• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PENGGUNAAN METODE BACA TULIS AL-QUR'AN DI LEMBAGA KURSUS AL-QUR'AN AL-FALAH SURABAYA (1984 - 2015 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DINAMIKA PENGGUNAAN METODE BACA TULIS AL-QUR'AN DI LEMBAGA KURSUS AL-QUR'AN AL-FALAH SURABAYA (1984 - 2015 M)."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA PENGGUNAAN METODE

BACA TULIS AL-QUR’AN DI LEMBAGA KURSUS AL-QUR’AN AL-FALAH SURABAYA (1984 – 2015 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh Kinanjar Saputra NIM: A0.22.12.007

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis Al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 - 2015 M)”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana sejarah perkembangan

Lembaga Kursus Al-Qur’an di Masjid Al-Falah Surabaya? dan (2) bagaimana dinamika penggunaan metode baca tulis al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 - 2015 M)?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sejarah,

yang meliputi beberapa langkah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis

yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa masa lampau. Sedangkan teori

yang digunakan adalah teori change and continuity yang dikemukakan oleh Oswald Spengler. Menurutnya, sejarah merupakan akumulasi kebudayaan

manusia yang berkembang melalui tahapan tumbuh, berkembang dan hancur.

Penelitian ini juga menggunakan teori siklus.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan (1) Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah (LKF) adalah sebuah lembaga non-formal yang bergerak di bidang pendidikan agama, khususnya al-Qur’an. Berdiri sejak tahun 1978 M, dengan sistem pembelajaran tradisional, kemudian pada tahun 1984 M,

Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah dikelola secara profesional. Perkembangannya meliputi beberapa aspek, yaitu struktur organisasi, program

kursus, jumlah ustadh dan santri. (2) Dinamika penggunaan metode baca tulis

al-Qur’an yang terjadi di LKF mengalami tiga kali pergantian metode baca tulis

al-Qur’an, antara lain: metode Al-Barqy (1984 –1991), metode Iqra’ (1992 – 2014) dan metode Al-Falah (2015 sampai penelitian ini berlangsung). Pergantian

tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yakni faktor sosial masyarakat,

(7)

ABSTRACT

This paper which the title is “Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis

Al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 -2015 M). The problem in this paper is (1) how the historical development of the Institute

Courses Qur’an Al-Falah Surabaya? and (2) how the dynamics of the use of methods of reading and writing the al-Qur’an in Institute Courses Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015 M)?

This research is arrange by using method of this research by using history

method which inside there is heuristic, verification, interpretation and

historiography. As for the approach used is the historical approach that aims to

describe the past. While the theory used of this paper is the theory of change and

continuity expressed by Oswald Spengler. According to him, history is the

accumulation of human culture that continues to grow through the stages of

growing, developing and crushed. This researchalso used the theory of cycles.

The result of this research who have done by the researcher, (1) Institute

Courses Qur'an Al-Falah (LKF) is a non-formal institutions engaged in religious

education, especially the Qur’an. Established since 1978 AD, with traditional learning system, then in 1984 AD, Institute Courses Qur'an Al-Falah

professionally managed. Progress includes several aspects, namely the

organizational structure, program courses, the number of ustadh and students. (2)

The dynamics of the use of methods of reading and writing the Qur’an that occurred in LKF experienced three times the turnover of the methods of reading

and writing the Qur’an, among others: method Al-Barqy (1984-1991), method Iqra' (1992-2014 ) and method Al-Falah (2015 through this research took place).

Substitution is motivated by several factors, namely social factors, the proximity

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 10

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Bahasan... 17

BAB II: SEKILAS TENTANG MASJID AL-FALAH SURABAYA A.Letak Geografis Masjid Al-Falah Surabaya ... 19

B.Sejarah Berdirinya Masjid Al-Falah Surabaya ... 19

(9)

BAB III: SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA KURSUS

AL-QUR’AN AL-FALAH (LKF) SURABAYA

A.Sejarah Berdirinya LKF ... 38

B.Perkembangan LKF dari tahun 1984 – 2015 M ... 44

C.Metode yang Pernah Digunakan LKF ... 49

1. Metode Al-Barqy ... 49

2. Metode Iqro’ ... 51

3. Metode Al-Falah ... 55

BAB IV: DINAMIKA PENGGUNAAN METODE BACA TULIS AL-QUR’AN DI LEMBAGA KURSUS AL-QUR’AN AL-FALAH SURABAYA (1984 – 2015 M) A.Latar Belakang Penerapan Tiga Metode Baca Tulis Al-Qur’an .... 60

B.Proses Pembelajaran dalam Penerapan Tiga Metode Baca Tulis Al-Qur’an ... 65

C.Kelebihan dan Kekurangan Tiga Metode Baca Tulis Al-Qur’an ... 69

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 72

B.Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a artinya membaca dan bentuk masdar dari qur’an yang artinya bacaan.1 Sedangkan menurut istilah

al-Qur’an adalah kalam Allah Swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya.

Al-Qur’an sebagai kitab Allah Swt merupakan sumber utama ajaran Islam dan

berfungsi sebagai pedoman umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia

dan akhirat. Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang turun atas tantangan bagi orang Arab yang menuduh bahwa

al-Qur’an adalah buatan Nabi Muhammad SAW.2

Al-Qur’an diturunkan untuk kebaikan alam semesta dan sebagai pedoman hidup umat manusia, khususnya umat Islam. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz. Setiap juz terdiri dari 8 rubu’. Jumlah rubu’ yang termaktub dalam

al-Qur’an sebanyak 240 rubu’. Surat-suratnya berjumlah sebanyak 114 buah.

Dimulai dari Surat al-Fatihah dan diakhiri Surat al-Nas. Terdapat sebanyak 6.204 ayat dan terdiri dari 77.437 kalimat.3

1 Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 11. 2 Ibid., 12.

(11)

2

Membaca al-Qur’an adalah salah satu sunah dalam Islam dan merupakan suatu ibadah yang mendapatkan pahala.4 Dalam hadith tirmizi

yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:5

نثَ ح

َ حم

نب

َشب

نثَ ح

بوبأ

يفنحلا

نثَ ح

َحَضلا

نب

ع

نع

و يأ

نب

، سوم

ق

:

تع س

َ حم

نب

بعك

يظ لا

، و ي

تع س

ع

ه

نب

دوعسم

و ي

:

ق

وس

ه

َ ص

ه

هي ع

مَ س

(( :

نم

أ ق

ًف ح

نم

تك

ل

ه ف

هب

ةنسح

ةنسحلا

شعب

ل مأ

ل

وقأ

((

ملا

))

، ف ح

ن ل

فلأ

ف ح

ل

ف ح

ميم

ف ح

.))

“Bahwa Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat.”6

Dan dalam hadith sahih muslim yang diriwayatkan oleh Abu Umamah,

ditegaskan:7

ينثَ ح

نسحلا

نب

ي ع

يناو حلا

نثَ ح

ةبوتوبأ

((

عيبَ لاوه

نب

عف ن

))

نثَ ح

ةي عم

((

ينعي

نبا

َاس

))

نع

، ي

هَنأ

ع س

بأ

َاس

و ي

:

ينثَ ح

ةم مأوبأ

ي ه لا

.

ق

:

تع س

وس

ه

َ ص

ه

هي ع

مَ س

و ي

(( :

ا ء قا

آ لا

.

هَنإف

يتأي

وي

ةم ي لا

ًعيفش

هب حصِ

.))

“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang memberi syafaat pada yang membacanya pada hari kiamat.”8

4Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2011), 267.

5

Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmidzi Vol. 4 (Bayrut: Dār al-Fikr, 2005), 417.

6 Ahmad Muhammad Yusuf, Himpunan Dalil dalam al-Qur’an & Hadits (Jakarta: PT. Media

Suara Agung, 2008), 223. 7

Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim Vol. 1(Bayrut: Dār

al-Fikr, 2005), 356.

8 Imam Nawawi, Menjaga Kemuliaan Al-Qur’an Adab dan Tata-Caranya (Bandung: Al-Bayan,

(12)

3

Pahala juga diberikan kepada kepada orang yang mendengarkan

al-Qur’an. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa pahala yang diterima

orang yang membaca al-Qur’an sama dengan pahala orang yang mendengarkannya.9 Selain itu, mengajarkan al-Qur’an hukumnya adalah

fardu kifayah. Artinya bila tugas ini telah dilakukan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban kepada yang lain. Hal ini agar tidak terputus

kemutawatiran al-Qur’an.10 Di dalam sebuah hadith sahih bukhari yang

diriwayatkan oleh Uthman:11

نث ح

َجح

نب

، نم

نثَ ح

ة عش

ق

:

ين خأ

ة ع

نب

ث م

تع س

عس

نب

ي ع

نع

يبأ

ن حَ لا ع

سلا

ي

نع

ع

يض

ه

هنع

نع

ي َنلا

َ ص

ه

هي ع

مَ س

ق

(( :

مك يخ

نم

مَ عت

آ لا

ه َ ع

.))

ق

:

أ قأ

وبأ

ن حَ لا ع

يف

مإ

ع

َتح

ك

، َجحلا

ق

:

ا

َلا

ين عقأ

ع م

ا ه

.

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”12

Pada zaman Nabi Muhammad SAW masih berada di Makkah, para

sahabat belajar al-Qur’an dengan cara berkumpul di salah satu rumah sahabat yakni Zaid ibn al-Arqam. Mereka duduk berkumpul saling mempelajari dan

memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan bertadarus. Namun ketika

9 Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedi Islam, 20. 10 Ibid., 275.

11

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Boukhari, Sahih Al-Boukhari Vol. VI(Bayrut: Dār al -Fikr, 1993), 580-582.

12 Imam Abu Zakariya Yahya bin Sharaf an-Nawawi, Riyadhus Saleheen Vol. II (Karachi:

(13)

4

umat Islam telah melakukan hijrah ke Madinah, para sahabat yang hafal

al-Qur’an ini mengajarkan al-Qur’an dari satu kabilah ke kabilah lain.13

Dewasa ini cara mempelajari al-Qur’an terdapat dalam sebuah media pendidikan modern, seperti lembaga baik formal maupun non formal yang

setiap pelajarnya diharuskan mempelajarinya sedikit demi sedikit sesuai

dengan jenjang tingkatan yang terdapat dalam lembaga tersebut. Di kalangan

umat Islam Indonesia, ternyata ada perhatian yang sangat besar terhadap

membaca al-Qur’an. Anak-anak belajar membaca al-Qur’an sebagai bagian dari pendidikan agama.14

Lembaga adalah suatu organisasi yang tujuannya melakukan suatu

usaha.15 Sedangkan kursus adalah pelajaran tentang suatu pengetahuan atau

keterampilan yang diberikan dalam waktu singkat.16 Jadi lembaga kursus

adalah organisasi yang bertujuan memberikan pelajaran tentang keterampilan

atau pengetahuan baik umum maupun agama dalam tenggang waktu yang

telah ditentukan.

Salah satu kelembagaan yang memberikan bekal pengetahuan

keislaman khususnya dalam bidang al-Qur’an adalah lembaga kursus a

l-Qur’an yang terdapat di Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya atau yang biasa

disebut Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah (LKF). Lembaga ini

13 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang,

1992), 73-74.

14 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), 197.

15 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), 655.

(14)

5

memberikan banyak sarana belajar pengajaran al-Qur’an mulai dari baca tulis, perbaikan bacaan sampai kajian tentang al-Qur’an. Berbeda dengan lembaga-lembaga lain, pengajaran al-Qur’an yang diadakan di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah hanya diperuntukkan bagi masyarakat Muslim remaja sampai dewasa saja. Perkembangan jumlah santri di lembaga ini juga

terus mengalami peningkatan daripada lembaga kursus al-Qur’an lain di Surabaya.

Dari sekian banyak jenis kursus yang terdapat di Lembaga Kursus

Al-Qur’an Al-Falah, penulis tertarik untuk meneliti kursus baca tulis al-Qur’an.

Sebab baca tulis al-Qur’an merupakan tonggak awal bagi setiap orang Muslim untuk dapat mempelajari, mengartikan, memahami bahkan

mengamalkan kandungan isi yang terdapat dalam al-Qur’an.

Oleh karena itu, dalam mengajari santrinya Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah menerapkan metode untuk meningkatkan keberhasilan proses

belajar mengajar yang sesuai dengan target dan waktu yang ditentukan.

Metode sendiri adalah cara teratur yang digunakan dalam mengajarkan

membaca al-Qur’an dengan cara mengenalkan huruf demi huruf, lalu merangkaikannya menjadi suku kata.17 Adapun metode yang digunakan

lembaga kursus ini kadang kala tidak relevan dan sudah tidak sesuai lagi

dengan apa yang diharapkan oleh para ustadh dan ustadhahnya. Begitu juga

dalam praktek menerapkan buku pedoman baca tulis al-Qur’an telah beberapa kali mengalami proses pergantian.

(15)

6

Penentuan pergantian buku pedoman baca tulis al-Qur’an sendiri dirasa sangat penting sekali. Sehingga dengan pergantian tersebut diharapkan dapat

mempermudah sekaligus mempercepat cara belajar baca tulis al-Qur’an pada orang dewasa. Seiring berkembangnya dan banyaknya metode pembelajaran

al-Qur’an di Indonesia. Muncul pula buku pedoman - buku pedoman yang terdapat di Indonesia antara lain metode Amma, metode Qiro’ati, metode Tilawati, metode La Raiba dan lain-lain.

Adapun metode pertama yang digunakan oleh Lembaga Kursus

Al-Qur’an Al-Falah adalah metode Al-Barqy. Metode ini ditemukan oleh KH.

Muhadjir Sulthon dari kota Surabaya. Lalu metode yang juga pernah

digunakan oleh lembaga ini adalah metode Iqro’. Metode ini disusun oleh

KH. As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan telah menyusun sebuah buku (enam jilid) dengan judul “Buku Iqro’ Cara Cepat Belajar Membaca

Al-Qur’an” pada tahun 1990-an. Dan yang terakhir adalah metode Al-Falah.

Metode Al-Falah ini disusun dan diterbitkan sendiri oleh Lembaga Kursus

Al-Qur’an Masjid Al-Falah. Dengan metode ini, santri ditargetkan mampu membaca al-Qur’an daam waktu satu periode (4 bulan).

Berawal dari penemuan tersebut, penulis ingin mengadakan penelitian

lebih lanjut terhadap Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah dengan judul

Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis Al-Qur’an di Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984-2015 M)”. Tentunya yang

menjadi fokus bahasan adalah perubahan buku pedoman baca tulisnya.

(16)

7

merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Remas Al-Falah dalam

mengelolanya secara profesional dan akhirnya mengalami perkembangan

yang begitu pesat dalam berbagai sektor.

Dalam Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis Al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah ini terdapat berbagai permasalahan di antaranya bagaimana proses pergantian metode yang terjadi di Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah dan berganti-gantinya metode yang digunakan apakah menimbulkan reaksi, baik itu dari kalangan santri maupun pengajar.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian yang berjudul “Dinamika Penggunaan Metode Baca

Tulis al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015 M)” adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya dari tahun 1984 – 2015 M?

2. Bagaimana Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis Al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015 M)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Lembaga Kursus Al-Qur’an Al -Falah Surabaya dari tahun 1984 – 2015 M.

(17)

8

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, penulis berharap penelitian ini berguna

sebagai berikut:

1. Secara Akademik (Praktis)

a. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang sejarah dan

kebudayaan Islam dan menjadi bahan studi lebih lanjut.

b. Membangkitkan kesadaran di kalangan umat Islam untuk memacu

semangat di bidang keagamaan, intelektual, dan kebudayaan Islam.

2. Secara Ilmiah (Teoritis)

a. Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Strata 1 (S-1)

pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

b. Untuk memperkaya kajian Sejarah Islam terutama Sejarah

Kelembagaan Islam yang terdapat di Indonesia khususnya Surabaya.

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis al-Qur’an di Lembaga Kursus

Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015 M)” ini adalah pendekatan historis

perspektif diakronis, yaitu pandangan membujur mengikuti garis

perkembangan sepanjang waktu tertentu. Artinya situasi sekarang ini adalah

hasil atau produk dari pertumbuhan dan perkembangan sejarah.18 Melalui

pendekatan ini penulis berusaha menemukan dan mendeskripsikan secara

18 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia

(18)

9

analisis tentang Perubahan Penggunaan Metode Baca Tulis al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah. Selain itu penelitian ini juga termasuk penelitian sejarah perkembangan suatu kelembagaan yang fokus dalam

bidang al-Qur’an sebab dalam penelitian ini akan dibahas mengenai latar belakang berdirinya dan faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan

lembaga kursus ini.

Dalam studi “Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015 M)”, penulis menggunakan teori Oswald Spengler tentang change and continuity. Menurutnya, sejarah merupakan akumulasi kebudayaan manusia yang

berkembang melalui tahapan tumbuh, berkembang dan hancur.19 Dalam hal

ini lembaga kursus al-Qur’an mengalami suatu perubahan metode dari waktu ke waktu namun dalam hal cara mengajar tetap mempertahankan yang lama.

Selain itu penelitian ini juga termasuk menggunakan teori Ibnu Khaldun

tentang teori gerak sejarah “Teori Siklus”. Menurut Khaldun, sejarah itu

bergerak melingkar. Setiap peristiwa sejarah akan selalu berulang kembali.

Apa yang dulu pernah terjadi akan terulang kembali baik di masa sekarang

ataupun di masa yang akan datang.20 Sama halnya dengan perubahan metode

baca tulis al-Qur’an yang terdapat di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah, dari waktu ke waktu mengalami pergantian, namun pergantian tersebut tidak

lepas dari apa yang terjadi di masa lampau.

19 Biyanto, Teori Siklus Peradaban Perspektif Ibnu Khaldun (Surabaya: LPAM, 2004), 20.

20 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,

(19)

10

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu mengenai lembaga kursus al-Qur’an adalah:

1. Skripsi Aisyah Laily Agustina, “Model Performance Assesment Pada Pembelajaran Tahsinul Khot di Lembaga Kursus Al-Qur’an Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya”, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2013.

Dalam skripsi ini membahas tentang model performance assesment

pada pembelajaran tahsinul khot di Lembaga Kursus Al-Qur’an yang sudah berjalan, namun belum maksimal karena keterbatasan biaya, sarana

dan prasarana serta wawasan ustadz dan ustadzahnya yang masih terbatas.

Kemudian membahas tentang hal-hal yang mempengaruhi model

performance assesment pada pembelajaran tahsinul khot yang terbagi dalam faktor pendukung dan penghambat.

Adapun penelitian yang akan penulis lakukan adalah membahas

tentang sejarah berdiri, perkembangan dan perubahan metode baca dasar

al-Qur’an di Lembaga Kursus al-Qur’an Masjid al-Falah Surabaya.

2. Skripsi Andri Yastiawan, “Pengaruh Manajemen Marketing Pendidikan Terhadap Minat Belajar Masyarakat Muslim di Lembaga Kursus

Al-Qur’an Masjid Al-Falah Surabaya”, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas

Tarbiyah, 2008.

Skripsi ini membahas tentang manajemen marketing pendidikan,

(20)

11

pendidikan terhadap minat belajar masyarakat Muslim di Lembaga Kursus

Al-Qur’an Masjid Al-Falah Surabaya.

Adapun penelitian yang akan dibahas oleh penulis adalah sejarah

berdirinya, perkembangan Lembaga Kursus Al-Qur’an baik dari segi institusi, santri maupun pendidikannya dan juga membahas

aktivitas-aktivitas apa saja yang ada di lembaga tersebut.

3. Skripsi Laili Ilmi Nikmah, “Peran Majelis Muhtadin Al-Falah dalam Membimbing Muallaf di Masjid Al-Falah Surabaya Tahun 2009”, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab, 2013.

Skripsi ini membahas tentang peranan Majelis Muhtadin Al-Falah

dalam membimbing muallaf di Masjid Al-Falah Surabaya dengan

memberikan sejumlah layanan kepada para muallaf yang benar-benar ingin

mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Selain itu, Majelis Muhtadin juga

memberikan layanan pembinaan mulai dari pembinaan mingguan, bulanan

dan semesteran. Majelis Muhtadin juga memberikan pendidikan yang

terdiri dari beberapa kelas, diantaranya: kelas aqidah, kelas ibadah serta

kelas baca tulis al-Qur’an.

4. Skripsi Andri Kusuma Negara, “Peran Remaja Masjid al-Falah Surabaya dalam Memajukan Umat Islam di Bidang Kepemudaan di Era 80-an”, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab, 2009.

Skripsi ini membahas tentang peran remas al-Falah dalam kemajuan

pemuda Islam dan lebih menekankan kepada program-program yang

(21)

12

Adapun penelitian yang akan penulis lakukan adalah membahas

tentang sejarah berdiri, perkembangan dan perubahan metode baca dasar

al-Qur’an di Lembaga Kursus al-Qur’an Masjid al-Falah Surabaya.

5. Skripsi Samsul Laili, “Sejarah dan Perkembangan Kursus al-Qur’an Yayasan Masjid al-Falah Surabaya (1997-2007)”, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab, 2010.

Skripsi ini membahas seputar sejarah dan perkembangannya pada

tahun 1997-2007. Dan dalam skripsi ini lebih menekankan perkembangan

santrinya saja dan peranan kursus al-Qur’an bagi masyarakat sekitar.

Walaupun penelitian yang penulis bahas adalah lembaga yang sama,

namun tetap pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah

berbeda. Disini penulis membahas tentang sejarah berdiri, perkembangan

dan perubahan metode baca dasar al-Qur’an di Lembaga Kursus al-Qur’an Masjid Al-Falah Surabaya dari tahun berdirinya hingga sekarang.

G. Metode Penelitian

Penulisan sejarah adalah suatu rekonstruksi masa lalu yang berkaitan

pada prosedur ilmiah.21 Sehingga untuk merekonstruksi masa lalu dari obyek

yang diteliti, dilakukan dengan menggunakan metode sejarah. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah menurut

Dudung Abdurrahman, antara lain:

(22)

13

1. Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein, artinya memperoleh.22 Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu.23 Dalam hal ini suatu proses yang dilakukan oleh penulis untuk

mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah, karena

sumber menentukan aktualitas masa lalu sehingga mampu dipahami oleh

orang lain.24 Adapun sumber-sumber yang digunakan penulis adalah:

a. Sumber Primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh

orang-orang yang terlibat langsung dan menjadi saksi mata dalam peristiwa

tersebut. Sumber primer dalam penelitian ini antara lain:

1) Dokumen, berupa data-data yang berhubungan dengan Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya, antara lain:

a) Buku Kenangan Masjid Al-Falah Edisi Pertama Cetakan Tahun 1977 dan Buku Kenangan Masjid Al-Falah Edisi Kedua Cetakan Tahun 1983.

b) Buku Kenangan Masjid Al-Falah 1985 – 1995 Cetakan Tahun 1997.

c) Buku 35 Tahun Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya 1973 2008: Sejarah Singkat dan Sekilas Perkembangan Cetakan Tahun 2008.

d) Buku Profil Lembaga Kursus Al-Qur’an Yayasan Masjid Al -Falah Surabaya Tahun 1983 – 2012 Cetakan Tahun 2012.

(23)

14

e) Buku Daftar Peserta Kursus Lembaga Kursus Al-Qur’an Al -Falah Periode 102.

f) Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Lembaga Kursus

Al-Falah Tahun 2011 – 2013 & 2013 - 2015. g) Brosur Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah. h) Buku Belajar Mengaji Al-Barqy 8 Jam.

i) Buku Metode Iqro’ Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an. j) Buku Metode Al-Falah Jilid 1, 2, 3 dan 4.

2) Wawancara dengan ketua lembaga tersebut dan beberapa tokoh yang

berkaitan di antaranya:

a) Ust. A. Syarkani, salah satu saksi sejarah berdirinya Lembaga

Kursus al-Qur’an Al-Falah.

b) Ust. Achmad Munir, selaku ustadh pertama Lembaga Kursus

al-Qur’an.

c) Ust. Achmad Zuhdi DH, selaku ustadh pertama dan ketua LKQ

Masa Bhakti 1984-1988 M.

d) Ust. Abdur Rahmat KA, selaku ustadh pertama dan ketua LKQ

Masa Bhakti 1988-1992 M.

e) Ust. Ali Muaffa, selaku ketua LKQ Masa Bhakti 1992-1996 M.

f) Ust. A. Khudlori, selaku ketua LKQ Masa Bhakti 1999-2003 M.

g) Ust. Ikhya Ulumuddin, selaku ketua LKQ Masa Bhakti

(24)

15

h) Ust. Ibnu Mundzir, selaku ketua LKQ Masa Bhakti 2015 sampai

penelitian ini berlangsung.

i) Ust. Moch. Zainal Arifin dan Ust. Zamroni, selaku ustadh di

LKQ.

j) Ibu Nurul Isnaini, selaku santriwati di LKQ.

k) Ibu Mu’awanah dan Ibu Nur Tsuroyah, selaku narasumber Metode Al-Barqy.

b. Sumber Sekunder adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh orang

yang hidup sejaman, namun tidak terlibat langsung dalam peristiwa

tersebut.25 Di antaranya:

1) Buku Surabaya in The Book Cetakan Tahun 2009.

2) Buku Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur Cetakan Tahun 1986.

3) Skripsi Samsul Laili, dengan judul Sejarah dan Perkembangan Kursus Al-Qur’an Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya (1997 2007) Tahun 2010.

2. Verifikasi (kritik sumber)

Verifikasi merupakan tahap penyeleksian sumber-sumber yang telah

terkumpul. Hal ini brtujuan untuk memperoleh keabsahan sumber, apakah

sumber yang telah terkumpul tersebut kuat atau tidak.26 Dalam metode

sejarah disebut kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern membahas

tentang keaslian atau tidaknya sumber sejarah. Sedangkan kritik intern

25 Ibid., 24.

26 Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu,

(25)

16

berkaitan dengan isi, gaya bahasa dan tulisan tangan dalam rangka untuk

mengetahui relevan atau tidaknya sumber sejarah. Dalam penelitian ini

kritik ekstern dilakukan dengan cara mencocokkan pengarangnya sezaman

atau tidak, diterbitkan oleh lembaga Al-Falah atau tidak. Sedangkan dalam

kritik intern penulis melakukan dengan cara mencocokkan atau merelevan

kan sumber-sumber yang didapat. Seperti dengan mencocokkan tahun

antara buku satu dengan buku lain, mencocokkan hasil wawancara antara

satu narasumber dengan narasumber yang lain.

3. Interpretasi (penafsiran)

Interpretasi adalah upaya penulis untuk menafsirkan data-data yang

telah diperoleh untuk mencari hubungan keterkaitannya sehingga dapat

mengungkap fakta terkait masalah yang diangkat. Proses ini dilakukan

penulis dengan membandingkan antara data satu dengan data yang lain.

Hal ini bertujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang

ada. Seperti perbedaan informasi antara narasumber satu dengan sumber

yang lain tentang tahun jabatan ketua LKF. Meski kadang interpretasi

sering disebut sebagai biang subyektivitas, namun penulis akan berusaha

semaksimal mungkin untuk jujur dalam penafsiran terhadap data-data yang

diperoleh.27 Penulis menafsirkan sumber-sumber yang telah didapat baik

itu berupa data-data tertulis maupun hasil wawancara yang telah

dilakukan.

(26)

17

4. Historiografi

Historiografi adalah cara penyusunan dan pemaparan hasil penelitian

dalam bentuk tulisan yang didapatkan dari penafsiran sumber-sumber yang

terkait dengan penelitian ini. Dalam buku lain, historiografi juga menunjuk

kepada tulisan atau bacaan yang dapat diproses penulisan sejarah yakni,

mepersatukan didalam sebuah sejarah, unsur-unsur yang diperoleh dari

rekaman-rekaman melalui pengetrapan yang seksama.28 Dalam hal ini

penulis berusaha menuliskan laporan penelitian ke dalam suatu karya

ilmiah berupa skripsi tentang “Dinamika Penggunaan Metode Baca Tulis

al-Qur’an di Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (1984 – 2015

M)”.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian ini,

maka pembahasan dibagi menjadi lima bab. Adapun rincian masing-masing

bab disusun sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang tinjauan

secara global permasalahan yang dibahas ini serta dikemukakan beberapa

masalah meliputi: Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka

Teoritik, Metode Penelitian dan Sistematika Bahasan.

Bab kedua, menjelaskan mengenai gambaran umum Masjid Al-Falah

Surabaya yang meliputi tiga sub bab, antara lain: Letak Geografis Masjid

(27)

18

Falah, Sejarah Berdirinya Masjid Falah dan Perkembangan Masjid

Al-Falah baik dari segi pembangunan arsitekturnya maupun kegiatan

kelembagaannya.

Bab ketiga, menjelaskan mengenai sejarah perkembangan Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah (LKF) dan metode - metode baca tulis

al-Qur’anyang pernah dan sedang digunakan oleh Lembaga Kursus Al-Qur’an

Al-Falah yang terdiri dari tiga sub bab, antara lain: Sejarah Berdirinya LKF,

Perkembangan LKF baik dari segi struktur organisasi, jenis kursus maupun

santrinya dan Metode - Metode Baca Tulis al-Qur’an yang pernah digunakan oleh LKF.

Bab keempat, menjelaskan tentang dinamika penggunaan metode baca

tulis al-Qur’an yang meliputi tiga sub bab, antara lain: latar belakang penerapan empat metode baca tulis al-Qur’an, kemudian bagaimana proses pembelajaran dalam penerapan tiga metode baca tulis al-Qur’an dan apa kelebihan juga kekurangan tiga metode baca tulis al-Qur’an.

Bab kelima, yang berisi penutup dan di dalamnya meliputi kesimpulan

(28)

19

BAB II

GAMBARAN UMUM MASJID AL-FALAH SURABAYA

A. Letak Geografis Masjid Al-Falah Surabaya

Masjid Al-Falah Surabaya ini berlokasi di Jalan Raya Darmo 137/A

atau terletak di atas tanah Taman Mayangkara bagian timur. Tapak Masjid

Al-Falah hampir dipenuhi oleh bangunan masjid yang monolit, sehingga

Jalan Citarum yang berada di depannya praktis menjadi halamannya.29 Lokasi

Masjid Al-Falah Surabaya sangat strategis dan mudah ditempuh karena

posisinya yang berdekatan dengan Kebun Binatang Surabaya, Perpustakaan

Bank Indonesia dan Terminal Purabaya. Untuk lebih jelas mengenai letak

geografis Masjid Al-Falah Surabaya adalah sebagai berikut:

1. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Raya Darmo.

2. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Mayangkara.

3. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Citarum.

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Porong.30

B. Sejarah Berdirinya Masjid Al-Falah Surabaya

Masjid Al-Falah adalah sebuah masjid yang terletak di Taman

Mayangkara. Didirikan diatas tanah seluas 3.206 m2.31 Masjid ini diresmikan

pada tanggal 27 September 1973 M, bertepatan dengan tanggal 1 Ramadan

1393 H. Ditandai dengan dilakukannya salat tarawih yang pertama dan

29 Zein M. Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur (Surabaya: PT Bina

Ilmu Offset, 1986), 300.

30 Ibid., 300.

31 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, 35 Tahun Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya: Sejarah Singkat

(29)

20

keesokan harinya dilakukan salat jum’at yang pertama dengan khatib dan imam Prof. K.H. M. Syafi’i Abdulkarim.32

Sejarah berdirinya Masjid Al-Falah tidak terlepas dari peran Yayasan

Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (YPTDI)33 Jawa Timur. Namun jauh

sebelum itu, sebenarnya telah terdapat keinginan di kalangan tokoh-tokoh

Islam (‘ulama Masjid Mujahidin) Surabaya untuk membangun sebuah masjid yang terletak di tengah kota Surabaya.34 Lokasi yang akan dibangun sebuah

masjid itu adalah sebidang tanah kosong di depan kantor Kotamadya

Surabaya. Akan tetapi, tanah tersebut jatuh ke tangan Kristen dan sekarang

berdiri sebuah Gereja Maranata.35

Beberapa saat kemudian keinginan membangun masjid ini timbul

kembali. Hal tersebut dipelopori oleh ibu-ibu dari Pengajian Wanita Surabaya

(PENGAWAS). Namun belum kunjung berhasil, telah terjadi pemberontakan

G30S/PKI. Dalam masa Orde Baru (ORBA) cita-cita tersebut seakan terbuka

lebar sebab ada beberapa pejabat Muslim yang turut memiliki andil besar

dalam memberikan partisipasinya untuk merealisasikan pembangunan masjid

di kota Surabaya, seperti Moh. Soewasono dan Moh. Anwar.36

Setelah apa yang dicita-citakan untuk membangun masjid diatas

sebidang tanah kosong di depan Kotamadya Surabaya pupus. Para tokoh

32 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah (Surabaya: Yayasan Masjid

Al-Falah, 1977), 13.

33 YPTDI adalah suatu organisasi yang bergerak dalam bidang da’wah pembangunan. YPTDI

Jawa Timur didirikan pada tanggal 2 Juni 1966 dengan dilantiknya pengurus pertama oleh YPTDI Pusat di Gedung Grahadi Jalan Pemuda No. 7 Surabaya. Bapak Jenderal Sarbini sebagai Ketua Umum dan Bapak Letnan Jenderal Soedirman sebagai Ketua Harian.

(30)

21

Islam khususnya pengurus PTDI mengadakan rapat di rumah Bapak H. Abdul

Djalil Hadjoe yang dipimpin oleh Bapak Letnan Jenderal Soedirman. Dalam

rapat tersebut, membicarakan sebidang tanah yang dianggap strategis untuk

dibangun sebuah masjid, yakni di daerah Darmo. Tepatnya di Taman

Bungkul dekat dengan Makam Mbah Bungkul.37

Perjuangan awal pun dilakukan oleh pengurus PTDI untuk

mendapatkan izin menggunakan tanah didaerah tersebut. PTDI dengan

membawa sejumlah tokoh masyarakat dan ulama menghadap kepada Bapak

Moh. Jasin38 di Jalan Raya Darmo 100 Surabaya. Permohonan izin tersebut

disetujui, dan untuk menindaklanjuti perizinan tersebut, Bapak Moh. Jasin

menyarankan agar PTDI menghadap Walikota Surabaya, yang saat itu dijabat

oleh Bapak Soekotjo.39

Setelah itu, pengurus PTDI bersama Bapak H. Abdul Karim menghadap

kepada Bapak Soekotjo. Permohonan izin tersebut dikabulkan dengan

terbitnya surat izin penggunaan tanah tertanggal 9 Mei 1969 Nomor 78/04/88.

Namun lokasi yang diizinkan bukan di Taman Bungkul, tetapi di sebelah

selatannya yaitu di Taman Mayangkara yang saat ini kita kenal dengan Jalan

Raya Darmo 137A Surabaya.40

Selain itu ada syarat yang diberikan Bapak Soekotjo kepada pengurus

PTDI agar dalam mendirikan sebuah bangunan masjid tersebut tidak terlalu

37 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, 35 Tahun Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya, 51.

38 Alasan mengapa pengurus PTDI, para tokoh masyarakat dan ulama menghadap Bapak Jasin

adalah karena beliau menjabat sebagai PEPELRADA Jatim sekaligus Pangdam VIII Brawijaya. Bapak Jasin juga dianggap sebagai orang yang memiliki kredibilitas tinggi di Surabaya. Ibid., 51.

(31)

22

memakan waktu lama. Bapak Soekotjo berjanji bahwa tanah Taman

Mayangkara akan dibersihkan dari sisa-sisa pipa bekas.41

Oleh karena pembangunan masjid diperlukan dana yang cukup besar,

maka pada tanggal 14 Desember 1967 dengan Akta Notaris Anwar

Mahayuddin Nomor 63 dibentuklah yayasan dengan nama Yayasan Chairat.42

Yayasan Chairat ini mengemban tugas untuk menghimpun atau

mengumpulkan dana pembangunan masjid.

Susunan Pengurus Yayasan Chairat (1967 – 1970) adalah sebagai berikut:

Ketua : Bapak Alwis Tamin

Wakil Ketua : Bapak Kolonel KKO Moh. Anwar

Sekretaris : Bapak H. M. Yunus Mattalitti

Bendahara : Bapak H. A. Rusydi Rachbini

: Bapak H. M. Yahya

Pembantu : Bapak H. Abdul Djalil Hadjoe

: Bapak H. Abdul Karim

Beberapa tahun kemudian, yayasan ini telah berhasil mengumpulkan

dana beberapa juta rupiah (tiga belas juta)43 dari masyarakat maupun

anggota-anggota Yayasan Chairat sendiri. Maka atas inisiatif Bapak H. Abdul Karim,

41 Ibid., 52.

42 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah, 15.

(32)

23

dengan dana yang telah ada dimulailah membangun masjid meskipun hanya

berupa pondasi.44

Sebelum memulai membangun masjid, ketika pimpinan PTDI beralih

tangan dari Bapak Moh. Anwar kepada Bapak Syamsul Bahri. Maka pada

tanggal 1 Juli 1970 dibentuklah Panitia Pembangunan Masjid Al-Falah.45

Susunan Panitia Pembangunan (1970 – 1971) tersebut adalah sebagai berikut:

Ketua : Bapak H. A. Rusydi Rachbini

Wakil Ketua : Bapak H. M. Yunus Mattalitti

Sekretaris : Bapak H. R. M. Wijanarko

Bendahara : Bapak Alwis Tamin

Pembantu : Bapak H. Abdul Karim

: Bapak H. M. Yahya

Pada awalnya masjid direncanakan dibangun bertingkat dengan rincian

lantai pertama akan digunakan untuk kegiatan umat Islam dan lantai kedua

akan digunakan untuk kegiatan ibadah. Setelah PPMF bekerja lebih dari satu

tahun, Bapak H. A. Rusyidi Rachbini selaku ketua PPMF mengundurkan diri

dari kedudukannya sebagai ketua dan menyerahkan tanggung jawab

keuangannya yang saat itu telah terkumpul sebanyak tujuh juta.46 Selanjutnya,

pada tanggal 25 September 1971 dibentuklah panitia pembangunan baru yang

44 Ibid., 53.

(33)

24

bertugas mengambil alih tugas panitia sebelumnya. Adapun pelaksana dan

pengawasannya diserahkan kepada tiga orang dari PT. HAKA, yakni Djafri

Dullah, H. Aminullah Thalib Karim dan Ir. F. Loekita. Sekaligus mengangkat

beberapa tenaga tambahan, diantaranya H. Achmad Syafe’i, Djappar Yasman, H. Bey Arifin, R. H. Soeroso dan Hardiman.47

Susunan Panitia Pembangunan Kedua (1971 – 1973) adalah sebagai berikut:

Ketua : Bapak H. Abdul Karim

Sekretaris : Bapak H. Isngadi

Bendahara : Bapak H. A. Rusydi Rachbini

: Bapak Alwis Tamin

Pembantu : Bapak H. M. Yunus Mattalitti

: Bapak H. Abdul Djalil Hadjoe

: Bapak Moh. Damsyiki

: Bapak Z. Asyikin

: Bapak Dr. Mutadi

Pengawas dan Pelaksana : Bapak H. Aminullah Thalib Karim

: Bapak Djafri Dullah

: Bapak Ir. F. Loekito

Tenaga Tambahan : Bapak H. Achmad Syafe’i

: Bapak Djappar Yasman

(34)

25

: Bapak H. Bey Arifin

: Bapak R. H. Soeroso

: Bapak Hardiman

PPMF ini lebih cepat melangkahkan idenya ke depan. Dalam rangka

mencari dana tambahan untuk pembangunan masjid, dengan meminta izin

Walikota KDH Kodya Surabaya dan selanjutnya direspon dengan

dikeluarkannya surat Nomor 03266 tanggal 6 Oktober 1971. Maka PPMF

melakukan usaha dengan mencetak kupon infaq dengan berbagai macam

nominal.48 Selain itu, PPMF juga mengundang Bapak Alamsyah Ratu

Prawiranegara (Asisten Pribadi Presiden waktu itu) untuk meninjau masjid

yang akan dibangun. Namun dari peninjauan tersebut belum menampakkan

hasil yang signifikan.49

Pada saat terjadi kemacetan dana inilah, Bapak Syamsul Bahri

(Pimpinan PTDI Jatim) melakukan pendekatan dengan Bapak Ibnu Sutowo

(Direktur Utama Pertamina) yang waktu itu berada di Surabaya dalam rangka

menghadiri peringatan 50 tahun pendidikan Dokter dan pengukuhan gelar

Doctor Honoris Causa dari Universitas Airlangga. Pertemuan tersebut dilakukan di lapangan Golf dan membicarakan tentang upaya untuk

membantu pendanaan pembangunan Masjid Al-Falah. Dari pembicaraan

48 Ibid., 18.

(35)

26

inilah, beberapa bulan kemudian Bapak Syamsul Bahri menerima bantuan

dana dari Pertamina sebesar lima puluh juta rupiah.50

Selain dari Pertamina, PPMF juga menerima bantuan dana sebanyak

tiga kali dari Gubernur Jawa Timur sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah

dan dari Walikotamadya Surabaya sebesar dua juta rupiah.51 Setelah bantuan

dana-dana tersebut terkumpul, dengan niat kuat dan tekat bulat maka

diteruskan kembali pembangunan Masjid Al-Falah yang sempat macet.

Namun ada keputusan berbeda yang diambil oleh PPMF dalam pembangunan

Masjid Al-Falah. Mengingat dana yang telah ada, yakni bangunannya tidak

bertingkat. Walaupun pembangunan pondasinya sudah bertingkat.52

Pada tanggal 30 Mei 1973, PTDI menunjuk Bapak Syamsuri Mertoyoso

sebagai pengawas proyek pembangunan. Maka untuk lebih mengintesifkan

proyek pembangunan tersebut, pada tanggal 15 September 1973 diubahlah

susunan PPMF.53

Susunan Panitia Pembangunan Ketiga (15 September 1973 – 25 November 1973) adalah sebagai berikut:

Ketua : Bapak H. Abdul Karim

Wakil Ketua : Bapak H. S. Syamsuri Mertoyoso

Sekretaris : Bapak H. Isngadi

Bendahara : Bapak H. Achmad Syafe’i

50 Ibid., 55. 51 Ibid., 55.

(36)

27

: Bapak H. A. Rusydi Rachbini

: Bapak Alwis Tamin

Pembantu : Bapak Moh. Damsyiki

: Bapak H. Bey Arifin

: Bapak Dr. Mutadi

: Bapak H. Abdul Djalil Hadjoe

: Bapak Z. Asyikin

Nah, dalam pertanggungjawaban PPMF ini lah bangunan utama Masjid

Al-Falah terselesaikan (Masih Satu Lantai). Akhirnya, kepengurusan PPMF

ini menyelesaikan masa tugasnya dan melaksanakan serah terima bangunan

masjid kepada Pengurus Masjid Al-Falah yang dilantik oleh PTDI pada

tanggal 25 November 1973. Adapun yang menjadi anggota-anggota pengurus

Masjid Al-Falah (1973 – 1976) sebelum berdirinya Yayasan Masjid Al-Falah adalah sebagai berikut:54

Dewan Penasehat Hukum : Bapak Prof. KH. M. Syafi.i Abdulkarim

: Bapak KH. Misbah

: Bapak H. Umar Hubeis

: Bapak H. Abdurrazaq Alamudi

: Bapak H. Bey Arifin

Pengurus

Ketua : Bapak H. Abdul Karim

(37)

28

Wakil Ketua I : Bapak H. S. Syamsuri Mertoyoso

Wakil Ketua II : Bapak Moh. Damsyiki

Sekretaris I : Bapak H. Isngadi

Sekretaris II : Bapak Achmad Syarkani

Bendahara I : Bapak H. Achmad Syafe’i

Bendahara II : Bapak Murtojo

Bagian-Bagian

Bagian Kegiatan : Bapak Dr. Mutadi (Ketua)

: Bapak Drs. Imam Suyoso

: Bapak Talchah

: Bapak Chirzin

Bagian Pembinaan : Bapak H. Abdul Djalil Hadjoe (Ketua)

: Bapak Z. Asyikin

: Bapak Djaharuddin Djamil

Bagian Riset, Perpustakaan dan Dokumentasi

: Bapak Dr. H. M. Sumargo (Ketua)

: Bapak S. U. Bayasut

: Bapak M. Idris

Pembantu Umum : Bapak H. A. Rusydi Rachbini

: Bapak Alwis Tamim

Kemudian pada periode selanjutnya, dibentuk sebuah yayasan bernama

Yayasan Masjid Al-Falah berdasarkan Akta Notaris Anwar Mahayuddin

(38)

29

Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Perwakilan Jawa Timur Nomor

04/KPTS/YPTDI/PW/1976 tertanggal 27 Rabiul Akhir 1396 H atau 27 April

1976 M. Maka tugas pengelolaan Masjid Al-Falah beralih dari YPTDI kepada

Yayasan Masjid Al-Falah (YMF).55 Adapun yang menjadi anggota-anggota

pengurus Yayasan Masjid Al-Falah yang pertama (1976 – 1983) adalah sebagai berikut:56

Dewan Penasehat Hukum : Bapak Laksda Syamsul Bahri

: Bapak Prof. KH. M. Syafi’I Abdulkarim : Bapak KH. Misbah

: Bapak H. Umar Hubeis

: Bapak H. Bey Arifin

Pengurus

Ketua : Bapak H. Abdul Karim

Wakil Ketua : Bapak H. S. Syamsuri Mertoyoso

Sekretaris I : Bapak H. Isngadi

Sekretaris II : Bapak S. U. Bayasut

Bendahara I : Bapak H. Achmad Syafe’i

Bendahara II : Bapak Murtojo

Pembantu Umum : Bapak Dr. R. Daldiri Mangoendiwirja

: Bapak H. A. Rusydi Rachbini

: Bapak H. Abdul Djalil Hadjoe

: Bapak Alwis Tamin

(39)

30

: Bapak H. Moh. Damsyiki

Selain itu, yayasan ini juga memiliki asas, tujuan dan usaha dalam

menjalankan tanggung jawabnya mengurusi segala aspek yang terdapat di

Masjid Al-Falah.57

1. Asas dan Tujuan Yayasan Masjid Al-Falah menurut pasal 3 adalah

yayasan ini berdasarkan Islam dengan mengindahkan segala ketentuan

hokum yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia serta mengamalkan

risalah masjid dengan berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Hadith.

2. Usaha-Usaha Yayasan Masjid Al-Falah menurut pasal 4 adalah sebagai

berikut:

a. Mempergiat pelaksanaan da’wah Islamiyah, memperdalam hukum

ibadah dan mu’amalah dengan menyelenggarakan majlis ta’lim,

ceramah-ceramah, diskusi-diskusi dan lain-lain.

b. Mengadakan perpustakan umum, terutama kitab-kitab tentang agama

Islam.

c. Membangkitkan semangat berbuat kebaikan, beramal saleh (sadaqah

jariyah, infaq dan sebagainya).

d. Menerima dan mengumpulkan zakat, terutama zakat mal dan zakat

fitrah kemudian membagikannya kepada mereka yang berhak

menerimanya.

(40)

31

e. Menerima dan mengumpulkan sadaqah, infaq dan

sumbangan-sumbangan lainnya, baik berupa uang maupun barang. Dan

memanfaatkannya untuk kemakmuran masjid.

f. Mengelola dan memelihara masjid, halaman dan segala

perlengkapannya, agar senantiasa dalam keadaan baik, rapid an berdaya

guna.

g. Mengadakan hubungan dan kerjasama dengan lembaga da’wah,

pendidikan, sosial dan takmir masjid yang lain.

h. Dan usaha-usaha lain yang tidak melanggar ketentuan hukum agama

Islam dan ketentuan hukum Negara Indonesia.

C. Perkembangan Masjid Al-Falah Surabaya

Masjid Al-Falah yang keberadaannya sudah mencapai 42 tahun ini

mengalami perkembangan. Perkembangan Masjid Al-Falah ini dapat dilihat

dari dua aspek, yakni aspek bangunan dan aspek kegiatan lembaganya. Pada

saat ini di kota-kota besar khususnya Kota Surabaya telah banyak

bermunculan masjid-masjid besar yang tampak megah dan berarsitektur

indah. Berbeda dengan Masjid Al-Falah, perkembangannya dari aspek

bangunan dari mulai berdiri hingga saat ini belum ada perkembangan ke arah

yang lebih diimpikan. Mengingat biaya untuk merenovasi yang relatif besar.58

Namun pernah terjadi pemugaran-pemugaran untuk sekedar memperbaiki dan

memperindah kesan masjid. Sedangkan perkembangan dari aspek

kelembagaannya akan disebutkan satu persatu di bawah ini:

(41)

32

1. Bangunan Masjid Al-Falah

Seperti yang telah penulis ungkapkan tentang sejarah berdirinya

Masjid Al-Falah, bahwa pada awal didirikannya, Masjid Al-Falah ini

belum bertingkat. Dikarenakan dana yang berhasil dihimpun saat itu

kurang memadai. Dalam perkembangannya terdapat beberapa

pembangunan, pemugaran dan perbaikan-perbaikan yang terjadi di Masjid

Al-Falah dengan memikirkan dan menimbang situasi dan kondisi

jamaahnya.

Pada bulan April 1975 M didirikanlah sebuah menara masjid yang

tingginya mencapai 27,50 meter59 dan menghabiskan dana sebesar delapan

jutaan (Rp. 8.261.972).60 Melihat kondisi jamaah Masjid Al-Falah yang

semakin membludak, terlebih lagi ketika melaksanakan salat Jum’at, maka pengurus Masjid Al-Falah mulai memperbaiki atap-atap sebelah samping

yang pada awalnya hanya menggunakan terpal kemudian direnovasi

menggunakan konstruksi besi dari bahan alumunium dan bersifat

permanen dengan luas 365 meter persegi dan menghabiskan biaya sebesar

empat jutaan (Rp. 4.215.510).61 Adapun bekas terpal yang digunakan oleh

Masjid Al-Falah tadi disumbangkan kepada Masjid Raya di Seririt, Bali.62

Kemudian untuk keperluan perluasan dan pemugaran Masjid

Al-Falah, dibentuklah panitia pembangunan dengan dikeluarkannya surat

59 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah, 19. 60 Ibid., 65.

(42)

33

Keputusan Yayasan Masjid Al-Falah Nomor 017/X/SK/1983 tertanggal 21

Agustus 1983 M atau 12 Dzulqa’idah 1403 H.63

Susunan Panitia Pemugaran (1983 – 1984) tersebut adalah sebagai berikut:64

Ketua : Bapak H. S. Syamsuri Mertoyoso

Wakil Ketua : Bapak S. Said Ali Husin

Sekretaris I : Bapak H. Isngadi

Sekretaris II : Bapak Achmad Syarkani

Bendahara I : Bapak H. Abdul Syukur

Bendahara II : Bapak H. Suhaimi Ihsan

Pembantu : Bapak H. Abdul Karim

: Bapak H. Syamsuddin Tjais

: Bapak H. Harun Pangai

: Bapak H. Hasani Rachman

: Bapak H. Anang Djuhri

: Bapak H. A. Soeratno

: Bapak H. Bambang Suyanto

63 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah Kedua (Surabaya: Yayasan Masjid

Al-Falah, 1983), 148.

(43)

34

Dilakukannya perluasan dan pemugaran ini dilatarbelakangi karena

semakin bertambah banyaknya jamaah Masjid Al-Falah, terutama jamaah

perempuan. Pemugaran ini bertujuan untuk menambah ruangan-ruangan

dan memperluas fasilitas tempat baik ke atas, depan dan samping dengan

bertingkat. Pemugaran besar-besaran ini direncanakan selesai pada bulan

Mei 1984 M dengan menghabiskan biaya dua ratus empat belas jutaan

(Rp. 214.479.000).65 Rencana pemugaran ini juga mendapat persetujuan

dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Surabaya dengan

petunjuk-petunjuk dari Dinas Pengawasan Pembangunan.

2. Kegiatan-Kegiatan di Masjid Al-Falah

Masjid sebagai pusat kegiatan pengembangan agama Islam telah

dilakukan semenjak zaman Nabi Muhammad SAW sampai pada zaman

kekhalifahan Islam. Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk

membina para jamaah. Banyak di jumpai, masjid-masjid di Indonesia ini

yang dibangun dengan bangunan yang tinggi nan megah, arsitektur yang

indah dan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Namun tidak jarang pula

masjid-masjid itu hanya sebatas sebagai tempat salat saja. Hal ini

menjadikan bahwa pembangunan masjid itu kadang lebih mudah daripada

memakmurkannya. Kemakmuran masjid ini tergantung seberapa getol para ta’mir masjid mengadakan kegiatan-kegiatan.

Hal ini berlaku juga pada Masjid Al-Falah Surabaya. Pada saat

pertama kali dibuka dan digunakan untuk salat Jum’at, begitu banyak

(44)

35

masyarakat yang antusias. Selain sebagai kegiatan salat wajib lima waktu,

ceramah-ceramah maupun pengajian-pengajian. Masjid Al-Falah juga

menampung keinginan-keinginan yang berkembang di kalangan

masyarakat itu sendiri, seperti: sebagai tempat berlangsungnya upacara

nikah, sebagai tempat untuk orang yang ingin memeluk Islam sekaligus

bimbingannya, sebagai tempat pelepasan jamaah haji dan umrah dan

sebagai tempat untuk mensalatkan jenazah.66

Selain itu pada tahun 1975 M, Ittihad Al-Ma’ahid Al-Islamiyah

mengadakan penataran Bahasa Arab bagi guru-guru pesantren atau

madrasah selama lima bulan yang diikuti oleh tigapuluh orang dan sepuluh

tenaga pengajar.67 Kegiatan lain dari Masjid Al-Falah adalah sebagai

tempat untuk membagikan hewan kurban dan zakat fitrah atau zakat mal.68

Dari banyaknya kegiatan yang dilakukan di Masjid Al-Falah ini.

Selanjutnya pada tahun 1978 – 1982 M, berdiri beberapa lembaga yang turut membantu untuk memakmurkan masjid, antara lain: Remaja Masjid

Al-Falah (1978)69, Taman Kanak-Kanak Al-Falah (1979)70, dan Klinik

Umum (1982).71 Kemudian pada tahun 1984 M, terbentuk sebuah

kelembagaan baru yang dinamakan Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah. Pada awalnya lembaga kursus ini hanyalah sebuah kegiatan yang

diselenggarakan oleh Remaja Masjid Al-Falah. Namun karena

66 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah, 29-30. 67 Ibid., 39.

68 Ibid., 59-62.

69 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah Kedua, 114. 70 Ibid., 124.

(45)

36

perkembangan lembaganya yang semakin tahun semakin meningkat, maka

diangkatlah lembaga kursus ini menjadi lembaga semi otonom di bawah

langsung tanggung jawab yayasan.

Kemudian pada tahun 1987 M, terbentuk sebuah wadah yang

dinamakan Yayasan Dana Sosial Al-Falah. Pada awalnya lembaga ini

adalah sebuah lembaga khusus dibentuk oleh Remaja Masjid Al-Falah

selain daripada lembaga kursus dan cendekiawan muslim al-Falah yang

bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan dan agar tetap ada

keterkaitan antar anggota Remaja Masjid Al-Falah.72 Selanjutnya pada

tahun 1989 M, terbentuklah sebuah Lembaga Pendidikan Al-Falah

Surabaya yang diketuai oleh Drs. Usman Affandi. Lembaga bertujuan

untuk membentuk sistem kedireksian dan mengkoordinir segala kegiatan

di sekolah TK dan SD Al-Falah.73

Pada tahun 1994 M, terbentuk sebuah lembaga yang khusus

menangani keluh kesah jamaah dan santri Lembaga Kursus Al-Qur’an Al -Falah bernama Biro Konsultasi Bimbingan dan Konseling Keluarga

Sakinah Al-Falah (BKSF). Adapun bidang pelayanan yang diberikan

BKSF adalah konsultasi bidang agama dan bidang psikologi.74 Pada tahun

1997 M, terbentuk sebuah lembaga yang dinamakan Lembaga Muhtadin

Al-Falah dan diketuai oleh Drs. Achmad Zawawi Hamid. Lembaga ini

merupakan lembaga yang menangani salah satu kegiatan yang telah ada

72 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah 1985 1995 (Surabaya: Yayasan

Masjid Al-Falah, 1997), 104.

(46)

37

sejak Masjid Al-Falah, yakni ikrar dan pembinaan para muallaf.75

Kemudian pada tahun 2006 M, berdiri sebuah wadah bernama Kelompok

Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah Al-Falah. Terbentuknya wadah ini

dikarenakan banyak jamaah haji maupun umrah yang mengajukan

komplain kepada Masjid Al-Falah.76

Selain terbentukya beberapa lembaga yang kebanyakan berawal dari

beberapa kegiatan yang diselenggarakan Masjid Al-Falah, ada juga

bagian-bagian maupun forum di Masjid Al-Falah. Bagian-bagian di Masjid

Al-Falah memiliki tugas untuk melaksanakan tugas rutin yang

dilaksanakan oleh masjid, yakni Bagian Zakat, Infak dan Sedekah Yayasan

Masjid Al-Falah (BAZIS Al-Falah), Bagian Muslimah Al-Falah, Bagian

Dakwah Al-Falah, Bagian Penerangan dan Dokumentasi Al-Falah, Bagian

Kamtib Al-Falah, Bagian Perpustakaan, Bagian Kebersihan dan Bagian

Pemeliharaan Gedung dan Taman.77

Sedangkan forum-forum yang terdapat di Masjid Al-Falah bertujuan

untuk menjalin tali silaturahim sesama jamaah masjid dan seluruh umat

Islam di Surabaya, yakni Pengajian Bapak dan Ibu Setiap Malam Jum’at (PENGAMAL)78, Ikatan Cendekiawan Muslim Al-Falah (ICMF)79 dan

Forum Silaturahmi Al-Falah (FOSILAT).80

75 Ibid., 198. 76 Ibid., 178-179. 77 Ibid., 68.

78 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah 1985 1995, 43. 79 Ibid., 46.

(47)

38

BAB III

SEJARAH LEMBAGA KURSUS AL-QUR’AN AL-FALAH (LKF)

SURABAYA DARI TAHUN 1984 – 2015 M

A. Sejarah Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah

1. Berdirinya LKF

Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah adalah sebuah lembaga non-formal yang bergerak di bidang pendidikan agama, khususnya al-Qur’an dan berada di bawah naungan langsung Yayasan Masjid Al-Falah

Surabaya.

Jauh sebelum diadakannya kegiatan oleh Remaja Masjid Al-Falah,

telah terdapat sebuah perkumpulan seperti di surau-surau dan musola

(semacam diniyah) yang terletak di lantai atas Masjid Al-Falah dan diikuti

oleh beberapa anak saja, yang menjadi tenaga pengajar pertamanya adalah

Ustadhah Kusminah. Pada waktu itu, anak-anak yang belajar diniyah di

Masjid Al-Falah adalah anak-anak yang tinggal di sekitar wilayah masjid

saja, yakni Daerah Darmokali. Lambat laun, semakin banyak ustadh dan

ustadhah yang ikut mengajar di Diniyah Masjid Al-Falah, di antaranya:

Ustadh Muhammad, Ustadhah Sarbinah, Ustadhah Yuli Azizah dan

lain-lain.81

Dengan diadakannya diniyah ini mendapat respon yang cukup positif

dari masyarakat sekitar karena anak-anak mereka dapat belajar pendidikan

(48)

39

agama yang selama ini belum didapatkan dari sekolah umum.82 Melihat

hal ini, maka ada pemikiran untuk mengembangkan diniyah dengan

membuka sekolah formal. Langkah pertama yang dilakukan oleh pengurus

adalah mendirikan Taman Kanak-Kanak Al-Falah Surabaya yang

diprakarsai remaja masjid dan diketuai oleh Ustadh Ieswany Saptoyugo.83

Sekitar tahun 1981 M, diniyah diambil alih dan dipegang oleh

Remaja Masjid Al-Falah yang pada waktu itu diketuai oleh Ustadh Hasan

Syadzili.84 Terjadi perkembangan baru, ketika Ustadh Hasan Syadzili

mengikuti penataran di Bogor. Sebelum pulang ke Surabaya beliau

menyempatkan diri untuk mengamati Masjid Salman ITB di Bandung. Di

sini beliau melihat adanya banyak kelebihan yang dimiliki oleh

jamaahnya, yaitu suasana keakrabannya, para pengurus dan anggotanya

dan kekompakannya. Hal-hal berkesan inilah yang memberikan inspirasi

untuk mempraktekkannya di Masjid Al-Falah Surabaya.85

Selanjutnya pada tahun 1982 M, Remas Al-Falah melakukan studi

banding ke Masjid Salman. Sepulang dari Masjid Salman, diperoleh satu

buku yang membahas tentang usrah oleh Syekh Hassan A-Banna. Dari buku ini, Remas Al-Falah menggunakan dan menerapkan model

pembinaan anggota dengan sistem usrah. Tujuan dari penerapan sistem

usrah ini untuk menjalin ukhuwah dan bertambahnya materi keagamaan. Di awali dengan pembentukan usrah Abu Bakar, diikuti usrah-usrah yang

82 Ibid., 69.

83 Achmad Syarkani, Wawancara, Surabaya, 05 Maret 2016. 84 Ibid.

(49)

40

lain seperti Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan lain-lain. Usrah

berkembang dan melahirkan beberapa tokoh senior dan agar tetap ada

keterkaitan dengan Remas Al-Falah, maka dibentuklah beberapa lembaga

khusus dan salah satu lembaganya adalah Lembaga Kursus Al-Qur’an.86 Pada mulanya kursus ini hanya diikuti sekitar puluhan santri dan

tanpa ada pungutan biaya apapun. Prinsipnya asal mau belajar al-Qur’an maka pembimbing siap mengajarinya. Kala itu, model dan sistem

pembelajarannya masih sangat tradisional. Hal ini tidak berlangsung lama,

sebab banyak santri yang justru kurang semangat dan akhirnya keluar

(mrotoli). Selain itu, karena kursus tersebut diadakan tanpa adanya pungutan biaya apapun mengakibatkan kurang adanya ikatan antara santri

dan kurang seriusnya pengelolaannya.87

Kemudian pada tahun 1984 M atau bertepatan pada tahun 1405 H,

muncullah gagasan untuk mengelola kursus al-Qur’an secara serius, fokus dan profesional, di antaranya yaitu menyusun sistem administrasi

pengelolaan lembaga kursus al-Qur’an dalam hal pendaftaran, pembayaran, jadwal kursus, tenaga pengajar dan lain-lain. Sehingga dalam

pelaksanaannya lebih tertata rapi dan lembaga kursus al-Qur’an ini mengalami kemajuan dan berkembang pesat dari yang awalnya hanya

diikuti oleh puluhan santri menjadi ratusan santri. Sebagai direktur atau

koordinator pertama kali, setelah lembaga kursus al-Qur’an dikelola secara profesional adalah Ustadh Achmad Zuhdi DH. Saat itu ia masih berstatus

86 Tim Yayasan Masjid Al-Falah, Kenangan Masjid Al-Falah 1985 1995, 104.

(50)

41

sebagai mahasiswa semester lima di Fakultas Adab Institut Agama Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya.88

Pada tahun 1984 – 1992 M, jadwal kursus di Lembaga Kursus

Al-Qur’an Al-Falah ini cuma ada ketika sore dan malam. Kala itu hanya ada

lima kelas yakni baca dasar al-Qur’an, tajwid, intensif, tilawah dan tafsir al-Qur’an. Perkelasnya terdiri dari 10-15 santri. Kemudian muncul sebuah ide untuk mengadopsi konsep yang digunakan oleh LIA (sebuah lembaga

kursus Bahasa Inggris Indonesia-Amerika). Ide ini adalah mempermudah

peserta kursus untuk memilih waktu dan tempat yang sesuai dengan yang

mereka inginkan hanya cukup melihat papan pengumuman. Selain itu,

terdapat pula terobosan untuk membuka kelas pagi yang terdiri dari dua

kelas yakni baca dasar al-Qur’an dan tajwid. Kemudian periode berikutnya, dibuka kelas baru dan hal tersebut terulang lagi hingga

kelasnya berjumlah lima.89

Pada tahun 1992 – 1996 M, jadwal kursus di lembaga kursus ini semakin disempurnakan dengan dibukanya kursus pada waktu pagi yakni

jam enam. Pada zaman ini juga terdapat berbagai terobosan-terobosan

yang dilakukan lembaga kursus, seperti dibukanya jam kursus diluar

lembaga kursus, mengadakan ngaji keliling, diadakannya wisuda santri,

tur dakwah dan munaqosah.90 Adapun jenis kursus pada waktu itu sudah

(51)

42

semakin berkembang antara lain: baca dasar al-Qur’an, tajwid, intensif, tilawah, tafsir al-Qur’an, bahasa Arab dan terjemah al-Qur’an.91

Pada tahun 1999 – 2003 M, di lembaga kursus ini sudah ada aturan kepegawaian namun hal ini di rasa masih perlu di benahi dan di perbaiki.

Akhirnya ketua pada saat itu membuat aturan kepegawaian yang lebih

sempurna. Pada saat itu aturan kepegawaian lembaga kursus dibuat

mengacu kepada aturan pegawai negeri. Hal ini diharapkan dapat

membuat ustadh dan ustadhah tenang dan berimbas pada proses

pembelajaran yang semakin baik dan maju. Selain itu, pada zaman ini

terjadi pemisahan kelas antara santri laki-laki dengan santri perempuan.92

Pada tahun 2003 – 2015 M, perkembangan di lembaga kursus ini semakin terlihat signifikan. Hal ini terlihat dari keadaan santri yang

semakin bertambah walaupun pernah mengalami penurunan. Jenis kursus

juga mengalami penambahan untuk lebih memantabkan para santri untuk

mendalami ilmu al-Qur’an.93 Bahkan pada tahun 2015 M, lembaga kursus juga melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam bidang umrah.94

Pada tahun 2007 M atau bertepatan pada tahun 1428 H, Lembaga

Kursus Al-Qur’an Al-Falah ini diberi tanggung jawab untuk mengelola Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). TPA ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak usia empat tahun sampai belasan tahun (SMP). Tujuan dari

dibentuknya TPA ini adalah untuk membina bacaan al-Qur’an, akidah,

91 Ali Muaffa,

Referensi

Dokumen terkait

Sarana dan prasarana pendidikan itu dalam lembaga pendidikan Islam sebaiknya dikelola dengan sebaik mungkin dengan mengikuti kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut (1)

Untuk bakau yang berkriteria belta hanya didapatkan dua jenis yaitu Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorhiza yang masing-masing mempu- nyai nilai penting 237,82% dan

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan permasalahan pokok yang ada pada perusahaan adalah Bagaimanakah pelaksanaan keselamatan dan kesehatan

3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks explanation lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait gejala alam atau

Hal positif ini juga serupa dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iqbal, dkk (2013) dengan judul penelitian yaitu Impact of performance appraisal

Kepelbagaian morfologi sel Bacillus cereus kawalan yang normal pada kuasa pembesaran yang berlainan seperti yang dilihat di bawah mikroskop beza fasa Perubahan morfologi

dimodifikasi sebesar 20,07 % contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat berdasarkan pola penggergajian dari yang terbesar sampai yang

Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,