• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan perubahan ke arah yang lebih baik untuk mencapai suatu kemajuan. Secara tidak langsung pembangunan dapat berupa perkembangan dan pertumbuhan. Menurut Kartono dkk. (1989) pembangunan adalah sebuah proses yang secara berkala berulang, proses selalu berulang akan tetapi subtansinya selalu berbeda karena proses selalu lebih maju dari yang mendahuluinya. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut salah satunya diwujudkan dengan terpenuhinya hak-hak dari masyarakat terutama untuk menunjang kehidupan sosial. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan masyarakat akan menunjang suksesnya suatu pembangunan.

Demi mewujudkan pemerintahan Indonesia yang good governance, upaya pembangunan juga difokuskan terhadap seluruh kepentingan publik, termasuk perlindungan anak (Irmawari, 2009). Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) yang menyatakan bahwa harus ada:

a. pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

b. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Oleh karena itu dalam pembangunan di suatu wilayah perlu menyediaakan fasilitas umum yang dapat menunjang pemenuhan hak anak. Salah satu fasilitas umum yang dibutuhkan oleh anak adalah ruang terbuka yang aman untuk bermain.

(2)

2 Ruang terbuka merupakan salah satu elemen penting dari suatu perencanaan wilayah terutama di kawasan perkotaan secara keseluruhan maupun kawasan/lingkungan permukiman pada lingkup yang lebih kecil. Ketersediaan ruang terbuka baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau menjadi syarat dalam pembangunan kawasan permukiman yang mempunyai fungsi antara lain sebagai tempat bermain, tempat berolahraga, tempat bersantai, tempat komunikasi sosial, pembatas atau jarak di antara massa bangunan, penyegaran udara, menyerap air hujan, menjaga kelangsungan iklim mikro dan lain-lain (Kusumo, 2010). Permendagri No. 1 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau kawasan perkotaaan berfungsi dan bermanfaat sebagai sarana estetika dan sarana rekreasi aktif, pasif dan interaksi sosial yang dapat berwujud taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan permukiman. Fungsi-fungsi tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat terutama anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya di sekitar lingkungan rumah.

Keberadaan anak-anak menjadi salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan wilayah, karena anak-anak akan menjadi generasi penerus keberlanjutan dari suatu pembangunan. Anak-anak merupakan bagian penting warga kota. Anak-anak juga mempunyai hak untuk hidup, berkembang, dan bermain di kota (Setiawan, 2006). Ginting (dalam Nurdiani 2012) menyatakan bahwa anak-anak memerlukan lingkungan yang baik untuk mengembangkan kemampuan fisik, intelektual dan juga psikososial. Menurut Charnstra, (dalam Setiawan, 2006) kota-kota yang tidak memberikan ruang bagi anak merupakan kota yang tidak manusiawi dan tidak mempunyai masa depan yang baik. Penting bagi perencana kota untuk menjamin ketersediaan ruang untuk bermain bagi anak-anak. Ruang bermain untuk anak-anak harus memfasilitasi perkembangan kognisi anak, baik terhadap kota maupun lingkungan secara luas (Chawla, dalam Setiawan, 2006).

Salah satu ruang yang dapat digunakan oleh anak-anak untuk bermain adalah di ruang publik baik terbuka maupun ruang tertutup terutama di

(3)

3 kawasan perkotaan (Baskara, 2011). Akan tetapi terbatasnya ruang publik di perkotaan terutama ruang terbuka untuk bermain dan beraktivitas bagi anak membuat anak-anak di perkotaan sering bermain di tempat-tempat yang tidak seharusnya digunakan oleh mereka. Anak-anak di perkotaan sering menggunakan tempat-tempat yang sebenarnya membahayakan mereka seperti tepian sungai, jalan raya bahkan sekitar rel kereta api di dekat stasiun. Tempat-tempat tersebut menjadi ruang terbuka dadakan yang jelas-jelas sangat membahayakan keamanan dan keselamatan dari anak-anak tersebut.

Aktivitas bermain anak-anak di tempat yang tidak seharusnya menimbulkan kekhawatiran bagi keselamatan, keamanan bahkan tumbuh kembang dari anak-anak tersebut. Fakta bahwa masyarakat muda (anak-anak) seringkali mengabaikan resiko, dengan berbagai alasan yang berbeda mereka sering menganggap resiko sebagai hal yang biasa dan sebagai bahaya kecelakaan yang bisa saja terjadi (Green dalam Mitchell, 2006). Salah satu cara meminimalisir kecelakaan dan bahaya lainnya ketika anak-anak bermain adalah dengan menyediaakan ruang yang layak. Hal tersebut akan mengurangi minat anak-anak untuk bermain di tempat-tempat yang tidak seharusnya digunakan untuk bermain. Oleh karena itu sangat dibutuhkan ruang publik yang aman serta memiliki resiko kecelakaan yang relatif kecil. Dengan demikian anak dapat mengekspresikan berbagai aktivitas tumbuh kembangnya dengan aman.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih mengenai ruang bermain anak yang muncul di tempat-tempat yang dapat membahayakan keselamatan anak-anak. Salah satu ruang bermain yang muncul di tempat berbahaya adalah ruang bermain di sempadan rel kereta api. Lebih lanjut lagi peneliti ingin mengetahui penyebab berkembangnya ruang bermain di tempat yang berbahaya seperti yang muncul di sempadan rel kereta api. Selain itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi orang tua dan anak terhadap ruang bermain tersebut.

(4)

4 1.2. Rumusan Masalah

Pembangunan di suatu wilayah berdampak pada kepadatan bangunan yang semakin tinggi sehingga ketersediaan ruang terbuka terbuka menjadi minim. Akibatnya ruang-ruang yang seharusnya dapat digunakan untuk tempat bermain yang aman bagi anak-anak semakin terbatas. Masalah yang kemudian terjadi adalah munculnya ruang terbuka yang digunakan tidak sesuai dengan fungsinya. Salah satu tempat yang digunakan tidak sesuai fungsinya yaitu kawasan sekitaran palang pintu kereta api dan rel kereta api sebagai tempat bermain anak-anak. Rel kereta api dan sekitarnya sangat berbahaya untuk tempat bermain anak karena kereta dapat melintas sewaktu-waktu. Palang pintu kereta api maupun rel kereta api menjadi ruang terbuka dadakan pada sore hari dimana anak-anak bermain sambil memandangi kereta yang melintas. Hal tersebut dianggap menyenangkan oleh anak-anak tanpa mereka sadari bahaya yang mengancam dari rel kereta aktif. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di sempadan rel kereta api sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Fungsi RTH tersebut bukan sebagai ruang bermain, melainkan sebagai pembatas interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api.

Fenomena ruang bermain anak di sempadan rel kereta api juga terdapat di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satunya berada di bawah jembatan layang di dekat stasiun Lempuyangan. Padahal Kota Yogyakarta sendiri memulai program Kota Layak Anak sejak tahun 2011 (kotalayakanak.org), yang berkomitmen untuk memberikan hak sipil dan kebebasan untuk anak, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, hak perlindungan khusus, budaya serta sarana dan prasarana (Peraturan Walikota Yogyakarta No. 5 Tahun 2015). Akan tetapi munculnya ruang bermain di tempat berbahaya seperti di sempadan rel kereta api tentu saja menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan program Kota Layak Anak di Kota Yogyakarta.

(5)

5 Potensi bahaya yang akan ditimbulkan dari ruang bermain di sempadan rel kereta salah satunya kecelakaan akibat kereta api. Resiko kecelakaan pada saat anak bermain di sekitaran rel kereta api sangat besar apalagi anak-anak yang cenderung belum memikirkan resiko tersebut. Oleh karena itu munculnya ruang bermain anak pada sempadan rel kereta api menjadi permasalah di wilayah. Menurut UU No.23 Pasal 56 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, hak anak yang harus dipenuhi oleh pemerintah salah satunya adalah memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan. Dari hal tersebut dapat diangkat sebagai rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

- Bagaimana latar belakang dan perkembangan ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta?

- Bagaimana persepsi orang tua dan anak-anak mengenai kondisi ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta? - Bagaimana sebaran secara spasial ruang bermain di sempadan rel kereta

api di Propinsi D.I. Yogyakarta ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan tersebut maka dapat dicapai tujuan sebagai berikut :

- Mengidentifikasi latar belakang dan perkembangan ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta.

- Memahami persepsi orang tua dan anak-anak mengenai kondisi ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta - Menganalisis secara spasial sebaran ruang bermain di sempadan rel kereta

api di Propinsi D.I. Yogyakarta.

1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti :

- Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dengan menuangkan ide dalam bentuk tulisan.

(6)

6 2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan untuk dijadikan

referensi bagi peneliti yang akan mengangkat masalah yang sama. 3. Bagi Instansi / Pemerintah terkait, penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan masukan dalam menyediaakan ruang bermain yang aman bagi anak-anak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(7)

7 1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait dengan anak khususnya mengenai ruang bermain saat ini tengah banyak dilakukan. Hal ini seiring dengan diterapkannya program Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia yang salah satunya berusaha untuk memenuhi kebutuhan anak akan ruang bermain. Penelitian mengenai ruang bermain telah dilakukan oleh Setiawan (2006), Dewi (2012), Kusumo (2010), Agustina (2014) dan Baskhara (2011).

Penelitian yang telah ada tersebut menjadi referensi untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan referensi dari karya tulis lainnya seperti skripsi, thesis, dan jurnal yang dipublikasikan secara nasional. Salah satunya dalam pengguna varibel penelitian. Penelitian sebelumnya yang dirujuk dalam penelitian ini terinci dalam tabel 1.1.

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Dewi (2012) terletak pada obyek penelitian. Penelitian Dewi dilakukan terhadap taman bermain yang telah disediakan sebagai salah satu program KLA dengan mengukur kualitasnya, sedangkan penelitian ini dilakukan pada lokasi yang sebenarnya bukan berfungsi sebagai ruang bermain. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Agustina (2014). Penelitian ini menggunakan variabel yang sama akan tetapi cara pengolahan datanya berbeda.

(8)

8

Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya

No Penulis Judul Tujuan Metode Hasil

1. Bakti Setiawan. 2006.

Ruang Bermain untuk Anak di Kampung Kota: Studi Persepsi Lingkungan, Setting, dan Perilaku Anak di Kampung Code Utara, Yogyakarta

Memahami persepsi dan perilaku anak-anak kota terhadap seting perumahan, sungai dan lingkungannya.

Menggunakan pendekatan naturalistik. Metode penggumpulan data menggunakan pemetaan perilaku (behavioral mapping), pemetaan swadaya (self mapping), wawancara, dan observasi lapangan.

1) Kondisi sosial dicirikan dengan penduduk berpenghasilan menengah kebawah, kepadatan penduduk 215jiwa per hektar dengan mata pencaharian yang beragam. Seting fisik kampong dicirikan dengan kemiringan lahan yang cukup curam ke arah sungai dengan kepadatan bangunan 70-80%.

2) Sebagian besar anak memahami bahwa sungai merupakan bagian penting dalam system lingkungan perumahan mereka, serta memiliki

persepsi yang positif terhadap sungai. 3) terdapat lima jenis permainan yang diidentifikasi, keterbatasan lingkungan tidak membatasi anak untuk menemukan seting lingkungan untuk bermain.

4) Terdapat hubungan yang signifikan

antara persepsi, seting, dan perilaku anak terhadap Sungai Code Utara.

2. Santy P. Dewi. 2012.

How Does The Playground Role in Realizing Children Friendly-City?

Mengidentifikasi bentuk dan memetakan taman bermain, menganalisis kualitas taman bermain, dan menganalisis peran taman bermain dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) di Kota Semarang.

Menggunakan metode kuantitatif-kualitatif. Kualitas taman bermain diukur dengan metode skoring, diikuti dengan penjelasan dan narasi dari deskripsi peran taman bermain dalam mewujudkan KLA. Pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling kepada

Kualitas taman bermain di Tlogosari Kulon masuk dalam klasifikasi memadai. Taman bermain sebagai

salah satu indikator KLA belum berperan secara maksimal, dapat dilihat dari: 1) kurangnya perhatian pemerintah terkait penyediaan infrastuktur, terutama kualitas taman bermain yang baik. 2) minimnya perhatian orangtua terkait pemanfaatan taman bermain anak. 3) penyediaan infrastruktur yang tidak terintegrasi. 4) dalam perencanaan dan

(9)

9 orangtua yang memiliki anak

dengan umur 0-14 tahun yang tinggal di wilayah Tlogosari Kulon. Wawancara juga dilakukan menggunakan metode accidental sampling dengan anak-anak yang ditemukan di lokasi.

pemanfaatan taman bermain, anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan aspirasi.

3. Wahyu Kusumo. 2010

Perubahan Pemanfaatan Ruang Bermain Anak Di Perumahan Griya Dukuh Asri Salatiga

Mengkaji perubahan pemanfaatan ruang bermain anak di Perumahan Griya Dukuh Asri Salatiga dalam lingkup dinamika komposisi usia penduduk dan jenis aktivitas yang terjadi dalam masyarakat penghuninya.

Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan memberikan gambaran dan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan berdasarkan indikator-indikator yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, in depth interview dan instansional. Purposive sampling digunakan untuk mendapatkan data-data dari narasumber/informan yang dianggap tahu tentang permasalahan dan pemanfaatan ruang bermain anak melalui Ketua RW, Ketua RT, ibu rumah tangga dan anak-anak.

Keterbatasan public space menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang bermain anak sebagai salah satu ruang publik terbuka yang disediakan oleh Pengembang untuk mewadahi aktivitas penghuni. Anak-anak bermain di jalan karena ruang bermain mereka berubah menjadi balai RT dan lapangan yang diperkeras beton. Ruang bermain anak 40% s/d 50% di jalan, 30% s/d 40% di lapangan dan 10% s/d 20% di halaman/teras rumah. Aktivitas penghuni yang menggunakan ruang publik dilakukan berkelompok. Perubahan pemanfaatan ruang bermain anak tidak dapat dihindari seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang bermain anak di Perumahan Griya Dukuh Asri Salatiga didasarkan pada dinamika komposisi usia, jenis aktivitas, kepentingan umum dan kekuasaan. Untuk ke depannya perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pilihan lokasi ruang bermain anak di perumahan dan pengaruh perubahan pemanfaatan ruang terhadap ragam dan lokasi aktivitas penghuni perumahan.

(10)

10 4. Dina Agustina.

2014.

Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Untuk Aktivitas Bermain Di Kawasan Kampung Ramah Anak Golo, Kota Yogyakarta

1) Mengukur kriteria ruang publik yang digunakan untuk aktivitas bermain di kawasan Kampung Ramah Anak Golo, 2) Mengukur perilaku bermain anak terhadap ruang publik di kawasan Kampung Ramah Anak Golo, dan

3) Menganalisis secara spasial keberadaan ruang publik untuk aktivitas bermain di kawasan Kampung Ramah Anak Golo.

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan metode observasi langsung dan indepth interview. Wawancara dilakukan pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) dan key person. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik accidental sampling. Unit analisis dalam penelitian ini adalah titik titik/points lokasi ruang publik yang menjadi tempat aktivitas bermain. Adapun analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagaian besar ruang publik

yang digunakan untuk aktivitas bermain tidak memenuhi kriteria ruang yang dianggap layak sebagai tempat bermain. Aktivitas bermain anak yang dinamis di ruang publik juga mengakibatkan terjadinya fenomena spasial mulai dari pola ruang, struktur ruang, proses ruang, organisasi ruang, tendensi ruang, interaksi

ruang, dan asosiasi ruang.

5. Satria Perdana Amiwaha

Kajian Ruang Bermain Anak di Sempadan Rel Kereta Api di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1.) Mengidentifikasi latar belakang dan perkembangan ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta.

2.) Memahami persepsi orang tua dan anak-anak mengenai kondisi ruang bermain anak di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta

3.) Menganalisis secara spasial sebaran ruang bermain di sempadan rel kereta api di Propinsi D.I. Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dengan observasi dan wawancara. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik accidental sampling. Kualitas taman bermain diukur dengan metode skoring, sebagai data tambaham untuk analisis.

1.) Hasil penelitian menunjukkan ruang bermain di sempadan rel kereta api berasal dari lahan kosong di sekitar rel kereta api yang pada sore hari digunakan untuk bermain oleh anak-anak. Penggunaan ruang bermain di sempadan rel kereta api tersebut tergolong ilegal.

2.) Berdasarkan persepsi orang tua, secara ruang bermain tersebut tergolong buruk, akan tetapi anak-anak justru menganggap ruang bermain tersebut cukup menyenangkan.

3.) Secara spasial ruang bermain ini memiliki pola dekat dengan rel kereta, berasosiasi dengan permukiman padat penduduk dan jalan besar.

(11)

11 1.6. Tinjauan Pustaka

1.6.1. Studi Geografi (Pendekatan Spasial)

Menurut Yunus (2008) dalam ilmu geografi terdapat tiga pendekatan utama yang menjadi acuan bagi geograf, yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologikal (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Pendekatan-pendekatan tersebut menjadi batasan kegiatan penelitian dalam keilmuan geografi, namun penelitian juga dapat dilengkapi dengan pendekatan-pendekatan baru yang muncul dari disiplin ilmu lain. Walaupun dapat menggunakan pendekatan ilmu lain sebagai komplementer, dalam melakukan analisis seorang geograf tetap harus mengacu pada ketiga pendekatan utama tersebut untuk menghindari terjadinya marginalisasi peranan geograf itu sendiri. Melalui pemahaman mengenai pendekatan-pendekatan geografi secara mendalam, geograf dapat memposisikan dirinya dengan tepat dalam pembangunan sesuai dengan bidang keahliannya.

Terkait dengan ketiga pendekatan utama dalam ilmu geografi, penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan yang menekankan analisisnya pada keberadaan ruang yang menjadi tempat berlangsungnya seluruh kegiatan manusia. Segala obyek yang terdapat di dalam ruang dapat menjadi obyek penelitian dari berbagai aspek sesuai dengan tujuh tema analisis dalam pendekatan keruangan, yaitu analisis pola keruangan, analisis struktur keruangan, analisis proses keruangan, analisis interaksi keruangan, analisis asosiasi keruangan, analisis organisasi keruangan, dan analisis tendensi keruangan (Yunus, 2008). Analisis proses keruangan sangat ditekankan karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana terbentuknya suatu ruang khusus.

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 tentang Penataan Ruang, “ruang adalah wadah yangmeliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memeliharakelangsungan hidupnya”.

(12)

12 Ruang dapat dibedakan menjadi ruang relatif dan ruang absolut. Ruang relatif diartikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, hanya berupa buah pikiran, dan tidak memiliki bentuk nyata/riil. Ruang absolut merujuk pada bagian permukaan bumi, wilayah alamiah, memiliki bentuk nyata/riil yang dapat tertangkap oleh indera mata tanpa intervensi pikiran. Ruang publik yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan ruang publik yang sifatnya absolut secara fisik.

1.6.2. Ruang Publik

Ruang publik telah diatur dalam Peraturan Menteri PU No.12/PRT/M 2009 yaitu:

ruang publik adalah suatu ruang eksternal ataupun internal yang dapat diakses oleh publik tanpa kontrol ataupun larangan tanpa melihat kepemilikannya”.

Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya. Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan umur dan motivasi atau tingkat kepentingan yang berlainan (Darmawan, 2007).

Ruang publik merupakan ruang yang muncul sebagai suatu wilayah yang spesifik (Habermas, 1989). Habermas memperkenalkan gagasan ruang publik pertama kali melalui bukunya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquire Into a Category of Bourjuis Society yang diterbitkan sekitar tahun 1989. Gagasan tentang ruang publik kemudian berkembang secara khusus seiring dengan munculnya kekuatan

civil society. Ruang publik diartikan sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada ruang publik ini, warga privat (private person) berkumpul untuk membentuk sebuah publik dimana nalar publik ini akan diarahkan untuk mengawasi kekuasaan pemerintah dan kekuasaan

(13)

13 negara. Ruang publik mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, pers bebas, dan hak secara bebas berpartisipasi dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan. Lebih lanjut, ruang publik dalam hal ini terdiri dari media informasi seperti surat kabar dan jurnal. Disamping itu, juga termasuk dalam ruang publik adalah tempat minum dan kedai kopi, balai pertemuan, serta ruang publik lain dimana diskusi sosio-politik berlangsung. Salah satu bentuk dari ruang publik adalah ruang terbuka. Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.

Menurut Siahaan (2011) terdapat kriteria ruang publik atau ruang terbuka ideal yaitu:

1. Image and Identity (Citra dan Identitas)

Berdasarkan sejarah, ruang terbuka adalah pusat dari aktivitas masyarakat dan secara tradisional membentuk identitas dari suatu kota. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan ukurannya yang paling menonjol dari bangunan yang ada berdekatan dengannya.

2. Attractions and Destinations (Menarik dan Memiliki Tempat Tujuan)

Ruang terbuka memiliki tempat-tempat yang kecil yang di dalamnya memiliki suatu daya tarik tertentu yang memikat orang banyak, misalkan kafetaria, air mancur,atau patung.

3. Ketenangan (Amenities)

Ruang terbuka seharusnya memiliki bentuk ketenangan yang membuat orang merasa nyaman bagi yang menggunakannya. Penempatan ruang terbuka dapat menentukan bagaimana orang memilih untuk menggunakan suatu lokasi. Selain itu, ruang terbuka menjangkau seluruh umur dari anak-anak hingga orang dewasa.

(14)

14 Ruang terbuka digunakan sepanjang hari, dari pagi, siang, dan malam. Untuk merespon kondisi ini ruang terbuka menyediakan panggung panggung yang mudah untuk ditarik keluar-masuk, mudah dibongkar pasang, dan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

5. Seasonal Strategy (Strategi Musiman)

Keberhasilan ruang terbuka bukan hanya fokus pada salah satu desain saja, atau pada stategi manajemennya. Tetapi dengan memberikan tampilan yang berubah-ubah yang berbeda dari satu musim ke musim lainnya.

6. Akses

Ruang terbuka memiliki kedekatan dan kemantapan aksesibilitas, mudah dijangkau dengan jalan kaki, kedekatan dengan jalan besar, tidak dilalui kendaraan padat, atau kendaraan yang lewat dengan kecepatan lambat.

1.6.3. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) berdasakan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M 2008

ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”.

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) didasari pada kepentingan tertentu. Dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 tahun 1988).

(15)

15 a. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan

penyangga kehidupan;

b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan;

c. Sebagai sarana rekreasi;

d. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara;

e. Sebagai sarana penelitian danpendidikan serta penyuiuhan bagi ma syarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan;

f. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah

g. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; h. Sebagai pengatur tata air.

Berdasarkan petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota Ditjen Ciptakarya Dep PU (1987) yang ditegaskan oleh Inmendagri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah perkotaan, mensyaratkan tersedianya taman dalam sebuah permukiman sebagai berikut:

1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 m2, taman ini merupakan taman lingkungan perumahan untuk melayani penduduk satu Rukun Tetangga (RT) khususnya aktivitas balita, manula, dan ibu rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk disekitarnya. Idealnya taman ini berada pada radius 100-200 m.

2. Setiap 2.500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 m2, taman ini melayani penduduk satu RW untuk menampung kegiatan remaja seperti berolah raga atau kegiatan kemasyarakatan lainnya. Idealnya taman ini berada pada radius 200 sampai 300 m.

3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 m2, taman ini melayani penduduk satu Kelurahan untuk menampung kegiatan masyarakat seperti pertunjukan musik atau kegiatan olahraga minggu pagi, seperti jogging atau sepakbola, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan atau kampanye di musim Pemilu. RTH ini dapat pula menampung kegiatan pasif, sehingga fasilitas yang disediakan berupa

(16)

16 kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohon-pohon besar sebagai peneduh.

4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2, taman ini melayani penduduk satu Kecamatan untuk menampung kegiatan skala kota maupun skala bagian wilayah kota. RTH ini didominasi oleh pepohonan jenis pohon tahunan sehingga kegiatan didalamnya lebih banyak kegiatan pasif, atau jogging mengikuti jalur sirkulasi yang ada. Disediakan fasilitas pendukung seperti MCK, parkir dan sebagainya. 5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman seluas 144.000 m2, taman ini

melayani penduduk satu kota atau bagian kota dan lebih dikenal dengan nama taman kota. Taman ini berupa kompleks olahraga masyarakat dilengkapi dengan fasilitas olahraga seperti lapangan atletik, lapangan volley atau basket, lapangan softball, ruang hijau sebagai leisure area

serta fasilitas pendukung lainnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 ditetapkan bahwa salah satu penyediaan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kebutuhan fungsi tertentu adalah Ruang Terbuka Hijau sempadan rel kereta api. Penyediaan RTH pada garis sempadan jalan rel kereta api merupakan RTH yang memiliki fungsi utama untuk membatasi interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dengan tegas menentukan lebar garis sempadan jalan kereta api di kawasan perkotaan.

Tabel 1.2. Lebar Sempadan Kereta Api

Jalan Rel Kereta Api terletak di : Obyek

Tanaman Bangunan a. Jalan Rel Kereta Api Lurus >11 m >20 m b. Jalan Rel Kereta Api Belokan

4.) Lengkung Dalam 5.) Lengkung Luar >23 >11 >23 >11

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008

Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus; Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai

(17)

17 as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.

RTH/jalur hijau sempadan rel kereta api dapat dimanfaatkan sebagai pengamanan terhadap jalur lalu lintas kereta api. Untuk menjaga keselamatan lalu lintas kereta api maupun masyarakat di sekitarnya, maka jenis aktivitas yang perlu dilakukan berkaitan dengan peranan RTH sepanjang rel kereta api adalah sebagai berikut:

a) memperkuat pohon melalui perawatan dari dalam, sehingga jaringan kayu dapat tumbuh lebih banyak yang akan menjadi pohon lebih kuat; b) menghilangkan sumber penularan hama dan penyakit serta

menghilangkan tempat persembunyian ular dan binatang berbahaya lainnya;

c) memperbaiki citra/penampilan pohon secara keseluruhan; d) membuat saluran drainase.

1.6.4. Kegiatan Bermain

Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak-anak menjadi lebih sehat sekaligus cerdas. Saat bermain, anak-anak mempelajari banyak hal penting. Sebagai contoh, dengan bermain bersama teman, anak-anak akan lebih terasah empatinya, mereka juga bisa mengatasi penolakan dan dominasi serta bisa mengelola emosi. Melalui kegiatan bermain, daya pikir anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial, serta fisik dan psikisnya. (Adriana, 2011)

Baskara (2011) mengungkapkan pengertian bermain adalah sarana belajar anak yang paling hakiki yang berkembang sejalan dengan pendewasaannya menjadi proses belajar yang berkesinambungan tanpa atau dengan sekolah formal. Jadi dapat dikatakan aktifitas bermain itulah yang

(18)

18 membedakan seorang anak dengan manusia dewasa. Melalui aktifitas bermain, seorang anak dapat diamati sebagai sosok individu yang sedang dalam taraf pencarian ke arah perkembangan. Melalui aktifitas bermain itulah kealamiahan seorang anak dapat terlihat (Dewiyanti, tanpa tahun).

Menurut Burhan (1999) pada saat bermain, anak-anak terutama di Indonesia membutuhkan beberapa hal untuk bermain, yaitu:

Waktu bermain

Rata-rata, anak Indonesia bermain selama 2 jam per hari, hampir sama halnya dengan kebanyakan anak dari negara-negara di Asia lainnya, 1 jam lebih singkat darikebanyakan anak-anak dari negara Amerika dan Eropa Barat. Pada anak Indonesia terdapat perbedaan yang cukup menyolok antara waktu bermain di luar dan di dalam rumah diantara anak-anak dari kalangan menegah atas yang bersekolah di SD swasta (selanjutnya di sebut kategori 1), dan anak-anak kelas menengah dan menengah bawah yang bersekolah di sekolah publik (selanjutnya di sebut kategori 2). Anak-anak kategori 1 cenderung bermain didalam rumah, sementara anakanak kategori 2 lebih cenderung bermain diluar rumah bersama teman-teman.

Teman Bermain

Anak-anak pada umumnya cenderung memilih teman bermain yang sejenis kelamin. Anak-anak kategori 1, seperti halnya anak-anak dari negara lain pada umumnya, cenderung bemain dengan teman seusia dalam kelompok kecil (kebanyakan teman sekolah), sementara anak kategori 2 cenderung bermain dengan teman berbeda usia dalam kelompok yang lebih besar (kebanyakan tetangga).

Jenis Permainan

Anak-anak kategori 1 cenderung bemain video/komputer game, atau menonton TV di dalam rumah, sementara anak kategori 2 cenderung bermain permainan yang sifatnya lebih "physically active", seperti kasti, badminton, sepak bola di luar rumah. Anak-anak dari

(19)

19 negara lain pada umumnya menggemari permainan yang sifatnya olah raga dan TV game secara berimbang.

Ruang Bermain

Peraturan pemerintah atas ruang terbuka hijau kota belum terlaksana sebagaimana mestinya karena belum adanya petunjuk pelaksanaan yang tegas, mengakibatkan lepasnya perhatian terhadap pentingnya pengadaan ruang rekreasi dan bermain untuk anak dan keluarga terutama dilingkungan perumahan. Rata-rata ruang bermain anak Indonesia adalah 2.000m2/anak, hampir menyamai anak-anak di Tokyo, lebih rendah dari kebanyakan anak-anak dari negara-negara berkembang di asia lainnya, dan sangat kecil jika dibandingkan dengan anak-anak dari negara barat (sekitar 10.000 m2/anak lebih rendah). Diantara anak-anak Indonesia sendiri, terlihat perbedaan yang menyolok antara anak-anak yang tinggal di pusat kota, dan mereka yang tinggal di pinggir kota. Disebabkan karena kepadatan penduduk dan bangunan di pusat kota lebih tinggi dibanding di pinggir kota, ruang bermain anak-anak di pusat kota jauh lebih kecil dibanding mereka yang tinggal di pinggir kota. Pada umumnya anak bermain di pekarangan dan jalan sekitar rumah, sementara anak-anak di negara berkembang lainnya cenderung bermain di taman publik atau taman bermain anak (playground).

1.6.5. Tinjauan Umum Aturan Hukum tentang Bermain

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak,

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18tahun termasuk anak di dalam kandungan”.

Salah satu hak anak yang harus dipenuhi adalah hak untuk bermain, dimana telah dijamin oleh pemerintah melalui UU tersebut. Pada pasal 11 tercantum aturan mengenai hak anak dimana:

(20)

20

“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.”

Demikian juga dengan Pasal 56 ayat 1 butir f mengatur bahwa :

“Pemerintah wajib mengupayakan dan membantu anak agar mereka dapat memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.”

Pemenuhan hak anak untuk bermain dan mengembangkan dirinya telah diupayakan oleh pemerintah melalui UU Perlindungan Anak tersebut. Beberapa upaya untuk merealisasikan UU tersebut juga telah dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan membangun fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pemenuhan hak anak. Salah satu fasilitas yang disediakan tersebut dalam bentuk ruang publik. Ruang publik yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri jumlahnya masih sangat minim. Selain itu belum ada standar ruang publik tersebut untuk keamanan bermain anak. Bahkan ruang publik cenderung terpinggirkan dengan dibangunnya mall-mall

baru yang lebih menuntungkan secara komersial.

1.6.6. Ruang Bermain Anak

Salah satu ruang yang dapat digunakan oleh anak-anak untuk bermain adalah di ruang publik baik terbuka maupun ruang tertutup terutama di kawasan perkotaan (Baskara, 2011). Wilayah perkotaan telah diasumsikan oleh banyak orang tua di seluruh dunia sebagai tempat yang tidak aman bagi para anak untuk bepergian dan beraktivitas tanpa ditemani oleh orang tua atau orang dewasa lainnya (Drianda, 2014). Banyak orang tua yang tinggal diperkotaan justru melarang anaknya untuk bermain di lingkungan luar rumah. Para orang tua khawatir akan keselamatan anak-anaknya ketika bermain di luar rumah karena minimnya ruang yang aman untuk bermain. Sehingga kebanyakan anak-anak di perkotaan justru tidak mengenal ruang terbuka dan lingkungan sekitarnya karena lebih tertarik untuk memainkan

(21)

21

video game dan gadget yang diberikan oleh orang tuanya. Bahkan saat ini tempat-tempat yang menyewakan permainan semacam itu semakin banyak karena ruang yang dibutuhkan relatif kecil. Hal tersebut tentu saja bukan merupakan hal yang positif bagi tumbuh kembang anak. Menurut Hurlock (dalam Setiawan, 2006) masa kanak-kanak merupakan masa awal manusia berinteraksi dengan lingkungan baik secara fisik, psikologi, maupun sosial. Sehingga melalui aktivitas bermain secara langsung fisik dan mengandung elemen alami akan membangun karakter, sifat, dan potensi anak di masa yang akan datang.

Ruang bermain anak adalah tempat yang dirancang bagi anak-anak untuk melakukan aktivitas bermain dengan bebas untuk memperoleh keriangan, kesenangan dan kegembiraan serta sebagai sarana mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, fisik, serta kemampuan emosinya (Baskara, 2011). Ruang bermain anak yang baik sebaiknya memenuhi faktor-faktor kenyamanan fisik, kenyamanan psikologis, dan keamanan (Karim dalam Nurdiani, 2012). Beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan saat membuat layout atau tata ruang bermain anak (Handbook for Public Playground Safety, 2010), antara lain:

1. Akesibilitas.

2. Perbedaan usia anak.

3. Aktifitas-aktifitas yang bersinggungan. 4. Garis pembatas area permainan. 5. Penanda atau petunjuk permainan. 6. Penjaga atau Pengawas.

Aktivitas bermain diperlukan oleh anak sebagai sarana untuk perkembangan kognisi terhadap ruang. Perkembangan kognisi terhadap ruang tersebut dibedakan menjadi 4 periode utama berdasarkan usia oleh Piaget (dalam Setiawan, 2006 ) yaitu sebagai berikut: periode sensimotor (bayi, 0-2 tahun), periode pre operasional (balita, 2-6 tahun), periode operasional konkret (usia sekolah, 6-12 tahun), dan periode operasional formal (usia remaja dan dewasa, 13 tahun ke atas). Berdasarkan periode tersebut, akhir

(22)

22 masa kanak-kanak terjadi pada periode operasional konkret. Menurut para ahli psikologi dalam Setiawan (2006) periode operasional konkret merupakan usia berkelompok, usia kreatif, dan usia bermain pada anak.

Lynch (dalam Kusumo, 2010) mengungkapkan bahwa pemilihan lokasi dan ruang bermain anak ditentukan oleh anak-anak sendiri yang dipengaruhi antara lain hal-hal sebagai berikut:

a. Permukaan lantai dari tempat bermain anak

Anak-anak lebih menyukai halaman rumput. Mereka tidak menyukai permukaan lantai bermain yang terbuat dari aspal, paving dan beton karena akan melukai jika jatuh.

b. Tekstur dan warna

Keras-lunak, lembut dan kasar permukaan lantai bermain anak mempengaruhi pemilihan lokasi bermain. Termasuk juga warna-warna menjadi daya tarik bagi anak-anak.

c. Pepohonan/taman

Adanya pohon dan bunga menarik bagi anak-anak untuk bermain. Mereka biasanya suka memanjat.

d. Imajinasi anak, dimana anak mempunyai angan-angan tersendiri tentang lokasi dan ruang bermainnya.

e. Jarak lokasi dari tempat tinggal f. Tingkat keramaian

g. Status sosial h. Kelompok

i. Orientasi/maksud-maksud tertentu j. Lingkungan tempat tinggal

Di kota-kota besar, banyak anak tidak mempunyai halaman untuk bermain sehingga keberadaan taman kota dan taman bermain sangat penting dan sering menjadi satu-satunya tempat anak-anak bermain. Kebutuhan yang tinggi akan ruang bermain beserta fasilitas permainan yang memadai telah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk menyediakan jika ingin generasi

(23)

23 penerusnya dapat memiliki perkembangan fisik dan mental yang baik (Baskara, 2011).

1.6.7. Kriteria Ruang Tempat Bermain

Marcus dan Francis (dalam Masters 2012) mengatakan sebuah taman bagi anak harus memenuhi rasa aman, menstimulasi anak dan mengembangkan potensi anak. Beberapa elemen diperlukan untuk mencapai persyaratan tersebut:

1. Skala

Anak sangat memperhatikan detail yang terkadang dilupakan oleh orang dewasa. Dalam mendesain untuk anak penting untuk memperhatikan ketinggian anak dan detail menurut garis pandang mereka. Contohnya adalah ketika ada sesuatu yang lebih tinggi dan menarik perhatian, anak akan mencoba untuk menghampirinya dengan cara melompat.

2. Rasa aman

Rasa aman adalah hal yang paling penting yang harus diciptakan dalam mendesain ruang untuk anak. Rasa aman dapat diterapkan melalui aplikasi penutup lantai misalnya dengan menggunakan bahan lunak dan alami seperti rumput/pasir, kenyamanan dan keamanan dari alat permainan dan lingkungan sekitar ruang bermain.

3. Keberagaman dan Kesempatan

Adanya berbagai macam jenis permainan yang dapat dimainkan. Dan terdapat berbagai kesempatan untuk mempotensikan eleman yang ada dilingkungan sekitar untuk dijadikan suatu permainan.

Lebih lanjut Marcus dan Francis mengatakan bahwa sebaiknya terdapat pemisahan antara anak yang lebih kecil dengan anak yang lebih besar didalam sebuah perancangan taman bermain. Hal ini terjadi karena kecenderungan anak yang lebih kecil terluka ketika melakukan permainan yang disediakan untuk anak yang lebih besar. Selain itu para orang tua juga merasa lebih aman ketika terdapat pemisahan ruang bermain ini, hal ini dapat mengurangi

(24)

24 konflik yang terjadi antara anak yang lebih besar dengan anak yang lebih kecil.

Menurut Saragih (2004), hal yang penting diperhatikan dalam mendesain tempat bermain adalah kemampuan tempat untuk dapat menampung kegiatan bermain anak. Hal ini menyangkut:

1. Dimensi ruang yang mencukupi (Comfortibility)

2. Pemisahan ruang tidak berdasarkan jenis kelamin dan umur tetapi berdasarkan jenis permainan, yaitu tempat permainan games dan tempat permainan olahraga (Disscitiation Activity ).

Hurlock (dalam Dewi, 2012) mendeskripsikan tempat bermain sebagai sebuah ruang dimana anak dapat bertemu dengan teman sebaya dan berinteraksi dengan lingkungan sosial, yang akan membantu membangun kecerdasan dan membentuk karakternya dimasa yang akan datang. Bermain merupakan salah satu hak anak sehingga ketersediaan ruang sebagai tempat bermain dibutuhkan untuk memenuhi hak tersebut. Suatu ruang dianggap sesuai untuk dijadikan sebagai tempat bermain dapat diidentifikasi melalui beberapa kriteria yang dirumuskan menurut Moore (dalam Dewi, 2012), yaitu:

Keamanan, ruang sebagai tempat bermain anak tidak membahayakan dimana suatu ruang aman dari berbagai ancaman seperti trafficking, kejahatan, kecelakaan, dan sebagainya. Indikator dari keamanan adalah jarak dari permukiman <200m, dapat dilihat oleh jangkauan jarak pandang orangtua untuk pengawasan, jarak ke pusat kegiatan lingkungan sekitar 100m.

Kenyamanan, dimana tempat bermain anak harus memiliki lingkungan yang nyaman dan terbebas dari gangguan-gangguan. Selain itu juga dihindari untuk menjadi tempat yang difungsikan ganda seperti mendadak menjadi lahan parkir atau pembuangan limbah. Kenyamanan dapat dilihat dari tidak ada sampah yang berserakan, tersedia tempat duduk, tong sampah, dan pepohonan rindang.

(25)

25  Kelengkapan fasilitas bermain, terkait dengan ketersediaan alat-alat bermain yang dapat dilihat melalui fasilitas yang memadai sesuai dengan jumlah anak dan kondisi fasilitias bermain (terawat atau tidak).  Aksesibilitas, menunjukkan tingkat layanan dan aksesibilitas bermain dari sisi manapun, di mana lokasi tidak dipagar oleh dinding/penghalang dengan ketinggian di atas 150cm, tidak terletak di seberang atau di sepanjang sungai/selokan besar/jalan raya dan jalur pejalan kaki terpisahkan dari jalur kendaraan.

Menurut Baskhara (2011) Untuk mewujudkan taman bermain anak-anak yang sesuai dan ideal maka pengendalian terhadap perancangannya dilandaskan fungsi taman bermain sebagai area pengembangan kreativitas, jiwa sosial, indera dan pengembangan diri anak-anak sehingga dapat memperoleh kesenangan (fun). Hal yang menjadi perhatian dalam pengendalian perancangan taman bermain anak-anak ini adalah :

1. Keselamatan (Safety)

bertujuan untuk menjamin keselamatan anak-anak ketika bermain dan menggunakan fasilitas/peralatan taman bermain dari kecelakaan. Isu kecelakaan di area bermain merupakan hal yang komplek dan banyak hal yang mampu menjadi faktor penyebabnya.

2. Kesehatan (Healthy)

Aspek kesehatan bertujuan untuk menjamin tidak terganggunya kesehatan anak-anak akibat bermain di taman bermain anak. Salah satu penyebab terganggunya kesehatan anak-anak di taman bermain diantaranya penggunaan material/bahan.

3. Kenyamanan (Comfort)

Bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi anak-anak untuk melakukan aktivitas bermain. Aspek kenyamanan anak di ruang publik ditentukan antara lain ruang gerak, keterhubungan antar permainan, jumlah permainan, pemandangan, penggunaan bahan yang sesuai dan pengaruh lingkungan sekitar (termasuk keteduhan).

(26)

26 Bertujuan untuk memberikan kemudahan bergerak dan beraktivitas bagi semua anak-anak. Penyediaan fasilitas bermain harus dilandasi persamaan hak untuk semua anak-anak sehingga anak dengan keterbatasan fisik maupun mentalpun akan mudah melakukan aktivitas permainan.

5. Keamanan (Security)

Aspek keamanan bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi anak-anak yang bermain dengan mudahnya orang tua atau pendamping mengawasi sehingga gangguan keamanan seperti penculikan anak tidak terjadi.

6. Keindahan (Aesthetic)

Memberikan nilai keindahan dan daya tarik bagi taman bermain sehingga memberikan keharmonisan dengan lingkungan sekitar, meningkatkan nilai visual dan mampu memperkuat karakter kawasan.

(27)

27 1.6.8. Kerangka Pemikiran

Gambar 1Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

Persepsi Terhadap Ruang Bermain di Sempadan Rel Latar Belakang dan

Perkembangan Ruang Bermain di

Sempadan Rel

Sebaran Spasial Ruang Bermain di Sempadan

Rel Muncul Ruang Bermain di tempat yang tidak

memenuhi standar keamanan seperti tepian sungai, jalan raya dan Sempadan rel kereta api Anak membutuhkan ruang terbuka untuk bermain

Pembangunan difokuskan terhadap seluruh kepentingan publik, termasuk untuk kebutuhan dalam

tumbuh kembang anak

Kurang tersedia ruang untuk bermain anak

Orang Tua dan Anak

Ruang bermain di Sempadan rel kereta api

Instasi yang Terkait dengan Perlindungan Anak, Tokoh masyarakat,serta pelaku ekonomi di sekitar lokasi Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya efisiensi penyisihan kekeruhan pada variasi debit udara 4 L/menit dapat disebabkan karena pada variasi debit udara ini memiliki kenaikan nilai pH yang paling tinggi

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) Sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi metode among untuk meningkatkan karakter di Prodi PPKn FKIP Undana yang sesuai dengan paradigma sili asih,asah

Negara hukum saja tidak akan cukup, karena hukum bisa diciptakan dengan cara mengabaikan nilai-nilai demokrasi; sementara demokrasi saja juga tidak akan cukup,

Semakin meningkatnya konsentrasi jamur entomopatogen dan semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh serangga, maka semakin cepat proses infeksi yang membuat

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dating violence adalah ancaman atau tindakan untuk melakukan kekerasan kepada salah satu pihak dalam hubungan berpacaran, yang

Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukakan bahwa Tempuyung merupakan tanaman berdaun lengkap dimana jumlah daun pada tiap buku satu daun termasuk roset akar dan tidak 

4) Bagaimana pengaruh kepatuhan wajib pajak membayar pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kota Denpasar. Manfaat teoritis