57. 30
35
Imam Syafi’i. Sedangkan murid beliau yang terkenal adalah Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
Dasar-dasar fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Hambail tersusun
rapi dalam Kitab I’lam al Muwa>qi’in. Adapun ulama-ulama yang
mengembangkan mazhab Hambali ini adalah Ahmad bin Muhammad bin
Hijjaj al Mawardi, Ishaq bin Ibrahim, dan Abu Bakar Ahmad bin Hani.
Sedangkan ulama yang mengikuti jejak langkah beliau dan
menyebarkan ajaran mazhab Hambaliyah adalah Ibnu Qaiyim al Jauzi,
Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi, Syamsuddin Ibnu Qudaamah
al Maqdisi, Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Raimiyah.
Awal perkembangan mazhab Hambaliyah adalah di daerah
Baghdad, Irak dan Mesir. Mazhab Hambaliyah berkembang di tiga
daerah ini dengan sangat lama. Kemudian pada abad ke 12 Mazhab
Hambali semakin berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja
Abdul Aziz al Su’udi. Hingga sekarang ini menjadi mazhab resmi
pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh
Jazirah Arab, Palestin, Siria dan Irak.
Sebagaimana imam mazhab terdahulu, Imam Hambali juga
menggunakan beberapa prinsip sebagai landasan penentuan hukum.
Adapun landasan penentuan hukum Imam Hambali adalah sebagai
berikut: 1) al-Qur’an dan al-Sunnah, 2) qaul al-s{ah{abah, 3) hadits
36
B. Jual Beli dalam Perspektifal-Madha<hib al-Arba’ah
Sebelum menelaah lebih lanjut jual beli menurut pandangan empat
imam mazhab, membahas pengertian jual beli menurut bahasa akan
membantu dalam memahami pembahasan lebih lanjut. Menurut bahasa
pengertian jual beli ialah saling menukar (pertukaran). Kataal-ba>I’(jual) dan
ash-shira>’(beli) biasanya digunakan untuk pengertian yang sama.31Kata lain
dari al-ba>i’ adalah al-tija>rah dan al-muba>dalah.32Berkenaan dengan kata
at-tija>rahkata ini disebut dalam al Qur’an surat Fa>t}irayat 29 dinyatakan:33
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi. (Q.S.Fa>t}ir: 29)
Sedangkan pengertian jual beli menurut istilah, para ulama’
mempunyai pendapatnya masing-masing. Walaupun jika dipandang secara
seksama, pengertian-pengertian tersebut akan menghasilkan benang merah
yang saling berkait.
1. Pengertian jual beli perspektifal-madha<hib al-arba’ah
31
Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1998), 111.
32
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 67.
33
Ibnu Mas’ud dan Zaenal Abidin,Fiqih Madzhab Syafi’I,jilid II, (Bandung: Pustaka Setia,
37
Berdasar pada pola pikir dan latar belakang yang berbeda antara
satu sama lain, ulama al-madha<hib al-arba’ah mempunyai pandangan
tersendiri terkait dengan pengertian jual beli secara istilah.
a. Ulama Hanafiyah
Ulama Hanafiyah mengartikan jual beli adalah,
“Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.”34
Dari definisi di atas menyimpan makna bahwa cara yang
dimaksud oleh ulama Hanafiyah adalah dengan cara melakukan ija>b
dan qabu>l, atau saling memberikan barang dari penjual dan pembeli.
Selain itu, yang sangat penting menurut ulama Hanafiyah adalah
kemanfaatan yang diperoleh dari barang yang diperjualbelikan.
Apabila barang yang diperjualbelikan adalah barang yang tak
mengandung manfaat semisal alat musik, maka jual beli tidak sah.
b. Ulama Malikiyah
Pendapat ini sedikit berbeda dengan mazhab Hanafiyah.
Ulama Malikiyah membagi ba>i’ menjadi beberapa bagian dengan
sudut pandang yang berbeda-beda. Adapun secara umum, ba>i’
terbagi menjadi dua macam, yaitu 1) jual beli manfaat suatu benda, 2)
jual beli barang.35
34
Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 113.
35
Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah dan Muamalah,(Jakarta: Amzah, 2015),
38
Jual beli manfaat terbagi lagi menjadi lima bagian: 1) Jual beli
manfaat benda mati. 2) Jual beli manfaat hewan. 3) Jual beli manfaat
manusia yang berkaitan dengan alat kelamin, yaitu akad nikah. 4)
Penjualan manfaat manusia yang berkaitan dengan tenaga, seperti
buruh. 5) Penjualan manfaat suatu barang yang disebut dengan akad
sewa.
Adapun macam penjualan barang terbagi menjadi beberapa
macam dengan beberapa sudut pandang. Apabila dipandang dari segi
satu barang yang dijualbelikan atau kedua-duanya maka ulama
Malikiyah membaginya dalam empat macam, yaitu:361) Ba>I’ naqd,
merupakan jual beli secara kontan, baik dari pihak pembeli maupun
penjual. 2)Bai’ dain bi al dain, merupakan jual beli yang pembayaran
dan barangnya melalui proses utang (jual beli seperti ini hukumny
dilarang) 3) Bai’ ajal, merupakan jual beli yang pembayarannya
dilakukan secara utang. 4) Bai’ salam, merupakan jual beli barang
yang masih dalam tanggungan orang yang menjualnya.37
Sementara itu, jika dipandang dari salah satu barang yang
dijualbelikan berupa emas atau perak maka jual beli seperti ini
terbagi menjadi tiga macam, yaitu 1) menjual perak atau emas
dengan sejenisnya. 2) menjual suatu barang dengan barang yang lain.
3) menjual barang dengan emas atau perak.
36
Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh ‘ala< al-Madha<hib al-A rba’ah,
(Bairut: Dar Ibn Hazm, 2012), 493. 37
39
Jika dipandang dari kepastian sebuah akad, jual beli terbagi
menjadi dua bagian, yaitu: 1) akad yang sudah dipastikan akan
berlangsung antara penjual dan pembeli karena keduanya sudah
memilih untuk melaksanakannya. 2) akad yang belum bisa dipastikan
terjadinya karena masih ada kesempatan untuk memilih antara
melangsungkan atau tidak.
c. Ulama Syafi’iyah
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa makna ba>i’ dalam istilah
shara’ adalah pertukaran harta dengan harta yang lain dengan
cara-cara tertentu.38Adapun yang dimaksud dengan pertukaran harga ialah
masing-masing dari dua belah pihak saling menyerahkan harta yang
akan ditukarkan. Sedangkan yang dimaksud ”dengan cara tertentu”
terdapat dua pendapat. Pertama, akad tersebut dilakukan untuk
memindahkan kepemilikan, baik berupa harta maupun manfaatnya
untuk selamanya. kedua, akad tersebut tidak ada tujuan amal
kebaikan.39 Hal ini berbeda dengan akad qardh yang memberikan
harta kepada orang lain dengan tujuan menolong orang lain tersebut.
Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu>’
menyampaikan:
38
Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,494.
39
40
“Pertukaran harta dengan harta atas maksud untuk memiliki”.40
d. Ulama Hambaliyah
Menurut ulama Hambaliyah, jual beli merupakan suatu
tindakan saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilikan.41
Pengertian tersebut senada dengan pengertian jual beli
menurut ulama Hambaliyah yang ditulis oleh Asmuji Muchtar.
Tulisan tersebut menyatakan bahwa jual beli ialah pertukaran harta
dengan harta yang lain, atau pertukaran sebuah manfaat yang
mubah dengan manfaat yang lain dalam jangka waktu selamanya
tanpa memasukkan riba dan utang. Maksud dari “pertukaran harta
dengan harta yang lain” adalah akad yang dilakukan oleh pemilik
harta, baik pembeli ataupun penjual. Dalam hal ini, tidak dibedakan
antara barang yang ada dan bisa dilihat pada waktu akad atau
barang yang dijual dengan cara menyebutkan ciri-cirinya, sedangkan
barangmya dalam tanggungan penjual. “dalam jangka waktu
selamanya” menunjukkan bahwa jual beli tidaklah sama dengan
ijarah42.
Pada keterangan dalam Kita<b al-Fiqh ‘ala< al-Madha<hib
al-A rba’ah dijelaskan bahwa al-h{ana>bilah menyatakan bahwa jual beli
40
Imam Abi Zakaria Muhyi al-Din bin Syarf al-Nawawi,al-Majmu>’ Sharh al-Muhadhdhab,Juz 9,
(Bairut: Dar al-Fikr), 149. 41
Muhammad al-Kha>tib al-Sharbini,Mughni al-Muhtaj Ila> Ma’rifati Ma’ani al-Fa>dh al-Manha>j,
Juz 2, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), 320. 42
41
menurut syariat adalah pertukaran harta dengan harga yang lain,
atau pertukaran manfaat yang diperbolehkan dengan manfaat yang
juga diperbolehkan dengan tanpa adanya riba.43
2. Landasan hukum jual beli
Hukum asal muamalah adalah boleh, selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya. Begitu juga dengan akad jual beli yang merupakan
bagian dari pembahasan muamalah. Hukum asal jual beli adalah boleh
sebagaimana firman Allah:
Artinya: Sesungguhnya jual beli itu menyerupai riba, dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. al-Baqarah: 275)
Terdapat juga hadis Rasulullah yang membahas tentang jual beli,44
Artinya: Usaha yang paling utama adalah hasil usaha seseorang dengan tanganya sendiri dan hasil dari jual beli yang mabrur.
3. Rukun dan syarat jual beli perspektifal-madha<hib al-arba’ah
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa jual beli hanya mempunyai
satu rukun yaitu ija>b dan qabu>l.Hal ini merupakan bukti atas pertukaran
barang yang dilakukan penjual dan pembeli, baik dengan ucapan maupun
43
Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,494.
44
Zainudi>n bin ‘Abdi al-‘Aziz al-Malba>ri,Fath al-Mu’i>n bi Syarh Qurat al-‘A in,(Surabaya: Da>r
42
perbuatan. Sebagian ulama Hanafiyah ada yang mengatakan jual beli
mempunyai dua rukun, yaituija>b qabu>ldan penyerahterimaan barang.45
Berbeda dengan ulama Syafi’iyah yang menyatakan bahwa
terdapat tiga rukun jual beli, yaitu shi>ghat (ija>b dan qabu>l), orang yang
berakad (a>qid) dan barang yang diperjualbelikan (ma’kud ‘alaih).46
a. Shi>ghat (ija>bdanqabu>l)
Shi>ghat (ija>b dan qabu>l) dalam bab jual beli merupakan
sesuatu yang menunjukkan kerelaan penjual dan pembeli.47Keabsahan
akad jual beli harus diucapkan menggunakan lafal-lafal jual beli.
Bentuk kata kerja yang digunakan ialah s}ighat ma>d}iatau kata kerja
masa lalu. Semisal penjual berkata, “Sudah aku jual kepadamu”, lalu
pembeli pun menjawab,”Sudah aku beli darimu”. Kalau pembeli
berkata, “ Jual lah barangmu kepadaku dengan harga sekian”, lalu
penjual pun menjawab. “Aku telah menjualnya”. Hal demikian,
menurut Imam Malik sudah sah dan sudah mengikat bagi orang yang
memahami.48
Imam Syafi’i mengungkapkan bahwa hukum jual beli tidak
akan sah kecuali dengan s}ighat, yaitu ucapan atau yang menyerupai
ucapan, seperti surat, utusan, dan isyarat yang jelas.49Jual beli tidak
45
Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,495.
46
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin,Fiqih Imam Syafi’i,(Bandung: Pustaka Setia, 2008), 26.
47
Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab… ,399.
48
Ibnu Rusyd,Bida>yah al Mujtahid wa Niha>yah al Muqtas}id, Abdul Rasyad Shidiq, Jilid II
(Jakarta: Akbar Media, 2015), 314. 49
43
boleh hanya dengan mengambil barang dan memberikan barang,
tanpa adanya ucapan.50
Menurut mazhab Hanafi, ija>b adalah ucapan yang keluar
terlebih dahulu dari salah satu pihak, baik dari pihak penjual maupun
pembeli. Ulama Hanafiyah juga menyatakan bahwa jual beli bisa
dianggap sah dengan dua lafad yang menunjukkan arti memindahkan
dan menerima kepemilikan. Kata-kata ija>b qabul boleh menggunakan
fi’il ma>d}I maupun fi’il mud}orik, keduanya sah menurut mazhab
Hanafiyah.51
Sedangkan mazhab Hambaliyah berpendapat bahwa jual beli
sah dengan adanya lafat ija>b qabul yang mengandung arti menjual
dan membeli, dan tidak terbatas dengan menggunakan kata-kata
tertentu.52
b. Orang yang berakad (‘a>qid)
Dalam buku Fiqh Imam Syafi’i menyatakan bahwa terdapat
syarat-syarat bagi orang yang berakad, yaitu:53
1. Baligh (berakal).
Syarat pertama ini dimaksudkan agar dalam jual
beli, pihak yang berakad tidak mudah tertipu. Orang gila,
anak kecil, ataupun orang bodoh yang tidak bisa
50
Ibnu Rusyd,Bida>yah al Mujtahid… ,314.
51
Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab… , 400.
52
Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,497.
53
44
mentasharufkan harta bendanya dengan baik maka tidak
sah akad jual beli yang meraka lakukan. Firman Allah:
…
Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh (sebelum sempurna akalnya) harta (mereka yang berad