• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Proses Problem Solving Perilaku Kenakalan Siswa di SMK Batik 1 Surakarta jurnal fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Proses Problem Solving Perilaku Kenakalan Siswa di SMK Batik 1 Surakarta jurnal fix"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM PROSES PROBLEM SOLVING PERILAKU KENAKALAN SISWA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA

Rinanti Rachmatika Putri rinanti30@gmail.com

Program Strudi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

2016

The aims of this research are to define the form of juvenile delinquency which is done by the students, the reasons of juvenile delinquency and the role of the guidance and counseling teacher to take in hand the juvenile delinquency.

This is a qualitative research by using case study approach to define and describe the role of guidance and counseling teacher in problem solving process of juvenile delinquency in SMK Batik 1 Surakarta.

This research uses dysfunction theory by Robert K. Merton, because of the existence of positive consequence which is important to understand that social fact could contain negative consequence toother social fact. Because of the inharmonious family may encourage children to do deviation, status dysfunction and parent’s role in create children positive behavior, school through guidance and counseling have a socialization function in shaping positive students to stabilize dysfunction systems. The location of this research is in SMK Batik 1 Surakarta, Tunggulsari village, Pajang, Subdistrict Laweyan, Surakarta. The technique of collecting data is by interviewing method, observation and documentation. The sampling of this research is done by using Snowball Sampling.

The result of this research is to indicate that there are four types of juvenile delinquency, truant, smoking, fighting and consuming alcohol. Two causal factors of juvenile delinquency are broken home family and the influence of close friends. School needs a role of guidance and counseling teacher to solve the problem of the students by using problem solving method. There are several handling steps to use problem solving process, it begins by receiving an information about cases or violations which is done by students, calling and looking for information or evidence from the students or student’s close friends, giving counseling or investigate the case which is done by the students and make a conclusion, determine a punishment and guidance to solve the case of the students. The role of guidance and counseling teacher is also to give preventive social control.

(2)

A. Pendahuluan

Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, telekomunikasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka usaha remaja dalam beradaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang sangat kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan remaja dalam beradaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan, dan konflik, baik konflik yang berasal dari keluarga dan konflik yang berasal dari pergaulan maupun sekolah. Sebagai dampaknya remaja lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan perbuatan semaunya sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi yang terkadang mengganggu dan merugikan pihak lain, problem-problem seperti ini

sangat sering terjadi di kalangan remaja pada masa sekarang (Y. Bambang Mulyono, 1993) Lunturnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dianut oleh masyarakat mengakibatkan hilangnya pandangan-pandangan mengenai apa itu yang baik dan yang buruk. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat remaja melakukan perbuatan menyimpang, baik dalam lingkungan masyarakat dan sekolahnya. Banyak sumber baik dari media televisi maupun media cetak yang memberitakan tentang perilaku penyimpang yang dilakukan oleh kalangan remaja. Contoh perilaku penyimpang yang dilakukan seperti, tawuran antar pelajar, maraknya narkoba dikalangan remaja dari mulai pemakai, pecandu, pengedar, meningkatnya jumlah remaja yang melakukan seks pra nikah simultan dengan meningkatnya aborsi. Membumbungnya perokok dikalangan remaja, maraknya kasus kriminalitas yang pelakunya adalah kalangan remaja dan rendahnya kepedulian remaja terhadap pendidikan adalah potret terbaru generasi muda bangsa dewasa ini.

Pada masa ini, individu mengalami berbagai perubahan baik dari segi fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada masa ini juga remaja melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai

(3)

Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berturutan meskipun yang satu dapat terkait dengan yang lain (F.J Monks, 1992: 269).

Kelompok sebaya atau teman sepergaulan merupakan tempat dimana remaja bergaul dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di luar anggota keluarga. Pada masa remaja, perkembangan sosial seorang remaja bertambah luas dalam daya lingkup maupun kadar keakrabannya. Mereka membuka pertemanan dengan lingkup yang lebih luas, remaja bisa menemukan hal-hal baru yang tidak mereka dapatkan di lingkungan keluarga. Pada masa ini tumbuh rasa solidaritas yang kuat dan lebih mementingkan kekompakan dengan teman-temannya. Pergaulan seorang remaja tidak terbatas hanya pada teman satu sekolah saja, dapat juga dari teman sekolah lain, teman komunitas dan lain sebaigainya. Kehadiran

teman dan keterlibatan remaja di dalam suatu kelompok membawa pengaruh tertentu, baik dalam arti positif maupun dalam arti negative. Bila teman-teman dalam kelompok pergaulan merukan perokok, besar kemungkinannya ia akan menjadi perokok pula. Begitu juga apabila disekolah bergaul dengan teman-teman yang suka membolos di jam pelajaran dan lebih suka nongkrong di kantin atau cabut dari sekolah, maka ia dapat meniru dan melakukan hal yang sama. Pengaruh teman dan kelompok sangat besar, baik itu dilakukan dari kesadaran diri sendiri atau ancaman dari sesama teman, karena apabila tidak bisa mengikuti gaya hidup dan peraturan yang dibuat maka akan diasingkan dari kelompok. Tumbuh dalam kelompok yang bermasalah contohnya dalam kelompok yang terdiri dari anak-anak yang nakal dan tidak mementingkan pendidikan dan bertingkah laku semaunya sendiri akan mengganggu proses belajar. Proses pergaulan yang bermasalah ini secara tidak langsung mengganggu proses belajar remaja, karena remaja lebih senang dan meluangkan banyak waktunya untuk bermain dengan teman sepergaulannya untuk bersengan-senang daripada kesadaran diri untuk belajar dan berprestasi di sekolah.

Masalah kenakalan remaja merupakan problem yang timbul bukan di dalam lingkup yang kecil saja, tetapi hampir terjadi baik di kota-kota besar maupun di kota-kota kecil. Kasus serupa juga terjadi di Solo, turnamen antar pelajar tersebut menjadi pemicu kericuhan yang berkembang menjadi penyerangan ke sekolah-sekolah peserta turnamen. SMK Murni

(4)

yang masih labil dan kurangnya perhatian serta bimbingan dari orang tua membuat pelajar mudah mengikuti ajakan teman-teman disekitarnya untuk melakukan tawuran (Sindonews.com, 2013).

Dari apa yang sudah diterangkan diatas tentang kenakalan remaja dimasa sekarang yang semakin mengkawatirkan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui secara langsung tentang kenakalan remaja yang terjadi di sekolah menengah atas yang berada di kota Solo. Di kota Solo terdapat sekolah menengah atas baik negeri maupun swasta yang nama baik sekolah tersebut telah dianggap kurang baik dimata masyarakat, karena tindakan siswanya yang sebagian besar dianggap menyalahi norma-norma yang berlaku didalam lingkungan masyarakat dan tidak pantas dilakukan oleh siswa yang masih duduk dibangku SMA/SMK.

Dengan melakukan observasi maka SMK Batik 1 Surakarta dijadikan tempat untuk melakukan penelitian. Hasil dari observasi awal yang dengan mengamati tingkah laku siswa setelah jam pelajaran usai, mayoritas siswa tidak langsung pulang kerumah masing-masing. Mereka lebih memilih untuk nongkrong di parkiran motor dan warung disekitar sekolah sembari merokok dan masih mengenakan seragam sekolah. Selama proses pengamatan terdapat beberakali terjadi perkelahian yang dilakukan oleh siswa baik itu siswa laki-laki maupun perempuan. Penyebab perkelahian seringkali diawali karena hal-hal kecil, berawal dari saling adu mulut yang bisa berakhir dengan pertengkaran.

Observasi berkembang dengan mewawancarai guru bimbingan konseling yang bertanggung jawab dalam menganani siswa yang melakukan pelanggaran disekolah. Dari hasil wawancara awal diketahui bahwa terdapat banyak jenis kenakalan yang dilakukan oleh siswa SMK Batik 1 Surakarta, dari jenis kenakalan kecil seperti membolos, merokok, berkelahi, berkelahi sampai kenakalan besar seperti memakai narkoba, hamil diluar nikah yang berujung pada dikeluarkan siswa dari sekolah. Dalam satu minggu guru bimbingan konseling bisa menangani 3-4 kasus dengan jenis kenakalan yang berbeda-beda. Menurut guru bimbingan konseling mayoritas siswa yang melakukan kenakalan merupakan siswa yang berasal dari keluarga yang broken home. Peran orang tua yang bertugas mengontrol anak dirumah tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya, sehingga apabila disekolah

(5)

bimbingan konseling dalam proses problem solving perilaku kenakalan remaja di SMK Batik 1 Surakarta. Dengan tiga rumusan masalah mengenai bentuk kenakalan yang dilakukan siswa, faktor penyebab kenakalan siswa dan peran guru bimbingan konseling dalam menangani kenakalan siswa.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Batik 1 Surakarta terletak di Desa Tunggulsari, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kodya Surakarta, tepatnya di Jalan Slamet Riyadi Kleco-Surakarta. Jenis penelitina ini adalah penelitian kualitatif dengan mengunakan pendekatan metode studi kasus yang bertujuan memahami dan memaparkan peran guru

bimbingan konseling dalam proses problem solving perilaku kenakalan siswa di SMK Batik 1 Surakarta. Keuntungan terbesar dari metode kasus peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam hingga memperoleh informasi yang menyeluruh dan lengkap mengenai subjek tersebut dalam totalitasnya dengan lingkungan. Peneliti dapat menelusuri tidak hanya pikiran dan kelakuan atau tindakan subyek pada waktu sekarang saja, tetapi masa lampaunya, lingkungan, emosi dan pikirannya. Peneliti berusaha untuk menentukan mengapa subyek bertindak demikian, jadi tidak hanya meneliti perilaku subyek saja ( Dantes, 2012:51 ).

Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data Snowball Sampling, Snowball Sampling ialah penarikan sampel bertahap yang makin lama jumlah respondennya semakin bertambah besar. Penarikan sampel dengan snowball dapat diibaratkan dengan sebuah bola salju yang semula adalah kecil berkembangmenjadi membesar seraya dia menggelinding dari bukit. ( Slamet, 2006 : 63 ). Snowball Sampling ( Yin, 1987) digunakan bilamana peneliti ingin mengumpulkan data yang berupa informasi dari informan dalam salah satu lokasi, tetapi peneliti tidak tahu siapa yang tepat untuk dipilih, karena tidak mengetahui kondisi dan struktur warga masyarakat secara pasti. Dalam penelitian ini peneliti bertemu dengan salah satu guru bimbingan konseling dan diperoleh 6

(6)

sample yang peneliti peroleh adalah 13 orang yaitu 9 orang sebagai responden dan 4 orang sebagai informan.

Keterangan :

1. Ibu SG : Guru bimbingan konseling 2. Pak AS : Guru bimbingan konseling 3. Ibu Kus : Wali kelas

4. RR : Siswa kelas XII 5. PPL : Siswa kelas XII 6. HA : Siswa kelas XI 7. KRK : Siswa kelas XI 8. FIY : Siswa kelas X 9. OWD : Siswa kelas X

Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul, perlu menggunakan trianggulasi data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam kegiatan lapangan ini adalah trianggulasi sumber. Menurut Patton trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2002 : 178). Karena data yang diperoleh berasal dari siswa dan guru bimbingan

konseling, oleh karena itu peneliti akan melakukan pengecekkan tentang data-data yang berasal dari hasil wawancara informan seperti keluarga siswa dan teman siswa. Oleh karena itu peneliti akan melakukan pengecekkan tentang data-data yang berasal dari hasil observasi

Ibu SG

RR PPL HA FIY KRK OW Pak AS Ibu Kus

(7)

di lapangan dengan wawancara dari berbagai pihak yang telah disebutkan diatas. Tujuan dari proses ini adalah agar data penelitian mencapai keabsahan yang nantinya akan sangat membantu peneliti dalam menulis laporan penelitian. Untuk mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi dengan triangulasi sumber data dengan cara, membandingkan data hasil dari responden PPL, KRK, AS dan SG dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang mana R dan I yang merupakan ibu dan teman KRK, N dan A yang merupakan teman dan kakak PPL.

Dalam proses penelitian setelah data yang dikumpulkan, maka diperoleh tahap berikutnya yang penting adalah melakukan teknik analisis dengan model interaktif Dalam model ini ada tiga komponen analisis yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan

C. Hasil Penelitian

1. Bentuk Kenakalan

Menurut Drs. B. Simanjutak S.H, pengertian juvenile delinquency ialah suatu perbuatan yang disebut delinquent apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidu (Samsul Munir, 2010:368). Kenakalan siswa merupakan perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma, baik norma agama, susila, atau norma yang berlaku dalam masyarakat yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, jika perbuatan melanggar hukum itu dilakukan orang dewasa maka dinamakan kejahatan. Namun apabila dilakukan oleh remaja atau anak berusia 10 sampai 18 tahun itu tidak termasuk tindakan melanggar hukum sehingga tidak dapat dikenakan sangsi hukum formal dan tindakannya ini disebut kenakalan. Apabila remaja melakukan kenakalan yang masuk kategori ini pada umunya tidak ada sangsi yang tegas dan biasanya remaja hanya mendapat sangsi moral dari orang lain serta masyarakat.

Dari berbagai bentuk kenakalan yang ada di masyarakat, ada empat bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa SMK Batik 1 Surakarta. Empat macam jenis kenakalan yang dilakukan oleh responden terdiri dari membolos, merokok, berkelahi dan

(8)

merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib dan peraturan yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Selain itu, kenakalan yang dilakukan oleh responden tidak sesuai dengan norma-norma,baik norma agama, susila, atau norma yang berlaku dalam masyarakat yang dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain, keluaraga dan sekolah.

2. Faktor-faktor Kenakalan

Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang anak mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Sehingga keluarga yang merupakan institusi sosial yang

bersifat universal dan multifungsional mempunyai fungsi pengawasan, sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi terhadap anggota-anggotanya. Kemungkinan kenakalan remaja bukan karena murni dari dalam diri remaja itu sendiri tetapi mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat ditanggulangi oleh remaja dalam keluarganya. Bahkan orang tua sendiri pun tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan keluarga tersebut. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling utama dalam membentuk jiwa dan kepribadian anak. Keluarga yang baik tentu akan sangat menguntungkan bagi pembentukan jiwa dan kepribadian, sementara keadaan keluarga yang jelek akan sangat tidak menguntungkan bagi pembentukan jiwa dan kepribadian anak.

Kenakalan yang dilakukan oleh siswa didasari oleh dua faktor yang dominan, yaitu faktor keluarga dan teman. Penyebab kenakalan yang dilakukan oleh siswa SMK Batik 1 Surakarata berawal dari broken home. Keluarga yang broken home memiliki struktur keluarga yang tak lengkap, seperti ada yang meninggal dunia, bercerai atau ada yang tidak bisa hadir di tengah keluarga dalam rentang waktu yang cukup panjang. Broken home adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suasana keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalannya kondisi keluarga yang rukun dan sejahtera yang menyebabkan terjadinya konflik dan perpecahan dalam keluarga tersebut. Remaja

(9)

Struktur dalam keluarga mereka tidak lengkap karena adanya orang tua yang bercerai, sang ayah meninggal dunia dan suasana keluarga yang tidak harmonis yang menyebabkan terjadinya konflik.. Fungsi dan tugas orang tua dalam memberi kasih sayang dan mendidik tidak berjalan,di tambah dengan lingkungan yang tidak baik dan teman sepermainan yang member dampak negatif membuat anak terpengaruh menjadi tidak baik. Masalah yang sudah di dapat di dalam keluarga yang menyebabkan remaja menjadi stress dan merasa tidak bisa meluapkan isi hati dan pikirannya, mengakibatkan anak mencari kesenangan sendiri di luar rumah dengan cara meminum minuman keras, merokok, berkelahi, tindakan ini mereka lakukan untuk meluapkan perasaan dan mencari ketenangan kesenangan sesaat.

Yang kedua yaitu faktor teman bermain. Meskipun sebagian besar responden mengatakan bahwa awal mereka melakukan tindakan kenakalan karena masalah yang ada dalam keluarga, dan setelah itu berpengaruh apabila menemukan teman yang salah maka akan membuat kenakalan siswa lebih menjadi lagi. Karena dalam keseharian anak senantiasa berinteraksi dengan teman-temannya, dan karena memang tidak semua anak yang berada di sekolah sudah baik perilakunya, sehingga hal yang tidak dapat dimungkiri sering akan membawa pengaruh negatif bagi kepribadian anak. Kelompok sebaya atau teman sepergaulan merupakan tempat dimana remaja bergaul dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di luar anggota keluarga, remaja bisa menemukan hal-hal baru yang tidak mereka dapatkan di lingkungan keluarga.

Kenakalan yang dilakukan oleh siswa didasari atas rasa ingin mendapatkan perhatian dari keluarga dan lingkungan sekitar. Siswa melakukan kenakalan karena memiliki masalah di dalam keluarganya, dan ingin mendapatkan kembali perhatian dari keluarga, teman-teman dan guru. Siswa menganggap bahwa kenakalan yang mereka lakukan adalah bentuk pelampiasan. Jika dipandang menggunakan perspektif tindakan Weber(Ritzer, 2013 : 41), maka tindakan yang dilakukan siswa merupakan tindakan

(10)

Kenakalan yang dilakukan remaja merupakan disfungsi di dalam masyarakat. Karena kenakalan diangap sebagai perilaku negatif atau penyimpangan. Tindakan kenakalan tersebut tidak sesuai dengan nilai dan normatif yang ada dalam struktur sosial masyarakat. Melalui teori fungsional Robert K. Merton (George Ritzer, 2014:429) fungsionalisme membuka jalan pada perubahan struktur sosial dalam menstabilkan disfungsi sosial yang terjadi. Hal tersebut ditunjukan oleh adanya peran bimbingan konseling yang berfungsi dalam menyelesaikan masalah kenakalan remaja atau penyimpangan tersebut.Disfungsi juga terjadi di dalam keluarga karena kondisi keluarga yang tidak harmonis mendorong anak untuk melakukan penyimpangan. Ada disfungsi status dan peran orang tua dalam membentuk perilaku posistif anak. Justru sekolah melalui bimbingan konseling memiliki

fungsi dalam sosialisasi pembentukan positif siswa. Jadi peran sekolah didalam sistem sosial adalah untuk menstabilkan sistem-sistem yang mengalami disfungsi menjadi fungsional.

3. Peran Guru Bimbingan Konseling

Pekerjaan guru adalah salah satu bidang pekerjaan yang terkait langsung dengan kebutuhan masyarakat. Peran guru bimbingan konselingmelaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah karena latar belakang pendidikannya yang memungkinkan untuk melaksanakan tugas tersebut.karenaguru bimbingan dan konseling adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah siswa (Prayitno, 2004:10).Bimbingan adalah suatu proses pemberian yang terus menerus dan sistematis kepada individu di dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkunganny, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

(11)

baik.Untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh siswa, guru bimbingan konseling menggunakan pendekatan metode problem solving untuk mengatasinya. Metode problem solving atau pemecahan masalah adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi, perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Syaiful Bahri Djamara, 2006 : 103)

Ada beberapa langkah-langkah penanganan menggunakan metode problem solving, diawali menerima laporan dan informasi tentang adanya kasus atau pelanggaran yang

dilakukan oleh siswa, memanggil dan mencari informasi atau bukti dari siswa dan orang terdekat (teman, orang tua, guru) siswa yang bersangkutan,memberikan konseling atau

menginvestigasi kasus yang dilakukan siswa dan menarik kesimpulan, menentukan sanksi dan bentuk bimbingan seperti apa yang digunakan untuk menyelesaikan kasus siswa tersebut. Pada proses konseling guru bimbingan konseling menggunakan metode wawancara untuk menginvestigasi kasus yang dilakukan oleh siswa. Konseling memiliki arti hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalanya (Syamsu Y & A. Juantika, 2005:7-8). Guru SMK Batik 1 Surakarta melakukan konseling secara dengan klien atau siswa secara individu yang dilakukan antara guru bimbingan konseling dan siswa secara tatap muka dan bersifat rahasia. Selain itu ada juga konseling kelompok yang dilakukan antara guru dan sekelompok siswa yang melakukan kenakalan secara bersama-sama. Guru bimbingan konseling mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalanya.

Dari proses investigasi diperoleh informasi dan alasan mengapa siswa melakukan bentuk kenakalan tersebut. Dari informasi tersebutlah guru bimbingan konseling memberi bantuan melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha apa saja yang akan dilakukan untuk penyembuhan dalam bentuk bimbingan. Bimbingan yang di berikan oleh guru

(12)

dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

SMK Batik 1 Surakarta juga menggunakan pengendalian sosial yang bersifat preventif, yang merupakan suatu pengendalian sosial yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang belum terjadi. Peran guru bimbingan konseling sangat diperlukan dalam pengendalian preventif karena guru harus membentuk karakter siswa, meningkatkan kedisplinan dan menekankan nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Langkah-langkah preventif yang dilakukan oleh sekolah dan guru bimbingan konseling kepada siswa berupa, pemberian materi dalam mata pelajaran

bimbingan konseling merupakan salah satu bentuk preventif karena siswa diajarkan tentang konsep diri, budi pekerti, kepemimpinan, maka karakter siswa dapat dibentuk untuk tujuan yang baik. Menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak mulia kepada siswa dengan cara membaca Al Quran dan kunjungan pesantren.

Dalam melakukan bimbingan konseling, Guru dan siswa bertujuan untuk memperbaiki perilaku siswa, karena kenakalan dianggap membawa nama sekolah menjadi tidak baik diantara sekolah-sekolah yang lain dan juga masyarakat. Guru sudah memperhitungkan dan mengkalkulasi bahwa dengan mengubah perilaku siswa dapat membawa nama sekolah dan juga masa depan siswa-siswa itu sendiri di tengah masyarakat. Guru menggunakan cara dan tahapan dalam memperbaiki perilaku siswa mulai dari pengumpulan laporan tentang kenakalan siswa, pemanggilan terhadap siswa, investigasi dan pemberian sanksi serta konseling. Proses penangangan pun secara individu dan kelompok. Melalui pandangan Weber(Ritzer, 2013 : 41), peran yang dilakukan guru dan partisipasi siswa dalam penyelesaian masalah tersebut merupakan bentuk tindakan rasional instrumental.

Guru menganggap perilaku nakal itu salah, dan siswa menganggap perilaku nakal itupun sebagai sesuatu yang salah, sehingga ada pemaknaan yang sama terhadap nilai antara guru dan siswa bahwa kenakalan merupakan perilaku yang harus diluruskan. Jika

(13)

manfaat dengan mengubah nilai melalui perilaku siswa agar bisa diterima oleh masyarakat. Guru mengajarkan dan mengadakan kegiatan untuk mengubah perilaku siswa seperti mengaji di pagi hari. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mendorong siswa untuk beralih pada nilai yang dianggap menyimpang seperti kenakalan ke nilai yang bisa diterima masyarakat, karena mengaji dianggap sebagai perilaku yang baik bersifat absolut di tengah masyarakat karena mengandung nilai religius. Kegiatan problem solving merupakan bentuk perhatian guru terhadap siswa-siswa yang melakukan kenakalan. Rasa perhatian tersebut merupakan tindakan afektif guru dalam perlakuannya terhadap siswanya.

4. Peran guru bimbingan konseling dalam sosiologi pendidikan

Seperti yang dikonsepkan diawal sosiologi pendidikan merupakan analisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat. Dimana terdapat pola-pola interaksi sosial dan peranan sosial dalam masyarakat sekolah dan hubungan orang-orang di dalam sekolah dengan kelompok-kelompok di luar sekolah. Ary. H. Gunawan (2000: 51) mengatakan salah satu tujuan sosiologi pendidikan yaitu menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dan memerhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak, sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya, termasuk menganalisis proses sosialisasi siswa dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam proses tersebut dapat diketahui apakah siswa berada dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang baik atau tidak.

Berdasarkan hasil temuan temuan dilapangan dapat dikaikan dengan teori disfungsi yang dikemukakan oleh Robert K. Merton (George Ritzer, 2014 :429). Terjadi disfungsi dalam proses hubungan antara keluarga siswa, lingkungan pertemanan siswa dengan struktur di dalam sekolah yang kemudian membentuk perilaku menyimpang siswa, yaitu kenakalan. Siswa sebenarnya sudah menjalani proses sosialisasi di dalam keluarga, lingkungan sekitarnya dan bahkan di sekolah. Namun proses penanaman nilai dan norma sosial tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena adanya disfungsi dalam

(14)

terjadi karena pengaruh situasi di dalam keluarga yang tidak harmonis dan lingkungan pertemanan yang mendorong siswa untuk berperilaku menyimpang lebih kuat daripada sistem pendidikan yang ada di sekolah.

Guru Bimbingan Konseling memiliki peran atau fungsi dalam menstabilkan sistem norma dan nilai dalam pendidikan siswa yang melakukan kenakalan tersebut. Melalui serangkaian tindakan yang dilakukan guru Bimbingan Konseling, kenakalan siswa sedikit demi sedikit mampu di atasi. Proses sosialisasi tentang nilai dan norma lebih dapat ditanamkan melalui peran guru bimbingan konseling ini. Jadi, dalam kerangka sosiologi pendidikan, guru bimbingan konseling memiliki peran penting dalam relasi antara masyarakat dengan sekolah dimana guru bimbingan konseling dapat menjalankan fungsi

penanaman nilai dan norma kepada siswa secara lebih komprehensif, dan dapat merubah disfungsi yang terjadi di dalam keluarga, lingkungan pertemanan dan struktur didalam sekolah menjadi fungsional kembali.

Peran guru bimbingan konseling sangat di butuhkan dalam mengubah sesuatu fungsi atau sistem yang ada dalam keluarga dan sekolah yang tidak berjalan dengan semestinya atau mengalami disfungsi. Dimana dampak dari disfungsi tersebut timbul perbuatan kenakalan yang dilakukan oleh siswa/remaja yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat, dan dapat merugikan diri sendiri, keluarga dan nama baik sekolah. Dengan adanya guru bimbingan konseling yang melakukan langkah-langkah preventif maupun represif diharapkan dapat mengembalikan fungsi dan sistem yang ada keluarga dan sekolah menjadi fungsional kembali, dan dapat merubah siswa menjadi lebih baik lagi.

5. Kesimpulan

Dari berbagai bentuk kenakalan yang ada di masyarakat, ada empat bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa SMK Batik 1 Surakarta. Empat macam jenis kenakalan yang dilakukan oleh responden terdiri dari membolos, merokok, berkelahi dan mengkonsumsi minuman keras. Keempat jenis kenakalan yang dilakukan oleh responden

(15)

oleh siswa SMK Batik 1 Surakarata berawal dari broken home. Struktur dalam keluarga mereka tidak lengkap karena adanya orang tua yang bercerai, sang ayah meninggal dunia dan suasana keluarga yang tidak harmonis yang menyebabkan terjadinya konflik. Peran guru bimbingan konseling di sekolah di butuhkan untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh remaja/siswa menggunakan metode problem solving. Ada beberapa langkah-langkah penanganan menggunakan metode problem solving, diawali menerima laporan dan informasi tentang adanya kasus atau pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, memanggil dan mencari informasi atau bukti dari siswa dan orang terdekat siswa yang bersangkutan,memberikan konseling atau menginvestigasi kasus yang dilakukan siswa dan menarik kesimpulan, menentukan sanksi dan bentuk bimbingan seperti apa yang digunakan

untuk menyelesaikan kasus siswa tersebut. Peran guru bimbingan konseling juga dilakuka pada pengendalian sosial yang bersifat preventif.

6. Saran

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, Francis. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Arifin, M. 1982. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: Terayon Press Agustiani, Hendriati. 2006. PsikologiPerkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan

Konsep Diri Dan Penyesuain Diri Pada Remaja). Bandung. PT. Refika Aditama Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: C.V Andi

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulya Gunawan, Ary .H. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : Erlangga

Karsidi, Ravik. 2005. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press Kartono, Kartini. 2011. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers Khairuddin. 2000. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty

Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Mulyono, Y. Bambang. 1993. Mengatasi Kenakalan Remaja. Yogyakarta: CV. ANDI Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Monks, F.J, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono. 1991. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogya : Gadjah Mada Univ Press

Nasution, S. 1999. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Angkasa

Panuju, Panut & Ida Umami. 2005. Psikologi Remaja Cetakan Ke-2. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana

Partowisastro, Koestoer. 1987. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: PT. Erlangga Ritzer, George& Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Kreasi Wacana ---2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma. Bandung : Kanisius Santoso, Slamet. 1999. Dinamika Kelompok. Jakarta: PT. Bumi Angkasa

Simandjuntak, B. 1979. Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal. Bandung: PT.

Tarsito

(17)

Soehartono, Irawan. 1999. METODE PENELITIAN SOSIAL, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sudarsono. 1991. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan Konseling. Semarang: CV. Nieuw Setapak

Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif: Dasar, Teori, dan Terapannya Dalam Penelitian.Surakarta : Sebelas Maret University Press

Sztompka, Piotr. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media

Wirawan Sarwono, Sarlito. 2007.Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wijaya, Mahendra& Siti Zunariyah. 2011.Sosiologi Alih Teknologi. Jakarta: Unversitas Terbuka. Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, pada pengamatan komponen hasil yang terdiri dari panjang buah, diameter buah, berat buah per buah, berat buah total per tanaman dan

Dari sisi kinerja layanan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sudah menerapkan ISO 9001:2008. Pemberian sertifikat ISO ini bukan hanya di tingkat Rektorat tetapi juga di beberapa

Bilangan kompleks: sistem bilangan kompleks, geometri bilangan kompleks, dan akar bilangan kompleks. Fungsi Kompleks: pengertian fungsi kompleks, dan fungsi

Rata-rata jumlah buah tanaman cabe rawit tertinggi adalah 63,00 diperoleh dalam kombinasi perlakuan P2T2 (pupuk kandang kambing dengan dosis 10 ton/hektar), sedangkan

Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah).. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan

Jadi dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 52 responden yang menyatakan bahwa memiliki lingkungan bahasa Arab sebesar 75,00% dan mahasiswa yang menjawab penting