• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SEMINAR INTERNASIONAL

Towards a Less Cash Society

Towards a Less Cash Society

Towards a Less Cash Society

Towards a Less Cash Society

(3)

Kata Pengantar

Kegiatan seminar internasional sistem pembayaran tentang “Towards a Less Cash Society in Indonesia” telah dilaksanakan selama dua hari di Bank Indonesia, Jakarta, pada tanggal 17-18 Mei 2006. Dari kegiatan tersebut telah dapat kami rangkumkan pokok-pokok materinya dalam buku laporan seminar, dengan harapan agar dapat disimak pandangan dari para pembicara baik dari luar maupun dalam negeri. Dengan latar belakang nara sumber yang beragam mulai dari praktisi, pelaku bisnis, akademisi, anggota parlemen dan dari kalangan bank sentral sendiri serta dengan pembagian kelompok topik diskusi yang lebih terfokus diharapkan buku laporan seminar ini dapat memberikan gambaran utuh dan lengkap tentang peta sistem pembayaran non tunai di masyarakat Indonesia dan berbagai peluang pengembangannya ke depan.

Materi buku laporan seminar ini dibagi dalam lima bagian. Bagian Pertama – Pendahuluan – memuat informasi topik para pembicara, pesan penting Gubernur Bank Indonesia dalam pembukaan seminar, dan catatan-catatan penting Bank Indonesia dalam pelaksanaan seminar yang perlu diketahui oleh para peserta seminar yang terangkum dalam keynote speaker Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran. Bagian Kedua - Pokok-Pokok Materi Seminar – dirangkum butir-butir pokok bahasan yang disampaikan oleh masing-masing pembicara dilanjutkan dengan rangkuman hasil diskusi dan tanya jawab yang dituangkan pada Bagian Ketiga. Sementara itu, dalam mengoptimalkan kehadiran pembicara asing di Indonesia, kami rangkumkan hasil sesi diskusi dan tanya jawab di ruang terpisah antara tim teknis dengan Prof. Dr. Leo van Hove dari Vrije Universiteit Brussel dan Mr Antony Morris dari Octopus Cards Ltd Hong Kong sebagaimana dapat dilihat pada Bagian Keempat. Bagian terakhir, Bagian Penutup, kami sarikan pokok kesimpulan seminar yang dilengkapi dengan lampiran materi tulisan dan tayangan seminar dari para pembicara. Kami berharap dengan laporan hasil seminar ini dapat diingat kembali wacana dan solusi yang telah berkembang selama berlangsungnya seminar serta sekaligus sebagai tambahan pengetahuan bagi pihak yang tidak ikut seminar. Makin banyak pihak yang mengetahui permasalahan ini, diharapkan dapat ikut membantu terciptanya masyarakat yang berkecenderungan pada penggunaan alat pembayaran non tunai. Jika terdapat masukan atau komentar mengenai materi dalam laporan hasil seminar ini, dengan senang hati kami berharap masukan dan komentar tersebut dapat disampaikan kepada kami, Tim Pengaturan dan Perizinan Sistem Pembayaran, Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia, melalui e-mail: pspn@bi.go.id.

(4)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... 2

Daftar Isi ... 3

Bagian Pertama ... 4

Pendahuluan ... 4

Penyelenggaraan Seminar Internasional Sistem Pembayaran “Towards a Less Cash Society in Indonesia” ... 5

1. Waktu dan Tempat Seminar ... 5

2. Pembicara ... 5

3. Moderator. ... 5

4. Peserta Seminar ... 5

5. Jadwal Seminar. ... 6

Sambutan Gubernur Bank Indonesia ... 9

Keynote Speech Seminar Deputi Gubernur Bank Indonesia. ... 12

Bagian Kedua ...17

Pokok-Pokok Materi Seminar. ... 17

Pokok-Pokok Materi Seminar Hari I: Non-Cash Payment Instruments ...18

A. Sesi 1: Policy Aspects on Non-Cash Payment Instruments Development ...18

B. Sesi 2: Oversight and Legal Aspect of Non-Cash Payment Instruments ...25

Pokok-Pokok Materi Seminar Hari II: Market Collaboration and Expectations on Non-Cash Payment Instruments Development ...27

A. Sesi 1: National Payment Gateway from the Point of View of Practitioners ..27

B. Sesi 2: Market Collaboration among Banks, Non Bank Issures, Billers, Merchants and Supporting Services (Switching Companies and Financial Acquirer) ...31

Bagian Ketiga ...37

Tanya Jawab dan Diskusi ... 37

I. Hari I Sesi 1 ... 38

II. Hari I Sesi 2 ... 40

III. Hari II Sesi 1... 43

IV. Hari II Sesi 2 ... 48

Bagian Keempat ...52

Diskusi dengan Pembicara Asing di Luar Seminar ... 52

Bagian Kelima ...62

(5)

Bagian Pertama

(6)

Penyelenggaraan Seminar Internasional

Penyelenggaraan Seminar Internasional

Penyelenggaraan Seminar Internasional

Penyelenggaraan Seminar Internasional

Penyelenggaraan Seminar Internasional

“““““T

TT

TTo

oo

oow

w

w

w

wards a Less Cash Society in Indonesia

ards a Less Cash Society in Indonesia

ards a Less Cash Society in Indonesia

ards a Less Cash Society in Indonesia”””””

ards a Less Cash Society in Indonesia

1 . Waktu dan Tempat Seminar

Seminar dilaksanakan pada tanggal 17 dan 18 Mei 2006 di Ruang Serbaguna, Gedung Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 3 Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110.

2 . P e m b i c a r a

Pembicara terdiri dari anggota parlemen, pakar ekonomi, akademisi, praktisi perbankan dan praktisi bisnis yang sangat terkait dengan kegiatan sistem pembayaran, serta internal Bank Indonesia, yaitu:

a. Theo L. Sambuaga, Ketua Komisi I DPR-RI; b. Asman Abnur, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI; c. Dr. Dradjad H. Wibowo, Pakar Ekonomi;

d. Prof. Dr. Leo van Hove, Vrije Universiteit Brussel;

e. Antony Morris, Executive Manager Strategic Development and Risk Management, Octopus Cards Ltd, Hong Kong;

f. Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;

g. Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, SH, MH, Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika;

h. Mohamad Ishak, Staf Ahli Dewan Gubernur Bank Indonesia;

i. Perry Warjiyo, Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia; j. Bramudija Hadinoto, Deputi Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran Bank

In-donesia;

k. D.E. Setijoso, CEO PT. Bank Central Asia, Tbk; l. Budi S. Mulyadi, PT. Telkom (Persero), Tbk; m. Ahmad Bambang, PT. Pertamina (Persero); dan

n. Ir. Djoko Dwidjono, Kepala Divisi Perencanaan Perusahaan Sistem Informasi dan Pengembangan Teknologi PT. Jasa Marga (Persero).

3 . M o d e r a t o r

Moderator terdiri dari akademisi dan internal Bank Indonesia, yakni:

a. Edmon Makarim, SH, S.Kom, LL.M, Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia;

b. Halim Alamsyah, Direktur Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia; c. Edi Siswanto, Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia; dan d. Dyah N.K. Makhijani, Kepala Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional,

Bank Indonesia.

4 . Peserta Seminar

(7)

200 orang yang terdiri dari:

a. Internal Bank Indonesia (± 30 orang):

1) Beberapa Pimpinan Direktorat terkait; dan

2) Pimpinan Kantor Bank Indonesia Kelas 1 (Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar).

b. Eksternal Bank Indonesia (± 170 orang ), antara lain dari:

1) Departemen Kominfo, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;

2) Kalangan perbankan penerbit alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 3) Anggota DPR;

4) Mahkamah Agung, Kejaksaan (Agung, Tinggi, Negeri), Pengadilan (Negeri, Tinggi) dan Aparat Kepolisian (Mabes Polri dan Polda);

5) Akademisi (beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Bandung dan Bogor); 6) Perusahaan Penyelenggara Switching/Kliring ATM;

7) Merchants (KADIN, Hiswana Migas, Secure Parking, Trans Jakarta, Jasa Marga, Telkom, PLN, Carrefour, Hero dan beberapa responden utama dalam survei); 8) Operator Seluler; dan

9) Wartawan Bidang Ekonomi.

5 . Jadwal Seminar

Hari Pertama, 17 Mei 2006

Non-Cash Payment Instruments 08.00 - 09.00 Registrasi Peserta

09.00 - 09.10 Pembukaan oleh Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indone-sia

09.10 - 09.30 Coffee Break

09.30 - 09.45 R. Maulana Ibrahim, Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran (Keynote Speaker)The Current Condition of Less Cash Society in Indonesia

Sesi I.

Policy and Economy Aspects on Non-Cash Payment Instruments Development

09.45 - 11.45 Theo L. Sambuaga, Ketua Komisi I DPR-RIRegulating Less Cash Society in Relation to National Security Aspect, especially in the Attempt of Preventing Terrorism Financing Prof. Dr. Leo van Hove, Vrije Universiteit BrusselMacro Economic Aspects of Creating Less Cash Society Dr. Dradjad H. Wibowo, Pakar EkonomiLess Cash Society and its Impact for Monetary Policy from the Point of View of Indonesian ObserverPerry Warjiyo, Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank IndonesiaNon-cash Payments and Mon-etary Policy Implications in IndonesiaModerator: Halim Alamsyah, Direktur Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

(8)

12.45 - 14.00 Istirahat, Shalat dan Makan Siang

Sesi II. Oversight & Legal Aspect of Non-Cash Payment Instruments

14.00 - 15.30 A s m a n A b n u r, Wa k i l K e t u a K o m i s i X I D P R - R I A s p e k P e r l i n d u n g a n K o n s u m e n D a l a m L e s s C a s h S o c i e t yP r o f . Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Aspek Hukum dalam Implementasi Alat Pembayaran Non Tunai Elektronik (e-money) dan Kesiapan Perangkat Hukum Indonesia dalam Menunjang Terciptanya

L e s s C a s h S o c i e t yB r a m u d i j a H a d i n o t o , D e p u t i D i r e k t u r Akunting dan Sistem Pembayaran Bank IndonesiaPeran Bank In-donesia dalam Pengawasan Sistem PembayaranModerator: Edmon Makarim, SH, S.Kom, LL.M, Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi, Fakultas Hukum UI

15.30 - 16.30 Tanya Jawab, Diskusi dan Kesimpulan Hasil Diskusi Sesi II 16.30 - 16.45 Coffee Break dan Selesai Hari I

Hari Kedua, 18 Mei 2006

Market Collaborations and Expectations on Non-Cash Payment Instruments Devel-opment

08.00 - 08.30 Registrasi Peserta

Sesi I. National Payment Gateway from the Point of view of Practitioners

08.30 - 10.15 Antony Morris, Executive Manager Strategic Development and Risk Management, Octopus Cards Ltd, Hong KongTowards a Less Cash SocietyBudi S. Mulyadi, PT. Telkom (Persero), Tbk.Kesiapan Infrastruktur Telekomunikasi dalam Mendukung Less Cash SocietyAhmad Bambang, PT. Pertamina (Persero)Urgensi dan Manfaat Penggunaan Non-cash Payment Instruments bagi SPBU dan Masyarakat Moderator: Dyah N.K. Makhijani, Kepala Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia 10.15 - 11.30 Tanya Jawab, Diskusi dan Kesimpulan Hasil Diskusi Sesi I 11.30 - 13.00 Istirahat, Shalat dan Makan Siang

Sesi II. Market Collaboration among Banks, Non Bank Issuers,

Billers, Merchants and Supporting Services (Switching Company and Financial Acquirer)

(9)

Komunikasi dan InformatikaElectronic Money dan Peran Pemerintah dalam Transaksi Keuangan berbasis Teknologi InformasiD.E. Setijoso, CEO PT. Bank Central Asia, Tbk.Prospek dan Tantangan dalam Mewujudkan Less Cash Society – Case Study

BCAIr. Djoko Dwidjono, Kepala Divisi Perencanaan Perusahaan dan Pengembangan Teknologi PT. Jasa Marga (Persero)Optimisasi dan Efisiensi Pengelolaan Jalan Tol dengan Menggunakan Non-cash Payment InstrumentsModerator: Edi Siswanto, Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia

15.00 - 16.00 Tanya Jawab, Diskusi dan Kesimpulan Hasil Diskusi Sesi II

(10)

Pembukaan Seminar

Pembukaan Seminar

Pembukaan Seminar

Pembukaan Seminar

Pembukaan Seminar

oleh

oleh

oleh

oleh

oleh

Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia

Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia

Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia

Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia

Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia

Dear distinguished speaker, Professor Leo van Hove, Para Pembicara dan Moderator yang saya hormati,

Rekan-rekan Anggota Dewan Gubernur yang berbahagia, Para peserta seminar, serta hadirin sekalian yang berbahagia. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul dan berdiskusi dalam suasana yang baik, menghadiri sebuah seminar yang sangat penting bagi masa depan kita semua. Seminar hari ini membahas salah satu masalah yang merupakan konsekuensi dari globalisasi dan semakin terintegrasinya perekonomian dunia saat ini. Uang dan sistem pembayaran, semakin hari semakin bekembang sepanjang zaman. Kini kita dihadapkan pada tantangan menuju masyarakat yang diistilahkan dalam seminar ini, “less cash society”.

Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada para pembicara baik dari luar maupun dari dalam negeri yang akan memberikan pandangan dan pengalamannya dalam pengembangan dan penggunaan instrumen pembayaran non tunai. On behalf of Bank Indonesia, I would like to extend a very warm welcome to Prof Leo Van Hove. Your presence here to share your valuable insight on the payment system, especially those on the aspects of economy and legal of less cash society, would be essential for us in developing more reliable and healthier payment system in the future.

Hadirin sekalian yang berbahagia,

Beberapa waktu lalu ada sebuah tayangan di stasiun televisi CNN mengenai pertumbuhan ekonomi di China. Di sana diceritakan bahwa sekitar 15-20 tahun yang lalu, kalau kita kehilangan credit card di China, kita tak perlu khawatir. Karena pada saat itu di China belum ada kartu kredit. Pencurinya tak akan bisa menggunakan kartu kredit untuk melakukan transaksi keuangan. Tapi sekarang, kemajuan perekonomian telah mendorong secara otomatis perkembangan teknologi, termasuk dalam sistem pembayaran. Gubernur Bank Sentral China pernah bercerita bahwa mereka saat ini sedang mengembangkan China National Advanced Payment System (CNAPS) yang di dalamnya sudah mencakup perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran. Tentu kita harus berhati-hati kalau kehilangan kartu kredit sekarang di China.

(11)

aman, nyaman dan cepat.

Kita melihat bahwa inovasi tersebut tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper-based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card-based), dan pembayaran secara elektronik (elec-tronic-based) tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Para pihak yang terlibatpun semakin bervariasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik dalam menyediakan kerangka aturannya.

Sejalan dengan itu, di lain sisi kita harus siap menghadapi berbagai konsekuensi yang dapat timbul dari semakin pesatnya perkembangan teknologi tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2005 lalu, Bank Indonesia mengeluarkan P e r a t u r a n B a n k I n d o n e s i a ( P B I ) y a n g m e n g a t u r mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Dari PBI tersebut, kita melihat respon dan minat lembaga selain bank untuk menjadi penyelenggara kegiatan APMK, khususnya untuk penerbitan kartu pra bayar, sangat positif. Hal ini tercermin dari banyaknya perhatian dari lembaga selain bank tersebut yang meminta konfirmasi dan berdiskusi lebih lanjut kepada Bank Indonesia mengenai kemungkinannya untuk menjadi penyelenggara APMK baik sebagai penerbit kartu, financial acquirer, techni-cal acquirer, maupun switching company. Secara umum, area yang dituju lembaga selain bank kebanyakan adalah untuk berpartisipasi dalam penerbitan kartu prabayar guna kepentingan micro payment, seperti untuk pembayaran tarif tol, transportasi, pembelian bahan bakar minyak, dan transaksi pembayaran retail lainnya.

Saudara-saudara para peserta seminar yang saya hormati,

Saya berharap seminar pada hari ini dapat dimanfaatkan sebagai wahana yang tepat untuk menggali masukan dan bertukar pikiran, dimana nanti kita mendapatkan garis, arahan, ataupun solusi yang tepat bagi kelancaran sistem pembayaran di Indo-nesia. Kami di Bank Indonesia, sebagai otoritas, akan tetap bertindak sebagai fasilitator dan katalisator untuk mendukung langkah konvergen antara berbagai pihak yang terkait dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar tercipta harmonisasi di antara para pihak, yang pada akhirnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas yang menuntut penggunaan instrumen pembayaran yang lebih convenience.

Saya melihat seminar kita pada hari ini juga membahas berbagai aspek kebijakan dan aspek ekonomi dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai. Harapan saya berbagai pertanyaan dan kegalauan yang ada kiranya dapat kita diskusikan bersama.

Saudara-saudara yang saya hormati,

(12)

Saya juga menyampaikan penghargaan kepada panitia dan rekan-rekan yang telah menyiapkan acara pada hari ini.

Akhirnya, saya ucapkan selamat mengikuti seminar, dan dengan mengucap

‘Bismillahirahmanirrahim’ Seminar Dua Hari ini saya nyatakan dibuka.

Sekian dan terimakasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.

Jakarta, 17 Mei 2006 Gubernur Bank

Indonesia

(13)

Keynote Speech : Keynote Speech : Keynote Speech :

Keynote Speech : Keynote Speech : The Current Condition of Less Cash Society in Indonesia

R. Maulana Ibrahim

R. Maulana Ibrahim

R. Maulana Ibrahim

R. Maulana Ibrahim

R. Maulana Ibrahim

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran

Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran

Distinguished speaker, Professor Dr. Leo van Hove from Vrije Universiteit Brussel, Para Pembicara dan Moderator yang saya hormati,

Rekan-rekan Anggota Dewan Gubernur yang berbahagia,

S a u d a r a - S a u d a r a Ta m u U n d a n g a n , P e s e r t a S e m i n a r d a n H a d i r i n S e k a l i a n yang Berbahagia

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua

Pagi ini, saya sangat berbahagia dan mengucap syukur dapat menyampaikan

keynote speech pada seminar, yang saya rasa sangat penting bagi masa depan sistem pembayaran Indonesia.

Topik less cash society yang beberapa waktu lalu masih merupakan wacana, hari ini telah memasuki tahapan yang lebih riil berupa kajian akademis melalui pembahasan dan diskusi yang berkembang dalam forum seminar “Towards a Less Cash Society”

pada hari ini.

Hasil seminar ini selanjutnya akan digunakan Bank Indonesia sebagai bahan untuk menyusun Grand Design peningkatan penggunaan instrumen pembayaran non tunai, yang merupakan spirit dari terciptanya less cash society.

Saudara-Saudara Sekalian yang Berbahagia,

Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan sistem pembayaran yang berbasis teknologi telah mengubah secara signifikan arsitektur sistem pembayaran konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran. Paradigma para pelaku ekonomi dalam setelmen transaksi, juga telah mengalami pergeseran.

Meski fisik uang sampai saat ini masih banyak digunakan masyarakat dunia sebagai alat pembayaran, namun sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pesat, pola pembayaran tunai (cash) secara berangsur beralih menuju pembayaran non tunai (non-cash). Setidaknya terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai, yakni:

· Paper-based: cek, bilyet giro dan nota debet

· Card-based: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM

· Electronic-based: e-money, internet banking dan mobile banking

Kita sadari, bahwa perkembangan menuju less cash society merupakan trend

yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung oleh perkembangan infrastruktur dan teknologi sistem pembayaran seperti kartu ‘chip’

misalnya.

(14)

dan electronic-based saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan karena transaksi dapat dilakukan dengan praktis, cepat dan nyaman. Bagi masyarakat, penggunaan pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu mempermudah transaksi mereka seperti penarikan tunai, transfer dana, dan pembayaran berbagai tagihan rutin lainnya. Semua itu dilakukan tanpa harus datang ke counter atau kantor bank.

Bagi bank/penerbit, selain mengikuti trend, penggunaan instrumen non tunai dan berbagai derivatif produknya, tidak dipungkiri menjadi salah satu jurus untuk memperkuat daya saing bank, memperluas pasar, meningkatkan fee-based income dan memberikan layanan plus kepada nasabah. Dari sisi operasional, penggunaan non-cash instrument akan mempercepat dan mempermudah penyelesaian transaksi dan berbagai kebutuhan nasabah dalam satu waktu, serta dengan biaya transaksi yang relatif lebih rendah.

Dengan berbagai kelebihannya, e-banking dan APMK juga secara perlahan-lahan telah menjadi bagian integral dari sistem operasional perbankan dan mengubah perilaku pelayanan bank kepada nasabah melalui konsep ‘close to customer’.

Tidak hanya di Indonesia, perkembangan non-cash payment di kawasan Asia Pasifik secara umum juga menunjukkan peningkatan dimana nilai transaksi pembayaran melalui kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM cenderung meningkat.

Saudara sekalian yang berbahagia,

Dari aspek makro, Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa fungsi sistem pembayaran sangatlah kritikal dalam suatu perekonomian. Sistem pembayaran diibaratkan sebagai aliran darah yang menggerakkan dan melancarkan organ-organ perekonomian untuk menjamin kestabilan sistem keuangan. Setiap distorsi yang timbul dalam sistem pembayaran akan mengganggu transmisi likuiditas dalam perekonomian. Oleh karena itu, kelancaran sistem pembayaran melalui transaksi non tunai akan merupakan faktor penentu keberhasilan terciptanya stabilitas sistem keuangan dan efektivitas kebijakan moneter.

Peningkatan perputaran ekonomi jelas menuntut dukungan sistem pembayaran yang cepat, aman, efisien, dan handal. Lancarnya sistem pembayaran, selain akan memberikan kepastian masyarakat dalam bertransaksi, secara otomatis juga akan mempercepat peredaran uang (velocity of money) dan mengurangi floating dana dalam setelmen. Perputaran uang yang semakin cepat dalam masyarakat akan menstimulasi kegairahan dan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari money multiplier yang diciptakannya.

Harus disadari, bahwa tingkat keberhasilan sistem pembayaran secara keseluruhan sangat tergantung pada kehandalan instrumennya, teknologi yang digunakan dan jaringan komunikasi. Setiap distorsi yang timbul pada jaringan komunikasi akan menimbulkan gangguan dalam sistem pembayaran yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

(15)

karena itu saya sangat berharap bahwa para pelaku sistem pembayaran, baik bank maupun non bank, memiliki sistem manajemen risiko yang handal untuk menjamin keamanan dan kepastian bertransaksi.

Lemahnya sistem keamanan dalam bertransaksi akan berdampak pada timbulnya risiko operasional dan risiko reputasi yang dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat pada sistem pembayaran secara keseluruhan. Te r c i p t a n y a k e l a n c a r a n d a n k e a m a n a n s i s t e m i n i a k a n s a n g a t b e r p e r a n dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan gangguan atas sistem ini akan menimbulkan financial disturbances yang dapat berisiko sistemik.

Saudara sekalian yang berbahagia,

Seiring dengan pesatnya perkembangan sistem pembayaran global dan meningkatnya tuntutan publik akan layanan yang lebih baik di bidang jasa pembayaran dengan instrumen non tunai, berbagai penyempurnaan infrastruktur sistem pembayaran telah dan akan terus dilakukan Bank Indonesia, baik dari sisi regulasi, teknologi maupun kompetensi sumber daya manusianya.

Kebijakan saat ini dan ke depan diarahkan dengan mengacu pada empat prinsip utama yakni: (i) minimalisasi risiko sistem pembayaran, (ii) optimalisasi efisiensi nasional dalam sistem pembayaran, (iii) kesetaraan akses bagi pelaku sistem pembayaran (fair-ness), dan (iv) prinsip perlindungan konsumen.

Terlepas dari berbagai penyempurnaan infrastruktur tersebut, perkembangan sistem pembayaran nasional masih menyisakan beberapa isu yang perlu prioritas penanganan intensif. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan kegiatan transaksi, turut memperbesar kemungkinan risiko dalam sistem pembayaran yang juga perlu dicermati dan diantisipasi.

Ke depan, Bank Indonesia secara berhati-hati akan tetap konsisten untuk menegakkan aturan tentang transaksi non tunai ini, khususnya yang berbasis kartu dan elektronik, dalam upaya memberikan perlindungan, baik terhadap institusi penyelenggara maupun konsumen pengguna.

Khusus untuk transaksi berbasis kartu, pada akhir tahun 2005, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan APMK yang didalamnya telah memberikan rambu-rambu sekaligus guidance untuk pengembangan berbagai instrumen non-cash berbasis kartu. Pengaturan tersebut berlaku untuk seluruh penyelenggara kegiatan APMK sehingga dapat mendukung adanya persaingan yang sehat dalam usaha ini, termasuk aspek perlindungan nasabah, aspek pengawasan, dan aspek prudential regulation.

(16)

permainan anak-anak ataupun kartu busway.

Pengembangan dan penggunaan sistem pembayaran non tunai ini di Indonesia potensinya masih sangat besar. Data dari World Bank menunjukkan bahwa hanya sekitar 40% penduduk usia 15-65 tahun memiliki rekening tabungan di bank.

Selain itu, statistik uang beredar mencatat bahwa rasio penggunaan uang giral dibandingkan dengan uang kartal pada akhir tahun 2005 adalah 34% : 66%. Apabila produk inovatif perbankan seperti layanan ATM dan kartu debet diperhitungkan, maka rasio uang giral dan kartal mencapai 52% : 48%. Rasio tersebut menunjukkan bahwa instrumen non tunai telah memberikan kontribusi yang besar dalam menekan jumlah peredaran uang kartal dan mempercepat perputaran uang giral.

Mencermati perkembangan alat pembayaran berbasis kartu ini, Bank Indonesia sebagai lembaga yang memiliki otoritas di bidang sistem pembayaran akan tetap berperan sebagai fasilitator dan katalisator dalam pengembangan instrumen pembayaran tersebut. Bank Indonesia juga akan terus mendorong institusi yang akan menjadi penyelenggara dan pengembang instrumen pembayaran non tunai ini, seperti pengelola transportasi, pengelola tol, perparkiran, dan penyedia jaringan komunikasi. Selain itu, pada level penetapan kebijakan, kami juga telah berkoordinasi dengan otoritas terkait pada level nasional seperti dengan Departemen Komunikasi dan Informatika dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundangan di bidang transfer dana dan transaksi elektronik.

Saudara-saudara para peserta seminar yang saya hormati,

Pertumbuhan berbagai instrumen pembayaran non-cash ini tak lepas dari upaya Bank Indonesia dalam mendorong terbentuknya less cash society dalam sistem pembayaran dengan tetap berpegang pada aspek prudensial dan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.

Namun demikian, dalam beberapa hal pengembangan less cash society ini masih menghadapi kendala, antara lain: masyarakat Indonesia masih merupakan cash soci-ety, dan memegang uang merupakan bagian dari suatu kebiasaan apabila tidak ingin dikatakan sebagai budaya, dimana tendensi bertransaksi dengan uang tunai masih tinggi. Disamping itu masalah infrastruktur pengamanan, teknologi, dan kesiapan perangkat hukum, masih membutuhkan pembenahan lebih lanjut.

(17)

Terkait dengan langkah pemerintah yang meratifikasi International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing, 1997 dan International Convention for the Suppression of Terrorism Financing, 1999 pada tahun 2006, maka kekhawatiran sistem pembayaran digunakan sebagai jalur lalu lintas illegal money juga perlu dicermati. Untuk mengantisipasi hal tersebut, saat ini, melalui kerjasama dengan berbagai instansi terkait, Bank Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang Transfer Dana yang antara lain mengatur mengenai kewajiban perizinan terhadap semua penyelenggara transfer dana, termasuk non-bank money remitters. Dalam hubungan ini, secara internal Bank Indonesia pada tahun ini pun akan mengeluarkan ketentuan yang mengatur kegiatan money remittance.

Saudara-Saudara Sekalian yang Berbahagia,

I t u l a h y a n g d a p a t s a y a s a m p a i k a n . M e n e l a a h t o p i k - t o p i k y a n g a k a n d i s a m p a i k a n d a n d e n g a n k u a l i t a s p e m b i c a r a y a n g t e l a h m e m i l i k i r e p u t a s i , s a y a o p t i m i s b a h w a s e m i n a r i n i a k a n m a m p u m e m b e r i k a n s e b u a h p e m i k i r a n , s e b u a h p e n y e g a r a n , d a n pada akhirnya terlahir suatu konsep strategis dalam mewujudkan less cash society.

Ke depan, saya sangat menaruh harapan bahwa pengembangan transaksi non-cash melalui jalur elektronik dan mengingat besarnya tingkat penerimaan masyarakat atas berbagai instrumen non-cash, akan menjadi salah satu stimulan untuk mempercepat

era less cash society tersebut di Indonesia.

Akhirul kalam, saya atas nama Bank Indonesia menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pembicara dan hadirin sekalian yang telah meluangkan waktu, meringankan langkah dan berkontribusi dalam seminar ini.

Demikian, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan tuntunan bagi semua niat baik yang kita rencanakan. Amin.

Sekian dan terima kasih, Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.

Jakarta, 17 Mei 2006 Deputi Gubernur

Bank Indonesia

(18)

Bagian Kedua

(19)

I. Pokok-Pokok Materi Seminar Hari I, Rabu, 17 Mei 2006

Non-Cash Payment Instruments

A .Sesi 1

Policy and Economy Aspects on Non-Cash Payment Instruments D e v e l o p m e n t

1. Regulating Less Cash Society in Relation to National Security Aspects, especially in the Attempt of Preventing Terrorism Financing

(Theo L. Sambuaga, Ketua Komisi I DPR-RI)

Topik yang dipaparkan pembicara terkait dengan penggunaan transaksi yang memanfaatkan sarana non tunai sebagai upaya untuk mencegah terjadinya aksi teroris terkait dengan bidang keuangan dan pencucian uang. Dalam kesempatan tersebut dikemukakan bahwa penggunaan sarana pembayaran non tunai dapat membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan, terutama jika dilakukan dengan melacak kegiatan pendanaannya termasuk didalamnya penggunaan transaksi untuk kegiatan terorisme. Secara rinci materi yang disampaikan oleh pembicara mencakup beberapa hal seperti:

a. Terdapat beberapa Undang-Undang yang telah disusun untuk mengawasi dan mengatasi terorisme, antara lain:

1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Terorisme;

2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Terorisme sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2005 tentang Pengesahan Undang-Undang No. 1 Tahun 2002;

3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003; 4) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Kerjasama Internasional; 5) Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 tentang Kerjasama dalam Penanganan

Kejahatan;

6) Undang-Undang No. 5 Tahun 2006 tentang Pengesahan Kerjasama Internasional dalam Pencegahan Terorisme Pengeboman, 1997; dan

7) Undang-Undang No. 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan Kerjasama Internasional dalam Pengawasan Pendanaan Terorisme, 1999.

(20)

c. Tindakan pencucian uang diyakini dapat memiliki dampak yang relatif luas terhadap masyarakat, antara lain:

1) Tindakan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada pengedar narkotika, penyelundup, dan pelanggar hukum lainnya untuk melakukan dan bahkan memperluas ruang lingkup kegiatan illegal yang mereka lakukan.

2) Tindakan tersebut memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian nasional karena melibatkan jumlah uang yang relatif besar.

3) Tindakan tersebut dapat meningkatkan rasa tidak percaya dunia internasional karena dapat meningkatkan ancaman terhadap keamanan internasional.

d. Dampak tindakan pencucian uang terhadap keamanan nasional antara lain: 1) Melemahkan sektor swasta yang legal;

2) Melemahkan integritas sistem keuangan; 3) Hilangnya kontrol atas kebijakan ekonomi; 4) Gangguan dan instabilitas ekonomi;

5) Hilangnya pendapatan;

6) Risiko dalam proses swastanisasi; 7) Risiko reputasi;

8) Risiko sosial.

e. Kebijakan seperti “Know Your Customer” (KYC) dapat mencegah tindakan pencucian uang.

f. Dalam pelaksanaan sarana pembayaran non tunai, pihak perbankanlah yang seharusnya menanggung biaya yang timbul karena pihak perbankan juga menikmati pendapatan dari pelaksanaan sarana pembayaran non tunai tersebut.

g. Dalam rangka mengubah budaya masyarakat yang relatif kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sarana pembayaran non tunai, upaya yang harus dilakukan adalah terutama memberikan edukasi yang memadai mengenai sarana pembayaran non tunai tersebut.

h. Pemerintah Indonesia tengah mengusahakan kerjasama ekstradisi dengan Singapura, tetapi perjanjian kerjasama tersebut sulit dicapai, terutama karena adanya perbedaan persepsi dalam hal tindakan kejahatan yang dapat diikutsertakan serta perbedaan hukum di kedua negara. Pemerintah Singapura juga menginginkan agar kerjasama di bidang pertahanan juga dibicarakan pararel dengan kerjasama ekstradisi tersebut.

2. Macro Economic Aspects of Creating Less Cash Society

(Prof. Dr. Leo van Hove, Vrije Universiteit Brussel)

(21)

Pada topik ini digambarkan oleh pembicara tentang adanya contoh kasus penggunaan instrumen non-cash di Eropa. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Bank Sentral Belgia dan Belanda dijelaskan bahwa manfaat ekonomi yang dihasilkan apabila masyarakat mengubah perilaku penggunaan instrumen cash

menjadi non-cash (dalam kasus ini lebih ditekankan pada e-purse dan kartu de-bet). Namun demikian terdapat beberapa tantangan dalam mewujudkan suatu LCS karena adanya pandangan bahwa penggunaan instrumen non-cash lebih mahal dibandingkan instrumen cash. Secara rinci materi yang disampaikan oleh Prof Leo Van Hove mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Pada awal presentasi telah dijelaskan perbedaan antara less cash dengan cash-less, dimana less cash berarti upaya untuk mengurangi penggunaan instrumen

cash sedangkan cashless adalah upaya untuk menghilangkan penggunaan instrumen cash di masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, menurut pembicara, upaya menuju less cash lebih realistis dibandingkan cashless

mengingat akan sangat sulit untuk menghilangkan instrumen cash sebagai alat bayar. Dijelaskan pula bahwa fokus upaya less cash adalah untuk mengganti kebiasaan penggunaan instrumen cash dalam transaksi pembayaran yang bersifat ritel (micro payment) dengan menggunakan instrumen non-cash. b. Telah dipaparkan pula mengenai fakta penggunaan instrumen non-cash untuk

retail payment di Belgia. Pada tahun 2004, berdasarkan studi dari bank sentral Belgia, penggunaan cek mulai berkurang bahkan cenderung menghilang sementara penggunaan instrumen cash masih tinggi yaitu mencapai 81% dari total volume dan 63% dari total nilai. Fenomena lainnya adalah tingginya penetrasi pada kartu debet yang mencapai lebih dari 100% selama kurun waktu 25 tahun terakhir (54 transaksi per kapita per tahun). Sementara itu penggunaan kartu kredit kurang begitu populer di kalangan masyarakat Eropa karena hanya mencapai 7,1 transaksi per kapita per tahun dibandingkan dengan Amerika yang mencapai 65,1 transaksi per kapita per tahun dan penetrasi pada kartu kredit hanya sekitar 28%.

c. Fenomena lain yang menarik adalah penggunaan e-purse di beberapa negara Eropa yang ternyata juga tidak terlalu sukses. Salah satu e-purse yang tergolong relatif berhasil adalah Proton card (Belgia). Jumlah kartu yang digunakan mencapai 9 juta kartu atau 88% dari populasi. Dilihat dari jumlah, walaupun jumlah pengguna cukup besar namun yang secara aktif (paling tidak 1 transaksi dalam 6 bulan terakhir) menggunakan Proton card hanya mencapai 20%. Apabila jumlah sleeping card diabaikan dalam penghitungan frekuensi pemakaian, maka penggunaan Proton card mencapai 4,1 transaksi per kartu aktif per bulan.

d. Lebih lanjut, pembicara menyampaikan alasan perlunya dukungan terhadap upaya peningkatan less cash society antara lain:

1) Tingginya biaya penggunaan cash

(22)

pembayaran yang digunakan. Perhitungan social cost dilakukan dengan menjumlahkan seluruh biaya yang terjadi dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi ekonomi (konsumen, merchant, bank umum, bank sentral dan lain-lain).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh bank sentral Belanda dan Belgia terhadap penghitungan social cost yang terkandung dalam penggunaan seluruh instrumen pembayaran ditemukan bahwa penggunaan cash dalam pembayaran memiliki proporsi yang paling besar. Social cost instrumen pembayaran di Belanda mencapai EUR 2,9 milyar (0,65%GDP), dari jumlah tersebut 73% berasal dari instrumen cash. Sementara itu di Belgia juga terjadi

trend yang sama yaitu social cost seluruh instrumen mencapai EUR 2 milyar (0,74% GDP) dan 75%-nya disumbang oleh instrumen cash.

Apabila dihitung dari marginal social cost atau penambahan social cost,

setiap ada penambahan pembayaran menggunakan instrumen tertentu, ditemukan bahwa penggunaan instrumen non-cash (e-purse dan debit card) lebih cost efficient. Sementara penggunaan cash untuk jumlah sedikit lebih efisien tetapi apabila penggunaannya semakin besar maka penambahan

marginal social cost juga semakin besar.

Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut bank sentral Belanda telah mengeluarkan statement untuk meningkatkan penggunaan debit card dan

e-purse. Statement tersebut dikeluarkan setelah dilakukan perhitungan diperoleh penghematan cukup signifikan yaitu EUR 106 juta setiap tahunnya. Adapun bank sentral Belgia setelah melaksanakan skenario yang sama, penghematan yang dicapai tidak terlalu signifikan yaitu EUR 58 juta (0,02% GDP). Namun demikian penghematan tersebut baru didasarkan pada perhitungan variable cost saja sehingga apabila ditambah dengan fixed cost

maka akan diperoleh manfaat yang lebih besar. 2) Underground economy

Underground economy yaitu masyarakat yang melakukan transaksi ekonomi tidak melalui banking system ataupun sistem pembayaran lain sehingga sulit dideteksi. Hasil survai di Belgia ditemukan bahwa 60% transaksi

cash yang digunakan oleh underground economy adalah untuk transaksi

illegal. Hal ini tentunya menjadi concern bank sentral untuk melakukan berbagai upaya guna mengurangi transaksi illegal dalam penggunaan instrumen cash.

e. Selain itu pembicara juga menjelaskan aspek-aspek yang dapat menghambat penggunaan instrumen non-cash yang meliputi:

1) Social exclusion

Infrastruktur pembayaran dengan menggunakan instrumen cash sudah membudaya di seluruh lapisan masyarakat seperti telepon umum, pompa bensin, tempat parkir dan masih banyak lagi.

(23)

Berdasarkan survei persepsi konsumen yang dilakukan oleh Banksys (2004) terdapat salah satu pertanyaan mengenai sikap konsumen yang sebagian besar responden (67%) tetap akan menggunakan cash walaupun apabila dihadapkan pada kondisi infrastruktur non-cash yang sudah terpenuhi. 3) Kondisi sosial, budaya dan demografi

Sebagian besar masyarakat Eropa masih menganggap uang adalah hal yang terpenting dalam melakukan pembayaran sehingga kadang-kadang hanya beberapa lapisan masyarakat saja, umumnya masyarakat kota, yang dapat menerima pembayaran dengan selain uang.

4) Takut akan perubahan teknologi

Bagi segolongan masyarakat yang tidak terlalu mengikuti perkembangan teknologi cenderung takut untuk mencoba hal baru yang terkait dengan teknologi ini. Sama halnya dengan perubahan teknologi pembayaran non-cash, bagi mereka yang tidak technology minded akan susah menerima instrumen non-cash.

5) Privacy

Ketakutan sebagian masyarakat akan privacy karena transaksi non-cash

selalu tercatat penggunaannya dan seluruh data keuangan dapat dilihat secara lengkap.

6) Kelangsungan penggunaan instrumen non-cash

Ketakutan apabila ternyata issuer instrumen ini mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu membayar segala kewajibannya.

f. Dari sisi bank sentral, peningkatan penggunaan instrumen non-cash tentu akan mempengaruhi perhitungan indikator makro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa informasi yang tidak bisa diperoleh sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap penetapan kebijakan yang akan diambil. Selain itu, pendapatan dari sisi seignorage menjadi berkurang.

g. Pembicara juga menjelaskan bahwa berdasarkan pendekatan cost based pric-ing atau penghitungan seluruh biaya dalam setiap penggunaan seluruh instrumen pembayaran, ditemukan bahwa persepsi masyarakat mengenai penggunaan instrumen cash adalah murah tidak sepenuhnya benar. Hal ini didasarkan pada hasil survai di Belgia yang ternyata justru memiliki porsi so-cial cost yang paling besar. Oleh karena itu pembicara berpendapat seharusnya ada insentif terhadap instrumen pembayaran yang efisien (non-cash) dan membuat instrumen cash menjadi lebih mahal.

h. Pada akhir presentasi, pembicara menyampaikan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain:

1) Social cost dari cash merupakan hal yang substansial dan perlu menjadi pertimbangan untuk mengembangkan instrumen pembayaran non tunai yang lebih efisien.

(24)

3) Penggunaan metode cost based pricing sangat berguna terutama untuk melihat keseluruhan dampak biaya dari penggunaan instrumen pembayaran.

4) Hasil penelitian tersebut tidak bisa digeneralisir di setiap negara. Untuk menerapkan kebijakan sebagaimana hasil kajian yang telah dilakukan di atas akan sangat berisiko karena belum tentu sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan kondisi lainnya di tiap-tiap negara.

3. Less Cash Society and its Impact for Monetary Policy from the Point of View of Indonesian Observer

(Dr. Dradjad H. Wibowo, Pakar Ekonomi)

Berangkat dari cara pandang sebagai seorang peneliti, dipaparkan beberapa hal terkait dengan materi yang disampaikan sebagai berikut:

a. Penggunaan sarana pembayaran non tunai akan meningkatkan transaksi transnasional, sehingga transaksi-transaksi keuangan tidak akan mengenal batas-batas negara. Bank sentral akan kesulitan dalam mengawasi transaksi-transaksi keuangan yang ada.

b. Penggunaan sarana pembayaran non tunai secara tidak langsung akan meningkatkan jumlah pemain dalam pasar uang, karena dengan adanya sarana pembayaran non tunai terutama yang bersifat elektronis, akses masyarakat terhadap kegiatan pasar uang menjadi lebih mudah.

c. Transaksi yang menggunakan sarana pembayaran non tunai relatif lebih mudah dilacak karena sarana pembayaran non tunai tersebut mempersyaratkan identitas dalam penerbitannya, sedangkan uang tunai tidak melekatkan identitas pemiliknya sehingga relatif lebih sulit dilacak.

d. Di masa depan, sektor formal dan daerah perkotaan akan lebih mengarah pada penggunaan sarana pembayaran non tunai, sedangkan sektor informal dan daerah pedesaan masih mengandalkan sarana pembayaran tunai.

e. Salah satu kelemahan kartu kredit adalah bahwa kartu kredit tidak dapat digunakan untuk transaksi antar individu serta tidak dapat digunakan untuk transaksi-transaksi dengan nominal yang relatif kecil.

f. Penggunaan sarana pembayaran non tunai dapat meningkatkan instabilitas perekonomian karena lalu lintas uang dapat dilakukan dengan cepat dan tidak mengenal batas-batas negara.

g. Dampak penggunaan sarana pembayaran non tunai terhadap makro ekonomi: 1) Instabilitas nilai tukar meningkat dengan adanya kemudahan bagi

masyarakat untuk melakukan transaksi secara virtual. 2) Meningkatnya suplai uang karena adanya uang virtual.

3) Risiko terjadinya gagal bayar dalam proses penyelesaian transaksi meningkat sehingga meningkatkan risiko terjadinya krisis keuangan.

4. Non-cash Payments and Monetary Policy Implications in Indonesia

(25)

Paparan yang disampaikan terkait dengan kondisi Indonesia mencakup beberapa hal, yaitu:

a. Penggunaan sarana pembayaran non tunai akan meningkatkan kecepatan peredaran uang (velocity of money).

b. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan untuk menghitung penggunaan sarana pembayaran non tunai adalah (Markose and Loke, 2000: BIS, 1999): 1) Volume dan nilai transaksi yang dilakukan melalui kliring antar bank, ATM,

kartu debet, kartu kredit, dan kartu prabayar. 2) Rasio konsumsi terhadap uang beredar.

c. Untuk Indonesia, ada 3 indikator yang dapat dipergunakan dalam menghitung penggunaan sarana pembayaran non tunai, yaitu: transaksi Sistem BI-RTGS; alat pembayaran dengan menggunakan kartu; dan rasio konsumsi terhadap uang beredar.

d. Penggunaan sarana pembayaran non tunai memberikan manfaat kepada perekonomian, antara lain:

1) Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan berkurangnya biaya transaksi;

2) Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai; 3) Peningkatan kecepatan transaksi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat

kesejahteraan.

e. Penggunaan sarana pembayaran non tunai juga dapat meningkatkan risiko pada perekonomian dan sistem pembayaran, antara lain:

1) Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit (dan kartu pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam penyelesaian pembayaran antar bank;

2) Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi;

3) Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.

f. Meningkatnya penggunaan sarana pembayaran non tunai akan mengubah cara pandang bank sentral dalam merumuskan kebijakan moneter, antara lain: 1) Perubahan indikator yang diperlukan dalam pengukuran agregat

permintaan dan penawaran nasional;

2) Meningkatnya penggunaan sarana pembayaran non tunai akan menurunkan tingkat permintaan terhadap uang (M1);

3) Kebutuhan menjaga efektivitas pengendalian moneter dengan pengawasan terhadap sarana pembayaran non tunai.

g. Dalam rangka mengurangi efek negatif yang mungkin timbul dari perkembangan penggunaan sarana pembayaran non tunai, maka disarankan: 1) Penerbit sarana pembayaran non tunai dibatasi pada lembaga-lembaga yang

kredibel seperti bank;

(26)

3) Pengenaan giro wajib minimum oleh bank sentral kepada penerbit sarana pembayaran non tunai;

4) Peraturan yang jelas yang memfasilitasi hak dan kewajiban pihak-pihak yang berkaitan dengan sarana pembayaran non tunai.

B . Sesi 2

Oversight & Legal Aspect of Non-Cash Payment Instruments 1. Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Less Cash Society

(Asman Abnur, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI)

Sejalan dengan meningkatnya penggunaan alat pembayaran non tunai perlu menjadi perhatian mengenai keamanan sistem yang dipergunakan. Berkaitan dengan hal tersebut, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Alat-alat pembayaran yang bersifat elektronik pada dasarnya harus dikembangkan karena akan memberikan keuntungan bagi penggunanya. Sebenarnya, Indonesia agak terlambat mengatur alat pembayaran elektronik karena alat-alat pembayaran tersebut saat ini sudah merupakan kebutuhan di negara-negara lain. Penggunaan alat-alat pembayaran elektronik diharapkan dapat berkembang terus di masyarakat sehingga dapat tumbuh menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya menjadi budaya (social construction by technol-ogy).

b. Seiring dengan kebutuhan adanya alat pembayaran elektronik, maka harus diterbitkan pula peraturan-peraturan yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pengguna alat-alat pembayaran elektronik tersebut, termasuk sanksi yang jelas bagi pihak yang menyalahgunakan alat pembayaran elektronik.

c. Penegakan hukum masih merupakan isu utama. Berkembangnya alat-alat pembayaran elektronik juga ditentukan oleh penerapan ketentuan, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Bank Indonesia serta Surat Edaran Bank Indonesia, yang isinya melindungi kepentingan konsumen secara baik dan konsisten oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.

d. Pada dasarnya yang dibutuhkan konsumen adalah perlindungan terhadap pri-vacy konsumen, keamanan bertransaksi serta perlakuan yang tidak diskriminatif dari penyelenggara alat pembayaran elektronik.

2. Aspek Hukum dalam Implementasi Alat Pembayaran Non Tunai Elektronik ( e-money) dan Kesiapan Perangkat Hukum Indonesia dalam Menunjang Terciptanya

Less Cash Society

(Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

(27)

tersebut, yaitu:

a. Agar e-money dapat berjalan dengan baik dan digunakan secara luas oleh masyarakat diperlukan infrastruktur hukum yang memadai. Pembentukan peraturan tidak dapat dilakukan dengan mengadopsi begitu saja peraturan dari negara lain (transplantasi hukum), karena karakteristik dan budaya masing-masing bangsa dan negara adalah berbeda-beda.

b. Pengertian hukum tidak terbatas pada peraturan perundang-undangan saja. Pengertian semacam ini merupakan pengertian hukum yang direduksi, karena disamping peraturan perundang-undangan diperlukan pula infrastruktur hukum lainnya.

c. Permasalahan terpenting dalam implementasi alat pembayaran elektronik ( e-money) adalah pada penegakan hukumnya.

d. Dari segi hukum, e-money dapat dilihat dari sisi perdata dan sisi pidana: 1) Dari sisi perdata, transaksi e-money terkait erat dengan konsepsi perjanjian,

dimana berbagai perjanjian antar pihak yang terkait dalam pelaksanaan e-money akan didasarkan pada hukum perjanjian.

2) Dari sisi pidana, yang perlu dilakukan adalah identifikasi perbuatan yang dianggap dapat merugikan masyarakat dan menjadi perbuatan jahat, serta penentuan sanksi.

e. Masalah lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam implementasi e-money

adalah masalah pembuktian. Dalam hal ini, pertanyaan yang mengemuka adalah apakah data elektronik dapat dijadikan alat bukti dalam beracara di pengadilan.

f. Undang-Undang Bank Indonesia memberikan dasar kewenangan bagi Bank Indonesia untuk mengatur e-money. Pengaturan oleh Bank Indonesia terutama adalah pengaturan secara administratif mengenai pihak-pihak yang ingin menyelenggarakan kegiatan e-money, juga untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan penggunaan e-money.

g. Implementasi e-money dapat dilaksanakan secara bertahap, mungkin pertama kali di Jakarta terlebih dahulu sebagai pilot project, baru kemudian dikembangkan di kota-kota lain.

h. Berkaca dari negara-negara lain, penyusunan Undang-Undang khusus tentang

e-money bukanlah suatu keharusan (contoh di Hong Kong tidak ada ketentuan khusus yang mengatur e-money). Pengaturan e-money dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang telah ada dengan tambahan ketentuan Bank Indonesia atau departemen-departemen terkait untuk pengaturan yang lebih bersifat teknis.

(28)

terwujudnya less cash society di Indonesia akan sulit untuk dicapai. 3. Peran Bank Indonesia dalam Pengawasan Sistem Pembayaran

(Bramudija Hadinoto, Deputi Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia)

Materi presentasi terdiri atas 4 bagian yaitu Konsep Utama Sistem Pembayaran (SP), Konsep Pengawasan SP, Pengawasan SP di Indonesia serta Pengembangan dan Tantangan Masa Depan. Sehubungan dengan hal tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Terkait dengan pengawasan sistem pembayaran, istilah “pengawasan” dalam sistem pembayaran berbeda dengan istilah “pengawasan” dalam perbankan. Istilah “pengawasan” dalam SP lebih mengacu pada konsep oversight, sementara “pengawasan” dalam perbankan lebih mengacu pada konsep su-pervision. Perbedaan mendasar antara pengawasan SP dan pengawasan perbankan terdapat pada obyek pengawasannya.

b. Obyek pengawasan SPdititikberatkan pada sistem itu sendiri dengan tujuan untuk meminimalisir risiko sistem pembayaran. Sementara itu, obyek pengawasan perbankan dititikberatkan pada penilaian tingkat kesehatan Bank secara individual. c. Pengertian payment system oversight adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari proses perizinan, fasilitasi dan konsultasi pada saat pengembangan SP oleh Penyelenggara sampai dengan proses assessment atas kepatuhan SP tersebut terhadap ukuran-ukuran yang telah ditetapkan.

d. Pengawasan SP di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia berdasarkan Pasal 8 dan Pasal 15 Undang-Undang Bank Indonesia. Pada saat ini, obyek pengawasan SP terdiri atas:

1) Sistem BI-RTGS, merupakan sistem pembayaran yang digolongkan sebagai

Systemically Important Payment System (SIPS);

2) Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), merupakan sistem pembayaran yang digolongkan sebagai Systemically Wide Important Pay-ment System (SWIPS); dan

3) Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

e. Tujuan pengawasan SP adalah memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan dengan efisien, cepat, aman dan handal dan untuk mendukung penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen

II. Pokok-Pokok Materi Seminar Hari II, Kamis, 18 Mei 2006

Market Collaborations and Expectations on Non-Cash Payment Instruments Develop-ment

A. Sesi 1

National Payment Gateway from the Point of view of Practitioners

(29)

(Antony Morris, Executive Manager Strategic Development and Risk Manage-ment, Octopus Cards Ltd, Hong Kong)

Pemaparan yang disampaikan dengan bercermin pada pengalaman mengembangkan uang elektronik yang dilakukan oleh Octopus Cards Ltd., Hong Kong, mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Uang tunai (cash) merupakan bagian yang terpenting dalam industri ritel. b. Uang elektronik (e-cash) termasuk berbagai produk derivatifnya dewasa ini

tumbuh dan berkembang, terutama di Hong Kong.

c. Pada awal pengembangan e-cash (dalam bentuk stored value card) di Hong Kong, alat pembayaran tersebut dipergunakan sebagai sarana pembayaran transportasi. Pada tahap berikutnya, e-cash dipergunakan juga sebagai alat pembayaran untuk transaksi ritel, seperti pembayaran transaksi di supermar-ket dan pembayaran parkir.

d. Key success:

1) Kolaborasi antar pelaku pasar dengan memfokuskan diri pada core busi-ness dan mengesampingkan “cash collection”, agar scheme yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan biayanya dapat ditekan.

2) Simplicity dan lowest cost.

3) Mengutamakan kepuasan dan kenyamanan konsumen dengan misi “mak-ing everyday life easier for our customers”.

4) Menggunakan teknologi baru yang bersifat sederhana, konsisten, cepatdan handal.

5) Mudah digunakan (ease of use).

6) Mendorong masyarakat untuk menggunakan instrumen non tunai dengan memberikan informasi tentang kelebihan/keuntungannya dan tidak membicarakan kompleksitasnya.

7) Menetapkan merchant level yang dapat menerima pembayaran.

8) Mengubah perilaku konsumen ke arah penggunaan non tunai melalui proses yang berkesinambungan (multi years action).

e. Dalam mengembangkan e-cash atau stored value card di Indonesia perlu diperhatikan kondisi sosial, perilaku dan preferensi konsumen, serta budaya masyarakat Indone-sia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa perbedaan budaya di masing-masing negara mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat masing-masing negara tersebut terhadap penggunaan e-cash/stored value card yang dikembangkan.

f. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya kolaborasi pasar untuk mengetahui kebutuhan mekanisme pembayaran yang paling tepat. Untuk dapat berkembang seperti sekarang ini, Octopus Cards Ltd. telah melalui proses yang panjang dan bertahap. Dalam proses tersebut, hal yang sangat penting adalah membangun “trust” masyarakat terhadap alat pembayaran, antara lain dengan menerapkan 100% money back guarantee.

(30)

dilakukan oleh Octopus Cards Ltd. di Hong Kong, perlu memperhatikan beberapa aspek, antara lain: budaya, kebutuhan, perilaku dan karakter pembayaran masyarakat Indonesia, dengan tidak mengesampingkan kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan, biaya murah, dan kepuasan konsumen, serta memperhatikan penggunaan teknologi yang aman, praktis, cepat, dan handal.

h. Bank Indonesia perlu melakukan pengkajian mendalam dengan melibatkan pihak-pihak terkait dalam melakukan standardisasi alat pembayaran yang akan digunakan, serta perlu penekanan kesadaran kepada para pelaku pasar terhadap pentingnya interoperability dan konvergensi antar operator. 2. Kesiapan Infrastruktur Telekomunikasi dalam Mendukung Less Cash Society

(Budi S Mulyadi, PT. Telkom (Persero), Tbk.)

Materi yang disajikan dalam presentasi terdiri atas 4 (empat) bagian, yaitu: Less Cash Society and Non-Cash Payment Scheme; Telkom Group Infrastructure Exist-ing; Micro Payment Scheme; dan Telkom Group Infrastructure in The Future. a. Terkait dengan materi mengenai Less Cash Society and Non-Cash Payment

Scheme, pembicara memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan:

1) Non-Cash Payment Scheme Options, dimana secara umum terdapat 4 pilihan untuk melakukan transaksi pembayaran, yaitu: Sistem BI-RTGS; kliring/SKNBI; kartu kredit/kartu debet dan micro payment. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dalam menggunakan sarana pembayaran non tunai adalah berkurangnya biaya cash handling dan risiko, serta meningkatnya kenyamanan bagi konsumen dalam melakukan pembayaran.

2) Non-Cash Payment Instruments, yang dipergunakan dalam transaksi pembayaran oleh Business to Customer (B2C) dan Business to Business (B2B).

3) Typical Non-Cash Payment yang meliputi pembayaran lebih dulu (pay be-fore, seperti micro payment yang otorisasinya dilakukan secara off-line tanpa PIN atau tanda tangan), pembayaran sekarang (pay now, seperti kartu de-bet dan kartu ATM yang otorisasinya dilakukan secara on-line dengan PIN) dan pembayaran kemudian (pay later, seperti kartu kredit yang otorisasinya dilakukan secara on-line dengan tanda tangan).

4) Sub System that Build Less Cash Society, antara lain meliputi Front end Ter-minal Payment (EDC, ATM, Reader/Writer, POS, Kiosk, HP, PC, PDA), Access Network Data Communications (Wireline, GPRS, CDMA,WiMax, 3G etc),

Backbone Data Communication Network (VPN IP) dan Clearing House and Switching Payment.

5) What Are the Benefits Using Non-Cash Instrument, dimana pembicara menjelaskan mengenai keuntungan-keuntungan menggunakan alat pembayaran non tunai yang antara lain meliputi biaya transaksi yang lebih murah, nyaman, mudah, cepat, handal, terkontrol, aman, style dan tidak memerlukan uang kembalian.

(31)

Existing dijelaskan konfigurasi infrastruktur Telkom yang meliputi: 1) Wireless EDC and ATM;

2) H2H Payment (Phone Bill Payment, Airline Payment);

3) SCM Payment (Suppliers and Buyers, Manufacturers and Distributors); 4) e-voucher (Top up mechanism for prepaid, Telkomsel, Flexi, iVas); 5) Mobile Payment;

6) Phone Payment; 7) Micro Payment.

c. Materi mengenai Micro Payment Scheme menguraikan mengenai konfigurasi dari micro payment scheme yang dilakukan Telkom yang terdiri atas 4 (empat) level sebagai berikut:

1) Level 1: menyediakan sarana Switching Payment untuk kepentingan setelmen dan rekonsiliasi (pada saat ini telah terhubung dengan lebih dari 35 bank)

2) Level 2: menyediakan Card Management System, Service Provider Manage-ment System dan Call Center (pada saat ini CMS Telkom telah mampu menangani 6 juta transaksi/hari)

3) Level 3: terhubungnya Local Data Server Processor dengan Service Provider Central Server dengan menggunakan Wireline Connection, GPRS, CDMA,

WiMax, 3G Connection (pada saat ini jaringan GSM Telkom telah tersedia di setiap kota dan kabupaten, sedangkan CDMA tersedia di 225 kota)

4) Level 4: melaksanakan distribusi kartu dan mekanisme top up (pada saat ini, telah didistribusikan lebih dari 30 juta kartu selular & fix wireless) 3. Urgensi dan Manfaat Penggunaan Non-Cash Payment Instruments bagi SPBU dan

Masyarakat

(Ahmad Bambang, PT. Pertamina (Persero))

PT. Pertamina telah mengembangkan sistem pembayaran non tunai dengan penerbitan Gaz Card. Gaz Card dalam tahap awal berfungsi ganda, yaitu untuk

loyalty dan reward card, serta sebagai alat pembayaran. Dalam pengembangannya, diharapkan Gaz Card akan dapat digunakan sebagai alat pembayaran berbagai barang dan jasa, bukan hanya BBM saja (multi purpose prepaid card).

Berkenaan dengan hal tersebut pembicara menguraikan hal-hal sebagai berikut: a. Penerbitan Gaz Card tersebut didorong oleh adanya kondisi-kondisi sebagai

berikut:

1) Dengan diimplementasikannya Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001, pasar migas hilir menjadi terbuka dan liberal.

2) Adanya perubahan situasi persaingan, selain menuntut perbaikan produk, juga menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan kepada pelanggan, termasuk dalam mekanisme pembayarannya.

3) Perlu adanya peningkatan citra kualitas pelayanan penjualan BBM melalui SPBU yang selama ini dinilai kurang bagus.

(32)

BBM maupun konsumen (end user) BBM.

b. Latar belakang dan tujuan yang mendasari diterbitkannya Gaz Card adalah: 1) Mengurangi transaksi tunai untuk meningkatkan keamanan SPBU dan

konsumen.

2) Meningkatkan kualitas pelayanan bagi pelanggan dan meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap pelanggan.

3) Langkah awal untuk mensukseskan less cash society program. 4) Meningkatkan akurasi data penjualan BBM.

c. Manfaat Gaz Card adalah sebagai berikut:

1) Bagi Pertamina: memudahkan dalam mengelola BBM, memonitor kebutuhan SPBU, menganalisa distribusi BBM ke SPBU dan konsumen, mengetahui penghasilan dari penjualan BBM secara menyeluruh dan cepat, serta meningkatkan produktivitas.

2) Bagi SPBU: memudahkan dalam mengelola BBM, menyediakan dan menjual BBM, menganalisa penjualan dan pendapatan BBM, meningkatkan loyalitas konsumen dan meningkatkan produktivitas.

3) Bagi pelanggan: memudahkan dalam mengontrol anggaran dan konsumsi BBM, mempercepat serta mempermudah transaksi tanpa harus menyiapkan uang recehan.

d. Saat ini pengadaan Gaz Card dan koordinasi dengan provider sedang dilakukan oleh Pertamina, dan diharapkan akhir Juni/awal Juli telah dapat dilakukan

soft launching.

B . Sesi 2

Market Collaboration among Banks, Non Bank Issuers, Billers, Merchants and Supporting Services (Switching Company and Financial Acquirer)

1. Peran Bank Indonesia dalam Mendukung Pengembangan Penggunaan Instrumen Pembayaran Non Tunai dalam Transaksi Ritel

(Mohamad Ishak, Staf Ahli Dewan Gubernur Bank Indonesia)

(33)

cepat, aman dan handal. Meskipun terdapat peran Bank Indonesia dalam hal ini, prinsip yang tetap harus dipegang adalah adanya “win-win solution” antara Bank Indonesia dengan pelaku LCS (perbankan, service provider company, outlet/mer-chant dan masyarakat).

Pertanyaan kedua adalah apa yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mengembangkan LCS. Upaya mendorong masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran non tunai tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan penggunaan uang tunai yang terjadi saat ini. Beberapa fakta yang terjadi saat ini terkait dengan ketidakefisienan penggunaan uang tunai antara lain adalah relatif masih tingginya biaya pengadaan dan pengelolaan uang tunai, semakin cepatnya teknologi pemalsuan uang, dan ketersediaan uang pecahan yang masih sulit memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, penggunaan alat pembayaran non tunai sebenarnya telah banyak berkembang di masyarakat Indonesia untuk melakukan berbagai transaksi khususnya transaksi yang bernilai besar. Selain itu sudah mulai banyak masyarakat yang mengenal kartu prabayar. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa hal yang harus dilakukan Bank Indonesia adalah mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat atau mendorong penggunaan alat pembayaran non tunai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, perlu dipikirkan segmen mana yang akan dituju oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini kriteria penggunaan alat pembayaran non tunai ditujukan lebih kepada pembayaran yang memiliki kriteria antara lain: transaksi bernilai kecil (micro payment); frekuensi penggunaannya relatif sering; dan bersifat masal.

Pertanyaan terakhir yang harus dijawab adalah bagaimana Bank Indonesia harus berperan dalam menunjang upaya terwujudnya LCS. Berpijak pada tugas Bank Indonesia untuk mengembangkan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman dan handal maka dalam memposisikan dirinya sudah seharusnya Bank In-donesia berperan aktif tanpa harus menonjolkan diri. Dalam hal ini, Bank Indo-nesia diharapkan agar lebih mengedepankan fungsi sebagai fasilitator dan katalisator untuk mendorong percepatan ke arah terwujudnya LCS.

Pada akhirnya pembicara menyimpulkan bahwa upaya untuk mendorong terwujudnya LCS tidaklah mudah sehingga tidak mungkin dilakukan hanya oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain di luar Bank Indonesia sehingga dapat disusun suatu grand design LCS yang komprehensif dan dapat diterapkan di Indonesia.

2. Electronic Money dan Peran Pemerintah dalam Transaksi Keuangan berbasis Teknologi Informasi

(Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, SH, MH, Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika)

(34)

tersebut terutama dalam bentuk kebijakan dan regulasi yang diarahkan untuk menciptakan keadaan yang kondusif bagi perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi informasi. Beberapa kebijakan dan regulasi pemerintah terkait dengan 3C diantaranya adalah:

a. Konvergensi 3G, regulasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada dan merupakan potensi sumber pendapatan negara yang besar.

b. Fasilitasi regulasi, Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE).

c. Rancangan Undang-Undang Cyber Crime, ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berinteraksi/bertransaksi di dunia cyber. d. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang certification authority

dan keamanan sistem.

e. Peningkatan penetrasi internet untuk memperluas akses internet sehingga lebih merata.

f. Perlindungan security.

g. Lawful interception, penyadapan secara legal untuk kepentingan hukum (diantaranya dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian).

h. Prepaid regulation.

Kebijakan dan regulasi di atas diharapkan dapat mendukung terwujudnya LCS khususnya dari sisi security dan law enforcement. Untuk mewujudkan LCS terdapat beberapa kendala seperti tingkat perekonomian, keengganan masyarakat, masalah privasi, security, dan law enforcement. LCS sendiri sebenarnya dapat meningkatkan keamanan dalam transaksi asalkan didukung dengan aturan yang jelas.

Salah satu instrumen dalam rangka mewujudkan LCS adalah penggunaan e-money. E- Money adalah suatu nilai moneter yang diterima sebagai alat pembayaran secara elektronik dan diterbitkan oleh bank maupun badan usaha non bank. Beberapa masalah yang perlu diantisipasi dalam penggunaan e-money adalah pencucian uang, double spending problem, dan technological risk. Upaya mendorong terwujudnya LCS dapat mencegah terjadinya money laundering karena transaksi lebih tercatat otomatis secara elektronik. Penyelenggara e-money harus memenuhi azas keterbukaan informasi, yaitu akses dalam informasi terkait dengan transaksi. Penyelenggara jasa e-money

harus memberikan akses bagi konsumen mengenai informasi yang relevan dan komprehensif serta panduan tentang cara kerja dan cara menggunakan produk

e-money. Di sisi lain, konsumen juga harus diinformasikan mengenai tanggung jawabnya sebagai pemegang e-money.

(35)

informasi tersebut diperlukan untuk kepentingan umum dan penegakan hukum, dimana konsumen bersangkutan telah diberitahu sebelumnya oleh

superintendent sebagai lembaga yang berfungsi untuk memberikan perizinan dan pengawasan terhadap jasa penyelenggaraan e-money.

3. Prospek dan Tantangan dalam Mewujudkan Less Cash Society – Case Study BCA (D.E. Setijoso, CEO PT. Bank Central Asia, Tbk.)

Sampai saat ini uang kertas dan cek sebagai alat pembayaran masih banyak digunakan oleh masyarakat dunia. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan sistem pembayaran yang semakin pesat, pola pembayaran tunai (cash) secara berangsur beralih menuju pembayaran non tunai (non-cash) dengan 3 basis instrumen pembayaran yakni:

· Paper-based: cek, bilyet giro dan nota debet.

· Card-based: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM.

· Electronic-based: e-money, internet banking dan mobile banking.

Perkembangan menuju less cash society merupakan trend yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung infrastruktur, sistem dan alat pembayaran elektronis seperti kartu magnetik dan kartu chip. Penggunaan instrumen pembayaran card-based dan electronic-based (non-cash payment) sebagai alat transaksi memiliki keunggulan, antara lain dapat menangani transaksi secara lebih efisien dan menekan biaya transaksi.

Perkembangan non-cash payment di kawasan Asia Pasifik bervariasi di tiap negara dan pada umumnya menunjukkan peningkatan untuk nilai transaksi pembayaran melalui kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM. Seiring dengan perkembangan pola pembayaran tersebut, pembayaran non-cash di Indonesia juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Walaupun pembayaran non-cash di Indonesia meningkat namun masih ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan lebih lanjut, antara lain: Indonesia masih merupakan cash society dimana tendensi bertransaksi dengan uang tunai masih tinggi; masalah infrastruktur; dan kesiapan perangkat hukum yang masih membutuhkan pembenahan lebih lanjut.

Transaksi nilai kecil dengan frekuensi transaksi yang tinggi (skala retail) atau dikenal dengan micro payment system, dilakukan dengan menggunakan prepaid cash card atau microchip-based mobile/cellular phone. Beberapa contoh penerapan sistem ini adalah pada pembayaran perparkiran, tol, entertainment center, tiket bus, subway dan lain lain. Micro payment system telah diterapkan dengan sukses di beberapa negara seperti: Hong Kong dengan Octopus card;

Malaysia dengan Touch n’ Go; dan Singapore dengan EZ link.

Untuk dapat mengembangkan non-cash payment system selain membutuhkan infrastruktur dan teknologi yang memadai, bank juga harus bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan switching

(36)

agar dapat mencapai economics of scale yang memadai.

Micro payment system yang memanfaatkan kehandalan chip atau smart cards,

menawarkan berbagai kemudahan dan kelebihan dibandingkan dengan sistem pembayaran lainnya. Transaksi dapat dilakukan dengan cepat, efisien dan aman yaitu dengan memasukkan kartu pada reader (contact) atau hanya didekatkan pada reader (contactless). Pengisian kembali nilai kartu relatif mudah dilakukan di outlet bank penerbit maupun merchant.

Menilik keberhasilan yang diraih sistem pembayaran non-cash di Hong Kong, Singapore maupun Malaysia, dapat diperkirakan penerapan micro payment sys-tem di Indonesia memiliki prospek yang baik mengingat besarnya jumlah penduduk, beragamnya jenis transaksi yang dapat diterapkan serta kemudahan yang diperoleh.

Penyelenggaraan non-cash payment

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil temuan Audit dan analisis yang dilakukan, maka dapat diketahui beberapa faktor penyebab tidak terpenuhnya penerapan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan

Penataan zonasi di taman nasional Baluran didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang membagi ke dalam

Adiatma Yudistira Manogar Siregar, SE.,MEconSt Riki Relaksana, SE., M,S.i.. I

Pada fase MF jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman semakin besar dengan peningkatan pemberian nitrogen, sedangkan pada perlakuan kerapatan populasi jumlah nitrogen semakin

a) Mengetahui dan memahami perlindungan hukum bagi konsumen terhadap daging hewan yang dipotong tidak melalui Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R). b) Mengetahui

Contoh lainnya dapat kita lihat dari konsep-konsep yang ada dalam struktur. aljabar atau aljabar modern atau aljabar abstrak seperti grup, ring, field,

Kesamaan penelitian yang dilakukan oelh kempat peneliti di atas dengan peneliti sendiri ialah yaitu sama-sama menganalisis mengenai rekrutmen dan seleksi SDM yang

Pemberian methanil yellow per oral dengan dosis 4200 mg/kgBB/hari, 2100 mg/kgBB/hari, dan 1050 mg/kgBB/hari selama 30 hari memberikan perbedaan yang bermakna dalam