• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar T1 292008132 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar T1 292008132 BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaraan (Oemar Hamalik, 2011:57). Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, terdiri dari siswa, gurudan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Tujuan pembelajaran adalah membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia harus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda-benda kebutuhan masyarakat. Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas yang terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Melalui interaksi antara individu dan lingkungannya, maka siswa memperoleh pengalama, yag pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah lakunya.

Menurut Corey (dalam Dimyati & Mudjiono: 2006) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

(2)

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran, penulis mencoba mendefinisikan tentang pembelajaran. Dimana lingkungan berpengaruh terhadap pembelajaran. Jadi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada anak untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baru dari lingkungannya.

2.1.2 Mata Pelajaran IPS 2.1.2.1 Hakekat Pelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengintegrasikan materi–materi terpilih dari ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pengajaran anak didik. Melalui pengajaran IPS diharapkan anak didik dapat memiliki wawasan sederhana tentang konsep–konsep dasar ilmu sosial. Pemahaman tersebut sangat diperlukan dalam pembentukan kepribadian yang utuh bagi anak. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).

IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosisl serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara indonesia (Depdiknas, 2004).

Sedangkan menurut Sumantri (dalam skripsi Isnining 2011) IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu, (social science) maupun ilmu pendidikan.

(3)

dan tehnik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak agar mudah dipahami oleh anak.

Menurut Mulyono Tj. (dalam skripsi isnining 2011), “IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner (disclipinary Approach) dari ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu polotik, dan sebagainya. Pengajaran IPS lebih bersifat perkenalan mengenai “seni kehidupan”. Landasan pengkajian dari berbagai aspek kehidupan ini diambil dari berbagai sumber ilmu sosial yaitu: Sosial Budaya, Geografi, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Sejarah. Pengajaran IPS di kelas rendah disajikan dalam pendekatan tematik, sedangkan IPS pelajaran mandiri mulai diprogram pada kelas empat keatas, oleh karena itu pengajaran IPS lebih banyak dititik beratkan kepada dunia siswa dan lingkungannya.

Menurut Prof. Dr. D. Nasution, MA. (dalam buku Tri Widiarto 2010) IPS merupakan suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan psikologi sosial.

(4)

2.1.2.2Tujuan Pembelajaran IPS

Untuk mengkonkretkan tujuan pengajaran IPS harus mengikuti tujuan pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam ranah kognitif dapat dikatan bahwa hal – hal tentang manusia dan dunianya itu harus dapat dinalar supaya dapat dijadikan sebagai alat pengambil keputusan yang rasional dan tepat. IPS bukanlah hal yang bersifat hafalan belaka, melainkan yang mendorong daya nalar yang kreatif. Pengetahuan yang diperoleh melalui hafalan kurang dapat menyatu dengan kebutuhan. Akan tetapi pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemahaman akan lebih fungsional. Apabila perolehan pengetahuan dan pemahaman dapat mendorong tindakan yang berdasarkan nalar, sehingga dapat dijadikan alat berkiprah dengan tepat dalam hidup, maka semangat ilmiah dan imajinasi tak kurang pentingnya (Preston, 1974 dalam buku Tri Widiarto 2010). Inilah bagian yang termasuk dalam tujuan afektif. Berikut yang merupakan fungsi mata pelajaran IPS antara lain :

1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

2. Mengembangkan ketrampilan dalam mengembangkan konsep – konsep IPS. 3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode

ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

4. Menyadarkan siswa akan kekuatan alam dan segala keindahannya sehingga siswa tertarik untuk mencintai mengagungkan Penciptanya.

5. Memupuk daya kreatif dan inovasi siswa.

6. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK.

7. Memupuk diri serta mengembangkan minat siswa terhadap IPS. Adapun rasional dalam mempelajari IPS adalah :

a. Supaya para peserta didik dapat mensistematisasikan bahan, informasi dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.

(5)

c. Supaya para peserta didik dapat mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.

2.1.2.3Materi dan Ruang Lingkup IPS

Pengajaran IPS ialah tentang manusia dan dunia sekelilingnya. Hal ini akan tampak apabila dilihat dari berbagai materi pengajaran IPS. Preston 1974 (dalam buku Tri Widiarto 2010) menunjukkan adanya suatu “kecenderungan memusat” dalam materi yang dibahas dalam pengajaran IPS. Berikut adalah hal -hal dalam program pengajaran IPS :

a. Untuk tingkat taman kanak-kanak bahan belajar menjangkau hubungan rumah dengan sekolah dan tanggung jawab mereka. Dikatakan oleh Preston bahwa ada beberapa program yang diperkenalkan juga tentang daerah lain diluar tempat lingkungan peserta didik melalui gambar.

b. Untuk kelas 1 SD disajikan keluarga dan lingkungannya. Dijelaskan oleh Presto dan Herman bahwa dalam usia 10 tahun terakhir tampak ada perubahan, disajikan juga perbandingan negara sendiri dengan negara asing tertentu. c. Untuk kelas II SD mendapat sajian tentang lingkungan pertetanggaan dan

komunitasnya di wilayah yang berbeda, umumnya di negara sendiri. Akan tetapi adakalaaanya juga di negara lain pun diungkapkan.

d. Untuk kelas III SD dihadapkan dengan komunitas sendiri dan luar negeri. Yang lebih dititik beratkan ialah tentang masalah sumber komunitas sendiri, kebutuhan pangan, sandang dan papan. Juga bentuk-bentuk komunikasi dan transportasi serta kehidupan dikota.

e. Untuk kelas IV SD memperoleh bahan belajar tentang beberapa lingkungan wilayah dan kebudayaan di dunia. Ditagaskan pula bahwa titik berat terutama tentang kebudayaan, dan kadang-kadang pula tentang komunitas tertentu dalam kebudayaan tersebut. Adakalanya juga yang mendapat perhatian lebih ialah segi geografisnya. Hanya sedikit saja yang menitik beratkan pada wilayah dan kebudayaan di negara sendiri.

(6)

diungkapkan pula tentang negara tetangga. Bagian negara Amerika Serikat ialah Kanada atau Amerika Latin atau keduanya.

g. Untuk kelas VI menurut Preston dan Herman dibahas tentang sejarah, geografi dan beberapa segi dari wilayah tertentu di dunia, terutama di belahan dunia sebelah timur. Untuk keperluan tersebut diambil sampel beberapa negara (bangsa). Adakalanya sampel dari beberapa negara-negara Amerika Latin, ditambah seluruh Kanada. Sejumlah kecil program penyajian secara luas studi permasalahan dan perkembangan kultural, sosial dan ekonomi.

Materi dan ruang lingkup IPS yang digambarkan adalah sebagai perbandingan terhadap IPS di SD negara Indonesia. Dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 sebutan pengajaran IPS belum dikenal. Yang dijelaskan adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran ini, didalam dokumen tersebut disebut segi pendidikan, termasuk segi pendidikan Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila. Segi pendidikan ini merupakan jalinan (korelasi) segi pendidikan ilmu bumi, Sejarah dan Pengetahuan Kewarganegaraan. Materi yang disajikan agak mirip dengan apa yang dijelaskan oleh Preston.

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan. 2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan. 3. Sistem Sosial dan Budaya.

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

2.1.2.4Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS

(7)
[image:7.595.101.505.206.509.2]

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS di sekolah dasar adalah sebagai berikut (KTSP, 2006).

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas IV Sekolah Dasar Semester II Tahun Ajaran 2011/2012

Standar kompetensi Kompetensi dasar

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi.

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya.

2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. 2.4 Mengenal permasalahan sosial di

daerahnya.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode ataupun teknik pengajaran. Model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar materi dalam mencapai tujuan tertentu. Mills (Agus Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “ model representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

(8)

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Cooperative Learning dilakukan dengan cara membagi peserta didik

dalam beberapa kelompok atau tim, setiap kelompok/tim terdiri dari beberapa peserta didik yang memiliki kemampuan yang berbeda (Endang Mulyatingsih, 2010: 227).

Cooperative leaarning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Etin Solihatin, 2008: 4).

Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Naniek Sulistya Wardani, 2010: 10).

Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperlihatkan keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. (Anita Lie, 2005: 41).

Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata – mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terstruktur dengan baik (Etin Solihatin, 2008: 5).

(9)

membantu untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas atau masalah yang dihadapi.

Pembelajaran kooperatif juga memiliki keuntungan dan kekurangan. Keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Rahayu Sri 1998 (dalam buku Anita Lie 2005) antara lain:

1. Siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, terlibat secara aktif, dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi.

2. Siswa mengembangkan keterampilan berfikir tinggi dan berfikir kritis.

3. Hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan psikologis yang lebih besar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kooperatif ini adalah:

1. Bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi.

2. Bagi siswa, siswa dengan kemampuan yang tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami. Dalam hal ini guru menekankan pentingnya menjawab dan mengajukan pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif.

(10)

pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Langkah – langkah pembelajaran make – a match :

a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

c) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu „soal‟ maka harus mencari pasangan yang memegang kartu „ jawaban soal‟ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya.

e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

g) Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa.

2.1.4 Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran make a match

Menurut Lorna Curran 1994(dalam buku Agus Suprijono 2010). Make a match juga dapat me-review tugas dirumah (PR) yang berhubungan dengan kosa kata yang lumayan sulit. Hasilya sungguh di luar dugaan ketika pertama kali melakukannya. Waktu yang digunakan untuk me-review lebih efektif dan efisien. Akan tetapi tidak ada metode yang sempurna. Keunggulan dari metode make a match adalah :

1. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).

(11)

Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa. Kelemahan dari metode ini ialah jika kelas anda termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 orang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika anda kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang todak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar di kelas kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum “pertunjukkan” dimulai. Pada dasarnya mengendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan. Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah harus meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelum masuk ke kelas. Sesuatu yang dikerjakan dengan gembira dan ikhlas maka kita akan mendapat “energi” tambahan.

2.1.5 Pengertian Belajar

Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan dengan berbagai arti yang menyertainya. Belajar dapat diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang mampu merubah perilaku pada individu yang berupa kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes).Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses menuju hal yang belum anak ketahui dengan cara berinteraksi dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan maupun lingkungan secara alami. Disanalah anak akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang akan membentuk suatu konsep dalam pikiran anak itu sendiri. Ada beberapa ciri-ciri yang menandakan bahwa seorang anak telah melakukan aktivitas belajar yaitu diantaranya akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri anak yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik; perubahan yang terjadi merupakan buah dari pengalaman yaitu interaksi antara dirinya dengan lingkungan; dan perubahan tersebut relative menetap.

Menurut Travers dalam (Agus Suprijono 2010), Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

(12)

Menurut Gagne dalam (Agus Suprijono 2010), Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Menurut Harold Spears dalam (Agus Suprijono, 2010), Belajar adalah mengamati, membaca, meniru dan mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.

Menurut Geoch dalam (Agus Suprijono 2010), belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan.

Beberapa pengertian belajar menurut para ahli maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern (Slameto, 2003: 54).Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis, faktor kelelehan.Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar diri individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu : faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

2.1.6 Pengertian Hasil Belajar

(13)

seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22).

Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne dalam (Agus Suprijono, 2010) hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis sintesisi fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

c. Strategi kofnitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yyyaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

(14)

memberikan respon, nilai, organisasi, karakteristik. Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routinedan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual.

Menurut Woordworth dalam (skripsi Isnining 2011), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajarn yang telah dicapai.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Menurut Sudjana (2004:14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, bauk tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2010:22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu : (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengertian, (c) Sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni : (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan, (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yaitu :

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi analisi, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat tinggi. b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

(15)

c. Ranah psikomorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2010:23).

Menurut pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar 1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. 2. Faktor dari luar diri siswa (ekstern)

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).

a. Faktor keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah dapat berupa : 1. Guru dan cara mengajar 2. Model pembelajaran 3. Alat-alat pelajaran 4. Kurikulum

5. Waktu sekolah

(16)

8. Media pendidikan

c. Faktor Lingkungan Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya. 1. Kegiatan siswa dalam masyaraka

Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

2. Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.

Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.

3. Cara Hidup Lingkungan

Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 dalam buku Slameto 2003). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.

2.2 Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan

(17)

Jepon Kabupaten Blora”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran model make a match dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas dalam proses pembelajaran IPS. Pembelajaran model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tentang keadaan alam Indonesia siswa kelas V SD Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Rata – rata hasil belajar pada siklus 1 sebesar 70,83 dengan KKM 65 mencapai 66,66% dan pada siklus 2 mengalami peningkatan dengan rata – rata sebesar 80 dengan ketuntasan sebesar 100%. Dengan demikian siswa kelas V SD Negeri Semanggi 02 mengalami peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPS tentang keadaan alam Indonesia. Simpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS kelas V semester 1 di SD Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Rejeki, Sri.2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SD N 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran 2001/2010. Menyimpulkan bahwa hasil analisis data dari aktivitas siswa pada kondisi awal hanya 51%, siklus I mencapai presentasi 75% dan siklus II dengan presentasi 85%. Peningkatan aktivitas siswa memberi dampak pada peningkatan hasil belajar siswa yaitu pada ulangan harian siswa pada kondisi awal hanya mencapai rata – rata 66, siklus 1 dengan rata – rata 78, dan siklus II mencapai rata – rata 88. Kegiatan mengajar guru juga sangat berperan pada keberhasilan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Presentase kegiatan mengajar guru pada siklus I mencapai 86% dan pada siklus II mencapai 92%. Peningkatan aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran make a match akan dapat terlaksana denganbaik jika guru, siswa dan sekolah mau menerapkan model – model dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA.

(18)

Tahun Pelajaran 2010/2011. Menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik make a match prestasi belajar siswa sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata – rata hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata – rata naik menjadi 77 atau naik sebesar 41% dari kondisi awal, dan pada siklus II nilai rata – rata menjadi 83,86 atau naik 9% dari siklus I. Dengan demikian prestasi belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik make a match mengalami peningkatan.

Adapun penelitian yang lain dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan (Edi Sukirso, 2011) yang berjudul “Pembelajaran Cooperatif Make A Match” menyimpulkan bahwa pembelajaran cooperatif make a match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tes awal rata – rata hasil belajar siswa mencapai 55, siklus I rata – rata 63,08, siklus II rata – rata 75,08 dan tes akhir rata–ratanya 80,73

Penelitian yang lain juga pernah dilakukan oleh Euis Kurniawati, S.Pd (Yogyakarta, 2009) ( Bagus Edi Rosanto, 2009) dengan judul Komparasi Strategi pembelajaran make a match dengan index card match. Index card match atau mencari pasangan adalah strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian materipun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan peserta didik diberi tugas mempelajarai topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengalaman (Hisyam Zaini, 2008 : 32).

Dari penyimpulan oleh beberapa ahli maka penulis mengambil kesimpulan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar kerena pembelajaran make a match lebih mengutamakan kerja dalam berpasangan dan membutuhkan kekompakan antara yang satu dengan yang lain.

2.3 Kerangka Berpikir

(19)

sudah ditetapkan. Model pembelajaran Make – A Match memberikan kesempatan siswa bekerja dalam kelompok dan siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasan tentang topik yang dibahas. Model ini berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan. Dengan menggunakan model pembelajaran Make – A Match, diharapkan gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat, reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka, partisipasi siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Dengan upaya-upaya dalam model pembelajaran Make – A Match diharapkan prestasi atau hasil belajar IPS siswa kelas IV di SD Negeri 1 Bogorejo dan SD Negeri 2 Bogorejo dapat meningkat. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut :

Bagan 2.2 : Kerangka Berfikir Pre Test

terhadap kelas eksperimen dan

kelas kontrol

Pembelajaran menggunakan model make a

match

Post Test

Pembelajaran menggunakan

metode

ceramah Perbedaan

hasil belajar siswa Homogenitas

(20)

2.4 Hipotesis Penelitian

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu maka fungsi kelompok tani sebagai wahana belajar, unit produksi, usahatani, usaha bisnis dan wahana kerjasama perlu ditingkatkan kedinamisannya dan

[r]

Slično idućem alatu, Clone Stamp Tool, i HB alat radi kopiranje određenog dijela slike.. Vodi računa o bojama te osvjetljenju na

- Penyedia dapat meminta penjelasan kepada Pejabat Pengadaan sebelum batas ahkir pemasukan penawaran pada jam kerja ( 08.00 – 15.00 WIB ) - Seluruh komponen RS Paru

Dengan demikian, hihpotesis pertama yang menyatakan bahwa Citra merek berpengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian SIM card Telkomsel di

Pengaruh kepercayaan Terhadap Niat Beli Kosmetik Maybelline Disurabaya variabel kepercayaan menjadi variabel kedua, berdasarkan uji t yang telah di lakukan oleh

Penyimpangan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan keikutsertaan mereka dalam permainan judi online, dapat terjadi karena terdapat sesuatu yang membuat mereka tertarik

Setelah dilakukan pengujian terhadap return on equity (ROE) maka dapat disimpulkan bahwa sesudah melakukan privatisasi rasio tersebut lebih besar, karena secara