• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Konsumen Pada Pemilihan Operator Seluler (Penelitian Deskriptif di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku Konsumen Pada Pemilihan Operator Seluler (Penelitian Deskriptif di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 Medan)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001: 39).

Berdasarkan hal tersebut, fungsi teori dalam riset atau penelitian adalah membantu peneliti menerangkan fenomena sosial dan fenomena yang dialami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konsep, definisi dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala tersebut (Kriyantono, 2008: 43). Dalam penelitian ini teori-teori yang dianggap relevan adalah:

2.1.1 Komunikasi Pemasaran

Pemasaranoleh McCarthy (dalam Poerwanto dan Zakaria, 2016: 179) dikenal sebagai marketing mix terdiri dari empat variabel yang dikenal dengan empat P, yaitu: produk (product), tempat (place), promosi (promotion), harga (price). Keempat variabel tersebut merupakan bauran pemasaran, di mana keempatnya saling berkaitan satu dan lainnya dalam sebuah sistem. Menurut Jack Trout (dalam Poerwanto dan Zakaria, 2016: 188) pemasaran merupakan pertarungan persepsi, bukan produk. Pemasaran adalah proses mengakomodasi persepsi-persepsi tersebut.

(2)

memperoleh perhatian, mendorong minat dan keinginan serta berlanjut pada tindakan khalayak sasaran. Pemasar sebagai komunikator harus mampu menciptakan pesan yang memiliki daya tarik secara rasional dan emosional. Daya tarik pesan rasional yang dimaksud adalah bahwa pesan yang disampaikan menunjukkan bahwa produk yang ditawarkan berkualitas, bermanfaat, serta bernilai bagi pengguna. Sedangkan daya tarik emosional menurut Kotler dan Armstrong (pada Poerwanto dan Zakaria, 2016: 180) adalah daya tarik yang berusaha mengendalikan emosi negatif dan positif yang dapat memotivasi pembelian.

Komunikasi pemasaran menurut Nickels merupakan komunikasi dua arah dan persuasi yang menunjang proses pemasaran agar berfungsi secara lebih efektif serta efisien (dalam Sobur, 2014: 414). Menurut Sendjaja (dalam Sobur, 2014: 414) komunikasi pemasaran adalah proses pengolahan, produksi, dan penyampaian pesan-pesan melalui satu atau lebih saluran kepada kelompok khalayak sasaran, yang dilakukan secara berkesinambungan dan bersifat dua arah dengan tujuan menunjang efektivitas serta efisiensi pemasar suatu produk.

Schultz, Tannenbaum, dan Lauterborn (dalam, Sobur, 2014: 414), memandang komunikasi pemasaran sebagi proses berkesinambungan mulai dari tahap perencanaan (desain) produk, distribusi, sampai dengan kegiatan promosi (melalui iklan, pemasaran langsung, dan special events), serta tahap pembeli dan pengguna di kalangan konsumen. Pada saat ini, komunikasi dan pemasaran tidak bisa dipisahkan.

(3)

pengetahuan tentang keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, aspirasi-aspirasi tentang khalayak sasaran dan lingkungannya (Poerwanto dan Zakaria, 2016: 185).

2.1.2 Perilaku Konsumen

Hawkins, Best dan Coney (dalam Suryani, 2008: 6), memberikan definisi perilaku konsumen yaitu ”Consumer behaviour is the study if individuals, groups or organizations and the process they use to select,

secure, use and dispose of products, services, experiences or ideas to

satisfy need and the impact that these processes have on the consumer and

society”.

Artinya, perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi dan proses yang dilakukan untuk memilih, mengamankan, menggunakan dan menghentikan produk, jasa, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhannya dan dampaknya terhadap konsumen dan masyarakat.

Menurut American Marketing Association atau disingkat AMA (Sunyoto, 2013: 1-4) mendefinisikan bahwa perilaku konsumen (consumer behaviour) sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek dalam hidup mereka. Menurut Loudon dan Bitta perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau mendapatkan barang dan jasa. Perilaku konsumen yang sangat bersifat dinamis, melibatkan interaksi dan pertukaran sangat penting untuk dikenali.

(4)

Menurut Winardi perilaku konsumen dapat dirumuskan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam hal merencanakan, membeli dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa-jasa. Sedangkan perilaku pembeli memusatkan perhatian pada perilaku individu khusus, yang membeli produk tersebut.

Danang Sunyoto (2013: 7) menyatakan bahwa pada pokoknya aneka macam faktor masa lalu dan masa sekarang memengaruhi para konsumen. Keputusan-keputusan masa mendatang akan dipengaruhi oleh perilaku sekarang. Andaikata seorang konsumen puas dengan merek yang dibelinya, maka ia cenderung membelinya kembali. Tetapi jika ia tidak puas dengan suatu produk merek tertentu, maka besar kemungkinan ia akan meninggalkannya dan mencoba merek lain. Ada aspek-aspek tertentu dari perilaku konsumen yang jelas dan tidak memerlukan keterangan-keterangan luas. Tetapi ada pula aspek-aspek lain yang tidak jelas. Mengingat perilaku konsumen sesungguhnya suatu manifestasi dari perilaku manusia, maka titik tolak pertama dalam memahami konsumen adalah perilaku manusia dengan segala macam kesulitan dan ambiguitasnya.

Ada tiga variabel dalam perilaku konsumen menurut David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (dalam Sunyoto, 2013: 8), yaitu:

1. Variabel stimulus

Variabel stimulus merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contohnya, merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang dan ruangan toko.

2. Variabel respons

(5)

3. Variabel intervening (antara)

Variabel intervening adalah variabel antara stimulus dan respons. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu barang. Peranan variabel intervening adalah untuk memodifikasi respons.

M. Ma’ruf Abdullah (2016: 79), dengan mempelajari perilaku konsumen, manajer akan mengetahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan, dan kemudian mengidentifikasikannya untuk mengadakan segmentasi pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli adalah berbeda-beda untuk masing-masing pembeli, di samping produk yang dibeli dan waktu pembeliannya berbeda. Faktor-faktor tersebut adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi kecil, keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan, dan konsep diri.

2.1.3 Keputusan Pembelian Konsumen

Suatu keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang dipilih. Apabila alternatif pilihan tidak ada maka tindakan yang dilakukan tanpa adanya pilihan tersebut tidak dapat dikatakan membuat keputusan. Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 181), keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan faktor yang kedua adalah faktor situasional. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual.

(6)

atau perilaku. Keputusan selalu mensyaratkan pilihan di antara beberapa perilaku yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan.

Proses pengambilan keputusan merupakan perilaku yang harus dilakukan untuk dapat mencapai sasaran, dan dengan demikian dapat memecahkan masalahnya, dengan kata lain proses pemecahan suatu masalah yang diarahkan pada sasaran. Proses keputusan pembelian yang spesifik menurut Kotler dan Armstrong (2008: 179) terdiri dari urutan kejadian berikut: pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Secara rinci tahap-tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan. Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang di harapkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang rasa haus, lapar. Muncul pada tingkat yang paling tinggi untuk menjadi dorongan. Suatu kebutuhan juga dapat dipicu oleh

rangsangan eksternal.

(7)

Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber manapun. Sumbersumber itu meliputi:

a. Sumber pribadi: keluarga , teman. Tetangga, kenalan

b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan c. Sumber publik: media massa, organisasi penilai pelanggan

d. Sumber pengalaman: menangani, memerikasa, menggunakan produk

3. Evaluasi alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang diperoleh melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif pilihan terbaik yang akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian. Pada tahap ini ada tiga buah konsep dasar yang dapat membantu pemasar dalam memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Kedua, konsumen akan mencari mafaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen akan memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan dan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli dapat berbeda-beda tergantung pada jenis produknya.

(8)

akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Faktor yang kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat mengurangi niat pembelian konsumen. Contohnya, konsumen mungkin akan kehilangan niat pembeliannya ketika ia kehilangan pekerjaannya atau adanya kebutuhan yang lebih mendesak pada saat yang tidak terduga sebelumnya.

(9)

Gambar 2.1

Perilaku Konsumen Era Digital

Sumber: Prisgunanto (dalam Ma’ruf 2016: 100)

Konsumen Pengaruh eksternal

(10)

Pada gambar 2.1, dapat dipahami bahwa di era digital ini tidak mungkin lagi orang pasif dalam pencarian informasi, malah sebaliknya menjadi reaktif dan interaktif dalam mencari informasi, sangat cerdas, dan penuh pertimbangan matang dalam melihat sebuah produk atau jasa. Konsumen ingin mencari tahu apa keunggulan dan kelemahan produk atau jasa itulah tujuan mereka mengkonsumsi, mereka sudah tidak lagi terkungkung oleh merek yang diciptakan oleh prdusen, yang kesannya mengelabui dan menggeser pandangan terhadap produk atau jasa. Tujuan utamanya tetap membuat konsumen loyal kepada produk atau jasa.

2.1.4 Keterlibatan Konsumen

Definisi keterlibatan menurut Setiadi (2005:115) adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko dan memaksimumkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian. Keterlibatan paling banyak dipahami sebagai fungsi dari orang, objek dan situasi. Motivasi yang mendasari adalah kebutuhan dan nilai yang merupakan refleksi dari konsep diri. Keterlibatan diaktifkan ketika objek seperti produk, jasa atau pesan promosi dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan nilai penting. Keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian atau aktivitas. Konsumen yang melihat bahwa produk yang dimiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki hubungan dengan produk tersebut. Konsekuensi dengan suatu produk atau merek memiliki aspek kognitif maupun pengaruh (Setiadi, 2005:116).

(11)

untuk mengevaluasi merek dan menetapkan keputusan pembelian (Setiadi, 2005:117).

Tingkatan keterlibatan produk yang dialami konsumen selama proses pengambilan keputusan ditentukan oleh jenis pengetahuan arti akhir yang diaktifkan pada suatu situasi. Tingkat keterlibatan relesufansi pribadi konsumen tergantung pada dua aspek rantai arti akhir yang diaktifkan yaitu (Setiadi, 2005:118):

a. Pentingnya atau relevansi pribadi dari akhir bagi konsumen.

b. Kekuatan hubungan antara tingkatan pengetahuan produk dan tingkatan pengetahuan pribadi.

Menurut Mowen dan Minor (2002: 12), keterlibatan konsumen (consumer involvement) adalah pribadi yang dirasakan penting dan atau minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang, jasa atau ide. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami dan mengelaborasi informasi tentang pembelian. Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat keterlibatan konsumen adalah:

1. Jenis produk yang menjadi pertimbangan

2. Karakteristik komunikasi yang diterima konsumen. 3. Karakteristik situasi dimana konsumen beroperasi 4. Kepribadian konsumen.

Konsumen tidak saja berbeda dalam tingkat keterlibatannya yakni keterlibatan tinggi dan rendah tetapi juga berbeda dalam tipe keterlibatannya. Studi ini mengacu kepada konsep multi-dimensional aspek keterlibatan yang disarankan oleh beberapa peneliti (Ferrinadewi, 2005: 93):

a. Keterlibatan normatif

Tingkat pentingnya produk terhadap nilai-nilai pribadi, emosi dan ego konsumen yang disebut sebagai sign involvement, yaitu hubungan citra pribadi konsumen terhadap produk.

(12)

Perasaan kemungkinan membuat pembelian yang keliru atau disebut juga sebagai risk involvement.

c. Keterlibatan jangka panjang

Minat dan familiaritas dengan produk sebagai satu kesatuan dan untuk jangka waktu yang lama.

d.Keterlibatan situational

Kepentingan dan komitmen terhadap produk dalam bentuk loyalitas terhadap merek yang dipilih. Dalam tipe ini keterlibatan hanya berlangsung sementara saja.

2.1.5 Merek dan Citra Merek

Merek dijelaskan oleh Kotler dan Gary Armstrong (2008: 275) dalam bukunya Prinsip-Prinsip Pemasaran. Menurut mereka merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi merek mengidentifikasi pembuat atau penjual dari suatu produk. Merek juga merupakan janji penjual untuk menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli. Merek dapat menyampaikan empat tingkat arti:

1. Atribut

Merek akan mengingatkan orang pada atribut tertentu. Misalnya keawetan dan sebagainya sehingga hal ini memberikan suatu landasan pemosisian bagi atribut lain dari produk tersebut.

2. Manfaat

(13)

3. Nilai

Merek juga mencerminkan sesuatu mengenai nilai – nilai pembeli. Misalnya saja menilai prestasi, keamanan, dan prestise tinggi suatu produk.

4. Kepribadian

Merek menggambarkan kepribadian. Merek akan menarik orang yang gambaran sebenarnya dan citra dirinya cocok dengan citra merek.

Menurut American Marketing Association (AMA) (dalam Ariadne, 2017: 194), merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa-jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk mendiferensiasikan mereka dari pesaing. Banyak praktisi menganggap bahwa merek adalah sesuatu yang secara nyata menciptakan sejumlah tertentu kesadaran, reputasi, keutamaan, dan sebagainya di pasar. Merek adalah sesuatu yang berdiam di dalam benak konsumen. Merek lebih dari sekedar logo, melainkan janji satu organisasi kepada pelanggan untuk memberikan apa yang menjadi prinsip merek itu, ekpresi diri, dan sosial. Merek adalah aset, memiliki ekuitas, dan menggerakkan strategii serta performa bisnis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa merek merupakan aset yang sangat berharga, bahkan lebih berharga dari pada aset-aset fisik lain yang mahal. Kunci untuk menciptakan merek, berdasarkan definisi AMA adalah kemampuan produsen memilih elemen-elemen merek, agar konsumen dapat mengidentifikasi produk dan membedakan dari produsen yang lain.

(14)

Terdapat 3 tipe utama merek yang masing-masingnya memiliki citra yang berbeda, yaitu:

1. Attribute brand, yaiu merek yang mampu mengomunikasikan kepercayaan terhadap atribut fungsional produk.

2. Aspiritional brands, yakni merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek tersebut.

3. Experience brand, mencerminkan merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama antara merek dan konsumen secara individu.

2.1.6 Loyalitas Merek

Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau digunakan akan membeli ulang produk atau merek tersebut. Pembelian ulang yang terus-menerus dari produk dan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Menurut Sumarwan (dalam Sunyoto, 2014: 55) loyalitas merek diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa mendatang. Keinginan tersebut dibuktikan dengan selalu membeli produk merek yang sama. Loyalitas merek sangat terkait dengan kepuasan konsumen. Tingkat kepuasan konsumen akan memengaruhi derajat kualitas merek produk. Semakin puas seorang konsumen terhadap suatu merek akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Namun loyalitas merek sering kali bukan disebabkan oleh kepuasan konsumen tetapi karena keterpaksaan dan ketiadaan pilihan.

(15)

menekankan pada perilaku masa lalu. Kedua, pendekatan berdasarkan teori kognitif. Loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian terus menerus. Konsumen mungkin sering membeli merek tertentu karena harganya murah, dan ketika harganya naik, konsumen beralih ke merek lain, Ma’ruf (2016: 53).

Menurut Mowen dan Minor (1998) yang dikutip Sumarwan (2011) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan untuk memahami loyalitas merek, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Pendekatan perilaku melihat loyalitas merek berdasarkan kepada pembelian merek. Metode proporsi pembelian sering digunakan untuk mengukur loyalitas merek dalam penelitian konsumen. Metode ini menanyakan kepada konsumen mengenai pembelian produk selama periode tertentu, misal satu semester atau satu tahun. Pendekatan perilaku tidak mengungkapkan alasan seorang konsumen loyal terhadap suatu merek. Pembelian merek yang sama terus-menerus selama periode tertentu tidak menggambarkan apakah loyalitas merek yang sesungguhnya atau hanya pembelian ulang. Pembelian ulang hanya menggambarkan perilaku pembeli yang berulang terhadap suatu merek, tidak mencerminkan perasaan konsumen terhadap merek tersebut. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka dikembangkan pendekatan kedua, yaitu pendekatan sikap loyalitas merek. Pendekatan ini menentukan kualitas merek berdasarkan sikap konsumen dan perilakunya. Konsumen yang loyal terhadap suatu merek adalah konsumen yang menyatakan sangat menyukai merek tersebut. Loyalitas merek akan menyebabkan munculnya komitmen merek, yaitu kedekatan emosional dan psikologis dari seorang konsumen terhadap suatu produk. Loyalitas merek sering kali terkait dengan produk-produk tertentu (Sunyoto, 2014: 55-56).

(16)

1. Switcher (berpindah-pindah).

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek kemerek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang tidak loyal sama sekali terhadap merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun dia anggap memadai dan mempunyai peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.

2. Habbitual Buyers (pembeli yang bersifat kebiasaan).

Pembeli yang berada pada tingkatan ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya meeka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun pengorbanan yang lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli didalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied Buyers (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

(17)

4. Likes the Brand (menyukai merek).

Pembeli yang masuk dalam kategori ini adalah pembeli yang sungguhsungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait oleh simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi atau kerabatnya. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan perasaan yang sulit diidentifikasi atau ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan kedalam sesuatu yang spesifik. 5. Commited Buyers (pembeli yang komit)

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek-merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang menurut fungsinya atau sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan dengan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.

2.1.7 Kualitas Produk

(18)

Mutu atau kualitas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan bahwa suatu barang dapat memenuhi tujuannya. Mutu atau kualitas merupakan tingkatan pemuasan suatu barang. Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk, antara lain :

1. Proses pembuatan produk dan perlengkapan serta pengaturan yang digunakan dalam proses produksi.

2. Aspek Penjualan

Apabila kualitas dari barang yang dihasilkan dari barang terlalu rendah akandapat menyebabkan berkurangnya penjualan. Sebaliknya apabila kualitas dari barang yang dihasilkan dari barang terlalu tinggi membuat harga jual semakin mahal sehingga jumlah yang terjual karena kemampuan beli terbatas.

3. Perubahan Permintaan Konsumen

Konsumen atau pemakai sering menginginkan adanya perubahan-perubahan barang yang dipakainya baik berupa kuantitas maupun kualitas.

4. Peranan Inspeksi

Selain dapat mengawasi atau menjadi kualitas standar yang telah ditetapkan juga berusaha untuk memperkecil biaya produksi.

(19)

untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Konsumen akan senang jika kebutuhannya terpenuhi.

Fandy Tjiptono (2008: 225) menyatakan faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan konsumen terhadap suatu produk diantaranya:

a. Kinerja (performance)

Karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang di beli. Kinerja dari produk memberikan manfaat bagi konsumen yang mengkonsumsi sehingga konsumen dapat memperoleh manfaat dari produk yang telah dikonsumsinya.

b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature)

Merupakan karakteristik sekunder atau pelengekap dari produk inti. Keistimewaan tambahan produk juga dapat dijadikan ciri khas yang membedakan dengan produk pesaing yang sejenis. Ciri khas yang ditawarkan juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk.

c. Keandalan (reliability)

Kemungkinan kecil terhadap suatu kegagalan pakai atau kerusakan. Tingkat resiko kerusakan produk menentukan tingkat kepuasan konsumen yang diperoleh dari suatu produk. Semakin besar resiko yang diterima oleh konsumen terhadap produk, semakin kecil tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification)

Sejauh mana karakteristik desain operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

e. Daya tahan (durability)

Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Daya tahan produk biasanya berlaku untuk produk yang bersifat dapat dikonsumsi dalam jangka panjang.

f. Kegunaan (serviceability)

(20)

g. Estetika (aestethic) daya tarik produk terhadap panca indera.

Konsumen akan tertarik terhadap suatu produk ketika konsumen melihat tampilan awal dari produk tersebut.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Meliputi cita rasa, reputasi produk, dan tanggung jawab perusahaan terhadap produk yang dikonsumsi oleh konsumen.

Kualitas memiliki daya tarik bagi konsumen dan sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih barang maupun jasa. Produk dikatakan berkualitas jika sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sangat penting pula mempertahankan kualitas, karena kualitas yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan untuk mempertahakan pelanggannya, di mana produk yang baik akan menimbulkan keputusan membeli dan nantinya berdampak pada peningkatan loyalitas pelanggan. Semakin tinggi kualitas produk yang diterima pelanggan maka semakin tinggi tingkat loyalitas pelanggan tersebut.

2.1.8 Harga

Harga adalah satu kebijakan yang sangat penting bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus mampu menetapkan harga dengan tepat agar berhasil memasarkan produknya (Tjiptono, 2008:151). Harga sering menjadi faktor penentu dalam pembelian, di samping tidak menutup kemungkinan faktor lainnya. Harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran dimana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk karena berbagai alasan (Ferdinand, 2000: 22).

(21)

1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari beberapa alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara obyektif. Harga yang terlalu tinggi akan membuat konsumen melakukan perpindahan dalam pembelian produk, mereka akan mencari produk yang sama dengan harga yang lebih murah. Jadi, kualitas dan harga adalah variabel pilihan penting bagi konsumen, sehingga harga suatu produk sangat menentukan kualitasnya.

Perusahaan biasanya menyesuaikan harga dasar mereka untuk memperhitungkan perbedaan pelanggan dan perubahan situasi. Di bawah ini merupakan strategi penyesuaian harga diantaranya adalah :

1. Penetapan harga diskon dan pengurangan harga.

Mengurangi harga untuk memberikan penghargaan kepada pelanggan yang memberikan tanggapan seperti membayar lebih awal atau mempromosikan produk. Macam-macam diskon yang ditawarkan perusahaan adalah:

a) Diskon kas adalah pengurangan harga pada pembeli yang membayar tagihan mereka tepat waktu.

b) Diskon kuantitas adalah pengurangan harga bagi pembeli yang membeli dalam volume besar.

(22)

d) Diskon musiman adalah pengurangan harga bagi pembeli yang membeli barang atau jasa di luar musim.

2. Penetapan harga tersegmentasi

Menyesuaikan harga untuk membuat perbedaan diantara pelanggan, produk, maupu n lokasi.

3. Penetapan harga psikologis

Menyesuaikan harga untuk mempengaruhi secara psikologis. 4. Penetapan harga promosi.

Sewaktu-waktu mengurangi harga untuk meningkatkan penjualan dalam jangka pendek.

5. Penetapan harga geografis

Menyesuaikan harga untuk memperhitungkan lokasi geografis pelanggan.

6. Penetapan harga internasional

(23)

2.1.9 Promosi

Menurut Evans dan Berman (1992) yang dikutip oleh Simamora (2003: 285), “Promosi adalah segala bentuk komunikasi yang digunakan untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuade), atau mengingatkan orang-orang tentang produk yang dihasilkan organisasi, individu maupun rumah tangga”. Promosi merupakan salah satu cara perusahaan melakukan komunikasi melalui pesan-pesan yang didesain untuk menstimulasi terjadinya kesadaran (awareness), ketertarikan (interest) dan berakhir dengan tindakan pembelian (purchase) yang dilakukan oleh pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan. Perusahaan biasanya menggunakan iklan, promosi penjualan, pengerahan tenaga-tenaga penjualan, dan public relations sebagai alat penyampaian pesan-pesan tersebut dengan tujuan untuk dapat menarik perhatian dan minat masyarakat (Kotler, 2003: 22).

Tujuan promosi secara sederhana menurut Kuncoro (2009: 134) terbagi menjadi tiga jenis yaitu, memberikan informasi pelanggan tentang produk atau fitur baru seperti menciptakan kebutuhan, mempengaruhi pelanggan untuk membeli merek orang lain, dan mengingatkan pelanggan tentang merek yang termasuk memperkuat penetapan ancangan merek. Pada dasarnya, tujuan promosi mengandung tiga unsur yakni memberikan informasi, mempengaruhi dan mengingatkan kepada pelanggannya tentang perusahaan dan produk yang ditawarkan. Dalam kajian pemasaran, kegiatan promosi yang efektif dan efisien dapat dimasukkan sebagai bagian dari konsep bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix). Bauran komunikasi pemasaran merupakan penggabungan dari lima mode komunikasi pemasaran, yaitu advertising, sales promotion, public relations, personal selling dan direct selling

(Kennedy dan Soemanagara, 2006: 1).

Menurut Stanton, Etzel dan Walker (dalam Sunyoto, 2014: 58-61) ada lima jenis promosi, yaitu:

(24)

Personal selling melibatkan interaksi personal langsung antara seorang pembeli potensial dengan seorang salesman. Pejualan personal dapat menjadi metode promosi yang hebat untuk paling tidak untuk dua alasan. Pertama, komunikasi personal dengan salesman dapat meningkatkan keterlibatan konsumen dengan produk dan atau proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu konsumen dapat lebih termotivasi untuk masuk dan memahami informasi yang disajikan

salesman tentang suatu produk. Kedua, situasi komunikasi saling silang atau interaktif memungkinkan salesman mengadaptasi apa yang disajikan agar sesuai dengan kebutuhan informasi setiap pembeli potensial. Kelemahan dari personal selling adalah kegiatan ini membutuhkan biaya yang cukup besar dengan cakupan jangkauan khalayak yang sempit. Biaya personal selling seperi pemenuhan gaji, biaya transportasi, komisi penjualan, dan berbagai sarana atau fasilitas penjualan lainnya.

2. Periklanan (Advertising)

Periklanan adalah suatu bentuk penyajian yang bukan dengan orang pribadi, dengan pembayaran oleh sponsor tertentu (Advertising is a paid for type of impersonal mass communication in which the sponsor is

clearly indentified). Iklan ditujukan untuk memengaruhi afeksi dan kognisi konsumen (evaluasi, perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra yang berkaitan dengan produk dan merek). Dalam praktiknya iklan telah dianggap sebagai manajemen citra menciptakan dan memelihara citra dan makna dalam benak konsumen. Walaupun pertama-tama iklan akan memengaruhi afeksi dan kognisi, tujuannya yang paling akhir adalah bagaimana memengaruhi perilaku konsumen. Iklan disajikan melalui berbagai macam media seperti televisi, media massa, media cetak, radio, papan iklan dan sebagainya.

(25)

semuanya mengklaim bahwa produk yang diiklankan bagus mengakibatkan pesan-pesan yang disampaikan dalam iklan cenderung terlupakan oleh konsumen. Mengiklankan sebuah produk di media massa artinya jangkauan konsumen yang dijangkau sangat luas oleh karena itu, perlu mengetahui konsumen sasaran dari produk serta mengetahui media apa yang sesuai dan efektif sebagai media iklannya. 3. Promosi penjualan (sales promotion)

Promosi penjualan adalah suatu perencanaan untuk membantu atau melengkapi koordinasi periklanan dan penjualan pribadi. Banyaknya jenis promosi penjualan, termasuk di dalamnya penurunan harga temporer melalui kupon, rabat, penjualan multi kardus, kontes dan undian, perangko dagang, pameran dagang, tayangan titik jual, contoh gratis, hadiah, membuat promosi penjualan sulit untuk didefinisikan. Suatu promosi penjualan singkatnya diorientasikan pada pengubahan perilaku konsumen yang segera (bukan jangka panjang).

Secara umum terdapat tiga tujuan dari promosi yaitu merangsang permintaan oleh pengguna industri atau konsumen, memperbaiki kinerja pemasaran dari penjual kembali, dan yang terakhir sebagai suplemen periklanan, penjualan tatap muka, hubugan masyarakat, dan pemasaran langsung. Secara spesifik, tujuan dari promosi penjualan hampir sama dengan periklanan yaitu agar konsumen mau mencoba menggunakan produk, serta mendorong konsumen yang telah menggunakan produk agar menggunakan produk lebih sering lagi.

4. Publisitas (publicity)

(26)

5. Hubungan masyarakat (public relations)

Hubungan masyarakat adalah merupakan usaha terencana oleh suatu organisasi untuk memengaruhi sikap atau golongan. Hubungan masyarakat untuk mempengaruhi masyarakat agar perusahaan atau lembaga disukai atau dihormati.

Tujuan public relations:

1. Membantu mengenalkan produk baru.

2. Membantu menempatkan produk dalam suatu pasar yang matang.

3. Memengaruhi kelomok sasaran khusus. 4. Membangun citra produk serta merek. 5. Membangun kredibilitas.

Sedangkan menurut Rambat dan Hamdani (dalam Sunyoto, 2014: 62) bauran promosi meliputi periklanan, penjualan perseorangan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, pemasaran langsung dan informasi dari mulut ke mulut.

2.1.10 Operator Seluler

(27)

2.2Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah tahapan dimana peneliti dapat menggambarkan rancangan dan strategi penelitian yang akan dijalankan. Prof. Dr. H. M Burhan Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2009: 59).

Agar konsep dapat diteliti secara empiris maka harus dioperasionalkan dengan mengubah menjadi variabel. Adapun variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi timbulnya atau berubahnya variabel terikat sehingga variabel bebas dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku konsumen. 2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala yang muncul dipengaruhi variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemilihan operator seluler di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 Medan.

3. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini karakteristik responden terbagi atas jenis kelamin (usia 12 tahun – 55 tahun), umur/usia, tingkat pendidikan, pendapatan, merek operator seluler.

2.3 Kerangka Pemikiran

(28)

PERILAKU KOSUMEN

(VARIABEL X)

PEMILIHAN OPERATOR SELULER

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

2.4 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang diuraikan di atas, maka untuk mempermudah penelitian, perlu dibuat variabel penelitian sebagai berikut:

Variabel Indikator

Variabel Bebas (X) Perilaku Konsumen

1. Pengenalan Masalah 2. Pencarian Informasi 3. Evaluasi alternatif 4. Keputusan Membeli 5. Perilaku Setelah Membeli

Variabel Terikat (Y) Pemilihan Operator Seluler

1. Citra merek 2. Loyalitas merek 3. Kualitas produk 4. Harga

(29)

Karakteristik Responden

1. Usia (12 tahun – 55 tahun) 2. Jenis Kelamin

3. Pendapatan

4. Tingkat Pendidikan 5. Merek operator seluler

Tabel 2.4

Variabel Penelitian

2.5 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini konsep yang sesuai dan kedudukannya yang setara dalam penelitian terlebih dahulu harus dibuat operasional. Fungsi konsep ini adalah sebagai pengarahan, prosedur, dan empiris. Variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Variabel bebas

1.1 Pengenalan masalah adalah kondisi konsumen di mana konsumen mengenali kebutuhannya.

1.2 Pencarian informasi merupakan hal yang dilakukan konsumen demi memenuhi kebutuhannya. Konsumen mencari informasi mengenai produk/jasa yang bisa memenuhi kebutuhannya tersebut.

1.3 Evaluasi alternatif adalah kondisi dimana konsumen memiliki beberapa pilihan antara produk/jasa satu dengan produk/jasa lainnya. 1.4 Keputusan membeli merupakan hal yang dilakukan konsumen ketika

konsumen menetapkan satu pilihan produk/jasa.

1.5 Perilaku setelah membeli merupakan puas atau tidaknya konsumen akan produk/jasa yang konsumen beli.

2. Variabel terikat

(30)

2.2 Loyalitas merek merupakan sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu.

2.3 Kualitas produk merupakan ciri dan karakteristik suatu barang atau jasa yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

2.4 Harga sejumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa, atau jumlah nilai yang konsumen pertukarkan untuk mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa.

2.5 Promosi adalah segala bentuk komunikasi yang digunakan untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuade), atau mengingatkan orang-orang tentang produk yang dihasilkan organisasi, individu maupun rumah tangga.

3. Karakteristik responden

3.1 Usia merupakan satuan waktu yang mengukur umur responden saat mengisi kuesioner. Pada penelitian ini rentang usia responden adalah 12 tahun – 55 tahun.

3.2 Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi antara responden laki-laki dan responden perempuan.

3.3 Pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh responden selama sebulan

3.4 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir responden. 3.5 Merek operator seluler adalah merek operator seluler apa yang dipakai

oleh responden.

2.6 Asumsi Dasar

1. Keterlibatan konsumen (consumer involvement) dalam proses pengambilan keputusan pembelian operator seluler di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 Medan memiliki keterlibatan yang tinggi.

Gambar

Gambar 2.1 Perilaku Konsumen Era Digital
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Tabel 2.4

Referensi

Dokumen terkait

Betapapun besarnya likuiditas atau solvabilitas suatu perusahaan, kalau perusahaan tersebut tidak mampu menggunakan modalnya secara efisien atau tidak mampu memperoleh laba

Pada tugas akhir ini telah dilakukan perbandingan performansi TCP yang menggunakan satu jalur dan MPTCP yang menggunakan beberapa jalur dengan melakukan

Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan checklist, peneliti melakukan observasi lalu menulis kedalam kuesioner tentang hasil pengamatan, kemudian menanyakan

(a) Cabaran yang dihadapi oleh Badan Eksekutif dalam memantapkan kestabilan politik negara/ mengekalkan keamanan dankeharmonian negara/ melaksanakan sistem demokrasi yang

Penyesuaian diri remaja di panti asuhan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh remaja untuk mempertemukan tuntutan diri sendiri dengan lingkungan, baik secara

Hasil dan temuan dari penelitian ini adalah persentase nilai distribusi usaha masing-masing tahapan proyek pengembangan perangkat lunak beserta tahapan penghitungan

[r]

Pengaturan waktu dengan baik akan memudahkan seorang untuk membagi yang tersedia dalam hidupnya untuk kegiatan belajar. Dengan pengaturan waktu yang baik,