BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 29 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007
PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEM BANGAN
USAHA M IKRO, KECIL DAN M ENENGAH (UM KM ) * )
Oleh : Andang Setyobudi, SE * * )
I. PENDAHULUAN
M embangun ekonomi Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari peranan
Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku
usaha. Pemerintah sebagai pembuat
dan pengatur kebijakan diharapkan
dapat memberikan iklim yang
kondusif bagi dunia usaha, sehingga
lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta
pelaku usaha di lapangan mampu
memanfaatkan kebijakan dan
melaksanakan kegiatan usaha
dengan lancar, yang pada akhirnya
dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi.
Salah satu pelaku usaha yang
memiliki eksistensi penting namun
kadang dianggap “ terlupakan”
dalam percaturan kebijakan di
negeri ini adalah Usaha M ikro, Kecil dan M enengah (UM KM ). Padahal
jika kita mengenal lebih jauh dan
dalam, peran UM KM bukanlah
sekedar pendukung dalam
kontribusi ekonomi nasional.
UM KM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang
penting dan strategis. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari berbagai
data empiris yang mendukung
bahw a eksistensi UM KM cukup
dominan dalam perekonomian
Indonesia, yaitu:
a. Pertama, jumlah industri yang
besar dan terdapat dalam setiap
sektor ekonomi. Pada tahun
2005 tercatat jumlah UM KM
adalah 44,69 unit atau 99,9%
dari jumlah total unit usaha1.
b. Kedua, potensinya yang besar
dalam penyerapan tenaga kerja.
Setiap unit investasi pada sektor
UM KM dapat menciptakan lebih
banyak kesempatan kerja bila
dibandingkan dengan investasi
yang sama pada usaha besar. Sektor UM KM menyerap 77,68
juta tenaga kerja atau 96,77%
dari total angkatan kerja yang
bekerja.
c. Ketiga, kontribusi UM KM dalam
pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 54,22%
dari total PDB.
* ) M akalah disampaikan dalam Seminar tentang Perda dan UM KM pada 29 M aret 2007 di Bank Indonesia.
* * ) Analis M adya Senior, Biro Kredit -Bank Indonesia.
1 Dat a Badan Pusat St at ist ik (BPS) dan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 30 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 Perkembangan kinerja perbankan
setelah krisis ekonomi serta
membaiknya country rating
Indonesia sangat menunjang bagi
peningkatan fungsi intermediasi
perbankan, baik kepada korporasi maupun UM KM . Hal ini ditunjukkan
dengan kenaikan penyaluran kredit
pada kedua sektor tersebut dari
w aktu ke w aktu. Selain itu dengan
memperhatikan kuatnya daya tahan
UM KM dalam menghadapi krisis ekonomi telah menarik minat
perbankan untuk meningkatkan
pembiayaannya bagi UM KM .
Kebijakan pengembangan dan
pemberdayaan UM KM akan selalu
melibatkan peran pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga-lembaga
lainnya yang peduli UM KM .
Sebagaimana dikemukakan oleh
M enteri Negara Koperasi dan UKM
bahw a banyak departeman dan
kementrian yang memiliki program yang terkait dengan pengembangan
UM KM , BUM N-BUM N yang memiliki
program “ community development”
untuk UM KM , LSM -LSM , lembaga
asing dan donor yang memberikan
perhatian demikian banyak kepada UM KM . Namun demikian jika
UM KM masih juga belum banyak
berkembang dan dianggap masih
jauh dari harapan, maka diperlukan
kebijakan yang lebih kondusif,
koordinatif dan integrated dalam membenahi sektor yang paling
banyak menyangkut hajat hidup
orang banyak.
M emahami permasalahan UM KM ,
agar dapat meneropong dengan
lebih jelas, kita harus melihat banyak
dimensi dengan perspektif yang lebih luas. UM KM dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain aspek
pemasaran, produksi, SDM dan
manajerial, legalitas, keuangan dan
permodalan, ketenagakerjaan dan
aspek lainnya. Seluruh aspek tersebut selalu berkaitan dalam
upaya pengembangan UM KM .
M eskipun dari berbagai kajian dan
kondisi di lapangan, aspek
pemasaran, SDM dan permodalan
atau pembiayaan sering menjadi isu terpenting dalam permasalahan
yang dihadapi UM KM .
Kategori Permasalahan UM KM :
1. Permasalahan yang bersifat klasik
dan mendasar pada UM KM
(basic problems), antara lain berupa permasalahan modal,
bentuk badan hukum yang
umumnya non formal, SDM ,
pengembangan produk dan
akses pemasaran;
2. Permasalahan lanjutan (advanced
problems), antara lain
pengenalan dan penetrasi pasar
ekspor yang belum optimal,
kurangnya pemahaman terhadap
desain produk yang sesuai
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 31 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 menyangkut hak paten, prosedur
kontrak penjualan serta
peraturan yang berlaku di negara
tujuan ekspor;
3. Permasalahan antara
(intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait
untuk menyelesaikan masalah
dasar agar mampu menghadapi
persoalan lanjutan secara lebih
baik. Permasalahan tersebut
antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan
keterbatasan dalam
kew irausahaan. Dengan
pemahaman atas permasalahan
di atas, akan dapat ditengarai
berbagai problem dalam UM KM dalam tingkatan yang berbeda,
sehingga solusi dan
penanganannya pun seharusnya
berbeda pula.
Sementara itu, dari hasil survei
tentang profil UM KM yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
terdapat permasalahan maupun
kendala UM KM yang dilihat dari
perspektif UM KM itu sendiri
maupun dari perbankan. Dari sisi
UM KM beberapa variabel penting yang masih rendah kinerjanya antara
lain:
?
kemudahan UM KM dalammemperoleh ijin;
?
kemampuan UM KM untukmengelola keuangan;
?
ketepatan w aktu dan jumlahperolehan kredit dan;
?
tenaga kerja yang trampil.Sedangkan dari sisi perbankan,
variabel-variabel UM KM yang
berkinerja rendah di antaranya
adalah:
?
kemampuan pengelolaankeuangan;
?
kapabilitas pemasaran;?
ketrampilan tenaga kerja;?
kontrol kualitas dalam produksi.II. PEM BIAYAAN PERBANKAN KE
SEKTOR UM KM
Sejalan dengan kondusifnya makro
ekonomi dan perubahan paradigma
perbankan dalam memandang UM KM dalam beberapa tahun
belakangan ini kita mencermati
adanya perubahan perilaku bisnis
perbankan yang lebih mengarah
pada segmen UM KM . Kondisi ini
sangat berbeda dengan era masa lalu di mana orientasi penyaluran
kredit perbankan terlalu
memusatkan pada korporasi yang
dianggap lebih memberikan
keuntungan besar secara ekonomis.
Sedangkan sektor UM KM kerap kali mengalami hambatan dalam
memperoleh akses dana dan sering
dibiayai melalui program pemerintah
yang cenderung bersifat subsidi atau
sumber dana relatif murah dari para
donor. Dalam perkembangannya, penyaluran kredit UM KM semakin
lama semakin meningkat sejalan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 32 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 perbankan untuk pemberian kredit
UM KM .
Perkembangan kredit UM KM yang
bersumber dari kredit bank,
menunjukkan baki debet pada akhir
Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit
perbankan dengan komposisi:
?
usaha mikro sebesar Rp. 186,52trilyun atau 40,4% ;
?
usaha kecil sebesar Rp. 131,95trilyun atau 28,6% ;
?
usaha menengah sebesar Rp.143,69 trilyun atau 31,1% .
Secara keseluruhan terdapat
pertumbuhan sebesar 18,4% bila
dibandingkan dengan posisi yang
sama pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 trilyun. Sementara net NPLs
kredit UM KM 3,19% dan total
kredit perbankan sebesar 2,61% .
Sementara itu hingga Juni 2007 nett
ekspansi kredit perbankan yang
disalurkan ke sektor UM KM sebesar Rp. 34,2 trilyun atau 48,1% dari
total business plan tahun 2007 telah
mencapai lebih dari 19,1 juta
rekening dibandingkan pada Juni
2006 yang berjumlah 18,2 juta.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar
penggunaan kredit UM KM adalah
untuk kredit konsumsi dimana per
Juni 2007 adalah sebesar 66,7% ,
yang diikuti oleh kredit modal kerja
sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3% . Besarnya prosentase
kredit konsumsi tersebut juga
menunjukkan bahw a penyaluran
kredit UM KM ke sektor usaha yang
produktif masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahw a penyediaan kredit perbankan untuk mendukung
pengembangan UM KM sebenarnya
sudah cukup besar, karena telah
mencapai separuh dari alokasi total
kredit perbankan. Strategi yang
sebaiknya diterapkan perbankan di masa mendatang harus lebih
ekspansif untuk menggali potensi
dan kemajuan sektor UM KM , untuk
menunjukkan keyakinan perbankan
bahw a pasar pembiayaan di sektor
ini masih belum jenuh dan menjanjikan.
Apabila kita cermati, penetrasi
bank-bank kepada sektor UM KM tersebut
bukan hanya sekedar mengikuti
trend, melainkan suatu strategi yang
mendasari keputusan bisnis yang mengukuhkan bahw a UM KM
merupakan sektor yang prospektif
sehingga layak untuk dibiayai dan
menguntungkan.
III. KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM PEM BERDAYAAN UM KM
Dengan diberlakukannya UU Nomor
23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan UU Nom or 3 Tahun 2004,
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 33 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 mengalami perubahan paradigma
yang cukup mendasar karena BI
tidak dapat lagi memberikan
bantuan keuangan atau Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
sehingga peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UM KM
berubah menjadi tidak langsung.
Pendekatan yang digunakan kepada
UM KM bergeser dari development
role menjadi promotional role.
Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah
sudah bergeser kepada pendekatan
yang lebih menitikberatkan pada
kegiatan pelatihan kepada petugas
bank, penelitian dan penyediaan
informasi.
Dengan kondisi seperti itu, Bank
Indonesia masih tetap memberikan
dukungan, namun kebijakan BI baik
dari sisi supply maupun sisi demand
lebih difokuskan dalam rangka
mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk
mendukung sistem perbankan yang
sehat. Dari sisi supply, Bank
Indonesia mengeluarkan berbagai
kebijakan perbankan sehingga dapat
meningkatkan pemberian kredit kepada UM KM namun tetap
prudent.
Kebijakan tersebut antara lain
dengan mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Nomor
3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang
menganjurkan bank memberikan
sebagian kreditnya kepada usaha
kecil; PBI Nomor 6/25/PBI/2004 dan
SE Nomor 6/44/DPNP perihal
Rencana Bisnis Bank Umum Dalam
Penyaluran Kredit UM KM , sehingga
diketahui komitmen bank dalam menyalurkan kredit UM KM ; dan SE
nomor 8/3/DPNP, dimana dalam
perhitungan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATM R) bobot risiko
untuk KUK dikenakan sebesar 85% .
Dari sisi demand, kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada
penguatan lembaga pendamping
UM KM melalui peningkatan capacity
building dalam bentuk pelatihan dan
kegiatan penelitian yang menunjang
pemberian kredit kepada UM KM .
Beberapa upaya yang dilakukan
antara lain:
a. pelatihan-pelatihan kepada
lembaga pendamping UM KM ,
dalam rangka meningkatkan
kemampuan kredit UM KM . Pada periode Januari-Juni 2007, Bank
Indonesia telah memberikan
pelatihan kepada 819 orang
pendamping UM KM atau
konsultan keuangan mitra bank
(KKM B) dengan jumlah kredit yang berhasil dihubungkan
dengan bank mencapai lebih dari
Rp. 155 miliar untuk 2.582
UM KM ;
b. Pendirian Pusat Pengembangan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 34 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 P3UKM antara lain bertugas
melakukan pelatihan dan
akreditasi pendamping UKM .
Pada bulan Juli 2007 lembaga
sejenis telah didirikan di
Kalimantan Selatan dan pada bulan September ini lembaga
sejenis direncanakan juga
didirikan di Sulaw esi Selatan;
c. Pengembangan Sistem Informasi
Terpadu Pengembangan Usaha
Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan
secara cepat hasil-hasil penelitian
dan berbagai informasi lainnya.
SIPUK terdiri dari Sistem
Informasi Baseline Economic
Survey (SIB), Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor
(SIABE), Sistem Informasi Pola
Pembiayaan/ lending model
Usaha Kecil (SILM UK), Sist em
Penunjang Keput usan Unt uk Invest asi (SPKUI); dan Sist em Inf ormasi Prosedur M emperoleh Kredit (SIPM K). SIPUK ini dapat diakses melalui w ebsit e Bank Indonesia di w w w .bi.go.id.
d. Berbagai penelitian dalam
rangka memberikan informasi untuk mendukung
pengembangan UM KM .
Kegiatan penelitian terutama
diarahkan untuk mendukung
penetapan arah dan kebijakan
Bank Indonesia dalam rangka pemberian bantuan teknis dan
juga dalam rangka penyediaan
informasi yang berguna dalam
rangka pengembangan UM KM .
Penelitian tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan
pengembangan UM KM serta untuk menggali potensi sektor
UM KM di tiap-tiap daerah di
Indonesia. Dalam upaya
meningkatkan peran UM KM
untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, pada tahun 2005 Bank Indonesia telah melakukan survei
untuk memperoleh gambaran
mengenai potensi dan
permasalahan yang dihadapi
UM KM ditinjau dari berbagai
aspek. Pada tahun 2007, Bank Indonesia melakukan kajian
identifikasi peraturan pusat dan
daerah dalam rangka
pengembangan UM KM serta
kajian dan implementasi pilot
project klaster pengembangan UM KM .
IV. PENUTUP
Peranan Bank Indonesia dalam
pengembangan UM KM mengalami
perubahan paradigma, namun
bukan berarti kebijakan dan strategi untuk mendukung UM KM menjadi
berkurang tetapi disesuaikan dengan
perundang-undangan baru yang
berlaku. Untuk itulah, kebijakan
Bank Indonesia dalam
pengembangan dan pemberdayaan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 35 Volum e 5, Nom or 2 , A gust us 2007 mendorong peningkatan fungsi
intermediasi perbankan serta untuk
mendukung sistem perbankan yang
sehat, sehingga dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional.
Dukungan Bank Indonesia melalui kebijakan yang bersifat demand side
maupun supply side bertujuan untuk
lebih meningkatkan upaya-upaya
akses UM KM kepada perbankan
melalui mekanisme hubungan bisnis
yang saling menguntungkan sehingga dapat berkesinambungan.
Upaya-upaya ini diharapkan dapat
membangun sinergi, karena pada
dasarnya bank dan UM KM saling
membutuhkan sehingga mampu
menjembatani gap antara aspek kehati-hatian yang diterapkan dalam
operasi perbankan dengan UM KM
yang potensial namun belum