• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum Keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum Keuangan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PEMBIAYAAN DESENTRALISASI PASKA KEPPRES 181/2000 TENTANG DAU 2001

Dana Kontinjensi Tahap I

Telah disadari sejak awal bahwa dalam masa transisi tahun-tahun pertama

pelaksanaan desentralisasi fiskal akan terjadi ketidaksesuaian (mismatch)

pembiayaan yakni kesenjangan yang terjadi antara kebutuhan dan ketersediaan

dana. Hal ini banyak disebabkan oleh masih luasnya “grey area” dalam hal

pemisahan kewenangan Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota.

Terkait dengan antisipasi kemungkinan terjadinya mismatch tersebut, maka pada

tahun anggaran 2001 telah dicadangkan Dana Kontinjensi oleh Pemerintah dalam

APBN 2001. Dana Kontinjensi inik ditampung dalam pos pengeluaran rutin, yang

ditujukan untuk mengantisipasi suatu keadaan yang berhubungan dengan

pelaksanaan desentralisasi dan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah,

khususnya resiko makro-ekonomi yang ditimbulkannya. Yang dimaksud dengan

resiko makro-ekonomi adalah dampak negatif yang mungkin terjadi terhadap

perekonomian secara nasional, yang perlu dinetralisir dengan kegiatan-kegiatan

khusus.

Berdasarkan pemantauan dalam tahap awal pelaksanaan desentralisasi fiskal

ditemukan banyak kasus Daerah yang mengalami kekurangan pembiayaan Daerah

sebagai akibat proses pengalihan P3D. Kekurangan pembiayaan ini mempunyai

resiko terhadap tidak berjalannya pemerintahan Daerah dan penurunan pelayanan

masyarakat.

Kekurangan pembiayaan ini terutama sekali menyangkut ketersediaan dana di

Daerah guna mencukupi pembayaran gaji PNS Daerah. Kemungkinan mismatch

yang menyangkut aspek kepegawaian yang disadari merupakan suatu faktor yang

sangat rawan, karena menyangkut nasib hampir dua juta jiwa sumber daya

manusia yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), beserta sejumlah beban

tanggungan masing-masing PNS, yang semula tercatat sebagai PNS Pusat yang

akan dialihkan menjadi PNS Daerah.

Oleh karena itulah, setelah berkonsultasi dengan Panitia Anggaran DPR-RI, maka

pemerintah mengeluarkan Keppres 39 Tahun 2001mengenai penggunaan dana

kontinjensi untuk bantuan pembiayaan sebagai akibat pengalihan P3D. Kriteria

utama pemberian bantuan sebagaimana diatur dalam Keppres 39/2001 adalah

(2)

apabila suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota) memperoleh jumlah pendapatan

Daerah dari komponen Bagi Hasil dan DAU lebih kecil dari pengeluaran untuk

belanja pegawai (PNS) dan belanja non pegawai setelah dilakukannya pengalihan

P3D ke Daerah yang bersangkutan.

Perhatian utama pemberian bantuan dana kontinjensi sebagaimana diatur dalam

Keppres 39/2001 adalah menekankan kepada kebutuhan pengeluaran rutin. Hal ini

karena 1) pengeluaran rutin adalah belanja wajib yang harus dipenuhi guna

mendukung pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan masyarakat; 2) pengeluaran

pembangunan masih sulit untuk didapatkan ukurannya.

Berdasarkan Keppres 39/2001 itulah, maka setelah dilakukan evaluasi dan

penilaian oleh Pemerintah atas usulan kekurangan pembiayaan dari Daerah,

kemudian dikeluarkan KMK 382/KMK.07/2001 yang merupakan rincian jumlah

dana kontinjensi bagi Daerah. Berdasarkan KMK yang dikeluarkan pada tanggal

28 Juni tersebut, terdapat 15 Daerah Provinsi, 8 Daerah Kabupaten, dan 7 Daerah

Kota yang berhak mendapatkan bantuan dana kontinjensi dengan total bantuan

sebesar Rp1,1 triliun.

Dana Kontinjensi Tahap II

Dalam konsultasi Menteri Keuangan dengan DPR 18 Juli 2001 disepakati bahwa

mengingat dana kontinjensi yang dianggarkan dalam APBN 2001 masih terdapat

sisa sebesar Rp1,9 triliyun, maka dana tersebut harus juga didistribusikan kepada

Daerah yang surplusnya marjinal. Yang dimaksudkan dengan surplus adalah

perbandingan antara beban belanja pegawai dan non pegawai setelah pengalihan

dengan bagi hasil ditambah DAU.

Kriteria surplus marjinal adalah apabila suatu Daerah hanya dapat membiayai

rutin saja sementara alokasi untuk pembangunan sangat terbatas. Ukuran surplus

marjinal ini disepakati oleh Pemerintah dan DPR adalah sebesar Rp250 miliar

untuk Provinsi dan Rp75 miliar untuk Kabupaten/Kota. Sedangkan besarnya

bantuan bagi Daerah yang mengalami surplus marjinal adalah sebesar 7,5% dari

total belanja pegawai Daerah yang bersangkutan.

Selain itu, dana kontinjensi tahap kedua ini juga ditujukan kepada beberapa

Daerah khusus yang dipertimbangkan untuk mendapatkan perlakuan khusus.

Kriteria Daerah khusus ini adalah Daerah yang mengalami beban tambahan

sebagai akibat bencana alam, kerusuhan, dan penanggulangan pengungsi, serta

(3)

kebutuhan lain yang mendesak dan prioritas, selain itu juga mempertimbangkan

Daerah yang mengalami kesulitan transportasi sehingga biaya perjalanan menjadi

mahal. Bantuan untuk Daerah dengan perlakuan khusus ini disalurkan melalui

Pemerintah Provinsi yang digunakan untuk kebutuhan Provinsi, Kabupaten, dan

Kota di Provinsi yang bersangkutan.

Atas dasar kedua hal tersebut di atas maka telah dikeluarkan KMK

451/KMK.07/2001 yang merupakan penetapan rincian dana kontinjensi tahap II.

Daerah yang mendapatkan bantuan dana kontinjensi tahap II karena mempunyai

surplus marjinal adalah sebanyak 27 Provinsi, 167 Kabupaten, dan 52 kota,

dengan total bantuan sebesar Rp1,7 triliyun. Sedangkan untuk perlakuan khusus

diberikan kepada 8 Daerah Provinsi (Aceh, Irian, Maluku, Maluku Utara, Nusa

Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo),

dengan total bantuan sebesar Rp250 miliar.

Konsekuensi Penyesuaian Gaji berdasar PP 26 Tahun 2001 dan Keppres 64/2001 Dengan berlakunya UU 22/1999 dan UU 25/1999, pembayaran gaji PNS Daerah

pada dasarnya merupakan tugas pemerintah Daerah, termasuk pembayaran

tambahan gaji sebagai akibat penyesuaian gaji pokok baru PNS. Dana untuk

membayar gaji dapat dibebankan pada dana perimbangan dan PAD, sehingga

tidak hanya pada DAU saja.

Salah satu konsekuensi yang dinilai cukup berat dari adanya penyesuaian gaji

PNS ini adalah bahwa peraturan ini berlaku surut sehingga harus diberikan rapel

kenaikan pembayaran gaji selama 6 bulan. Banyak Daerah yang masih dapat

mengakomodasi penyesuaian gaji ini melalui APBD mereka, namun banyak

terdapat keluhan dari Daerah terutama karena mereka tidak dapat mencukupi

kebutuhan pembayaran rapel gaji tersebut dari anggaran mereka.

Penyediaan dana perimbangan dalam APBN 2001 yang sebesar Rp81,6 triliyun

dan ditambah dengan pemberian Dana Kontinjensi yang sebesar Rp3,1 triliyun

diperkirakan telah mencukupi untuk membiayai pelaksanaan otonomi, termasuk

pembayaran kenaikan gaji dan rapel gaji. Dari hasil pemantauan awal hal tersebut

memang sudah nampak bahwa sebenarnya telah semua Daerah mengalami surplus

apabila hanya dibandingkan dengan rutin saja. Namun demikian, karena

pengaturan kenaikan gaji ini dikeluarkan pada pertengahan tahun, maka banyak

Daerah yang tidak mengalokasikan kenaikan tersebut dalam APBD mereka.

(4)

Kebanyakan Daerah telah terlanjur mengalokasikan surplus mereka ke dalam

belanja pembangunan, bahkan proyek-proyek tersebut sudah berjalan.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka pada dasarnya Daerah dapat membayar

kekurangan rapel gaji apabila mereka bersedia melakukan revisi APBD, terutama

melakukan switch alokasi belanja pembangunan ke belanja rutin. Namun

demikian, patut disadari bahwa banyak Daerah akan mengalami kesulitan

likuiditas untuk melakukan pembayaran rapel gaji.

Banyak Daerah yg guna mengatasi kesulitan likuiditas mereka telah melakukan

improvisasi pola pembiayaan dengan melakukan pinjaman jangka pendek kepada

Bank Pembangunan Daerah. Namun demikian, mengingat bahwa Pemerintah

Daerah masih mengalami kesulitan dalam pembayaran rapel gaji ini, maka

Pemerintah mengambil keputusan untuk mempercepat proses pencairan bagi hasil

yang telah menjadi hak dari Daerah. Selain itu, guna mengatasi kesulitan

likuiditas, maka Daerah juga dapat mengajukan kompensasi pembayaran DAU

untuk dua bulan pencairan ke dalam satu bulan pencairan. Pemerintah dalam

pertemuan dengan Daerah juga mempunyai komitmen untuk memberikan dana

talangan bagi Daerah yang telah melakukan percepatan pencairan DAU 2001,

yang dilakukan pada bulan Desember 2001. Dana talangan ini pada dasarnya

diambilkan dari jatah DAU 2002 bagi Daerah yang bersangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Seharusnya yang memberikan sosialisasi kepada karyawan tidak lagi dilakukan oleh perusahaan namun petugas dari jamsostek yang memberikan sosialisasi, sehingga

hidup dapat diberikan pada pasien yang tidak men- dapat imunosupresan atau steroid selama 6 minggu atau lebih.Jika sangat diperlukan, vaksin hidup dapat diberikan pada

Dalam masyarakat Jepun yang homogen, monolitik dan monoetnik, penelitian menunjukkan bahawa terdapat intervensi pengaplikasian imej wanita kaukasia Oksidental dalam penghasilan

Metode penelitian yang digunakan dalam meneliti artefak, kegiatan dan gagasan altar sembahyang Dewi Kwan Im pada rumah masyarakat Tionghoa Buddha di Medan adalah metode deskriptif

Apabila tidak ada keberatan yang sah, maka Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan Gerejawi ini, akan dilaksanakan pada waktu tersebut di atas1.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaraan Cooperative

Soal nomor 5 dengan indikator kemampuan koneksi matematis mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen mampu dicapai oleh satu subjek yang

komprehensif meliputi kapasitas organisasi, manajemen, koordinasi, komunikasi dan operasi. Berpikir kreatif merupakan struktur dasar dari kapasitas