• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Pemahaman Anak dalam Mengurus Jenazah dengan Metode Demonstrasi di Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Meningkatkan Pemahaman Anak dalam Mengurus Jenazah dengan Metode Demonstrasi di Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Meningkatkan Pemahaman Anak dalam Mengurus Jenazah dengan Metode Demonstrasi di Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto Semester Ganjil Tahun

Pelajaran 2018/2019 Dwi Imanora Inayatia* aGuru MAN Kota Mojokerto

*Koresponden penulis: inayati@gmail.com

Abstract

The learning process is basically a process of communication between teacher and student and can be said to be successful if students achieve the expected competence, because it is a reflection of students' ability to master a material that is inseparable from the teacher's ability to choose and use appropriate and effective strategies. The application of the demonstration method will be able to provide a more meaningful learning experience for students. Students are able to learn directly and discover their own learning experiences by doing hands-on practice. The application of this method is also very useful because it has advantages including to overcome the limitations of language in exposure to the material, provide more skills for students through learning experiences, and focus student attention on the learning process. This study aims: 1) Describe the activities of teachers in learning to improve children's understanding in managing bodies with demonstration methods in class X-RELIGION MAN Mojokerto City. 2) Describe the activities of students in learning activities to improve children's understanding in taking care of the body with a demonstration method in class X-RELIGION MAN Mojokerto City. 3) Describe learning with demonstration methods in improving children's understanding in managing bodies in Class X-RELIGION MAN Mojokerto City. This research is a classroom action research conducted in collaboration. The design of the problem situation, and the ways for collaboration with children, are the main focus of the meeting that takes place between the teacher and researcher. This research was conducted at MAN Mojokerto with the address Jl. Cinde Baru VIII Kec. Warrior Kulon Mojokerto 61326 (0321) 390742 Kota Mojokerto. The subjects of this study were 39 students of Class X-AGAMA. The study was conducted in odd semester 2018/2019 academic year, for 3 months (July, August, September 2018). The cyclical action research procedures are: 1) planning, 2) implementation, 3) observation, and 4) reflection, through a series of cycles. Data collection through Observation (Observing), Artifacts and Documents (Testing) and Non-Standardized Tests. Testing Instrument items with validity test, reliability test, Calibration test (Difficulty Level) and Distinguishing Power test. the entire data analysis process is interactive using the Miles and Huberman model with the final mix method analysis. The results of the study concluded: 1) Teacher activity has increased in Pre-Action to get results 62.86 percent and increased in Cycle I by 75 percent and increased in Cycle II by 87.86 percent; 2) Student activity has increased in Pre-Action to get 42.86 percent results and increased in Cycle I by 65 percent and increased in Cycle II by 86.43 percent; 3) The average value of the test (Classical Absorption) has increased in Pre-Action to get 68.97 percent results and increased in Cycle I by 77.43 percent and increased in Cycle II by 85.89 percent. Classical Learning Completion has increased in Pre-Action obtained a result of 61.54 percent and increased in Cycle I by 69.23 percent and increased in Cycle II by 87.18 percent.

Keywords: taking care of the body, demonstration method

A.Latar Belakang

Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa mencapai kompetensi yang diharapkan, karena merupakan cerminan dari kemampuan siswa dalam menguasai suatu

materi. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan strategi yang tepat dan efektif. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu proses yang melibatkan unsur-unsur yang diharapkan meningkatkan pendidikan yang berkualitas (Rahman, 2016:1)

(2)

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (Depdiknas, 2003:2) tentang Sistem Pendidikan

Nasional menegaskan bahwa: “Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional itu sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai

berikut: “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendidikan selalu menjadi sorotan banyak orang, tidak hanya dari pemegang kebijakan tetapi juga pengguna (siswa). Saat ini dan masa depan pendidikan akan menjadi tantangan yang akan terus berubah disesuikan dengan standar Pengembangan IPTEKS (Nurdyansyah, 2016). Oleh karena itu Duschl mengatakan bahwa Pendidikan adalah bagian dari rekayasa sosial. Melalui komunitas, pendidikan dapat dibentuk dan diarahkan ke tujuan tertentu (Rosidah, 2018).

Penerapan metode demonstrasi akan mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa. Siswa mampu belajar secara langsung dan menemukan sendiri pengalaman belajar dengan melakukan praktek secara langsung. Penerapan metode ini juga sangat berguna karena memiliki kelebihan diantaranya untuk mengatasi keterbatasan bahasa dalam pemaparan materi, memberikan keterampilan lebih bagi siswa

melalui pengalaman belajarnya, serta

memfokuskan perhatian siswa terhadap proses pembelajaran (Swari, Adi & Dartini, 2018)

Setiap peserta didik mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru, dengan metode pembelajaran demonstrasi yang diterapkan oleh guru, dapat mempermudah peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Dengan metode ini diharapkan guru lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik. Setiap guru mempunyai cara sendiri menyampaikan pelajaran yang akan diajarkan dan setiap materi yang diajarkan mempunyai kesulitan sendiri dalam penyampaiannya (Indah, 2018)

Guru yang telah ditetapkan sebagai pendidik secara resmi, dalam kesehariannya tentu menemukan tantangan dan hambatan khususnya pada anak sekolah kelas awal. Kenyataan ini diakibatkan oleh dinamika arus pendidikan yang semakin maju dan modern (Nizar & Hasibuan, 2018:147). Maka faktor yang berperan memengaruhi pendidikan adalah kinerja yang berkualitas. Seorang guru dituntut untuk memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendidikan di lingkungan sekolah terutama hal mengajar (Susanto, 2016:60). Begitu pula pada proses pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang tepat dan sesuai sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan siswa. Banyak model dan metode yang ditawarkan untuk peningkatan mutu dan kualaitas pendidikan. Salah satunya adalah model pembelajaran tematik. Tematik merupakan model pembelajaran terpadu yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan

pengalaman bermakna bagi siswa.

Pembelajaran tematik dikatakan bermakna karena, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan dapat menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami siswa. Fokus pembelajaran tematik terletak

(3)

pada proses yang dilakukan siswa saat memahami pembelajaran selaras dengan keterampilan yang harus dikembangkan siswa. (Astutik, Ngalim & Sumardi, 2016:2).

Dalam proses pembelajaran peran dan fungsi guru memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa untuk dapat belajar dengan baik. Untuk menjadi seorang guru yang profesional, guru dituntut untuk memiliki kompetensi mengajar, guru harus mampu memberikan warna, bentuk, dan gaya dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih, memahami, menentukan, dan menerapkan strategi dan teknik yang dianggap dapat menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai (Rahman, 2016:2).

Seorang guru mempunyai tugas utama yaitu mengajar. Sehingga setiap akan mengajar

seseorang guru dituntut untuk

mempersiapkan suatu cara agar materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa itu dapat dipahami dengan baik. Dalam proses

pembelajaran peranan guru dalam

menentukan metode yang akan digunakan sangatlah penting. Metode merupakan cara atau jalan untuk mencapai tujuan, maka semakin baik metode yang digunakan tujuan pembelajaran yang akan dicapai semakin efektif pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila guru telah memilih metode mengajar dengan tepat dan melaksanakanya sesuai dengan prosedur, maka siswa dapat memahami dengan baik apa yang diajarkan oleh guru (Astutik, Ngalim & Sumardi, 2016:2).

Saat menentukan materi pembelajaran, perlu lebih awal untuk mengidentifikasi aspek dalam standar kompetensi yang harus dikuasai siswa pada akhir pembelajaran. Aspek tersebut ditentukan karena setiap aspek standar kompetensi memerlukan materi yang berbeda-beda dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran. Dalam mencapai standar kompetensi itu, maka pengelolaan kelas menjadi kunci keberhasilan (Wekke, 2016:173).

Setelah jenis materi pembelajaran

teridentifikasi, langkah berikutnya yaitu memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran

juga penting untuk keperluan

mengajarkannya. Sebab setiap jenis materi

pembelajaran memerlukan strategi

pembelajaran atau metode, media, dan sistem eva- luasi/pcnilaian yang berbeda-beda. Misalnya metode mengajarkan materi fakta atau hafalan yakni dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan (mnemonies), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi” (Prastowo, 2017:210).

Cara yang paling mudah untuk

menentukan jenis materi pembelajaran yang

akan diajarkan adalah dengan jalan

mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psiko-motorik (Prastowo, 2017:210).

Objek dari pembelajaran fiqh adalah

‘amaliyah atau perbuatan manusia yang

mempunyai nilai hukum. Nilai perbuatan itu bisa berbentuk wajib, sunah, mubah, haram & makruh. Sedangkan sumber/landasan yang digunakan untuk memperoleh hukum fiqh yang disepakati ulama (mashadir

al-asasiyyah) yaitu: Al-Quran, Sunnah, Ijma’,

Qiyas. Ada pula al-mashadir al-taba’iyyah

seperti istihsan, istishab, mashalih mursalah, ‘urf, sad al-dzari’ah, qaul shahabi, dan syar’u man qablana. Model pembelajaran fiqh yang

dilaksanakan cenderung menggunakan

metode konvensional. Materi pelajaran fiqh ada yang berupa fakta, konsep, prosedur dan prinsip (Saleh, 2013:214).

(4)

pemikiran pendidikan Fikih, menunjukkan beberapa masalah dalam pendidikan Fikih terbaru, dan memberikan beberapa solusi untuk reformasi pendidikan Fikih. Dengan kata lain, kita harus memiliki pandangan prospektif bahwa Fikih tidak hanya subjek abstrak tetapi juga metodologi ekonomi dan efektif. Sementara itu, keberhasilan reformasi pendidikan Fikih tidak hanya bergantung pada pendidik tetapi juga pada yang berpendidikan (Tan, 2015:154).

Untuk ini, penting "menyelidiki proses pembelajaran, tidak hanya input dan outputnya" (Prediger et al. 2015:882); dengan kata lain, tidak memuaskan hanya mengukur jika tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai, para peneliti juga harus membangun teori untuk menjelaskan bagaimana peluang belajar diwujudkan dalam pelajaran Fikih. Investigasi ini biasanya dipengaruhi oleh teori pembelajaran dan pengajaran yang lebih

deskriptif dari tetangga-disiplin ilmu

pendidikan Fikih seperti pedagogi, sosiologi, atau psikologi (Nührenbörger, Rösken-Winter, Fung, Schwarzkopf, Wittmann, Akinwunmi & Schacht, 2016:11).

Berkenaan dengan perlunya dilakukan penelitian tindakan, para pelaku/praktisi pendidikan merasa hasil dan laporan penelitian terlalu sulit dimengerti karena memakai batasan-batasan penelitian yang formal dan sulit dicerna, apalagi langsung digunakan di lapangan. mereka memerlukan penelitian yang lebih dekat dengan praktik

pendidikan sehari-hari yang mudah

digunakan dalam peningkatan mutu dan praktik pendidikan, untuk itulah riset tindakan menjadi penting karena dekat dengan praktisi pendidikan sendiri (Suparno, 2008:4).

Pembelajaran dengan metode yang monoton dapat menyebabkan siswa merasa bosan. Yang menyebabkan siswa merasa bosan adalah pembelajaran yang berlangsung hanya berpusat pada guru, sehingga mereka kurang diperhatikan. Dalam sebuah studi,

Larson dan Richards (1991a) dalam Hektner, Schmidt & Csikszentmihalyi, (2007:237) memberikan bukti bahwa kebosanan yang dilaporkan siswa di sekolah mungkin merupakan fungsi dari kepribadian mereka sebagai hasil dari tugas yang diminta untuk mereka selesaikan di sekolah. Untuk itulah

peneliti perlu mengadakan perbaikan

pembelajaran tentang "Meningkatkan

pemahaman anak dalam mengurus jenazah dengan metode demonstrasi di kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019 agar berhasil sesuai yang di inginkan.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendiskripsikan aktifitas guru dalam

pembelajaran meningkatkan pemahaman anak dalam mengurus jenazah dengan metode demonstrasi di kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019.

2. Mendiskripsikan aktifitas siswa dalam

kegiatan pembelajaran meningkatkan

pemahaman anak dalam mengurus jenazah dengan metode demonstrasi di kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019.

3. Mendiskripsikan pembelajaran dengan

metode demonstrasi dalam meningkatkan pemahaman anak dalam mengurus jenazah di Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto.

C.Kajian Pustaka

1. Pembelajaran dengan Metode

Demonstrasi

a. Pengertian Metode Demonstrasi

Secara bahasa demonstrasi dapat diartikan sebagai pernyataan protes yang dikcmukakan secara masai atau unjuk rasa sementara dalam artian lain demonstrasi berarti peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu (Sagala, 2010). Dari makna demonstrasi secara bahasa tersebut dapat dikemukakan demonstrasi dalam dua

(5)

versi dimana satu versi berarti mengajar orang atau makhluk hidup untuk melakukan unjuk rasa atau melakukan protes secara masai sementara dalam versi lain demonstrasi dapat diartikan mengajar orang atau makhluk hidup tentang sesuatu lewat peragaan secara langsung. Untuk itu karena yang dikaji ini metode demonstrasi yang terkait dengan pembelajaran di sekolah makna versi kedua yang dianggap cocok (Hanafi, 2018).

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan suatu benda tertentu yang tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh seorang guru (Swari, Adi, & Dartini, 2018). Menurut Trianto, (2016) metode demonstrasi “Metode penyajian

pelajaran dengan memperagakan dan

mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.” Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret dalam setrategi

pembelajaran ekspositori dan inkuiri.

Sedangkan menurut Daryanto (2009:403) metode demonstrasi “cara penyajian bahan

pelajaran dengan meragakan atau

mempertunjukan kepada siswa suatu proses situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai penjelasan Iisan”.

Penggunaan teknik demonstrasi sangat menunjang proses interaksi belajar mengajar dikelas, sehingga kesan yang diterima lebih lama pada jiwanya. Akibatnya memberikan motivasi yang kuat untuk síswa agar lebih giat belajar. Dengan demonstrasi itu siswa dapat

berpartisipasi Saktif dan memperoleh

pengalaman langsung serta dapat

mengembangkan kecakapannya (Ma'rifatun, Martini & Utomo, 2014) Metode demonstrasi merupakan metode yang paling pertama digunakan oleh manusia purba takala menambah kayu untuk memperbesar nyala api unggun, sementara anak-anak mereka memperhatikan dan menirunya.

Dalam metode demonstrasi diharapkan

setiap Iangkah dari hal-hal yang

didemonstrasikan dapat dilihat dengan mudah oleh siswa melalui prosedur yang benar meskipun demikian siswa perlu juga mendapatkan waktu yang cukup lama untuk

memperhatikan sesuatu yang

didemonstrasikan. Dalam demonstarsi

terutama dalam mengembangkan sikap-sikap, guru perlu merencanakan pendekatan secara Iebih berhati-hati dan ia melakukan kecakapan untuk mengarahkan motivasi dan berpikir siswa.

b. Perencanaan dan Persiapan Metode Demonstrasi

Setiap metode pembelajaran harus

direncanakan dan dipersiapkan agar tujuan pembelajaran tercapai, begitu pula dengan metode demontrasi. Menurut Djamarah & Zain, (2010:403) hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada Iangkah ini antara Iain:

1)Penentuan tujuan demonstrasi yang akan

dilakukan dalam hal ini pertim-bangkanlah apakah tujuan yang akan dicapai siswa dengan belajar melalui demonstrasi itu tepat dengan menggunakan metode demontrasi.

2)Materi yang akan didemontrasikan

terutama hal-hal yang penting ingin ditonjolkan.

3)Siapkanlah fasilitas penunjang demonstrasi

seperti peralatan, tempat dan mungkin juga biaya yang dibutuhkan.

4)Penataan peralatan dan kelas pada posisi

yang baik.

5)pertimbangkanlah jumlah siswa

dihubungkan dengan hal yang akan didemons-trasikan agar siswa dapat melihatnya dengan jelas.

6)Buatlah garis besar langkah atau

pokok-pokok yang akan didemonstrasikan secara berurutan dari tertulis pada papan tulis atau pada kertas lebar, agar dapat dibaca-kan siswa dan guru secara keseluruhan.

7)Untuk menghindarkan kegagalan dalam

(6)

yang direncanakan dicoba terlebih dahulu.

Berdasarkan penjelasan diatas

pembelajaran menggunakan demonstrasi harus dipersiapkan secara matang agar tidak terjadi kegagalan dalam pelaksanaannya. Agar siswa dapat mengetahui dengan jelas semua obyek yang didemonstrasikan.

c. Pelaksanan Metode Demonstrasi

Menurut Djamarah (2010:91) setelah segala sesuatu direncanaan dan disiapkan, langkah

berikutnya ialah mulai melaksanakan

demonstrasi beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1)Guru sebelum memulai persiapkanlah

sekali lagi kesiapan peralatan yang akan didemonstarsikan, pengaturan tempat, keterangan tentang garis besar langkah dan pokok-pokok yang didemonstrasikan. dan lain-Iain yang diperlukan.

2)Siapkanlah siswa, barangkali ada hal-hal

yang perlu mereka catat.

3)Mulailah demontrasi dengan menarik

perhatian siswa.

4)Ingatlah pokok-pokok materi yang

didemontrasikan agar demontrasi mencapai sasaran.

5)Pada waktu berjalannya demonstrasi,

sekali-kali perhatikanlah keadaan siswa, apakah semua mengikuti dengan baik

6)Untuk menghindarkan ketegangan,

ciptakanlah suasana yang harmonis

7)Berikanlah kesempatan kepada siswa untuk

secara aktif memikirkan lebih lanjut tentang apa yang dilihat dan didengarnya dalam

bentuk mengajukan pertanyaan,

membandingkannya dengan yang lain atau dengan pengalaman lain, serta men-coba melakukannya sendiri dengan bimbingan guru

Sedangkan menurut Daryanto (2009: 403) langkah-langkah metode demonstrasi sebagai berikut:

1)Membagi dan menjelaskan sumber-sumber

kegiatan demonstrasi.

2)Memberikan gambaran tentang seluruh

kegiatan demonstrasi dan mewujudkan hasil akhir.

3)Menghubungkan kegiatan dengan

keterampilan yang memiliki peserta dan keterampilan yang akan disampaikan.

4)Mendemonstrasikan langkah-langkah serta

perlahan dan memberikan waktu yang cukup pada siswa untuk mengamatinya.

5)Menentukan hal-hal yang penting dan

keritis atau hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja.

Jadi dalam pelaksanaan metode

demonstrasi guru dituntut membuat siswa aktif, Ajak siswa untuk mau menanyakan apa yang kurang dimengerti. Bagian yang dipandang terpenting dari sesuatu yang dipertunjukan atau dijelaskan harus diulang

berkali-kali agar siswa benar-benar

mengetahui seluk beluknya. Setelah selesai

mendemons-trasikan guru mengajukan

pertanyaan kepada siswa untuk mengecek sampai dimana siswa telah dapat memahami atau mengikuti demonstrasi yang harus selesai dipertunjukan. Siswa diarahkan untuk mengamati dengan penuh perhatian kepada sesuatu obyek yang didemonstrasikan, maka diperlukan konsentrasi dari seluruh pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang terhadap obyek yang dipertunjukan.

2. Prinsip Pembelajaran untuk Pengajaran yang Efektif

Setiap diskusi tentang pengajaran harus dimulai dengan apa yang kita ketahui tentang belajar, terutama jenis pembelajaran yang ambisius secara intelektual yang dituntut dalam masyarakat berbasis pengetahuan saat ini. National Academy of Sciences ringkasan tentang bagaimana siswa belajar (Donovan & Bransford, 2005 dalam Darling-Hammond,

Barron, Pearson, Schoenfeld, Stage,

Zimmerman & Tilson, 2015) mencatat, ada setidaknya tiga prinsip dasar dan mapan belajar yang sangat penting untuk pengajaran:

1)Siswa datang ke kelas dengan pengetahuan

sebelumnya yang harus dia bahas jika pengajaran ingin efektif. Jika apa yang

(7)

mereka ketahui dan yakini tidak dilibatkan, peserta didik mungkin gagal untuk memahami konsep dan informasi baru yang

diajarkan, atau mereka dapat

mempelajarinya untuk tujuan tes tetapi tidak dapat menerapkannya di tempat lain, kembali ke konsepsi mereka di luar kelas . Ini berarti bahwa guru harus memahami apa yang dipikirkan siswa dan bagaimana menghubungkan dengan pengetahuan mereka sebelumnya jika mereka ingin memastikan pembelajaran yang nyata. Ketika siswa dari berbagai konteks budaya dan latar belakang bahasa datang ke sekolah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menghadirkan konsepsi dan basis pengetahuan yang berbeda yang harus dipelajari oleh para guru dan mempertimbangkan dalam merancang instruksi. Guru yang berhasil dengan semua peserta didik harus mampu mengatasi banyak cara belajar mereka, pengalaman dan pengetahuan sebelumnya, dan modal budaya dan bahasa.

2)Siswa perlu mengatur dan menggunakan

pengetahuan secara konseptual jika mereka ingin menerapkannya di luar kelas. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang

inkuiri, siswa tidak hanya harus

memperoleh fondasi yang mendalam dari pengetahuan faktual tetapi juga memahami fakta dan ide dalam konteks kerangka kerja konseptual, dan mengatur pengetahuan

dengan cara yang memfasilitasi

pengambilan dan penerapan. Ini berarti guru harus dapat menyusun materi yang akan dipelajari sehingga membantu siswa memasukkannya ke dalam peta konseptual dan mengajarkannya dengan cara yang memungkinkan aplikasi dan transfer ke situasi baru. Strategi pengajaran yang memungkinkan siswa untuk melakukan ini mengintegrasikan instruksi langsung yang

dirancang dengan hati-hati dengan

pertanyaan langsung yang melibatkan siswa secara aktif dalam menggunakan materi, menggabungkan aplikasi dan pemecahan masalah dengan meningkatnya kompleksitas, dan membutuhkan penilaian

berkelanjutan dari pemahaman siswa untuk tujuan membimbing instruksi dan revisi siswa dari pekerjaan mereka.

3)Siswa belajar lebih efektif jika mereka

mengerti bagaimana mereka belajar dan bagaimana mengelola pembelajaran mereka sendiri. Pendekatan “melacognilive” dalam pengajaran dapat membantu siswa belajar

mengendalikan pembelajaran mereka

sendiri dengan memiliki serangkaian strategi pembelajaran, menentukan tujuan

pembelajaran mereka sendiri, dan

memantau kemajuan Lheir dalam

mencapainya. Guru perlu tahu bagaimana

membantu siswa menilai sendiri

pemahaman mereka dan bagaimana cara terbaik mereka mendekati pembelajaran. Melalui pemodelan dan pembinaan, guru

dapat mengajar siswa bagaimana

menggunakan berbagai strategi

pembelajaran, termasuk kemampuan untuk memprediksi hasil, membuat penjelasan

untuk meningkatkan pemahaman,

mencatat kebingungan atau kegagalan untuk memahami, mengaktifkan latar belakang pengetahuan, merencanakan ke depan, dan waktu pembagian dan memori. Guru yang berhasil memberikan "perancah" yang dirancang dengan hati-hati untuk membantu siswa mengambil setiap langkah dalam perjalanan pembelajaran dengan bantuan yang tepat, langkah-langkah yang berbeda untuk siswa yang berbeda tergantung pada kebutuhan belajar mereka, pendekatan, dan pengetahuan sebelumnya.

Prinsip-prinsip utama pembelajaran ini terbukti dalam penelitian yang telah muncul pada pencucian yang efektif. Melihat seluruh domain, studi secara konsisten menemukan bahwa guru yang sangat efektif mendukung proses pembelajaran yang bermakna dengan:

1)Menciptakan tugas-tugas ambisius dan

bermakna yang mencerminkan bagaimana pengetahuan digunakan di lapangan

2)Melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif,

sehingga mereka menerapkan dan menguji apa yang mereka ketahui

(8)

pengalaman siswa sebelumnya

4)Mendiagnosis pemahaman siswa untuk

meningkatkan proses pembelajaran

selangkah demi selangkah

5)Menilai pembelajaran siswa secara

terus-menerus dan menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan siswa

6)Memberikan standar yang jelas, umpan

balik yang konstan, dan peluang untuk bekerja

7)Mendorong pemikiran strategis dan

metakognitif, sehingga siswa dapat belajar

mengevaluasi dan membimbing

pembelajaran mereka sendiri

D.Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaborasi. (Gultom, 2010:20). Desain situasi masalah, dan cara-cara untuk kolaborasi dengan anak-anak, adalah fokus utama dari pertemuan yang terjadi antara guru dan peneliti. Dimensi pengembangan, yang disebut sebagai refleksi atas tindakan oleh Bednarz, didasari pada diskusi mengenai situasi masalah, strategi yang digunakan untuk anak-anak, pendekatan dan cara berpikir mereka, dan pengelolaan kegiatan guru di konteks kelas. Dalam proses refleksi, pertanyaan lain yang bersifat lebih umum muncul di antara para guru mengenai pemecahan masalah dan integrasinya ke dalam praktik mereka. Dimensi penelitian juga didorong oleh konstruksi bersama dari situasi masalah ini, khususnya oleh refleksi pada cara-cara di mana situasi masalah

meningkatkan pembelajaran (Clements,

Bishop, Keitel-Kreidt, Kilpatrick & Leung, 2012:127).

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MAN Kota Mojokerto dengan alamat Jl. Cinde Baru VIII Kec. Prajurit Kulon Mojokerto 61326 (0321)

390742 Kota Mojokerto. Penelitian

dilaksanakan semester Ganjil tahun pelajaran 2018/2019, penelitian dilaksanakan selama 3

Bulan (Juli, Agustus, September 2018) 3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan bersifat siklikal dan, dalam kata-kata Kemmis dan

McTaggart: “Perlunya melakukan penelitian

tindakan yang dilakukan: 1) untuk

mengembangkan rencana aksi untuk

meningkatkan apa yang sudah terjadi, 2)

bertindak untuk mengimplementasikan

rencana tersebut, 3) untuk mengamati efek tindakan dalam konteks di mana itu terjadi, dan 4) untuk merefleksikan efek ini sebagai dasar untuk perencanaan lebih lanjut, tindakan selanjutnya dan seterusnya, melalui serangkaian siklus. (Kemmis dan McTaggart 1982:7 dalam Dickins & Germaine, 2014:70). Siklus kegiatan ini membentuk spiral penelitian tindakan di mana setiap siklus meningkatkan pengetahuan peneliti tentang pertanyaan, teka-teki, atau masalah asli, dan, diharapkan, mengarah pada solusinya. Kadang-kadang, siklus aksi ini diselesaikan dalam hitungan menit karena profesional selalu merencanakan dan memikirkan kembali rencana dengan cepat. Di waktu lain, siklus tindakan mungkin membutuhkan

berhari-hari, berminggu-minggu, atau

berbulan-bulan (Herr & Anderson, 2014).

Gambar 3.1 The Action Research Spiral (Kemmis & McTaggart, 1982:8)

(9)

4. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Adapun yang menjadi sasaran penelitian adalah siswa sejumlah 39 siswa.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini, guru memulai dengan menginvestigasi fakta (Pengumpulan data) seputar masalah pembelajaran dengan metode demonstrasi. Guru harus memeriksa

“siapa, apa, di mana, dan kapan.” Guru

harus mencatat penyimpangan apa pun dari apa yang biasanya dialami di masa lalu (Tomal, 2010:22). Dengan cara ini, guru

dapat membedah masalah dengan

menunjukkan fakta yang tepat untuk situasi pembelajaran dengan metode demonstrasi. Penggunaan teknik pengumpulan data memungkinkan pengumpulan informasi secara sistematis tentang para peserta dan/atau konteks studi. Walaupun ada banyak cara untuk mengumpulkan data, metode harus dipilih yang sesuai untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Pendekatan kualitatif sesuai untuk

memahami konteks spesifik ruang kelas dan menangkap kehidupan alami sebuah ruang kelas. Metode pengumpulan data umumnya jatuh ke dalam salah satu dari tiga kategori: Mengalami (Menggunakan indera kita untuk mengamati), Bertanya (Bertanya kepada orang lain tentang kepercayaan, ide, pemikiran, dan pengalaman mereka); Memeriksa (Melihat dokumen dan artefak)

(Wolcott, 1994; Goodnough, 2011:35).

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Teknik: Observasi, Artefak dan Dokumen (Goodnough, 2011:35), Tes Tidak Terstandar (Henning, Stone & Kelly, 2009:112).

6. Pengujian Instrumen Butir Soal

Validitas konten mengacu pada

pertanyaan apakah tes tersebut secara memadai mencakup dimensi yang akan diukur dan khususnya relevan dengan tes pencapaian. (Domino & Domino, 2006:53).

reliabilitas diukur dengan metode

konsistensi interval dengan teknik reliabilitas alpha. untuk menguji reliabilitas data

menggunakan investigasi nilai alpha

Cronbach (Cronbach dan Shavelson. 2004).

Kalibrasi (Tingkat Kesukaran) adalah proses mengestimasi parameter tingkat kesukaran soal, yaitu menentukan posisi suatu soal dalam garis kontinum skala (kesukaran soal), skala yang digunakan biasanya skala logit (Hayat, 1995; dalam Tobari, 2014:99). Daya Beda (DB) adalah kemampuan butir soal

membedakan siswa yang memiliki

kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Daya beda diusahakan positif dan setinggi mungkin.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah bagian penting dari proses penelitian tindakan kelas. Hanya pada tahap ini guru dapat yakin bahwa hasil yang diperoleh valid dan dapat dipercaya. Ketika guru-peneliti gagal menganalisis data mereka secara memadai, mereka tidak memiliki platform yang aman untuk bertindak. Empat tahap penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data dan pembuatan

kategori atau hipotesis.

b. Validasi kategori atau hipotesis

menggunakan teknik untuk

kepercayaan, seperti triangulasi.

c. Penafsiran dengan mengacu pada teori

yang disepakati dengan kriteria,

menetapkan praktik atau penilaian guru.

d. Aksi untuk pengembangan yang juga

dipantau oleh teknik penelitian tindakan kelas (Hopkins, 2014:162-163).

Di dalamnya mereka menggambarkan model interaktif analisis data sebagai berikut:

a. Reduksi data: Reduksi data mengacu

pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data 'mentah' yang muncul dalam catatan lapangan tertulis. Ketika pengumpulan data berlanjut, ada

beberapa episode Reduksi data

selanjutnya (melakukan ringkasan,

pengkodean, mencari tema, membuat kelompok, membuat partisi, menulis

memo). Dan proses reduksi /

transformasi data berlanjut setelah kerja lapangan sampai laporan akhir selesai.

b. Data display / Tampilan data. Aliran

utama kedua dari aktivitas analisis adalah tampilan data. 'tampilan' sebagai kumpulan informasi yang terorganisir

(10)

kesimpulan dan tindakan. Melihat pajangan membantu kita memahami apa yang terjadi dan melakukan sesuatu - analisis atau tindakan lebih lanjut - berdasarkan pada pemahaman itu.

c. Penarikan kesimpulan / verifikasi:

Aliran ketiga kegiatan analitik adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari awal pengumpulan data, [peneliti kelas] mulai memutuskan apa artinya, mencatat keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konfigurasi, aliran sebab

akibat, dan proposisi (Hopkins,

2014:163).

8. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Sepanjang proses penelitian tetap fokus pada tujuan dan sasaran penelitian realistis dan mengadopsi perencanaan pragmatis dan strategi penelitian. Peneliti harus tahu kapan harus berhenti bahkan jika hasil akhir tidak seperti yang inginkan (Elton-Chalcraft, Hansen, & Twiselton, 2008:33). Interval

maksimum yang sangat panjang

mengakomodasi sebagian besar puncak siklus ke siklus, dengan merancang interval siklus untuk “tingkat keberhasilan” 95 persen, atau “probabilitas yang diizinkan” (Parsonson, 1992:24). Keberhasilan dari kinerja dalam penelitian tindakan ini yaitu apabila terjadi pemahaman yang mendalam

tentang kecerdasan jamak, kemudian

didesain dan diterapkan dalam pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya kinerja berdasarkan indikator “memenuhi standar” artinya, dengan menggunakan informasi dari

masing-masing bagan Perbandingan

Temuan, seperangkat komposit temuan berpoin untuk dampak pertanyaan. Ini

adalah serangkaian temuan, sebagai

kelompok profesional yang menerapkan teori

operan yang sama — dipersiapkan untuk

menyampaikan presentasi yang akurat dari apa yang dipelajari tentang meningkatkan kinerja siswa melalui studi apabila (80 persen) siswa menunjukkan pertumbuhan dalam kinerja (Sagor, 2010).

E.Pembahasan

Berdasarkan tujuan awal penelitian tindakan kelas ini, maka hasil pelaksanaan dan observasi pada pra tindakan ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan

bagaimana aktifitas guru dalam

pembelajaran meningkatkan pemahaman

anak dalam mengurus jenazah dengan metode demonstrasi di kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019; 2) mendeskripsikan bagaimana aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkatkan pemahaman anak dalam mengurus jenazah dengan metode demonstrasi di kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019; dan 3) menganalisis apakah pembelajaran dengan metode

demonstrasi dapat meningkatkan

pemahaman anak dalam mengurus jenazah di Kelas X-AGAMA MAN Kota Mojokerto.

Adapun rekapitulasi hasil pada masing-masing suklus dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Penelitian pada Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II No Aspek yang diamati Tindakan Pra Siklus I Siklus II

1 Aktivitas guru 62,86 % 75,00 % 87,86 % 2 Aktivitas siswa 42,86 % 65,00 % 86,43 % 3 Nilai rata-rata tes (Daya Serap Klasikal) 68,97 77,43 85,89 4 Ketuntasan Belajar Klasikal 61,54 % 69,23 % 87,18 %

1. Peningkatan Aktifitas Guru

Aktivitas guru selama proses

pembelajaran pada pertemuan pra

tindakanuntuk aktifitas Pendahuluan

Observer 1 memberikan penilaian 66,67 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 66,67 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 68,57 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 62,86 persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 55 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 55 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 64,29 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 61,43 persen. Hal ini masih belum tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen.

Aktivitas guru selama proses

pembelajaran pada pertemuan siklus I untuk

aktifitas Pendahuluan Observer 1

memberikan penilaian 73,33 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 80 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 77,14 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 74,29

(11)

persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 70 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 75 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 74,29 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 75,71 persen. Hal ini masih belum tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen.

Aktivitas guru selama proses

pembelajaran pada pertemuan siklus II untuk aktifitas Pendahuluan Observer 1 memberikan penilaian 86,67 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 86,67 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 88,57 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 88,57 persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 85 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 90 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 87,14 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 88,57 persen. Hal ini sudah tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen keatas.

Adapun rekapitulasi aktifitas guru pada masing-masing siklus dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 1 Peningkatan Aktifitas Guru pada pra tindakan, siklus I dan Siklus II Dari grafik diatas dapat di ketahui

bahwa: Aktivitas guru mengalami

peningkatan pada Pra Tindakan

memperoleh hasil 62,86 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 75 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 87,86 persen.

2. Peningkatan Aktifitas Siswa

Aktivitas siswa selama proses

pembelajaran pada pertemuan pra tindakan untuk aktifitas Pendahuluan Observer 1

memberikan penilaian 46,67 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 46,67 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 48,57 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 42,86 persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 35 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 35 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 44,29 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 41,43 persen. Hal ini masih belum tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen.

Aktivitas siswa selama proses

pembelajaran pada pertemuan siklus I untuk

aktifitas Pendahuluan Observer 1

memberikan penilaian 73,33 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 80 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 57,14 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 54,29 persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 70 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 75 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 64,29 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 65,71 persen. Hal ini masih belum tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen.

Aktivitas siswa selama proses

pembelajaran pada pertemuan siklus II untuk aktifitas Pendahuluan Observer 1 memberikan penilaian 80 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 80 persen. Untuk aktifitas Kegiatan Inti Observer 1 memberikan penilaian 91,43 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 94,29 persen. Untuk aktifitas Penutup Observer 1 memberikan penilaian 80 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 80 persen. Dan total penilaian adalah Observer 1 memberikan penilaian 85,71 persen dan Observer 2 memberikan penilaian 87,14 persen. Hal ini sudah tercapai sebagaimana yang diharapkan yaitu tercapai setidaknya sebesar 80 persen keatas.

Adapun rekapitulasi aktifitas siswa pada masing-masing siklus dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

(12)

Grafik 2 Peningkatan Aktifitas Siswa pada pra tindakan, siklus I dan Siklus II Dari grafik diatas dapat di ketahui

bahwa: Aktivitas siswa mengalami

peningkatan pada Pra Tindakan

memperoleh hasil 42,86 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 65 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 86,43 persen.

3. Peningkatan Hasil belajar siswa

Peningkatan pemahaman siswa diketahui melalui Nilai rata-rata tes (Daya Serap Klasikal) dan Ketuntasan Belajar Klasikal: Nilai rata-rata tes (Daya Serap Klasikal) mengalami peningkatan pada Pra Tindakan memperoleh hasil 68,97 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 77,43 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 85,89

persen.Ketuntasan Belajar Klasikal

mengalami peningkatan pada Pra Tindakan memperoleh hasil 61,54 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 69,23 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 87,18 persen.Adapun rekapitulasi Nilai rata-rata tes (Daya Serap Klasikal) dan Ketuntasan Belajar Klasikal pada masing-masing siklus dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 3 Peningkatan Hasil belajar siswa pada pra tindakan, siklus I dan Siklus II

F.Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Aktivitas guru mengalami peningkatan

pada Pra Tindakan memperoleh hasil 62,86 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 75 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 87,86 persen.

2. Aktivitas siswa mengalami peningkatan

pada Pra Tindakan memperoleh hasil 42,86 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 65 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 86,43 persen.

3. Nilai rata-rata tes (Daya Serap Klasikal) mengalami peningkatan pada Pra Tindakan memperoleh hasil 68,97 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 77,43 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 85,89 persen.Ketuntasan Belajar Klasikal mengalami peningkatan pada Pra Tindakan memperoleh hasil 61,54 persen dan meningkat pada Siklus I sebesar 69,23 persen dan meningkat pada Siklus II sebesar 87,18 persen.

G.Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2008). Dasar-dasar evaluasi

pendidikan edisi kedelapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Astutik, Sri and, Prof. Dr. Abdul Ngalim, M.M, M.Hum, Dr. Sumardi, M.Si (2016)

Pendayagunaan Alat Peraga Dalam

Pembelajaran Tematik Di SDN 3 Mojorebo

Wirosari Grobogan. Thesis thesis,

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ballock, E., Biancaniello, S. F., Biancaniello, S.

L., Bisset, B., Bond, F., Carpenter, R., ... &

Leppo, M. (2010). Making classroom inquiry

work: Techniques for effective action research. R&L Education.

Bridges, D. (2006). Fiction written under oath?: essays in philosophy and educational research

(Vol. 10). Springer Science & Business Media.

Clements, M. K., Bishop, A., Keitel-Kreidt, C., Kilpatrick, J., & Leung, F. K. S. (Eds.).

(2012). Third international handbook of

mathematics education (Vol. 27). Springer Science & Business Media.

(13)

Cronbach, L. J., & Shavelson, R. J. (2004). My current thoughts on coefficient alpha and

successor procedures. Educational and

psychological measurement, 64(3), 391-418. Darling-Hammond, L., Barron, B., Pearson, P. D., Schoenfeld, A. H., Stage, E. K., Zimmerman, T. D., ... & Tilson, J. L. (2015).

Powerful learning: What we know about teaching for understanding. John Wiley & Sons.

Daryanto, D. (2009). Panduan Proses

Pembelajaran Kreatif dan Inovatif.

Depdikbud, (2001). Kurikulum Pendidikan

Dasar: Kurikulum KTSP SD/MI Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia. Puskur

Depdiknas:Jakarta.

Dickins, P. R., & Germaine, K. (2014).

Managing evaluation and innovation in

language teaching: Building bridges.

Routledge.

Djamarah, S. B., & Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Domino, G., & Domino, M. L. (2006).

Psychological testing: An introduction.

Cambridge University Press.

Elliott, S. (2000). Signal processing for active control. Elsevier.

Elton-Chalcraft, S., Hansen, A., & Twiselton, S. (2008). Doing Classroom Research: A Step-By-Step Guide For Student Teachers: A step by step Guide for Student Teachers. McGraw-Hill Education (UK).

Flood, R. L. (2002). Rethinking the fifth discipline: Learning within the unknowable. Routledge.

Goodnough, K. (2011). Taking action in science

classrooms through collaborative action research. Springer Science & Business Media.

Gultom, R, Rosdiana, R, Simbolon, R, 2010.

Menjadi penulis penelitian tindakan di kelas dan di sekolah (PTN & PTS) action research. Medan: USU Press.

Gwet, K. L. (2014). Handbook of inter-rater reliability: The definitive guide to measuring

the extent of agreement among raters.

Advanced Analytics, LLC.

H Samsul Nizar, M. A., & Zainal Efendi

Hasibuan, M. A. (2018). Pendidik Ideal

Bangunan Character Building. Kencana.

Hanafi, H. (2018). Ilmu Pendidikan Islam.

Yogyakarta: Deepublish.

Hektner, J. M., Schmidt, J. A., &

Csikszentmihalyi, M. (2007). Experience

sampling method: Measuring the quality of everyday life. Sage.

Henning, J. E., Stone, J. M., & Kelly, J. L. (2009). Using action research to improve instruction: An interactive guide for teachers. Routledge.

Herlanti, Y. (2014). Tanya Jawab Seputar

Penelitian Pendidikan Sains: Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa tingkat akhir yang sering muncul dalam penelitian pendidikan sains. Yanti Herlanti.

Herr, K., & Anderson, G. L. (2014). The action research dissertation: A guide for students and faculty. Sage publications.

Hopkins, D. (2014). A teacher's guide to

classroom research. McGraw-Hill

Education (UK).

Indah, W. (2018). Pendekatan Metode

Pembelajaran Demonstrasi untuk

Mengajarkan Materi Rangkaian Listrik

Sederhana. Universitas Muhammadiyah

Sidoarjo.

Jamil, I., Askvik, S., & Hossain, F. (2014).

Administrative culture in developing and transitional countries. Taylor & Francis Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2013).

The action research planner: Doing critical

participatory action research. Springer

Science & Business Media.

Ma'rifatun, D., Martini, K. S., & Utomo, S. B. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran

Predict Observe Explaint (Poe)

Menggunakan Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Larutan Penyangga Kelas Xi Sma Al Islam 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Jurnal Pendidikan Kimia, 3(3), 11-16.

Martella, R. C., Nelson, J. R., Morgan, R. L., &

Marchand-Martella, N. E. (2013).

Understanding and interpreting educational research. Guilford Press.

Morrow Jr, J. R., Mood, D., Disch, J., & Kang, M. (2014). Measurement and Evaluation in

Human Performance, 4E. Human Kinetics.

Mustakin & Wiyanto, A. (2009). Panduan

Karya Tulis Guru. Yogyakarta: Pustaka

Grahatama.

Nührenbörger, M., Rösken-Winter, B., Fung, C. I., Schwarzkopf, R., Wittmann, E. C.,

(14)

Akinwunmi, K., ... & Schacht, F. (2016).

Design Science and Its Importance in the

German Mathematics Educational Discussion.

Springer.

Nurdyansyah, N. (2016). Developing ICT-Based Learning Model to Improve Learning Outcomes IPA of SD Fish Market in Sidoarjo. Jurnal TEKPEN, 1(2).

Parsonson, P. S. (1992). Signal timing

improvement practices (No. 172).

Peterson, R. A. (1994). A meta-analysis of Cronbach's coefficient alpha. Journal of consumer research, 21(2), 381-391.

Prastowo, A. (2017). Menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu. Kencana.

Prediger, S., Gravemeijer, K., & Confrey, J. (2015). Design research with a focus on learning processes: An overview on

achievements and challenges. ZDM, 47(6),

877-891.

Rahman, A. (2016). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS Pokok

Pembahasan Perkembangan Teknologi

Produksi di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Pasirluhur Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Melalui Metode Demonstrasi

(Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Reason, P., & Bradbury, H. (Eds.). (2005).

Handbook of action research: Concise paperback edition. Sage.

Rosidah, A. (2018). Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Demonstrasi dan Tanya Jawab Materi Rangkaian Listrik Sederhana di SD

Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Universitas

Muhammadiyah Sidoarjo.

Ross, P. F. (2007). Foundations of Psychological Testing: A Practical Approach. Personnel Psychology, 60(3), 796.

Sagala, S. (2010). Konsep dan makna

pembelajaran. Bandung: alfabeta.

Sagor, R. (2010). Collaborative action research for professional learning communities. Solution Tree Press.

Saleh, M. (2013). Strategi pembelajaran fiqh

dengan problem-based learning. JURNAL

ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran, 14(1).

Sholdt, G., Konomoto, B., Mineshima, M., & Stillwell, C. (2012). Sharing experiences with quantitative research. In JALT 2011 conference proceedings. Tokyo: JALT.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono, M. P. K. (2013). Kualitatif, dan

Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

Alfabeta.

Suparno, P. (2008). Riset Tindakan Untuk

Pendidik (Action Research), Jakarta:

Grasindo.

Susanto, A. (2016). Manajemen Peningkatan

Kinerja Guru: Konsep, Strategi, dan

Implementasinya. Jakarta: Prenadamedia

Group.

Swari, D. A. K. P. R., Adi, I. P. P., & Dartini, N. P. D. S. (2018). Penerapan Metode Demonstrasi Berbantuan Bola Modifikasi untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Passing Bola Voli Siswa SDN 1 Yehembang Kangin Tahun Pelajaran

2017/2018. Jurnal Pendidikan Jasmani,

Olahraga dan Kesehatan Undiksha, 8(2). Tan, D. (2015). Engineering Technology,

Engineering Education and Engineering Management: Proceedings of the 2014 International Conference on Engineering

Technology, Engineering Education and

Engineering Management (ETEEEM 2014),

Hong Kong, 15-16 November 2014. Crc Press.

Tobari, H. (2014). Evaluasi Soal-soal Penerimaan Pegawai Baru Dilengkapi dengan Hasil Penelitiannya. Deepublish.

Tomal, D. R. (2010). Action research for

educators. Rowman & Littlefield Publishers.

Trianto, M. P. (2016). Desain Pengembangan

Pembelajaran Tematik: Bagi anak Usia Dini. Prenada Media.

Wekke, I. S. (2016). Pembelajaran Bahasa Arab di

Madrasah. Yogyakarta: Deepublish

Wolcott, H. F. (1994). Transforming qualitative data: Description, analysis, and interpretation. Sage.

Gambar

Gambar  3.1  The  Action  Research  Spiral  (Kemmis & McTaggart, 1982:8)
Grafik  2  Peningkatan  Aktifitas  Siswa  pada  pra tindakan, siklus I dan Siklus II  Dari  grafik  diatas  dapat  di  ketahui

Referensi

Dokumen terkait

4 Pelayanan yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) Dengan

Tingginya sikap terhadap wirausaha siswa yang memiliki kecerdasan adversitas rendah pada kelas kontrol yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran tipe

Biolääketieteellinen lähestymistapa kiinnittää huomiota rakenteen tasoon sekä diag- noosiin (O´Sullivan ym. Useilla ammattilaisilla on vielä tämä käsitys selkäkivus-

(RPJMD) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010-2015. Program Pembangunan di Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kabupaten Sidoarjo, bertujuan untuk memantapkan

Subhan Makmun (Pengasuh Pondok Pesantyren As-Salafiyyah). Dalam acara pengajian tersebut KH. Subhan Makmun melakukan dakwah sesuai dengan tuntutan Islam dan mendorong

Kelas tajuk ini memiliki suhu udara yang tertinggi hampir menyerupai suhu udara di luar Hutan Kota Patriot Bina Bangsa dan kelembaban terendah dibandingkan dengan

Dalam sistem ini kita akan terfokus pada porsi proses dimana seorang manajer akan mengakses lingkungan bisnis yang sangat kompleks, dengan perubahan kekutan kompetitif dan masa

Model pembelajaran discovery learning berbantuan media anyaman terhadap kemampuan pemahaman konsep dikatakan berpengaruh jika: (1) terdapat rata-rata kemampuan pemahaman konsep