• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER POSYANDU DALAM PENCATATAN KMS BALITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER POSYANDU DALAM PENCATATAN KMS BALITA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 1 PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER POSYANDU DALAM PENCATATAN KMS BALITA

Ika Sulistiyawati1, Intan Gumilang Pratiwi2 1

Akademi Kebidanan Jember 2

Poltekkes Kemenkes Mataram

Abstrak

Permasalahan gizi kurang dan gizi buruk merupakan permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan gizi pada anak balita ini erat kaitannya dengan pemantauan pertumbuhan anak yang belum optimal disebabkan pemahaman kader tentang tugasnya di Posyandu masih kurang. Pendokumentasian KMS sangat penting baik bagi ibu balita maupun petugas kesehatan karena sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak balitanya dan sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan gizi serta dapat membantu deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita. Penelitian ini menggunakan disain penelitian pre- experimental design yaitu one group pretest- postest design dimana dalam desain ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah

total sampling dan dianalisis menggunakan uji Paired. Hasil dari uji paired sample t-test

menunjukkan hasil p (0,138) > 0,05 yang artinya tidak ada pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi pelatihan pencatatan KMS pada kader dengan

range waktu post tes yang lebih lama serta perlunya melakukan rotasi tugas kader Poyandu agar setiap kader dapat terampil dalam mengerjakan setiap tugas kader di Posyandu khususnya pencatatan KMS balita.

(2)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 2 Abstract

The Effectiveness of Training on the Skills of Posyandu Cadres In KMS Toddler Registration Ika Sulitiyawati1, Intan Gumilang Pratiwi2

1

Akademi Kebidanan Jember 2

Poltekkes Kemenkes Mataram

Abstract

The problems with malnutritions are the main problems facing the Indonesian people today. Nutritional problems in children under five are closely related to child growth monitoring which is not optimal due to lack of understanding of cadres about their work in Posyandu. KMS documentation is very important both for toddler’s mothers and health workers because it is an educational medium for parents of toddlers about the health of their children and as a means of communication that can be used by health workers to determine counseling and actions of nutrition health services and can help early detection of deviations in growth and development toddler. The purpose of this study was to analyze the effect of training on the skills of Posyandu cadres in recording KMS toddlers. This study uses a pre-experimental research design that is one group pretest-posttest design where in this design there is a pretest before being treated so that the results of the treatment can be known more accurately. The sampling technique used in sampling this study was total sampling and analyzed using Paired test. The results of the paired sample t-test showed the results of p (0.138)> 0.05, which means that there was no influence of training on the skills of Posyandu cadres in the recording of toddlers KMS, so further research was needed to evaluate the KMS recording training for cadres with longer range time posttests as well as the need to rotate Posyandu cadre duties so that each cadre can be skilled in carrying out each cadre task at the Posyandu, especially recording toddler KMS.

(3)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 3 Pendahuluan

Permasalahan gizi kurang dan gizi buruk merupakan permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingkat berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (stunting). Hasil Riskesdas tahun 2013, didapatkan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 37,2% dan berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2016 mencapai 27,5%. WHO menetapkan batasan <20%, ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting dan lebih dari 1/3 anak berusia dibawah 5 tahun di indonesia tingginya berada dibawah rata-rata 1.

Menurut data Deseminasi Informasi Program Kesga dan Gizi tahun 2017 juga menyatakan bahwa jumlah balita stunting,

underwight dan wasting berturut-turut di Kecamatan Arjasa sebesar 38,78%, 15,41% dan 9,56%. Sehingga Kecamatan Arjasa merupakan kecamatan dengan jumlah stunting tertinggi kedua di kabupaten Jember 2

.

Salah satu upaya pemerintah, mengatasi masalah tersebut dengan mengoptimalkan operasional pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita. Kebijakan dan strategi kesehatan di Indonesia difokuskan pada intervensi-intervensi yang meliputi: imunisasi, manajemen terpadu balita sakit (MTBS), intervensi gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses terhadap fasilitas kesehatan serta partisipasi masyarakat melalui kegiatan Posyandu yang meliputi pemantauan gizi

bayi dan balita setiap bulan melalui penimbangan berat badan, imunisasi dasar, yang kemudian dicatat dalam KMS untuk balita 3.

Posyandu merupakan salah satu bentuk pendekatan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan yang dikelola oleh kader Posyandu yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas. Kader Posyandu mempunyai peran penting karena merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang berada didekat kegiatan sasaran Posyandu dan memiliki frekuensi tatap muka kader lebih sering daripada petugas kesehatan lainnya. Tugas kader di Posyandu adalah melakukan pendaftaran, penimbangan, mencatat pelayanan ibu dan anak dalam buku KIA , menggunakan buku KIA sebagai bahan penyuluhan, dan melaporkan penggunaan buku KIA sebagai petugas kesehatan 4.

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Pendokumentasian KMS sangat penting baik bagi ibu balita maupun petugas kesehatan karena sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak balitanya dan sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan gizi serta dapat membantu deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita, selain dicatat dalam KMS, pencatatan juga dilakukan pada buku rekapitulasi pemantau status gizi balita 5.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas Arjasa didapatakan data bahwa kesalahan yang sering dilakukan kader pada waktu Posyandu antara lain:

(4)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 4 pengisian bulan lahir dan bulan penimbangan

anak pada KMS, pengukuran tinggi badan dan peletakkan titik berat badan pada KMS 2

.

Tristanti dan Risnawati juga mendapatkan hal sama bahwa sebanyak 48,7% kader tidak melakukan pengisian KMS secara lengkap. Kelengkapan pengisian KMS ditinjau dari Sembilan aspek, antara lain: kelengkapan pengisian biodata atau identitas diri anak, ketepatan memilih KMS berdasarkan jenis kelamin anak, ketepatan pengisian hasil timbangan, ketepatan mengisi titik berat badan pada diagram /kurva pertumbuhan, kelengkapan mengisi berat badan anak di setiap bulannya, kelengkapan pengisian keadaan kesehatan anak setiap bulan, kelengkapan mengisi keadaan naik atau tidak naik pada KMS, kelengkapan pengisian ASI eksklusif, kelengkapan pengisian imunisasi dan kelengkapan pengisian pemberian vitamin A. Data tambahan yang didapat dari penelitian ini adalah kurang cermatnya kader dalam pengisian data berat badan anak di kolom berat badan dan pengisian status naik (N) atau tidak naik (T) pada kolom KMS. Kader juga tidak cermat dalam pengisian diagram kenaikan berat badan karena banyak titik yang tidak dihubungkan sehingga sulit diinterpretasikan saat membaca diagram pertumbuhan anak di KMS 6.

Kader Posyandu adalah warga masyarakat yang ditunjuk untuk bekerja secara sukarela dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan sederahana di Posyandu. Kader posyandu dipilih oleh pengurus Posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu. Kriteria kader Posyandu menurut Kemenkes RI , 2012 ada tiga, yang pertama, bahwa kader yang dipilih diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat sehingga kader lebih mengetahui karakteristik dan memahami kebiasaan masyarakat. Selain itu kader lebih mudah dalam memantau situasi

dan kondisi bayi dan balita yang ada di wiliayah kerja Posyandu dengan melakukan kunjungan rumah bagi bayi dan balita yang tidak datang pada hari buka Posyandu maupun memantau status pertumbuhan bayi dan balita yang mengalami gizi kurang dan buruk. Kedua, kader juga harus bisa membaca dan menulis huruf latin karena pelaksanaan tugas di Posyandu berhubungan juga dengan pencatatan dan pengisisan KMS yang menuntut kader agar bisa membaca dan menulis. Ketiga, kader sebaiknya dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan di Posyandu serta bersedia bekerja secara sukarela , memiliki kemampuan dan waktu luang agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik 7.

Peningkatan keterampilan kader kesehatan harus dilakukan secara berkala. Peningkatan ketrampilan kader kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari suatu pelayanan kesehatan. Didasarkan pada kenyataan tersebut diperlukan suatu kajian yang bertujuan untuk membantu percepatan penyelesaian masalah gizi terutama masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita 8. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS.

Metode

Desain penelitian ini adalah pre- experimental design yaitu one group pretest- postest design 9. Populasi pada penelitian ini adalah kader Posyandu balita di desa Candijati, teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah total sampling sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 responden.

Pada penelitian ini responden diberikan kuesioner dan check list awal (pre test) untuk dinilai keterampilannya. Setelah itu peneliti memberikan intervensi berupa pelatihan dengan metode ceramah, simulasi dan praktik pencatatan

(5)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 5

KMS ± 2-3 jam dan di akhir pelatihan dilakukan penilaian keterampilan untuk mengukur post test. Pelatihan dilakukan di Balai desa Candijati tanggal 21 April 2018.

Diskusi

Nilai ketrampilan kader sebelum dan sesudah pelatihan pencatatan KMS. Tabel 1. Hasil Distribusi Nilai ketrampilan kader sebelum dan sesudah Pelatihan Pencatatan KMS

Ketrampi lan Kader

Pre Test Post Test

Frekue nsi Prosent ase Frekue nsi Prosent ase Belum Terampil 5 26,3 % 5 26,3 % Kurang Terampil 11 57,8 % 9 47,4 % Terampil 3 15,9% 5 26,3 % Jumlah 19 100 % 19 100 %

Hasil penelitian didapatkan bahwa keterampilan kader posyandu dengan kriteria belum terampil (skor nilai 0- 30) pada saat pre test dan post tes memiliki jumlah sama yaitu 5 sampel (26,3%). Kesalahan yang sama dilakukan adalah dalam pengisian langkah ke 5 (kolom bulan penimbangan), langkah ke 6 (bulan penimbangan selanjutnya), langkah 7 (plot penimbangan), langkah 8 (menarik garis), langkah 9 (menentukan status penimbangan dan langkah 10 (pemberian ASI). Tidak adanya perubahan keterampilan kader pada saat pre dan post, karena semua kader hanya memiliki tingkat pendidikan dasar (SD). Selama ini, kader Posyandu hanya mengisi hal-hal yang mereka anggap penting saja seperti ploting hasil penimbangan dan menarik garis. Sehingga ketika peneliti menyampaikan untuk selalu mengisi bulan penimbangan serta pemberian ASI, mereka tetap tidak mengisinya karena menganggap hal tersebut tidak penting. Hal ini sesuai pernyataan Mubarak, bahwa tingkat pendidikan rendah, akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan 10. Nursalam dan Pariani juga menyatakan hal yang sama bahwa pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandang orang tersebut, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dan sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan 11.

Selain karena tingkat pendidikan, tidak adanya perubahan keterampilan pre dan post tes kemungkinan juga disebabkan dari faktor usia. Usia seluruh sampel yang belum terampil adalah tua (>40 tahun) sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menangkap dan mengingat kembali informasi yang baru diterima. Ahmadi, juga mengemukakan bahwa daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Umur yang bertambah dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang12.

Sebanyak 11 orang responden yang memiliki kriteria ketrampilan kurang terampil pada saat pre tes mengalami penurunan setelah mendapat pelatihan menjadi 9 responden setelah pos tes. Hal sama juga pada responden yang terampil pada saat pre test sebanyak 3 orang meningkat menjadi 5 orang yang terampil pada saat post tes. Nilai rata-rata pretest adalah 39,79 dan mengalami kenaikan pada saat post test 48,8. Pada saat pretest nilai terendah 0,04, nilai tertinggi 90 dan pada saat postest mengalami kenaikan nilai terendah 13,6 dan nilai tertinggi tetap 90. Pelatihan yang diberikan oleh peneliti berupa ceramah, tanya jawab dan simulasi langsung berdasarkan kasus yang telah diberikan peneliti dengan panduam modul yang telah dirancang oleh

(6)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 6 peneliti. Perubahan skor keterampilan

pada responden menurut peneliti disebabkan karena telah terjadi penyerapan informasi dengan media audiovisual. Dengan adanya praktik atau simulasi, kader akan lebih mudah mengingat apa yang sudah dikerjakan sendiri. Kricpatrick dalam Harum pada penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa pelatihan merupakan upaya meningkatkan pengetahuan , merubah

perilaku dan mengembangkan

keterampilan13.

Tabel 2. Analisa pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita.

Tabel Distribusi pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita di desa Candijati Kabupaten Jember Tahun 2018.

Intervensi T P

Sebelum pelatihan -1,553 0,138

Sesudah pelatihan

Jumlah 19 100 %

Hasil dari uji paired sample t-test untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader menunjukkan hasil p

yaitu 0, 138 > 0,05, p diterima artinya tidak ada pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita. Purnawanto dalam

Rahmawati menyatakan bahwa

ketrampilan adalah perilaku yang menunjukkan kemampuan individu dalam melakukan tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi. Seringkali keterampilan diasosiasikan dengan kemampuan atau ketrampilan fisik atau gerak (motorik)13.

Setelah dilakukan pelatihan berupa ceramah, tanya jawab, dan simulasi pengisian KMS ternyata hasilnya tidak ada pengaruh pelatihan terhadap ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita. Menurut Notoatmodjo komponen yang dapat

berpengaruh terhadap keberhasilan pelatihan antara lain kurikulum, pengajar/ pelatih, penyelenggara, sarana yang digunakan, metode serta karakteristik peserta pelatihan seperti umur, pekerjaan, pendidikan dan pengalaman14. Menurut peneliti hasil analisa tidak ada pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader penyebabnya karena mayoritas kader yang mengikuti pelatihan hanya menempuh pendidikan dasar sehingga walaupun pelatihan telah dilaksanakan dengan berbagai variasi metode berupa ceramah, tanyajawab, diskusi, demonstrasi dan diakhiri praktik oleh semua peserta, peserta tetap sulit menerima informasi dan ketrerampilan baru. Hal ini terlihat dari hasil observasi baik pretest maupun post test dimana sebagian besar responden tetap melakukan kesalahan yang sama yaitu: tidak melakukan pengisian hasil penimbangan dalam kolom penimbangan, masih salah memploting hasil penimbangan, tidak menarik garis penimbangan dengan bulan lalu dan masih salah menulis status penimbangan.

Hasil peneltian ini juga sejalan dengan penelitian Firda Arrum yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan variabel ketrampilan kader pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sesudah diberi pendidikan kesehatan. Hal itu disebabkan karena kegiatan pemberian intervensi dengan metode ceramah tidak efektif, karena menurut teori bahwa mengubah keterampilan seseorang tidak bisa dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi (tanya jawab). Selain itu apabila ingin mengetahui bagaimana keterampilan seseorang, maka harus dilakukan dalam jangka waktu minimal 3 bulan pengamatan16.

Selain dari faktor pendidikan, peneliti juga berpendapat bahwa lama menjadi kader juga berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Sebagian besar kader memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun menjadi kader Posyandu. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2007, semakin lama menjadi kader Posyandu diharapkan akan semakin

(7)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 7 banyak pengalaman dan pengetahuannya,

sehingga akan dapat melayani masyarakat yang datang ke pelayanan Posyandu dengan baik dan bermutu.1

Selain karena lamanya masa kerja, ternyata peneliti juga memperoleh informasi bahwa hampir di semua Posyandu di desa Candijati, selama pelaksanaan Posyandu tidak terdapat pertukaran tugas diantara kader. Sehingga walaupun kader sudah memiliki masa kerja yang lama, tetap melakukan tugas yang sama dalam setiap kegiatan Posyandu. Hal ini mengakibatkan tidak semua kader termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan mereka dalam melakukan pengisian KMS dengan baik setelah mendapat pelatihan. Simpulan

Pemberian pelatihan pencatatan KMS balita tidak berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan kader Posyandu dalam pencatatan KMS balita, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi pelatihan pencatatan KMS pada kader dengan range waktu post tes yang lebih lama serta perlunya melakukan rotasi tugas kader Poyandu agar setiap kader dapat terampil dalam mengerjakan setiap tugas kader di Posyandu khususnya pencatatan KMS balita.

Daftar Pustaka

1. Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2017, Buku Saku dalam Penanganan Stunting, Jakarta, Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi .

2. Dinas Kesehatan Jember, Deseminasi Informasi Program Kesga dan Gizi tahun 2017, Dinkes Jember, Jember.

3. Departemen Kesehatan RI, 2009,

Pedoman Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, Depkes RI, Jakarta.

4. Heru, AS., 2005, Kader Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.

5. Kemenkes RI, 2015, Petunjuk Teknis Penggunaan Buku KIA, Jakarta, Kemenkes RI.

6. Tristanti, I. & Risnawati, I., 2017,

Motivasi Kader dan Kelengkapan Pengisian Kartu Menuju Sehat Balita di Kabupaten Kudus, Indonesia jurnal kebidanan, diakses tanggal 3 Maret 2018

7. Kemenkes RI, 2012, Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader Posyandu, Jakarta, Kemenkes RI

8. Hida Fitri M, Mardiana., 2011,

Pelatihan terhadap Keterampilan Kader Posyandu, Jurnal Kesehatan Masyarakat 7 (1), 22-27, diakses tanggal 3 Maret 2018 dari http//journal . umnes. ac.id/ index. Php/ kemas

9. Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D, Bandung, Alfabeta.

10. Mubarak, W. I., et al, 2007, Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

11. Nursalam dan Pariani, S, 2001,

Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

12. Ahmadi,A, 2001, Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta

13. Rahmawati, HA, 2017, Efek Pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan Keterampilan dalam kegiatan penimbangan balita pada kader Posyandu di kelurahan Rengas Kota Tangerang Selatan tahun 2017

14. Notoatmodjo, S, 2008, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

15. Pratiwi IG, Restanty DA, Mataram PK, Malang PK. Penerapan Aplikasi Berbasis Android “Status Gizi Balita Terhadap Pengetahuan Ibu Dalam Pemantauan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan.”

(8)

JKAKJ, Volume 3 No. 1, Maret 2019 8

Gambar

Tabel  2.  Analisa  pengaruh  pelatihan  terhadap  ketrampilan  kader  Posyandu  dalam  pencatatan KMS balita

Referensi

Dokumen terkait

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengingatkan manusia agar tidak tamak, tidak bercita-cita dan tidak berambisi kepada jabatan dan kekuasaan, karena kalau itu

Pemilihan jenis dan kualitas lampu penerangan jalan didasarkan efektifitas dan nilai ekonomi lampu, yaitu nilai efektifitas (lumen/watt) lampu yang tinggi umur

dalam -jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pasar modal terkait; Pengeluaran saham dengan cara penawaran umum terbatas harus dengan persetujuan terlebih dahulu dari

Sedangkan sebagai sumber hijauan alternatif adalah jerami padi, jerami jagung, batang pisang, hijauan gamal dan hijauan bakau, dan (3) analisis kandungan nilai gizi

dengan T adalah fungsi jarak dari suatu titik terhadap titik awal (starting vertex) , dimana nilai T pada titik awal sama dengan 0 dan F adalah fungsi kecepatan

Analisis Abnormal Return Saham Dan Volume Perdagangan Saham, Sebelum Dan Sesudah Peristiwa Pemecahan Saham (Studi pada Perusahaan Yang Go Publik Di Bursa

Berdasarkan penemuannya merupakan generasi keempat dari golongan piretroid sintetik, senyawa ini merupakan racun kontak dan racun perut, yang pada awalnya digunakan

Berdasarkan Teori Kredibilitas Sumber ini, dapat diketahui bahwa dalam melakukan persuasi kepada seseorang atau kelompok di tengah- tengah masyarakat, maka