5 A. Tinjauan Pustaka
1. Beras Organik
Beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Oleh karena tanpa bahan kimia, beras organik tersebut pun terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia. Keunggulan utama beras organik dibanding beras biasa (ditanam dengan aplikasi pupuk buatan dan pestisida kimia) adalah relatif aman untuk dikonsumsi. Selain itu, rasa dari beras organik lebih empuk dan pulen. Keunggulan lainnya adalah warna dan daya simpannya lebih baik dari beras biasa. Sesudah ditanak, beras organik akan menjadi nasi yang warnanya lebih putih dibandingkan beras biasa (Andoko, 2002).
Beras organik mengandung nutrisi dan mineral tinggi, kemudian kandungan glukosa,karbohidrat dan proteinnya mudah terurai sehingga aman untuk dikonsumsi penderita diabetes dan baik untuk program diet. Selain itu, aroma dan rasa beras organik juga lebih pulen & harum serta lebih tahan lama dibandingkan dengan beras non-organik.
Menurut Andoko (2002) beberapa jenis beras organik adalah sebagai berikut: 1. Beras Pandan Wangi
2. Beras IR-64 3. Beras Kuku Balam 4. Beras Merah
5. Beras Hitam 2. Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern. Selain menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena memiliki penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang rijek/tidak memenuhi klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan batang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar memiliki label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan pajak) Sinaga (2004).
Adanya penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen menyebabkan banyak orang mulai beralih ke pasar modern untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Menurut Sinaga (2004), macam-macam pasar modern antara lain:
a. Minimarket: gerai yang menjual produk-produk eceran seperti warung kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang minimarket adalah antara 50m2 sampai 200 m2.
b. Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan, dan lokasi. Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 200 m2 hingga 450
m2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket.
c. Special store: merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.
d. Factory outlet: merupakan toko yang dimiliki perusahaan/pabrik yang menjual produk perusahaan tersebut, menghentikan perdagangan, membatalkan order dan kadang-kadang menjual barang kualitas nomor satu.
e. Distro (distributor store): jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri. f. Supermarket: memiliki luas 300-1100m2 yang kecil sedang yang besar
1100-2300 m2.
g. Perkulakan atau gudang rabat: menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian bisnis.
h. Super store: adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket.
i. Hipermarket: luas ruangan di atas 5000m2.
j. Pusat belanja yang terdiri dari dua macam yaitu mall dan trade center. 3. Minat Konsumen
Minat merupakan suatu aspek psikologis yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap perilaku dan merupakan sumber motivasi. Menurut Sutojo (2009) motivasi adalah dorongan manusia untuk melakukan suatu guna memenuhi kebutuhan atau keinginan mereka. Apabila motivasi yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan itu adalah membeli barang atau jasa, motivasi tersebut disebut motivasi pembelian.
Menurut Kinnear dan Taylor dalam Tjiptono (2003) minat membeli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, dan kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan pembelian benar-benar dilakukan.
Minat memiliki sifat dan karakter khusus sebagai berikut:
1) Minat bersifat pribadi (individual), ada perbedaan antara minat seseorang dan orang lain.
2) Minat menimbulkan efek diskriminatif.
3) Era hubungannya dengan motivasi, mempengaruhi dan dipengaruhi motivasi. 4) Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Menurut Rahmadhany (2011), indikator-indikator minat beli dijelaskan oleh komponen-komponen berikut yang dilihat dari definisi-definisi minat beli yang didapatkan dalam literatur-literatur yang ada:
a. Tertarik untuk mencari informasi mengenai produk b. Mempertimbangkan untuk membeli
c. Tertarik untuk mencoba d. Ingin mengetahui produk e. Ingin memiliki produk
Lucas dan Britt (2003) dalam Mandasari (2011) mengatakan bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam minat beli antara lain :
a. Perhatian, adanya perhatian yang besar dari konsumen terhadap suatu produk (barang atau jasa).
b. Ketertarikan, setelah adanya perhatian maka akan timbul rasa tertarik pada konsumen.
c. Keinginan, berlanjut pada perasaan untuk mengingini atau memiliki suatu produk tersebut.
d. Keyakinan, kemudian timbul keyakinan pada diri individu terhadap produk tersebut sehingga menimbulkan keputusan (proses akhir) untuk memperolehnya dengan tindakan yang disebut membeli.
e. Keputusan
Dari aspek diatas, aspek perhatian tidak digunakan karena masih berupa perhatian belum bisa dikatakan sebagai minat, karena tidak adanya dorongan untuk memiliki. Sehingga disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam minat beli adalah sebagai berikut:
a. Ketertarikan (interest) yang menunjukkan adanya pemusatan perhatian dan perasaan senang.
b. Keinginan (desire) ditunjukkan dengan adanya dorongan untuk ingin memiliki.
c. Keyakinan (conviction) ditunjukkan dengan adanya perasaan percaya diri individu terhadap kualitas, daya guna dan keuntungan dari produk yang akan dibeli.
4. Pembelian Tidak Terencana
Dony (2007) dalam Wathani (2009) menyatakan bahwa dalam segi perencanaan, pembelian konsumen bisa dikategorikan kedalam pembelian terencana dan pembelian tidak terencana (pembelian impulsif). Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana aitem yang akan dibeli telah diambil sebelum konsumen masuk kedalam toko. Sedangkan pembelian tidak terencana adalah perilaku pembelian dimana konsumen tidak mempertimbangkan untuk membeli, atau mempertimbangkan untuk membeli tetapi belum memutuskan produk apa yang akan dibeli.
Menurut Loudon dan Bitta (1993) dalam Wathani (2009), terdapat lima elemen penting yang membedakan tingkah laku konsumen yang impulsif dan yang tidak, yaitu:
1) Dorongan tiba-tiba dan spontan untuk melakukan tindakan yang berbeda dengan tingkah laku sebelumnya
2) Dorongan tiba-tiba untuk melakukan pembelian menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara psikologis
3) Mengalami konflik psikologis dan berusaha menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka panjang dari pembelian, 4) Mengurangi evaluasi kognitif dari produk
5) Seringkali membeli secara impulsif tanpa memperhatikan konsekuensi yang akan datang.
Selanjutnya, adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif terdiri dari :
1) Karakteristik produk yang terdiri dari bentuk, ukuran, dan kemasan.
2) Karakteristik pemasaran yang terdiri dari gabungan produk, harga, promosi, dan distribusi
3) Karakteristik konsumen yang terdiri dari karakteristik sosio-ekonomi dan karakteristik demografis.
5. Faktor-Faktor Minat Beli a. Harga
Harga dapat dikatakan sebagai pengorbanan riil dan meteriil yang diberikan oleh konsumen untuk memperoleh atau memiliki suatu produk. Konsumen mempertimbangkan beberapa variabel, membanding-bandingkan harga sebelum membeli produk, memilih produk yang harga dasarnya murah, memilih produk yang harganya sebanding dengan kualitasnya. Untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dalam membeli suatu produk (Amirullah, 2002).
Sedangkan Kotler (2005) menyatakan bahwa harga adalah salah satu bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur lainnya menghasilkan biaya. Murah atau mahalnya harga suatu produk sangat relatif sifatnya. Untuk mengatakannya perlu terlebih dahulu dibandingkan dengan harga produk serupa yang diproduksi atau dijual perusahaan lain.
Dari sudut pandang konsumen, harga sering kali digunakan sebagai indikator nilai bilama na harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat harga
tertentu, bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka nilainya akan meningkat pula (Tjiptono, 2015).
Lebih lanjut, Tjiptono mengatakan bahwa, harga memiliki dua peranan utama dalam mempengaruhi minat beli, yaitu peranan alokasi dan peranan informasi.
1) Peranan alokasi dan harga yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.
2) Peranan informasi dari harga, yaitu harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara obyektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.
b. Merek
Merek adalah sebuah janji yang diberikan penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu Kotler (1995). Merek memiliki manfaat bagi perusahaan dan konsumen.
1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah yang ada
2) Merek dan tanda dagang penjual memberikan perlindungan hukum atas tampilan produk yang unik, yang tanpa itu akan ditiru oleh pesaingnya 3) Merek memberikan penjual kesempatan untuk menarik pelanggan yang
setia dan menguntungkan
4) Merek dapat membantu penjual dalam melakukan segmentasi pasar
5) Merek yang baik membantu membangun citra perusahaan. Dengan membawa nama perusahaan merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.
Manfaat merek bagi konsumen:
1) Jika sudah mengenal merek tertentu memudahkan untuk mengenali mutu dan mengambil keputusan pembelian
2) Memberikan efisiensi untuk searck cost for product baik internal (seberapa lama konsumen harus mencari konsumen disekitar)
3) Dengan adanya merek tertentu konsumen dapat mengaitkan status dan prestigenya.
c. Ketersediaan Produk
Ketersediaan produk adalah kumpulan barang dagangan yang dimiliki pengecer atau supermarket. Ketersediaan meliputi lebar kategori produk dan variasi di setiap kategori Bermen dan Evans (2001).
Tjiptono (2003) menyatakan bahwa untuk mengukur kepuasan konsumen adalah dengan kemudahan. Kemudahan yang dimaksud adalah kemudahan untuk
mendapatkan barang atau jasa. Ketersediaan produk akan mempermudah konsumen untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Pelanggan akan semakin puas apabila produk mudah dijangkau dan selalu tersedia.
Perusahaan harus dapat mendistribusikan produk dengan baik agar produk dapat dapat diperoleh dengan mudah oleh konsumen. Distribusi adalah saluran yang digunakan sebuah perusahaan untuk menyalurkan barang ke konsumen. Tujuannya adalah untuk mencapai kepuasan pelanggan yang optimal pada waktu yang tepat. Semakin produk tersebut sesuai yang dijadwalkan dalam ketersediaannya maka akan mempengaruhi intensitas pembelian konsumen. Seperti pernyataan Kotler (2005) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen adalah faktor ketersediaan barang.
d. Kesadaran Kesehatan
Kesadaran kesehatan ialah menilai tingakat kesiapan untuk melakukan tindakan atau sikap yang sehat (Fang Chen, 2009). Konsumen menjadi lebih sadar atas nutrisi yang terkandung dalam makanan, makanan yang sehat, dan kualitas dari makanan yang mereka konsumsi, sehingga kesehatan menjadi hal penting dalam mengkonsumsi makanan.
Kesadaran mengenai kesehatan merupakan pencarian aktivitas informasi dan sumber yang berorientasi pada peningkatan kesehatan, dan menggunakan segala aktivitasnya untuk menjadikan lebih sehat, termasuk dalam hal kesehatan dalam mengkonsumsi makanan, memakan buah dan sayur, pencarian informasi kesehatan, dan segala aktivitas fisik (Moorman, 1993) dalam (Novria, 2010).
Pertanian organik mengacu pada sistem pertanian yang menggunakan pupuk organik dan menghindari penggunaan fertilisasi sintetis, pestisida dan bahan kimia.Terlebih lagi, makanan organik tidak mengandung zat-zat adiktif yang merusak dan memiliki lebih dari satu atau dua macam nutrisi dari makanan biasa, dan tidak memberikan resiko makanan beracun (Fang Chen, 2009). Karena hal ini, maka kesadaran dan preferensi konsumen akan pangan yang sehat akan mengakibatkan meningkatnya konsumsi pangan organik (Widodo, 2014).
B. Penelitian Sebelumnya
Widodo (2015) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Kajian Minat Beli Konsumen Terhadap Beras Organik” menyatakan bahwa konsumen beras organik berasal dari berbagai kelompok masyarakat, namun mayoritas berasal dari konsumen berpendapatan tetap, berpendidikan tinggi, dan ukuran keluarga yang kecil. Konsumen memberikan penilaian terhadap kualitas tampilan dan kualitas hasil tanakan beras organik dalam kategori sedang. Dengan demikian, maka beras organik tidak termasuk dalam kategori beras kualitas premium. Konsumen beras organik memiliki kepedulian terhadap keluarga yang tinggi, mempunyai persepsi terhadap tingkat kemurnian yang tinggi, dan mempunyai kepedulian terhadap kesehatan lingkungan pertanian yang tinggi. Namun, konsumen masih mempunyai persepsi terhadap praktek pertanian organik yang dalam kategori sedang. Hasil pertanian organik masih dipersepsikan sebagai produk yang mempunyai harga yang mahal. Minat beli konsumen terhadap beras organik akan meningkat apabila terjadi peningkatan terhadap kepedulian konsumen terhadap
keluarga , persepsi terhadap tingkat kemurnian, kepedulian terhadap kesehatan lingkungan pertanian, dan persepsi terhadap praktek pertanian organik.
Dharmawan (2016) menyatakan pada hasil penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli pada Privat Label Foods ( Studi Kasus di Kota Bogor)” bahwa terdapat perbedaan karakteristik responden dari segi demografi dan perilaku pembelian untuk segmen hypermarket, supermarket dan minimarket. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney menunjukan bahwa variabel citra toko, persepsi risiko, persepsi variasi kualitas, kesadaran nilai, familiarity, persepsi kualitas, private label attitude dan minat beli dipersepsikan berbeda antara konsumen hypermarket, supermarket dan minimarket. Hasil analisis CB-SEM menunjukkan bahwa hanya dua variabel yang berpengaruh secara langsung terhadap minat beli konsumen yaitu product signatureness dan private label attitude. Selanjutnya private label attitude juga dipengaruhi oleh keinovatifan konsumen dan kesadaran nilai. Persepsi kualitas dipengaruhi oleh variabel ruang rak, persepsi variasi kualitas dan familiarity. Selanjutnya persepsi risiko dipengaruhi oleh variabel familiarity dan citra private label. Namun, persepsi kualitas dan persepsi risiko tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen.
Menurut Shokhifah (2014) dalam penelitiannya tentang Minat Beli Konsumen Terhadap Tiwul Ayu Mbok Sum Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul menyatakan bahwa secara umum responden di Kecamatan Dlingo menyukai tiwul ayu Mbok Sum. Enam komponen yang disukai responden yaitu dari segi ukuran, aroma, kemasan, tekstur, citra dan gizi. Komponen pengalaman dan kepercayaan
menjadi atribut yang disukai dan pencarian cukup disukai responden perkotaan. Namun, untuk responden pedesaan menyatakan cukup suka terhadap tiga komponen atribut yang terdapat pada tiwul ayu baik, pencarian, pengalaman, maupun kepercayaan. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi responden berminat membeli tiwul ayu kembali, yaitu: nostalgia, unik, sekali-kali, tidak berpengawet, kesadaran, sehat dan ibu rumah tangga peduli dan memperhatikan menu keluarga. Terdapat lima responden yang tidak berminat membeli kembali tiwul ayu dikarenakan bosan terhadap ubi kayu, sugesti bahwa makanan ubi kayu membuat sakit perut dan responden tidak menyukai tiwul ayu.
Sry Sefti (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Minat Konsumen untuk Membeli Aglaonema di Kota Yogyakarta” menyatakan bahwa konsumen
aglaonema lokal, impor dan aglaonema secara umum di Kota Yogyakarta adalah
sama yaitu sebagian besar adalah perempuan, berusia 21-40 tahun dengan tingkat pendapatan Rp 1.000.000,00 ke atas. Namun, jika dilihat dari pekerjaan responden terdapat perbedaan yaitu peminat aglaonema lokal dan aglaonema secara umum adalah pelajar/mahasiswa, karyawan staff dan wiraswasta/pedagang, sedangkan aglaonema impor adalah karyawan staff, wiraswasta/pedagang dan profesional. Adapun minat beli konsumen di Kota Yogyakarta terhadap aglaonema lokal, impor maupun aglaonema secara umum adalah tinggi. Pendapatan berhubungan secara nyata dengan minat beli konsumen terhadap aglaonema lokal, namun jenis kelamin, usia, dan pekerjaan tidak secara nyata berhubungan. Pekerjaan dan pendapatan berhunbungan secara nyata dengan minat beli terhadap aglaonema impor, namun jenis kelamin dan usia tidak secara nyata berhubungan.
Selanjutnya, usia, pekerjaan dan pendapatan berhubungan secara nyata dengan minat beli terhadap aglaonema secara umum namun jenis kelamin tidak secara nyata berhubungan.
C. Kerangka Pemikiran
Minat beli merupakan bagian dari perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi dan merupakan kecendrungan tidakan konsumen sebelum benar-benar memutuskan untuk membeli. Minat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku konsumen guna memenuhi kebutuhan atau keinginannya, karena minat akan mendorong motivasi pembelian. Kebutuhan dan keinginan konsumen akan beras organik akan semakin berkembang dari masa ke masa, sehingga hal ini akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian beras organik. Dalam hal ini, minat beli menunjukkan komitmen konsumen untuk melakukan pembelian.
Pendekatan minat konsumen dalam memilih suatu produk dapat dilihat dari ketertarikan konsumen, keinginan konsumen, dan keyakinan konsumen. Ketertarikan konsumen merupakan suatu pemusatan perhatian konsumen terhadap suatu produk. Konsumen yang memiliki ketertarikan cenderung akan menunjukkan ketertarikannya dengan panca indra, seperti pencarian informasi konsumen terhadap produk tersebut, memusatkan perhatiannya dengan melihat secara detail tentang beras organik sampai ketertarikan konsumen untuk mencoba beras organik tersebut. Setelah adanya ketertarikan, maka akan timbul keinginan konsumen untuk ingin memiliki beras organik. Namun, keinginan konsumen ini, masih dalam tahap pertimbangan untuk membeli karena belum ada keyakinan
konsumen untuk memiliki beras organik. Sehingga untuk memutuskan apakah konsumen akan membeli produk tersebut, muncullah keyakinan konsumen yang ditunjukkan dengan rasa percaya diri konsumen terhadap manfaat dan keuntungan yang akan diperoleh konsumen dari beras organik yang akan dibeli.
Berbagai faktor berpengaruh terhadap minat konsumen untuk membeli beras organik. Diantaranya, faktor harga, merek, ketersediaan dan kesadaran kesehatan. Harga beras organik akan mempengaruhi minat konsumen untuk memiliki beras organik, dimana setiap konsumen memiliki persepsi terhadap harga yang berbeda-beda. Tinggi atau rendahnya harga yang ditetapkan perusahaan akan mempengaruhi minat konsumen untuk membeli. hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen terhadap beras organik serta keadaan ekonomi konsumen.
Selain itu, merek merupakan faktor yang mempengaruhi minat konsumen untuk membeli beras organik. Merek beras organik merupakan jaminan atas apa yang akan diterima oleh konsumen. Konsumen akan memiliki pengetahuan masing-masing terhadap merek beras organik sehingga konsumen akan memiliki kepercayaan tersendiri dari beras organik yang dibeli.
Ketersediaan barang juga merupakan faktor yang mempengaruhi minat. Dimana konsumen akan berminat untuk membeli beras organik karena adanya ketersediaan varian dari beras organik yang diinginkannya. Apabila ketersediaan beras organik sedikit atau tidak ada, maka konsumen tidak akan memiliki minat untuk membeli beras organik.
Kegiatan pembelian suatu produk makanan tidak terlepas dari pertimbangan dari manfaat produk yang akan dibeli. Beras organik memiliki manfaat bagi
kesehatan, sehingga memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Dalam hal ini, konsumen yang mengetahui tentang kesehatan yang terkandung dalam beras organik, akan memilih beras organik atas dasar pertimbangan manfaat kesehatannya. Maka konsumen telah sadar terhadap kesehatan yang akan diperoleh. Sehingga kesadaran kesehatan konsumen juga merupakan faktor penentu minat konsumen dalam melakukan pembelian beras organik.
Dari pemaparan tersebut dapat disusun kerangka pemikiran masalah seperti berikut:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis
Diduga faktor harga, merek, ketersediaan barang, dan kesadaran kesehatan berpengaruh terhadap minat konsumen untuk membeli beras organik di pasar modern. Minat Beli: 1. Ketertarikan 2. Keinginan 3. Keyakinan Harga Kesadaran Kesehatan Merek Ketersediaan Produk