• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Pendahuluan 2. EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1. Pendahuluan 2. EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

2. EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN

PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR

(JATROPHA CURCAS L.) PADA LAHAN KERING TADAH

HUJAN

2.1.

Pendahuluan

Tanaman penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi memerlukan lama penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat. Di Indonesia selama musim hujan, pengurangan intensitas dan kualitas radiasi surya sangat nyata, terutama diduga dari fraksi cahaya tampak yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Chambers, 1978). Di dataran tinggi lebih dari 700 m dpl. faktor pembatasnya radiasi matahari dan pada dataran rendah kurang dari 700 m dpl. adalah ketersediaan air tanah.

Radiasi surya pada kisaran panjang gelombang PAR berperan dalam fotosintesis dan lajunya meningkat sampai titik kejenuhan cahaya. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE, g MJ-1) tanaman di lapangan dinyatakan dengan

nisbah antara penambahan biomassa tanaman (dW) dengan jumlah radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (Qint) dan dapat dipergunakan untuk menganalisis

pertumbuhan (Monteith, 1977; Gallagher & Biscoe, 1978; Sinclair, 1991). Menurut Purcell (2006) masing-masing radiasi yang diintersepsi oleh tanaman, secara konstan meningkatkan sejumlah biomassa tanaman yang dihasilkan.

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi surya datang dengan yang diteruskan tajuk tanaman. Jadi, dW merupakan integral laju fotosintesis menurut luas daun dan waktu yang dikurangi respirasi (R). Pada berbagai hasil pengamatan beberapa tanaman pertanian (Gallagher & Biscoe, 1978), spesies pohon (Linder, 1985; Grace et al. 1987; Dalla-Tea & Jokela, 1991; Harrington & Fownes, 1995) terdapat hubungan yang linier antara biomassa dan radiasi yang diintersepsi.

Monteith (1977) telah menganalisis RUE sebesar ≈ 1.4 g MJ-1 untuk

kebanyakan tanaman. Kiniry et al. (1989) melaporkan nilai RUE jagung adalah 1.6 g MJ-1, 1.3 g MJ-1 untuk sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] dan bunga

(2)

matahari (Helianthus annus L.) serta 1.0 g MJ-1 untuk padi (Oriza sativa L.) dan gandum (Triticum aestivum L.).

Efisiensi penggunaan radiasi dipergunakan secara luas dalam analisis pertumbuhan tanaman dan perhitungan produksi biomassa dalam model simulasi tanaman (Sinclair & Muchow, 1999; Kemanian et al. 2004). Dalam simulasi, produksi biomassa diperoleh melalui hasil kali antara intersepsi radiasi surya dengan RUE (Lecoeur & Ney, 2003).

Sinclair & Horie (1989) menunjukkan RUE berbeda dalam spesies dan bervariasi di antara spesies tergantung tingkat kejenuhan cahaya pada laju fotosintesis dan kandungan nitrogen daun. Prediksi peran penting nitrogen daun telah dicobakan pada jagung dan sorghum (Muchow & Davis, 1988), kacang tanah (Wright et al. 1993) dan kedele (Sinclair & Shiraiwa, 1993).

Defisit air langsung menurunkan RUE akibat penurunan aktifitas fotosintesis (Demetriades-Shah et al. 1992), karena defisit air yang terjadi pada kondisi lapang. Pengurangan RUE karena pengaruh dari defisit air dapat dikuantifikasi dengan membandingkan RUE observasi dengan RUE pada kondisi air yang cukup. Pengukuran RUE sangat membantu untuk memahami konsekuensi kekeringan bagi tanaman, dan variasinya menurut umur dan nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988).

Perdebatan telah terjadi mengenai pengukuran biomassa tanaman dan intersepsi radiasi yang datanya akan digunakan untuk menghitung RUE (Demetriades-Shah et al. 1992 & 1994; Monteith, 1994; Arkebauer et al. 1994; Kiniry, 1994). Lindquist et al. (2005) menunjukkan bahwa walaupun keragaman lebih besar pada RUE yang diukur dengan metode CGR (crop’s growth rate) dibandingkan dengan metode akumulasi biomassa tanaman, namun kedua metode tersebut tidak berbeda nyata. Dalam penelitian pemodelan ini, nilai RUE ditentukan dengan metode akumulasi biomassa, selanjutnya digunakan sebagai parameter dalam memprediksi pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar.

Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan efisiensi penggunaan radiasi surya jarak pagar dan hubungannya dengan produksi biomassa pada

(3)

lahan kering tadah hujan. Data yang diperoleh dari percobaan ini juga digunakan untuk parameterisasi dan kalibrasi model akan dibangun.

2.2. Bahan dan Metode

2.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan pertama dilaksanakan pada lahan percobaan SEAMEO-BIOTROP pada bulan Maret sampai Nopember tahun 2007. Percobaan pertama dimaksudkan selain menetapkan RUE juga mengkaji partisi biomassa dan hara nitrogen dalam organ tanaman yaitu akar, batang, daun, dan biji yang disebabkan oleh pemupukan nitrogen pada lahan kering tadah hujan.

2.2.2. Percobaan Pertama (W1)

Percobaan disusun secara Nelder Fan Design (Mark, 1983). Nelder Fan Design adalah plot lingkaran dengan sejumlah spoke per plot dan ring per spoke. Data yang diperoleh dari rancangan ini dianalisis menggunakan regresi dan baik untuk memprediksi parameter. Dalam percobaan pertama ini, setiap plot terdiri dari 9 spoke dan 4 ring per spoke (Lampiran 1 dan 2). Tanaman bagian terdalam (inner) dan terluar (outer) tidak digunakan sebagai contoh. Ini akan menyediakan 18 data pengamatan per plot.

Pada masing-masing plot ditempatkan perlakuan pemupukan nitrogen (N) yaitu W1N0 (0 g Urea per pohon), W1N1 (20 g Urea per pohon), W1N2 (40 g Urea per pohon), dan W1N3 (60 g Urea per pohon), serta dalam setiap ring ditempatkan populasi tanaman (P) yaitu W1P1 (17 698 tanaman per hektar atau 1.7 tanaman per m2) dan W1P2 (3 246 tanaman per hektar atau 0.32 tanaman per m2). Pada percobaan pertama, tanaman asal biji disebar langsung di plot

percobaan pada tanggal 18 April 2007 dan dipanen tanggal 22 Oktober 2007. Data yang disajikan pada laporan ini untuk perlakuan pemupukan pada kerapatan populasi P2, sedangkan perlakuan kerapatan populasi pada kondisi pemberian nitrogen N2. Deskripsi jarak pagar (Jatropha curcas L.) populasi IP-1P yang digunakan sebagai bahan tanaman dicantumkan dalam Lampiran 3.

Aplikasi pupuk nitrogen pada masing-masing percobaan diberikan setengah dosis pada awal tanam dan umur 90 hari setelah tanam (HST) sesuai

(4)

perlakuan. Pupuk P dan K diberikan sesuai dosis anjuran, yaitu pada tahun pertama masing-masing sebesar 40 g per pohon SP-36 dan KCl (Hambali et al. 2006). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Aplikasi pestisida diberikan adalah fungsisida, furadan dan insektisida.

2.2.3. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

Efisiensi penggunaan radiasi (RUE) diperoleh berdasarkan metode akumulasi biomassa (AGB) (g MJ-1; Monteith, 1977) seperti pada persamaan (1). Nilai RUE adalah landaian (slope) dari hubungan antara radiasi yang diintersepsi atau diserap oleh kanopi tanaman dengan bahan kering di atas tanah (AGB) yang dihasilkan selama periode emergence (muncul lapang) sampai masak fisiologis. Efisiensi penggunaan radiasi (ε, g MJ-1) yang dihitung menurut

Monteith (1977): int Q W = ε (1)

W adalah akumulasi biomassa tanaman (g m-2). Qint adalah radiasi intersepsi

(MJ m-2) yang diperoleh dari proporsi radiasi yang ditransmisikan ke permukaan tanah (It) dengan radiasi di atas kanopi tanaman (I0) (persamaan 2).

t s Q I I Q ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 0 int 1 (2)

Qs adalah radiasi surya di atas tajuk tanaman atau yang terukur di stasiun

klimatologi (MJ m-2 hari-1).

Metode pengukuran RUE tanaman biasanya melebihi beberapa minggu yang mencakup pengukuran contoh destruktif dari bahan kering tanaman di atas tanah yang bersamaan dengan pengukuran absorpsi radiasi oleh tanaman (Tollenaar & Bruulsema, 1988; Tollenaar & Aguilera, 1992; Muchow & Sinclair, 1994; Lindquist et al. 2005) atau secara periodik (Otegui et al. 1995; Westgate et al. 1997; Purcell et al. 2002). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran biomassa tanaman secara bersamaan dengan radiasi yang diintersepsinya.

(5)

2.2.4. Pengamatan 2.2.4.1. Tanaman.

Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah biomassa, produksi biji, indeks luas daun, dan nitrogen tanaman. Pengamatan contoh secara destruktif dilakukan dengan mengambil tanaman setiap plot perlakuan pada setiap fase perkembangan tanaman. Berat kering biomassa tanaman ditimbang kering oven pada suhu 70ºC selama 72 jam. Nitrogen total bagian tanaman (akar, batang, daun, dan biji) dianalisis menurut metode Kjedhal.

Fase perkembangan tanaman diamati harian terhadap kondisi fisik pertumbuhan tanaman. Fase perkembangan jarak pagar dibedakan atas semai (S), emergence (E), kuncup bunga (KB), bunga mekar (BM) sampai dengan masak fisiologis (MF).

Semai adalah hari pada saat jarak ditanam sebagai awal perhitungan fase perkembangan. Fase perkembangan ini diberi nilai s = 0.00. Fase muncul lapang (emergence) ditandai kemunculan koleoptil ke permukaan tanah, tetapi daun pertama belum menembus koleoptil. Waktu sejak semai sampai emergence diberi nilai s = 0.25. Fase kuncup bunga merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif yang ditandai oleh minimal 50% populasi tanaman telah mengeluarkan bunga sampai fase bunga mekar. Saat itu diberi nilai s = 0.50. Fase bunga mekar dicirikan oleh minimal 50% bunga yang muncul sejak kuncup bunga telah mekar. Kejadian ini diberi nilai s = 0.75. Fase masak fisiologis ditandai oleh buah yang berwarna hitam minimal 50%. Waktu sejak bunga mekar sampai dengan waktu masak fisiologis diberi nilai s = 1.00.

Satuan panas (heat unit, HU) diperoleh dari hubungan antara suhu udara rata-rata (T) dengan suhu dasar (T0) dengan rumus sbb:

(

)

= − = n t T T HU 0 0 TT0 (3)

HU adalah satuan kalor (heat unit atau degree day), 0 adalah awal fase dan n adalah akhir fase.

(6)

2.2.4.2. Tanah.

Pada saat percobaan pertama berlangsung nilai pF 2.54 = 36.28% (% volume) dan pF 4.2 = 27.48% (% volume), bobot isi adalah 1.42 g cm-3, laju permeabilitas 2.13 cm jam-1 (sedang), N total 0.18% (rendah) yang relatif seragam sampai dengan kedalaman 40 cm, dan pH 5.2 (agak masam). Nisbah C/N dan bahan organik sebesar 9.3 dan 2.92%. Jenis tanah tempat percobaan adalah Ultisol (Goenadi, 1982). Proporsi pasir : debu : liat adalah 6.2% : 45.3% : 48.5% atau tekstur tanah termasuk liat berdebu atau tanah bertekstur halus (Lampiran 4.1). Nitrogen dianalisis pada tahap emergence, kuncup bunga, bunga mekar, dan masak fisilogis dengan metode Kjedhal. Kadar air tanah diukur seminggu sekali sampai masak fisiologis pada masing-masing perlakuan.

2.2.4.3. Cuaca dan Intersepsi Radiasi Surya

Keadaan unsur iklim di lapang terbuka, kecuali data curah hujan (mm hari-1), diambil dari pengamatan stasiun klimatologi Baranangsiang yang terletak sekitar 1 km dari lokasi penelitian, seperti intensitas radiasi surya (cal cm-2 hari

-1), suhu udara (°C), kelembapan nisbi (%) dan kecepatan angin (m detik-1).

Radiasi surya diambil menggunakan sensor radiasi portabel tipe 303 Digital Multimeter pada ketinggian 5 cm di atas tanah dan di atas tanaman atau tempat terbuka.

Proporsi radiasi yang diintersepsi diukur setiap minggu sampai dengan tanaman masak secara fisiologis. Pada percobaan pertama, pengukuran proporsi intersepsi radiasi ini pada setiap fase perkembangan tanaman dilakukan setiap jam sejak dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00, kemudian hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan. Sementara itu, pengukuran intersepsi radiasi di luar fase perkembangan tanaman diukur hanya sekali antara jam 11.00 sampai 15.00.

2.2.4.4. Neraca air

Kandungan air tanah diukur dengan menggunakan sensor kadar air tanah portabel tipe 303 Digital Multimeter selang 7 hari sampai masak fisiologis. Pengukuran pada kedalaman 20 cm dan 40 cm, dengan asumsi lahan pertanaman rata, dan limpasan permukaan tidak terjadi. Pada lahan tadah hujan

(7)

evapotranspirasi tanaman termasuk evaporasi tanah serta intersepsi kanopi tanaman, diukur berdasarkan kandungan air tanah pada saat t-1 dan t dan curah hujan sebagai berikut (Handoko, 1992; Angus & van Herwaarden, 2001; Chen et

al. 2003):

ETat =SWCtSWCt−1+CHt (4)

ETat adalah evapotranspirasi tanaman (mm) pada saat t. SWC adalah

kandungan air tanah rata-rata seluruh profil (mm) pada waktu pengamatan kandungan air tanah minggu ini (t) dan waktu pengamatan minggu sebelumnya (t-1). CHt adalah curah hujan (mm) pada saat t.

Drainase (mm) yang pada percobaan ini tidak diukur dan diabaikan berdasarkan Payne et al. (2001), demikian pula dengan limpasan permukaan karena lahan percobaan relatif datar. Perhitungan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang evapotranspirasi total tanaman dan pada setiap fase perkembangan tanaman dengan kondisi air terbatas.

2.2.4.5. Nitrogen tanah

Kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat

(NO3-) diukur sebanyak empat kali selama periode pertumbuhan. Contoh tanah

diambil dengan bor pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm sesuai perlakuan. Contoh seberat 30 g tanah diekstrak dengan 80 ml 2.5 N KCl. Penetapan NH4+

dan N03- dengan metode Kjedhal.

2.3. Hasil

2.3.1. Kondisi Iklim dan Fase Perkembangan Tanaman

Unsur iklim radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan angin dan evapotranspirasi potensial selama percobaan disajikan pada Gambar 2. Radiasi surya kumulatif bervariasi mulai 2.1 sampai dengan 14.9 MJ m-2 hari-1 dengan kecenderungan menaik. Suhu udara harian rata-rata sekitar 27.3°C dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, kelembapan udara rata sekitar 75.0% (sedang) yang cenderung menurun. Kecepatan angin rata-rata sekitar 2.0 km jam-1 (derajad kecepatan angin adalah katagore 2 atau angin

(8)

lemah) dengan kecenderungan menaik dan demikian pula dengan rata-rata evapotranspirasi potensial (ETp) 4.8 mm hari-1. Sementara itu, curah hujan yang terjadi sekitar 570.4 mm dan mempunyai kecenderungan menurun.

Curah hujan yang diterima sebesar 570.4 mm dan evapotranspirasi potensial sebesar 628.9 mm, sehingga pada periode tanam ini secara klimatologis terjadi défisit air. Oleh karena sebaran curah hujan tidak merata (Gambar 2 dan Tabel 1), maka nisbah curah hujan (CH)/evapotranspirasi (ETp) pada fase kuncup bunga (KB - BM) dan bunga mekar (BM - MF) sangat kecil yaitu 0.01 dan 0.18 atau kurang dari 0.5 ETp yang berarti pada periode ini pemenuhan kebutuhan air tanaman kurang dari 50%. Kondisi nisbah CH/ETp ini berpengaruh pada fluktuasi air tanah.

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date Ra d ia s i s u ry a (MJ m -1 ha ri -1) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date An g in ( km j am -1) 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date S u h u u d ar a ( oC )

Suhu Udara (0C) Max Suhu Udara (0C) Min Suhu Udara (0C) Rerata Linear (Suhu Udara (0C) Max)

Li (S h Ud (0C) R ) 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date Ke le m b a p a n uda ra ( % )

(9)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date C u ra h hu jan ( mm ) BM KB 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date E T P (mm ) BM KB

Gambar 2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke-satu dan ke-dua.

Tabel 1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman

Fase Lama (hari)

Suhu rata-rata (°C) Heat unit (°C hr) RH (%) Angin (km jam-1) Radiasi (MJ m-2) Hujan (CH, mm) ETp (mm) CH/ ETP S – E 10 27.3 190 81.1 1.8 101.1 188.9 33.7 5.61 E – KB 70 27.2 1 202 78.1 1.8 663.5 324.3 195.0 1.66 KB– BM 27 27.0 460 71.1 2.1 326.7 1.2 94.6 0.01 BM- MF 80 27.4 1 364 72.7 2.4 983.4 56.0 305.6 0.18 Jumlah 187 3 216 2 074.9 570.4 628.9 Rata-rata 27.2 75.8 2.0 0.91

Peubah iklim dan panjang hari fase perkembangan tanaman mulai sebar sampai emergence (S-E), emergence sampai dengan kuncup bunga (E-KB), kuncup bunga sampai bunga mekar (KB - BM) dan dari bunga mekar sampai masak fisiologis (BM-MF) disajikan dalam Tabel 1. Satuan kalor (Heat Unit) yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis sejak dari semai sebesar 3 216°C hari. Satuan kalor tersebut diperoleh dari perhitungan antara suhu maksimum dan minimum serta suhu dasar tanaman jarak pagar sebesar 10°C berdasarkan rumus nomor 3. Satuan kalor tersebut relatif sama untuk semua perlakuan.

Jumlah radiasi selama percobaan berlangsung sebesar 2 074.9 MJ m-2

atau 11.1 MJ m-2 hari-1. Jumlah radiasi ini mencukupi keperluan rata-rata radiasi tanaman kelompok C3 yang berkisar antara 10.2 – 48.2 MJ m-2 hari-1 (Doorenbos & Pruitt, 1975; Doorenbos & Kassam, 1979).

(10)

2.3.2. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah pada kedalaman tanah 0-20 dan 0-100 cm selama percobaan diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar air tanah mengalami penurunan sejak fase kuncup bunga (KB). Penurunan kadar air tanah tersebut berkaitan dengan curah hujan yang relatif kecil selama periode tersebut (Gambar 2 dan Tabel 1). Selama periode pertumbuhan, kadar air tanah pada perlakuan pemupukan nitrogen (W1N1–W1N3), terjadi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan (W1N0) (Gambar 3). Kerapatan populasi juga mempengaruhi kadar air tanah yang pada populasi rapat (W1P1) lebih kecil dibandingkan populasi sedang (W1P2). Peningkatan penggunaan kandungan air tanah akan mempengaruhi jumlah air yang akan dievapotranspirasikan. 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan (mingguan) K A T, 0 - 20 cm (m m ) W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 K L T L P BM KB pupuk 2

Keterangan: W1N0 adalah percobaan pertama (W1) dengan pemupukan N tingkat 0 (N0)

W1P1 adalah percobaan pertama (W1) dengan kerapatan populasi tingkat 1 (P1)

dan seterusnya

Gambar 3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi.

(11)

175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 300.0 325.0 350.0 375.0 153 160 167 174 181 195 202 209 216 223 230 237 244 251 258 265 272 279 283 293 Pengamatan (mingguan) KA T, 0 - 10 0 cm ( m m ) W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 KL TLP pupuk 2 BM KB

Keterangan: KL adalah kapasitas lapang dan TLP adalah titik layu permanen

Gambar 4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan kerapatan populasi.

2.3.3. Neraca Air

Neraca air tanaman selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 4. Evapotranspirasi aktual semakin besar dengan peningkatan pemupukan nitrogen dan diduga air digunakan dalam proses penyerapan hara pada perlakuan W1N1, W1N2 dan W1N3 oleh tanaman sehingga yang dapat diuapkan lebih besar dari perlakuan tanpa pemupukan nitrogen (W1N0). Sementara itu, evapotranspirasi perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih kecil dibandingkan W1P2 seperti yang terlihat dalam Gambar 5.

Tabel 2. Neraca air selama periode pertumbuhan Neraca air (mm)

Evapotranspirasi aktual (ETa) Perlakuan Curah Hujan S - E E - KB KB - BM BM - MF Total Percobaan I, 18 April 2007 (W1N0) 570.4 30.8 206.0 38.0 124.3 399.1 (W1N1) 570.4 30.8 233.4 17.6 134.3 416.2 (W1N2) 570.4 30.8 233.4 42.7 126.1 433.0 (W1N3) 570.4 30.8 233.4 51.7 175.1 491.0

(12)

(W1P1) 570.4 30.8 191.8 14.3 128.1 365.1 (W1P2) 570.4 30.8 224.6 35.2 89.7 380.4 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan E vap ot ra ns pi ra si ak tual (m m) (W1N0)(W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) ETp pupuk KB BM E pupuk

Keterangan: ETp adalah evapotranspirasi potensial

Gambar 5. Evapotranspirasi aktual (ETa) masing-masing perlakuan selama percobaan.

Evapotranspirasi relatif (ETa/ETp) memperlihatkan pola yang sama dengan kandungan air tanah (KAT) dan menjelang kuncup bunga (KB) mulai menurun pada semua perlakuan sampai dengan masak fisiologis (MF). Selama fase KB - MF evapotranspirasi yang dapat dipenuhi sekitar 70% (Gambar 6). Selama periode pertumbuhan (S – MF) rata-rata evapotranspirasi relatif perlakuan W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut 85%, 86%, 90%, dan 93%, sedangkan W1P1 dan W1 P2 adalah 81% dan 85%.

0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan ET a/E T p (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2)

(13)

2.3.4. Nitrogen tanah

Variasi kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium dan nitrat disajikan dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Nitrogen yang lebih banyak terdapat di dalam tanah adalah dalam bentuk nitrat. Ada kecenderungan mulai kuncup bunga sampai masak fisiologis (MF) nitrogen menurun karena peningkatan penyerapan nitrogen oleh tanaman (Gambar 16 dan Lampiran 4.6).

Mineralisasi nitrogen tanah dan diserap oleh tanaman diperlihatkan dalam Tabel 3. Masing-masing perlakuan menunjukan peran kecukupan air akan menentukan jumlah nitrogen yang dimineralisasikan dan jumlah nitrogen yang dapat diserap tanaman. Kelembapan tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mineralisasi nitrogen tanah selain suhu, tata udara tanah, pengolahan, pH, dan jenis bahan organik.

W1N0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

A m o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N1 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Am o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm)

(14)

W1N2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Am o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N2 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N3 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

A m oni um ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N3 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) 0.25 0.50 0.75 1.00

Gambar 7. Kandungan amonium (kiri) dan nitrat (kanan) sampai kedalaman 40 cm perlakuan pemupukan. W1P1 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Am o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1P1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1P2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

A m oni um ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) 0.2 0.5 0.7 1.0 W1P2 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) 0.2 0.5 0.7 1.0

(15)

Gambar 8. Kandungan amonium (kiri) dan nitrat (kanan) sampai kedalaman 40 cm perlakuan kerapatan populasi.

Tabel 3. Mineralisasi nitrogen tanah dan nitrogen yang diserap tanaman Nitrogen tanah

(kg N ha-1)

Nitrogen tanaman (kg N ha-1) Perlakuan

Tanam FisiologisMasak Bunga Mekar FisiologisMasak

Mineralisasi (kg N ha-1) (mm)KAT a b c d e f (W1N0) 593.33 562.66 22.20 139.23 108.56 272.4 (W1N1) 593.33 582.73 61.01 219.34 208.74 260.0 (W1N2) 593.33 546.18 50.27 226.25 179.09 272.5 (W1N3) 593.33 565.10 63.10 239.73 211.50 258.6 (W1P1) 593.33 590.89 69.94 349.48 347.04 264.3 (W1P2) 593.33 537.44 19.12 59.81 3.92 275.2 Keterangan: Mineralisasi (e) diperoleh dari e = (b + d) - a

2.3.5. Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

Fluktuasi radiasi surya yang diintersepsi sebelum bunga mekar (BM) atau anthesis lebih besar dan relatif konstan sesudahnya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9. 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 153 160 167 174 181 195 202 209 216 223 230 237 244 251 258 265 272 279 283 Pengamatan In te rsep si rad ia s i W1N0 W1N1 W1N3 W1P1 W1P2 Pupuk ke-2 BM KB

(16)

Gambar 9. Fraksi intersepsi radiasi surya pada perlakuan pumupukan dan kerapatan populasi.

Rata-rata radiasi yang diintersepsi tanaman pada pemupukan nitrogen W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 secara berurutan adalah 0.45, 0.48, 0.51, dan 0.50. Fraksi radiasi yang diintersepsi meningkat dengan pemupukan nitrogen sampai dengan W1N2 kemudian menurun lagi pada perlakuan W1N3. Sementara itu, dalam Gambar 9 juga diperlihatkan rata-rata fraksi radiasi yang diintersepsi pada W1P1 dan W1P2 adalah 0.43 dan 0.44. Pada awal pertumbuhan tanaman fraksi radiasi yang diintersepsi sangat fluktuatif, kemudian relatif konstan setelah memasuki fase bunga mekar (BM).

Dalam Gambar 10 ditunjukkan hubungan antara intersepsi radiasi surya (Q Int) dengan biomassa di atas tanah (AGB). Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku dari parameter model efisiensi penggunaan radiasi surya disajikan dalam Tabel 4 yang dianalisis dari data dalam Lampiran 4.4. Hasil kurva penyesuaian (fitted) tersebut diperhitungkan sejak umur 10 HST. Efisiensi penggunaan radiasi surya terendah adalah 0.24 g MJ-1 dengan r = 0.76 dan tertinggi adalah 1.3 g MJ-1 dengan r = 0.78.

(17)

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 Intersepsi radiasi (MJ m-2 ) AG B ( g m -2) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) y = 0.5795x - 23.846 R2 = 0.71 y = 0.8976x - 26.124 R2 = 0.59 y = 0.9392x - 40.235 R2 = 0.68 y = 0.6566x - 23.539 R2 = 0.58 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 Intersepsi radiasi (MJ m-2 ) AG B ( g m -2) (W1P1) (W1P2) y = 0.2369x - 8.1217 R2 = 0.62 y = 1.2863x - 45.695 R2 = 0.63

Gambar 10. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE).

Tabel 4. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku parameter serta hasil pengukuran N tanaman, ILD dan Qint

Perlakuan Estimasi Galat baku r N tanaman (kg ha-1)1) ILD (MJ mQint -2)

W1N0 0.58 0.26 0.85 139.23 3.4 818.4 W1N1 0.66 0.39 0.76 219.34 5.5 881.9 W1N2 0.94 0.45 0.83 226.25 6.1 871.2 W1N3 0.90 0.53 0.77 239.73 5.7 819.1 W1P1 1.30 0.78 0.75 349.48 8.1 845.0 W1P2 0.24 014 0.76 59.81 2.3 861.9

Keterangan: 1)N tanaman saat masak fisiologis

Efisiensi peggunaan radiasi surya dipengaruhi oleh nitrogen yang dapat diserap tanaman dengan y (RUE) = 0.0036 x (N tanaman) + 0.0333 dan R2 = 0.94 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Peningkatan nilai RUE pada pemberian nitrogen rata-rata mencapai 14 - 38% dibandingkan tanpa pemupukan. Selain itu, kerapatan populasi juga mempengaruhi RUE dengan perbedaan galat baku sebesar 1.06 antara W1P1 dan W1P2.

(18)

y = 0.0036x + 0.0333 R2 = 0.9408 0.0 0.5 1.0 1.5 0 100 200 300 400 Nitrogen tanaman (kg N ha-1) RUE (g MJ -1 )

Gambar 11. Hubungan antara RUE dengan nitrogen tanaman.

Tabel 5. Evaluasi parameter RUE antara pengukuran dan perhitungan produksi biomassa di atas tanah (AGB) pada percobaan pertama dan kedua Komponen Perlakuan Landaian Intersep R2 n Percobaan I Evaluasi W1N0 0.72 (0.32) 51.26 (46.92) 0.72 4 Evaluasi W1N1 0.58 (0.35) 75.08 (66.19) 0.58 4 Evaluasi W1N2 0.68 (0.33) 93.25 (83.13) 0.68 4 Evaluasi W1N3 0.60 (0.35) 91.88 (86.74) 0.59 4 Evaluasi W1P1 0.63 (0.34) 130.79 (120.34) 0.63 4 Evaluasi W1P2 0.62 (0.34) 24.85 (22.71) 0.62 4 Percobaan II Evaluasi W1N0 0.50 (0.82) 62.10 (113.44) 0.16 4 Evaluasi W1N1 0.70 (0.54) 58.61 (82.87) 0.45 4 Evaluasi W1N2 0.88 (0.76) 96.23 (148.41) 0.40 4 Evaluasi W1N3 0.59 (0.81) 75.38 (126.00) 0.21 4 Evaluasi W1P1 0.52 (0.52) 104.67 (181.76) 0.34 4 Evaluasi W1P2 0.40 (0.40) 24.32 (38.16) 0.32 4 Keterangan: angka dalam tanda kurung ( ) adalah galat baku

Tabel 5 dan Gambar 12 merinci evaluasi parameter efisiensi penggunaan radiasi yang diperoleh dalam Tabel 4 pada beberapa tingkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi dengan menggunakan data intersepsi radiasi percobaan pertama dan kedua dengan analisis regresi. Biomassa percobaan pertama dibandingkan dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan pertama. Kemudian biomassa percobaan kedua dibandingkan lagi dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan kedua. Parameter RUE yang diperoleh dengan pendekatan akumulasi biomassa secara umum

(19)

memprediksi lebih rendah biomassa yang dihasilkan. Hasil prediksi yang demikian juga telah didapat oleh Kage & Stützel (1999). Dalam Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan W1N1, W1N2 dan W1P1 relatif konstan dibandingkan perlakuan lainnya (Rusmayadi, 2007).

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Pengukuran Biomassa (g m-2) P e rh it un ga n B io m a s s a (g m -2 ) W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 Garis 1:1 (a) 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 Pengukuran Biomassa (g m-2) P e rh it un ga n B io m a s s a (g m -2) W2N0 W2N1 W2N2 W2N3 W2P1 W2P2 Garis 1:1 (b)

Gambar 12. Perbandingan antara perhitungan dan pengukuran AGB dalam evaluasi menggunakan data percobaan I (a) dan percobaan II (b). 2.3.6. Keragaan Tanaman

2.3.6.1. Pertumbuhan Tanaman

Peubah tanaman menggambarkan tanggapan tanaman terhadap perilaku lingkungan seperti kondisi iklim, air dan unsur hara selama periode pertumbuhannya.

2.3.6.2. Biomassa Tanaman

Biomassa di atas tanah (AGB) selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Gambar 13. Biomassa sangat ditentukan oleh koefisien efisiensi penggunaan radiasi. Pada perlakuan pemberian nitrogen, setiap satuan energi yang diintersepsi diubah menjadi 0.58, 0.66, 0.94, dan 0.90 kali menjadi fotosintat. Sementara itu, pada perlakuan W1P1 dan W1P2 energi dikonversi masing-masing sebanyak 1.30 dan 0.24 kali yang hasil perhitungannya disajikan pada Gambar 12.

(20)

Pengukuran biomassa W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut adalah 2 856.51 kg ha-1 (285.6 g m-2), 3 676.70 kg ha-1 (367.7 g m-2), 4 886.46 kg ha-1 (488.6 g m-2) dan 4 792.39 kg ha-1 (479.2 g m-2). Perlakuan W1P1 dan W1P2 sebesar 6 839.85 kg ha-1 (683.9 g m-2) dan 1 284.85 kg ha-1 (128.5 g m-2). 0 2000 4000 6000 8000 10000

Fase perkembangan tanaman (s)

AGB (k g ha -1 ) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) 0.25 0.50 0.75 1.00

Gambar 13. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi.

Semakin besar biomassa yang dihasilkan, maka biji yang dapat dibentuk juga semakin besar seperti yang terlihat dalam Gambar 16. Perlakuan W1N2 sebagai contoh menghasilkan biomassa sebesar 3 676.70 kg ha-1 dan biji yang

dapat dibentuk sebesar 222.895 kg ha-1. Sementara itu, perlakuan W1N0 yang menghasilkan biomassa sebesar 2 856.51 kg ha-1 hanya dapat membentuk biji sebesar 38.501 kg ha-1.

2.3.6.3. Indeks Luas Daun

Peubah ini sangat baik untuk menggambarkan distribusi cahaya yang tidak hanya ditentukan oleh sifat daun, tetapi juga oleh kerapatan daun. Dalam Gambar 14 terlihat bahwa indeks luas daun (ILD) tertinggi terjadi setelah fase bunga mekar (BM) yang diduga pada periode pengisian biji, setelah itu mengecil karena daun mengalami pelayuan. ILD dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah pada perlakuan W1N2 (6.1), W1N3 (5.7), W1N1 (5.5), dan W1N0 (3.4). Pola yang sama juga diperlihat oleh W1P1 dan W1P2 dengan ILD sebesar 8.1 dan 2.3 (Tabel 4 dan Gambar 14).

(21)

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu pengamatan (bulanan)

In d ek s L u as D au n, I L D (W1N0)(W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2)

Gambar 14. Indeks luas daun selama percobaan.

2.3.6.4. Pembagian biomassa

Alokasi biomassa tanaman pada pertumbuhan awal lebih banyak pada bagian daun kemudian batang dan akar dengan proporsi berturut-berturut 44%, 42% dan 12%. Pada fase KB – BM terlihat biomassa daun berkurang dan diikuti peningkatan biomassa pada bagian batang dan akar dengan proporsi sekitar 37%, 50% dan 20%. Pada fase masak fisoplogis (MF) biomassa daun berkurang 35%, batang 51%, akar 23%, dan ke biji sekitar 10% (Gambar 15).

2.3.6.5. Hasil Tanaman

Hasil biji jarak dipanen sebanyak tiga kali sejak pembungaan sampai dengan lebih dari 50% tanaman masak fisiologis atau tanaman berumur sekitar 6 (enam) bulan. Hasil panen terbanyak pada perlakuan W1N2 dan W1N3, yaitu berturut-turut 222.895 kg ha-1 dan 190.613 kg ha-1, sedangkan perlakuan W1N1

dan W1N0 berturut-turut sebesar 85.79 kg ha-1 dan 38.501 kg ha-1. Perlakuan W1P1 dan W1P2 berturut-turut sebesar 218.385 kg ha-1 dan 50.414 kg ha-1. Hasil setiap tanaman disajikan pada Gambar 16, yang menunjukkan bahwa populasi rapat (W1P1) sebesar 12.43 g/tanaman dibandingkan dengan populasi sedang (W1P2) sebesar 15.53 g/tanaman. Waktu yang diperlukan untuk memanen sejak kuncup bunga sekitar 90 hari (Tabel 1). Menurut Puslitbangbun (2007) populasi IP-1P (dari KIJP Pakuwon) yang direkomendasikan untuk daerah beriklim basah mempunyai potensi produksi sebesar 250-300 kg ha-1 pada tahun pertama.

(22)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Akar Batang Daun Biji

W1N0 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Akar Batang Daun Biji

W1N1 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Akar Batang Daun Biji

W1N2 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Akar Batang Daun Biji

W1N3 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Akar Batang Daun Biji

0.25 0.50 0.75 1.00 W1P1 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Akar Batang Daun Biji

0.25 0.50 0.75 1.00

W1P2

Gambar 15. Proporsi biomassa (g m-2) masing-masing perlakuan.

0.0 100.0 200.0 300.0 H a s il ( k g ha -1) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 H a s il pe r 6 bl n ( g t a n -1) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2)

(23)

2.3.6.6. Nitrogen tanaman

Pada fase MF jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman semakin besar dengan peningkatan pemberian nitrogen, sedangkan pada perlakuan kerapatan populasi jumlah nitrogen semakin banyak pada populasi rapat (W1P1). Nitrogen biji meningkat sampai perlakuan W1N2 kemudian turun pada perlakuan W1N3. Perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih tinggi dibandingkan dengan W1P2 (Gambar 17). 2.0 52.0 102.0 152.0 202.0 252.0 302.0 352.0 402.0 452.0

Fase perkembangan tanaman (s)

N it r o g e n ta n ., A G N (N , k g h a -1) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) BM pupuk 1 pupuk 2 KB 0.25 0.50 0.75 1.00 (a) 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 Pemupukan nitrogen N it r o g en bi ji , ( N , kg ha -1) (W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) (b)

Gambar 17. Nitrogen di atas tanah, AGN (kg ha-1) (a) dan nitrogen biji (kg h-1) (b) masing-masing perlakuan.

2.4.

Pembahasan

Konsep heat unit telah banyak digunakan untuk tanaman yang tidak peka terhadap panjang hari. Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa metode ini dapat diterapkan untuk menentukan fase perkembangan tananam. Misalnya pada tanaman gandum (Handoko, 2007) dengan perlakuan air, nitrogen dan ketinggian tempat, kelapa sawit (Djufry et al. 2000) dengan perlakuan air dan nitrogen. Pada tanaman soba (Koesmaryono et

al. 2002) dengan ketinggian tempat yang berbeda. Waktu fase perkembangan ini

akan menentukan pengalokasian fotosintat ke organ-organ tanaman, sehingga keperluan air dan hara masing-masing periode perkembangan ini tidak sama. Air diperlukan dalam mineralisasi nitrogen yang selanjutnya diperlukan sebagai sarana pengangkutan unsur hara menurut aliran massa. Oleh karena itu, pada perlakuan pemupukan nitrogen (defisit air W1N1, W1N2 dan W1N3 masing-masing sebesar -44.5; -54.2 dan -80.1) terlihat kandungan air tanah yang

(24)

menurun dengan cepat dibandingkan tanpa pemupukan (defisit air sebesar -33.5 mm). Hal ini yang menyebabkan evapotranspirasi aktual tanaman semakin besar. Evapotranspirasi W1N0 sebesar 399.1 mm sementara itu W1N3 sebesar 491.0 mm. Evapotranspirasi proporsional dengan biomassa yang akan dihasikan (Purcell, 2006).

Intersepsi radiasi setelah memasuki fase bunga mekar relatif konstan sektar 0.50. Hal yang sama juga ditemukan oleh Purcell et al. (2002) pada tanaman kedele. Intersepsi radiasi surya membentuk pola linier menurut

pemberian nitrogen pada rentang W1N0 – W1N3. Fraksi radiasi yang diintersepsi tanaman ini sangat menentukan nilai efisiensi penggunaan radiasi. RUE bervariasi dengan kandungan nitrogen dari tanaman (Sinclair & Muchow, 1999) dan defisit air dari kondisi kapasitas lapang (Demetriades-Shah

et al. 1992). Pada percobaan lapang, Gallagher & Biscoe (1978) menemukan

RUE tanaman gandum yang dipupuk meningkat 10% dibandingkan dengan RUE tanaman gandum yang tidak dipupuk. Pada penelitian ini peningkatan RUE pada selang 14 – 38%. Di samping itu, dalam Tabel 4. juga memperlihatkan nilai efisiensi penggunaan radiasi lebih tinggi pada populasi yang rapat. Hal serupa ditemukan oleh Kemanian et al. (2004) pada tanaman Barley walaupun antara populasi yang rapat dan jarang tidak nyata perbedaannya. Kumar et al. (1996) memperoleh RUE jarak kepyar (Ricinus communis L.) bervariasi antara 0.79 – 1.19 g MJ−1 karena pengaruh indek kekeringan.

Indeks luas daun ternyata berperan dalam menentukan RUE, sehingga semakin besar ILD maka RUE juga meningkat (Tabel 4). Ini terjadi karena ILD menentukan distribusi cahaya yang masuk ke dalam tajuk tanaman. Komponen ILD dan RUE ini selanjutnya menentukan biomassa yang dihasikan yang menurut prinsip fisiologi tanaman adalah proposional dengan akumulasi radiasi yang diintersepsi oleh tanaman dan juga proposional dengan sejumlah air yang ditranspirasikan selama periode pertumbuhan tanaman (Purcell, 2006). Selain itu RUE dipengaruhi antara lain oleh (1) arsitektur/bentuk tajuk dan daun yang berkaitan dengan jenis atau varietas tanaman, (2) selain ILD, juga kandungan khlorofil dan air daun (3) suhu udara, status air dan hara tanaman (Chang, 1968).

(25)

Proporsi biomassa akar dan daun menurun pada saat bunga mekar dan diikuti oleh peningkatan pada bagian batang. Proporsi biomassa batang yang meningkat untuk tanaman tahunan akan dipergunakan lagi untuk pertumbuhan berikutnya.

Selain pemupukan, kerapatan tanaman juga menentukan hasil. Hasil biji (g/tanaman) W1P1 lebih kecil dibandingkan dengan W1P2. Ini diduga kandungan air tanah pada W1P2 (275.2 mm) lebih besar dari W1P1 (264.3 mm). Sementara itu kandungan nitrogen biji W1P1 dan W1P2 masing-masing sebesar 3.691 kg ha-1 dan 0.958 kg ha-1.

2.5. Kesimpulan

Kemampuan tanaman mengkonversi energi menjadi fotosintat ini diistilahkan dengan efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) secara linier dipengaruhi oleh nitrogen tanaman. RUE ini selanjutnya menentukan biomassa dan biji yang dihasilkan. Berdasarkan parameterisasi nilai RUE terbaik untuk memprediksi biomassa terletak antara 0.94 – 1.3 g MJ-1.

Fenologi tanaman jarak pagar yang dihitung berdasarkan konsep heat

unit antara suhu udara rata-rata dan suhu dasar dengan panjang setiap fase

perkembangan yang ditetapkan berdasarkan pengamatan fenotif tanaman. Penentuan fenologi atau fase perkembangan ini diperlukan untuk menentukan proporsi pembagian hasil fotosintesis ke akar, batang, daun dan biji. Heat unit yang paling besar adalah pada fase bunga mekar sampai masak fisiologis, yaitu sebesar 1 364°C hari. Jika kondisi lingkungan tidak memungkinkan, misalnya kandungan air tanah sedikit, maka hasil biji menjadi rendah.

Sementara itu, selama periode pertumbuhan tanaman, kadar air tanah pada perlakuan pemupukan nitrogen (W1N1–W1N3), terjadi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan (W1N0). Kerapatan populasi juga mempengaruhi kadar air tanah yang pada populasi rapat (W1P1) lebih cepat penurunannya dibandingkan populasi sedang (W1P2). Peningkatan pengambilan air tanah diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan air tanaman atau evapotranspirasi.

(26)

Evapotranspirasi aktual semakin besar dengan peningkatan pemupukan nitrogen (W1N1, W1N2 dan W1N3), sebaliknya dengan evapotranspirasi perlakuan kerapatan populasi yang lebih besar pada populasi sedang (W1P2). Oleh karena itu, tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan evapotranspirasinya akan menghasilkan biomassa yang lebih tinggi. Evapotranspirasi ini menyebabkan aliran air beserta nitrogen dan hara lainnya ikut terangkut untuk keperluan fotosintesis.

Tanaman akan mengambil unsur hara dalam bentuk yang dapat diabsorpsinya. Untuk nitrogen, bentuk yang dapat diambil tanaman adalah amonium dan nitrat. Kandungan nitrogen dalam tanah lebih banyak dalam bentuk nitrat dan kecenderungan nitrogen tanah mulai kuncup bunga sampai masak fisiologis (MF) nitrogen menurun karena peningkatan penyerapan nitrogen oleh tanaman. Keperluan nitrogen tergantung pada permintaan tanaman, jika keperluan nitrogen untuk pengisian biji tidak dapat dipenuhi dengan memobilasi dari batang dan daun, maka tanaman akan menyerap nitrogen dari dalam tanah. Oleh karena itu, pada saat masak fisiologis (MF) nitrogen dalam tanah telah menurun karena peningkatan nitrogen tanaman. Nitrogen tanaman ini sangat mempengaruhi kemampuan tanaman mengkonversi energi radiasi surya menjadi fotosintat.

Kemudian, biji ditentukan oleh kandungan air tanah. Kandungan air tanah ini diperlukan oleh tanaman untuk pengisian biji, sehingga pada perlakuan baik pemberian nitrogen maupun kerapatan populasi yang mempunyai kandungan air tanah sekitar 272.5 dengan pemberian nitrogen sebesar 130 kg ha

-1 dapat menghasilkan biji per tanaman dan biji per hektar yang lebih besar

Gambar

Gambar 2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke- ke-satu dan ke-dua
Gambar 3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian  nitrogen dan kerapatan populasi
Gambar 4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan  kerapatan populasi
Gambar 6.  Evapotranspirasi relatif masing-masing perlakuan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, bahwa alat komunikasi Handphone termuat di dalam pasal 9 berbunyi “penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan

[r]

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan beberapa ulasan yang ada terkait GHQJDQ SHULODNX NRQVXPVL GDQ SURGXN GHSRVLWR \DQJ DGD GL EDQN V\DUL¶DK VHEDJDL instrumen

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak

Me đ utim, kada se koristi kao sredstvo za obrazovanje matriksa u tabletama sa produženim osloba đ anjem, pored gore navedenih, kao funkcionalne karakteristike

Kelebihan formasi tempat duduk berbentuk U dalam mening- katkan hasil belajar terutama pada aspek kognitif yaitu membuat siswa menjadi lebih fokus dan lebih

Lesung yang dibawa ke Gabusan/ usianya sudah sekitar 70 tahun// Lesung ini/ kayunya kian menipis/ tinggal beberapa milimeter saja/ khususnya yang berlubang bundar/