• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP KELIMPAHAN KERANG KEPAH (Polymesoda erosa) PADA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BAKAU KECIL KABUPATEN MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP KELIMPAHAN KERANG KEPAH (Polymesoda erosa) PADA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BAKAU KECIL KABUPATEN MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP KELIMPAHAN KERANG KEPAH (Polymesoda erosa) PADA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BAKAU

KECIL KABUPATEN MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT

The Influence of Vegetation Structure on Shellfish (Polymesoda erosa) Abundance in The Mangrove Forest Sungai Bakau Kecil’s Village District of Mempawah West Kalimantan

Aldi Sutardi, M. Sofwan Anwari, Slamet Rifanjani

Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak. Jl. Daya Nasional Pontianak 78124 E-mail: aldisutardioesman@gmail.com

Abstract

Mangrove forests are one of the ecosystems that have important values in terms of physical, biological and economic. Increasing the quality of forests can increase the usefull of one of the biological benefits. This can be seen by many animals that use the forest as a shelter, spawning, foraging and so forth. One of the mangrove forest in Sungai Bakau Kecil`s Village, Mempawah, West Kalimantan. The purpose of this study was to determine the effect of density and vegetation structure on the abundance of shellfish.The method used in this research was survey. Determination of starting point as the first line of observation was done purposively (placement deliberately), for the next path systematically with a distance of 100 m. Observation of mangrove vegetation was pathway technique. Each path was made of 3 plots of observation of mangrove vegetation and shellfish with each plot area of 10 m X 10 m. The plot was made perpendicular to the coastline, the first plot was near the beach then the second plot was made 50 m from the first plot and the third plot was made 50 m from the second plot. The samples was made of 3 quadran with 1m x 1m for shellfish samples .The highest density of vegetation with the highest shellfish was found in observation plots 3, 6 and 9 with each density of Vegetation in plot 3, 6, 9 were 7851/Ha, 13029/Ha and 5261/Ha respectively, and the range of 6-8 shellsfish. Vegetation structure at 3, 6 and 9 observation plots that can provide food, space and temperature that support for shellfish with tree density of 9-17/Ha, stakes 256-512/Ha and seedlings 5000-12500/Ha. Keywords: Mangrove, Shellfish, Vegetation

PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan salah satu formasi hutan yang berpengaruh sebagai penyambung ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Hutan mangrove terdapat di pantai yang rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang surut air laut(Noor et al., 2006). Manfaat hutan mangrove terbagi dari tiga aspek yaitu manfaat secara fisik, manfaat biologis dan ekonomis. Manfaat secara fisik antara lain menjaga kestabilan garis pantai, mengurangi abrasi pantai, menahan tiupan angin serta sebagai

wilayah penyangga terhadap intrusi air laut. Secara biologis hutan mangrove bermanfaat bagi biota perairan sebagai tempat pemijahan ikan, mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran serta sebagai tempat berlindung dan berkembang biak bagi satwa perairan. Manfaat ekonomis sebagai tempat mencari kayu bakar, bahan industri, tempat rekreasi serta sebagai tempat penelitian dan pendidikan (Kusmana, et

al., 2005).

Ghufran (2012), membagi zona hutan mangrovegenangan menjadi lima zona, yaitu: 1) Hutan yang paling dekat

(2)

dengan laut ditumbuhi oleh Api-api

(Avicinia sp) dan Pedada (Soneratia sp).

Pedada tumbuh pada lumpur yang lembek dengan kandungan organik yang tinggi. Sedangkan Api-api tumbuh pada substrat yang liat agak keras.2) Hutan pada subtrat yang lebih tinggi biasanya ditumbuhi oleh Lacang. Hutan ini tumbuh pada tanah liat yang cukup keras dan dicapai oleh beberapa air pasang saja. 3) Ke arah dataran lagi hutan dikuasai oleh bakau (Rhizophora sp). Bakau lebih banyak dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon dapat tumbuh tinggi 35-40 m. 4) Hutan yang dikuasai oleh nyirih (Xylocarpus

granatum) kadang dijumpai tanpa jenis

pohom lainnya. 5) Hutan mangrove terakhir dikuasai oleh nipah (Nypa

fruticans), zona ini adalah wilayah

peralihan antara hutan mangrove dan hutan daratan.

Hutan mangrove mengalami

ketidaknormalan sebagaimana zonasi mangrove yang baik. Ketidak normalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penunjang kawasan tersebut. Ditunjukan oleh kerapatan vegetasi yang rendah, bercampurnya vegetasi yang membentuk zonasi atau kurangnya areal mangrove yang disebabkan oleh abrasi (Kaunang dan Kimbal, 2009). Ketidak normalan yang sama terjadi pada Hutan Mangrove Desa Sungai Bakau Kecil yang pada awalnya merupakan tambak udang dan lahan persawahan masyarakat yang digunakan untuk bercocok tanam padi. Kondisi areal tempat hutan mangrove terjadi

abrasi yang berkepanjangan sehingga lahan tersebut terintrusi air laut. Areal yang terjadi abrasi tersebut terpengaruh oleh pasang surut air laut dan suplai air tawar dari daratan, lambat laun mulai tumbuh tanaman penyusun hutan mangrove.

Hutan mangrove di wilayah Kabupaten Mempawah terus dilakukan perbaikan sampai pada saat ini,

sehingga beberapa daerahnya

mempunyai hutan mangrove yang cukup bagus. Meningkatnya kualitas hutan mangrove di daerah ini secara biologis meningkatkan keberadaan biota perairan salah satunya kerang kepah

(Polymesoda erosa). Keberadaan

kerang kepah ini meningkat beriringan dengan peningkatan kualitas hutan mangrove yang ada. Salah satunya terdapat di wilayah Desa Sungai Bakau Kecil Kecamatan Mempawah Timur.

Ekosistem hutan mangrove di Desa Sungai Bakau Kecil sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh satwa perairan sebagai tempat berlindung, mencari makan dan tempat pemijahan.

Salah satu satwa yang

memanfaatkannya adalah kerang kepah. Berdasarkan uraian di atas masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh vegetasi mangrove terhadap kelimpahan kerang kepah.

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh kerapatan vegetasi terhadap kelimpahan kerang kepah dan mengidentifikasi pengaruh struktur vegetasi terhadap kelimpahan kerang kepah di hutan mangrove di Desa Sungai Bakau Kecil.

(3)

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada hutan mangrove Desa Sungai Bakau Kecil,

Kecamatan Mempawah Timur,

Kabupaten Mempawah. Luasan hutan mangrove yang diamati lebih kurang 5 Ha. Waktu pelaksanaan penelitian dengan kegiatan pengambilan sampel dan data di lapangan terhitung dari bulan Juli 2017 sampai bulan Januari 2018.

Penelitian fokus terhadap dua objek yaitu kerang kepah dan vegetasi mangrove pada kawasan ekosistem mangrove. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah parang, roll meter, line transek, alat tulis, buku identifikasi, kamera, nampan, gunting, pisau, sekop dan plastik.

Pengambilan sampel menggunakan metode survei, metode tersebut digunakan untuk mengambil sampel kerapatan dan keragaman jenis vegetasi pada luasan hutan tersebut serta pengambilan sampel kerang kepah. Penentuan starting point sebagai jalur pertama pengamatan dilakukan secara purposive (peletakan secara sengaja), untuk jalur selanjutnya secara sistematis dengan jarak 100 meter. Pengamatan vegetasi mangrove menggunakan teknik jalur berpetak. Setiap jalur dibuat 3 petak pengamatan vegetasi mangrove dan kerang kepah dengan masing-masing petak seluas 10 m x 10 m. Petak tersebut dibuat tegak lurus garis pantai, petak pertama dekat pantai kemudian petak kedua dibuat 50 m dari petak pertama dan petak ketiga dibuat 50 m

dari petak ke dua. Ukuran petak 10 m x 10 m untuk pohon dengan diameter ≥ 10 cm, ukuran 5 m x 5 m untuk pancang (tinggi ≥ 1,5 m dengan diameter 1 – 10 cm) dan ukuran petak 1 m x 1 m untuk semai (ketinggian ≤ 1,5 m atau diameter < 1 cm) (Fachrul, 2007). Masing-masing petak pengambilan sampel vegetasi mangrove dibuat 3 kuadran 1 m x 1 m untuk pengambilan sampel kerang kepah dengan cara purposive (Ashton et al; 2003).

Penelitian ini terdiri dari 5 jalur pengamatan dengan masing-masing jalur terdiri dari 3 petak pengamatan. Petak pengamatan pada penelitian ini berjumlah 15 petak. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan nilai penting (Fachrul, 2007). Analisis pengaruh vegetasi terhadap kelimpahan kerang kepah dilakukan secara analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan mengkaitkan antara kerapatan dan keragaman vegetasi mangrove dengan kelimpahan kerang kepah yang bermaksud untuk membuat deskipsi mengenai situasi dan kejadian.

(4)

Gambar 1. Peletakan Petak Pengamatan (Placemant of Plots).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan kelimpahan kerang kepah dengan jumlah keseluruhan 39 ekor. Hasil tersebut terbagi menjadi 3 yaitu petak pengamatan dengan kisaran 6-8 ekor, 1-3 ekor serta petak pengamatan yang tidak terdapat kerang kepah. Petak pengamatan dengan kerang kepah kisaran

6-8 ekor per petak terdapat pada petak pengamatan 3,6 dan 9. Petak pengamatan dengan kerang kepah berkisar 1-3 ekor pada petak pengamatan 1, 4, 7, 8, 10, 11 dan 13. Serta petak pengamatan yang tidak terdapat kerang kepah adalah petak pengamatan 2, 5, 12, 14 dan 15. J A L U R 1 G A R I S P A N T A I J A L U R 2 J A L U R 3 1 0 0 m 1 0 0 m 10 m 10m 10m 10m 10m 10m 10m 10m 10m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 5m 1 m 1 1 1 1 1 1 1 1 50 m 50 m

Petak 1 Petak 2 Petak 3

Petak 4 Petak 5 Petak 6

(5)

Tabel 1. Kerapatan Vegetasi pada Tingkat Pertumbuhan Pohon, Pancang dan Semai serta Jumlah Kerang Kepah. (Vegetation Density at Tree Growth, Stake and Seedling

Rate and Number of Shellfish).

No Petak Kerapatan Vegetasi (Ha) Jumlah Jumlah Kerang

Kepah Pohon Pancang Semai Kerapatan (Ha)

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 10 9 15 0 3 17 0 10 9 0 11 6 11 4 1 336 80 336 48 400 512 400 112 256 144 320 464 64 800 800 0 0 7500 7500 0 12500 42500 5000 5000 40000 27500 5000 12500 15000 15000 346 89 7851 7548 403 13029 42900 5122 5265 40144 27831 5470 12575 15804 15801 3 0 8 1 0 8 3 3 6 3 2 0 2 0 0

Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 3 petak pengamatan yang mendapat jumlah kerang kepah terbanyak yaitu petak pengamatan ke 3, 6 dan 9. Petak pengamatann ke 3 terdapat kerang kepah dengan jumlah 8 ekor dan kerapatan vegetasinya 7851 individu/Ha. Petak pengamatan ke 6 dengan jumlah kerang kepah 8 ekor serta kerapatan vegetasi 13029 individu/Ha. Petak pengamatan ke 9 mendapat jumlah kerang kepah 6 ekor dengan kerapatan vegetasi 5265 individu/Ha. Tingginya kelimpahan kerang kepah dapat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu yang dapat dipengaruhi oleh penyinaran matahari (Nurdin et al., 2006). Selain hal tersebut ketersediaan ruang untuk kehidupan kerang kepah juga dapat berpengaruh. Kerapatan pada petak pengamatan 3, 6

dan 9 merupakan petak yang mendukung bagi kelimpahan kerang kepah sehingga banyak di temukan kerang kepah di dalamnya.

Secara keseluruhan kerapatan vegetasi tidak berpengaruh terhadap kelimpahan kerang kepah. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai kerapatan vegetasi pada tiap petak pengamatan yang dibandingkan dengan jumlah kerang kepah. Kelimpahan kerang kepah tertinggi terdapat pada petak pengamatan 3, 6 dan 9. Jika dilihat dari kerapatan vegetasi ketiga petak pengamatan tersebut membentuk rentang kerapatan 5261 individu/Ha-13029 individu/Ha. Seharusnya kerapatan vegetasi yang berada dalam rentang kerapatan tersebut mempunyai kelimpahan kerang kepah yang tinggi. Berdasarkan data yang ditemukan

(6)

terdapat petak pengamatan 4, 12 dan 13 dengan masing-masing kerapatan vegetasi 7548 individu/Ha, 5470 individu/Ha dan 12575 individu/Ha yang termasuk dalam rentang tersebut tetapi kelimpahan kerang kepah pada petak 4 hanya 1ekor, petak 12 tidak terdapat kerang kepah serta petak 13 dengan jumlah kerang kepah 2 ekor. Persamaan regresi hubungan antara kelimpahan kerang kepah dan kerapatan vegetasi menunjukan persaman sebagai berikut Y = - 50x + 2.434 dan dengan R2 = 0,003. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa kerapatan vegetasi tidak berpengaruh terhadap kelimpahan kerang kepah hal tersebut ditunjukkan dengan nilai R2 yang bernilai di bawah 0,5 yaitu bernilai 0,003 dengan demikian dapat ditarik pernyataan bahwa tidak terjadi pengaruh antara keduanya.

Rentang kerapatan tersebut seharusnya menunjukkan ketersediaan makanan, suhu yang berasal dari pencahayaan sinar matahari serta ketersediaan ruang yang sesuai dengan kelimpahan kerang kepah. Hal tersebut terjadi karena populasi kerang kepah memiliki hubungan erat tetapi tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kerapatan vegetasi mangrove. Kerapatan mangrove menjadi stimulan bagi kondisi lingkungan seperti bahan organik dan fraksi liat pada substrat yang memiliki hubungan yang sempurna dan langsung terhadap kelimpahan kerang kepah (Kelanaet al, 2015). Hubungan sempurna antara substrat terhadap kelimpahan kerang

kepah membentuk asosiasi yang ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah individu kerang kepah sejalan dengan persentase lempung berpasir pada substratnya (Gunarto, 2004).

Struktur vegetasi pada petak pengamatan 3, 6 dan 9 merupakan struktur vegetasi yang mendukung kelimpahan kerang kepah karena dapat menyediakan makanan, ruang dan kestabilan suhu yang di pengaruhi oleh pencahayaan sinar matahari. Tingkat pertumbuhan pancang dan semai merupakan struktur vegetasi yang sangat berpengaruh. Kerapatan pada struktur vegetasi tingkat pancang 256-512 pancang/Ha dan semai 5000-12500 semai/Ha adalah struktur vegetasi yang baik, dikarnakan pada petak pengatan tersebut terdapat kerang kepah dengan jumlah tinggi. Petak pengamatan yang lain yaitu petak pengamatan 1, 4, 7, 8, 10, 11 dan 13 terdapat kerang kepah yang lebih rendah yaitu 1-3 yang disebabkan oleh kerapatan yang lebih rendah dan lebih tinggi dari rentang pada petak pengamatan 3, 6 dan 9 yang menyebabkan salah satu dari keadaan yang mendukung pertumbuhan kerang kepah tidak sesuai, baik lebih tinggi maupun lebih rendah dari yang dibutuhkan. Sama halnya dengan petak pengamatan 2, 5, 12, 14 dan 15 yang tidak terdapat kerang kepah di dalamnya. Struktur vegetasi yang mendominasi adalah tingkat pancang untuk tingkat pohon dan semai lebih sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan regenerasi pada tingkat semai disebabkan oleh berbagai

(7)

hal seperti individu yang tertutup plastik dan mati sehingga mengurangi jumlah tegakan semai. Sementara untuk tegakan tingkat pohon, sedikitnya jumlah tegakan disebabkan oleh berbagai faktor seperti tumbang oleh angin dan penebangan oleh masyarakat unutk memenuhi kebutuhan (Petra at al., 2012).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Kerapatan vegetasi tidak

berpengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kerang kepah, tetapi hanya sebagai penyedia bahan organik. Pengaruh yang sempurna terhadap kelimpahan kerang kepah adalah substrak yaitu liat dan lempung berpasir.

2. Struktur tingkat pancang mendominasi pada keseluruhan petak pengamatan keadaan tersebut menyediakan cukup makanan, ketersediaan ruang dan pencahayaan untuk kehidupan kerang kepah.

SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana pendukung dalam peningkatan produktifitas pertumbuhan kerang kepah dalam pengembangan silvofishery. Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh vegetasi dalam konteks yang berbeda seperti komposisi dan keadaan lingkungan (suhu dan kelembaban).

DAFTAR PUSTAKA

Ashton, E.C., D.J. Macintosh and P.J. Hogarth. 2003. A Baseline Study of

the Diversity and Community Ecology of Crab and Mollusca Macrofauna in the Sematan mangrove forest, Serawak,

Malaysia. Journal of

TropicalEcology. 19 (2): 127-142.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling

Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.

Gufran, M. 2012. Ekosistem Mangrove

Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan.

PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang

Pertanian. 23 (1). Hal 15-21.

Hendrickx, M.E., R.C. Brusca, M. Cordero and G. Ramirez. 2007. Marine and Brackish Water Molluscan Biodiversity in The California. Scientia Marina. 71 (4):637-647.

Kaunang, T.D., J.D Kimbal. 2009. Komposisi Dan Struktur vegetasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara.

AGRITEK. 17 (6): 0852-5426.

Kelana, P.P., I. Setyobudi.,M. Kristanti. 2015. Kondisi Habitat Polymesoda

erosa Pada Kawasan Ekosistem

Mangrove Cagar Alam Leuweng Sancang. Jurnal Akuatik. VI (2): 107-117.

Kusmana, C. Istomo, Wibowo. 2005.

Rencana Rehabilitasi Hutan

Mangrove dan Hutan Pantai Pasca

Tsunami di NAD dan Nias. Makalah

dalam Lokakarya Hutan Mangrove Pasca Tsunami, April 2005. Medan. Noor,Y.R., M.Khazali dan I.N.N

Suryadiputra. 2006. Panduan

Pengenalan Mangrove di Indonesia.

(8)

Nurdin, J., N. Marusin, Izmianti, A. Asmara, R. Deswandi dan J. Marzuki. 2006. Kepadatan Populasi dan Pertumbuhan Kerang Darah

(Anadara antiquate Linn.

(Bivalvia:Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Padang, Sumatera Barat.

Makara Sain. 10 (02): 96 – 101.

Petra, J.L., S. Sastrawibawa., I. Riyantini. 2012. Pengaruh Kerapatan Mangrove Terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu. Jurnal

Perikanan dan Kelautan. 3 (3):

Gambar

Gambar 1. Peletakan Petak Pengamatan (Placemant of Plots).
Tabel  1.  Kerapatan  Vegetasi  pada  Tingkat  Pertumbuhan  Pohon,  Pancang  dan  Semai  serta  Jumlah  Kerang  Kepah

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan potensi siswa guru geografi sebagian besar sudah memahami karateristik potensi siswa karena guru tidak hanya menjadi fasilitator belajar di ruang kelas,

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pahandut Palangka Raya menunjukkan kurangnya pengetahuan keluarga (67%) mengena ipenyakit DM dapat menjadi factor predisposisi

Penerapan nilai-nilai karakter ke dalam bahan ajar dengan model pembelajaran advance organizer , siswa dapat lebih mudah memahami keterkaitan antar konsep dalam

Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden antar ukuran usahatani (Tabel 69, Gambar 46), ditemukan bahwa jumlah petani yang cukup efisien

Sumber dana Bantuan Rehabilitasi Ruang Kelas Madrasah/RA/BA berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang terdapat pada DIPA Direktorat

Cara yang berjalan selama ini belum tersedianya sarana masyarakat khususnya pelanggan PDAM Tirta Musi Palembang untuk menyampaikan maupun mencari informasi tentang

Frits Osok berangapan bahwa pengakuan yang dilakukan oleh Ayahnya Almarhum Agustinus Osok dalam sidang yang terjadi pada gereja, membuktikan bahwa secara biologis dia adalah

1. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih baik dari penelitian sebelumnya. Penelitian berikutnya dapat menggunakan lebih banyak kriteria dan alternatif