• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang Grosiran di Pasar Sentral Kota Makassar dalam Tinjauan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang Grosiran di Pasar Sentral Kota Makassar dalam Tinjauan Islam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK JUAL BELI PAKAIAN PADA PEDAGANG GROSIR

DI PASAR SENTRAL KOTA MAKASSAR

DALAM TINJAUAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (SE) Jurusan Ekonomi Islam pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:

WAHYU NIM: 90100114069

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

(2)

ii

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

َِّاللّ ا ِنَم ْحَّرل ِميِحَّرلا

ِمْسِب

Assalamu Alaikum Wr.Wb

Puji Syukur Atas Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis draft skripsi dengan judul “Praktek Jual Beli Pakaian pada pedagang Grosir di pasar Sentral kota Makassar dalam tinjauan Islam”dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Teladan terbaik sepanjang zaman, sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kepemimpinan, sosok yang mampu menumbangkan zaman penindasan terhadap nilai-nilai humanitas, yang dengannya manusia mampu berhijrah dari satu masa yang tidak mengenal peradaban menuju satu masa yang berperadaban.

Didasari sepenuhnya, bahwa penulisan draft skripsi ini tidak melepas dari yang namanya kekurangan atau ketidak sempurnaan, dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan maupun hambatan. Oleh karena itu penulis membutuhkan berbagai bantuan dari kalangan akademisi maupun non-akademisi, maka segala kesulitan dan hambatan tersebut penulis dapat menghadapinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Proses pembuatan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak tercinta H.Saleh dan Ibu saya tercinta Hj. Marifah yang telah mendoakan, menyayangi, mendidik, membesarkan, membiayai dan memberikan saya motivasi untuk melangkah dan melupakan lelah demi berjuang di jalan Allah SWT. Kepada Keluarga saya adik yang selama ini memberikan saya motivasi demi mencapai cita-cita saya agar kelak saya bisa menjadi panutan yang baik dalam keluarga.

(5)

v

2. Istri saya tercinta Mardhiyah Bahar yang selalu mendukung saya dan selalu memotivasi saya agar saya bisa meraih gelar Sarjana.

3. Bapak Prof. Hamdan Juhannis, MA PhD., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

4. Bapak Prof. Dr. Abustani Ilyas, M.A selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah memberikan izin penelitian.

5. Bapak Ahmad Efendi, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Islam dan Bapak Drs. Thamrin Logawali, MH. Selaku sekretaris jurusan yang telah memberikan kelancaran pelaksanaan penelitian dan izin untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Mustafa Umar, S.Ag., M.Ag. selaku pembimbing I saya yang telah banyak membantu dalam proses bimbingan dan berbagi dalam ilmunya serta memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Sirajuddin, S.EI., ME. selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, dan kesabarannya dalam proses bimbingan serta arahan dan kritik, saran dalam meyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Prof. Dr. H. Muslimin Kara, M.Ag sebagai Penguji Iyang telah banyak meluangkan waktu, dan kesabarannya dalam proses konsultasi serta arahan dan kritik, saran dalam meyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Hj. Eka Suhartini, SE., M.M. sebagai Penguji II yang telah banyak meluangkan waktu, dan kesabarannya dalam proses konsultasi serta arahan dan kritik, saran dalam meyelesaikan skripsi ini.

10.Bapak dan Ibu Dosen, Staf, Pegawai Perpus Fakultas Ekonomi dan Bisnis islam yang telah memberikan ilmu dan nasehat selama di bangku perkuliahan.

(6)

vi

11.Responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kusioner dan bersedia untuk di wawancara.

12.Teman-teman, adik-adik Ekonomi Islam yang tidak bisa penulis sebutkan nama satu persatu yang telah mengajarkan banyak ilmu

13.Terima Kasih Kepada adik saya,teman saya Meiska Fardani yang telah memberikan semangat dan motivasi serta rela menerima curhatan, memberikan inspirasi, mendukung dan memberikan saya motivasi mengenai skripsi ini dan akhirnya bisa terselesaikan.

14.Teman sekelas saya(Ekonomi Islam B angkatan 14) ainul yaqin al-kadri yang selalu menemani saya bimbingan dan selalu mengingatkan skripsi ini.

15.Teman-teman satu periode kepengurusan HMJ EI 2014 yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi

16.Teman-teman, adik-adik dan kakak Ekonomi Islam yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam lencaran skripsi ini.

(7)

vii

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat konstruktif dab berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis panjatkan doa agar seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga atas bantuan dan amal baiknya kepada penulis mendapatkan imbalan dan pahala dari Allah Swt. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun penulis berikutnya, dan juga pembaca.

Wassalamu AlaikumWr. Wb.

Gowa-Samata,14November 2019

WAHYU

(8)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... ix

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kajian Pustaka... 9

E. Manfaat atau Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Jual Beli... 12

B. Khiyar... 19

C. Grosir ... 25

D. Etika Bisnis Islam ... 29

E. Kerangka Pikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Lokasi Penelitian ... 36

C. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 36

D. Metode Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 40

G. Pengujian Keabsahan Data Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Hasil Penelitian ... 43

(9)

x BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63 B. Saran... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN... 67

(10)

viii ABSTRAK

NAMA : Wahyu

NIM : 90100114069

Judul : Praktek Jual Beli Pakaian Pada Pedagang Grosiran Di Pasar Sentral Kota Makassar Dalam Tinjauan Islam.

Penelitian ini mengkaji praktek jual beli pakaian pada pedagang grosiran di Pasar Sentral Kota Makassar dalam tinjauan Islam. Pokok permasalahan pada penelitian kali ini adalah:1) Bagaimana Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang Grosir di Pasar Sentral Kota Makassar? 2)Bagaimana tinjauan Islam terhadap praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di Pasar Sentral Kota Makassar ?

Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kualitiatif, dengan sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Informan dalam penelitian adalah pedagang pakaian di Pasar Sentral Makassar. Data hasil wawancara penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis data yang dilakukan melalui data digunakan kerangka berfikir yaitu deduktif dan induktif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 1) praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di Pasar Sentral Kota Makassar seperti pada umumnya jual beli, perbedaannya pada kuantitas barang. 2) Tinjauan Islam terhadap praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di pasar sentral kota Makassar dalam penetapan hak khiyar terjadi perbedaan antara pedagang. Stand Arma Batik dan Stand ibu Mia: khiyar aib, Stand ibu Eda: Khiyar Syarat, dan Stand ibu Dewi: Khiyar majlis.

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam membedakan antara ibadah dan muamalat. Ibadah pokok asalnya adalah tidak boleh dilakukan kecuali berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Adapun muamalat, pokok asalnya adalah boleh melakukan apa saja yang dianggap baik dan mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT.1 Islam juga memberikan dasar-dasar pokok yang diambil dari Al-Qur‟an dan sunnah sebagai landasan hukum perbuatan manusia yang taat kepada-Nya, Dengan mengkaji dasar-dasar syariat, akan diketahui bahwa ibadah-ibadah yang diwajibkan dan dicintai Allah itu tidak tetap perintahnya kecuali dengan ketetapan syariah. Adapun kebiasaan-kebiasaan adalah semua hal yang dilakukan manusia dalam kehidupan dunia mereka yang perlukan asal pokoknya tidak dilarang. kebiasaan tersebut tidak terlarang kecuali yang dilarang Allah SWT. Hal itu karena perintah dan larangan adalah syariat Allah, sedangkan ibadah merupakan sesuatu yang diperintahkan.

Sebagai hamba Allah, manusia harus diberi tuntutan langsung agar hidupnya tidak menyimpang dan selalu diingatkan bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Sebagai khalifah manusia ditugasi untuk memakmurkan kehidupan ini. Manusia diberi kebebasan berusaha dimuka bumi ini untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini, maka dari itu manusia harus kreatif, inovatif, kerja keras, dan berjuang untuk hidupnya, tetapi hidup ini adalah perjuangan untuk melaksanakan amanat Allah, yang hakikatnya untuk kemaslahatan manusia.2 Islam adalah agama dan jalan hidup yang berdasarkan pada firman

1

Ahmad Muhammad Al-Assal dkk., Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, alih bahasa H. Imam Saefudin, cet. ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 153.

2

A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih. Kaidah-Kaidah Fikih dalam Menyelesaikan Masalah- Masalah Yang Praktis, cet. ke-3 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 129.

(12)

2

Allah yang diterangkan didalam al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Setiap orang Islam berkewajiban untuk bertingkah laku dalam hidupnya sesuai dengan ketentuan- ketentuan al-Qur‟an dan Sunnah. setiap orang harus memperhatikan mana yang dilarang (haram) dan mana yang dibolehkan (halal).

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan apabila ingin memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dalam interaksi sosial, manusia membutuhkan orang lain untuk bisa saling memenuhi kebutuhan antara satu dengan yang lain yang secara tidak langsung, hal ini berakibat adanya interaksi atau transaksi ekonomi yang dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan jual beli. Ada penjual dan pembeli merupakan syarat yang pasti dalam konteks sosial ekonomi.

Salah satu usaha berbinis yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah jual beli. Jual beli adalah menukar harta dengan harta.3 Aktivitas ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Jual beli ada semenjak diturunkannya nenek moyang umat manusia (Adam dan Hawa) ke permukaan bumi. Perkembangan jual beli berjalan seiring dengan perkembangan pertumbuhan dan pengetahuan manusia yang dimiliki.

Jual beli sebagai kegiatan vital dalam pemenuhan kebutuhan manusia tidak lepas dari aturan-aturan hukum tidak terkecuali dalam Islam. Islam adalah agama yang sempurna, karenanya segala sesuatu sudah di atur dalam pedoman hidup umat islam yakni Al-Qur‟an dan Hadis. Islam telah menggariskan jalan kearah kebahagiaan jasmani dengan memerintahkan cara-cara memenuhi keutuhan hidup dan memanfaatkannya. Islam menganjurkan supaya mencari harta dengan cara yang baik dan jual beli merupakan salah satu cara untuk mencari harta dan memenuhi kebutuhan hidup yang tentunya mesti dilakukan

3

http://www.sarjanaku.com/2011/08/jual-beli-dalam-islam-pengertian-hukum.html, (Di Unduh Pada tanggal 25 April 2019).

(13)

dengan cara yang baik. Dasar dari aktivitas ekonomi dalam praktek jual beli adalah saling menguntungkan dan tidak ada yang di rugikan.

Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2:

ْْاوُنَواَعَتَو

َْلَع

ِّْ ِبۡم ٱ

ْ ىَوۡقَّتم ٱَو

َْل َو

ْْاوُنَواَعَت

َْلَع

ِْۡث

ِ

ۡل ٱ

ْ ِنََٰوۡدُعۡم

ٱَو

ْهََّلل ٱْاوُقَّت ٱَو

َّْن

ا

ِ

ََّْلل ٱ

ُْديِد َش

ِْباَقِعۡم ٱ

٢

Terjemahnya :

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.S. Al-Maidah:2)4

Berdasarkan ayat tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari, mesti bertitik tolak pada asas saling tolong menolong dengan batasan hal hal yang baik. Demikian pula dalam jual beli tidak dibenarkan ada unsur-unsur yang tidak dipersyaratkan atau terdapat hal-hal yang merugikan para pihak yakni antara penjual dan pembeli.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Nisa‟ ayat 29 :

َْنيِ َّلَّ ٱاَ هيَُّأَٰٓ َي

ْْاوُنَماَء

َْل

ْْآوُ ُكُۡٔأَت

ُْكَم ََٰوۡمَٱ

ُْكَنۡيَب

ِْل ِطَٰ َبۡم

أِب

َّْٓل

ِ

ا

نَٱ

َْنوُكَت

ْ ةَرَٰجَ ِت

نَع

ضاَرَت

ْ ُۡكنِّم

َْل َو

ُْتۡقَت

ْْآوُل

ْ ُۡك َسُفنَٱ

َّْن

ا

ِ

ََّْلل ٱ

َْن َكَ

ُْۡكِب

يمِحَر

Terjemahnya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. Al-Nisa‟: 29)5

Dasar utama jual beli adalah saling ridha. Asal usul ditetapkannya khiyar (hak memilik) adalah untuk memastikan terbitnya rasa saling ridha ini. Hujjah harus adanya saling ridha dalam jual beli ini, didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Hibban :

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta Timur : CV Darus Sunnah, 2013), h. 108.

5

(14)

4

ضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اَمنَِّإ

Artinya:

Sesungguhnya jual beli itu harus saling ridha. (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, lihat Irwaa’ul Ghalil 5:125)6

Oleh karena itu, tidak sah jual beli jika salah satunya memaksa yang lain dengan tanpa hak. Tetapi jika paksaan dilakukan dengan hak, misalnya hakim memaksa seseorang menjual barangnya untuk menutupi hutangnya, maka jual beli itu sah

Jual beli secara substansi menjelaskan tentang tata cara perpindahan hak milik seseorang kepada orang lain. Berdasarkan penjelasan jual beli terdapat pertukaran benda yang satu dengan benda yang lainnya. Jual beli pula merupakan akad yang umumnya digunakan dalam masyarakat karenanya masyarakat tidak dapat meninggalkan akad ini. Untuk memperoleh sandang dan pangan misalnya, saat ini masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan sendirinya tetapi membutuhkan interaksi jual beli.

Kajian tentang jual beli dalam Islam merupakan bagian dari muamalah yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, mulai dari bentuk, model dalam system jual beli semakin bervariasi seperti halnya jual beli dalam partai besar yang dalam kehidupan sehari-hari disebut grosiran. Jual beli secara grosiran merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan secara besar-besaran oleh penjual kepada pembeli.

Prakteknya, grosiran dapat di artikan merupakan sebagai kegiatan dalam penjualan barang dan jasa kepada mereka yang membeli (pembeli) untuk di jual kembali atau untuk pengguna bisnis. Berdasarkan hal tersbut, jual beli grosir dapat di artikan sebagai bentuk jual beli barang dan jasa yang dilakukan dalam jumlah banyak juga mampu membeli dalam jumlah yang melebihi kemampuan pembeli lainnya.

6

Syekh Abu Yahya Zakaria al Anshory, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al Thullab, Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt: Jilid 1: 157.

(15)

Islam memberikan batasan-batasan dalam menjelaskan hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual, agar dalam dalam praktik jual beli bisa berjalan dengan baik sesuai dengan aturan dalam Islam. Para ulama fiqh telah merumuskan sekian banyak rukun dan syarat sahnya jual beli yang mereka pahami dari na} sh al-Quran dan na} sh hadis Rasulullah Saw, yaitu adanya penjual dan pembeli, adanya barang yang diperjual belikan, ijab kabul dan harga. Hal-hal tersebut merupakan syarat dan rukun dalam jual beli, meskipun ada perbedaan pendapat antar ulama mazhab satu dengan ulama mazhab yang lainnya. Perbedaan ini bukan hanya terletak pada sumber hukum atau bunyi na} sh

yang bersifat normatif, tetapi juga dilatar belakangi oleh tingkat perbedaan pemahaman dari tiap-tiap ulama. Masing-masing ulama menyesuaikan kondisi zaman, situasi, tempat dan metode yang digunakan dalam mengambil keputusan hukum.7

Secara umum, dalam Islam tidak ada aturan yang mengatur secara spesifik mengenai jual beli grosiran, namun pada dasarnya segala bentuk transaksi jual beli hukumnya mubah (boleh) kecuali terdapat dalil-dalil yang mengharamkannya. Dengan demikian, segala bentuk jual beli (muammalah) hukumnya boleh namun mesti memerhatikan syarat dan ketentuan-ketentuannya. Hal ini sejalan dengan ungkapaan Mazhab Syafi‟i yang mengatakan bahwa pada prinsipnya, semua jenis jual beli itu boleh asalkan dengan kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi kecuali jual beli yang dilarang oleh Rasulullah Saw.

Jual beli di masyarakat, ada dua bentuk penjualan barang yang dilakukan dalam transaksi jual beli, yakni grosiran dan eceran yang keduanya memiliki perbedaan dalam lingkup harga. Jual beli grosiran mengharuskan pembeli membeli barang dalam jumlah besar (biasanya akan dijual lagi) dan harganya biasanya jauh lebih murah dibandingkan dengan pembeli yang membeli dengan transaksi eceran. Adanya perbedaan harga tersebut,

7

(16)

6

dikarenakan pembeli membeli barang tersebut dalam jumlah yang banyak dan akan menjual kembali dengan harga pasaran (sesuai dengan harga eceran).

jual beli grosiran dalam praktiknya hanya memperlihatkan beberapa sample barang sebagai contoh barang yang akan dibeli dalam jumlah grosiran. Barang grosiran biasanya berisi lusinan, kodian dan lain-lain. Jual beli grosiran secara umum menggunakan system return yang artinya bahwa barang yang sudah di beli dapat dikembalikan apabila barang tersebut tidak sempurna dalam proses produksi dan distribusi.

Sehubungan dengan praktik jual beli barang grosiran, peneliti melakukan survey di pedagang grosir pakaian pasar sentral kota Makassar dan diperoleh bahwa dalam praktik pelaksanaan jual beli pada umumnya pembeli menyadari bahwa kemungkinan akan mendapatkan cacat ringan pada barang yang dibeli dan hal ini biasanya mendapatkan toleransi dari pembeli barang grosiran, khususnya pakaian. Namun demikian, terdapat pula beberapa pembeli pakaian grosiran mendapatkan barang yang telah di beli memiliki cacat berat seperti misalnya jahitan yang tidak baik, terdapat ukuran pakaian yang tidak sesuai dan lain-lain.8

Sebagaimana syarat jual beli, pembeli dan penjual dalam jual beli grosiran mesti menentukan akad yang mesti dilakukan baik secara lisan maupun tulisan. Akad tersebut dapat mengikat masing-masing penjual dan pembeli terhadap aktivitas jual beli.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada salah seorang pedagang grosiran di pasar Sentral kota Makassar yang bernama Hj. Subaedah, ia mengatakan bahwa

“dalam jual beli grosiran di toko saya, biasanya saya mengutamakan kebutuhan pembeli. Banyak pembeli yang dating dan membeli secara grosiran barang-barang saya seperti pakaian sekolah, baju kaos, dan lain-lain. Apabila mereka datang, maka saya memperlihatkan sampel pakaian yang mereka inginkan. Pada beberapa pembeli, ada yang teliti dan ada juga yang kurang teliti. Awalnya mereka memeriksa secara keseluruhan barang (pakaian) yang dibelinya, namun setelah tiga sampai 4 kali mereka membeli, ada yang hanya memesan via telepon agar dikirimkan melalui jasa pengiriman barang setelah

8

(17)

biaya total barang di transfer via bank. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya-biaya yang timbul seperti biaya transportasi pembeli ke Lokasi penjual barang grosiran di pasar Sentral kota Makassar. Nah disini masalahnya, pada beberapa pembeli ada yang menelpon kembali setelah beberapa hari, bahwa beberapa barang (pakaian) yang mereka terima rusak, seperti ukuranya ada yang tidak sesuai danada pula yang sobek. Sebagai penjual yang tidak ingin kehilangan pelanggan, maka terpaksa saya mesti mengganti barang (pakaian) tersebut dan mengirimkan kembali dengan beban biaya pengiriman dibebankan kepada pembeli.”9

Berdasarkan wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa penjual barang grosiran dalam menjual barangnya menggunakan akad jual beli secara umum. Namun, akad ini memiliki beberapa masalah yakni pembeli tidak melihat langsung barang yang ia inginkan yang memiliki kemungkinan barang tersebut tidak sesuai dengan keinginan pembeli.

Melihat kondisi di atas, dalam ekonomi Islam, terdapat hak khiyar yang ditujukan kepada pembeli apabila barang yang dibeli secara grosiran mengalami cacat, khususnya cacat berat. Hak ini bertujuan untuk menjamin kepada pembeli bahwa pembeli akan mendapatkan kepuasan kualitas atas barang yang dibeli. Khiyar artinya adalah hak yang dimiliki oleh orang yang melakukan kontrak untuk memilih yang terbaik diantara dua hal yakni meneruskan akad atau membatalkan akad.10 Penjual berupaya menerima return yang diajukan pembeli dalam jual beli grosiran. Ini merupakan bentuk asas tolong menolong yang diberikan penjual kepada pembeli dengan tujuan merawat pembeli agar tetap menjadi pelanggan. Apabila penjual barang grosiran tidak melayani return yang diajukan pembeli barang grosiran, maka pembeli akan beralih ke penjual lain, dimana di pasar Sentral kota Makassar terdapat ratusan penjual barang grosiran.

Disisi lain, biasanya apabila penjual telah berupaya menerima return akibat cacat berat yang diajukan pembeli grosiran, namun, banyak pembeli yang kadang nakal karena mengembalikan barang dalam kondisi yang tidak sama pada saat ia membeli dan bukan karena cacat barang tersebut, tetapi karena barang tersebut tidak laku di pasaran. Padahal

9

Wawancara oleh penulis di Pasar Sentral Kota Makassar pada tanggal 22 Desember 2018.

10

(18)

8

dalam perjanjian awal harusnya barang yang dikembalikan adalah barang yang cacat khususnya cacat berat dan bukan karena barang tidak laku di pasaran. Demikianlah beberapa masalah dalam praktek jual beli pakaian pada pedagang grosiran di pasar Sentral kota Makassar.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melihat Praktek Jual Beli Pakaian Pada Pedagang Grosiran Di Pasar Sentral Kota Makassar Dalam Tinjauan Islam.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian yang berjudul “Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang grosir di pasar Sentral Kota Makassar dalam tinjauan Islam” adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang Grosir di Pasar Sentral Kota Makassar ?

2. Bagaimana tinjauan Islam terhadap praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di Pasar Sentral Kota Makassar ?

3. Bagaimana analisis masalah praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di pasar Sentral kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menurut Kriyantono yang pada dasarnya merupakan tujuan penelitian kualitatif yaitu menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan cara pengumpulan data sedalam-dalamnya pula, yang menunjukkan pentingnya pendalaman dan detail suatu data yang diteliti. Pada penelitian kualitatif, semakin mendalam, teliti, dan tergali suatu data yang didapatkan maka dapat dikatakan semakin baik pula kualitas penelitian. Namun dari segi jumlah objek penelitian, kualitatif memiliki objek yang lebih.

(19)

Adapun tujuan penelitian yang berjudul “Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang grosir di pasar Sentral kota Makassar dalam tinjauan Islam” adalah :

1. Untuk mengetahui praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di Pasar Sentral Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui tinjauan Islam terhadap praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di Pasar Sentral Kota Makassar.

3. Untuk mengetahui Analisis masalah praktek jual beli pakaian pada pedagang grosir di pasar Sentral kota Makassar.

D. Kajian Pustaka

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan kajian pustaka terhadap beberapa penelitian terdahulu. Mengenai topik praktik jual beli secara grosir peneliti telah menemukan banyak penelitian terdahulu. Berikut kajian pustaka yang peneliti gunakan dalam penelitian kali ini, yakni:

1. Heldayanti, dalam skripsi Jual Beli Secara Grosir dalam Hukum Islam. Tujuan penelitian ini adalah Pertama,untuk mengetahui pelaksanaan jual beli baju secara grosirandi toko Edwin dan toko Aisyah Pasar Tengah Bandar Lampung. Kedua, untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap jual beli baju secara grosirandi toko Edwin dan toko Aisyah Pasar Tengah Bandar Lampung.

2. M. Ikhwan dalam skripsi Jual Beli Batik dalam Sistem Grosir dalam Perspektif Ekonomi Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal yaitu: pertama, bagaimana mekanisme jual beli batik sistm grosir di Pasar Grosir Stenono Pekalongan. Kedua, faktor-faktor apa saja yang memotivasi para pedagang menggunakan sistem grosir di Psar Grosir Setono Pekalongan. Ketiga, Bagaiamana

(20)

10

jual beli batik dengan sistem grosir di pasar grosir Setono Pekalongan dalam perspektif Islam.

3. Intan Nairobi dalam judul skripsi Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus Di Toko Tekstil Dan Pakaian Di Mega Mall Kota Metro). Penelitian bertujuan untuk mencari tahu: bagaimana sudut pandang etika bisnis Islam pada penggantian barang dalam jual beli grosir di Metro Mega Mall. Manfaat penelitian ini adalah sebagai wahana untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai jual beli grosir khususnya tentang penggantian barang dan bahan masukan bagi umat Islam khususnya bagi para penjual dan pembeli grosir (reseller) di Metro Mega Mall tentang pelaksanaan penggantian barang dalam jual beli grosir menurut etika bisnis Islam

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan dampak dari pencapaiannya tujuan. Seandainya dalam penelitian, tujuan dapat tercapai dan rumusan masalah dapat dipecahkan secara tepat dan akurat, maka apa manfaatnya secara praktis maupun secara teoritis. Kegunaan penelitian mempunyai dua hal yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan (secara teoritis) dan membantu mengatasi, memecahkan dan mencegah masalah yang ada pada objek yang diteliti. Kegunaan hasil penelitian terhubung dengan saran-saran yang diajukan setelah kesimpulan.

Adapun manfaat dari penelitian yang berjudul “Praktek Jual Beli Pakaian pada Pedagang Grosir di Pasar Sentral Kota Makassar dalam tinjauan Islam” adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan dan kemampuan berpikir mengenai penerapan teori yang telah didapat dari mata kuliah yang telah diterima kedalam penelitian yang sebenarnya. 2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menggambarkan praktek Jual Beli Pakaian

(21)

3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sarana diagnosis dalam mencari sebab masalah ataupun hal-hal lainnya yang dengan demikian akan memudahkan pencarian alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut.

Selain itu, Secara akademis, penelitian ini diharapkan memberi kontrubusi ilmiah pada kajian tentang praktek jual beli pakaian pada pedagang grosiran dalam tinjauan Islam yang secara umum tidak secara detil terdapat dalam pedoman umat Islam yakni Al-Qur‟an dan Hadis.

(22)

12 BAB II PEMBAHASAN A. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i dalam terminologi fiqh terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i berarti menjual sekaligus membeli atau jual beli.11

Jual beli adalah transaksi tukar menukar uang dengan barang berdasarkan suka sama suka menurut cara yang ditentukan syariat, baik dengan ijab kabul yang jelas, atau dengan cara saling memberikan barang atau uang tanpa mengucapkan ijab dan kabul seperti yang terjadi pada pasar swalayan.12

Menurut Hanafiah, pengertian jual beli (al-bay) secara definitif yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli ( al-ba’i) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Dan menurut ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.13

11

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) h. 101.

12

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016) h. 64.

13

(23)

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli telah disahkan oleh Al-Qur‟an, sunnah, dan ijma‟ ummat.14 Adapun dalil dari Al-qur‟an yaitu firman Allah dalam QS. Al-baqarah/2:275:





ْ

ْ





ْ





ْ







ْ

….

ْ



ْ

ْ Terjemahnya:

“..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”15

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. jadi tidak semua akad jual beli adalah haram seperti banyak yang disangka orang mengenai ayat ini. Hal ini jelas dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sbeelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟ yang dapat menjadi referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras, bangkai, dan yang lainnya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma para ulama akan larangan tersebut.16

Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadist yang diriwiyatkan dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda:

ْْنَع

َْةَعاَفِر

ِْنْب

ُّْللاَي ِضاَر

ُْوْنَع

َّْ ِبَّنم َنََا

ْ َل َص

ََْل َسَوِ ْيَْلَع

َْل

ِ

ا ُس

:

ِْب ْسَكْم هيَُّا

؟ ُبُي ْطَا

َْلاَق

ُْلَ َعَ

ِْلُجَّرما

ِْهِدَيِب

ُْ ُكَو

ْ عْيَب

ْ روُ ْبَم

(

هاور

رابزما

و

ةحصح

كمالحا

)

Artinya:

“Dari Rif‟ah ibn Rafi‟ r.a bahwasanya Rasulullah SAW ditanya: Mata percaharian apa yang paling bagus? rasulullah menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan

14

Abdul Aziz Muhammad Azam, Fiqh Muamalat, Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) h. 26.

15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 47.

16

(24)

14

tiaptiap jual beli yang baik.” (HR. Bazar dinyatakan shahih oleh Hakim al-Nasyaburi).17

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, jual beli adalah transaksi tukar menukar uang dengan barang berdasarkan suka sama suka menurut cara yang ditentukan syariat, baik dengan ijab dan kabul yang jelas, atau dengan cara saling memberikan barang atau uang tanpa mengucapkan ijab Kabul, seperti yang berlaku pada pasar swalayan.18

Adapun dalil ijma‟ ulama sepakat tentang halalnya jual beli dan haramnya riba, berdasarkan ayat dan hadist tersebut.19 Manusia merupakan makhluk social yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan orang lain. Ia sennantiasa membutuhkan barang yang berada ditangan orang lain. Sementara orang lain tidak akan menyerahkan sesuatu tanpa ada ganti/imbalannya. Oleh karena itu, jual beli dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan menghilangkan kesulitan dalam kehidupan manusia.20

Dari penjelasan dasar hukum jual beli diatas, jelas bahwa hukum jual beli adalah boleh (mubah). Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dan keinginan, transaksi jual beli juga dapat menjalin silaturahmi antar sesama ummat manusia. Jual beli mempertemukan dua pihak yang sama-sama membutuhkan barang dan uang untuk pemenuhan kebutuhannya.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun jual beli tersebut terdapat tiga macam21:

a. Ijab kabul (akad), yaitu ikatan kata antara penjual dan pembeli, syarat kabul antara lain:

17

Idri, Hadist Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Nabi), (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), h. 159.

18

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 64.

19

Abdul Aziz Muhammad Azam, Fiqh Muamalat, Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, h. 26.

20

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h. 65.

21Muhammad Yunus dkk, “Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akad Jual Beli Dalam Transaksi

(25)

1) jangan ada tenggang waktu yang memisahkan antara ucapan penjual dan pembeli. 2) jangan diselangi kata-kata lain antara penjual dan pembeli.

b. orang-orang yang berakad, penjual dan pembeli; dan c. objek akad (ma’qud alaih).22

Syarat jual beli dibagi menjadi dua yaitu syarat untuk objek jual beli dan syarat untuk orang yang melakukan jual beli. Adapun syarat untuk objek jual beli yaitu23:

1) suci dan bisa disucikan.

2) bermanfaat menurut hukum islam.

3) tidak digantungkan pada suatu kondisi tertentu. 4) tidak dibatasi tenggang waktu tertentu.

5) dapat diserahkan. 6) milik sendiri.

7) tertentu atau dapat diindra.24

Syarat untuk terpenuhinya akad jual beli agaar tidak mengarah kepada hal-hal yang bathil adalah sebagai berikut:

a) Persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun pembeli,25 yaitu:

1) Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan. Sesuai dengan kalam Allah ta‟ala dalam QS. An-Nisaa‟: 29.

22Muhammad Yunus dkk, “Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akad Jual Beli Dalam Transaksi

Online Pada Aplikasi Go-Food”, h. 149.

23Muhammad Yunus dkk, “Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akad Jual Beli Dalam Transaksi

Online Pada Aplikasi Go-Food”, h. 149.

24Muhammad Yunus dkk, “Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akad Jual Beli Dalam Transaksi

Online Pada Aplikasi Go-Food”, h. 149.

25Munir Salim, “Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam”, al-daulah, Vol. 6 / No. 2

(26)

16

2) Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual beli, yakni dia adalah seorang mukallaf dan rasyid (memiliki kemampuan dalam mengatur uang), sehingga tidak sah transaksi yang dilakukan oleh anak kecil yang tidak cakap, orang gila atau orang yang dipaksa. Hal ini merupakan salah satu bukti keadilan agama ini yang berupaya melindungi hak milik manusia dari kezaliman, karena seseorang yang gila, safiih (tidak cakap dalam bertransaksi) atau orang yang dipaksa, tidak mampu untuk membedakan transaksi mana yang baik dan buruk bagi dirinya sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi yang dilakukannya26.

b) Berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu:

1) Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan.

2) Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik barang. Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya, karena yang menjadi tolok ukur dalam perkara muamalah adalah rida pemilik

3) Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat diserahkan.

(27)

4) Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar.27

4. Jenis-jenis Jual Beli

Jenis jual beli dalam Islam terbagi menjadi dua sudut pandang, yaitu dilihat dari hukum Islam dan dilhat dari barang yang diperjual belikan. Jual beli dalam Islam ini terbagi menjadi dua yaitu jual beli yang sah menurut hukum Islam dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.28

a. Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu29; 1) jual beli barang yang di haramkan

“Dari jabir r.a Rasulullah, bersabda sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak,bangkai,babi dan berhala” (HR Bukhari dan Muslim)

2) Jual beli sperma (mani) hewan. Dalam Islam dibolehkan untuk jual beli daging kambing yang belum dikuliti dan sama halnya dibolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotoran yang masih berada dalam perut

3) Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama‟ memperbolehkan jual beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang lain.

4) Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.

5) Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya, hal ini masih

27Munir Salim, “Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam”, h. 377. 28Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, BISNIS, Vol. 3, No. 2, 2015, h. 253. 29Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, h. 253

(28)

18

diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar.

6) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas untuk panen, di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk dan lain sebaginya.

7) Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli.

8) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan. (i) Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering, maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan barang.30

Sedangkan jual beli ditinjau dari segi benda dibagi menjadi tiga macam. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Taqiyuddin, jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu31:

1) Jual beli barang yang kelihatan, jual beli benda yang kelihatan maksudnya pada waktu melakukan akad jual beli antara pembeli dan penjual ada yang di perjual belikan ada di depan mata. Hal ini banyak masyarakat yang melakukannya, ini dibolehkan, contoh di pasar membeli beras

2) Jual beli yang disebutkan sifat–sfat nya praktek di masyarakat jual beli yang hanya menyebutkan sifatnya atau contohnya, hal ini dilakukan di masyarakat dalam jual beli pesan barang, misalnya, pesan makanan, disebut bai‟ salam dalam hukum Islam dibolehkan.

30

Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, h. 254.

(29)

3) Jual beli benda yang tidak ada, jual beli yang barangnya belum ada atau sifatnya belum ada seperti membeli kacang dalam tanah, membeli ikan dalam kolam belum jelas, dalam hukum Islam tidak diperbolehkan. Kecuali bagi orangorang tertentu yang mempunyai keahlian dalam menaksir, maka diperbolehkan.32

B. Khiyar

1. Pengertian Khiyar

Al-Khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara; melangsungkan atau

membatalkan atau proses melakukan pcmilihan terhadap sesuatu. Khiyar menurut etimologi (bahasa) al-khiyar artinya pilihan. pembahasan al-khiyar dikemukakan oleh para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transkasi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi. sebgai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi yang dimaksud33

Secara terminology para ulama fiqh mendefiniskan al-Khiyar dengan Hak pilih salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau mebatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing masing pihak yang melakukan transaksi34.

Sedangkan ada yang berpendapat secara terminology (istilah fiqh) berarti hakpilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Khiyar ini dilaksanakan dengan maksud untuk menjamin kebebasan berfikir antara penjual dan pembeli.35

32Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, h. 255.

33Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12. 34Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12. 35Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12.

(30)

20

Hak khiyar ditetapkan syari'at ilsam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan dituju didalam suatu transaksi tercapai dengan sebaiknbaiknya. Status khiyar menurut ulama fiqh, adalah disyari'atkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kernaslahatan masing-masingpihak yang melakukan transaksi.36

Khiyar dapat pula dibagi menjadi dua : khiyar secara sempit adalah "pilihan" sedangkan khiyar secara umum adalah pilihan bebas dengan ikhlas tanpa ada paksaan. Akan tetapi khiyar atau kebebasan menurut seorang ekonom barat tidak memadainya perilaku pementingan diri juga dapat menjadi soal serius bagi pendekatan etika yang menekankan kebebasan. Orang itu bebas mengejar kepentingandiri (yang tunduk pada kendala-kendala itu) tanpa halangan atau rintangan.37

Dengan melihat berbagai kemajuan pangsa pasar yang sangal pesat maka para penjual melakukan promosipromosi untuk memperkenalkan barang yang dijual kepada para konsumen. Salah satu promosi dan paling banyak diminati oleh konsumen yakni garansi. Garansi merupakan pembelian barang dengan tangguhan waktu yang ditentukan oleh penjual. Ini dimaksudkan untuk menjaga apabila dalam pembelian oleh para konsumen atau pembeli mengalami cacat ataupun mengalami kerusakan dalam waktu garansi yang telah ditentukan oleh penjual.38

2. Dasar Hukum Khiyar

Khiyar hukumnya boleh berdasarkan sunnah Rasulullah saw. Diantara sunnah tersebut adalah hadis yang diriwaytkan oleh AlBukhari dari Abdullah bin Al-Harits39 :

36Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12. 37Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12. 38Dewi Sri Indriati , “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, h. 12.

39Galuh Tri Pambekti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli On-Line

(31)

Dari Abdullah bin al-harits ia berkata: saya mendengar Hakim bin Hizam r.a dari Nabi saw beliau bersabda: “ penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selama mereka berdua belum berpisah. Apabila mereka berdua benar dan jelas, maka mereka berdua diberi keberkahan didalam jual beli mereka, dan apabila mereka berdua berbohong dan merahasiakan, maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua. ( HR. Al-Bukhari).40

Selain itu ada hadist lain yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibn Umar:

Dari Ibnu Umar r.a ia berkata: Telah bersabda Nabi SAW: Penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selagi keduanya belum berpisah, atau salah seorang mengatakan kepada temannya: Pilihlah. Dan kadang-kadang beliau bersabda: atau terjadi jual beli khiyar. (HR. Al-Bukhari).41

Dari hadis tersebut jelaslah bahwa khiyar dalam akad jual beli hukumnya dibolehkan. Apalagi apabila dalam barang yang dibeli terdapat cacat („aib) yang bisa merugikan kepada pihak pembeli. Hak khiyar ditetapkan oleh syari‟at Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar, menurut ulama fiqih adalah disyari‟atkan atau dibolehkan karena masing-masing pihak yang melakukan transaksi supaya tidak ada pihak yang merasa tertipu42 Kemudian mengenai khiyar Allah berfirrman dalam Qur‟an Surah An-Nisa:29 :







ْ



ْ





ْ



ْ

ْ





ْ





ْ





ْ



ْ



ْ





ْ





ْ



ْ



ْ





ْ

ْ



ْ



ْ





ْ

ْ

ْ

ْ





ْ

ْ



ْ



ْْْ

ْ

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.”dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka

40Galuh Tri Pambekti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli On-Line

di Indonesia”, h. 88.

41Galuh Tri Pambekti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli On-Line

di Indonesia”, h. 88.

42Galuh Tri Pambekti, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Khiyar pada Jual Beli On-Line

(32)

22

sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.43

Berdasarkan ayat tersebut dapat kita pahami bahwa Allah secara menyatakan syaraat sah jual beli yaitu suka sama suka dari kedua pihak. Rasa suka dan ridho ini muncul jika barang yang mereka perjualbelikan itu bagus tanpa cacat. Jika dikemudian hari ditemukan cacat, maka pembeli memiliki hak untuk menentukan haknya melanjutkan atau membatalkann jual beli.

3. Jenis-Jenis Khiyar

Ada beberapa jenis khiyar dalam Islam, dalam tulisan ini penulis akan membahas pada 4 macam khiyar yang sering terjadi, yaitu:

a. Khiyar Majlis44

Majlis secara bahasa adalah bentuk masdar mimi dari julus yang berarti tempat

duduk, dan maksud dari majlis akad menurut kalangan ahli fiqih adalah tempat kedua orang yang berakad berada dari sejak mulai berakad sampai sempurna, berlaku dan wajibnya akad. Dengan begitu majlis akad merupakan tempat berkumpul dan terjadinya akad apapun keadaan pihak yang berakad. Adapun menurut istilah khiyar majlis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara‟ bagi setiap pihak yang melakukan transaksi, selama para pihak masih berada di tempat transaksi.

Khiyar majelis berlaku dalam berbagai macam jual beli, seperti jual beli makanan dengan makanan, akad salam. Ketika jual beli telah berlangsung, masing-masing pihak berhak melakukan khiyar antara membatalkan atau meneruskan akad hingga mereka berpisah atau menentukan pilihan. Perpisahan terjadi apabila kedua belah pihak telah memalingkan badan untuk meninggalkan tempat transaksi. Pada prinsipnya khiyar majlis berakhir dengan

43

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h.122

44Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

(33)

adanya dua hal: pertama, keduanya memilih akan terusnya akad. Kedua, diantara keduanya terpisah dari tempat jual beli.45

b. Khiyar Syarat46

Menurut Sayyid Sabiq, khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana seseorang membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia boleh melakukan khiyar pada masa atau waktu tertentu, walaupun waktu tersebut lama, apabila ia menghendaki maka ia bisa melangsungkan jual beli dan apabila ia mengendaki ia bisa membatalkannya. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa khiyar syarat adalah suatu bentuk khiyar dimana para pihak yang melakukan akad jual beli memberikan persyaratan bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau salah satunya boleh memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya Khiyar syarat disyari‟atkan untuk menjaga kedua belah pihak yang berakad, atau salah satunya dari konsekuensi satu akad yang kemungkinan di dalamnya terdapat unsur penipuan dan dusta. Oleh karena itu, Allah SWT memberi orang yang berakad dalam masa khiyar syarat dan waktu yang telah ditentukan satu kesempatan untuk menunggu karena memang diperlukan.47

c. Khiyar ‘Aib48

Khiyar ‘aib termasuk dalam jenis khiyar naqishah (berkurangnya nilai penawaran

barang). Khiyar aib berhubungan dengan ketiadaan kriteria yang diduga sebelumnya. Khiyar aib merupakan hak pembatalan jual beli dan pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahui, baik aib itu ada pada waktu transaksi atau baru terlihat

45Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli”, h. 57.

46Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli”, h. 57.

47Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli”, h. 57

48Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

(34)

24

setelah transaksi selesai disepakati sebelum serah terima barang. Yang mengakibatkan terjadinya khiyar disini adalah cacat (aib) yang mengakibatkan berkurangnya harga dan nilai bagi para pedagang dan orangorang yang ahli dibidangnya. 49

Jika akad telah dilakukan dan pembeli telah mengetahui adanya cacat pada barang tersebut, maka akadnya sah dan tidak ada lagi khiyar setelahnya. Alasannya ia telah rela dengan barang tersebut beserta kondisinya. Namun jika pembeli belum mengetahui cacat barang tersebut dan mengetahuinya setelah akad, maka akad tetap dinyatakan benar dan pihak pembeli berhak melakukan khiyar antara mengembalikan barang atau meminta ganti rugi sesuai dengan adanya cacat. Dimyauddin Djuwaini mengatakan bahwa khiyar „aib bisa dijalankan dengan syarat sebagai berikut50:

1) Cacat sudah ada ketika atau setelah akad dilakukan sebelum terjadi serah terima, jika aib muncul setelah serah terima maka tidak ada khiyar.

2) Cacat tetap melekat pada obyek setelah diterima oleh pembeli.

3) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat atas obyek transaksi, baik ketika melakukan akad atau setelah menerima barang. Jika pembeli mengetahui sebelumnya, maka tidak ada khiyar karena itu berarti pembeli telah menerima kecacatan barang.

4) Tidak ada persyaratan bara‟ah (bebas tanggungan) dari cacat dalam kontrak jual beli, jika dipersyaratkan, maka hak khiyar gugur.

5) Cacat masih tetap sebelum terjadinya pembatalan akad. Pembeli diperbolehkan memilih antara mengembalikan yang telah dibeli dan mengambil harganya, atau tetap menahan barang tersebut tanpa memperoleh ganti apapun dari pihak penjual. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa pembeli tetap membawa barang yang dibelinya

49Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli”, h. 58.

50Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi

(35)

sedang penjual memberikan ganti rugi cacatnya kebanyakan fuqaha membolehkannya51

C. Grosir

1. Pengertian Grosir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, grosir adalah pedagang yang menjual barang dalam jumlah besar.52 Grosir adalah salah satu saluran distribusi setelah distributor, atau setelah subdistributor. Grosir adalah penjualan barang secara besar kepada pengecer. Perdagangan besar (grosiran) mencakup semua hal yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa kepada orang-orang yang membelinya untuk dijual kembali atau untuk penggunaan bisnis. Perdagangan besar atau grosir tidak termasuk produsen dan petani karena keduanya terutama terlibat dalam produksi dan tidak mencakup pengecer.53

Pedagang besar atau grosiran atau biasa dikenal distributor berbeda dari pengecer dalam beberapa hal. Pertama, grosiran hanya memberikan sedikit promosi, atmosfer, dan lokasi karena mereka berhadapan dengan pelanggan bisnis, bukan konsumen akhir. Kedua, grosiran biasanya memiliki nilai transaksi yang lebih besar daripada transaksi eceran, dan pedagang grosiran biasanya memiliki daerah perdagangan yang lebih luas daripada pengecer. Ketiga, pemerintah berhubungan dengan pedagang besar dan pengecer dengan cara yang berbeda dalam hal peraturan hukum dan pajak.54

51

Muhammad Majdy Amiruddin, “Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli”, h. 58.

52

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1988), h. 362.

53Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus

Di Toko Tekstil Dan Pakaian Di Mega Mall Kota Metro)”, dalam Skripsi Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam , Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, 2017, h. 15.

54Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus

(36)

26

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dimpulkan bahwa pedagang grosir adalah orang yang menjual barang dan jasa dengan kuantitas yang lebih banyak daripada pengecer dan biasanya melakukan tranksasi dengan sesame pelaku bisnis yang akan menjual kembali barangnya.

2. Jenis Grosir

Berdasarkan jenis barangnya ada dua jenis grosir, yaitu:

a. Grosir barang umum atau the general line wholesaler, yakni grosir yang mempunyai berbagai jenis barang

b. Grosir barang khusus atau the specility wholesaler, yaitu grosir yang hanya menjual barang-barang yang khusus saja55

Berdasarkan luas daerah usahanya:

a. Grosir Lokal atau the local wholesaler, yaitu grosir yang kegiatannya hanya meliputi suatu kota tertentu. Misalnya untuk tingkat Kotamadya atau Kabupaten.

b. Grosir Wilayah atau Propinsi atau the regional wholesaleryaitu grosir yang mempunyai luas daerah kegiatan pemasaran dalam seluruh wilayah satu propinsi tertentu.

c. Grosir Nasional atau the national wholesaler, yaitu grosir yang mempunyai luas daerah pemasarannya dalam wilayah satu negara56

Berdasarkan Lapangan Kegiatannya:

a. Grosir pengumpul atau the whole collector, yaitu grosir yang bertindak sebagai pengumpul barang-barang dagangan tertentu untuk keperluannya sendiri atau untuk

55

https://www.scribd.com/document/389658176/Pengertian-Grosir-dan-Jenis-Grosir-docx, (Di Unduh pada 19 Oktober 2019)

56

https://www.scribd.com/document/389658176/Pengertian-Grosir-dan-Jenis-Grosir-docx, (Di Unduh pada 19 Oktober 2019)

(37)

pesanan pihak lain. Barang dagangan yang dikumpulkan oleh grosir semacam ini biasanya barang berupa hasil hasil-hasil kerajinan rakyat, pertanian, dan produk home industry.

b. Grosir penuh atau the service wholesaler, yaitu grosir yang kegiatan usahanya dengan hanya menjalankan kegiatan pembelian dan penjualan yang lazim dilakukan oleh suatu grosir.

c. Grosir terbatas atau the limited function wholesaler, yaitu grosir yang hanya menjalankan sebagian jasa-jasa dari yang seharusnya dilakukan oleh grosir secara penuh.

d. Grosir Tunai atau cash carry wholesaler, yakni grosir yang melaksanakan penjualan barang dagangan secara tunai tanpa mengantar barang yang dibeli oleh pelanggannya. e. Grosir Truk ( Truck wholesaler/Truck Jobber/ Wagon jobber), yakni grosir yang menjual

barang dagangan secara tunai dengan memberikan jasa pengiriman barangnya. Grosir semacam ini biasanya merupakan grosir yang mengirim barang dagangannya secara kontinyu (Continue routine) ke Supermarket, Departemen Store, Restoran, Cafetaria, Hotel, Rumah Sakit dn lain sebagainya.

f. Grosir Pengiriman ( Drop shipment wholesaler / drop shipper). Grosir pengiriman adalah grosir yang melakukan penjualan barang dengan pengiriman barang yang dilakukan langsung oleh produsen kepada pembeli. Perana grosir pengirim ini hanya mengatur jula beli dan memerintahkan kepada produsen untuk mengirim barangnya kepada pembeli. g. Grosir pabrik (manufacture wholesale atau disebut juga penyalur pabrik (industrial

distributor) ialah grosir atau penyalur yang menjual barang dagangan dengan menjadi pemasok keperluan industri (pabrik-pabrik).

(38)

28

h. Grosir pesanan melalui pos ( Mail order wholesaler), adalah yang melakukan kegiatan penjualan barang dagangan dengan cara pesanan melalui jasa pos.57

3. Pengembalian Barang dalam Grosir

Pengembalian barang, dalam banyak kasus yang sering terjadi bahwa produk terkadang cacat (rusak) sehingga tidak layak untuk dijual, atau kemungkinan lain tetapi bisa disebabkan saat proses pengiriman, penyimpanan terjadi gangguan yang dapat mempengaruhi daya tahan produk, oleh karena itu retailer perlu memeriksa kondisi barang pada setiap harinya.58

Pengembalian barang biasa disebut dengan Retur pembelian adalah pengembalian barang dagangan yang telah dibeli sedang return penjualan adalah penerimaan kembali barang yang telah dijual. Adapun retur dan pengurangan harga, apabila barang dagangan yang dibeli ternyata rusak atau tidak sesuai dengan pesanan, maka umumnya diselesaikan dengan:59

a. Mengajukan permintaan kepada penjual agar harga barang tersebut dikurangi.

b. Mengembalikan barang yang rusak (tidak sesuai dengan pesanan), hal ini disebut retur pembelian.60

Jika pihak pembeli mengembalikan atau mengajukan permohonanpengurangan harga, pembeli akan mengirimkan nota debet kepada penjual. Pihak penjual mengirimkan jawaban yang disebut nota kredit.Artinya, dalam situasi normal retur pembelian bagi pembeli adalah retur penjualan bagi penjual.

57

https://www.scribd.com/document/389658176/Pengertian-Grosir-dan-Jenis-Grosir-docx, (Di Unduh pada 19 Oktober 2019)

58Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus

Di Toko Tekstil Dan Pakaian Di Mega Mall Kota Metro)”, h. 19.

59Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus

Di Toko Tekstil Dan Pakaian Di Mega Mall Kota Metro)”, h. 19

60Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus

(39)

D. Etika Bisnis Islam

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti adat kebiasaan yang merupakan bagian dari filsafat. Pengertian etika dalam Kamus Besar Indonesia adalah ilmu yang mempelajari apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral/akhlak. Etika juga diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standar of conduct) yang menjadi patron dalam membuat keputusan.61

Menurut Yusuf Qardawi, etika berdagang (berbisnis) dalam Islam antara lain, menegakkan larangan memperdagangkan barang haram, bersikap benar, amanah, jujur, menegakkan keadilan, mengharamkan bunga, menerapkan kasih sayang, mengharamkan monopoli, menegakkan toleransi dan persaudaraan, serta berprinsip perdagangan merupakan bekal menuju akhirat.62

Berbicara tentang bisnis, Kohlbeng mengatakan bahwa prinsip-prinsip etika di dalam bisnis dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip manfaat 2. Prinsip hak asasi 3. Prinsip keadilan.63

Sedangkan mengenai istilah “bisnis” yang dimaksud adalah suatu urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para enterpreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat.

61Sulkifli Herman, “Prinsip Dan Etika Pada Manajemen Pemasaran Dalam Upaya Pengembangan

Bisnis Thaybah Mart “, Laa Maisyir, Volume 5, Nomor 2, 2018, h. 5.

62Sulkifli Herman, “Prinsip Dan Etika Pada Manajemen Pemasaran Dalam Upaya Pengembangan

Bisnis Thaybah Mart “, Laa Maisyir, Volume 5, Nomor 2, 2018, h. 5

(40)

30

Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena saru otang memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri. Dengan kata lain, tujuan utama bisnis sesungguhnya bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan melalui itu ia bisa memperoleh apa yang dibutuhkannya. Matsushita, mengatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan.64

Etika bisnis Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai etik, moral, susila atau akhlak adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi yang utuh. Seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kebahagiaan dan cinta kasih. Apabila nilai etik ini dilaksanakan akan menyempurnakan hakikat manusia seutuhnya. Setiap orang boleh punyaseperangkat pengetahuan tentang nilai, tetapi pengetahuan yang mengarahkan dan mengendalikan perilaku orang Islam hanya ada dua yaitu AlQuran dan hadis sebagai sumber segala nilai dan pedoman dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam bisnis.65

a. Tauhid

Tauhid merupakan landasan yang sangat filosofis yang dijadikan sebagai kondisi utama setiap langkah seorang muslim yang beriman dalam menjalankan fungsi kehidupan.

Prinsip tauhid mengantar manusia mengakui bahwa keesaan Allah mengandung konsekuensi keyakinan bahwa segala sesuatu bersumber dan berakhir pada Allah. Hal ini juga berlaku dalam kegiatan ekonomi yang mengantar manusia untuk meyakini bahwa harta benda miliknya yang didapatnya dari hasil usaha ekonomi adalah milik Allah semata.

(41)

Bila dihubungkan dengan fungsi integratif, tauhid merupakan suatu landasan pasti yang berasal dari pengertian mendalam mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan ini berupa oenyerahan total tanpa syarat kepada-Nya, tetapi kepada eksistensi manusia dalam memberikan sesuatu perpaduan yang kuat, sebab seluruh umat manusia dipersatukan ke dalam ketaatan kepada Allah semata. Konsep tauhid berhubungan dengan dimensi vertikal, dan sekaligus horisontal, yang memadukan segi politik, sosial, budaya dan kearifan lokal manusia menjadi kebulatan yang homogen dan konsisten sekaligus terpadu dengan alam ini.

Dari konsep tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT yang berkuasa atas segala sesuatu. Manusia hanya menerima titipan berupa rezeki yang diberikan kepada masing-masing individu dan manusia ditempatkan di bumi dengan tujuan untuk pemakmuran bumi bukan untuk merusak bumi.66

b. Keseimbangan atau Keadilan

Prinsip keseimbangan mengantar manusia untuk meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi. Hal ini menuntut manusia bukan saja hidup seimbang, serasi dan selaras dengan dirinya sendiri, namun juga menuntutnya untuk menciptakan ketiga hal tersebut dalam masyarakat, bahkan alam seluruhnya. Prinsip ini erat dengan dimensi horizontal sebagai tambahan terhadap dimensi vertikal. Term al‟adl dalam pengertian yang sangat istimewa menunjukkan suatu keadilan.

Menurut Muslih, implementasi ajaran keseimbangan dan keadilan pada kegiatan bisnis harus dikaitkan dengan pembagian manfaat kepada semua komponen dan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peran dan kontribusi yang telah mereka berikan terhadap keberhasilan atau kegagalan dari suatu bisnis. Manfaat yang diraih harus didistribusikan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan yang adil dan seimbang.

66Intan Nairobi, “Penggantian Barang Dalam Jual Beli Grosir Menurut Etika Bisnis Islam (Studi Kasus Di Toko Tekstil Dan Pakaian Di Mega Mall Kota Metro)”, h. 30.

Referensi

Dokumen terkait

EFEK adalah Surat Berharga, yaitu: Surat Pengakuan EFEK adalah Surat Berharga, yaitu: Surat Pengakuan Utang, Surat berharga Komersial, Saham, Obligasi,?. Utang, Surat

(a) Berbagi pengalaman dan pembelajaran dari penyelenggaraan Olimpiade Lond on 2012 guna mendukung persiapan penyelenggaraan Asian Games 2018 dan event olahraga lain

Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan

Konstruksi kausatif bahasa Serawai dapat dihasilkan melalui penggabungan klausa dengan konjungsi sebap/kernau , penggunaan kausatif analitik dengan verba nganuka,

Pada bagian ini dibahas tiga perbaikan metode bertipe Steffensen dengan orde kon- vergensi optimal untuk menyelesaikan persamaan nonlinear dengan mengoptimalkan orde konvergensinya

Film ini tidak hanya memperlihatkan kisah heroik Antonina dan Jan Zabinski dalam upaya menyelamatkan beberapa orang Yahudi dari kamp konsentrasi, namun film ini juga

Cilj ovog istraživanja je odrediti karakteristike (kemijski sastav i boju mesa) te sastav masnih kiselina prsnog mišića (Musculus pectora- lis major) jarebica kamenjarki

Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman inang dari serangan