• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif al-Madhahib al-Arba’ah terhadap jual beli biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perspektif al-Madhahib al-Arba’ah terhadap jual beli biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF AL-MADHA>HIB AL-

ARBA’AH

TERHADAP JUAL BELI

BIJI GENITRI DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI

KABUPATEN BLITAR

SKRIPSI

Oleh Dwi Apriliawati NIM. C52212115

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum

(2)

Surabaya 2017

PERSPEKTIF AL-MADHA>HIB AL-ARBA’AH TERHADAP JUAL BELI BIJI GENITRI

DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN BLITAR

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Syariah dan Hukum

Oleh: Dwi Apriliawati NIM. C52212115

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) dengan objek

penelitian Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar. Dengan judul

“Perspektif Madha>hib al-A rba’ah terhadap Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso

Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar”. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah, yaitu: bagaimana praktik jual beli biji genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar

dan bagaimana prespekti madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli genitri di Desa

Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

Dalam penyelesaiannya, skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan cara observasi, wawancara,

dan dokumentasi, kemudian diolah dengan cara editing, organizing, dan

kemudian menganilis dengan menggunakan dalil-dalil dan pendapat madha>hib

al-arba’ahuntuk menghasilkan sebuah kesimpulan.

Hasil penelitian di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ini ditemukan bahwa praktik jual beli biji genitri merupakan jual beli yang

menjadikan genitri sebagai ma’kud alaih.Dimana menurut madha>hib al-arba’ah,

ma’kud alaihkhususnyamabi’ harus berupa barang yang memiliki manfaat bagi pembelinya. Padahal berdasar dari berbagai sumber dijelaskan bahwa genitri dimanfaatkan ritual sesembahan kepada Dewa Siwa. Selain itu, biji genitri juga dianggap sebagai berkah dari Dewa Siwa yang dapat memberikan kesejahteraan, keberuntungan dan penghapusan dosa bagi pemakainya. Pada praktiknya, jual beli biji genitri di Desa Soso ini melibatkan orang Nepal dan India yang mayoritas beragama Hindu sebagai pembeli.

Jika praktik ini dianalisis dengan perspektifal-madha>hib al-arba’ah, maka

menghasilkan dua pendapat. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa praktik jual beli ini sah secara dhahir tetapi makruh, karena ketidakyakinan bahwa biji genitri ini akan dijadikan sebagai sarana untuk berbuat kemusrikan. Sedangkan Imam Maliki dan Imam Hambali berpendapat bahwa jual beli ini tidak sah, karena tindakan antisipasi. Dengan dasar bahwa hal-hal yang digunakan sebagai sarana yang mewujudkan sesuatu yang haram itu hukumnya haram meskipun hanya sebatas niat. Pendapat ini berdasarkan pada

surat al-Ma>idah ayat 2 yang menyatakan larangan untuk saling tolong menolong

dalam berbuat dosa dan permusuhan.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR TRANSLITERASI... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II PERSEKTIFA l-MA DHA <HIB A L-A RBA ’A HTERHADAP JUAL BELI A. Profil al-Madha<hib al-A rba’ah... 26

1. Mazhab Hanafi ... 26

2. Mazhab Maliki ... 29

(9)

4. Mazhab Hambali ... 33

B. Jual Beli dalam Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah ...34

1. Pengertian Jual Beli Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah ... 35

2. Landasan Hukum Jual Beli ... 39

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Perspektifal-Madha<hib al-A rba’ah .40 BAB III JUAL BELI GENITRI DI DESA SOSO KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN BLITAR A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 52

1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 52

2. Keadaan Penduduk Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 53

3. Keadaan Sosial Ekonomi Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 53

B. Genitri Menurut Kepercayaan Agama Hindu dan Manfaatnya Menurut Penelitian Ilmiah...55

C. Praktik Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 60

1. Awal Mula Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 60

2. Proses dan Alur Jual Beli Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 64

3. Hal-Hal yang Berhubungan dengan Jual Beli Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 69

4. Manfaat bagi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Soso... 78

(10)

A. Analisis Jual Beli Biji Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar... 73

B. Analisis Perspektif al-Madha<hib al-A rba’ah terhadap Jual Beli Biji

Genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ... 75 BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 84 B. SARAN ... 85 DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia selalu ada di setiap harinya. Mulai dari

kebutuhan makan, minum, berpakaian, mempunyai rumah, kebutuhan

transportasi, hingga kebutuhan pelengkap untuk menjadikan kehidupan

mereka tetap berjalan dengan nyaman dan sejahtera. Kiranya, tak seorang

pun yang menginginkan untuk hidup kekurangan. Sehingga banyak orang

yang rela kepanasan, bekerja tak kenal lelah untuk mencari nafkah. Allah pun

juga memerintahkan pada setiap orang untuk mencari rizki yang telah Allah

karuniakan.

Bagi umat Islam, mencari nafkah bukan hanya sekedar bekerja apa

adanya sehingga bisa mendapatkan upah dari apa yang ia kerjakan. Lebih

dari itu, dalam mencari nafkah umat Islam tetap harus memperhatikan halal

dan haram. Sehingga bisa melakukan pekerjaan halal yang mempunyai nilai

ibadah, dan meninggalkan pekerjaan haram yang bisa menimbulkan dosa.

Rasulullah juga pernah mengajarkan, bahwa mencari rezeki yang halal adalah

wajib bagi setiap muslim.1

Pada proses mencari nafkah atau proses memenuhi kebutuhan hidup,

pasti semua orang akan melibatkan orang lain. Dengan demikian, langsung

maupun tak langsung, orang tersebut juga melakukan transaksi muamalah

dan

1

(12)

2

serta merta harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam

agama dan telah dirangkum dalam fiqih muamalah.

Fiqh muamalah sendiri merupakan peraturan-peraturan Allah yang

harus diikuti dan ditaati oleh manusia dalam hidup bermasyarakat untuk

menjaga kepentingan manusia.1 Jadi setiap perkara yang menyangkut

hubungan manusia dengan manusia lainnya telah diatur dalam fiqih

muamalah, diantaranya adalah jual beli, kerjasama, wakaf, dan

transaksi-transaksi lainnya.

Dari sekian banyak kegiatan dan transaksi muamalah yang ada dalam

masyarakat. Transaksi jual beli lah yang paling sering dilakukan dan

dijumpai dalam masyarakat. Bahkan, mayoritas manusia melakukan

transaksi jual beli pada setiap harinya. Baik jual beli ini dilakukan

semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, atau dilakukan untuk mencari nafkah.

Dasar hukum jual beli adalah mubah, sebagaimana transaksi muamalah

lainnya. Allah berfirman,

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 2

Jual beli juga termasuk pekerjaan yang terbaik. Dalam suatu riwayat,

dari Rafi’ bin Khudaij bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah,”Wahai

Rasulullah, apa pekerjaan yang terbaik?” Rasulullah menjawab, “Pekerjaan

1

Abdul Rahman Ghazaly, et.al,Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 3.

2

(13)

3

yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap transaksi jual beli yang

mabrur.”3

Di antara ketentuan-ketentuan yang mengatur jual beli, terdapat

perbedaan-perbedaan pendapat dari al-madha>hib al-arba’ah. Adanya

perbedaan ini dilatarbelakangi adanya perbedaan dalam pola piker dan

dasar-dasar istinba<t}. A l-madha>hib al-arba’ah merupakan mazhab besar yang

ajaranya terus berkembang sampai sekarang.4

Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu ijāb

(ungkapan membeli dari pembeli) dan qabūl (ungkapan menjual dan

menjual). Mereka berpendapat seperti ini, karena menurut mereka rukun

dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara penjual dan pembeli, akan tetapi

karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera

sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikator yang menunjukkan

kerelaan tersebut dari kedua belah pihak dapat dalam bentuk perkataan,

yaitu ijāb dan qabūl atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling member

(penyerahan barang dan penerimaan uang).5

Mazhab Syafi’i telah menetapkan bahwa syarat sahnya jual beli

berjumlah dua puluh dua item, yaitu tiga belas macam di antaranya berkaitan

dengan s}ighah (ijāb danqabūl), empat macam berkaitan dengan orang yang

3

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2003),119.

4

Cik Hasan Bisri,Model Penelitian Fiqih Jilid 1: Paradigma Penelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian,

(Jakarta: Prenada Kencana, 2003), 240

5

(14)

4

berakad (al-a>qid) dan lima macam berhubungan dengan barang yang

diperjualbelikan.6Di antaranya yaitu:

1. Barang yang diperjualbelikan tersebut harus suci, maka tidak sah

memperjualbelikan benda-benda najis atau yang diharamkan oleh dalil

al-Quran dan as-Sunnah seperti khamr, bangkai, patung, dan barang yang

mengarah pada kemaksiatan.

2. Bermanfaat, maka tidak sah memperjualbelikan barang yang tidak

bermanfaat

3. Benda tersebut ada ketika terjadi transaksi

4. Milik sendiri atau dibawah kekuasaana>qid

5. Jelas sifat, zat ukuran dan kualitas barang yang diperjual belikan.7

Imam Syafi’i berpendapat mengenai patung (berhala) pelarangannya

bukan karena najisnya, melainkan semata-mata tidak ada manfaatnya. Bila ia

telah dipecah-pecah menjadi batu biasa, berhala tersebut boleh

diperjualbelikan sebab dapat dipergunakan untuk bahan bangunan, dan

lain-lainnya.8

Disinilah terdapat perbedaan pendapat. Imam Malik dan Imam Hambali berpendapat bahwa menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya sebagai minuman keras itu tidak sah, begitu juga menjual senjata kepada orang kafir yang memerangi umat Islam, atau kelompok pengacau, atau pun perompak sebagai tindakan antisipasi. Karena hal-hal yang digunakan sebagai sarana yang mewujudkan sesuatu yang haram itu hukumnya haram merkipun hanya dengan niat. Ini berdasarkan ayat, “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permussuhan.” (al-Ma<idah: 2)

6

Siti Istiqlaliyah, “Jual Beli Patung Menurut Mazhab Syafi’i dalam Pandangan Ulama’ Kontemporer,”(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004), 7

7

Ibid.

8

(15)

5

Larangan dalam ayat menunjukkan keharaman. Jika telah divonis haram,

maka jual beli pasti menjadi batal.9

Barang yang menjadi objek untuk diperjualbelikan juga harus sesuai

dengan ketentuan-ketentuanshara’. Barang tersebut harus memiliki manfaat

menurut agama Islam, bukan yang digunakan untuk mendukung dalam

melakukan hal yang dilarang seperti kemaksiatan, perbuatan dosa,

penyembahan atau pemujaan kepada selain Allah yang mengarah kepada

kemusyrikan).10

Perkembangan dunia jual beli, akhirnya membawa tren jual beli biji

ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar. Kata ganitri

juga disebut sebagai Rudraksa. Rudraksha berasal dari bahasa India yang

mempunyai arti air mata Dewa Siwa. Jual beli ganitri ini mulai ramai dan

digandrungi oleh masyarakat sejak tahun 2014. Bahkan, beberapa

masyarakat yang dulunya bekerja sebagai petani, memilih menjadi pengepul

biji ganitri. Hal ini dikarenakan harga a masyarakat yang dulunya bekerja

sebagai petani, memilih menjadi pengepul biji ganitri yang semakin hari

semakin tinggi, dan pasarnya pun sudah jelas adanya.

Harga biji ganitri kualitas nomor satu dengan ukuran 5 mm dihargai

Rp. 165,00 per butir. ganitri dengan kualitas nomor dua ukuran 5,5 mm

dijual seharga Rp. 100,00 per butir. Sedangkan ganitri bodongan dengan

9

Wahbah az-zuhaili,Fiqh Islam wa A dilatuhu, jild 5,Abdul Hayyie al Kattani (Jakarta: Gema Insani, Darul Fikr, 2011), 136.

10

(16)

6

mukhi sejumlah 1-21, harga jual bisa mencapai Rp. 1.000.000,00 sampai Rp.

3.000.000,00 per butirnya.11

Ganitri merupakan tanaman dengan nama latin Elaecarpus spaericus

schum). Di Indonesia, ada tiga jenis ganitri. Tinggi pohon ganitri mencapai

30 meter dengan diameter batang mencapai 30-40 centimeter. Buahnya

bulat, tergantung di ujung tangkai dan ranting berwarna biru agak ungu

cerah. Bila sudah diolah, bijinya berwarna coklat mengkilap.12

Biji Rudaksha yang berwarna coklat ini lah yang diperjualbelikan.

Sebenarnya, bila dilhat sekilas, biji ganitri yang menjadi objek jual beli pun

tidak mengandung benda najis atau pun memabukkan. Kendati demikian,

sangat disayangkan, banyak orang yang menjual ganitri ini kepada orang

yang akan menjadikannya sebagai sesembahan yang menyekutukan Allah.

Banyak dari pembeli ganitri berani mengeluarkan uang dalam jumlah

lumayan besar untuk memiliki biji ganitri yang mereka percayai sebagai

titisan Dewa Siwa ini.

Jual beli biji ganitri menjadi semakin menarik untuk diteliti melihat

bertambah banyaknya orang-orang yang percaya dengan manfaat yang

diberikan oleh biji ini. Banyak pemakai biji ganitri yang percaya bahwa biji

ganitri akan memerikan manfaat dan keberkahan dalam kehidupan mereka.

Diantara manfaat yang dipercayai bisa muncul dari biji ganitri adalah

sebagai berikut:

1. Mukhi satu : memberikan kebahagiaan dan pembebasan

11

Jamaisalis,W awancara, Blitar, 18 April 2016 12

(17)

7

2. Mukhi dua : terpenuhinya segala keinginan dan kedamaian

3. Mukhi tiga : memberikan keselamatan dan energi religious

4. Mukhi empat : memberikan kreativitas dan kecerdasan

5. Mukhi lima : memberikan perlindungan, kebahagiaan dan peleburan

dosa.

Mempercayai bahwa sesuatu bisa memberikan keberkahan adalah

perilaku menyekutukan Allah dan termasuk perbuatan syirik yang sangat

dibenci oleh agama Islam. Sabda Rasulullah,

Artinya: Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita

mu’min yang suci berbuat zina". (HR. Bukhori)13

Berdasar dari semua pemaparan yang telah disampaikan, lalu

bagaimana perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli ganitri di

Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar ini? Adakah pendapat

yang menghalalkan jual beli ini?

Pada satu sisi jual beli biji ganitri ini sangat bermanfaat bagi

peningkatan perekonomian masyarakat Desa Soso. Namun, pada sisi lain biji

ini dijual untuk dimanfaatkan sebagai sesembahan. Hal ini sama artinya

bahwa dengan menjual belikannya sama artinya dengan membantu orang

13

(18)

8

berlaku syirik dan menyekutukan Allah sehingga akan berimplikasi pada

ketentuan hukum agama Islam yang mengaturnya. Dari sinilah penelitian ini

menarik dan harus dilakukan.

A. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dapat ditarik

beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian yang berkaitan

dengan judul penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari

Kabupaten Blitar.

b. Sejarah dan kepercayaan yang berkaitan dengan biji Ganitri yang

menyebabkan tingginya harga jual.

c. Jenis-jenis biji Ganitri yang diperjualbelikan di Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar.

d. Manfaat dan kepercayaan yang muncul dari biji Ganitri.

e. Perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terkait jual beli biji Ganitri di

Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas maka sesuai dengan judul skripsi

di atas, penyusun perlu membatasi masalah. Dari pembatasan tersebut,

maka dapat dirumuskan bahwa pokok-pokok permasalahan yang akan

(19)

9

a. Praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari

Kabupaten Blitar.

b. Perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli Ganitri di Desa

Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

terdapat dua rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar?

2. Bagaimana perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli Ganitri

di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar?

C. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang akan

diteliti. Sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah

ada.14Mulai dari awal memunculkan judul hingga saat penulisan proposal

penelitan ini, penulis belum menemukan skripsi yang sama persis membahas

14

(20)

10

tentang perspektifA l-madha>hib al-arba’ahterhadap jual beli biji Rudraksa di

Desa Soso Kecamatan Kabupaten Blitar.

Adapun pembahasan tentang jual beli sebagaimana yang sudah

pernah dibahas antara lain:

1. Skripsi dengan judul“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Produk

Satanisme di Venom Metal Distro Jl. Gajah Magersari Sidoarjo” yang

ditulis oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahu 2008.

Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa praktik jual beli produk

satanisme di Venom Metal Distro Jl. Gajah Magersari Sidoarjo sudah

sesuai dengan ketentuan jual beli yaitu terdapat penjual dan pembeli,

barang yang djual belikan sudah jelas dan ada di tempat. Hanya saja

objek barang yang dijualbelikan bertema music metal, blackmetal, deathmetal, undergroundyang merupakan aliran penyembahan setan dan tidak mengakui adanya Tuhan (A theis).15

2. Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Maliki Tentang Jual Beli Sperma (Studi

Komparasi) yang ditulis oleh Salman Al Farisi pada tahun 2009. Dari

penelitian yang dilakukan dan ditulis menjadi skripsi tersebut

menyimpulkan bahwa jual beli sperma binatang menurut Ima>m Sha>fi’i

merupakan perbuatan yang diharamkan dan termasuk dalam jual beli

yang rusak (batal). Sedangkan menurut Imam Malik jual beli sperma

15

(21)

11

binatang ini dihukumi makruh jika tidak adanya jaminan dan kejelasan,

apabila terdapat jaminan dan jelas, maka jual beli ini diperbolehkan.16

3. Skripsi “Studi komparisi pendapat al-A immah al-A rba’ah Tentang Jual

Beli Pada Saat Azan Shalat Jum’at” yang ditulis oleh Ahmad Sodikin.

Skripsi ini membahas larangan jual beli pada saat shalat Jum’at, yang

didasarkan pada surat al-Jum’ah ayat 9 sedangkan ditinjau dari sisi lain,

apakah larangan tersebut berpengaruh terhadap sah atau tidannya jual

beli. Padahal jual beli dikatakan sah jika syarat-syarat dan rukun-rukun

yang ditentukan oleh syara’ sudah terpenuhi, dan apabila ada yang

masih kurang atau tidak sesuai maka dihukumi tidak sah. Selanjutnya

membandingkan dengan pendapat al-A immah al-A rba’ah mengenai jual beli yang dilakukan pada saat Shalat Jum’at.17

4. Skripsi dengan judul “Jual Beli Patung Menurut Mazhab Sya>fi’I dalam

pandangan Ulama’ Kontemporer” yang ditulis oleh Siti Istiqlaliyah yang

menerangkan tentang larangan Mazhab Sya>fi’i terhadap jual beli patung

dan menjelaskan pula kegunaan patung tersebut. Patung yang dijual

sekarang ini sudah bukan untuk disembah tetapi untuk kreatifitas seni

hiasan, tidak seperti zaman dahulu dimana patung yang dijual kemudian

16

Salman Al Farisi, “Pendapat Imam Syafi’I dan Imam Malik Tentang Jual Beli Sperma (Studi Komparasi)”, (Skripsi-Institut Agama Islam Negeri Surabaya, 2009), vi

17

(22)

12

dimanfaatkan sebagai sesembahan yang dianggap Tuhan. Hal tersebut

menurut Islam adalah perbuatan syirik.18

Penelitian terdahulu di atas merupakan penelitian yang mempunyai

hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Kendati

demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis tidak sepenuhnya

sama dengan penelitian-penelitian tersebut. Dalam hal ini, penulis akan

meneliti terkait jual beli Ganitri yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh

masyarakat Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar berdasarkan

prespektih A l-madha>hib al-arba’ah. Dimana objek atau barang yang

diperjualbelikan adalah biji Ganitri yang akan dimanfaatkan menjadi

sesembahan.

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang telah duraikan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui praktik jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan

Gandusar Kabupaten Bitar.

2. Mengetahui perspektif A l-madha>hib al-arba’ah terhadap jual beli biji

Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

18

(23)

13

Dalam penulisan penelitian ini, penulis berharap agar penelitian yang

diteliti bisa mempunyai nilai tambah dan dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan terlebih bagi penulis sendiri. Adapun harapan kegunaan penulis

yaitu:

1. Secara teoritis,

a. Untuk memperkaya pengetahuan yang berkaitan dengan hukum Islam,

khususnya dalam ranah jual beli barang yang digunakan untuk

sesembahan. Sehingga memberikan sumbangan keilmuan dan

pemikiran bagi pengembangan pemahaman hukum Islam bagi

mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya mahasiswa prodi

Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah). Serta memberikan tambahan

pengetahuan bagi masyarakat dalam hal hutang yang disertai agunan

yang sesuai dengan hukum Islam.

b. Untuk dijadikan sebagai bahan bacaan, referensi dan rujukan bagi

peneliti selanjutnya dalam hal jual beli barang yang digunakan untuk

sesembahan.

2. Secara praktis, sebagai masukan bagi masyarakat Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar agar lebih berhati-hati dalam melakukan

transaksi jual beli supaya bisa berhati-hati dalam melaksanakan transaksi

jual beli sesuai dengan aturan agama Islam.

(24)

14

Dari beberapa masalah diatas terdapat beberapa istilah yang perlu

dijelaskan agar menjadi istilah yang operasional dan dapat memperjelas

maksud dari judul penelitian ini, diantaranya yaitu:

A l-madha>hib al-arba’ah : Pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh

empat Imam Fiqih dalam memecahkan masalah,

atau digunakan dalam proses istinba>t} hukum

islam.19 Dalam hal ini penulis menganalisis

permasalahan yang dibahas berdasarkan pola

pemikiran dan dasar-dasar istinba>t} hukum

Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i,

dan Mazhab Hambali.

Ganitri : Dalam hal ini, Ganitri merupakan nama biji

tumbuhan yang diyakini oleh pemeluk agama

Hindu sebagai benda suci karena merupakan

berkah yang diberikan oleh Dewa Siwa kepada

bumi.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis peneltian yang akan dipakai dalam pengerjaan skripsi ini adalah

penelitian lapangan (field research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu

19

(25)

15

sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.20 Selain itu, dalam

melakukan analisa dan penentuan hukum, penulis menggunakan

penelitian pustaka (library research). Sehingga akan digali data yang

lengkap dan valid mengenai status akad dalam jual beli Ganitri untuk

kemudian akan dianalisis berdasarkan perspektifal-madha>hib al-arba’ah.

2. Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan di

atas, maka data yang dikumpulkan dapat diklasifikasikan adalah

meliputi:

a. Data Primer

1) Data tentang praktek jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar

2) Data tentang jenis-jenis biji Ganitri yang diperjualbelikan di

Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar

b. Data Sekunder

1) Data tentang manfaat dan kepercayaan yang muncul dari biji

Ganitri.

2) Data tentang perspektifA l-madha>hib al-arba’ahterkait jual beli

biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

Blitar.

20

(26)

16

3. Lokasi Penelitian

Penulis mengambil fokus penelitian jual beli Ganitri di Desa Soso

Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar karena Ganitri di desa ini

terkenal mempunyai kualitas yang bagus. Sehingga banyak pembeli dari

Jawa Barat bahkan luar negeri (Nepal dan India) yang berdatangan

untuk membeli biji Ganitri. Selain itu, lokasi ini juga sudah familiar dan

memungkinkan untuk dijangkau oleh penulis.

4. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan untuk dijadikan pediman

dalam penelitian ini agar bisa mendapatkan data yang akurat terkait jual

beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari kabupaten Blitar

meliputi data primer dan data sekunder. Adapun sumber data tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data. 21Sumber data primer

dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan langsung dengan

subjek yang diteliti, yaitu hal-hal yang berkaitan langsung dengan

jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

21

(27)

17

Blitar. Sumber data primer yang digunalan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat Desa Soso yang menjadi penjual biji Ganitri

2) Pembeli biji Ganitri yang menjadi pembeli tetap di Desa Soso

Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau disampaikan melalui dokumen-dokumen22 yang member

penjelasan terhadap data primeir. Data tersebut sebagian besar

merupakan data literasiyang mempunyai hubunagn erat dengan

bahan primeir dan dapat membantu menganalisis dan memahami

bahan primeir.23Dalam penelitian ini data primeir dapat berasal dari

buku-buku, artikel, catatan, dan dokumen yang berhubungan dengan

jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

Blitar sehingga dapat dilihat dari perspektif A l-madha>hib

al-arba’ah. Adapun data sekunder yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah:

1) Ibnu Rusydi,Bida<yat al-Mujtahi<d

2) Abdullah bin Abdurrahman, Taisir A llam Syarah ‘Umdat

al-A hka<m

22 Ibid. 23

(28)

18

3) Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman Dimasyqi,

Fiqih Empat Mazhab

4) Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah

5) Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnah

6) Ibnu Mas’ud,Fiqih Mazhab Syafi’i

7) Wahbah Zuhaili,Fiqh Islam wa A dilla>tuhu

8) Abdul Rahman Ghazaly,Fiqh Muamalat

9) M. Ali Hasan,Perbandingan Mazhab

10) Romli SA,Muqa<ranat al-Madzha<hib fi al-Ushul

11) Asmawi,Perbandingan Ushul Fiqh

12) Masykur Anhari,Ushul Fiqh

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk memperoleh data yang benar dan tepat di tempat

penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai

berikut:

a. Observasi

Yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh

fakta-fakta dan gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan

yang secara factual baik.24 Penyusun akan melakukan pengamatan

secara langsung mengenai jual beli Rudraksa yang ada di Desa Soso

Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar untuk memperoleh

data-24

(29)

19

data yang falid dan akurat sehingga dapat dianalisis menurut

perspektifal-madha>hib al-arba’ah.

b. Interview/ Wawancara

Metode interview atau wawancara adalah metode

pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan atau

pendirian secara lisan dari beberapa responden dengan

bercakap-cakap dan tatap muka dengan orang tersebut untuk menggali

data.25Dalam hal ini penulis akan mewawancarai penjual biji Ganitri

yang merupakan warga Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

Blitar dan pembeli biji Ganitri yang merupakan gabungan dari warga

Desa Soso bekerja sama dengan orang Nepal dan India.

c. Dokumentasi

Yaitu proses penyampaian data yang diperoleh melalui data

tertulis yang membuat garis besar data yang berkaitan dengan judul

penelitian. Dalam hal ini dokumentasi yang akan dikumpulkan adalah

dokumen yang berkaitan dengan letak, luas wilayah, jumlah penduduk,

keadaan penduduk, keadaan sosial ekonomi Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar.

6. Teknik Pengolahan Data

Dikarenakan data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang

bersangkutan (studi lapangan) dan bahan pustaka yang selanjutnya harus

diolah dengan tahapan-tahapan tertentu hingga bisa terjadi analisis yang

25

(30)

20

menghasilkan simpulan. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan

penulis dalam penelitianini adalah sebagai berikut:

a. Editing, memeriksa kembali data-data yang sudam dikumpulkan baik dari wawancara ataupun dokumentasi tanpa mengurangi

keakuratan data yang diperoleh, hal ini dimaksudkan agar tidak ada

kesalahan dalam hal apapun untuk menjadikan penyusunan lebih

baik.

b. Organizing,mengatur dan menyusun data sedemikianrupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.

c. Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil pengorganisasian

data dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang

berkaitan dengan pembahasan, sehingga diperoleh kesimpulan

tertentu mengenai jual beli biji Ganitri menurut perspektif

al-madha>hib al-arba’ah.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis

data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

(31)

21

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen

resmi, gambar, foto dan sebagainya.26

Setelah data dari wawancara dan dokumentasi terkumpul,

penulis akan melakukan anasisis. Untuk mempermudah analisis

penelitian ini maka penulis menggunakan metode deskriptif analis yang

merupakan metode dengan memaparkan serta menjelaskan secara

mendalam dan menganalisa terhadap semua aspek yang berkatan dengan

masalah penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian yang

diambil adalah mengenai praktik jualbeli biji Ganitri di Desa Soso

Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar yang disorot dari perspektif A

l-madha>hib al-arba’ah untuk menilai kesesuaian praktik jual tersebut dengan aturan-aturan yang terdapat dalam agama Islam.

Sedangkan pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deduktif.

Penelitian ini diawali dengan mengemukakan pengertian-pengertian,

teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu

ketentuan-ketentuan hukum Islam dari perspektif al-madha>hib al-arba’ah. Proses

selanjutnya, penulis akan memaparkan fakta-fakta yang ada di lapangan

mengenai praktek jual beli Ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari

Kabupaten Blitar. Setelah itu, penulis akan menganalisis fakta-fakta

tersebut dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Sehingga

hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan

permasalahan-26

(32)

22

permasalahan terkait jual beli biji Ganitri menurut perspektif A

l-madha>hib al-arba’ah.

H. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasandalam penelitian ini

dikelompokkan menjadi lima bab, yang terdiri dari sub bab-sub bab yang

saling memiliki hubungan dan merupakan rangkaan yang tak terpisahkan.

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalh, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan diakhiri sisitematika pembahasan.

Bab kedua adalah perspektif al-madha>hib al-arba’ah tentang jual

beli, yang berisikan tentang profil al-madha>hib al-arba’ah, pola pikir dan

landasar penetapan hukum al-madha>hib al-arba’ah yang kemudian disusul

dengan teori jual beli prespektih al-madha>hib al-arba’ah. Adapun teori jual

beli yang dipaparkan adalah meliputi pengertian jual beli meenurut

masing-masing imam dari al-madha>hib al-arba’ah, rukun dan syarat jual beli

berdasarkan perspektif al-madha>hib al-arba’ah, ketentuan-ketentuan lain

berkaitan dengan jual beli dalam perspektifal-madha>hib al-arba’ah.

Bab ketiga adalah jual beli biji Ganitri di Desa Soso Kecamatan

Gandusari Kabupaten Blitar, yang berisi gambaran umum lokasi penelitian

(33)

23

keadaan sosial pendidikan dan keadaan sosial keagamaan. Pelaksanaan

proses jual beli biji Ganitri yang meliputi; awal mula terjadinya praktek jual

beli biji Rudraksah, pelaksanaan jual beli biji Ganitri, penentuan harga dalam

jual beli, serta kepercayaan orang terhadap manfaat yang ditimbulkan oleh

biji Ganitri. Selain itu, dalam bab tiga ini juga akan dipaparkan terkait

kepercayaan Agama Hindu terhadap biji ganitri.

Bab keempat adalah perspektifal-madha>hib al-arba’ahterhadap jual

beli biji ganitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,

penulis mulai menganalisis tentang perspektif al-madha>hib al-arba’ah

terhadap jual beli biji genitri di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

Blitar. Pada bab ini, penulis menjelaskan perspektif mazhab Hanafiyah,

Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah dalam memandang jual beli biji

Rudraksha yang terjadi di Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten

Blitar.

Bab kelima adalah penutup, merupakan bab terakhir yang berisikan

(34)

BAB II

PERSPEKTIFAL-MADHA<HIB AL-ARBA’A H

TENTANG JUAL BELI

Agama Islam telah mengatur setiap aspek yang ada dalam kehidupan

manusia. Baik pengaturan itu dalam segi hubungan hamba dengan Tuhannya

(ibadah) maupun hubungan manusia dengan manusia yang lainnya (muamalah).

Sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam haruslah sesuai dengan

yang telah ditetapkan dalam agama mereka.

Allah telah memberikan tuntunan yang terhimpun dalam al-Qur’an sebagai

pegangan hidup untuk hamba-Nya supaya mereka bisa selamat dunia dan akhirat.

Juga telah terdapat hadits-hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad sebagi

penjelas dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Demi memahami tuntunan agama dan

melaksanakannya, sudah menjadi keharsan bagi umat Islam untuk mempelajari

al-Quran dan al-Hadits terlebih dalam hal hukum Islam.

Bagi umat Islam yang belum mengetahui tentang apa-apa yang telah Allah

perintahkan, maka ia harus bertanya kepada alim yang lebih mengetahuinya.

Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bertanya kepada

orang yang mempunyai pengetahuan (tentang Nabi dan Kitab) jika hamba tersebut

tidak mengetahuinya.1

Dari sinilah penyusun akan memaparkan pendapat al-madha<hib al-arba’ah

dalam memahami aturan-aturan jual beli yang ditetapkan oleh agama Islam.

1

(35)

26

Pendapat al-madha<hib al-arba’ah tentang jual beli ini diharapkan bisa

memecahkan permasalahan yang akan dipaparkan dalam pembahasan berikutnya.

A. Profilal-Madha<hib al-Arba’ah

A l-madha<hib al-arba’ah atau yang sering disebut dengan madzhab

empat merupakan madzhab fiqih yang dibawa oleh Imam Hanafi, Imam

Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali.1

1. Mazhab Hanafiyah

Salah satu negara yang menyumbang perkembangan agama Islam

adalah Kufah. Pada tahun 32 H, Umar bin Khattan memerintahkan

Abdullah bin Mas’ud untuk pergi ke Kufah. Di Kufah inilah Abdullah

ibn Mas’ud menjadi guru sekaligus hakim. Beliau mengajarkan

ilmu-ilmu agama dengan sangat baik. Di bawah kepiawaian beliau dalam

menyampaikan ilmu agama, maka Kufah menetaskan ulamak-ulamak

fiqih yang handal dari zaman ke zaman. Hingga sampailah kepada

Hammad ibn Sulaiman yang kemudian mempunyai murid yang dikenal

dengan nama Imam Hanifah.2

Imam Hanifah merupakan pendiri mazhab hanafiyah. Beliau

dilahirkan di Kota Kufah pada tahun 80 Hijriyah (699Masehi).3Nama

beliau yang sebenarnya dari mulai kecil ialah Nu’man bin Tsabit bin

1

Cik Hasan Bisri,Model Penelitian Fiqh,Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2004), 238

2

Bambang Subandi. et al.,Studi Hukum Islam,(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012),176

3

(36)

27

Zautha bin Mah. Ayah beliau keturunan dari bangsa Persi

(Kabul-Afganistan), tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayah beliau sudah pindah

ke Kufah. Dengan demikian, teranglah bahwa beliau bukan keturunan

Arab asli, melainkan dari bangsa Ajam (bangsa selain bangsa Arab), dan

beliau dilahirkan ditengah-tengah bangsa Persia.4

Dalam pengajaran Hammad ibn Sulaiman, Imam Hanifah dibekali

dengan fiqh A n-Nakha’y dengan fiqh A sy Sya’by yang telah disatukan.

Pada saat Hammad sudah wafat, Imam Hanifah lah yang menggantikan

beliau sebagai pemegang madrasah. Kemudian beliau mempunyai murid

yang terkenal, diantaranya adalah Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan

Hasan ibn Ziyad.5Bersama murid-muridnya inilah secara tidak langsung

Imam Hanafi mendirikan mazhab hanafiyah pada akhir pemerintahan

Amawiyah, tepatnya pada abad kedua hijriyah.

Mazhab Hanafiyah merupakan nama dari kumpulan

pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Hanifah dan murid-muridnya serta

pendapat-pendapat yang berasal dari pengganti mereka sebagai perinci

dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang

kesemuanya adalah hasil dari metode ijtihad ulama-ulama Irak. Maka

mazhab hanafiyah juga disebut dengan mazhab ahlu al-ra’yi.6

4

Moenawar Chalil,Biografi 4 Imam Mazhab,(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 22.

5 Ibid. 6

Huzaemah Tahido Yanggo,Pengantar Perbandingan Mazhab,(Ciputat: Logos Wacana Ilmu,

(37)

28

Penyebaran terbesar mazhab Hanafiyah berada di daerah

Afganistan, Bangladesh, Turki, dan Pakistan.7 Negara-negara inilah

yang hampir seluruh umat Islam yang ada di dalamnya menganut dan

memetuhi ajaran Islam mazhab Hanafiyah.

Imam Hanafi sebagai salah satu pendiri mazhab fiqih yang masih

berkembang sampai saat ini, mempunyai karakteristik dan landasan

tersendiri dalam menentukan hukum-hukum syari’at Islam.

Sebagaimana tertulis dalam kitab Tarikh al-Fiqh al-Islami, Imam Hanafi

mengatakan bahwa beliau sesungguhnya berpegang kepada Kitab Allah

apabila menemukannya.

Jika beliau tidak menemukannya, maka beliau berpegang kepada

Sunnah Rasulullah saw dan atsar-atsar yang memiliki tingkat

keshahihan yang tersebar luas dikalangan perawi terpercaya. Jika tidak

menemukan dalam kitab dan sunnah, beliau berpegang pada pendapat

para sahabat dan mengambil mana yang beliau sukai dan meninggalkan

yang lainnya, beliau tidak keluar (pindah) dari pendapat mereka yang

lainnya. Maka jika persoalan sampa kepada Ibrahim, al Sya’bi, al-Hasan,

Ibn Sirrin, Saidibn al-Musayyab dan Abu Hanifah menyebut beberapa

orang lagi, maka mereka itu orang-orang yang telah berijtihad.

Kemudian dalam kitab tersebut menyatakan bahwa Abu Hanifah

7

(38)

29

berkata, beliau berijtihad sebagaimana orang-orang yang disebut oleh

beliau berijtihad.8

Selain itu Abu Zahrah dalam kitab beliau yang berjudul Tarikh al

Madzahib al Islamiyah mengungkapkan bahwa dalam menentukan

hukum Islam Imam Hanafi berpendirian untuk mengambil hal yang

diyakini dan dipercayai dan lari dari keburukan serta memperhatikan

muamalah-muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat

bagi manusia, beliau menjalankan urusan atas qiyas. Apabila Qiyas tidak

baik untuk dilakukan, maka beliau melakukannya atas istihsan selama

hal tersebut dapat dilakukannya.9

Apabila Istihsan pun tidak dapat dilakukan, ia kembalikan kepada

‘Urf manusia. Dan ia amalkan hadis yang sudah terkenal dan kemudian

ia mengqiyaskan sesuatu hadis itu selama qiyas dapat dilakukan.

Kemudian beliau kembali kepada Istihsan. Dari keduanya, mana yang

lebih tepat, maka Imam Hanifah kembali kepadanya.10

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa dalam

istinba>th Imam Abu Hanifah memiliki 6 sumber penentuan hukum

Islam. Adapun sumber tersebut adalah 1) al-Qur’an, hadi{th (hanya yang

mashur di kalangan hadits terpercaya)11, 2) aqwa>lu al-s{ahabi (perkataan

8

Muhammad Ali al-Sayis,T a>rikh al-Fiqh al-Isla>mi, (Kairo: Maktabah wa Matba’ah Ali Sabih wa

auladuh, t.th)91-92 9

Syaikh Muhammad Abu Zahroh,Ta>rikh al Madha>hib al Fiqhiyah,(Kairo: Mathba’ah al

Madani,) 144 10

Abu Zahra,Ta>rikh al Madha>hib al Isla>mi,Juz II, (Kairo: Dar al Fikr al Araby, 1987), 161.

11

(39)

30

para sahabat karena mereka adalah orang yang dekat dengan

Rasulullah12dan Imam Abu Hanifah akan mengambil perkataan mereka

yang dijadikan sebagai sumber hukum) 13 , 3) qiya>s, 4) istih}sa>n

(mengambil qiya>s lain atas qiya>s yang berlawanan dengan memandang

kepentingan umum yang ada padanya)14, dan 6) ‘urf ( berlandaskan pada

tradisi masyarakat sejauh tidakbertentangan dengan sumber hukum.

Serta sejalan dengan semangat shara’)15

2. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki merupakan salah satu Mazhab yang dianut oleh

golongan sunni. Nama Mazhab ini dinisbatkan kepada pendirinya yaitu

Malik bin Anas yang merupakan ulama terkemuka di Madinah.16Beliau

lahir di Madinah dari keluarga pengrajin panah. Beliau tumbuh dewasa

dengan menjadi ahli fiqih yang alim dan terkenal. Imam Malik juga

terkenal menjadi orang yang kuat hafalannya. Sejak usia remaja, beliau

sudah berhasil menghafalkan al-Quran. Selain itu, beliau juga dikenal

dengan cepat menghafal hadist-hadits yang disampaikan oleh para

gurunya. Diantara guru hadis beliau adalah Ibnu Syihab al Zuhri, Ibnu

Hurmuz, dan Nafi. Sedangkan dalam urusan Fiqih beliau menimba ilmu

kepada Rabiah dan Yahya bin Sa’id al Anshari.

12

Muhammad Ali Hasan,Perbandingan Mazhab,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 189.

13

Abdul Wahan Khallaf,Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002), 141. 14

Romli SA,Muqa>ranah Madha>hib fil Ushu>l Fiqih,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 48.

15

Abu Zahra,Ta>rikh al-Madha>hib..., 163

16

Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqalani,Kitab Rahdzib al Tahdzib,Juz 8, (Bairut Dar al Fikr.

(40)

31

Dalam upaya penyebaran ilmu agama, beliau mengarang Kitab

al-Muwaththo’. Kitab ini menjelaskan tentang hadis dan fiqih sekaligus.

Kitab ini pernah diminta oleh Harun al Rasyid untuk dijadikan hukum

formil yang ditetapkan di wilayah Baghdad, namun Imam Maliki tidak

memperbolehkannya.

Saat memberikan pengajaran ilmu-ilmu agama kepada muridnya,

Imam Maliki menggunakan metode yang berdasarkan pada ungkapan

yang terdapat dalam hadis dan pembahasan atas maknanya lalu

dikaitkan dengan konteks permasalahan yang ada pada saat itu. Kadang,

beliau juga menyempatkan untuk menelaah permasalahan-permasalahan

yang muncul di daerah murid-muridnya yang kemudian mencari dasar

hadis atau atharyang bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan

tersebut. Beliau sangat menghindari mengira-ngira tanpa ada dasarnya.

Dengan demikian, Mazhab Maliki sering dikenal sebagai A hl al

H}adi>th.17

Ahli fiqih yang terkenal mengikuti mazhab Malikiyah adalah Ibnu

Rusyd al Hafiz, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Qasim bin Jizzi, Abdul Walid al Bajji,

Abdul Hasan al Lakhani, Ibnu Rusyd al Kabir.

Penyebaran mazhab Maliki ini dimulai dari Madinah. kemudian

tersebar sampai saat ini di Maroko, Tunisia, Libia, dan Kuwait.18

17

Muhammad Ali al-Says,Tarikh al-Fiqh… ,99.

18

(41)

32

Sebagaimana imam mazhab yang lain, Imam Maliki juga

mempunyai landasan istidlal yang digunakan untuk menentukan hukum

Islam berdasarkan pandangan dan pola pikir beliau. Pengetahuan dan

pengalaman Imam Maliki mengarahkan beliau untuk cenderung kepada

pemikiran hukum Islam yang mengutamakan riwayat, yaitu

mengedepankan hadis dan fatwa sahabat.

Qa>di al-Iyad dalam kitabnya al-Mada>rik mengatakan dasar yang

dijadikan oleh Imam Maliki sebadai sumber dalam penetapan hukum

adalah al kitab, al sunnah, amal ahl al-Madi>nah, dan al-qiya>s.19Imam al

Syatibi berpendapat bahwa ada empat macam dasar madzhab Maliki

dalam ber-istidla>l. Menurut beliau, dasar hukum yang digunakan oleh

madzhab Maliki adalah al-kita>b, al-sunnah, ijma>’, dan al-ra’yu. Imam al

Syathibi mengategorikan qaul al-S{aha>bah dalam katagori al-Sunnah.

Sementara maslahah mursalah, sadd al-zari>ah, ‘urf, istihs{an dan ist|is{h{ab

digolongkan dalam katagorial-ra’yu.20

Dari kedua pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa Imam Malik

mempunyai 5 sumber hukum, yaitu 1) al-Qur’an (al-Qur’an difahami

berdasarkan dha>hir na>s yang meliputi mafhu<m mukha<lafah dan mafhu>m

muwa>faqah)212) al-Sunnah (mutawatir dan mashhu>r)22, 3) amal ahl

al-Madi>nah (norma atau adat yang ditaati oleh seluruh masyarakat kota

19

Hasbi al Shiddiqy,Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab,(Jakarta: Bulan Bintang, 1972),

171 20

Abu Ishaq al Syatibi,al Muwa>faqa>t,(Bairut: Dar al Fikr al ‘arabi, 1975), 364

21

Moh. Rifa’i,Ushul Fiqih,(Bandung: PT. Alma’arif, 1973), 88.

22

(42)

33

Madinah)23, 4) Qaul al-S{ah{a<bah, 5) Khabar Ahad dan qiya>s, 6) Maslah{t

al-mursalah (maslahat yang mana syaria agama belum mengatur untuk

mewujudkannya, juga tidak terdapat dalil yang mewajibkan atau pun

melarang melakukan hal tersebut)24, 7) istih{sa>n, 8) sadd al-dhari>’ah

(semua jalan yang menuju kepada yang haram, maka hukumnya juga

haram)25, 9) istus{h{a>b (menggunakan hukum lampau yang sudah pasti

sebelum ada dalil baru yang merubahnya).26

3. Mazhab Syafi’iyah

Pendiri dari Mazhab ini adalah Muhammad bin Idris bin Syafi’i.

Beliau adalah keturunan bangsa Quraisy. Beliau dilahirkan di Khuzzah

tahun 105 hijriyah, dan meninggal dunia di Mesir tahun 204 H. Sewaktu

umur 7 tahun, beliay telah menghafal al-Qur’an. Pada umur 10 tahun

beliau menghafal al Muwaththa’. Pada usia 20 tahun, beliau mendapat

izin dari gurunya yaitu Muslim bin Khalid untuk berfatwa kitab Ar

Risalah yang dikarangnya. Kitab ini dikenal sebagai kitab pertama yang

membahas tentang Ushul Fiqh. Imam Syafi’i pun dikenal sebagai

peletak ilmu Ushul Fiqh. Dalam bidan fiqh beliau juga menuliskan kitab

al Umm.

Daerah-daerah yang menganut Mazhab Syafi’i sampai sekarang

adalah daerah Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia,

23

Bambang Subandi et al.,Studi Hukum Islam..., 193.

24

Abdul Wahab Khallaf,Kaidah-Kaidah Hukum Islam..., 96.

25

Abu Zahra,Ta>rikh al-Madha>hib...,201.

26

(43)

34

Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz,

Pakistan, India, Jazirah, sebagian Rusia dan Yaman.

Imam Syafi’i merupakan imam mazhab yang terkenal mempunyai

dua fatwa. Dua fatwa tersebut terkenal dengan sebutan Qaul Qadi>m dan

Qaul Jadi>d.27Adapun pola pikir dan landasan hukum yang digunakan

oleh Imam Syafiii dalam penentuan hukum Islam adalah sebagai

berikut: 28 1) al-Qur’an, 2) al-Sunnah (mutawatir dan ahad yang

shohih)29, 3) al-ijma>’ (kesepakatan yang diperoleh dari seluruh ulama

yang terdapat dalam suatu negara. Apabila ada satu saja ulama’ yang

menentang san tidak sepakat dengan kesepakatan yang dihasilkan, maka

ijma>’tersebut bernilai batal)304)Qaul al-S>}ah}abah,5)qiya>s6)Isttish{a<b

4. Mazhab Hambaliyah

Pengetahuan agama yang disampakian oleh Ahmad bin

Muhammad bin Hanbal bin Hilal merupakan cikal bakal dari munculnya

mazhab Hambaliyah. Imam Hambali dilahirkan di Baghdad dan

meningga dunia pada jari Jumat tanggal 12 Robiul Awal tahun 241

Hijriyah. Sejak kecil beliau belajar di Baghdad kemudian lanjut ke

Syam, Hijaz dan Yaman. Beliau juga sempat menimba ilmu kepada

27

Bambang Soebandi,et al.,Studi Hukum Islam… ,210

28

Sulaiman Abdullah,Dinamika Qiyas dalm Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep Qiyas

Imam Syafi’I,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 57 29

Sulaiman Abdullah,Dinamika Qiya>s dalam Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep Qiya>s

Imam Syafi’i,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 57. 30

(44)

35

Imam Syafi’i. Sedangkan murid beliau yang terkenal adalah Imam

Bukhari dan Imam Muslim.

Dasar-dasar fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Hambail tersusun

rapi dalam Kitab I’lam al Muwa>qi’in. Adapun ulama-ulama yang

mengembangkan mazhab Hambali ini adalah Ahmad bin Muhammad bin

Hijjaj al Mawardi, Ishaq bin Ibrahim, dan Abu Bakar Ahmad bin Hani.

Sedangkan ulama yang mengikuti jejak langkah beliau dan

menyebarkan ajaran mazhab Hambaliyah adalah Ibnu Qaiyim al Jauzi,

Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi, Syamsuddin Ibnu Qudaamah

al Maqdisi, Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Raimiyah.

Awal perkembangan mazhab Hambaliyah adalah di daerah

Baghdad, Irak dan Mesir. Mazhab Hambaliyah berkembang di tiga

daerah ini dengan sangat lama. Kemudian pada abad ke 12 Mazhab

Hambali semakin berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja

Abdul Aziz al Su’udi. Hingga sekarang ini menjadi mazhab resmi

pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh

Jazirah Arab, Palestin, Siria dan Irak.

Sebagaimana imam mazhab terdahulu, Imam Hambali juga

menggunakan beberapa prinsip sebagai landasan penentuan hukum.

Adapun landasan penentuan hukum Imam Hambali adalah sebagai

berikut: 1) al-Qur’an dan al-Sunnah, 2) qaul al-s{ah{abah, 3) hadits

(45)

36

B. Jual Beli dalam Perspektifal-Madha<hib al-Arba’ah

Sebelum menelaah lebih lanjut jual beli menurut pandangan empat

imam mazhab, membahas pengertian jual beli menurut bahasa akan

membantu dalam memahami pembahasan lebih lanjut. Menurut bahasa

pengertian jual beli ialah saling menukar (pertukaran). Kataal-ba>I’(jual) dan

ash-shira>’(beli) biasanya digunakan untuk pengertian yang sama.31Kata lain

dari al-ba>i’ adalah al-tija>rah dan al-muba>dalah.32Berkenaan dengan kata

at-tija>rahkata ini disebut dalam al Qur’an surat Fa>t}irayat 29 dinyatakan:33

                            

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak

akan merugi. (Q.S.Fa>t}ir: 29)

Sedangkan pengertian jual beli menurut istilah, para ulama’

mempunyai pendapatnya masing-masing. Walaupun jika dipandang secara

seksama, pengertian-pengertian tersebut akan menghasilkan benang merah

yang saling berkait.

1. Pengertian jual beli perspektifal-madha<hib al-arba’ah

31

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1998), 111.

32

Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 67.

33

Ibnu Mas’ud dan Zaenal Abidin,Fiqih Madzhab Syafi’I,jilid II, (Bandung: Pustaka Setia,

(46)

37

Berdasar pada pola pikir dan latar belakang yang berbeda antara

satu sama lain, ulama al-madha<hib al-arba’ah mempunyai pandangan

tersendiri terkait dengan pengertian jual beli secara istilah.

a. Ulama Hanafiyah

Ulama Hanafiyah mengartikan jual beli adalah,

“Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan

melalui cara tertentu yang bermanfaat.”34

Dari definisi di atas menyimpan makna bahwa cara yang

dimaksud oleh ulama Hanafiyah adalah dengan cara melakukan ija>b

dan qabu>l, atau saling memberikan barang dari penjual dan pembeli.

Selain itu, yang sangat penting menurut ulama Hanafiyah adalah

kemanfaatan yang diperoleh dari barang yang diperjualbelikan.

Apabila barang yang diperjualbelikan adalah barang yang tak

mengandung manfaat semisal alat musik, maka jual beli tidak sah.

b. Ulama Malikiyah

Pendapat ini sedikit berbeda dengan mazhab Hanafiyah.

Ulama Malikiyah membagi ba>i’ menjadi beberapa bagian dengan

sudut pandang yang berbeda-beda. Adapun secara umum, ba>i’

terbagi menjadi dua macam, yaitu 1) jual beli manfaat suatu benda, 2)

jual beli barang.35

34

Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 113.

35

Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab Fiqh Ibadah dan Muamalah,(Jakarta: Amzah, 2015),

(47)

38

Jual beli manfaat terbagi lagi menjadi lima bagian: 1) Jual beli

manfaat benda mati. 2) Jual beli manfaat hewan. 3) Jual beli manfaat

manusia yang berkaitan dengan alat kelamin, yaitu akad nikah. 4)

Penjualan manfaat manusia yang berkaitan dengan tenaga, seperti

buruh. 5) Penjualan manfaat suatu barang yang disebut dengan akad

sewa.

Adapun macam penjualan barang terbagi menjadi beberapa

macam dengan beberapa sudut pandang. Apabila dipandang dari segi

satu barang yang dijualbelikan atau kedua-duanya maka ulama

Malikiyah membaginya dalam empat macam, yaitu:361) Ba>I’ naqd,

merupakan jual beli secara kontan, baik dari pihak pembeli maupun

penjual. 2)Bai’ dain bi al dain, merupakan jual beli yang pembayaran

dan barangnya melalui proses utang (jual beli seperti ini hukumny

dilarang) 3) Bai’ ajal, merupakan jual beli yang pembayarannya

dilakukan secara utang. 4) Bai’ salam, merupakan jual beli barang

yang masih dalam tanggungan orang yang menjualnya.37

Sementara itu, jika dipandang dari salah satu barang yang

dijualbelikan berupa emas atau perak maka jual beli seperti ini

terbagi menjadi tiga macam, yaitu 1) menjual perak atau emas

dengan sejenisnya. 2) menjual suatu barang dengan barang yang lain.

3) menjual barang dengan emas atau perak.

36

Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh ‘ala< al-Madha<hib al-A rba’ah,

(Bairut: Dar Ibn Hazm, 2012), 493. 37

(48)

39

Jika dipandang dari kepastian sebuah akad, jual beli terbagi

menjadi dua bagian, yaitu: 1) akad yang sudah dipastikan akan

berlangsung antara penjual dan pembeli karena keduanya sudah

memilih untuk melaksanakannya. 2) akad yang belum bisa dipastikan

terjadinya karena masih ada kesempatan untuk memilih antara

melangsungkan atau tidak.

c. Ulama Syafi’iyah

Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa makna ba>i’ dalam istilah

shara’ adalah pertukaran harta dengan harta yang lain dengan

cara-cara tertentu.38Adapun yang dimaksud dengan pertukaran harga ialah

masing-masing dari dua belah pihak saling menyerahkan harta yang

akan ditukarkan. Sedangkan yang dimaksud ”dengan cara tertentu”

terdapat dua pendapat. Pertama, akad tersebut dilakukan untuk

memindahkan kepemilikan, baik berupa harta maupun manfaatnya

untuk selamanya. kedua, akad tersebut tidak ada tujuan amal

kebaikan.39 Hal ini berbeda dengan akad qardh yang memberikan

harta kepada orang lain dengan tujuan menolong orang lain tersebut.

Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu>’

menyampaikan:

38

Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,494.

39

(49)

40

“Pertukaran harta dengan harta atas maksud untuk memiliki”.40

d. Ulama Hambaliyah

Menurut ulama Hambaliyah, jual beli merupakan suatu

tindakan saling menukar harta dengan harta dalam bentuk

pemindahan milik dan pemilikan.41

Pengertian tersebut senada dengan pengertian jual beli

menurut ulama Hambaliyah yang ditulis oleh Asmuji Muchtar.

Tulisan tersebut menyatakan bahwa jual beli ialah pertukaran harta

dengan harta yang lain, atau pertukaran sebuah manfaat yang

mubah dengan manfaat yang lain dalam jangka waktu selamanya

tanpa memasukkan riba dan utang. Maksud dari “pertukaran harta

dengan harta yang lain” adalah akad yang dilakukan oleh pemilik

harta, baik pembeli ataupun penjual. Dalam hal ini, tidak dibedakan

antara barang yang ada dan bisa dilihat pada waktu akad atau

barang yang dijual dengan cara menyebutkan ciri-cirinya, sedangkan

barangmya dalam tanggungan penjual. “dalam jangka waktu

selamanya” menunjukkan bahwa jual beli tidaklah sama dengan

ijarah42.

Pada keterangan dalam Kita<b al-Fiqh ‘ala< al-Madha<hib

al-A rba’ah dijelaskan bahwa al-h{ana>bilah menyatakan bahwa jual beli

40

Imam Abi Zakaria Muhyi al-Din bin Syarf al-Nawawi,al-Majmu>’ Sharh al-Muhadhdhab,Juz 9,

(Bairut: Dar al-Fikr), 149. 41

Muhammad al-Kha>tib al-Sharbini,Mughni al-Muhtaj Ila> Ma’rifati Ma’ani al-Fa>dh al-Manha>j,

Juz 2, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994), 320. 42

(50)

41

menurut syariat adalah pertukaran harta dengan harga yang lain,

atau pertukaran manfaat yang diperbolehkan dengan manfaat yang

juga diperbolehkan dengan tanpa adanya riba.43

2. Landasan hukum jual beli

Hukum asal muamalah adalah boleh, selama tidak ada dalil yang

mengharamkannya. Begitu juga dengan akad jual beli yang merupakan

bagian dari pembahasan muamalah. Hukum asal jual beli adalah boleh

sebagaimana firman Allah:

                  

Artinya: Sesungguhnya jual beli itu menyerupai riba, dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. al-Baqarah: 275)

Terdapat juga hadis Rasulullah yang membahas tentang jual beli,44

Artinya: Usaha yang paling utama adalah hasil usaha seseorang dengan tanganya sendiri dan hasil dari jual beli yang mabrur.

3. Rukun dan syarat jual beli perspektifal-madha<hib al-arba’ah

Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa jual beli hanya mempunyai

satu rukun yaitu ija>b dan qabu>l.Hal ini merupakan bukti atas pertukaran

barang yang dilakukan penjual dan pembeli, baik dengan ucapan maupun

43

Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,494.

44

Zainudi>n bin ‘Abdi al-‘Aziz al-Malba>ri,Fath al-Mu’i>n bi Syarh Qurat al-‘A in,(Surabaya: Da>r

(51)

42

perbuatan. Sebagian ulama Hanafiyah ada yang mengatakan jual beli

mempunyai dua rukun, yaituija>b qabu>ldan penyerahterimaan barang.45

Berbeda dengan ulama Syafi’iyah yang menyatakan bahwa

terdapat tiga rukun jual beli, yaitu shi>ghat (ija>b dan qabu>l), orang yang

berakad (a>qid) dan barang yang diperjualbelikan (ma’kud ‘alaih).46

a. Shi>ghat (ija>bdanqabu>l)

Shi>ghat (ija>b dan qabu>l) dalam bab jual beli merupakan

sesuatu yang menunjukkan kerelaan penjual dan pembeli.47Keabsahan

akad jual beli harus diucapkan menggunakan lafal-lafal jual beli.

Bentuk kata kerja yang digunakan ialah s}ighat ma>d}iatau kata kerja

masa lalu. Semisal penjual berkata, “Sudah aku jual kepadamu”, lalu

pembeli pun menjawab,”Sudah aku beli darimu”. Kalau pembeli

berkata, “ Jual lah barangmu kepadaku dengan harga sekian”, lalu

penjual pun menjawab. “Aku telah menjualnya”. Hal demikian,

menurut Imam Malik sudah sah dan sudah mengikat bagi orang yang

memahami.48

Imam Syafi’i mengungkapkan bahwa hukum jual beli tidak

akan sah kecuali dengan s}ighat, yaitu ucapan atau yang menyerupai

ucapan, seperti surat, utusan, dan isyarat yang jelas.49Jual beli tidak

45

Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,495.

46

Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin,Fiqih Imam Syafi’i,(Bandung: Pustaka Setia, 2008), 26.

47

Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab… ,399.

48

Ibnu Rusyd,Bida>yah al Mujtahid wa Niha>yah al Muqtas}id, Abdul Rasyad Shidiq, Jilid II

(Jakarta: Akbar Media, 2015), 314. 49

(52)

43

boleh hanya dengan mengambil barang dan memberikan barang,

tanpa adanya ucapan.50

Menurut mazhab Hanafi, ija>b adalah ucapan yang keluar

terlebih dahulu dari salah satu pihak, baik dari pihak penjual maupun

pembeli. Ulama Hanafiyah juga menyatakan bahwa jual beli bisa

dianggap sah dengan dua lafad yang menunjukkan arti memindahkan

dan menerima kepemilikan. Kata-kata ija>b qabul boleh menggunakan

fi’il ma>d}I maupun fi’il mud}orik, keduanya sah menurut mazhab

Hanafiyah.51

Sedangkan mazhab Hambaliyah berpendapat bahwa jual beli

sah dengan adanya lafat ija>b qabul yang mengandung arti menjual

dan membeli, dan tidak terbatas dengan menggunakan kata-kata

tertentu.52

b. Orang yang berakad (‘a>qid)

Dalam buku Fiqh Imam Syafi’i menyatakan bahwa terdapat

syarat-syarat bagi orang yang berakad, yaitu:53

1. Baligh (berakal).

Syarat pertama ini dimaksudkan agar dalam jual

beli, pihak yang berakad tidak mudah tertipu. Orang gila,

anak kecil, ataupun orang bodoh yang tidak bisa

50

Ibnu Rusyd,Bida>yah al Mujtahid… ,314.

51

Asmaji Muchtar,Dialog Lintas Mazhab… , 400.

52

Abd al-Rahman bin Muhammad ‘Awadh al-Jaziri,Kita<b al-Fiqh..,497.

53

(53)

44

mentasharufkan harta bendanya dengan baik maka tidak

sah akad jual beli yang meraka lakukan. Firman Allah:

               …

Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh (sebelum sempurna akalnya) harta (mereka yang berad

Gambar

Gambar IPohon genitri usia 3 bulan
 Gambar II
Gambar IV Biji genitri siap jual
 Gambar V
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam praktik jual beli salam pada alat musik rebana yang dilakukan di desa Kaliwadas kecamatan Bumiayu kabupaten

Praktik jual beli tanah yang menjadi Sengketa di Grumbul Karanggandul, Desa Babakan, Kecamatan Karanglewas dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah adalah tidak sah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik jual beli durian sistem tebas di Desa Ketigo Kelurahan Jumapolo Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar tersebut didalam

Dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli bawang merah dilimpahna di desa Tanjungsari kecamatan Wanasari kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan juga jual

Dalam praktik jual beli produk pertanian bayar panen di Desa Barurejo Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi sudah sesuai dengan tujuan hukum ekonomi Islam yaitu rasa

Dari permasalahan di atas penulis ingin mengetahui bagaimana praktik jual-beli tanah dengan sistem &#34;taon&#34; di Desa Kedungbetik Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang

“ Praktik Jual Beli Batu Alam Sistem Borongan dalam Perspektif Hukum Islam di Desa Anggrasmanis Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar ”.. Skripsi ini disusun untuk

Dari segi subjek jual beli, praktik jual beli sistem cawukan yang terjadi di Desa Gempolmanis Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan dinyatakan sah karena dilakukan