• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAUM DIFABEL DI TENGAH SISTEM SOSIAL MASYARAKAT DESA NGILO-ILO KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAUM DIFABEL DI TENGAH SISTEM SOSIAL MASYARAKAT DESA NGILO-ILO KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KAUM DIFABEL DI TENGAH MASYARAKAT DESA NGILO-ILO

KECAMATAN SLAHUNG KABUPATEN PONOROGO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas islam Negri Sunan Ampel Surabaya

untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

TYAS QOMARIYAH

NIM. B75212069

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Tyas Qomariyah, 2016, Kaum Difabel Di tengah Masyarakat Desa Ngilo-ilo

Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo, Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Kaum Difabel dan Masyarakat.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan kaum difabel di tengah sistem sosial masyarakat dan problematika kaum difabel di tengah sistem sosial masyarakat Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Dari keberadaan kaum difabel dapat dilihat melalui status (pendidikan, pekerjaan, religiusitas), peranan, dan tujuan atau cita-cita. Sedangkan problematika kaum difabel di tengah sistem sosial yang dibahas adalah kemiskinan kaum difabel dan penyimpangan sosial.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pendekatan teori yang digunakan dalam melihat kaum difabel di tengah masyarakat Desa Ngilo-ilo adalah Fungsionalisme Struktural. Dalam Strukturalisme Fungsional terdapat dua teori untuk menganalisis realita sosial ini, yakni teori AGIL (Talacott Parsons) dan teori Anomi (Robert K. Merton).

(9)

ABSTRAC

Tyas Qomariyah, 2016, The Disability In the middle of the Village Community Ngilo-ilo Slahung District of Ponorogo, Thesis Sociology Program Faculty of Social and Political Sciences UIN Sunan Ampel Surabaya.

Keywords: The Disability and Society.

Issues examined in this study is how the presence of disabled people in the social system and the problems of disabled people in the middle of the village social system Ngilo-ilo Slahung District of Ponorogo. Of the existence of disabled people can be seen through status (education, employment, religiosity), roles, and goals or ideals. While the problems of disabled people in the social system discussed disabled people is poverty and social deviation.

The method used is qualitative method with observation, interview, and documentation. The approach used in the theory see disabled people in the community village Ngilo-ilo is structural functionalism. In the Functional structuralism, there are two theories to analyze social realities, namely the theory of AGIL (Talacott Parsons) and anomie theory (Robert K. Merton).

(10)

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 24

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 26

5. Tahap Pengumpulan Data ... 29

6. Tahap Analisis Data ... 31

7. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 32

(11)

BAB II: STRUKTURALISME FUNGSIONAL ... 37

A. Kehidupan Masyarakat adalah Sistem Sosial ... 37

B. Pendekatan Fungsionalisme Struktural ... 38

C. Teori Strukturalisme Fungsional (AGIL: Talcott Parsons) ... 41

D. Teori Strukturalisme Fungsional (Anomie; Robert K. Marton)... 52

BAB III: KAUM DIFABEL DI TENGAH MASYARAKAT DESA NGILO-ILO ... 56

A. Masyarakat Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo ... 56

B. Keberadaan Kaum Difabel di tengah Masyarakat Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo ... 65

C. Problematika Kaum Difabel di tengah Masyarakat Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Anomie: Robert K. Merton ... 101

BAB IV: PENUTUP ... 104 2. Dokumen lain yang relevan 3. Jadwal Penelitian

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis-Jenis Difabel ... 19

Tabel 1.2 Data Informan Penelitian ... 25

Tabel 3.1 Data Kependudukan Desa Ngilo-ilo ... 57

Tabel 3.2 Data Kepala Keluarga desa Ngilo-ilo ... 57

Tabel 3.3 Luas Wilayah Desa Ngilo-ilo ... 58

Tabel 3.4 Struktur Mata Pencaharian Desa Ngilo-ilo ... 59

Tabel 3.5 Pendidikan Masyarakat Desa Ngilo-ilo ... 60

Tabel 3.6 Data Penderita Difabel ... 62

(13)

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pola Alur Pikir Teori AGIL ... 51

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ponorogo merupakan sebuah Kabupaten yang memiliki kebudayaan daerah yang unik. Reog adalah budaya yang menjadi identitas Kabupaten Ponorogo. Seni budaya Reog dimainkan oleh beberapa aktor dengan karakter yang berbeda-beda seperti jathil, warok, bujang ganong, prentol dan lain sebagainya. Setiap tingkah laku dan gerak tubuh pemainnya mempunyai pesan yang penuh syarat dan makna. Musik yang mengiringinya semakin menyatukan keindahan seni budaya tersebut. Seni budaya Reog menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun asing untuk berkunjung ke Ponorogo. Salah satu kebudayaan Indonesia ini sudah sangat populer di manca negara. Pemerintah serta masyarakat Ponorogo bekerja sama dan berperan aktif dalam melestarikan kebudayaan Reog.

(15)

2

Selain itu, pengurus pondok sering mengadakan kegiataan yang bertujuan meningkatkan relegiusitas masyarakat sekitar. Seperti kajian islam rutin, dakwah keliling, pembentukan serta bantuan-bantuan kepada berbagai lembaga islam di Ponorogo. Sehingga masyarakat Ponorogo juga dikenal sebagai masyarakat yang religius .

Terlepas dari kebanggaan yang dimiliki daearah Ponorogo, terdapat juga sisi lain dari Ponorogo yang membuat miris bagi siapa yang mendengarnya. Keberadaan kaum lemah cukup banyak dijumpai, khususnya di lereng gunung. Kaum lemah di sini adalah kaum difabel (penyandang cacat). Masyarakat Ponorogo dikenal dengan masyarakat yang religius, tetapi tingkat kepeduliannya terhadap kaum lemah masih rendah. Pemerintah dan masyarakat juga belum banyak ikut berperan aktif terhadap penanganan masalah kaum lemah atau difabel. Padahal dalam melestarikan kebudayaan Reog, masyarakat dan pemerintah mempunyai semangat yang tinggi.

Dalam Undang-undang No. 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa “penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari a. penyandang cacat fisik, b. penyandang cacat mental, c. penyandang cacat fisik dan mental.

(16)

3

Sidowayah Jambon, Desa Krebet Jambon, Desa Karang Patihan Balong, serta

Desa Pandak Balong. Lebel “kampung idiot” didapat karena banyaknya warga

yang menyandang cacat mental (idiot) di Desa tersebut. Kampung ideot di Ponorogo sudah sangat terkenal di berbagai media massa bahkan menjadi topik utama dalam pemberitaan.

Baru-baru ini ditemukan lagi beberapa Desa yang mempunyai problematika yang sama. Di Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo terdapat puluhan kaum difabel (penyandang cacat). Problematika ini lebih komplek daripada beberapa kampung ideot yang telah disebutkan di atas. Karena tidak hanya kaum penyandang cacat mental saja, tetapi terdapat juga tuna rungu, tuna netra, tuna wicara dan lain sebagainya. Di Desa Ngilo-ilo ini, kasus tersebut belum banyak terpublikasi dimedia massa seperti di Desa lain seperi Sidowayah, Karang Patihan, dan Pandak. Jadi, belum banyak yang mengetahui kondisi Desa tersebut.

(17)

4

Dari media cetak Radar Ponorogo 22 Febuari 2012 mengungkapkan asal-usul hal ini diawali pada tahun 1950 hingga akhir 1960, terjadi pagebluk atau masa kesulitan bahan makan bagi warga dikawasan lereng gunug. Kala itu, ada prahara hama tikus yang menyerang semua tanaman warga. Hanya tanaman liar dan sejenis tanaman talas yang daunnya hitam yang bisa tumbuh. Warga tidak terkecuali ibu hamil makan seadanya. Perempuan hamil yang seharusnya mendapatkan asupan gizi lebih itu sehari – harinya juga makan serba kekurangan. Kalau ada makanan yang lebih baik, saat itu, hanyalah gaplek yang dimasak menjadi tiwul.

Dalam kondisi seperti itu, penduduk tidak lagi memikirkan bagaimana mencukupi kebutuhan gizi bagi jabang bayi di kandungan mereka. Bagaimana kebutuhan zat gizi, yodium, atau senyawa DNA yang bisa meningkatkan kecerdasan bayi mereka nantinya. Jangankan untuk mencukupi kebutuhan makan empat sehat lima sempurna plus susu formula khusus bagi ibu hamil, bisa makan dan bertahan hidup bagi mereka sudah cukup. Hal seperti itulah yang menyebabkan banyak banyak bayi lahir dengan tidak normal. Baik secara fisik maupun mental. Banyak bayi kurang gizi, yang yang akhirnya menyebabkan pertumbuhan syaraf mereka abnormal, sehingga ada yang lumpuh, mengalami kebutaan, tunarungu, dan pertumbuhan fisik yang tidak normal. 1

Sebenarnya kelaparan atau kekurangan pangan bukanlah suratan takdir. Kelaparan terjadi karena ulah manusia. Sebenarnya di dunia terdapat bahan

1

Asal Usul Kampung Ideot di Ponorogo, Radar Ponorogo, Februari 22, 2012, diakses pada

(18)

5

pangan yang cukup untuk semua manusia. Artinya kelaparan bukan masalah keterbatasan bahan pangan, melainkan akibat dari pembagian yang tidak merata antar negara, daerah lapisan masyrakat, bahkan dalam Desa atau keluarga.2 Hal ini membuktikan bahwa peran pemerintah sangat penting untuk terhindar dari kelaparan atau kekurangan gizi. Sehingga dapat mencegah terjadinya pertumbuhan saraf yang abnormal bagi perkembangan manusia.

Manusia mana yang ingin dilahirkan dalam keadaan abnormal atau cacat. Begitu pula dengan kaum difabel, mereka tidak bisa mengingkari ketentuan Tuhan. Kaum difabel merupakan bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi hak dan kewajibannya. Kekurangan yang dimiliki kaum difabel bukan menjadi alasan tidak terpenuhi haknya. Kesejahteraan kaum difabel telah diatur dalam Undang-undang. Kaum difabel mempunyai hak atas kesehatan, pendidikan, serta sarana atau fasilitas khusus penyandang cacat. Maka bagi pemerintah dan masyarakat wajib memenuhinya.

Dalam masyarakat terdapat sistem yang harus berjalan dengan baik. Kaum difabel juga bagian dari sistem tersebut. Sistem yang terdiri dari manusia bisa dianggap sistem sosial, lepas dari tujuan dan proses sistem lain. 3Suatu kelompok sosial harus mempunyai komponen-komponen atau unsur-unsur sosial yang saling bergantungan antara satu sama yang lainnya untuk membentuk sistem sosial yang utuh. Unsur-unsur sistem sosial teridiri dari: perilaku, pengetahuan, status, peran, norma, fasilitas, kekuasaan, tekanan ketegangan dan

2

Rudolf H Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga (Jakarta: Pustaka CIDESINDO, 1999 ), 29.

3

(19)

6

lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut harus berjalan sesuai fungsinya. Begitupula dengan kehidupan kaum difabel ditengah sistem sosial masyarakat harus dianalisis secara mendalam dan menyeluruh karena penting bagi kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat. khususnya kaum difabel.

Mayoritas kaum difabel di Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo dalam kondisi miskin. Potret kehidupan yang miskin sangat terlihat jelas. Dari kondisi rumahnya yang sebagian terbuat dari bambu, menu makannya sehari-hari yang jauh dari standar makanan bergizi, dan pakiannya yang rusuh. Kebudayaan kemiskinan masih sangat melekat pada penyandang difabel teutama para penyandang cacat mental dari dahulu sampai sekarang. Kebudayaan kemiskinan didefinisikan sebagai pola-pola kebudayaan yang membuat orang tetap miskin atau pola-pola kebudayaan yang tetap bertahan di kalangan golongan mereka yang berada, baik secara disengaja ataupun tidak, yang mengakibatkan sesama warga masyarakatnya tetap miskin.4

Terkadang masyarakat masih memandang sebelah mata keberadaan kaum difabel. Kaum difabel rentan mendapat perlakuan yang sewenang-wenang. Mereka mendapat perlakuan tidak baik atau diskriminasi dari sebagian warga yang tidak bertanggung jawab. Sebagian perempuan yang menyandang masalah tersebut hamil tanpa diketahui ayahnya. Fasilitas yang memadai dari pemerintah untuk kaum difabel belum ada.

4

(20)

7

Hal tersebut merupakan ketidakteraturan sosial. Ketidakteraturan sosial bisa terjadi apabila kehidupan sosial antara elemen yang satu dan elemen yang lainnya tidak melaksanakan fungsi dan peranannya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku. Ketidakaturan sosial ini sering disebut patologi sosial. Patologi sosial sebagai objek kajian dari sosiologi seringkali disebut dengan masalah sosial. Dalam hal ini, Soerjono Soekamto memberi kriteria masalah sosial diantaranya: faktor ekonomi terdapat masalah kemiskinan, faktor biologis yang di dalamnya terdapat persoalan yang harus dipecahkan seperti masalah endemis atau penyakit menular, faktor psikologis, faktor sosial dan kebudayaan.5 Untuk mengatasi problematika atau ketidakteraturan sosial bagi masyarakat difabel tersebut perlu diketahui dan diteliti terlebih dahulu bagaimana kaum difabel ditengah sistem sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keberadaan kaum difabel di tengah masyarakat di Desa Ngilo ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo?

2. Apa problematika kaum difabel di tengah masyarakat di Desa Ngilo ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan data yang riil dan alamiah mengenai keberadaan kaum difabel ditengah masyarakat. Dengan melihat beberapa

5

(21)

8

unsur sistem sosial, seperti: status, peranan, perbedaan sosial, dan lain sebagainya.

2. Dengan penelitian ini dapat diketahui problematika sosial yang menganggu masyarakat difabel di Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini tentunya peneliti akan mendapatkan penelitian yang sangat berharga. Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi teoritis, metodelogis dan empiris bagi kepentingan akedemis.

2. Secara Praktis

Penelitian tentang ”Kaum Difabel Di tengah Desa Ngilo ilo Kecamatan

Slahung Kabupaten Ponorogo” ini diharapkan menjadi :

a. Bahan referensi terutama bagi pengambil kebijakan untuk mengetahui sistem sosial dan permasalahannya masyarakat difabel sehingga dapat dicarikan penyelesaiannya yang efektif.

b. Bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin lebih mendalami penelitian tentang sistem sosial yang terjadi pada masyarakat difabel.

c. Bahan referensi dalam rangka pengembangan khazanah ilmu pengetahuan.

(22)

9

1. Masyarakat

Dalam melihat masyarakat, sosiolog memiliki pandangan yang berbeda. Sebagian melihat masyarakat sebagai fakta sosial yang riil, sebagian lagi memandang yang benar-benar riil dalam masyarakat adalah individu. Sebagai sebuah sistem, masyarakat terdiri dari elemen-elemen atau komponen-komponen yang saling berhubungan dan menjalankan fungsinya.6

Beberapa orang tokoh telah mencoba untuk memberikan definisi masyarakat (society) seperti misalnya:

a. Maclver dan Page yang mengatakan bahwa: masyarakat ialah suatu dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat.

b. Ralph Linton: masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatru kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. c. Selo Soemarjan menyatakan bahwa orang-orang yang hidup bersama,

yang menghasilkan kebudayaan.

6

Muchammad Ismail dkk, Pengantar Sosiologi ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013),

(23)

10

Walaupun definisi dari tokoh-tokoh tersebut berlainan, akan tetapi pada dasarnya isinya sama yaitu masyrakatyang mencakup beberapa unsur sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama.

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suati kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.7

Kehidupan masyarakat dapat dikatakan sistem sosial karena di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur masyarakat. Menurut pendapat Ankie M.M

Hoogvelt (1985), “masyarakat sebagai suatu tipe sistem sosial dapat

dianalisis dari empat fungsinya yang diperlukan yaitu menggunakan teori fungsionalisme struktural Talcoot Parsons, yaitu: fungsi pemeliharaan pola (Latency), fungsi integrasi (Intregration), fungsi pencapaian tujuan (Goal Attainment), fungsi adaptasi (Adaption)”.8

Sistem bagi masyarakat umum biasanya diartikan sebagai suatu cara yang menyangkut teknis melakukan sesuatau. Akan ditinjau dari sudut sosiologis istilah ini sesungguhnya mengandung pengertian sebagai

7

Soerjono Soekanta, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 24-15.

8

(24)

11

kumpulan dari berbagai unsur (komponen) yang saling bergantungan antara satu sama lainnya dalam satu kesatuan yang utuh.

Menurut Alvin L. Betrand (1980), menyatakan bahwa dalam suatu sistem sosial, paling tidak harus terdapat (1) dua orang atau lebih, (2) terjadi interaksi antara mereka, (3) mempunyai tujuan dan, (4) memiliki struktur, symbol dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya. Sedangkan unsur- unsur sosial terdiri dari: keyakinan (pengetahuan), perasaan (sentimen), tujuan (sasaran atau cita-cita), norma, status dan peranan, tingkatan atau pangkat, keabsahan atau pengaruh, sanksi, sarana atau fasilitas, dan tekanan ketegangan.

2. Difabel

Menurut UU No. 4 tahun 1997 pasal 1 menyebutkan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, maupun penyandang cacat fisik dan mental (ganda).9

9

(25)

12

Sedangakan yang dimaksud kaum difabel di tengah masyarakat dalam penelitian ini adalah kehidupan para penyandang keterbatasan fisik dan mental yang terdiri dari tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna netra dan tuna ganda di tengah masyarakat dengan berbagai unsur yang saling bergantungan antara satu sama lainnya dalam satu kesatuan yang utuh.

F. Telaah Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang berjudul “Konsep Diri

Para Penderita Difabel” yang diteliti oleh Nur Catri Yuni Hastuti dari

program studi Psikologi fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2014. Tempat penelitian dilaksanakan di daerah Surabaya dan Sidoarjo dengan fokus penelitian bagaimana konsep diri para penderita difabel.

(26)

13

Sedangkan faktor yang mendorong konsep diri positif adalah bersyukur terhadap psikis, sosial, maupun psikisnya. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Perbedaannya adalah penilitian ini menganalisis tentang kehidupan dan sistem sosial masyarakat difabel, sedangkan penelitian Nur Cantri Yuni Hastuti hanya menganalisis tentang bagaimana diri sendiri (penyandang difabel) membentuk suatu identitas diri di masyarakat. Penelitian Nur Cantri sangat sesuai dengan penelitian kami karena ruang lingkup penelitiannya adalah masyarakat difabel dan dapat disimpulkan bahwa lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan konsep diri positif bagi para difabel. Lingkungan masyarakat yang baik berasal dari sistem sosial yang berjalan utuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Ainul Mu’jizah dari jurusan

Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2008 dengan judul Pemberdayaan Difabel melalui Program Pengembangan Karakter di

“Pusdakota Universitas Surabaya”. Fokus penelitiannya adalah bagaimana

program pengembangan karakter difabel dan sejauh mana program pemberdayaan difabel yang berdampak pada penciptaan komunitas inklusif untuk difabel dengan metode penilitan kualitatif diskriptif.

Dari hasil penelitian Ainul Mu’jizah dapat diketahui tindakan, tipe-tipe

(27)

14

teoritik tentang watak menurut Erich From. Dan Program pengembangan karakter difabel yang dijalankan, meliputi komitmen penguatan komunitas difabel di Pusdakota yang terbentuk dalam komunitas paguyuban daya mandiri yang mempunyai program: koperasi simpan pinjam, pelatihan-pelatihan, pemberdayaan.

Dampak yang dihasilkan lumayan baik walaupun tidak sepenuhnya. Hal ini sangat relevan dengan sistem sosial masyarakat difabel ini, karena meneliti hubungan difabel dengan masyarakat melalui pengembangan karakter kaum difabel melalui beberapa program pemberdayaan masyarakat. Sehingga dapat diketahui unsur sistem sosial seperti: tingkah laku, status, peranan, dan pekerjaan masyarakat difabel.

Perbedaan yang mendasarinya adalah kerangka teoritik penelitian ini menggunakan teori disiplin ilmu sosiologi tentang Fungsionalisme Struktural (A, G, I, L) dari Talcott Parsons dan anomi dari Robert K. Marton.

Sedangakan penelitian Ainul Mu’jizah menggunakan teori pengembangan

karakter. Fokus penelitiannya juga berbeda penelitian tersebut mengukur keberhasilan pemberdayaan kaum difabel melalui pengembangan karakter. Dan untuk penelitian ini, kami menganalisis kehidupan di tengah masyarakat.

Penelitian terdahulu yang relevan adalah penelitian yang berjudul “ Citra

(28)

15

Skripsi ini menganalisis citra difabel dalam Novel Layang-Layang Putus karya Masharto Alfathi.

Tujuannya adalah mengetahui pandangan masyarakat terhadap difabel yang dilihat dari keterbatasan, hubungan cinta, bidang pekerjaan, dan intelektual. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa masyarakat masih memandang difabel sebelah mata, mendiskriminasikannya, dan belum ada penyelesaian yang dihadapi difabel. Peneltian ini menggunakan landasan teori dalam pendekatan sosiologi sastra. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif diskriptif.

Relevansi dengan penelitian ini adalah potret kehidupan dan problematika yang mengganggu sisitem sosial masyarakat difabel dapat diketahui melalui hasil penelitian Reisa Dara R sehingga dapat dijadikan rujukan. Perbedaannya adalah penelitian Reisa mengidentifikasi masyarakat difabel berdasarkan novel sedangkan penelitian ini identifikasi dan analisisnya berdasarkan realita dilapangan.

2. Kajian Pustaka

(29)

16

Setiap sistem mempunyai beberapa sifat yang sama, terutama bagian-bagiannya yang begitu erat hubungannya satu sama lain dari segi struktur hingga perubahan dalam satu bagian mengakibatkan perubahan di bagian yang lain. Dalam suatu organaisai sosial seperti keluarga, apabila terdapat perubahan perilaku seorang anggota keluarga akan berpengaruh bagi anggota-anggota lain.

Secara lengkap Shrode dan Voich mendefenisikan sistem sebagai himpunan dan bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja sendiri dan bersama-sama saling mendukung; semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada lingkungan yang komplek.

Arti penting dalam mempelajari sistem adalah dalam rangka ualainnya. Dengan menggunakan sistem, dimaksudkan dalam pendekatannya dilakukan secara sistematis, penyelesaiannya didasarkan antar bagian-bagian yang sama, sehingga sapat dilihat secara jelas tentang keterkaitan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya.

(30)

17

Seorang peneliti yang mempunyai keinginan terhadap sistem-sistem sosial secara keseluruhanan meneliti hubungan di antara struktur-struktur yang telah dilembagakan ini, merupakan sub-sistem dalam sistem sosial secara keseluruhan.10

Sistem sosial ialah seperangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma, dan tujuan yang bersama. Maka dapat dikatakan bahwa sistem sosial adalah sistem tindakan-tindakan.

Parsons mengungkapkan bahwa sistem sosial merupakan proses interaksi di antara para pelaku sosial sehingga yang dimaksudkan struktur sistem sosial adalah sruktur relasi antara pelaku dan sebagaimana yang terlihat dalam proses interaksi, dan sistem itu jaringan relasi tersebut. Interaksi sosial tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, tetapi di atas standar penilaian umum yang di sepakati itu merupakan norma-norma sosial yang sebenarnya membentuk sruktur sosial.11

Sistem sosial berkenaan dengan lingkungan sosial, yang muncul akibat adanya tata hubungan yang kompleks antara manusia dengan manusia yang lainnya. Gejala-gejala sistem sosial seperti halnya gejala-gejala sistem personal bagaimanapun masih dapat diamati dengan penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Namun fungsi penglihatan dan pendengaran lebih berkurang dibandingkan jika kita ingin menangkap gejala-gejala sistem

10

Duncan Mitchell, Sosiologi Suatu Analisis Sistem Sosial terjemahan Sahat Simamora, 53-54.

11

(31)

18

personal. Fungsi perasaan akan menjadi lebih menonjol di dalam dan menangkap gejala-gejala yang muncul di dalam masyarakat.12

Sedangkan difabel (differently able) atau kelompok manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda, adalah sebuah istilah yang sedang

diperjuangkan untuk menggantikan istilah disable ataupun “penyandang

cacat” karena mengandung stereotype negative dan bermakna

disempowering. Perjuang untuk merubah istilah “oramh yang berkemampuan

berbeda”, “orang berkebutuhan khusus”, “orang cacat”, dan disable dari

diskursus masyarakat dengan istilah difabel adalah menghilangkan pandangan streotipe da stigma buram yang cenderung menyeret kepada perlakuan disrkriminatif. Istilah difabel adalah sebuah sebutan dan istilah yang sangat humanis dan nir diskriminasi. Dan hanya di Indonesialah istilah difabel dipergunakan.13

Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi

12

Bustami Rahman & Hary Yuswadi, Sistem Sosial Budaya Indonesia (Jember: LKPM FISIP,

2001), 6.

13

(32)

19

disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.14

Tabel 1.1

Jenis Difabel atau Disabilitas

Tipe Nama Jenis Disabilitas Pengertian

A Tuna Netra Disabilitas fisik Tidak dapat melihat: buta B Tuna Rungu Disabilitas fisik Tidak dapat mendengar: tuli C Tuna Wicara Disabilitas fisik Tidak dapat berbicara: bisu D Tuna Daksa Disabilitas fisik Cacat tubuh

E 1 Tuna Laras Disabilitas fisik Cacat suara dan nada

E 2 Tuna Laras Disabilitas mental Sukar menegendalikan emosi F Tuna Grahita Disabilitas mental Cacat pikiran: lemah daya

ingat

G Tuna Ganda Disabilitas ganda Penderita lebih dari satu kecacatan

Sumber: Wikapedia Difabel. Perubahan terakhir 19 Juli 2015.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Difabel.html.

G. Metode penilitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodelogi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metodelogi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metodelogi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.

14

Wikapedia Difabel. Perubahan terakhir 19 Juli 2015.

(33)

20

Ditinjau dari sudut filsafat metodelogi penelitian merupakan epistomologi penelitian. Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian. 15

Dalam dunia pendidikan pendekatan penelitian yang terkenal terbagi menjadi dua penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dalam penulisan

skripsi dengan judul “Kaum Difabel Di Tengah Masyarakat Desa Ngilo-Ilo

Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo”, peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian ini lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas. Di Dalam melakukan penelitian seseorang dapat menggunakan metode penelitian tersebut. Sesuai dengan masalah, tujuan, kegunaan dan kemampuan yang dimilikinya.

Menurut Bagman dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.16

Untuk memperoleh gambaran tentang penelitian kualitatif, ada beberapa ciri pokok penelitian ini. Biklen; Lincoln dan Guba Moleong; Nana Sudjana

15

Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), 42.

16

(34)

21

dan Ibrahim; H.B. Sutopo mengemukakan ciri-ciri penilitian kualitatif. Ciri-ciri penelitian kualitatif yang merupakan ramuan dari penulis tersebut adalah: a. Lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.

Peniltian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Jadi peneliti harus turun ke lokasi atau kontak langsung dengan kaum difabel dan masyarakat Desa Ngilo-ilo. untuk mencari data tentang kaum difabel di tengah masyarakat Desa Ngilo-ilo secara konkrit.

b. Manusia merupakan alat atau instrument utama pengumpul data.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara atau kontak langsung dengan narasumber. Dalam metode wawancara menggunakan narasumber (manusia) bukan literatur.

c. Analisis data dilakukan secara induktif.

Peneliti menganalisis penelitian dari data yang konkrit lalu diuraikan kemudian dirumuskan menjadi sebuah keimpulan. Dari yang khusus ke umum.

d. Penelitian bersifat deskriptif analitik,

Penilitian ini mendiskripsikan dengan bahasa dan kata-kata daripada angka. Serta memeberi gambaran tentang kaum difabel di tengah sistem sosial masyarakat Desa Ngilo-ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo.

(35)

22

Pembatasan penelitian berdasarkan fokus penelitian. Peneliti hanya meneliti bagaimana keberadaaan kaum difabel di tengah sistem sosial masyarakat Desa Ngilo-ilo dan apa problematika yang mengganggu kaum difabel di tengah sistem sosial masyarakat Desa Ngilo-ilo.

f. Hasil penelitian merupakan kesepakatan bersama.

Hasil penelitian merupakan kesimpulan dari data-data yang diperoleh. Data tersebut adalah pendapat yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa responden yang berhubungan dengan judul di atas. Jadi hasilnya penelitian merupakan kesepakatan bersama.

g. Pembentukan teori berasal dari dasar.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori strukutaral fungsional (AGIL): Talcott Parsons dan teori anomie: Robert K. Marton. Penggunaan teori ini bukan untuk untuk menguji teori tetapi untuk memahami atau menggambarkan hasil penelitian.

h. Penelitian bersifat menyeluruh (holistic).17

Objek penelitian tidak bisa berpisah dengan objek lain. Objek-objek tersebut akan membentuk satu kesatuan sehingga peneliti harus mancatat semua hal secara rinci yang dianggap memiliki hubungan

dengan penelitian “Kaum Difabel Di tengah Masyarakat Desa Ngilo-ilo

Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

17

(36)

23

Lokasi penelitian sebagai objek atau sasaran perlu mendapatkan perhatian dalam menentukannya, karena pada prinsipnya sangat berkaitan dengan permasalahan yang diambilnya. Lokasi penelitian sebagai sasaran yang sangat membantu untuk menentukan data yang diambil, sehingga lokasi ini sangat menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid.18 Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngilo ilo Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo karena wilayah ini dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga peneliti mudah menjangkaunya. Lokasi penelitian berbatasan langsung dengan tempat peneliti.

Selain itu, Peneliti kurang lebih mengetahui karakter orang yang diteliti sehingga dapat melakukan pendekatan dengan mudah dan mendapat data yang banyak. Modal sosial atau jaringan juga menjadi alasan selanjutnya. Dan menjadi alasan utama adalah keberadaan objek penelitian yang banyak ditemukan di lokasi tersebut. Serta jarang sekali orang melakukan penelitian di lokasi ini, sehingga menjadi hal yang baru dan menarik apabila melakukan penelitian di Desa Ngilo-ilo.

Sedangkan untuk waktu penelitian adalah setelah seminar proposal beserta revisi-revisinya. Seminar proposal dilakukan pada hari Jum’at tanggal 13 November 2015. Dan untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Desember sampai 18 Desember 2015.

18

(37)

24

3. Pemilihan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini istilah yang digunakan untuk subjek penelitian adalah informan dan key informant. Pada dasarnya kedua istilah di atas sama bermakna pada subjek penelitian, penekanan yang diinginkan dengan menyebut subjek penelitian dengan istilah informan adalah dari yang bersangkutan peneliti akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan dirinya sendiri ataupun tentang lingkungan sekitarnya yang menjadi topik penelitian ini.

Pemilihan informan dan informan kunci lebih menekankan pada data apa yang hendak dicari. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah kaum difabel atau keluarga terdekatnya, masyarakat sekitar lingkungan. Dan pemerintahan desa, dan tokoh masyarakat. Untuk mengetahui data informan secara lengkap dapat dilihat dengan tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2 Data Informan

NO NAMA KETERANGAN

1 Dahsat Perangakat desa

2 Imam Perangkat desa

3 Lina Perangakat desa

4 Samuji Perangkat desa

5 Pairan Perangkat desa

6 Susianto Perangkat Desa

7 Yatmono Tokoh masyarakat

8 Dian Masyarakat

9 Karmi Masyarakat

10 Jarmi Keluarga kaum difabel

11 Laminem Keluarga kaum difabel

12 Paijah Keluarga kaum difabel

13 Lastri Keluarga kaum difabel

14 Sikat Keluarga kaum difabel

(38)

25

4. Tahap – Tahap Penelitan

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :

a. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

1) Menyusun rancangan penelitian

Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa.

2) Memilih lapangan penelitian

Peneliti memilih Desa Ngilo ilo kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Di Desa ini terdapat puluhan warga yang mengalami difabel.

16 Paijah Keluarga kaum difabel

17 Sarijem Keluarga kaum difabel

18 Mariyem Keluarga kaum difabel

(39)

26

3) Menjajaki dan Menilai Lapangan

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan kaum difabel di Desa Ngilo-ilo kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo. Agar peneliti lebih siap terjun ke lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti.

4) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang merupakan orang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam kegiatan. Kemudian memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian.Peneliti memilih salah satu perangkat Desa ngilo-ilo yaitu Bapak Dasyat (60 tahun) karena beliau mengetahui secara mendalam tentang semua yang berhubungan dengan Masyarakat Desa Ngilo-ilo.

5) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, kamera, hand phohe atau tape recorder untuk merekam serta alat tulis untuk mancatat.

b. Tahap Lapangan

(40)

27

1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.

2) Memasuki Lapangan

Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yangakrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut.

3) Berperanserta sambil mengumpulkan data

Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke dalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.

4) Tahap Analisa Data

Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data.19

Jadi

19

(41)

28

analisis data adalah menjelaskan data secara urut berdasarkan aturan tertentu.

5. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada pengertian penelitian yang sebenarnya. Pencarian data di lapangan dengan mempergunakan alat pengumpul data yang sudah disediakan secara tertulis ataupun tanpa alat yang hanya merupakan angan-angan tentang sesuatu hal yang akan dicari di lapangan, sudah merupakan proses pengadaan data primer. Gambaran penelitian akan menjadi jelas apabila arah pandangannya ditunjang oleh alat-alat yang tersedia.20

Dalam tekhnik pengumpulan data penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian untuk mencapai kevaliditasan dan reabilitas data, yaitu: a. Observasi atau Pengamatan

Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.

20

(42)

29

Yang dilakukan waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam katagori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu seperti alat pencatat, formulir dan alat mekanik seperti tape recorder dan lainnya.

b. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah teknik pengumpul data yang di gunkan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberi keterangan pada sipeneliti. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

Jika menggunakan teknik wawancara dalam penelitiannya, perlu diketahui lebih dahulu; sasaran yang dimaksud adalah kaum difabel atau keluarga dekatnya. Dalam suatu wawancara dapat diperoleh keterangan yang berlainan dan adakalanya tidak sesuai dengan maksud dan peneliti.21

Karena penelitian ini mengenai kehidupan masyarakat difabel, maka tidak hanya masyarakat difabel saja yang menjadi responden tetapi pemerintahan. Dan untuk memudahkan proses wawancara, peneliti membuat pedoman wawancara.

c. Dokumentasi

21

(43)

30

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.22

Dalam penelitian kualitatif ini tenik yang digunakan adalah Non Probality Sampling. Non Probality Sampling adalah teknik memilih sampel dari populasi dengan tidak memberikan peluang yang sama kepada anggota populasi. Dari teknik ini dipilih Purposive sampling dan Snowball sampling. Purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) yakni pengambilan sampel berdasarkan kapasitas dan kapabelitas atau yang kompeten atau benar-benar paham di bidangnya di antara anggota populasi. Dalam penelitian ini orang yang lebih memahami kehidupan kaum difabel adalah keluargan dekatnya dan tetangganya. Sedangkan Snowball sampling (sampel bola salju) digunakan dalam menentukan sampel yang diawali dengan jumlah sampel yang kecil. Kemudian sampel tersebut disuruh mencari sampel lainnya, dan seterusnya sampai jumlah sampel tercapai.23

22

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), 82-83.

23

(44)

31

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima apa ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesa diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.24

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi:

a. Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan:

1) Perpanjangan Pengamatan

24

(45)

32

Peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk repport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari. Rapport is a relationship of mutual trust and emotional affinity between two or more people (Susan Stainback, 1988).

2) Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara ebih cepat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

3) Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredebelitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

(46)

33

Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

5) Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

6) Mengadakan Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

b. Pengujian Transferability

Dalam membuat laporan peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut ditempat lain.

c. Pengujian Depenbility

(47)

34

independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

d. Pengujian Konfirmability

Uji konfirmability mirip dengan uji depanbility, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian tersebut sudah memenuhi standar konfirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasil ada.25

H. Sistematika Pembahasan

1. BAB I Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan, penulis memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang akan diteliti. Satelah itu menentukan rumusan masalah dalam penulisan tersebut. Serta menyertakan tujuan dan manfaat penulisan.

2. BAB II Kajian Teori

Dalam bab kajian pustaka, penlis memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penulisan, serta teori yang akan

25

(48)

35

digunakan dalam penganalisahan masalah. Definisi konsep harus digambarkan dengan jelas. Selain itu harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis data.

3. BAB III Penyajian Data.

Dalam bab penyajian data, penulis memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data-data primer maupun data-data sekunder. Penyajian data-data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagan yang mendukung data.

4. BAB IV Penutup

(49)

37

BAB II

STRUKTURAL FUNGSIONAL

A. Kehidupan Masyarakat adalah Sistem Sosial

Manusia adalah makhluk sosial atau individu yang membutuhkan individu lain untuk hidup. Individu-individu tersebut akan saling berinteraksi dan mempunyai tujuan yang sama. Dengan demikan, maka tercipta kelompok sosial atau yang biasa disebut dengan masyarakat. Masyarakat desa Ngilo-ilo terdiri dari beberapa individu yang berbeda-beda. Terdapat sebagian kecil dari masyarakat yang yang mengalami keterbatasan fisik atau mental (difabel). Jadi masyarakat desa Ngilo-ilo terdiri dari masyarakat yang normal dan masyarakat yang mengalami difabel.

Di dalam kehidupan masyarakat juga terdapat struktur sosial. Struktur sosial ada dua macam, yaitu: struktur sosial vertikal (kelompok miskin dan kaya), dan struktur sosial horizontal (kelompok laki-laki dan perempuan). Struktur dari masyarakat desa Ngilo-ilo sering dilihat dari struktur vertikal. Karena dari sana tergambar dengan jelas bagaimana perbedaan tingkatan antara kelompok masyarakat normal dan kelompok masyarakat difabel.

(50)

38

kehidupan masyarakat (sistem sosial). Jadi struktur bersifat fungsionalis dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu, dalam kehidupan masyarakat terdapat peranan. Peranan sangat erat hubungannya dengan status. Peranan dilakukan sebesar hak dan kewajiban yang diatur dalam status. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat terdapat seperangkat hubungan timbal balik antara peranan-peranan, sehubungan dengan status sosial. 1

Status, peranan, norma merupakan bagian atau unsur-unsur dari sistem sosial. Dan semua itu terdapat dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat adalah sistem sosial. Sistem sosial adalah integrasi dari berbagai subsistem-subsistem yang berhubungan.

B. Pendekatan Struktural Fungsional

Dalam ilmu sosiologi terdapat teori struktural fungsional yang dianut oleh beberapa ilmuwan sosiologi, seperti: Emile Durkheim, Rober K. Merton, Talcott Parsons, Ralp Dahrendorf, dan lain sebagainya. Teori struktural fungsional termasuk paradigma fakta sosial. Emile Durkheim merupakan pencetus paradigma fakta sosial. Lewis Coser menjelaskan bahwa yang dimaksud Durkheim mengenai fakta sosial sebagai berikut:

1

(51)

39

“Fakta sosial adalah suatu ciri atau sifat sosial yang kuat yang tidak harus

dijelaskan pada level biologi dan psikologi, tetapi sebagai sesuatu yang berada secara khusus di dalam diri manusia”.

Sedangkan George Ritzer menjelaskan gagasan Durkheim tentang fakta sosial sebagai berikut :

Fakta sosial dalam teori Durkheim itu bersifat memaksa karena mengandung struktur-struktur yang berskala luas misalnya hukum yang melembaga.2 Fakta sosial dianggapnya sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide yang menjadi objek penyelidikan serta ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif).

Fakta sosial ini terdiri dari atas dua jenis, yaitu:

1. Material, sesuatu yang dapat ditangkap menggunkan panca indra. Contohnya arsitektur atau norma hukum.

2. Non material, sesuatu yang dianggap nyata atau kejadian yang terdapat dalam diri manusia dan hanya muncul dalam kesadaran manusia. Contoh: Opini, egoisme, dan alturisme.3

Jadi struktural fungsional termasuk dalam paradigma sosial karena struktural fungsional berbentuk non material atau sesuatu yang dianggap nyata. Dalam teori struktural fungsional menjelaskan bahwa dalam masyarakat terdapat sturktur masyarakat. Dan setiap struktur sudah pasti mempunyai fungsi

2

Zainudin Maliki, Narasi Agung, Tiga Teori Sosial Hegeminik (Surabaya: Lembaga Pengkajian

Agama dan Masyarakat, 2003), 48.

3

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Raja Grafindo

(52)

40

masing. Hal itu tidak dilihat oleh manusia tetapi bisa dirasakan dalam diri manusia atau muncul dalam kesadaran manusia.

Pendekatan struktural fungsional yang telah dikemabangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat dikaji melalui beberapa anggapan sebagai berkut:

1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.

2. Terjadi hubungan timbal balik atau saling pengaruh mempengaruhi antara bagian-bagian tersebut.

3. Integrasi sosial tidak akan pernah tercapai dengan sempurna, tetapi secara dasar sistem sosial selalu cenderung bergerah ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis.

4. Apabila terjadi disfungsi, ketegangan-ketagangan, dan penyimpangan-penyimpangan akan teratasi dengan sendirinya melalui adaptasi dan proses pelembagaan dalam jangka waktu yang panjang.

5. Perubahan dalam sistem sosial terjadi secara bertahap melalui adaptasi. 6. Perubahan sosial terjadi melalui tiga macam kemungkinan: penyesuaian

terhadap perubahan dari luar, pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional.

7. Konsesus atau kesepekatan merupakan faktor penting dalam mengintegrasi sistem sosial.4

4

(53)

41

C. Teori AGIL : Talcott Parsons

Talcott Parsons merupakan tokoh struktural fungsional. Dia dilahirkan di Colarado pada tahun 1902, anak seorang guru dan pendeta Kongregasionalis

yang sangat tertarik pada “ajaran sosial kitab suci”. Parsons adalah teortisi

sosiologi yang terkemuka. Max Weber adalah sosiolog yang memiliki pengaruh besar dalam karya-karyanya. Karyanya Parson “The Structur of Social Action” (1937) memperoleh pengakuan luas. Parsons menggambarkan dirinya sebagai

seorang “ahli teori yang tidak dapat sembuh” (incurable theorist), memang gaya

yang ditampilkannya mengarah kepada pengertian mengenai suatu “terminal case”.

Dia memiliki ide tertentu mengenai hakekat sebuah teori dan hal ini memberi kejelasan untuk beberapa kesulitan yang ada. Dunia yang kita bisa 5lihat dikacaukan dan mengacaukan, untuk memahami hal itu kita harus menggunakan ide-ide umum kita untuk mengorganisasikannya. Dengan mengandaikan bahwa, dunia nyata merupkan sebuah sistem maka langkah pertama adalah

5

(54)

42

mengorganisir ide-ide umum kita kedalam suatu kerangka pemikiran abstrak yang sistematik, dan teratur.6

Ide mengenai suatu sistem memberikan analogi atau metaphora yang penting dalam teori Parsons: yakni mengenai organisme biologis atau sistem tindakan. Dia mengangkat hal ini lebih jauh daripada sekedar sebuah analogi. Dia tidak berhenti pada pernyataan bahwa kehidupan sosial adalah seperti sesuatu sistem kehidupan, dia mengatakan bahwa kehidupan sosial adalah seperti sesuatu sistem kehidupan dari sebuah sistem tertentu.7

Dalam mendefinisikan konsep sistem, Parsons terinspirasi dari disiplin ilmu biolagi. Konsep sistem yang hidup terasebut adalah sebagai berikut:

Tiga kondisi mendefinisikan sistem yang hidup itu. Pertama, sistem tersusun dari bagian-bagian yang berdeferiansi yang membedakannya dari lingkungannya. Batas yang jelas, seperti kulit, membagi organisme dari lingkungannya. Bagian-bagian tersebut secara seragam saling tergantung sama lain, menunjukkan konstanta. Kedua, sistem yang hidup mengatur diri sendiri, mempertahankan strukturnya dalam menghadapi perubahan lingkungan. Proses Kompensasi memenuhi fungsi sistem yang hidup, seperti pada contoh organisme berdarah panas mencegah hilangnya panas ketika menghadapi kondisi turunnya suhu di lingkungan. Ketiga, sistem yang hidup menggunakan subtansi seperti makanan dan oksigen, memprosesnya, dan kembali ke produk lingkungan sebagai karbondioksida. Karakteristik ini mum terjadi pada organisme dan spesies pada tingkat organisme dan spesies pada tingkat organik dan kepribadian dan juga pada masyarakat manusia. 8 Kehidupan masyarakat adalah suatu sistem atau lebih tepatnya sistem sosial, yaitu keseluruhan dari subsistem-subsistem atau unsur-unsur sosial yang saling

6

Ian Crab, Teori-Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habermas (Jakarta: Raja Wali,

1986), 59.

7

Ibid, 57-58

8

Achmad Fedyani Saifuddin, Antropolgi Kontemporer (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006),

(55)

43

berhubungan dalam suatu kesatuan. Pernyataan ini menguatkan rumusan-rumusan yang diajukan oleh Talcot Parsons dan Alvin L. Bertrand tentang karakteristik dari sistem sosial atau kehidupan sosial.9

Parsons juga menambahkan penjelasannya tentang pengertian dari masyarakat adalah sebagai berikut:

Masyarakat adalah sistem sosial yang paling tidak mampu memenuhi dirinya sendiri secara empirik. Jika kita menambahkan suatu pertimbangan tentang waktu yang cukup lama untuk mengabstraksi kurun kehidupan makhluk individu normal, maka rekruitmen melalui reproduksi biologis dan sosialisasi dari generasi mendatang menjadi suatu aspek yang esensial dari suatu sistem sosial tersebut. Suatu sistem sosial tipe ini, yang memenuhi beberapa prasyarat esensi fungsional untuk ketahanan jangka panjang dalam sumbernya itu sendiri dapat disebut dengan masyarakat. Konsepsi masyarakat yang esensial tidak harus dalam suatu cara yang saling bergantung dengan masyarakat lainnya, tetapi secara empirik harus mengandung semua sistem yang dapat memenuhi dirinya sendiri secara mandiri baik secara struktural maupun fungsional yang mendasar.10

Masyarakat merupakan sistem sosial yang menyeluruh. Jika sistem sosial dilihat secara parsial, maka masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem yang kecil seperti keluarga, sistem pendidikan, lembaga-lembaga keagamaan, pemerintahan, dan lain sebagainya.11

Talcott Parsons melihat kehidupan masyarakat sebagai sistem sosial. Sistem sosial merupakan komponen dari sistem bertindak yang lebih umum. Mengenai konsepsi tentang sistem bertindak ini dapat ditelaah, pada kenyataannya bahwa setiap manusia mempunyai

9

Jocabus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar . 11.

10

Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

1995), 40.

11

(56)

44

perilaku, yaitu suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi dan fungsi kognitif dari manusia.

Menurut Soleman B.Taneko, “Salah satu dari unsur perilaku adalah “gerak sosial (social action)”, yakni suatu gerak yang terikat oleh empat syarat: (1) diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, (2) terjadi pada situasi tertentu, (3) diatur oleh kaidah-kaidah tertentu, dan (4) didorong oleh motivasi-motivasi

tertentu”.

Setiap gerak sosial merupakan suatu sistem yang mencakup subsistem-subsistem, yakni: (1) subsistem budaya, merupakan susunan daripada unsur-unsur yang berisikan dasar-dasar hakiki dari masyarakat, yaitu nilai-nilai.(2) subsistem sosial, merupakan pedoman bagaimana manusian sepantasnya bertingkah laku atas dasar nilai. (3) sub sistem kepribadian, berisikan sikap atau kecenderungan-kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap manusia, benda-benda maupun keadaan tertentu, dan (4) subsistem organisme perilaku, merupakan perilaku nyata dari manusia. 12

Dengan deskripsi diatas dapat dinyatakan bahwa secara fungsional, setiap

sistem sosial dapat dianalisis sebagai “sistem gerak sosial” yang masing-masing

subsistem mempunyai fungsi. Menurut Parsons, keempat fungsi tersebut adalah:

a. Adaption (Adaptasi)

Suatu sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal (luar) yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan atau keperluan. 13

Semua sistem sosial mulai dari

12

Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indinesia ; Suatu Pengantar, 16-17

13

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prenada Media,

(57)

45

yang kecil dan sederhana sampai yang besar dan rumit harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baik fisik maupun non fisik atau sosial.14

b. Goal Attainment (Pencapaian tujuan)

Suatu sistem harus menjelaskan dan mencapai tujuan utamanya. Setiap tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu. 15

Akan tetapi tujuan tindakan individual seringkali bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial yang lebih besar dari sekedar kepentingan individu.

Hal ini dapat berlaku tidak hanya pada lingkungan masyarakat paguyuban saja akan tetapi juga berlaku di lingkungan masyarakat individual. Karena seseorang harus hidup dalam dalam satu sistem sosial, maka untuk mencapai tujuan, kepentingan individual seharusnya menyesuaikan diri dengan tujuan yang lebih besar (kelomopok). Sehingga tujuan pribadi dikesempingkan dahulu. Dengan demikian tujuan pribadi bukan berarti tidak penting lagi,akan tetapi untuk mencapainya harus menyesuaikan dengan tujuan sistem sosial dimana tindakan individual itu dilakukan.16

c. Intregration (Integrasi)

14

Rahman, Sistem Sosial Budaya Indonesia, 53.

15

Ritzer, Teori Sosiologi Modern, 121.

16

(58)

46

Suatu sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L). 17

Fungsi integrasi mencakup faktor-faktor yang diperlukan untuk mencapai keadaan serasi atau hubungan serasi antarbagian suatu sistem (agar bagian-bagian tadi berfungsi sebagai keseluruhan atau kesatuan). Hal ini mencakup identitas masyarakat, keanggotaan seseorang dalam masyarakat, dan susunan normatif.18

Konsep integrasi menunjukkan adanya dari bagian-bagian solidaritas sosial yang membentuknya serta berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan posisinya atau statusnya. Ikatan solidaritas akan menjadi berantakan apabila masing-masing unsur yang membentuk suatu sistem itu memperlihatkan atau mengedepankan kepentingannya masing-masing. Karena itu dalam

pengertian integrasi, konsep “keseluruhan” merupakan dari fenomena ini. 19

d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola)

Suatu sistem harus memperlengkapi, menjaga, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.20

Fungsi mempertahankan pola termasuk ke dalam kerangka hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan subsistem budaya atau kultur sebagai subsistem dari sistem gerak sosial.21

17

Ritzer, Teori Sosiologi Modern, 121.

18

Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indinesia ; Suatu Pengantar, 17.

19

Rahman, Sistem Sosial Budaya Indonesia, 64.

20

Ritzer, Teori Sosiologi Modern, 121.

21

(59)

47

Pola kultural yang telah menjadi konsesus dari masyarakat dapat mengendalikan keutuhan solidaritas sosial. Fungsi latensi yaitu fungsinya suatu sistem untuk memelihara agar para aktor atau unit-unit dalam suatu sistem menempilkan kualitas kebutuhan, keahlian dan kualitas pribadi dan kualitas lainnya yang tepat guna sehingga memungkuinkan konflik dan ketegangan internal tidak sampai berkembang ke tingkat yang merusak keutuhan sistem.22

Kualitas-kualitas pribadi merupakan sifat-sifat seorang pribadi yang membedakannya dari pribadi lainnya, dan yang dapat ditunjuk sebagai suatu alasan untuk menilainya lebih tinggi dari yang lainnya.23

Sistem tindakan diperkenalkan Person dengan skema AGIL nya, Parsons meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memenuhi empat kriteria ini. Dalam karya berikutnya, The Social System, Parson menyatakan bahwa:

Aktor dilihat sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapat berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan oleh karenanya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.24

22

Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, 131.

23

S. Aji, Esai-Esai Sosiologi Talcot Parsons, ( Tanpa nama Tempat: Aksara Persada, 1985), 79.

24

(60)

48

Sistem adaptasi dapat menghasilakan fasilitas umum yang dinamakan pendapatan, sistem pencapaian tujuan menghasilkan sumber paling penting lainnya yakni kekuasaan,sistem integrasi menghasilkan solidaritas, sedangkan sistem pemeliharaan pola dan pengendalian ketegangan menghasilkan orientasi nilai.25

Palomo menjelaskan gagasan Parsons tentang pergerakan sistem sosial adalah sebagai berikut:

Parsons menyatakan sistem sosial itu cenderung bergerak ke arah keseimbangan (equileberium) atau stabilitas. Keteraturan merupakan norma sistem. Kalau suatu ketika sistem mengalami kekacauan karena norma-norma tidak berfungsi sebagaiman mestinya, maka sistem akan berusaha mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan mencoba kembali mencapai keadaan normal. Parsons juga menunjukkan bahwa sistem itu `hidup dan beraksi terhadap lingkungannya, karena itu pemenuhan kebutuhan antara mereka yang berinterkasi harus seimbang agar sistem sosial dan struktrur sosial dapat bertahan terus.26

Sedangkan Ritzer menjelaskan gagasan Parsons tentang aktor dalam sistem sosial adalah sebagai berikut:

Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan“, yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural.Definisi ini mencoba menetapkan sistem sosial menurt konsep-konsep kunci dalam karya Persons yakni aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan, dan kultur.

Parsons menggunakan status dan peran sebagai unit dasar dari sistem sosial. Interaksi bukan menjadi unit dasar dari sebuah sistem tetapi person melihat bahwa

25

Sahat Simamora, Analisis Sistem Sosial, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), 91.

26

Gambar

Tabel 3.2 Data Kepala Keluarga desa Ngilo-ilo .......................................................
 Tabel 1.1
Tabel 1.2 Data Informan
Tabel 3.1  Data Kependudukan Desa Ngilo-Ngilo
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membangun perangkat lunak pengoreksi error pada DNA sequence dengan mengubah cara pembentukan spectrum pada metode spetral alignment,

Menurut (Harahap, 2009) rasio keuangan adalah “ angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

1) Telah ada organisasi terkemuka dunia yang menaungi Sistem Informasi, baik sebagai sebuah disiplin ilmu maupun sebagai sebuah profesi, yakni: Association for

- Tahun 2012 target indikator RPJMD tercapai dengan angka rasio mencapai 100%. - Tahun 2013 target indikator RPJMD tercapai dengan angka rasio mencapai 100%. - Tahun 2014

Uji Pengolahan Validitas Item Penguasaan Keterampilan Attending Instrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan attending dibuat tiga

Pada bab ini penulis menyajikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ataupun observasi dari Dinas Perhubungan Kota Dumai dan Satlantas Kota Dumai serta

Persyaratan untuk diterima melalui jalur Selnas Bakat Minat berbasis portofolio, jalur Selnas PMB PTKKN berbasis ujian tulis, maupun jalur seleksi nasional berdasarkan

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya putaran poros kritis pada  praktikum putaran poros kritis ini seperti kecepatan putaran poros ini dapat terjadi