ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI
MINDRINGAN
DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN
LENTENG KABUPATEN SUMENEP
SKRIPSI
Oleh :
F a i q u l A b r o r i NIM : C02211085
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA
LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah dan Hukum
Oleh Faiqul Abrori NIM. C02211085
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
Abstrak
Skripsi ini berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan Di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep”. Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dalam menjawab pertanyaan 1) Bagaimana praktik jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses pengamatan langsung ke lapangan (observasi), wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir induktif.
Jual beli mindringan merupakan transaksi jual beli dalam proses pengadaan barang yang diinginkan pembeli dan selanjutnya dijual kepada pembeli dengan sistem pembayaran cicilan berikut dengan harga pokok pembelian beserta tingkat keuntungan yang diambil oleh penjual yang disepakati oleh kedua belah pihak. Transaksi tersebut dilakukan berdasarkan asas kerelaan dan sesuai dengan ketentuan rukun dan syarat dalam jual beli mura>bah}ah. Dan ketika melebihi jangka waktu cicilan, maka tingkat keuntungan akan bertambah pula dengan kompensasi bertambahnya jangka waktu cicilan yang diberikan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jual beli mindringan merupakan transaksi yang boleh dilakukan, sedangkan berlipatnya tingkat keuntungan ketika tidak sesuai dengan kesepakatan tidak dibolehkan dalam Islam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
I. Sistematika Pembahasan ... 19
B. Landasan Hukum Mura>bah}ah ... 25
C. Rukun Mura>bah}ah ... 26
D. Syarat Mura>bah}ah ... 27
E. Modal dan Unsur Pendukung Mura>bah}ah ... 31
F. Mura>bah}ah Lil Ami>r Bish-shira>’ ... 32
G. Penetapan Margin Keuntungan dalam Mura>bah}ah ... 33
BAB III PRAKTIK JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP A. Gambaran Umum Tentang Daerah Penelitian 1. Keadaan Monografi Desa Lenteng Barat ... 36
2. Keadaan Demografi Desa Lenteng Barat ... 37
B. Praktek transaksi jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep 1. Sejarah Jual Beli Mindringan ... 40
2. Faktor-faktor yang Melatar belakangi Jual Beli Mindringan 41 3. Mekanisme Jual Beli Mindringan ... 48
4. Pelaksanaan Jual Beli Mindringan ... 51
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kec. Lenteng Kab. Sumenep ... 57
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kec. Lenteng Kab. Sumenep ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ekonomi Islam terdapat istilah jual beli. Jual beli sangat membantu
dalam kehidupan manusia secara umumnya, membantu dalam tukar menukar barang
atau membantu dalam memenuhi semua aspek kebutuhan manusia, baik menyangkut
kebutuhan yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder. Seperti halnya
pakaian, makanan, rumah, dan lain sebagainya.
Jual beli yang sudah membudidaya dalam kehidupan masyarakat merupakan
salah satu bentuk kerjasama yang orientasinya terhadap keuntungan yang diperoleh
dari sebuah pertukaran. Pertukaran yang dimaksud adalah tukar menukar antar
barang dengan barang atau yang kebanyakan dipraktikkan oleh masyarakat yaitu
tukar menukar antara uang dengan barang. Jual beli bermanfaat bagi masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya di saat seseorang membutuhkan sesuatu dengan
menukarkan yang ia punya dengan barang ataupun benda yang sepadan dan
bermanfaat dengan barang yang ia tukarkan.
Pada dasarnya jual beli disahkan dalam al-Qur’an, landasan hukum
dibolehkannya jual beli disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 yang
Dihalalkannya jual beli yang telah disebutkan oleh landasan hukum jual beli
dengan tidak mengesampingkan bahwa terdapat jual beli yang dilarang dalam Islam,
yakni ketika jual beli menyimpang atau tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum
jual beli, seperti aturan syarat dan rukun jual beli. Kebutuhan-kebutuhan manusia
yang diperoleh melalui jual beli, bisa berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang
tidak dapat dikesampingkannya selama masih hidup.
Perihal tentang jual beli yang mayoritas dilakukan oleh masyarakat adalah
jual beli yang sifatnya menguntungkan, dimana setiap jual beli yang dijadikan tolak
ukur adalah keuntungan bagi si penjual, sedangkan dalam shari‘ah disebut dengan
istilah jual beli mura>bah}ah, yang artinya adalah jual beli yang sifatnya
menguntungkan, dikatakan menguntungkan ketika terdapat harga pokok dengan
tambahan harga yang dijadikan keuntungan oleh si penjual.
Jual beli secara mura>bah}ah adalah pembiayaan yang saling menguntungkan
yang dilakukan oleh s}a>h}ib al-ma>l dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi
jual beli dengan penjelasan bahwa harga pembelian barang dan harga jual terdapat
nilai lebih yang merupakan laba bagi s}a>h}ib al-ma>l dan pembayarannya bisa
1 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per-kata dan Terjemah Per-Kata, (Bekasi: Cipta
3
dilakukan dengan tunai atau angsur.2 Esensi dari mura>bah}ah adalah terdapat dalam
nilai lebih atau keuntungan yang diperoleh oleh penjual. Nilai lebih yang merupakan
laba bagi penjual karena pada awalnya penjual yang merupakan penyedia dana atau
s}a>h}ib al-ma>l dalam menolong pembeli yang tidak mempunyai uang/dana dan
berkeinginan untuk membeli barang/benda, sehingga pembeli meminta bantuan
s}a>h}ib al-ma>l untuk mendapatkan barang tersebut.
Pembayaran yang disebutkan dengan cara cicilan dalam jual beli mura>bah}ah
yang sering dipakai oleh masyarakat saat ini, harga pokok dengan tambahan
keuntungan dalam jual beli ini tidak menjadi beban bagi masyarakat, sebab
pembayarannya bisa dilakukan dengan cara cicilan. Harga pokok dan tingkat
keuntungan dalam mura>bah}ah harus disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak
memberatkan salah satunya, setelah harga disepakati oleh kedua belah pihak, maka
sistem pembayaran dengan cara cicilan juga harus disepakati di awal. Keduanya
merupakan bagian dari syarat keabsahan jual beli mura>bah}ah dalam Islam.
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep adalah salah
satu desa dari empat desa yang ada di Kecamatan Lenteng. Mayoritas penduduknya
bergantung pada hasil pertanian. Ekonomi yang cukup minim membuat masyarakat
Desa Lenteng Barat terkadang kebingungan saat membutuhkan barang atau benda
yang mendesak. Oleh karena itu, tidak terlepas dari jual beli yang membantu mereka
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, serta banyak sekali kontrak sosial
4
yang muncul antar sesama masyarakat seperti jual beli mindringan, gadai, utang
piutang, dan lain sebagainya.
Jual beli mindringan adalah salah satu bentuk istilah dalam jual beli dengan
sistem pembiayaan dan cara pembayarannya dilakukan secara cicilan yang
digunakan oleh masyarakat Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep. Jual beli mindringan di sini biasanya dilakukan ketika salah satu warga
tidak mempunyai uang yang cukup dalam memenuhi keinginannya untuk membeli
barang, maka warga desa tersebut meminta bantuan warga lain atau seseorang yang
biasanya menyediakan jasa pembiayaan untuk membelikannya. Setelah dia membeli
barang yang diinginkan, dia langsung menjualnya dengan sistem pembayaran cicilan
dan tambahan keuntungan yang ditetapkan oleh penjual.3 Dengan demikian
seseorang yang menyediakan jasa pembelian barang yang diminta oleh pembeli di
kategorikan sebagai s}a>h}ib al-ma>l dalam jual beli mindringan yang ada di Desa
Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
Kebanyakan barang yang diminta oleh pembeli dalam jual beli mindringan
adalah berupa baju atau pakaian, karena baju merupakan kebutuhan primer dan
sejumlah warga Desa Lenteng Barat juga memiliki hasrat untuk mengikuti
perkembangan zaman. Sehingga, ketika terdapat baju yang sifatnya trendi dalam
kehidupan masyarakat saat itu, maka para petani yang tidak mempunyai cukup uang
untuk membelikan baju buat anaknya mereka langsung mendatangi peyedia dana
5
dalam jual beli mindringan untuk membeli baju yang diminta oleh anak dari seorang
petani tersebut yang menjadi pembeli.
Tidak terlepas dari kondisi ekonomi para petani yang menjadi pembeli di
Desa Lenteng Barat yang berpengaruh terhadap pembayaran dalam jual beli
mindringan, sehingga pembayaran dalam jual beli mindringan dilakukan dengan cara
cicilan yang biasanya waktu cicilan tersebut selama empat bulan atau tergantung
kesepakatan awal dalam membatasi waktu pembayaran yang dijadikan patokan oleh
penyedia dana dalam jual beli mindringan. Pada dasarnya jenjang waktu cicilan
dalam jual beli mindringan tidak menentu atau tidak bisa ditaksirkan, karena
kembali pada pendapatan atau kondisi keuangan para pembeli yang tidak jelas dan
bergantung pada hasil pertaniannya. Kondisi keuangan tersebut berpengaruh pada
sistem pembayarannya, yang akhirnya pembayaran dalam jual beli mindringan
biasanya dilakukan tiap minggu, seminggu dua kali, dan bisa dilakukan tiap bulan.
Pembiayaan yang ada dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat
secara proseduralnya hampir sama dengan jual beli mura>bah}ah dalam konsep hukum
Islam, serta dalam jual beli mindringan memang memakai akad jual beli mura>bah}ah,
dimana terdapat tiga pihak dalam transaksi jual beli mindringan dan sama-sama
mengambil tingkat keuntungan dari harga pokok yang dijualbelikan. Sistem
pembayaran dalam jual beli mindringan adalah dengan cara cicilan, yang mencatat
atau menulis cicilan adalah penyedia dana jual beli mindringan. Dengan sistem
6
mengambil tingkat keuntungan berdasarkan seberapa lama si pembeli menyicil
barang yang dibeli tersebut, tingkat keuntungan akan bertambah besar dan semakin
membesar ketika cicilan bertambah lama ataupun nunggak dalam pembayarannya.
Misalnya Ahmad Sakiri menginginkan sebuah baju, namun dia tidak mempunyai
uang karena belum musim panen, lalu dia mendatangi Sukron (Penyedia jual beli
mindringan) dan meminta atau dengan kata lain memesan sebuah baju yang dia
inginkan, Sukron membelikan baju tersebut seharga Rp. 100.000, kemudian
memberikan kesepakatan kepada Ahmad Sakiri waktu cicilannya selama 3 bulan
setelah itu menyepakati harganya yang menjadi Rp.140.000 beserta tingkat
keuntungan dari harga pokok yang Sukron ambil. Namun di saat Ahmad Sakiri tidak
bisa melunasi cicilannya dalam waktu 3 bulan dan molor menjadi 3 bulan setengah,
harga tersebut akan bertambah tingkat keuntungannya menjadi kisaran Rp.150.000.
Dari gambaran di atas, perlu kiranya untuk dikaji hukum dari jual beli
mindringan antar pihak yang satu dengan yang lainnya di Desa Lenteng Barat dalam
melakukan akad pembiayaan (mura>bah}ah). Sehingga penulis tertarik untuk
mengkaji, menganalisis, dan meneliti akad dari jual beli mindringan tersebut dalam
melakukan pembiayaan, serta penulis menyusunnya dalam skripsi yang berjudul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan Di Desa Lenteng Barat
7
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang, terdapat beberapa masalah
yang teridentifikasi, antara lain:
1. Mekanisme pembiayaan mindringan.
2. Ketidakjelasan sistem pembayaran dengan cara cicilan dalam jual beli
mindringan.
3. Jangka waktu pembayaran dalam jual beli mindringan.
4. Pencatatan dalam jual beli mindringan.
5. Aplikasi penetapan tingkat keuntungan dalam jual beli mindringan.
6. Analisis hukum Islam terhadap penetapan keuntungan dalam jual beli
mindringan disaat pembayarannya bertambah lama.
Agar pembahasan tidak melebar, diperlukan batasan masalah dalam
penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Aplikasi pembiayaan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
2. Analisis hukum Islam terhadap jual beli mindringan dalam mengambil tingkat
keuntungan melalui pembayaran yang dilakukan dengan cara cicilan ketika
8
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang sudah diidentifikasi dan dibatasi
permasalahan yang akan diteliti, maka penulis dapat merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keabsahan jual beli mindringan di
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang topik penelitian yang diangkat oleh penulis dengan penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya sehingga tidak ada pengulangan dan tidak ada kesamaan
dengan penelitian sebelumnya.
Pembahasan tentang pembiayaan dikenal dengan istilah mura>bah}ah dalam
Islam, mura>bah}ah dan mindringan sama-sama tentang pembiayaan dalam jual beli.
Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, yang di antaranya adalah
sebagai berikut:
Pertama, skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hutang
Uang Dengan Sistem Jual Beli Barang (Mura>bah}ah) Dari Piutang Di Desa Sawo
9
penelitian tersebut disimpulkan bahwa praktek uang dengan sistem jual beli
(mura>bah}ah) dari piutang di Desa Sawo Babat Lamongan dilakukan oleh warga
yang berhutang dan berpiutang sekaligus sebagai penjual dan pembeli. Hutang
piutang dengan disertai barang oleh yang berhutang kepada yang berpiutang dan
kemudian diakad-kan dengan jual beli barang tersebut.4
Kedua, skripsi dengan judul “Peran Baitul Mal Wat tamlil Dalam Mengatasi
Dampak Negatif Praktek Rentenir (Studi Pada BMT Al Fath IKMI Ciputat)” oleh
Jajang Nurjaman pada tahun 2010. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
mengenai perannya BMT dalam mengatasi riba dari pinjaman yang diberikan
rentenir, serta telah menyinggung tentang kreditan barang yang disebut dengan
mindring. Tata cara peminjaman kreditan barang mindring hampir sama dengan
bank harian, dimana pemberi pinjaman berkeliling sekaligus menagih hutang
kepada para peminjam sebelumnya.5
Ketiga, skripsi dengan judul “Relevansi Jual Beli Kredit Dan Sistem Sewa
Beli menurut Hukum Islam” oleh Anis Mustofa pada tahun 2005. Dalam penelitian
ini disimpulkan bahwa relevansi jual beli kredit dan sewa beli terdapat pada
dibolehkannya dalam syariat Islam, karena kedua akad tersebut tidak termasuk jual
4 Nurrul Nisfu Suci Rofikhoh, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hutang Uang Dengan Sistem Jual
Beli Barang (Murabahah) Dari Piutang Di Desa Sawo Babat Lamongan”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2008), 63.
5Jajang Nurjaman, “Peran Baitul Mal Wat tamlil Dalam Mengatasi Dampak Negatif Praktek Rentenir
10
beli atau sewa menyewa yang tidak dilarang atau tidak termasuk dalam jual beli
gharar.6
Dari pemaparan ketiga penelitian di atas tentang jual beli mura>bah}ah dan jual
beli kredit, belum ada yang membahas secara khusus mengenai tambahan
keuntungan dalam tunggakan pembiayaan jual beli mindringan yang
pembayarannya dengan sistem cicilan, sehingga berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh penulis dan membuktikan bahwa penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis belum pernah diteliti sebelumnya secara khusus. Oleh
karena itu, penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis
Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep”.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang praktik jual beli mindringan di
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
2. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai hukum dari jual beli mindringan di
Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
6Anis Mustofa, “Relevansi Jual Beli Kredit dan Sistem Sewa Beli Menurut Hukum Islam”, (Skripsi
11
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam permalasalahan pembiayaan jual beli dalam Islam.
b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan dan menambah
khazanah keilmuan hukum Islam mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum
pada umumnya dan mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah
(Muamalah) pada khususnya.
2. Secara Praktis
a. Dapat dijadikan tambahan ataupun perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
b. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil tingkat keuntungan
dari jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng
Kabupaten Sumenep.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan arah dari judul
penelitian ini serta untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami
terhadap istilah yang dimaksud dalam judul Analisis Hukum Islam Terhadap Jual
12
Sumenep, maka perlu kiranya penulis menjelaskan beberapa unsur istilah yang
terdapat dalam judul penelitian ini, sebagai berikut:
Hukum Islam : Peraturan perundang-perundangan Islam yang
mencakup hukum syari’ah dan hukum fikih.7 Dalam
penelitian ini, hukum Islam yang dimaksud adalah
seperangkat peraturan yang berlandaskan shara’ yang
digunakan sebagai acuan hukum kebolehan dalam jual
beli pembiayaan (mura>bah}ah) yang dijadikan patokan
hukum jual beli mindringan.
Jual beli mindringan : Salah satu istilah dalam jual beli yang dipakai oleh
masyarakat Desa Lenteng Barat, yakni jual beli
dengan adanya pihak kedua sebagai penyedia dana
sekaligus menjadi penjual yang melakukan
pembiayaan dalam pengadaan barang yang
diinginkan oleh pembeli dan kemudian sistem
pembayarannya dilakukan dengan cara cicilan.
Desa Lenteng Barat : salah satu dari empat desa yang terletak di
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Madura.
Penelitian ini dibatasi pada penelitian yang dilakukan
13
di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng
Kabupaten Sumenep.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni penelitian
yang dilakukan dalam kehidupan sebenarnya yang ada di masyarakat.8 Jenis
penelitian ini merupakan suatu jenis penelitian yang meneliti obyek di lapangan
yakni di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep untuk
mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang jual beli mindringan.
Untuk memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan serangkaian
langkah-langkah yang sistematis, langkah-langkah-langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan dihimpun dalam memberikan penjelasan tentang
sebuah penelitian. Data yang dikumpulkan tersebut bertujuan untuk menjawab
berbagai macam pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah di atas yakni
data-data tentang jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep.
2. Sumber Data
14
Ada dua sumber data yang peneliti jadikan pegangan agar dapat memperoleh
data yang konkrit dan berkaitan dengan masalah penelitian di atas, yaitu:
a. Sumber Primer
Adapun yang dimaksud dengan sumber primer adalah sumber data
asli yang diterima langsung dari objek yang akan diteliti (responden)
dengan tujuan untuk mendapatkan data yang kongkrit.9
Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data langsung dari
masyarakat melalui wawancara dengan warga Desa Lenteng Barat, baik
itu para petani atau pedagang, dan semua pihak yang berkaitan langsung
dengan jual beli mindringan yang terjadi Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh langsung
oleh peneliti sendiri. Data sekunder biasanya berwujud dokumentasi atau
data laporan yang tersedia.10 Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari atau berasal dari bahan kepustakaan.11 Data sekunder sifatnya
membantu untuk melengkapi serta menambahkan penjelasan mengenai
sumber-sumber data yang berkaitan dengan penelitian ini.
9 Bagong Suryanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), 55. 10 Azwar Saifudin, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 91.
15
Adapun sumber data skunder dalam penelitian ini adalalah sebagai
berikut:
1) Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah.
2) Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah.
3) Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah.
4) Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.12 Pengumpulan data
dilakukan secara langsung di lapangan yang berkaitan dengan masalah
penelitian di atas, dalam pengumpulan data tersebut penulis menggunakan
beberapa metode sebagai berikut:
a. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data esensial dalam
penelitan terlebih dalam penelitian kualitatif. istilah observasi sendiri
diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena
yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam
16
fenomena tersebut.13 Teknik pengumpulan data ini yaitu dengan cara
mengamati dan mencatat fenomena yang terjadi tentang praktik jual beli
mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
b. Teknik Wawancara (interview)
Teknik wawancara dalam pengumpulan data ialah suatu kegiatan
tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara
(interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang
diteliti, dimana pewawancara bermaksud meperoleh persepsi, sikap dan pola
pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.14
Teknik ini dilakukan dengan sebagian warga dan pedagang yang menjadi
penyedia jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng
Kabupaten Sumenep untuk menggali data dan informasi tentang mekanisme
jual beli mindringan serta alasan mereka melakukannya.
c. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.15 Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi
dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
13 Masruhan, Metologi Penelitian Hukum..., 212. 14 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum…., 237.
17
wawancara dalam penelitian kualitatif.16Dokumen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah buku-buku yang dianggap relevan dengan permasalahan
terhadap sistem pembiayaan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng
Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
4. Teknik Pengolahan Data
Selanjutnya, setelah data dikumpulkan akan diperlukan adanya pengolahan
data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
rumusan masalah, serta mengelompokan data yang diperoleh.17 Dengan
teknik ini penulis akan lebih mudah mencari data yang sudah
dikelompokkan dan diharapkan memperoleh gambaran tentang jual beli
mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep.
b. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi
kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan
serta relevansinya dengan permasalahan.18 Penulis menggunakan teknik ini
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…., 2011, 240. 17 Ibid., 154.
18
untuk memeriksa kembali data-data yang sudah terkumpul dan akan
digunakan sebagai sumber studi dokumentasi,
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga
diperoleh kesimpulan.19 Penulis mengambil kesimpulan tentang jual beli
mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep dari sumber-sumber data yang dikumpulkan melalui
tahapan-tahapan diatas.
5. Teknik Analisis Data
Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan
analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati dengan metode yang telah ditentukan.20
a. Analisis Deskriptif
Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau
gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki.21 Penulis menggunakan metode ini untuk mengetahui gambaran
19 Ibid., 195.
20 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
19
tentang pembiayaan jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep.
b. Pola Pikir Deduktif
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola pikir deduktif yang
berarti menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan
fakta-fakta yang bersifat khusus.22 Pola pikir yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah berpijak pada teori-teori tentang mura>bah}ah dalam Islam, kemudian
dikaitkan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan tentang mekanisme
jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kcamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dibutuhkan agar penulisan dalam penelitian ini
lebih mudah dipahami dan lebih sistematis dalam penyusunannya, serta tidak keluar
dari jalur yang sudah ditentukan oleh penulis, maka penulis membagi lima bab dalam
penulisan pada penelitian ini yang sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
20
penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua memaparkan grand theory dalam penelitian ini yang berisi konsep
mura>bah}ah yang di antaranya adalah pengertian mura>bah}ah, landasan hukum
mura>bah}ah, syarat dan rukun mura>bah}ah, dan penetapan keuntungan dalam
mura>bah}ah.
Bab ketiga merupakan hasil penelitian lapangan tentang jual beli mindringan
di Desa Lenteng Barat Kecamatang Lenteng Kabupaten Sumenep. Yakni
menguraikan tentang keadaan monografi dan demografi desa, dan pelaksanaan
sistem jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten
Sumenep.
Bab keempat merupakan analisis hukum Islam terhadap praktik pembiayaan
dengan sistem pembayaran cicilan dalam jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI MURA>BAH}AH
DALAM HUKUM ISLAM
Mura>bah}ah merupakan akad yang dipakai dalam jual beli mindringan,
sehingga penulis akan membahas tentang teori mura>bah}ah dalam bab ini.
Berikut ini pembahasan tentang mura>bah}ah:
A. Definisi Mura>bah}ah
Kata mura>bah}ah secara etimologis berasal dari kata ribh} (keuntungan).
Sehingga mura>bah}ah berarti menguntungkan atau saling menguntungkan, dan
sederhananya mura>bah}ah berarti jual beli barang yang ditambah keuntungan
yang telah disepakati. Sedangkan sacara terminologis, mura>bah}ah adalah
pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh s}a>h}ib al-ma>l dengan
pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa
harga pembelian barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi s}a>h}ib al-ma>l dan pengembaliannya dilakukan secara
tunai atau angsur.1
22
Al-Kasani berpendapat sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi bahwa
mura>bah}ah mencerminkan transaksi jual beli dengan harga jual yang merupakan
akumulasi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan barang
dan harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang di
inginkan penjual dan semua harga tersebut diketahui dan disepakati oleh
pembeli.2
Mura>bah}ah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainly contacts, karena dalam
mura>bah}ah ditentukan beberapa required of profit (keuntungan yang ingin
diperoleh). Karena dalam defiinisinya disebut adanya “keuntungan yang
disepakati”, krakteristik mura>bah}ah adalah si penjual harus memberi tahu
pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan
yang ditambahkan pada biaya tersebut.3
Argumentasi lainnya juga mengatakan bahwa jual beli mura>bah}ah
merupakan prinsip dalam jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok
barang di tambah nilai keuntungan (ribh}}) yang disepakati. Pada akad
mura>bah}ah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara
pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh, ataupun dicicil.4 Jual beli
2 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 91. 3 Adiwarman Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 113.
23
secara mura>bah}ah adalah jual beli yang mengedepankan amanah (kepercayaan)
karena pembeli mempercayai perkataan penjual tentang harga pertama tanpa
ada bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan prasangka
buruk.5
Pada prinsipnya, dalam jual beli mura>bah}ah komponen antara penjual
dan pembeli atau antara penyedia dana dan pembeli melakukan perikatan dalam
jual beli dengan adanya tambahan dari harga asal atau yang disebut dengn harga
pembelian. Pembeli yang mengajukan permohonan kepada penyedia dana dalam
pembelian barang atas kebutuhannya. Barang atau benda tersebut akan dijual
oleh penyedia dana dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal dan tentunya
kelebihan tersebut didasarkan pada kesepakatan diantara kedua belah pihak.
Sedangkan pembayarannya dilakukan dalam bentuk angsuran, meskipun tidak
dilarang untuk membayar secara tunai.6
Biaya perolehan barang bisa meliputi harga barang dan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan
bisa berbentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan.
Pembayaran oleh pembeli bisa dilakukan secara tunai (naqdan) atau bisa
dilakukan kemudian hari dalam bentuk angsuran (taqsit}) atau dalam bentuk
5 Wiroso, Jual beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), 18.
24
sekaligus (lumpsum/mu’ajjal) sesuai kesepakatan para pihak yang melakukan
akad (al-‘a>qidayn).7
Jual beli mura>bah}ah termasuk dalam kategori atau macam jual beli yang
menguntungkan, menguntungkan dalam artian terdapat perbedaan antara harga
pokok pembelian dengan harga penjualan karena ditambah dengan tingkat
keuntungan tertentu yang dijadikan tolak ukur bagi penjual dalam jual beli
mura>bah}ah.
Pembayaran yang disebutkan dengan cara cicilan dalam jual beli
mura>bah}ah yang sering dipakai oleh masyarakat saat ini. Harga pokok dengan
tambahan keuntungan dalam jual beli ini tidak menjadi beban bagi masyarakat,
sebab pembayarannya bisa dilakukan dengan cara cicilan. Harga pokok dan
tingkat keuntungan dalam mura>bah}ah harus disepakati oleh kedua belah pihak
dan tidak memberatkan salah satunya, setelah harga disepakati oleh kedua belah
pihak, maka sistem pembayaran dengan cara cicilan juga harus disepakati
diawal. Keduanya merupakan bagian dari syarat keabsahan jual beli mura>bah}ah
dalam Islam.
7 Azharuddin Latif. Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia.
25
B. Landasan hukum Mura>bah}ah
Jual beli mura>bah}ah merupakan jual beli yang diperbolehkan dalam
Islam, hal ini berlandaskan pada landasan hukum yang membolehkannya, yakni
terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadith yang di antaranya adalah sebagai dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S. an-Nisa’:29).9 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
8 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per-kata dan Terjemah Per-Kata, (Bekasi: Cipta
Bagus Sejatera, 2011), 47.
26
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. (Q.S. al-Baqarah: 282).10
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S. al-Baqarah:280).11
2. Al-Hadith
ِ ِبَلا َنَأ
لٍََأ َ َِ ُع يَ ب لا َ ُ:ََُرَ ب لا َ ِّ يِْ ِف َثََ َ َ: َل َقَ ََّو ِِلا َو ِ يَ ََ ُع لَ َّ
)بيّّ َ ٍ م با اور( ِع يَ ب ِل ََ ِت يَ ب ِل ِ ِْعَشل ِب َرُ ب لا ُط َخَو ُ:َضَر َقُم لاَو
Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh atau tidak secara tunai, muqa>radlah (mud}arabah) dan mencampur gandum dengan gandum untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual.”(HR. Ibnu Majah).12
C. Rukun Mura>bah}ah
Dalam menetapkan rukun jual beli mura>bah}ah, terdapat perbedaan
pendapat di antara para ulama. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya
satu, yaitu i>ja>b dan qabu>l yang menunjukkan pertukaran barang secara rela, baik
10 Ibid, 48.
11 Ibid, 47.
27
dengan ucapan maupun perbuatan.13 Kerelaan kedua belah pihak yang menjadi
tolak ukur dalam rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah. Namun, unsur
kerelaan merupakan unsur hati yang sulit untuk diketahui oleh indera sehingga
tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari
kedua belah pihak . Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan transaksi jual beli, menurut mereka, kerelaan tersebut tergambar
dalam i>ja>b dan qabu>l, atau melalui saling memberikan barang dan harga barang.
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli mura>bah}ah itu ada
empat14, yaitu:
1. Ada orang yang berakad atau al-muta’a>qid}ain (penjual dan pembeli), dan
penjual komoditas (supplier)
2. Ada si>ghat (lafal i>ja>b dan qabu>l)
3. Ada barang yang dibeli
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Rukun jual beli di atas yang harus dipenuhi dalam setiap perbuatan
hukum termasuk dalam jual beli mura>bah}ah.
D. Syarat Mura>bah}ah
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli mura>bah}ah adalah
sebagai berikut:
28
1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3. Kontrak harus bebas dari riba
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.15
6. Harus terdapat persetujuan antar pihak terkait kadar keuntungan yang
ditetapkan sebagai kelebihan dari harga modal.
7. Jika kadar harga modal barang yang disampaikan tidak sesuai dengan harga
sebenarnya, maka pembeli boleh membatalkan transaksi jual beli tersebut.16
Jual beli secara mura>bah}ah di atas hanya untuk barang atau produk yang
dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.
Apabila produk tersebut dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah
mura>bah}ah kepada pemedan pembelian (mura>bah}ah KPP). Hal ini dinamakan
karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan
si pembeli yang memesannya.17
15 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
102.
16 Syukri Iska, Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia Dalam Perspektif Fikih Ekonomi,
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), 203-204.
29
Sedangkan pendapat lainnya menyebutkan tentang syarat dalam jual beli
mura>bah}ah, antara lain:18
1. Mengetahui harga pertama (Harga Pembelian)
Mengetahui harga pembelian adalah syarat sahnya transaksi jual beli.
Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan mura>bah}ah, seperti
pelimpahan wewenang (tauliyah), kerjasama (ishra>k) dan kerugian
(wadi>’ah), karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang
merupakan modal. Jika tidak mengetahuinya, maka jual beli tersebut tidak
sah hingga ditempat transaksi. Jika tidak diketahui hingga keduanya
meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transksi jual beli tersebut.
2. Mengetahui jumlah keuntungan
Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan
bagian dari harga (thaman) dalam jual beli mura>bah}ah sedangkan
mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.
3. Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis,
seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.
Syarat ini diperlukan dalam mura>bah}ah, baik ketika jual beli dilakukan
dengan penjual pertama atau orang lain. serta baik keuntungan dari jenis
harga pertama atau bukan, setelah jenis keuntungan disepakati berupa
sesuatu yang diketahui ketentuannya. Jika modal dan benda-benda yang
30
tidak memiliki kesamaan, seperti barang dagangan, selain dirham dan dinar,
tidak boleh diperjualbelikan dengan cara mura>bah}ah oleh pihak yang tidak
memiliki barang dagangan.
4. Sistem mura>bah}ah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba
tersebut terhadap harga pertama.
Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang dengan barang
sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan
sistem mura>bah}ah. Hal semacam ini tidak diperbolehkan karena mura>bah}ah
adalah jual beli dengan harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan
tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah riba dan bukan keuntungan.
5. Transaksi pertama harus sah
Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli
mura>bahah, karena mura>bah}ah adalah jual beli dengan harga pertama
disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah
ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan
dengan harga, karena tidak benarnya penanamaan.
6. Saling rela antara kedua belah pihak.
Mardani mengatakan bahwa konsep kerelaan dalam sebuah transaksi
31
pihak tidak rela atau merasa diberatkan, dan dirugikan. Maka jual beli
tersebut tidak sah hukumnya.19
E. Modal dan Unsur Pendukung Mura>bah}ah
Zuhaily berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Islam Wa
Adillatuhu” bahwa modal berarti jumlah harga yang harus dikeluarkan oleh
pembeli pertama yang dalam jual beli mura>bah}ah sebagai penyedia dana sesuai
kesepakatan dan kemudian biaya yang dikeluarkan penjual untuk mendapatkan
komoditas yang dijadikan sebagai objek akad jual beli mura>bah}ah, biaya yang
digunakan untuk membeli komoditas. Modal dalam jual beli ini tidak hanya
terdiri atas harga pokok pembelian, tapi terdapat unsur pendukung lainnya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas tersebut, mulai dari biaya
transportasi, administrasi, biaya pemeliharaan, biaya distribusi dan biaya
lainnya yang terkait dan melekat dengan komoditas.20
Biaya yang dikeluarkan terkait dengan kepentingan pribadi penjual,
tidak bisa dimasukkan dalam modal, seperti makan, minum, biaya dokter, dan
lainnya. total dari harga pokok pembelian dan biaya-biaya pendukung ditambah
dengan margin merupakan harga jual mura>bah}ah yang ditawaarkan pada
pembeli.21
19 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ..., 104.
32
Modal yang tidak hanya terdiri dari harga pokok pembelian, melainkan
juga terdiri dari unsur pendukung dalam mendapatkan komoditas atau barang
yang diinginkan pembeli. Unsur pendukung tersebut yang berupa biaya
transportasi, administrasi, pemeliharaan, dan biaya lainnya yang berhubungan
dengan proses pembelian barang. Unsur pendukung tersebut bisa dijadikan tolak
ukur dalam mengambil tingkat keuntungan jual beli mura>bah}ah, kecuali
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi penjual.
F. Mura>bah}ah Lil Ami>r Bish-shira>’
Jual beli mura>bah}ah lil ami>r bish-shira>’ merupakan istilah baru yang
diperkenalkan pertama kali oleh Sami Hamound dalam disertasinya berjudul
Tat}wi>r al-A‘ma>l al-Masrafiyah Bima>Yattafiq as-Shari‘ah al-Islamiyah. Menurut
Sami Hamound sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi, bahwa mura>bah}ah lil
ami>r bish-shira>’ adalah jual beli seseorang yang datang kepada pihak lain
sebagai penyedia dana untuk membelikan komoditas dengan kriteria tertentu,
dan penyedia dana tersebut berjanji untuk membelikan komoditas tersebut
secara mura>bah}ah, yakni sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah
dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua belah pihak, dan seseorang
yang menjadi pembeli tersebut akan melakukan pembayaran secara installment
(cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.22
33
Dengan demikian, dapat dipahami dalam jual beli mura>bah}ah lil ami>r
bish-shira>’ terdapat tiga pihak yang bertransaksi, yakni; pembeli, penyedia
dana, dan penjual komoditas sebagai supplier. Tidak jauh berbeda dengan jual
beli mura>bah}ah pada umumnya, hanya saja dalam jual beli mura>bah}ah lil ami>r
bish-shira>’ pembayarannya dilakukan dengan cara cicilan berkala (installment)
sesuai kemampuan finansial yang dimiliki pembeli sebagaimana yang dikatakan
Sami Hamound di atas.
G. Penetapan Margin Keuntungan dalam Mura>bah}ah
Ibnu Taymiyah yang dikutip oleh M. Azwar Mahrami dalam membahas
persoalan yang berkaitan dengan harga, beliau (Ibnu Taymiyah) sering
menggunakan istilah kompensasi yang setara (iwad al-mithl) dan harga yang
setara (thaman al-mithl). Beliau mengatakan dalam majmu‘ fata>wa> bahwa
“kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan
inilah esensi keadilan (nafs al-‘adl)”. Bagian penting dari penentuan harga yang
adil adalah laba adil. Karena biasanya dalam praktek bisnis, biaya (cost) yang
dibebankan atas harga produk relatif bisa dikalkulasi secara lebih pasti.
Sedangkan porsi keuntungan (profit) dasar penentuannya tidak terstandarisasi.
Sedangkan dalam teori profit Ibnu Al-Arabi bahwa laba atau tingkat
keuntungan yang adil dapat dijelaskan sebagai “kelebihan yang dapat
34
tersebut melebihi iwad (equivalent counter value) maka masuk kategori riba
al-fad}l karena mengandung eksploitasi kepada pembeli. Lebih lanjut dapat
dijelaskan bahwa iwad adalah padanan nilai yang dibenarkan shari’at atas
penambahan (keuntungan) dalam sebuah transaksi. Dengan demikian seseorang
boleh mengambil keuntungan dalam transaksi bisnis setara dengan nilai yang
dikeluarkannya.23
Selanjutnya, Ibnu Taymiyah menjelaskan bahwa para pedagang berhak
memperoleh keuntungan melalui cara yang dapat diterima secara umum (al-ribh}
al-ma’a>rif) tanpa merusak kepentingan dirinya dan kepentingan para
pelanggannya. Beliau mendefinisikan laba pedagang tertentu tanpa merugikan
orang lain. beliau menentang tingkat keuntungan yang tak lazim, bersifat
eksploitatif dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap kondisi
pasar.24
Dalam jual beli mura>bah}ah ketika penyedia dana (s}a>h}ib al-ma>l)
menjadikan keuntungan sesuatu yang berbeda dengan harga awal dan bersifat
jelas, seperti dirham atau pakaian tertentu, maka hukumnya adalah boleh. Hal
itu karena harga pertama diketahui dengan jelas dan keuntungan yang diambil
juga jelas. Contohnya, jika seseorang mengatakan “aku menjual barang ini
kepadamu dengan cara mura>bah}ah dengan harga berupa pakaian yang ada
23 M. Azwar Mahrami, “Bank Syariah Berjalan di luar Rel Syariah”, dalam
http://iqrapedia.blog.com/perbankan-syariah/, diakses pada 19 April 2015.
35
ditangnmu ditambah sepuluh dirham”. Namun, apabila penyedia dana (s}a>h}ib
al-ma>l) menjadikan keuntungan sebagai bagian dari modal atau dengan kata lain
mengambil keuntungan sebesar seperspuluh dari modal pertama, maka
hukumnya tidak boleh. Hal itu karena ia menjadikan keuntungan sebagai bagian
dari barang dagangan, sementara bagian dari barang dangangan tidak selalu
sama dan hanya bisa diketahui dengan perhitungan. Sementara nilai dagangan
disini tidak diketahui karena nilai barang tersebut hanya diketahui dengan
taksiran atau dugaan.25
BAB III
PRAKTIK JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA LENTENG BARAT
KECAMATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP
A. Gambaran Umum Tentang Daerah Penelitian
1. Keadaan Monografi Desa Lenteng Barat
Desa Lenteng Barat merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Lenteng. Kecamatan Lenteng terbagi menjadi empat bagian,
yang diantaranya Lenteng Barat, Lenteng Timur, Ellak Daya, dan Ellak
Laok. Desa Lenteng Barat termasuk bagian dari wilayah barat Barat.
Desa Lenteng Barat dari aspek fisik yang luasnya sekitar 1.760,004 Ha
yang terbagi menjadi Perumahan dan Pekarangan 606,708 Ha, Sawah
860,189 Ha, Tegal 260,00 Ha dan lain-lain 10,075 Ha. Berdasarkan letak
wilayah, Desa Lenteng Barat adalah: Sebelah utara berbatasan dengan
wilayah Desa Ellak Laok, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah
Desa Lembung, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Keddu,
dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Lenteng Timur,
sedangkan Desa Ellak Daya masih terletak di sebelah utaranya Desa Ellak
Laok.
Struktur pemerintahan Desa Lenteng Barat sama halnya dengan desa
lainnya, yang terdiri dari Kepala Desa sebagai Kepala pemerintahan desa
37
wewenang dan tanggung jawabnya. Desa Lenteng Barat mempunyai
sepuluh Dusun yaitu, Dusun Trebung, Dusun Padanan, Dsusun Gunung
Malang I, Dusun Gunung Malang II, Dusun Jambu Monyet I, Dusun
Jambu Monyet II, Dusun Angsanah I, Dusun Angsanah II, Dusun
Bindung I, dan Dusun Bindung II. Setiap Dusun mempunya struktur
kepemerintahan di bawah kendali Kepala Dusun dan Kepala Dusun di
bawah kendali Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.1
2. Keadaan Demografi Desa Lenteng Barat
Penduduk Desa Lenteng Barat di bulan Pebruari 2015 yang berjumlah
sebanyak 9.917 yang terdiri dari laki-laki 4.805 jiwa dan perempuan
5.112 jiwa.2 Secara geografis Desa Lenteng Barat yang wilayahnya
berupa dataran tanah, agraris tanah yang relatif luas sehingga cocok
dijadikan sawah dan lahan pertanian. Maka secara otomatis sebagian
penduduk Desa Lenteng Barat adalah mayoritas sebagai petani. Adapun
datanya berdasarkan Rekapitulasi data penduduk berdasarkan pekerjaan
bulan Pebruari 2015 adalah sebagai berikut:3
1 Suhairi, Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2015.
1. Pertanian/Peternakan/Perikanan 5.201 Jiwa
2. Perdagangan 258 Jiwa
3. Industri 2 jiwa
4. Jasa Kemasyarakatan 16 Jiwa
4. Konstruksi 10 Jiwa
5. Pemerintahan 43 Jiwa
6. Pelajar/Mahasiwa 1.044 Jiwa
7. Swasta 216 Jiwa
8. Wiraswasta 960 Jiwa
9. Pengangguran 1.846 Jiwa
10. Lainnya 321 Jiwa
Sumber Data: Data Penduduk Menurut Pekerjaan Bulan Februari 2015.4
Masyarakat Desa Lenteng Barat merupakan masyarakat yang
memegang teguh asas kekeluargaan yang suka tolong menolong,
bergotong royong, menjaga kultur dengan baik, bekerja sama dalam
menjalankan kehidupan pertanian ataupun hal lainnya, seperti halnya
terlihat saat masyarakat gotong royong dalam memperbaiki salah satu
39
rumah warga atau dalam membangun rumah warga beserta saat
membersihkan desa dan lembaga sosial lainnya. Keberadaan Desa
Lenteng Barat yang terletak di bagian barat Kecamatan Lenteng sehingga
terdapat dusun-dusun yang terletak di tengah-tengah pedesaan sehingga
memerlukan transportasi yang cukup untuk mengakses
keperluan-keperluan yang dibutuhkan di pusat kota, dan juga terdapat dusun yang
terletak di pinggir jalur akses Kecamatan Lenteng ke Kecamatan
Ganding beserta didukung jalur transportasi yang lancar. Sebagian
mobilitas warga Desa Lenteng Barat relatif minim yang akhirnya
berpengaruh terhadap kondisi ekonominya. Ketergantungan terhadap
pertanian membuat warga Desa Lenteng Barat paruh waktu bekerja di
sawah dan ladang. Hasil pertanian yang bagus berpengaruh terhadap
kondisi ekonomi warga Desa Lenteng Barat. Sehingga dapat disimpulkan
kondisi ekonomi masrakat Desa Lenteng Barat relatif minim yang masih
membutuhkan pembangunan ekonomi dan desa beserta jangkauan
pemerintah.
Masyarakat Desa Lenteng Barat semuanya beragama Islam.
Rutinitas-rutinitas mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang
40
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lenteng Barat, seperti hadrah,
munaqib, yasinan, fatayat, dan tahlilan.5
B. Praktek transaksi jual beli mindringan di Desa Lenteng Barat Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep
1. Sejarah jual beli mindringan
Menurut Bapak Darorul A’la Masyhurat selaku Kepala Desa Lenteng
Barat yang menerangkan tentang jual beli mindringan, mengungkapkan
bahwa ketika berbicara tentang sejarah jual beli mindringan. Maka yang
harus dijelaskan adalah sejak kapan jual beli mindringan tersebut dipakai
oleh masyarakat Desa Lenteng Barat ? Namun, beliau tidak tahu jelasnya
kapan jual beli mindringan tersebut mulai dilakukan oleh masyarakat.
Kesimpulannya jual beli tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat
sejak dulu yang orientasinya terhadap tolong menolong antar sesama
warga dan masyarakat Desa Lenteng Barat dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.6
Ibu Suaidah juga berpendapat bawa jual beli mindringan terjadi sejak
lama yang tidak kita sadari kapan hal itu mulai terjadi dan menjadi
kebiasaan masyarakat Desa Lenteng Barat ketika membutuhkan barang
41
atau benda yang sifatnya mendesak. Sehingga, jalan satu-satunya yang
mereka lakukan adalah mendatangi seseorang yang kemudian melakukan
pembiayaan mindringan.7
Sama halnya dengan pendapat Ibu Suwarni yang mengatakan bahwa
jual beli mindringan terjadi sejak cukup lama dan tidak tahu jelasnya
kapan itu mulai dilakukan oleh masyarakat. Hanya saja jual beli
mindringan tersebut sudah dikenal sejak dulu oleh masyarakat. Apalagi
Ibu Suwarni yang menyediakan pembiayaan dalam jual beli mindringan
bertujuan membantu para tetangga atau masyarakat yang membutuhkan
bantuannya dalam membelikan suatu barang yang mereka perlukan secara
mendesak. Sehingga dia tidak mengingat kapan jual beli mindringan
mulai terjadi dan menjadi kebiasaan masyarakat.8
2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi jual beli Mindringan
Bapak Darorul A’la Masyhurat menerangkan bahwa alasan warga
Desa yang cenderung melakukan pembiayaan dalam jual beli mindringan
daripada meminjam kepada bank ataupun koperasi lainnya, karena
melakukan pembiayaan kepada tetangga-tetangga ataupun warga yang
menyediakan pembiayaan jual beli mindringan itu lebih mudah
proseduralnya tanpa meninggalkan jaminan apapun, melainkan hanya
42
bermodalkan kepercayaan antar pihak. Berbeda dengan di lembaga
keuangan seperti bank ataupun koperasi yang proseduralnya sulit dan
meninggalkan jaminan yang menjadi beban bagi para nasabah. Penjual
dan pembeli dalam pembiayaan jual beli mindringan sama-sama warga
desa setempat, sehingga memudahkan dalam transaksi tersebut dalam
memenuhi hajatnya.9
Pembayaran dalam jual beli mindringan dengan sistem cicilan juga
menjadi bahan pertimbangan oleh warga sebagai pembeli yang rata-rata
dari kalangan para petani. Mereka bisa membayar kapanpun sesuai
kemampuan dan kondisi keuangan mereka. Berbeda dengan pembiayaan
di bank-bank ataupun koperasi yang cenderung memberatkan bagi
nasabah, yang akhirnya warga takut untuk melakukan transaksi-transaksi
di bank ataupun koperasi.10
Menurut ibu Wardiah, selaku pembeli dalam jual beli mindringan
menuturkan alasan melakukan jual beli mindringan, karena pada dasarnya
objek dalam jual beli mindringan adalah barang atau benda sehari-hari
yang dikalkulasikan dengan harga murah. Seperti di saat beliau
membutuhkan baju baru untuk anaknya, apalagi di saat menjelang lebaran
yang mengupayakan untuk membelikan baju, sarung, dan songkok.
Sedangkan pada saat itu masih belum panen dan tidak mempunyai cukup
43
uang untuk memenuhi hajatnya. Sehingga jalan satu-satunya adalah
mendatangi penyedia pembiayaan jual beli mindringan yang juga sebagai
tetangga desa untuk membelikan barang tersebut dan cara
pembayarannya juga mudah yakni dengan cicilan sesuai kondisi keuangan
beliau. Meskipun dalam pembayaran dengan cicilan itu terdapat nilai
lebih yang dijadikan tingkat keuntungan oleh penjual selaku penyedia
dana.11
Hal senada lainnya juga dikatakan oleh ibu Saniati selaku pembeli
dalam jual beli mindringan yang menjelaskan alasan beliau melakukan
pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun juga
terdapat jual beli mindringan yang menawarkan ke rumah-rumah warga,
namun ia memakai pembiayaan yang dilakukan salah satu warga yang
berkecukupan dan menerima layanan dalam pembiayaan jual beli
mindringan. Ia menuturkan kalau penjual yang menawarkan ke
rumah-rumah seringkali barangnya tidak ada yang cocok baginya. Ia mengatakan
kalau pembiayaan dalam jual beli mindringan lebih mudah dan sesuai
dengan yang ia butuhkan, meskipun pengembalian dalam jual beli
mindringan pembayarannya dengan cicilan serta terdapat tingkat
keuntungan yang bertambah-tambah ia menganggap tidak memberatkan
baginya, karena pembayarannya dilakukan sesuai kondisi keuangan para
44
pembeli. Ketika ditanya soal hukum dari jual beli mindringan, ia
menjawab kurang paham.12
Bapak Khaliq dan Ibu Suhartini menjelaskan alasan mereka
menggunakan pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah karena
pembiayaan dalam jual beli mindringan itu lebih mudah dan juga sangat
membantu di saat kita membutuhkan barang atau benda yang sifatnya
mendesak dan hanya bermodalkan kepercayaan. Dan ketika mereka
ditanya soal tingkat keuntungan dalam sistem pembayaran cicilan,
mereka menuturkan bahwa hal itu tetap meringankan bagi mereka karena
pembayarannya sesuai dengan kondisi keuangan mereka, meskipun
terdapat tingkat keuntungan yang lumanyan besar nilainya. Sedangkan
ketika mereka ditanya tentang hukum dari tingkat keuntungan yang
diambil oleh penjual, mereka menjawab bahwa mereka kurang
mengetahuinya.13
Berbicara bagaimana hukum transaksi tersebut dalam hukum Islam,
bapak Darorul A’la Masyhurat menuturkan bahwa hukum tersebut
sah-sah saja selagi tidak memberatkan bagi pihak pembeli, serta transaksi
tersebut sah karena sudah disepakati di awal baik resiko ataupun
keuntungannya. Bapak Darorul A’la Masyhurat menuturkan bahwa
keluarganya juga menjadi penyedia pembiayaan jual beli mindringan,
12 Saniati, Wawancara, Sumenep, 16 Mei 2015.
45
meskipun pernah terjadi saat pembeli tidak bisa membayar cicilan atau
melunasi cicilannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ia
memberikan konsekuensi moralitas seperti mengambil barangnya
kembali, dan hal tersebut sudah disepakati di awal perjanjian.14
Sedangkan Ibu Wardiah mengaku tidak mengetahui hukum dari jual beli
mindringan tersebut dan ia menjelaskan bahwa ia mengambil sisi baik
dari jual beli mindringan yakni membantu atau tolong menolong antar
sesama warga.15
Selain itu menurut Ibu Yuliatin selaku penyedia pembiayaan dalam
jual beli mindringan menuturkan bahwa alasan warga menggunakan
pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah karena prosesnya mudah
dan cepat. Dan ketika disinggung soal tingkat keuntungan yang diambil
ia menjawab hal itu sebagai hak seorang penjual dan tingkat keuntungan
tersebut disepakati serta para pembeli tidak merasa terbebani. Dengan
kata lain mereka saling rela melakukan transaksi tersebut. Ketika peniliti
menanyakan soal hukum dari keuntungan yang lumayan besar dan akan
bertambah besar ketika bertamnbah lama cicilannya, ia menjawab kurang
mengertahuinya dan ia menganggap sah-sah saja hukumnya.16
14 Darorul A’la Masyhurat (Kepala Desa), Wawancara, Sumenep, 11 Mei 2015. 15 Wardiah, Wawancara, Sumenep, 15 Mei 2015.
46
Alasan yang dijelaskan oleh bapak Ra’e, bapak malik, dan ibu
Rukoyyah selaku para pembeli yang seringkali melakukan transaksi
pembiayaan dalam jual beli mindringan adalah senada dengan yang
dijelaskan oleh lainnya, yakni mereka merasa transaksi tersebut lebih
mudah yang hanya bermodalkan kepercayaan, serta barang atau benda
yang mereka beli sesuai dengan yang mereka inginkan. Berbicara tentang
pembayaran dengan sistem cicilan mereka menuturkan pembayaran
dengan cicilan tersebut sangat membantu dan memahami kondisi
ekonomi para pembeli yang rata-rata adalah para petani.17
Mengenai tingkat keuntungan yang diambil oleh para penjual/
penyedia dana dan ketika ditanya hukum dari hal tersebut, mereka
menjawab kurang mengetahuinya, namun jika para penjual mengambil
keuntungan yang besar dan semakin besar mereka menganggap pula hal
tersebut kurang baik, karena lambat laun besarnya keuntungan akan di
rasa memberatkan bagi mereka.18
Pada dasarnya faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat
melakukan jual beli mindringan adalah karena adanya kebutuhan yang
sifatnya mendesak dan transaksi tersebut dianggap memudahkan bagi
para pembeli untuk memenuhi hajatnya. Di samping itu secara
proseduralnya berbeda dengan pembiayaan yang ada di lembaga
47
keuangan yang bersifat formal serta terdapat jaminan dalam setiap
transaksi pembiayaan ataupun utang piutang. Sedangkan dalam
pembiayaan jual beli mindringan hanya bermodalkan kepercayaan antar
pihak.19
Ketika berbicara tentang hukum jual beli mindringan menurut hukum
Islam, hanya sebagian besar masyarakat yang melakukan transaksi
tersebut memberikan alasan hukum dari jual beli mindringan tersebut,
yakni membenarkan ataupun memberatkan. Karena pembayaran dengan
cara cicilan dengan tingkat keuntungan tertentu yang disepakati kedua
belah pihak beserta keuntungan yang semakin membesar ketika tidak
sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
Namun hal tersebut sudah menjadi kebiasaan para pihak-pihak yang
melakukan transaksi pembiayaan jual beli mindringan. Dengan alasan
mereka merasa tidak ada yang dirugikan ataupun diuntungkan dalam
transaksi tersebut. Meskipun tingkat keuntungan yang dianggap besar itu
mereka anggap hal itu sebagai wajar-wajar saja sebagai balas budi dari
para pembeli yang sudah dibantu oleh penyedia pemebiayaan jual beli
midnringan.