• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perubahan Sosial di Pedesaan Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perubahan Sosial di Pedesaan Bali"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

APENDIX

Catatan Dari Penelitian Lapangan

“Sebaiknya bapak jangan melakukan penelitian di Tabola, Sidemen. Sebab Desa Adat Tabola sekarang situasinya sudah berubah dibandingkan dengan ketika bapak pertama ke Tabola kurang lebih setahun lalu. Saya usulkan tempat penelitian bapak diganti di Desa Adat Sibetan saja”, demikian kata pak Catra. Ketika itu, siang hari 11 November 2009, saya memang sedang bertandang ke rumah pak Catra, panggilan akrab dari Ida I Dewa Gde Catra. Pertemuan itu berlangsung setelah hampir setahun setengah sebelumnya sempat bertemu dan berdiskusi dengannya tentang berbagai masalah adat di Desa Tabola. Dalam kesempatan pertemuan di bulan November 2009 itu, meluncurlah kalimat sebagaimana dikutip di atas.

Pertemuan pertama itu terjadi ketika saya sedang menyiapkan laporan evaluasi untuk sebuah organisasi donor yang membantu mendanai program penyusunan “awig-awig desa” yang dilakukan oleh pak Catra dan kelompoknya. Dalam pertemuan itu saya berkesempatan menggali banyak informasi dari sosok budayawan yang lahir dan dibesarkan di Tabola, tetapi menjelang akhir kariernya sebagai guru terpaksa pindah ke Amlapura, Ibukota Kabupaten Karangasem, Bali. Desa Tabola sendiri berada dalam lingkup wilayah Kabupaten Karangasem, yaitu tepatnya berada di Kecamatan Sidemen.

(2)

384

telah mengenal daerah penelitian tersebut, dan bahkan sempat membuat laporan penelitian evaluasi di daerah tersebut.

Kembali kesaran pak Catra agar saya memindahkan wilayah lokasi penelitian. Tentu saran ini sedikit agak mengejutkan, selain juga menjadi “menarik” karena sempat dikatakan bahwa Desa Tabola sekarang sudah berubah. Apanya yang berubah? Pertanyaan ini benar-benar menggoda pikiran, apalagi penelitian yang sedang saya siapkan justru menyingung tema terkait perubahan sosial di perdesaan. Oleh karena itu, alih-alih menerima saran untuk memindahkan wilayah penelitian seperti yang diusulkan pak Catra, sebaliknya saya malah penasaran dan semakin berkeinginan kuat melakukan penelitian di Desa Tabola seperti rencana semula. Meskipun pak Catra menawarkan diri akan membantu secara penuh kalau mau memindahkan wilayah penelitian ke Desa Sibetan.

Karena agak sedikit ngotot untuk tetap melakukan penelitian di wilayah Desa Tabola, maka akhirnya pak Catra “mengalah” terhadap keinginan penulis dan malah berjanji akan membantu sepenuhnya proses penelitian sebagai narasumber. Inilah awal dari serangkaian diskusi dan wawancara saya dengan Ida I Dewa Gde Catra terkait masalah penelitian. Terus terang dalam prosesnya kemudian banyak sekali informasi berharga terkait substansi penelitan yang bisa diperoleh dari berbagai diskusi dengan tokoh Adat Desa Tabola itu. Pak Catra sendiri sebenarnya sudah sejak lama tidak bermukim di Desa Tabola, melainkan tinggal di kota Amlapura (Ibukota Kabupaten Karangasem). Namun demikian, ia tetap menjadi anggota krama dari Desa Adat Tabola, karena budayawan ini lahir, besar dan bekerja sebagai guru di Desa Tabola, sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke kota Amlapura (Ibukota Kabupaten Karangasem) hingga pensiun sebagai pegawai negeri sipil.

(3)

APENDIX

385

Cokorda Gde Dangin (sebagai

pingejen desa),

I Gusti Lanang Gita (sebagai

bendesa/klian desa

) dengan kelompok masyarakat, yang waktu itu dipimpin oleh I Gusti Lanang Sidemen, yang kemudian terpilih menjadi

Bendesa/Klian

Desa Pakraman Tabola yang baru. Sebagaimana dijelaskan dalam isi disertasi (Bab VII), konflik itu meledak dipicu oleh persoalan kenaikan tarif langganan air PDAM yang dirasakan memberatkan masyarakat setempat. Dari persoalan kenaikan tarif itu, akhirnya konflik merembet ke mana-mana, dan memuncak pada tuntutan penggantian pengurus desa pakraman.

Jadi ketika saya hendak melakukan penelitian lapangan, kondisi Desa Tabola sedang dalam suasana “panas” menyusul terjadinya “pelengseran” pengurus desa lama. Sedangkan ketika setahun sebelumnya saya ke Desa Tabola dan bertemu dengan pengurus desa, mereka semua adalah pengurus desa yang lama yang sudah dilengserkan. Agaknya inilah yang dimaksudkan pak Catra bahwa kondisi Desa Tabola sudah tidak kondusif bagi saya untuk melakukan penelitian di sana. Tetapi dari perspektif substansi penelitian, situasi seperti ini justru menarik, karena menggambarkan kondisi dinamis dari perkembangan sosial-budaya masyarakat di lokasi penelitian. Hal ini yang melatarbelakangi mengapa saya menyampaikan berbagai argumentasi untuk meyakinkan kepada pak Catra agar mengijinkan dan membantu penelitian di Desa Tabola.

(4)

386

Ketua Majelis Desa Pakraman Sidemen. Jabatan yang terakhir ini masih dipegangnya hingga disertasi ini selesai ditulis.

Sesuai saran pak Catra akhirnya saya menemui pak Cokorda dikediamannya di komplek Puri Sidemen, yang merupakan bangunan peninggalan Istana Kerajaan Sidemen pada masa dahulu. Saya segera menyampaikan rencana untuk melakukan penelitian lapangan di Tabola. Merespon rencana itu, ternyata pak Cokorda menyampaikan hal yang sama dengan yang pernah dinyatakan oleh Pak Catra. Saya disarankan untuk memilih daerah penelitian di wilayah dekat Desa Tabola, yaitu Sibetan. Alasannya, sama seperti yang dikatakan pak Catra, Desa Tebola sudah banyak berubah sekarang.

Menghadapi hal ini, sekali lagi saya menyampaikan berbagai argumentasi yang intinya agar diperkenankan dan dibantu untuk tetap melaksanakan rencana penelitian di Desa Tabola. Menghadapi argumentasi saya, pak Cokorda akhirnya juga “mengalah” dan malahan juga siap membantu penelitian saya di desanya itu. Tentu saja dalam menyampaikan argumentasi kepada pak Cokorda saya sudah mengenal latar belakang konflik yang terjadi di Tabola, sehingga lebih mudah bagi saya untuk meyakinkannya.

Setelah

Penglingsir Puri Sidemen

ini bersedia membantu rencana penelitian lapangan saya, maka disampaikanlah berbagai informasi terkait konflik di Desa Tabola, yang memang secara langsung melibatkan dirinya, dan khususnya, dengan

bendesa

yang baru Desa Pakraman Tabola, I Gusti Lanang Sidemen. Tentu informasi yang disampaikan lebih dari sudut pandang Pak Cokorda ketimbang, misalnya, para “lawannya” yaitu para pengurus baru Desa Pakraman Tabola. Tetapi yang sedikit mengejutkan, setelah banyak cerita tentang situasi perkembangan di Tabola, pak Cokorda tiba-tiba berinisiatif menulis surat kepada

Bendesa

Desa Pakraman Tabola. Pesannya ke saya: ”Tolong sampaikan surat ini ke

Bendesa

Tabola yang baru. Isinya permohonan agar bendesa bisa menerima bapak untuk melakukan penelitian di Tabola ini”.

(5)

APENDIX

387

terbuka mengkritiknya di depan saya. Rupanya, meskipun mereka berkonflik, tetapi tidak menghilangkan sama sekali upaya-upaya untuk menjalin komunikasi kembali. Di kemudian hari saya memahami fenomena seperti ini sebagai bentuk keinginan untuk membangun harmoni setelah konflik mereda. Lalu ketika saya menemui

Bendesa

Desa Tabola, I Gusti Lanang Sidemen, untuk meminta ijin rencana melakukan penelitian di wilayah kekuasaannya, surat tersebut saya serahkan. Sulit menduga reaksi apa yang mungkin akan terjadi setelah bendesa membaca surat tersebut, mengingat bayangan tentang suasana konflik di antara mereka. Informasi dari berbagai sumber memberikan gambaran bahwa konfliknya sangat tajam dan berujung pada proses pelengseran pimpinan pengurus (lama) desa pakraman.

Akhirnya

bendesa

membaca surat Pak Cokorda. Setelah itu

Bendesa

I Gusti Lanang Sidemen, menyampaikan bahwa ia menerima saran Pak Cokorda agar menerima dan turut bersedia membantu penelitian yang akan saya lakukan. Tentu saya menerima dengan gembira sikap

bendesa

baru itu. Dengan demikian saya akan bisa mendapatkan informasi terkait penelitian dari dua kelompok yang sebelumnya saling bersaing dan berkonflik di Desa Tabola: kelompok mantan pengurus desa pakraman (lama) dan kelompok pengurus desa pakraman (baru). Penerimaan kedua kelompok yang saling bersaing ini, sedikit banyak memberikan keuntungan karena bisa mendapatkan informasi dari perspektif keduanya secara sekaligus. Hal ini penting, sebab persaingan dan konflik di antara kedua kelompok itu, ternyata memang merupakan bagian dari dinamika sosial-politik desa, yang memiliki arti penting bagi munculnya gejala perubahan sosial perdesaan di Tabola.

(6)

388

Tabola. FPDPT ini lah yang kemudian mensponsori tuntutan untuk mencopot para pengurus desa yang lama dari jabatannya. I Gusti Lanang Sidemen adalah salah seorang pimpinan FPDPT, sebelum kemudian terpilih menjadi

Bendesa

Tabola yang baru menggantikan

bendesa

lama yang mengundurkan diri. Keesokharinya saya berkumpul di balai pertemuan Banjar Budha Manis, Desa Pakraman Tabola, untuk mengikuti dan mendengarkan pertemuan para pengurus Desa Pakraman Tabola. Di tempat pertemuan itulah saya berkesempatan mengenal para tokoh desa, khususnya dari jajaran pengurus desa yang baru.

Berawal dari perkenalan itu, maka selanjutnya saya meminta sebagian dari mereka untuk menjadi nara sumber penelitian. Selanjutnya satu demi satu nara sumber dihubungi untuk menjadi nara sumber dalam setiap kesempatan saya berada di Desa Tabola/Sidemen, sepanjang kurun waktu kurang lebih selama hampir dua tahun, sejak 2009 hingga 2011. Dalam setiap kesempatan kegiatan penelitian lapangan (di Desa Pakraman Tabola), biasanya saya tinggal di Desa Tabola antara seminggu hingga dua minggu; atau tidak jarang pula tinggal di Denpasar, Bali dan kemudian pergi ke Desa Tabola setelah memperoleh janji bertemu dengan seseorang nara sumber. Nara sumber ini beranekaragam latar belakangnya, bisa tokoh desa, pengusaha lokal, aparat pemerintah (mulai Camat dan beberapa aparatnya serta Kepala Desa Dinas), pedagang di pasar, serta masyarakat biasa (krama desa).

(7)

APENDIX

389

Pemahyun” itu berisi cerita tentang sejarah asal usul penguasa Puri Sidemen, yang di dalamnya juga disebutkan kaitannya dengan Desa Tabola sebagai lokasi dari Puri Sidemen itu sendiri. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kajian sejarah (komparasi sejarah) sebagai salah satu metodenya maka babad itu menjadi bahan penting. Ini khususnya bernilai untuk menjelaskan sejarah perkembangan masyarakat desa di Bali pada umumnya dan Desa Tabola pada khususnya dari periode ke periode hingga dewasa ini.

Terkait penelitian ini, saya juga berkesempatan melakukan diskusi dengan seorang peneliti dari luar (AS), Lene Pedersen, yang secara kebetulan juga sedang melakukan penelitian lanjutan di bidang Anthropologi, melanjutkan penelitian sejenis yang pernah dilakukan beberapa tahun sebelumnya terkait dinamika Puri Sidemen. Hasil penelitan yang pertama berjutudul “

The Sphere of The Keris: Power

and People in a Balinese Princedom”

, merupakan penelitian doktoral di bidang anthropologi, di Universitas Southern California, USA. Tentu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari serangkaian diskusi dengan antropolog ini, sama seperti halnya diskusi-diskusi baik dengan pak Catra maupun pak Cokorda. Semuanya memiliki pengetahuan yang sangat luas dan mendalam terkait masyarakat Bali pada umumnya, dan masyarakat Desa Tabola/Sidemen pada khususnya. Harus diakui, mereka ini adalah “para guru” yang saya kenal dalam proses penelitian lapangan.

Dalam setiap wawancara dengan berbagai nara sumber, saya tidak memakai daftar pertanyaan yang ketat. Sebaliknya saya hanya menggunakan pokok-pokok pertanyaan yang disusun berdasarkan kebutuhan terkait substansi penelitian. Oleh karena itu, wawancaranya seringkali bersifat terbuka, dan tidak jarang berkembang menjadi suatu diskusi menarik yang seringkali hasilnya memperkaya substansi terkait topik penelitian. Kadangkala wawancara dengan seseorang nara sumber juga tidak direncanakan sebelumnya, tetapi justru berkembang setelah berdiskusi di lapangan dalam kesempatan kunjungan lapangan. Wawancara dengan Ketua Adat Desa Tenganan Pegringsingan (Desa Bali Aga), misalnya, berkembang setelah kunjungan dan perkenalan di lapangan.

(8)

390

(9)

INDEKS

A

Abang, 118, 128, 144, 179 Abdurrahman Wahid, 7 ABRI, 3, 5, 132, 250 Aceh, 15, 187

Agensi, 36, 39, 45, 61, 62, 63, 64 65, 350, 351, 352, 354, 371 Agung Putra, 195

Airlangga, 88, 383, 389

Aktor, 25, 36, 38, 39, 40, 44, 52, 55, 61, 67, 69, 345, 351, 361, 372, 377

Al-Fayyadl, 330, 332, 362 Allan, 65, 198, 383 Amerika, 43, 56

Amlapura, 107, 120, 144, 146, 149, 168, 210, 212, 213, 221, 241, 284, 296, 308, 383

Anandakusuma, 194, 383 Anda Kasa, 316

Angantalu, 117, 118, 178 Antiga, 146 263, 264, 265, 266, 267,268, 269, 270, 271, 274, 275, 275, 277, 279, Babinkam, 251, 254 Babinsa, 251, 254

(10)

400 Batunkapas, 156, 227 Batur, 84, 103, 316 Baturenggong, 107 Bayu, 87 Bendesa, 96, 109, 109, 129, 167, 168, 171, 177, 179, 181, 183, 228, 230, 250, 261, 262, 265, 268, 270, 271, 275, 276,277, 278, 279, 280, 282, 284, 286, 287, 290, 291, 297, 298, 300, 303, 304, 305, 306, 307, 309, 310, 311, 312, 313, 317, 321, 322, 323, 324, 325, 327, 336, 350 Berger, 55, 383

Besakih, 84, 118, 128, 166, 179, 199, 315, 316, 389

Bhairawa, 87

Bhineka Tunggal Ika, 358 Bhuta Yadnya, 84, 164, 225, 226, 239

Brahmana, 101, 102, 103, 106, 108, 118, 161, 172, 175, 214, 215, 216, 228, 229, 231, 232, 241, 253, 269, 271, 272, 274, 336, 350

Brian, 41, 383

Budakeling, 117, 118, 178 Budha, 87, 89, 90, 91, 93, 94, 117, 262, 287, 295, 297, 309, 321, 324, 357, 358, 371, 377, 386

Budha Manis, 262, 287, 294, 295, 297, 309, 321, 324

Bugbug, 117, 118, 128, 178 Buhu, 155, 227

Buleleng, 7, 107, 115, 123, 126, 127, 180

Butha Kala, 104

C

Calhoun, 74, 384

California, 298, 383, 384, 387, 389 Catra, 120, 145, 146,154, 156, 158, 175, 181, 188, 194, 206, 210, 211,

(11)

INDEKS Danaher, 78, 390 Delanty, 56, 385 Demak, 107 Denda Artha, 243

Denda Payah-payahan, 243 Denpasar, 7, 89, 91, 125, 127, 149, 335, 383, 384, 386, 387, 388, 389 Derida, 330, 332, 362, 383 Desa Adat, 10, 13, 14, 15, 16, 18, Desa Kala Patra, 197, 225

Dewa Mayun, 133, 260, 261, 264, Dewa Tjatra, 168, 188

Dharmapatni, 88 Dharmayudha, 15 Dialektika, 246, 372 Diferensiasi, 48, 53, 55, 273 Dipasopati, 189, 215, 335 DPD, 3, 4, 5, 21, 246, 347 DPR, 3, 4, 5, 21

Dresta, 13, 14, 15, 86, 195, 196, 199, 204, 223, 225, 279 Druwe Desa, 100

(12)

402

E

Empu Tantular, 357, 397 Engin, 56

Eropa, 41, 49, 50, 56, 295, 368 Evans, 2, 3, 384

F

Feodalisme, 232, 270, 276, 303, 336 Gajah Mada, 105, 106 Gampong, 15, 187 Ganesha, 87, 89

Gde Agung, 115, 123, 384

Gde Putra, 117, 118, 124, 127, 157, 384

Gede Gurit, 195

Geertz, 18, 121, 244, 245, 266 Gelgel, 28, 107, 113, 158, 271, 315 Ghanapatya, 87, 89

Gianyar, 9, 19, 83, 90, 106, 107,

Goulet, 368, 369, 384

Griya, 102, 103, 215, 228, 229, 271, 272

Gua Lawah, 316

Gunung Agung, 84, 190, 288, 316 Gunung Raung, 83, 95

Guru Pengajian, 243 Guru Rupaka, 243 Guru Swadhyaya, 243 Guru Wisesa, 243, 244 Gusti Dangin, 155 Gusti Jambe, 155

H

Habermas, 59, 385 Habibie, 1, 2, 3, 185, 230 Hardiman, 59, 385

Harper, 34, 36, 37, 42, 44, 54, 191, 333, 385

Hayam Wuruk, 105 Hedonisme, 50

Hegemoni, 30, 76, 77, 78, 183, 249, 253, 254, 257, 328

Heraclitus, 33

(13)

INDEKS

Idealisme, 50, 51 Indik, 222, 237, 238

Inglehart, 57, 58, 385 Integrasi, 45, 52, 53, 54

Kahyangan Jagat, 313, 315, 316 Kanuruhan, 154, 166, 167, 273, 314 Kartohadikoesoemo, 83, 393 Kasta, 96, 101, 108, 109, 117, 164, 167, 241, 272, 336, 350

Kawitan, 14, 273, 274, 388 Kediri, 106, 108

Kegaduhan, 195, 196 Kekerasan simbolik, 77, 78 Kemulan, 91, 92

(14)

404

Kerta Bhuwana, 144

Ketut Sukayasa, 133, 149, 166, 167, 174, 255, 256, 273, 301, 313, 314

Klungkung, 18, 28, 107, 112, 113, 123, 125,126, 127, 195, 199, 200, 271, 315, 316

Knõbl, 56, 365, 385

Koentjaraningrat, 17, 366, 393 Komunis, 43, 302, 363, 364, 365, 384

Konstruksi sosial, 55, 71 Koran Nusa Bali, 304, 305, 383 Korn, 363

Kyai Lurah, 157, 158

L

Laeyendecker, 43, 46, 385 Lanang Gita, 133, 167, 176, 177, 183, 232, 250, 253, 277, 284, 290, 297, 304, 305, 314

Lanang Sidemen, 168, 177, 232, 253, 254, 261, 262, 276, 277, 279, 282, 286, 287, 291, 294, 305, 307, 309, 313, 314, 321, 322, 324, 325 Laurer, 33, 50, 386

Lebak, 110

Lempuyangan Luhur, 316 Lenski, 48

Leteh, 211, 214 Leuidamar, 110 Lewy, 44

Liefrinck, 139, 363

Logosentrisme, 330, 331, 332, 333, 365

Loka dresta, 13, 86 Lokasari, 144

Lombok, 115, 123, 127, 154, 155, 156, 334

LPD, 281, 286, 287, 310 LSM, 293, 344

Luanan, 97, 98, 99 Luckman, 55, 383

Luput, 115, 175, 176, 249, 259, 326

M

MacRae, 19, 383 Made Gianyar, 195 Made Karangasem, 195

Made Sukarana, 312, 313, 314, 317 Mahayana, 89

(15)

INDEKS

405

Majapahit, 15, 28, 89, 95, 105, 106, 107, 108, 314, 383

Maligya, 162, 163, 164, 225, 230, 298, 299, 342

Mandala, 170, 239

Manggis, 28, 96, 106, 112, 117, 118, 128, 144, 146, 178, 194 Mangku Pastika, 240 Mangku Windya, 99, 195 Manunggaling, 381, 387 Marep, 223

Marga, 15, 187 Marisudha, 243

Markandya, 83, 84, 85, 95, 96 Marvasti, 23, 386

Marx, 42,43, 54, 56, 61, 78, 80, 383

Marxian, 51, 54, 346, 351 Materialisme, 50

McMichael, 27, 50, 368, 386 MDP, 207, 208, 209, 267, 268, 269,

Mengwi, 123, 127, 271

Mesimakrama, 177, 178, 303, 320, Minahasa, 15

Modalitas, 258, 260, 264

Modernisasi, 27, 28, 37, 41, 51, 55, 56, 57, 58, 60, 80, 348, 365, 366, 367, 368, 373

Mokhsa, 135, 136 Money politic, 311 Montimer, 365 Moore, 33, 34, 35 MPLA, 207 MPR, 1, 3, 7, 363

Mpu Baradah, 106 Mpu Genijaya, 89 Mpu Ghana, 89 Muncan, 117, 118, 128, 179 Muslim, 154, 155, 156, 226, 227, 281

Ngaben, 103, 104, 163, 169, 225 Ngambul, 318

Ngarorod, 241, 242 Ngayah, 162, 163, 176, 177 Ngurah, 125, 286,

Nirartha, 89, 108, 388 Nirwana Resort, 379, 388

Nordholt, 7, 8, 14, 35, 51, 114, 117, 125, 184, 191, 255, 273, 384, 388 NTT, 9

Nyengkuyang, 381

(16)

406

Otoriter, 254, 256, 257, 297, 324, 343

P

Padersen, 162

Padmasana, 158, 159, 212 Padruwen, 222, 234 Pakraman (lihat Desa Adat) Palemahan, 27, 135, 147, 168, 170, 237, 240, 291, 340

Pancasila, 204, 221, 222 pangeling-eling, 194, 195, 196, 199, 204

Pangrarata, 243, Panwaslu, 311, 323

Panyangaskara Pryascita, 243 Paos, 220, 243

Papatusan, 220, 223, 227, 228, 281, Paras paros, 136, 262

Parekan, 119, 161, 162, 164, 165, 166, 176, 301

Parhyangan, 27, 135, 168, 169, 170, 240, 279, 340

Parimartha, 146, 182, 386

Pariwisata, 19, 20, 47, 51, 139, 149, 200, 294, 295, 304, 378, 379, 380, 386, 387

Parker, 253, 387

Parson, 52, 53, 54, 56, 80 Partai politik, 2, 3, 37, 253, 355 Partai, 2, 3, 5, 6, 8, 9,21, 37, 230, 246, 252, 253, 254, 255, 298, 299, 302, 303, 325, 343, 355, 363, 364

Paruman, 137, 188, 189, 204, 207, 209, 222, 233, 267

Pasedahan, 117, 118, 178, 278, 323 Pasek, 158, 323

Pasekertan, 244 Paswara, 238, 244 Patangan, 172, 228, 278

Pawongan, 27, 135, 147, 168, 169, 170, 237, 240, 278, 279, 291, 337,

Pedanda, 214, 215, 216, 272 Pegringsingan, 96, 98, 106, 195, 389, 397

Pelaba pura, 100, 147, 223, 263, 279, 281

Pelinggih, 91, 92

Pemaden, 171, 172, 228, 278, 305 Pemahyun, 89, 106, 109, 154, 157, 158, 165, 231, 273, 383

(17)

INDEKS Pengeluduan, 97, 99

Penglingsir, 115, 152, 157, 162, 181, 185, 186, 230, 273, 294, 298, 300, 301, 313, 328, 364

Penyarikan, 96, 167, 171, 265, 273, 278, 305

Perang Dunia, 50, 56, 80

Perang Jagaraga, 115, 123, 180, 383 Perang Satha, 239

Perbekel, 118, 119, 129, 133, 149, 167, 178, 179, 181, 183, 186, 187,

Pesamuan Agung, 90

Pesamuhan, 211, 232, 233, 244, 275, 309

Pesangkan, 117, 118, 179 Petajuh, 278, 279, 291, 305, 337

Petengen, 96 Pluralistic collectivism, 121, 122, 245, 266

PNI, 2, 8, 230, 298, 299

Pola relasi, 5, 30, 170, 171, 260, 289, 290, 335

PPP, 2, 3

Prajuru, 96, 171, 172, 207, 228, 277, 305, 309, 312, 313

Prakangge, 96, 119, 171, 174, 176, 228, 232, 233, 236, 242, 243, 265,

Punggawa, 117, 118, 119, 127, 128, 129, 131, 178, 179, 181

Punia, 102, 171, 172, 227, 228 Puputan, 18, 124, 125, 126, 384 Pura Dadia, 122, 154 Pura Melanting, 154

(18)

408

180, 189, 196, 199, 215, 222, 223, 224, 227, 279, 281, 293, 296, 305, 312, 313, 315, 316, 325, 353, 358 Pura Ulun Suwi, 154

Purasi, 109, 157 Puritan, 44 Purohito, 90

Purwa Dresta, 13, 14, 86 Pusering Jagad, 316

R

Rambut Sedana, 284, 285 Ramseyer, 99, 387 Redfield, 48

Rendang, 118, 128, 144, 157, 179, 300

Revolusi, 56

Ritzer, 45, 46, 52, 59, 63, 72, 74, 75, 79, 333, 351, 359, 361, 384, 387, 388

Robinson, 6, 363, 388

Rwabhineda, 26, 31, 94, 332, 333, 356, 357, 358, 359, 360, 361, 362, 364, 371, 372, 377, 378, 380, 381

S

Sabayantaka, 136, 262 Sagilik Saguluk, 136, 262 Sajen, 199, 211, 212 Salunglung, 136, 262

Sanggah, 91, 92, 212

Sangkan Gunung, 144, 145, 206, 268, 301, 355

Santoso, 379

Saput poleng, 358, 359, 371 Saren, 117, 118, 128, 178 Sargah, 211, 220, 221, 222, 236, 238, 240, 243, 244

Sasabu, 223, 334, 335 Saskarayasa, 379, 388 Sastra Dresta, 13, 14, 86 Sastrodiwiryo, 89, 108, 388 Satria, 89, 101, 102, 103, 108, 117, Sedahan, 116, 171, 228

Seke, 120, 122, 147, 148, 174, 244, 266, 267

Selat, 117, 118, 128, 144, 157, 179, 300

Sen, 369, 388

Seraya, 117, 118, 128, 178 Setra, 100, 160, 169

(19)

INDEKS

Sinduwati, 133, 143, 144, 150, 151, 153, 154, 178, 179, 180, 250, 258, 259, 354

Singaraja, 7, 112, 123, 127, 386 Smelser, 22, 23, 38, 342, 384, 389 Soemardjan, 34, 389

Sogotha, 87 Sorokin, 49, 50

Sosiologi, 38, 43, 45, 62, 63, 64, 69, 79, 383, 385, 389

Spengler, 49, 50 Stadehauder, 127, 180

Struktural, 36, 52, 54, 56, 64, 67,

Strukturalisme, 40, 70, 360 Strukturasi, 28, 40, 60, 62, 64, 65, 68, 70, 80, 345, 351, 359

Subak, 19, 101, 115, 116, 119, 120, 122, 123, 148, 154, 172, 173, 205, 215, 228, 244, 245, 267, 278, 389 Subanda, 13, 183, 389

Sudan, 44

Sukayana, 14, 215, 389

Sukayasa, 133, 149, 166, 167, 174, 255, 256, 273, 301, 313, 314 Sukreta, 237, 239, 240 Sulinggih, 226 Sumatera Barat, 15 Sumatera Selatan, 15, 187 Sumatera Utara, 15 Sunantara, 184, 253, 389 Sunarto, 62, 389

Surpha, 16, 18, 83, 195, 389 Susilo Bambang Yudhoyono, 9 Sutasoma, 357

Swiss, 282

(20)

410

Syiwa-Budha, 91, 93, 94, 357, 371, 377

Sztompka, 10, 12, 37, 38, 41, 47, 55, 389

T

Tabanan, 107, 123, 124, 127, 200, 271, 316

Talibeng, 118, 128, 144, 179, 206 Tambelapu Duluan, 97

Tamiyu, 223, 224, 225, 226 Tanah Ayahan, 100, 147, 155, 223, 279

Tanah Bekti, 134 Tanah Lot, 379 Tanah Pecatu, 115

Tanah Pekarangan, 91, 100, 147 Tangkup, 144

Taro, 83, 84

Telagatawang, 133, 143, 144, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 166, 174, 178, 179, 180, 250, 255, 256, 258, 259, 273, 295, 301, 354

Tembelapu Tebenan, 97 Tempek, 19, 119, 122, 147, 148,

Tianyar, 118, 179 Tihisan, 235, 281 Tirtagangga, 300 Tjokorda, 102, 383 TNI, 1, 250, 296, 347 Tonies, 46, 56

Toya anakan, 235, 281 Toynbee, 49, 50

Transformasi, 10, 27, 41, 55, 57, 64, 67, 107, 361, 367, 368, 370 Tri Eka Bhuwana, 144

(21)

INDEKS

411

Tri Murti, 91, 92, 359 Tri sarira, 163 Triad, 72, 81 Tridatu, 359 Trihita Karana, 221 Triwangsa, 101, 161, 326

U

Ubud, 19, 107, 295

Ulakan, 117, 118, 128, 146, 178 Ulu Watu, 316

Universitas Indonesia, 195, 385, 389

Upakara, 84, 198, 199 Upasaksi, 243

V

Vickers, 7, 106, 108, 126, 139, 363, 390

W

Wacquant, 71, 72, 81, 390 Wallerstein, 58

Wangsa, 96, 101, 102, 103, 241, 272

Warmadewa, 88, 356

Wayan Geredeg, 312, 313, 314, 317

Wayan kari, 294

Wayan Suartana, 158, 263, 276, 286, 323

Webb, 78, 390 Weber, 13, 44, 80, 385 Weberian, 351

Weisya, 101, 103, 108, 161 Welzel, 57, 385

Widi widana, 242

Widisastra, 210, 211, 215 Wiranto, 1

Wismakerta, 144

Wisnu, 84, 85, 87, 91, 92, 169, 225, 358, 359, 383, 385

Y

Yadnya, 84, 164, 198, 225, 226, 239

Yayasan Wisnu, 85, 91, 383, 385

Z

Referensi

Dokumen terkait

Sistem asam laktat hanya menjadi andalan pada olahraga yang harus mengerahkan energi, dengan waktu kurang dari empat menit, atau bodi kontek yang harus tahan menahan, dan jika

[r]

• Dari seluruh tubuh melalui vena cava darah masuk jantung di atrium kanan (banyak CO 2 ). • Atrium kanan ke

• Glikogen punya sifat retensi/mengikat air shg jika dalam set otot banyak akan menyebabkan hipertropy yang cukup tinggi • Asam laktat yang terjadi akan dikeluarkan dari sel

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP KETERAMPILAN LANJUT BOLAVOLI (TEORI)1.

[r]

Durian Sebatang (Lapen) Kec.. M.Si

Adapun sisanya untuk bagian anak-anak, yaitu satu anak laki-laki (bagiannya sama dengan bagian dua anak perempuan), sementara dua anak perempuan masing-masing