• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

MINDRINGAN

DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN

LENTENG KABUPATEN SUMENEP

SKRIPSI

Oleh :

F a i q u l A b r o r i NIM : C02211085

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA

LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh Faiqul Abrori NIM. C02211085

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)

Abstrak

Skripsi ini berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan Di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep”. Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dalam menjawab pertanyaan 1) Bagaimana praktik jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep?

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses pengamatan langsung ke lapangan (observasi), wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir induktif.

Jual beli mindringan merupakan transaksi jual beli dalam proses pengadaan barang yang diinginkan pembeli dan selanjutnya dijual kepada pembeli dengan sistem pembayaran cicilan berikut dengan harga pokok pembelian beserta tingkat keuntungan yang diambil oleh penjual yang disepakati oleh kedua belah pihak. Transaksi tersebut dilakukan berdasarkan asas kerelaan dan sesuai dengan ketentuan rukun dan syarat dalam jual beli mura>bah}ah. Dan ketika melebihi jangka waktu cicilan, maka tingkat keuntungan akan bertambah pula dengan kompensasi bertambahnya jangka waktu cicilan yang diberikan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jual beli mindringan merupakan transaksi yang boleh dilakukan, sedangkan berlipatnya tingkat keuntungan ketika tidak sesuai dengan kesepakatan tidak dibolehkan dalam Islam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN

I. Sistematika Pembahasan ... 19

(8)

B. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25

C. Rukun Mura>bah}ah ... 26

D. Syarat Mura>bah}ah ... 27

E. Modal dan Unsur Pendukung Mura>bah}ah ... 31

F. Mura>bah}ah Lil Ami>r Bish-shira>’ ... 32

G. Penetapan Margin Keuntungan dalam Mura>bah}ah ... 33

BAB III PRAKTIK JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP A. Gambaran Umum Tentang Daerah Penelitian 1. Keadaan Monografi Desa Lenteng Barat ... 36

2. Keadaan Demografi Desa Lenteng Barat ... 37

B. Praktek transaksi jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep 1. Sejarah Jual Beli Mindringan ... 40

2. Faktor-faktor yang Melatar belakangi Jual Beli Mindringan 41 3. Mekanisme Jual Beli Mindringan ... 48

4. Pelaksanaan Jual Beli Mindringan ... 51

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kec. Lenteng Kab. Sumenep ... 57

B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kec. Lenteng Kab. Sumenep ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam ekonomi Islam terdapat istilah jual beli. Jual beli sangat membantu

dalam kehidupan manusia secara umumnya, membantu dalam tukar menukar barang

atau membantu dalam memenuhi semua aspek kebutuhan manusia, baik menyangkut

kebutuhan yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder. Seperti halnya

pakaian, makanan, rumah, dan lain sebagainya.

Jual beli yang sudah membudidaya dalam kehidupan masyarakat merupakan

salah satu bentuk kerjasama yang orientasinya terhadap keuntungan yang diperoleh

dari sebuah pertukaran. Pertukaran yang dimaksud adalah tukar menukar antar

barang dengan barang atau yang kebanyakan dipraktikkan oleh masyarakat yaitu

tukar menukar antara uang dengan barang. Jual beli bermanfaat bagi masyarakat

dalam memenuhi kebutuhannya di saat seseorang membutuhkan sesuatu dengan

menukarkan yang ia punya dengan barang ataupun benda yang sepadan dan

bermanfaat dengan barang yang ia tukarkan.

Pada dasarnya jual beli disahkan dalam al-Qur’an, landasan hukum

dibolehkannya jual beli disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 yang

(10)

Dihalalkannya jual beli yang telah disebutkan oleh landasan hukum jual beli

dengan tidak mengesampingkan bahwa terdapat jual beli yang dilarang dalam Islam,

yakni ketika jual beli menyimpang atau tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum

jual beli, seperti aturan syarat dan rukun jual beli. Kebutuhan-kebutuhan manusia

yang diperoleh melalui jual beli, bisa berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang

tidak dapat dikesampingkannya selama masih hidup.

Perihal tentang jual beli yang mayoritas dilakukan oleh masyarakat adalah

jual beli yang sifatnya menguntungkan, dimana setiap jual beli yang dijadikan tolak

ukur adalah keuntungan bagi si penjual, sedangkan dalam shari‘ah disebut dengan

istilah jual beli mura>bah}ah, yang artinya adalah jual beli yang sifatnya

menguntungkan, dikatakan menguntungkan ketika terdapat harga pokok dengan

tambahan harga yang dijadikan keuntungan oleh si penjual.

Jual beli secara mura>bah}ah adalah pembiayaan yang saling menguntungkan

yang dilakukan oleh s}a>h}ib al-ma>l dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi

jual beli dengan penjelasan bahwa harga pembelian barang dan harga jual terdapat

nilai lebih yang merupakan laba bagi s}a>h}ib al-ma>l dan pembayarannya bisa

1 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per-kata dan Terjemah Per-Kata, (Bekasi: Cipta

(11)

3

dilakukan dengan tunai atau angsur.2 Esensi dari mura>bah}ah adalah terdapat dalam

nilai lebih atau keuntungan yang diperoleh oleh penjual. Nilai lebih yang merupakan

laba bagi penjual karena pada awalnya penjual yang merupakan penyedia dana atau

s}a>h}ib al-ma>l dalam menolong pembeli yang tidak mempunyai uang/dana dan

berkeinginan untuk membeli barang/benda, sehingga pembeli meminta bantuan

s}a>h}ib al-ma>l untuk mendapatkan barang tersebut.

Pembayaran yang disebutkan dengan cara cicilan dalam jual beli mura>bah}ah

yang sering dipakai oleh masyarakat saat ini, harga pokok dengan tambahan

keuntungan dalam jual beli ini tidak menjadi beban bagi masyarakat, sebab

pembayarannya bisa dilakukan dengan cara cicilan. Harga pokok dan tingkat

keuntungan dalam mura>bah}ah harus disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak

memberatkan salah satunya, setelah harga disepakati oleh kedua belah pihak, maka

sistem pembayaran dengan cara cicilan juga harus disepakati di awal. Keduanya

merupakan bagian dari syarat keabsahan jual beli mura>bah}ah dalam Islam.

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep adalah salah

satu desa dari empat desa yang ada di Kecamatan Lenteng. Mayoritas penduduknya

bergantung pada hasil pertanian. Ekonomi yang cukup minim membuat masyarakat

Desa Lenteng Barat terkadang kebingungan saat membutuhkan barang atau benda

yang mendesak. Oleh karena itu, tidak terlepas dari jual beli yang membantu mereka

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, serta banyak sekali kontrak sosial

(12)

4

yang muncul antar sesama masyarakat seperti jual beli mindringan, gadai, utang

piutang, dan lain sebagainya.

Jual beli mindringan adalah salah satu bentuk istilah dalam jual beli dengan

sistem pembiayaan dan cara pembayarannya dilakukan secara cicilan yang

digunakan oleh masyarakat Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten

Sumenep. Jual beli mindringan di sini biasanya dilakukan ketika salah satu warga

tidak mempunyai uang yang cukup dalam memenuhi keinginannya untuk membeli

barang, maka warga desa tersebut meminta bantuan warga lain atau seseorang yang

biasanya menyediakan jasa pembiayaan untuk membelikannya. Setelah dia membeli

barang yang diinginkan, dia langsung menjualnya dengan sistem pembayaran cicilan

dan tambahan keuntungan yang ditetapkan oleh penjual.3 Dengan demikian

seseorang yang menyediakan jasa pembelian barang yang diminta oleh pembeli di

kategorikan sebagai s}a>h}ib al-ma>l dalam jual beli mindringan yang ada di Desa

Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

Kebanyakan barang yang diminta oleh pembeli dalam jual beli mindringan

adalah berupa baju atau pakaian, karena baju merupakan kebutuhan primer dan

sejumlah warga Desa Lenteng Barat juga memiliki hasrat untuk mengikuti

perkembangan zaman. Sehingga, ketika terdapat baju yang sifatnya trendi dalam

kehidupan masyarakat saat itu, maka para petani yang tidak mempunyai cukup uang

untuk membelikan baju buat anaknya mereka langsung mendatangi peyedia dana

(13)

5

dalam jual beli mindringan untuk membeli baju yang diminta oleh anak dari seorang

petani tersebut yang menjadi pembeli.

Tidak terlepas dari kondisi ekonomi para petani yang menjadi pembeli di

Desa Lenteng Barat yang berpengaruh terhadap pembayaran dalam jual beli

mindringan, sehingga pembayaran dalam jual beli mindringan dilakukan dengan cara

cicilan yang biasanya waktu cicilan tersebut selama empat bulan atau tergantung

kesepakatan awal dalam membatasi waktu pembayaran yang dijadikan patokan oleh

penyedia dana dalam jual beli mindringan. Pada dasarnya jenjang waktu cicilan

dalam jual beli mindringan tidak menentu atau tidak bisa ditaksirkan, karena

kembali pada pendapatan atau kondisi keuangan para pembeli yang tidak jelas dan

bergantung pada hasil pertaniannya. Kondisi keuangan tersebut berpengaruh pada

sistem pembayarannya, yang akhirnya pembayaran dalam jual beli mindringan

biasanya dilakukan tiap minggu, seminggu dua kali, dan bisa dilakukan tiap bulan.

Pembiayaan yang ada dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat

secara proseduralnya hampir sama dengan jual beli mura>bah}ah dalam konsep hukum

Islam, serta dalam jual beli mindringan memang memakai akad jual beli mura>bah}ah,

dimana terdapat tiga pihak dalam transaksi jual beli mindringan dan sama-sama

mengambil tingkat keuntungan dari harga pokok yang dijualbelikan. Sistem

pembayaran dalam jual beli mindringan adalah dengan cara cicilan, yang mencatat

atau menulis cicilan adalah penyedia dana jual beli mindringan. Dengan sistem

(14)

6

mengambil tingkat keuntungan berdasarkan seberapa lama si pembeli menyicil

barang yang dibeli tersebut, tingkat keuntungan akan bertambah besar dan semakin

membesar ketika cicilan bertambah lama ataupun nunggak dalam pembayarannya.

Misalnya Ahmad Sakiri menginginkan sebuah baju, namun dia tidak mempunyai

uang karena belum musim panen, lalu dia mendatangi Sukron (Penyedia jual beli

mindringan) dan meminta atau dengan kata lain memesan sebuah baju yang dia

inginkan, Sukron membelikan baju tersebut seharga Rp. 100.000, kemudian

memberikan kesepakatan kepada Ahmad Sakiri waktu cicilannya selama 3 bulan

setelah itu menyepakati harganya yang menjadi Rp.140.000 beserta tingkat

keuntungan dari harga pokok yang Sukron ambil. Namun di saat Ahmad Sakiri tidak

bisa melunasi cicilannya dalam waktu 3 bulan dan molor menjadi 3 bulan setengah,

harga tersebut akan bertambah tingkat keuntungannya menjadi kisaran Rp.150.000.

Dari gambaran di atas, perlu kiranya untuk dikaji hukum dari jual beli

mindringan antar pihak yang satu dengan yang lainnya di Desa Lenteng Barat dalam

melakukan akad pembiayaan (mura>bah}ah). Sehingga penulis tertarik untuk

mengkaji, menganalisis, dan meneliti akad dari jual beli mindringan tersebut dalam

melakukan pembiayaan, serta penulis menyusunnya dalam skripsi yang berjudul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan Di Desa Lenteng Barat

(15)

7

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang, terdapat beberapa masalah

yang teridentifikasi, antara lain:

1. Mekanisme pembiayaan mindringan.

2. Ketidakjelasan sistem pembayaran dengan cara cicilan dalam jual beli

mindringan.

3. Jangka waktu pembayaran dalam jual beli mindringan.

4. Pencatatan dalam jual beli mindringan.

5. Aplikasi penetapan tingkat keuntungan dalam jual beli mindringan.

6. Analisis hukum Islam terhadap penetapan keuntungan dalam jual beli

mindringan disaat pembayarannya bertambah lama.

Agar pembahasan tidak melebar, diperlukan batasan masalah dalam

penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Aplikasi pembiayaan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

2. Analisis hukum Islam terhadap jual beli mindringan dalam mengambil tingkat

keuntungan melalui pembayaran yang dilakukan dengan cara cicilan ketika

(16)

8

C. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang sudah diidentifikasi dan dibatasi

permasalahan yang akan diteliti, maka penulis dapat merumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keabsahan jual beli mindringan di

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas

tentang topik penelitian yang diangkat oleh penulis dengan penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya sehingga tidak ada pengulangan dan tidak ada kesamaan

dengan penelitian sebelumnya.

Pembahasan tentang pembiayaan dikenal dengan istilah mura>bah}ah dalam

Islam, mura>bah}ah dan mindringan sama-sama tentang pembiayaan dalam jual beli.

Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, yang di antaranya adalah

sebagai berikut:

Pertama, skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hutang

Uang Dengan Sistem Jual Beli Barang (Mura>bah}ah) Dari Piutang Di Desa Sawo

(17)

9

penelitian tersebut disimpulkan bahwa praktek uang dengan sistem jual beli

(mura>bah}ah) dari piutang di Desa Sawo Babat Lamongan dilakukan oleh warga

yang berhutang dan berpiutang sekaligus sebagai penjual dan pembeli. Hutang

piutang dengan disertai barang oleh yang berhutang kepada yang berpiutang dan

kemudian diakad-kan dengan jual beli barang tersebut.4

Kedua, skripsi dengan judul “Peran Baitul Mal Wat tamlil Dalam Mengatasi

Dampak Negatif Praktek Rentenir (Studi Pada BMT Al Fath IKMI Ciputat)” oleh

Jajang Nurjaman pada tahun 2010. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan

mengenai perannya BMT dalam mengatasi riba dari pinjaman yang diberikan

rentenir, serta telah menyinggung tentang kreditan barang yang disebut dengan

mindring. Tata cara peminjaman kreditan barang mindring hampir sama dengan

bank harian, dimana pemberi pinjaman berkeliling sekaligus menagih hutang

kepada para peminjam sebelumnya.5

Ketiga, skripsi dengan judul “Relevansi Jual Beli Kredit Dan Sistem Sewa

Beli menurut Hukum Islam” oleh Anis Mustofa pada tahun 2005. Dalam penelitian

ini disimpulkan bahwa relevansi jual beli kredit dan sewa beli terdapat pada

dibolehkannya dalam syariat Islam, karena kedua akad tersebut tidak termasuk jual

4 Nurrul Nisfu Suci Rofikhoh, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hutang Uang Dengan Sistem Jual

Beli Barang (Murabahah) Dari Piutang Di Desa Sawo Babat Lamongan”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2008), 63.

5Jajang Nurjaman, “Peran Baitul Mal Wat tamlil Dalam Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir

(18)

10

beli atau sewa menyewa yang tidak dilarang atau tidak termasuk dalam jual beli

gharar.6

Dari pemaparan ketiga penelitian di atas tentang jual beli mura>bah}ah dan jual

beli kredit, belum ada yang membahas secara khusus mengenai tambahan

keuntungan dalam tunggakan pembiayaan jual beli mindringan yang

pembayarannya dengan sistem cicilan, sehingga berbeda dengan penelitian yang

akan dilakukan oleh penulis dan membuktikan bahwa penelitian yang akan

dilakukan oleh penulis belum pernah diteliti sebelumnya secara khusus. Oleh

karena itu, penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis

Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep”.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang praktik jual beli mindringan di

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

2. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai hukum dari jual beli mindringan di

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

6Anis Mustofa, “Relevansi Jual Beli Kredit dan Sistem Sewa Beli Menurut Hukum Islam”, (Skripsi

(19)

11

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

dalam permalasalahan pembiayaan jual beli dalam Islam.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan dan menambah

khazanah keilmuan hukum Islam mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum

pada umumnya dan mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah

(Muamalah) pada khususnya.

2. Secara Praktis

a. Dapat dijadikan tambahan ataupun perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

b. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil tingkat keuntungan

dari jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng

Kabupaten Sumenep.

G. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan arah dari judul

penelitian ini serta untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami

terhadap istilah yang dimaksud dalam judul Analisis Hukum Islam Terhadap Jual

(20)

12

Sumenep, maka perlu kiranya penulis menjelaskan beberapa unsur istilah yang

terdapat dalam judul penelitian ini, sebagai berikut:

Hukum Islam : Peraturan perundang-perundangan Islam yang

mencakup hukum syari’ah dan hukum fikih.7 Dalam

penelitian ini, hukum Islam yang dimaksud adalah

seperangkat peraturan yang berlandaskan shara’ yang

digunakan sebagai acuan hukum kebolehan dalam jual

beli pembiayaan (mura>bah}ah) yang dijadikan patokan

hukum jual beli mindringan.

Jual beli mindringan : Salah satu istilah dalam jual beli yang dipakai oleh

masyarakat Desa Lenteng Barat, yakni jual beli

dengan adanya pihak kedua sebagai penyedia dana

sekaligus menjadi penjual yang melakukan

pembiayaan dalam pengadaan barang yang

diinginkan oleh pembeli dan kemudian sistem

pembayarannya dilakukan dengan cara cicilan.

Desa Lenteng Barat : salah satu dari empat desa yang terletak di

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Madura.

Penelitian ini dibatasi pada penelitian yang dilakukan

(21)

13

di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng

Kabupaten Sumenep.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni penelitian

yang dilakukan dalam kehidupan sebenarnya yang ada di masyarakat.8 Jenis

penelitian ini merupakan suatu jenis penelitian yang meneliti obyek di lapangan

yakni di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep untuk

mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang jual beli mindringan.

Untuk memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan serangkaian

langkah-langkah yang sistematis, langkah-langkah-langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data yang dikumpulkan

Data yang diperlukan dihimpun dalam memberikan penjelasan tentang

sebuah penelitian. Data yang dikumpulkan tersebut bertujuan untuk menjawab

berbagai macam pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah di atas yakni

data-data tentang jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep.

2. Sumber Data

(22)

14

Ada dua sumber data yang peneliti jadikan pegangan agar dapat memperoleh

data yang konkrit dan berkaitan dengan masalah penelitian di atas, yaitu:

a. Sumber Primer

Adapun yang dimaksud dengan sumber primer adalah sumber data

asli yang diterima langsung dari objek yang akan diteliti (responden)

dengan tujuan untuk mendapatkan data yang kongkrit.9

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data langsung dari

masyarakat melalui wawancara dengan warga Desa Lenteng Barat, baik

itu para petani atau pedagang, dan semua pihak yang berkaitan langsung

dengan jual beli mindringan yang terjadi Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh langsung

oleh peneliti sendiri. Data sekunder biasanya berwujud dokumentasi atau

data laporan yang tersedia.10 Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari atau berasal dari bahan kepustakaan.11 Data sekunder sifatnya

membantu untuk melengkapi serta menambahkan penjelasan mengenai

sumber-sumber data yang berkaitan dengan penelitian ini.

9 Bagong Suryanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), 55. 10 Azwar Saifudin, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 91.

(23)

15

Adapun sumber data skunder dalam penelitian ini adalalah sebagai

berikut:

1) Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah.

2) Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah.

3) Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah.

4) Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.12 Pengumpulan data

dilakukan secara langsung di lapangan yang berkaitan dengan masalah

penelitian di atas, dalam pengumpulan data tersebut penulis menggunakan

beberapa metode sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data esensial dalam

penelitan terlebih dalam penelitian kualitatif. istilah observasi sendiri

diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena

yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam

(24)

16

fenomena tersebut.13 Teknik pengumpulan data ini yaitu dengan cara

mengamati dan mencatat fenomena yang terjadi tentang praktik jual beli

mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

b. Teknik Wawancara (interview)

Teknik wawancara dalam pengumpulan data ialah suatu kegiatan

tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara

(interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang

diteliti, dimana pewawancara bermaksud meperoleh persepsi, sikap dan pola

pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.14

Teknik ini dilakukan dengan sebagian warga dan pedagang yang menjadi

penyedia jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng

Kabupaten Sumenep untuk menggali data dan informasi tentang mekanisme

jual beli mindringan serta alasan mereka melakukannya.

c. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.15 Dokumen

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk

tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi

dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

13 Masruhan, Metologi Penelitian Hukum..., 212. 14 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum…., 237.

(25)

17

wawancara dalam penelitian kualitatif.16Dokumen yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah buku-buku yang dianggap relevan dengan permasalahan

terhadap sistem pembiayaan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng

Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

4. Teknik Pengolahan Data

Selanjutnya, setelah data dikumpulkan akan diperlukan adanya pengolahan

data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan

rumusan masalah, serta mengelompokan data yang diperoleh.17 Dengan

teknik ini penulis akan lebih mudah mencari data yang sudah

dikelompokkan dan diharapkan memperoleh gambaran tentang jual beli

mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten

Sumenep.

b. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi

kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan

serta relevansinya dengan permasalahan.18 Penulis menggunakan teknik ini

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…., 2011, 240. 17 Ibid., 154.

(26)

18

untuk memeriksa kembali data-data yang sudah terkumpul dan akan

digunakan sebagai sumber studi dokumentasi,

c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga

diperoleh kesimpulan.19 Penulis mengambil kesimpulan tentang jual beli

mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten

Sumenep dari sumber-sumber data yang dikumpulkan melalui

tahapan-tahapan diatas.

5. Teknik Analisis Data

Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan

analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati dengan metode yang telah ditentukan.20

a. Analisis Deskriptif

Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau

gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki.21 Penulis menggunakan metode ini untuk mengetahui gambaran

19 Ibid., 195.

20 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.

(27)

19

tentang pembiayaan jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep.

b. Pola Pikir Deduktif

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola pikir deduktif yang

berarti menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan

fakta-fakta yang bersifat khusus.22 Pola pikir yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah berpijak pada teori-teori tentang mura>bah}ah dalam Islam, kemudian

dikaitkan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan tentang mekanisme

jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kcamatan Lenteng Kabupaten

Sumenep.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dibutuhkan agar penulisan dalam penelitian ini

lebih mudah dipahami dan lebih sistematis dalam penyusunannya, serta tidak keluar

dari jalur yang sudah ditentukan oleh penulis, maka penulis membagi lima bab dalam

penulisan pada penelitian ini yang sistematikanya sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

(28)

20

penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua memaparkan grand theory dalam penelitian ini yang berisi konsep

mura>bah}ah yang di antaranya adalah pengertian mura>bah}ah, landasan hukum

mura>bah}ah, syarat dan rukun mura>bah}ah, dan penetapan keuntungan dalam

mura>bah}ah.

Bab ketiga merupakan hasil penelitian lapangan tentang jual beli mindringan

di Desa Lenteng Barat Kecamatang Lenteng Kabupaten Sumenep. Yakni

menguraikan tentang keadaan monografi dan demografi desa, dan pelaksanaan

sistem jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten

Sumenep.

Bab keempat merupakan analisis hukum Islam terhadap praktik pembiayaan

dengan sistem pembayaran cicilan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang

(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI MURA>BAH}AH

DALAM HUKUM ISLAM

Mura>bah}ah merupakan akad yang dipakai dalam jual beli mindringan,

sehingga penulis akan membahas tentang teori mura>bah}ah dalam bab ini.

Berikut ini pembahasan tentang mura>bah}ah:

A. Definisi Mura>bah}ah

Kata mura>bah}ah secara etimologis berasal dari kata ribh} (keuntungan).

Sehingga mura>bah}ah berarti menguntungkan atau saling menguntungkan, dan

sederhananya mura>bah}ah berarti jual beli barang yang ditambah keuntungan

yang telah disepakati. Sedangkan sacara terminologis, mura>bah}ah adalah

pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh s}a>h}ib al-ma>l dengan

pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa

harga pembelian barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan

keuntungan atau laba bagi s}a>h}ib al-ma>l dan pengembaliannya dilakukan secara

tunai atau angsur.1

(30)

22

Al-Kasani berpendapat sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi bahwa

mura>bah}ah mencerminkan transaksi jual beli dengan harga jual yang merupakan

akumulasi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan barang

dan harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang di

inginkan penjual dan semua harga tersebut diketahui dan disepakati oleh

pembeli.2

Mura>bah}ah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainly contacts, karena dalam

mura>bah}ah ditentukan beberapa required of profit (keuntungan yang ingin

diperoleh). Karena dalam defiinisinya disebut adanya “keuntungan yang

disepakati”, krakteristik mura>bah}ah adalah si penjual harus memberi tahu

pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan

yang ditambahkan pada biaya tersebut.3

Argumentasi lainnya juga mengatakan bahwa jual beli mura>bah}ah

merupakan prinsip dalam jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok

barang di tambah nilai keuntungan (ribh}}) yang disepakati. Pada akad

mura>bah}ah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara

pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh, ataupun dicicil.4 Jual beli

2 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 91. 3 Adiwarman Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 113.

(31)

23

secara mura>bah}ah adalah jual beli yang mengedepankan amanah (kepercayaan)

karena pembeli mempercayai perkataan penjual tentang harga pertama tanpa

ada bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan prasangka

buruk.5

Pada prinsipnya, dalam jual beli mura>bah}ah komponen antara penjual

dan pembeli atau antara penyedia dana dan pembeli melakukan perikatan dalam

jual beli dengan adanya tambahan dari harga asal atau yang disebut dengn harga

pembelian. Pembeli yang mengajukan permohonan kepada penyedia dana dalam

pembelian barang atas kebutuhannya. Barang atau benda tersebut akan dijual

oleh penyedia dana dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal dan tentunya

kelebihan tersebut didasarkan pada kesepakatan diantara kedua belah pihak.

Sedangkan pembayarannya dilakukan dalam bentuk angsuran, meskipun tidak

dilarang untuk membayar secara tunai.6

Biaya perolehan barang bisa meliputi harga barang dan biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan

bisa berbentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan.

Pembayaran oleh pembeli bisa dilakukan secara tunai (naqdan) atau bisa

dilakukan kemudian hari dalam bentuk angsuran (taqsit}) atau dalam bentuk

5 Wiroso, Jual beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), 18.

(32)

24

sekaligus (lumpsum/mu’ajjal) sesuai kesepakatan para pihak yang melakukan

akad (al-‘a>qidayn).7

Jual beli mura>bah}ah termasuk dalam kategori atau macam jual beli yang

menguntungkan, menguntungkan dalam artian terdapat perbedaan antara harga

pokok pembelian dengan harga penjualan karena ditambah dengan tingkat

keuntungan tertentu yang dijadikan tolak ukur bagi penjual dalam jual beli

mura>bah}ah.

Pembayaran yang disebutkan dengan cara cicilan dalam jual beli

mura>bah}ah yang sering dipakai oleh masyarakat saat ini. Harga pokok dengan

tambahan keuntungan dalam jual beli ini tidak menjadi beban bagi masyarakat,

sebab pembayarannya bisa dilakukan dengan cara cicilan. Harga pokok dan

tingkat keuntungan dalam mura>bah}ah harus disepakati oleh kedua belah pihak

dan tidak memberatkan salah satunya, setelah harga disepakati oleh kedua belah

pihak, maka sistem pembayaran dengan cara cicilan juga harus disepakati

diawal. Keduanya merupakan bagian dari syarat keabsahan jual beli mura>bah}ah

dalam Islam.

7 Azharuddin Latif. Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia.

(33)

25

B. Landasan hukum Mura>bah}ah

Jual beli mura>bah}ah merupakan jual beli yang diperbolehkan dalam

Islam, hal ini berlandaskan pada landasan hukum yang membolehkannya, yakni

terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadith yang di antaranya adalah sebagai dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S. an-Nisa’:29).9 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah

8 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per-kata dan Terjemah Per-Kata, (Bekasi: Cipta

Bagus Sejatera, 2011), 47.

(34)

26

kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. (Q.S. al-Baqarah: 282).10

 berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S. al-Baqarah:280).11

2. Al-Hadith

ِ ِبَلا َنَأ

لٍََأ َ َِ ُع يَ ب لا َ ُ:ََُرَ ب لا َ ِّ يِْ ِف َثََ َ َ: َل َقَ ََّو ِِلا َو ِ يَ ََ ُع لَ َّ

)بيّّ َ ٍ م با اور( ِع يَ ب ِل ََ ِت يَ ب ِل ِ ِْعَشل ِب َرُ ب لا ُط َخَو ُ:َضَر َقُم لاَو

Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapat

keberkahan: jual beli secara tangguh atau tidak secara tunai, muqa>radlah (mud}arabah) dan mencampur gandum dengan gandum untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk

dijual.”(HR. Ibnu Majah).12

C. Rukun Mura>bah}ah

Dalam menetapkan rukun jual beli mura>bah}ah, terdapat perbedaan

pendapat di antara para ulama. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya

satu, yaitu i>ja>b dan qabu>l yang menunjukkan pertukaran barang secara rela, baik

10 Ibid, 48.

11 Ibid, 47.

(35)

27

dengan ucapan maupun perbuatan.13 Kerelaan kedua belah pihak yang menjadi

tolak ukur dalam rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah. Namun, unsur

kerelaan merupakan unsur hati yang sulit untuk diketahui oleh indera sehingga

tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari

kedua belah pihak . Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang

melakukan transaksi jual beli, menurut mereka, kerelaan tersebut tergambar

dalam i>ja>b dan qabu>l, atau melalui saling memberikan barang dan harga barang.

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli mura>bah}ah itu ada

empat14, yaitu:

1. Ada orang yang berakad atau al-muta’a>qid}ain (penjual dan pembeli), dan

penjual komoditas (supplier)

2. Ada si>ghat (lafal i>ja>b dan qabu>l)

3. Ada barang yang dibeli

4. Ada nilai tukar pengganti barang.

Rukun jual beli di atas yang harus dipenuhi dalam setiap perbuatan

hukum termasuk dalam jual beli mura>bah}ah.

D. Syarat Mura>bah}ah

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli mura>bah}ah adalah

sebagai berikut:

(36)

28

1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan

3. Kontrak harus bebas dari riba

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang

sesudah pembelian

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.15

6. Harus terdapat persetujuan antar pihak terkait kadar keuntungan yang

ditetapkan sebagai kelebihan dari harga modal.

7. Jika kadar harga modal barang yang disampaikan tidak sesuai dengan harga

sebenarnya, maka pembeli boleh membatalkan transaksi jual beli tersebut.16

Jual beli secara mura>bah}ah di atas hanya untuk barang atau produk yang

dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.

Apabila produk tersebut dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah

mura>bah}ah kepada pemedan pembelian (mura>bah}ah KPP). Hal ini dinamakan

karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan

si pembeli yang memesannya.17

15 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),

102.

16 Syukri Iska, Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia Dalam Perspektif Fikih Ekonomi,

(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), 203-204.

(37)

29

Sedangkan pendapat lainnya menyebutkan tentang syarat dalam jual beli

mura>bah}ah, antara lain:18

1. Mengetahui harga pertama (Harga Pembelian)

Mengetahui harga pembelian adalah syarat sahnya transaksi jual beli.

Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan mura>bah}ah, seperti

pelimpahan wewenang (tauliyah), kerjasama (ishra>k) dan kerugian

(wadi>’ah), karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang

merupakan modal. Jika tidak mengetahuinya, maka jual beli tersebut tidak

sah hingga ditempat transaksi. Jika tidak diketahui hingga keduanya

meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transksi jual beli tersebut.

2. Mengetahui jumlah keuntungan

Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan

bagian dari harga (thaman) dalam jual beli mura>bah}ah sedangkan

mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.

3. Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis,

seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.

Syarat ini diperlukan dalam mura>bah}ah, baik ketika jual beli dilakukan

dengan penjual pertama atau orang lain. serta baik keuntungan dari jenis

harga pertama atau bukan, setelah jenis keuntungan disepakati berupa

sesuatu yang diketahui ketentuannya. Jika modal dan benda-benda yang

(38)

30

tidak memiliki kesamaan, seperti barang dagangan, selain dirham dan dinar,

tidak boleh diperjualbelikan dengan cara mura>bah}ah oleh pihak yang tidak

memiliki barang dagangan.

4. Sistem mura>bah}ah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba

tersebut terhadap harga pertama.

Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang dengan barang

sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan

sistem mura>bah}ah. Hal semacam ini tidak diperbolehkan karena mura>bah}ah

adalah jual beli dengan harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan

tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah riba dan bukan keuntungan.

5. Transaksi pertama harus sah

Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli

mura>bahah, karena mura>bah}ah adalah jual beli dengan harga pertama

disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah

ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan

dengan harga, karena tidak benarnya penanamaan.

6. Saling rela antara kedua belah pihak.

Mardani mengatakan bahwa konsep kerelaan dalam sebuah transaksi

(39)

31

pihak tidak rela atau merasa diberatkan, dan dirugikan. Maka jual beli

tersebut tidak sah hukumnya.19

E. Modal dan Unsur Pendukung Mura>bah}ah

Zuhaily berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Islam Wa

Adillatuhu” bahwa modal berarti jumlah harga yang harus dikeluarkan oleh

pembeli pertama yang dalam jual beli mura>bah}ah sebagai penyedia dana sesuai

kesepakatan dan kemudian biaya yang dikeluarkan penjual untuk mendapatkan

komoditas yang dijadikan sebagai objek akad jual beli mura>bah}ah, biaya yang

digunakan untuk membeli komoditas. Modal dalam jual beli ini tidak hanya

terdiri atas harga pokok pembelian, tapi terdapat unsur pendukung lainnya yang

dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas tersebut, mulai dari biaya

transportasi, administrasi, biaya pemeliharaan, biaya distribusi dan biaya

lainnya yang terkait dan melekat dengan komoditas.20

Biaya yang dikeluarkan terkait dengan kepentingan pribadi penjual,

tidak bisa dimasukkan dalam modal, seperti makan, minum, biaya dokter, dan

lainnya. total dari harga pokok pembelian dan biaya-biaya pendukung ditambah

dengan margin merupakan harga jual mura>bah}ah yang ditawaarkan pada

pembeli.21

19 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ..., 104.

(40)

32

Modal yang tidak hanya terdiri dari harga pokok pembelian, melainkan

juga terdiri dari unsur pendukung dalam mendapatkan komoditas atau barang

yang diinginkan pembeli. Unsur pendukung tersebut yang berupa biaya

transportasi, administrasi, pemeliharaan, dan biaya lainnya yang berhubungan

dengan proses pembelian barang. Unsur pendukung tersebut bisa dijadikan tolak

ukur dalam mengambil tingkat keuntungan jual beli mura>bah}ah, kecuali

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi penjual.

F. Mura>bah}ah Lil Ami>r Bish-shira>’

Jual beli mura>bah}ah lil ami>r bish-shira>’ merupakan istilah baru yang

diperkenalkan pertama kali oleh Sami Hamound dalam disertasinya berjudul

Tat}wi>r al-A‘ma>l al-Masrafiyah Bima>Yattafiq as-Shari‘ah al-Islamiyah. Menurut

Sami Hamound sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi, bahwa mura>bah}ah lil

ami>r bish-shira>’ adalah jual beli seseorang yang datang kepada pihak lain

sebagai penyedia dana untuk membelikan komoditas dengan kriteria tertentu,

dan penyedia dana tersebut berjanji untuk membelikan komoditas tersebut

secara mura>bah}ah, yakni sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah

dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua belah pihak, dan seseorang

yang menjadi pembeli tersebut akan melakukan pembayaran secara installment

(cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.22

(41)

33

Dengan demikian, dapat dipahami dalam jual beli mura>bah}ah lil ami>r

bish-shira>’ terdapat tiga pihak yang bertransaksi, yakni; pembeli, penyedia

dana, dan penjual komoditas sebagai supplier. Tidak jauh berbeda dengan jual

beli mura>bah}ah pada umumnya, hanya saja dalam jual beli mura>bah}ah lil ami>r

bish-shira>’ pembayarannya dilakukan dengan cara cicilan berkala (installment)

sesuai kemampuan finansial yang dimiliki pembeli sebagaimana yang dikatakan

Sami Hamound di atas.

G. Penetapan Margin Keuntungan dalam Mura>bah}ah

Ibnu Taymiyah yang dikutip oleh M. Azwar Mahrami dalam membahas

persoalan yang berkaitan dengan harga, beliau (Ibnu Taymiyah) sering

menggunakan istilah kompensasi yang setara (iwad al-mithl) dan harga yang

setara (thaman al-mithl). Beliau mengatakan dalam majmu‘ fata>wa> bahwa

“kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan

inilah esensi keadilan (nafs al-‘adl)”. Bagian penting dari penentuan harga yang

adil adalah laba adil. Karena biasanya dalam praktek bisnis, biaya (cost) yang

dibebankan atas harga produk relatif bisa dikalkulasi secara lebih pasti.

Sedangkan porsi keuntungan (profit) dasar penentuannya tidak terstandarisasi.

Sedangkan dalam teori profit Ibnu Al-Arabi bahwa laba atau tingkat

keuntungan yang adil dapat dijelaskan sebagai “kelebihan yang dapat

(42)

34

tersebut melebihi iwad (equivalent counter value) maka masuk kategori riba

al-fad}l karena mengandung eksploitasi kepada pembeli. Lebih lanjut dapat

dijelaskan bahwa iwad adalah padanan nilai yang dibenarkan shari’at atas

penambahan (keuntungan) dalam sebuah transaksi. Dengan demikian seseorang

boleh mengambil keuntungan dalam transaksi bisnis setara dengan nilai yang

dikeluarkannya.23

Selanjutnya, Ibnu Taymiyah menjelaskan bahwa para pedagang berhak

memperoleh keuntungan melalui cara yang dapat diterima secara umum (al-ribh}

al-ma’a>rif) tanpa merusak kepentingan dirinya dan kepentingan para

pelanggannya. Beliau mendefinisikan laba pedagang tertentu tanpa merugikan

orang lain. beliau menentang tingkat keuntungan yang tak lazim, bersifat

eksploitatif dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap kondisi

pasar.24

Dalam jual beli mura>bah}ah ketika penyedia dana (s}a>h}ib al-ma>l)

menjadikan keuntungan sesuatu yang berbeda dengan harga awal dan bersifat

jelas, seperti dirham atau pakaian tertentu, maka hukumnya adalah boleh. Hal

itu karena harga pertama diketahui dengan jelas dan keuntungan yang diambil

juga jelas. Contohnya, jika seseorang mengatakan “aku menjual barang ini

kepadamu dengan cara mura>bah}ah dengan harga berupa pakaian yang ada

23 M. Azwar Mahrami, “Bank Syariah Berjalan di luar Rel Syariah, dalam

http://iqrapedia.blog.com/perbankan-syariah/, diakses pada 19 April 2015.

(43)

35

ditangnmu ditambah sepuluh dirham”. Namun, apabila penyedia dana (s}a>h}ib

al-ma>l) menjadikan keuntungan sebagai bagian dari modal atau dengan kata lain

mengambil keuntungan sebesar seperspuluh dari modal pertama, maka

hukumnya tidak boleh. Hal itu karena ia menjadikan keuntungan sebagai bagian

dari barang dagangan, sementara bagian dari barang dangangan tidak selalu

sama dan hanya bisa diketahui dengan perhitungan. Sementara nilai dagangan

disini tidak diketahui karena nilai barang tersebut hanya diketahui dengan

taksiran atau dugaan.25

(44)

BAB III

PRAKTIK JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT

KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP

A. Gambaran Umum Tentang Daerah Penelitian

1. Keadaan Monografi Desa Lenteng Barat

Desa Lenteng Barat merupakan salah satu desa yang terletak di

Kecamatan Lenteng. Kecamatan Lenteng terbagi menjadi empat bagian,

yang diantaranya Lenteng Barat, Lenteng Timur, Ellak Daya, dan Ellak

Laok. Desa Lenteng Barat termasuk bagian dari wilayah barat Barat.

Desa Lenteng Barat dari aspek fisik yang luasnya sekitar 1.760,004 Ha

yang terbagi menjadi Perumahan dan Pekarangan 606,708 Ha, Sawah

860,189 Ha, Tegal 260,00 Ha dan lain-lain 10,075 Ha. Berdasarkan letak

wilayah, Desa Lenteng Barat adalah: Sebelah utara berbatasan dengan

wilayah Desa Ellak Laok, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah

Desa Lembung, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Keddu,

dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Lenteng Timur,

sedangkan Desa Ellak Daya masih terletak di sebelah utaranya Desa Ellak

Laok.

Struktur pemerintahan Desa Lenteng Barat sama halnya dengan desa

lainnya, yang terdiri dari Kepala Desa sebagai Kepala pemerintahan desa

(45)

37

wewenang dan tanggung jawabnya. Desa Lenteng Barat mempunyai

sepuluh Dusun yaitu, Dusun Trebung, Dusun Padanan, Dsusun Gunung

Malang I, Dusun Gunung Malang II, Dusun Jambu Monyet I, Dusun

Jambu Monyet II, Dusun Angsanah I, Dusun Angsanah II, Dusun

Bindung I, dan Dusun Bindung II. Setiap Dusun mempunya struktur

kepemerintahan di bawah kendali Kepala Dusun dan Kepala Dusun di

bawah kendali Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya.1

2. Keadaan Demografi Desa Lenteng Barat

Penduduk Desa Lenteng Barat di bulan Pebruari 2015 yang berjumlah

sebanyak 9.917 yang terdiri dari laki-laki 4.805 jiwa dan perempuan

5.112 jiwa.2 Secara geografis Desa Lenteng Barat yang wilayahnya

berupa dataran tanah, agraris tanah yang relatif luas sehingga cocok

dijadikan sawah dan lahan pertanian. Maka secara otomatis sebagian

penduduk Desa Lenteng Barat adalah mayoritas sebagai petani. Adapun

datanya berdasarkan Rekapitulasi data penduduk berdasarkan pekerjaan

bulan Pebruari 2015 adalah sebagai berikut:3

1 Suhairi, Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2015.

(46)

1. Pertanian/Peternakan/Perikanan 5.201 Jiwa

2. Perdagangan 258 Jiwa

3. Industri 2 jiwa

4. Jasa Kemasyarakatan 16 Jiwa

4. Konstruksi 10 Jiwa

5. Pemerintahan 43 Jiwa

6. Pelajar/Mahasiwa 1.044 Jiwa

7. Swasta 216 Jiwa

8. Wiraswasta 960 Jiwa

9. Pengangguran 1.846 Jiwa

10. Lainnya 321 Jiwa

Sumber Data: Data Penduduk Menurut Pekerjaan Bulan Februari 2015.4

Masyarakat Desa Lenteng Barat merupakan masyarakat yang

memegang teguh asas kekeluargaan yang suka tolong menolong,

bergotong royong, menjaga kultur dengan baik, bekerja sama dalam

menjalankan kehidupan pertanian ataupun hal lainnya, seperti halnya

terlihat saat masyarakat gotong royong dalam memperbaiki salah satu

(47)

39

rumah warga atau dalam membangun rumah warga beserta saat

membersihkan desa dan lembaga sosial lainnya. Keberadaan Desa

Lenteng Barat yang terletak di bagian barat Kecamatan Lenteng sehingga

terdapat dusun-dusun yang terletak di tengah-tengah pedesaan sehingga

memerlukan transportasi yang cukup untuk mengakses

keperluan-keperluan yang dibutuhkan di pusat kota, dan juga terdapat dusun yang

terletak di pinggir jalur akses Kecamatan Lenteng ke Kecamatan

Ganding beserta didukung jalur transportasi yang lancar. Sebagian

mobilitas warga Desa Lenteng Barat relatif minim yang akhirnya

berpengaruh terhadap kondisi ekonominya. Ketergantungan terhadap

pertanian membuat warga Desa Lenteng Barat paruh waktu bekerja di

sawah dan ladang. Hasil pertanian yang bagus berpengaruh terhadap

kondisi ekonomi warga Desa Lenteng Barat. Sehingga dapat disimpulkan

kondisi ekonomi masrakat Desa Lenteng Barat relatif minim yang masih

membutuhkan pembangunan ekonomi dan desa beserta jangkauan

pemerintah.

Masyarakat Desa Lenteng Barat semuanya beragama Islam.

Rutinitas-rutinitas mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang

(48)

40

yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lenteng Barat, seperti hadrah,

munaqib, yasinan, fatayat, dan tahlilan.5

B. Praktek transaksi jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep

1. Sejarah jual beli mindringan

Menurut Bapak Darorul A’la Masyhurat selaku Kepala Desa Lenteng

Barat yang menerangkan tentang jual beli mindringan, mengungkapkan

bahwa ketika berbicara tentang sejarah jual beli mindringan. Maka yang

harus dijelaskan adalah sejak kapan jual beli mindringan tersebut dipakai

oleh masyarakat Desa Lenteng Barat ? Namun, beliau tidak tahu jelasnya

kapan jual beli mindringan tersebut mulai dilakukan oleh masyarakat.

Kesimpulannya jual beli tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat

sejak dulu yang orientasinya terhadap tolong menolong antar sesama

warga dan masyarakat Desa Lenteng Barat dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.6

Ibu Suaidah juga berpendapat bawa jual beli mindringan terjadi sejak

lama yang tidak kita sadari kapan hal itu mulai terjadi dan menjadi

kebiasaan masyarakat Desa Lenteng Barat ketika membutuhkan barang

(49)

41

atau benda yang sifatnya mendesak. Sehingga, jalan satu-satunya yang

mereka lakukan adalah mendatangi seseorang yang kemudian melakukan

pembiayaan mindringan.7

Sama halnya dengan pendapat Ibu Suwarni yang mengatakan bahwa

jual beli mindringan terjadi sejak cukup lama dan tidak tahu jelasnya

kapan itu mulai dilakukan oleh masyarakat. Hanya saja jual beli

mindringan tersebut sudah dikenal sejak dulu oleh masyarakat. Apalagi

Ibu Suwarni yang menyediakan pembiayaan dalam jual beli mindringan

bertujuan membantu para tetangga atau masyarakat yang membutuhkan

bantuannya dalam membelikan suatu barang yang mereka perlukan secara

mendesak. Sehingga dia tidak mengingat kapan jual beli mindringan

mulai terjadi dan menjadi kebiasaan masyarakat.8

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi jual beli Mindringan

Bapak Darorul A’la Masyhurat menerangkan bahwa alasan warga

Desa yang cenderung melakukan pembiayaan dalam jual beli mindringan

daripada meminjam kepada bank ataupun koperasi lainnya, karena

melakukan pembiayaan kepada tetangga-tetangga ataupun warga yang

menyediakan pembiayaan jual beli mindringan itu lebih mudah

proseduralnya tanpa meninggalkan jaminan apapun, melainkan hanya

(50)

42

bermodalkan kepercayaan antar pihak. Berbeda dengan di lembaga

keuangan seperti bank ataupun koperasi yang proseduralnya sulit dan

meninggalkan jaminan yang menjadi beban bagi para nasabah. Penjual

dan pembeli dalam pembiayaan jual beli mindringan sama-sama warga

desa setempat, sehingga memudahkan dalam transaksi tersebut dalam

memenuhi hajatnya.9

Pembayaran dalam jual beli mindringan dengan sistem cicilan juga

menjadi bahan pertimbangan oleh warga sebagai pembeli yang rata-rata

dari kalangan para petani. Mereka bisa membayar kapanpun sesuai

kemampuan dan kondisi keuangan mereka. Berbeda dengan pembiayaan

di bank-bank ataupun koperasi yang cenderung memberatkan bagi

nasabah, yang akhirnya warga takut untuk melakukan transaksi-transaksi

di bank ataupun koperasi.10

Menurut ibu Wardiah, selaku pembeli dalam jual beli mindringan

menuturkan alasan melakukan jual beli mindringan, karena pada dasarnya

objek dalam jual beli mindringan adalah barang atau benda sehari-hari

yang dikalkulasikan dengan harga murah. Seperti di saat beliau

membutuhkan baju baru untuk anaknya, apalagi di saat menjelang lebaran

yang mengupayakan untuk membelikan baju, sarung, dan songkok.

Sedangkan pada saat itu masih belum panen dan tidak mempunyai cukup

(51)

43

uang untuk memenuhi hajatnya. Sehingga jalan satu-satunya adalah

mendatangi penyedia pembiayaan jual beli mindringan yang juga sebagai

tetangga desa untuk membelikan barang tersebut dan cara

pembayarannya juga mudah yakni dengan cicilan sesuai kondisi keuangan

beliau. Meskipun dalam pembayaran dengan cicilan itu terdapat nilai

lebih yang dijadikan tingkat keuntungan oleh penjual selaku penyedia

dana.11

Hal senada lainnya juga dikatakan oleh ibu Saniati selaku pembeli

dalam jual beli mindringan yang menjelaskan alasan beliau melakukan

pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun juga

terdapat jual beli mindringan yang menawarkan ke rumah-rumah warga,

namun ia memakai pembiayaan yang dilakukan salah satu warga yang

berkecukupan dan menerima layanan dalam pembiayaan jual beli

mindringan. Ia menuturkan kalau penjual yang menawarkan ke

rumah-rumah seringkali barangnya tidak ada yang cocok baginya. Ia mengatakan

kalau pembiayaan dalam jual beli mindringan lebih mudah dan sesuai

dengan yang ia butuhkan, meskipun pengembalian dalam jual beli

mindringan pembayarannya dengan cicilan serta terdapat tingkat

keuntungan yang bertambah-tambah ia menganggap tidak memberatkan

baginya, karena pembayarannya dilakukan sesuai kondisi keuangan para

(52)

44

pembeli. Ketika ditanya soal hukum dari jual beli mindringan, ia

menjawab kurang paham.12

Bapak Khaliq dan Ibu Suhartini menjelaskan alasan mereka

menggunakan pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah karena

pembiayaan dalam jual beli mindringan itu lebih mudah dan juga sangat

membantu di saat kita membutuhkan barang atau benda yang sifatnya

mendesak dan hanya bermodalkan kepercayaan. Dan ketika mereka

ditanya soal tingkat keuntungan dalam sistem pembayaran cicilan,

mereka menuturkan bahwa hal itu tetap meringankan bagi mereka karena

pembayarannya sesuai dengan kondisi keuangan mereka, meskipun

terdapat tingkat keuntungan yang lumanyan besar nilainya. Sedangkan

ketika mereka ditanya tentang hukum dari tingkat keuntungan yang

diambil oleh penjual, mereka menjawab bahwa mereka kurang

mengetahuinya.13

Berbicara bagaimana hukum transaksi tersebut dalam hukum Islam,

bapak Darorul A’la Masyhurat menuturkan bahwa hukum tersebut

sah-sah saja selagi tidak memberatkan bagi pihak pembeli, serta transaksi

tersebut sah karena sudah disepakati di awal baik resiko ataupun

keuntungannya. Bapak Darorul A’la Masyhurat menuturkan bahwa

keluarganya juga menjadi penyedia pembiayaan jual beli mindringan,

12 Saniati, Wawancara, Sumenep, 16 Mei 2015.

(53)

45

meskipun pernah terjadi saat pembeli tidak bisa membayar cicilan atau

melunasi cicilannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ia

memberikan konsekuensi moralitas seperti mengambil barangnya

kembali, dan hal tersebut sudah disepakati di awal perjanjian.14

Sedangkan Ibu Wardiah mengaku tidak mengetahui hukum dari jual beli

mindringan tersebut dan ia menjelaskan bahwa ia mengambil sisi baik

dari jual beli mindringan yakni membantu atau tolong menolong antar

sesama warga.15

Selain itu menurut Ibu Yuliatin selaku penyedia pembiayaan dalam

jual beli mindringan menuturkan bahwa alasan warga menggunakan

pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah karena prosesnya mudah

dan cepat. Dan ketika disinggung soal tingkat keuntungan yang diambil

ia menjawab hal itu sebagai hak seorang penjual dan tingkat keuntungan

tersebut disepakati serta para pembeli tidak merasa terbebani. Dengan

kata lain mereka saling rela melakukan transaksi tersebut. Ketika peniliti

menanyakan soal hukum dari keuntungan yang lumayan besar dan akan

bertambah besar ketika bertamnbah lama cicilannya, ia menjawab kurang

mengertahuinya dan ia menganggap sah-sah saja hukumnya.16

14 Darorul A’la Masyhurat (Kepala Desa), Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2015. 15 Wardiah, Wawancara, Sumenep, 15 Mei 2015.

(54)

46

Alasan yang dijelaskan oleh bapak Ra’e, bapak malik, dan ibu

Rukoyyah selaku para pembeli yang seringkali melakukan transaksi

pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah senada dengan yang

dijelaskan oleh lainnya, yakni mereka merasa transaksi tersebut lebih

mudah yang hanya bermodalkan kepercayaan, serta barang atau benda

yang mereka beli sesuai dengan yang mereka inginkan. Berbicara tentang

pembayaran dengan sistem cicilan mereka menuturkan pembayaran

dengan cicilan tersebut sangat membantu dan memahami kondisi

ekonomi para pembeli yang rata-rata adalah para petani.17

Mengenai tingkat keuntungan yang diambil oleh para penjual/

penyedia dana dan ketika ditanya hukum dari hal tersebut, mereka

menjawab kurang mengetahuinya, namun jika para penjual mengambil

keuntungan yang besar dan semakin besar mereka menganggap pula hal

tersebut kurang baik, karena lambat laun besarnya keuntungan akan di

rasa memberatkan bagi mereka.18

Pada dasarnya faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat

melakukan jual beli mindringan adalah karena adanya kebutuhan yang

sifatnya mendesak dan transaksi tersebut dianggap memudahkan bagi

para pembeli untuk memenuhi hajatnya. Di samping itu secara

proseduralnya berbeda dengan pembiayaan yang ada di lembaga

(55)

47

keuangan yang bersifat formal serta terdapat jaminan dalam setiap

transaksi pembiayaan ataupun utang piutang. Sedangkan dalam

pembiayaan jual beli mindringan hanya bermodalkan kepercayaan antar

pihak.19

Ketika berbicara tentang hukum jual beli mindringan menurut hukum

Islam, hanya sebagian besar masyarakat yang melakukan transaksi

tersebut memberikan alasan hukum dari jual beli mindringan tersebut,

yakni membenarkan ataupun memberatkan. Karena pembayaran dengan

cara cicilan dengan tingkat keuntungan tertentu yang disepakati kedua

belah pihak beserta keuntungan yang semakin membesar ketika tidak

sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.

Namun hal tersebut sudah menjadi kebiasaan para pihak-pihak yang

melakukan transaksi pembiayaan jual beli mindringan. Dengan alasan

mereka merasa tidak ada yang dirugikan ataupun diuntungkan dalam

transaksi tersebut. Meskipun tingkat keuntungan yang dianggap besar itu

mereka anggap hal itu sebagai wajar-wajar saja sebagai balas budi dari

para pembeli yang sudah dibantu oleh penyedia pemebiayaan jual beli

midnringan.

Gambar

Tabel 2.1 Demografi Desa

Referensi

Dokumen terkait

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Guru diharapkan semakin meningkatkan kreatifitasnya dalam menciptakan suatu situasi yang mampu

1) Stands behind its product and services , yaitu berkaitan dengan anggapan bahwa produk dan layanan yang dihasilkan sesuai dengan identitas perusahaan. 2) Develops

The proposed ESOS method is then used to solve complicated mathematical benchmark problems and one structural engineering design problem.. Brief Introduction to the SOS

Penerapan system biofilter akuaponik pada ikan lele dumbo ( Clarias gariepenus ) mampu memperbaiki nilai kesehatan ikan lele meliputi profil darah yaitu nilai pengukuran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pe- nalaran matematis siswa yang mengi- kuti pendekatan CTL tidak lebih tinggi daripada peningkatan kemam-

korban inisial AS seorang wanita yang memiliki keterbelakangan mental, RS dalam memberikan laporan kepihak kepolisian Resor Kota Pekanbaru pada tanggal 10 Oktober 2014

Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah hipotesis Ha, yaitu terdapat interaksi antara pemanfaatan CD komputer BSE (klasikal dan kelompok kecil) dengan motivasi

Keywords : Fly Slab, Comparative Study, Reduction of Concrete, Reduction of Reinforcement, Reaction of Vertical Structure. Fly slab merupakan salah satu pengembangan