• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur T"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU LENTUR, GESER, DAN NORMAL BALOK PELENGKUNG

DENGAN ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP (STUDI KASUS :

JEMBATAN SANGEH)

I Wayan Krisna Mila Wijaya1, I Nyoman Sutarja2, I. B. Rai Widiarsa3

e-mail: krisnamila@gmail.com

Abstrak : Pembangunan jembatan pelengkung secara konvensional dianggap sangat sulit, terlebih jika jembatan pelengkung dibangun diatas jurang yang dalam atau sungai yang deras. Dalam perkembangan teknologi, pihak pekerja mulai menggunakan Traveller dan metode pelaksanaan pembangunan bertahap dalam pengerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki tentang perilaku pelengkung selama pelaksanaan dengan metode pelaksanaan bertahap. Data-data yang digunakan berdasarkan pada data perencanaan pembangunan Jembatan Sangeh di Desa Sangeh. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis segmental untuk pelengkung. Perilaku yang diteliti dibatasi hanya pada perilaku struktur berupa momen, gaya geser, dan gaya normal pada pelengkung jembatan. Model selanjutnya dianalisis dengan nonliniear staged construction analysis. Hasil yang diperoleh digambarkan dalam grafik untuk melihat perubahan gaya dalam yang terjadi sehingga dapat ditentukan kapan tahapan kritis dalam analisis. Hasil analisis konstruksi bertahap menunjukan gaya-gaya dalam membentuk pola tertentu yang terus meningkat secara non linier pada setiap tahapan pengerjaan. Hal ini berbeda dengan model ketika dianalisis dengan analisis konvensional yang umumnya membentuk pola yang acak. Jika dibandingkan, analisis konstruksi bertahap memberikan hasil momen yang lebih besar dengan rasio rata-rata 3 kali lebih besar daripada hasil yang ditunjukan analisis konvensional pada section yang sama. Begitu pula dengan gaya geser yang memberikan hasil lebih besar dengan rasio rata rata 2 kali analisis konvensional. Berbeda halnya dengan gaya normal yang lebih kecil atau sekitar 0,2 kali hasil analisis konvensional. Tegangan yang terjadi untuk kedua analisis masih dibawah tegangan ijin, yaitu 16 Mpa dengan lendutan rata-rata sebesar 32,51 mm.

Kata kunci : Analisis konstruksi bertahap, Analisis konvensional, Momen, Gaya geser, Gaya normal, Tegangan, Lendutan

FLEXURAL, SHEAR, AND AXIAL BEHAVIOR OF AN ARCH BEAM WITH

STAGED ANALYSIS (STUDY CASE : SANGEH BRIDGE)

Abstract : The construction of an arch bridges in conventional ways are known very complicated, especially when the bridges are built over a deep valley or a rushing river. Along with technology development, nowadays the contractor start using Traveller and staged construction to build the bridges. This study aims to find out the behaviors of an arch beam during construction with staged construction. The data that used in this study is based on the planning data of Sangeh Bridge at Sangeh Village. The arch beam was analyzed with segmental analysis. The behaviors were confined to flexural, shear, and axial behavior of the arch beam. The model then analyzed by non linear staged construction analysis. The results depicted in the chart to see the changes that occur in the force so that it can be determined which step became the critical stage in the analysis. The result of staged construction analysis showed that the internal forces generated a particular pattern that continues to increase in non-linear at every stage of construction. This pattern was different from the model when analyzed by conventional analysis where generally generated a random pattern. In comparison, staged construction analysis resulted greater moments than conventional analysis with an average ratio of 3 times greater results at the same section. Similarly, the shear force that provides greater results with an average ratio of 2 times the conventional analysis. Different from moment and shear results, normal force give smaller results, i.e about 0.2 times the conventional analysis. The tension that occured in both analysis were still below the allowable stress, which is 16 MPa with an average deflection of 32.51 mm.

(2)

PENDAHULUAN

Terdapat berbagai jenis jembatan yang sering digunakan berdasarkan material maupun struktur penyusunnya. Salah satu yang sering diaplikasikan adalah jembatan jenis pelengkung atau “Arch bridge”. Jembatan jenis pelengkung cocok digunakan untuk bentang yang panjang dan topografi yang cenderung berlembah karena jembatan jenis ini dapat mengurangi momen yang diterimanya.

Akan tetapi, pembangunan struktur jembatan pelengkung bukanlah sesuatu yang mudah. Diperlukan perencanaan yang baik dan teliti guna mendapatkan struktur yang kuat dan stabil. Perencanaan jembatan mengacu ke berbagai peraturan seperti Bridge Management System (BMS) dan RSNI T-02 2005. Perencanaan struktur jembatan harus memenuhi beberapa kriteria seperti kekuatan dan stabilitas struktur, kelayanan, keawetan, kemudahan pelaksanaan, ekonomi serta estetika (BMS, 1992). Selain kriteria diatas, dalam perencanaan jembatan juga perlu diperhatikan tentang kekuatan dan kekakuan selama pelaksanaan pembangunan jembatan. Hal ini menjadi penting karena gaya-gaya dalam yang terjadi selama tahapan pelaksanaan konstruksi dapat lebih kritis dibandingkan saat jembatan beroperasi nantinya.

Seiring berjalannya waktu, teknologi dan ilmu pengetahuan alam juga ikut berkembang. Termasuk dalam hal metode pelaksanaan konstruksi jembatan pelengkung. Jika secara sederhana atau konvensional pelaksanaan konstruksi jembatan pelengkung dibantu dengan memasang banyak perancah di bawah struktur untuk menyangga struktur yang akan dibangun, namun kini dikenal metode baru yang dikenal dengan Traveller. Dengan adanya Traveller ini, maka pembangunan jembatan pelengkung dapat dilakukan secara bertahap

Pada umumnya, perencanaan untuk struktur, termasuk jembatan baik itu jembatan gelagar biasa maupun pelengkung masih dilakukan secara konvensional. Analisis perencanaan masih dilakukan dengan memberikan pembebanan secara sekaligus pada jembatan dengan asumsi bahwa beban akan bekerja secara simultan pada struktur. Pada kenyataannya, pembangunan jembatan maupun struktur lainnya dilakukan secara bertahap untuk setiap bagiannya, sehingga diperlukan perencanaan yang bertahap untuk mendapatkan hasil yang mendekati dengan kenyataan yang ada

Eka (2005) menyatakan bahwa analisis konstruksi bertahap pada gedung memberikan hasil momen dan geser yang lebih besar (kritis) untuk tahap-tahap tertentu dibandingkan dengan analisis konvensional. Akan tetapi memberikan hasil gaya normal yang lebih kecil daripada analisis konvensional. Terkait pembangunan Jembatan Sangeh, telah dilakukan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian tersebut Sutarja dan Salain (2014)

menyatakan bahwa pelaksanaan proyek dengan metode baru yaitu pemanfaatan Traveller dan konstruksi bertahap memberikan keuntungan pembuatan pelengkung beton menjadi lebih mudah, akan tetapi penelitian tersebut tidak membahas mengenai perilaku pelengkung selama pelaksanaan pembangunan jembatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku struktur jembatan pelengkung pada setiap tahapan konstruksi jembatan dengan metode analisis konstruksi bertahap.

MATERI DAN METODE

Data Jembatan Sangeh

Jembatan Sangeh di Desa Sangeh, Kabupaten Badung, merupakan jembatan yang dibangun untuk menghubungkan daerah pariwisata di daerah Kabupaten Tabanan dan Badung Utara. Jembatan ini memiliki panjang total 120 meter, dan bentang tengah sepanjang 80 meter yang didukung dengan tiga buah pelengkung. Adapun pelengkung yang digunakan adalah pelengkung jenis True Arch, yaitu pelengkung berada dibawah lantai kendaraan. Lebar jembatan adalah 7 m dengan 2 buah trotoar di kedua sisi jembatan dengan lebar masing-masing adalah 1 m. Jembatan ini menggunakan campuran beton dengan kuat tekan beton, yaitu K275 untuk bangunan atas dan bawah jembatan. Kuat leleh baja, yaitu U32 untuk tulangan ulir dengan  > 12, dan U24 untuk tulangan polos  < 12. Pada bagian pelengkung diperkuat dengan kabel baja pratekan 5x12x7 centric, dengan pemberian tegangan sebesar 100 MPa pada bagian atas, dan 200 MPa pada bagian bawah. Semua pelengkung dihubungkan dengan balok diafragma dengan dimensi 30/80 cm. Pilar yang digunakan terdiri dari empat jenis pilar dengan dimensi yang berbeda, yaitu : 60/80, 70/80, 80/100, 90/150 cm. Terdapat lima buah balok memanjang yang digunakan, dengan dimensi 56/140 cm. Pelengkung yang digunakan berupa pelengkung nonprismatis dengan dimensi pelengkung yang digunakan adalah sama untuk ketiga pelengkung, yaitu 100/200 cm untuk ujung pelengkung atas dan 100/350 cm untuk ujung pelengkung bawah.

Gambar 1. Gambar rencana Jembatan Sangeh Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali (2010)

Pembebanan Jembatan

(3)

mengacu pada standar “RSNI T-02-2005 Pembebanan Untuk Jembatan” dan BMS 1992.

Beban Mati

Beban mati dari komponen struktur dan nonstruktur merupakan beban permanen yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan analisis. Komponen struktur terdiri dari seluruh elemen yang berfungsi sebagai penahan beban bagi jembatan, seperti balok memanjang, struktur pelengkung, pilar, dan abutmen. Komponen nonstruktur meliputi trotoar, parapet, railing, rambu-rambu, iluminator, dan lain-lain.

Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas yang umum digunakan dalam

perencanaan jembatan adalah beban “D” dan beban “T”. Beban “D” merupakan beban lajur yang

bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang setara atau ekivalen dengan iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah beban “D” ini sangat tergantung pada lebar lajur kendaraan itu sendiri.

Beban “T” adalah beban truk yang didefinisikan

sebagai kendaraan berat tiga as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksudkan sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk yang diterapkan tiap lajur lalu lintas.

Beban Lajur “D”

Beban lajur “D” didefinisikan sebagai beban

yang terdiri dari beban merata yang tersebar sepanjang lajur kendaraan, dikenal dengan UDL yang digabungkan dengan beban garis, dikenal dengan KEL, seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Beban Lajur Sumber : Bridge Management System (1992)

Beban terbagi rata UDL mempunyai intensitas q kPa dimana besarnya q ini tergantung dari panjang total (L) yang dibebani sebagai berikut:

L ≤ 30 m, maka q = 8,0 kPa

kendaraan truk semi trailler yang mempunyai susunan dan berat as seperti pada Gambar 3, dimana berat dari masing-masing as disebarkan menjadi dua beban merata yang sama besar yang merupakan bidang kontak antara dua roda truk dengan lantai kendaraan. Untuk gambar yang lebih jelas, dapat juga dilihat pada Gambar 2.8 BMS 1992, Bagian 2.

.

Sumber : Bridge Management System (1992)

Beban Rem

Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai kendaraan. Dengan ditentukan sesuai persyaratan berikut:

HTB = 250 untuk Lt ≤ 80 m HTB = 250 + 2,5*(Lt-80) untuk 80 < Lt <

180 m

HTB = 500 untuk Lt > 180 m Dengan besarnya gaya rem adalah HTB/jumlah balok girder. Dengan lengan kerja gaya, y = 1,8 + (tebal lapisan aspal+overlay) + (0,5 . tinggi girder).

Pengaruh Gempa

Untuk beban rencana gempa minimum, dihitung dengan analisa statik ekivalen, dimana rumus yang digunakan adalah: tanah setempat yang sesuai (Gambar 2.14, BMS 1992, bagian 2)

S = faktor tipe bangunan (Tabel 2.14, BMS 1992, bagian 2)

(4)

WT = berat total nominal bangunan yang jembatan harus memperhitungkan adanya gaya-gaya yang timbul selama pelaksanaan konstruksi, stabilitas, dan daya tahan dari bagian-bagian komponen jembatan. Apabila rencana pelaksanaan tergantung pada metode pelaksanaan yang akan digunakan, maka struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman. Adapun beban pelaksanaan yang dimaksud disini adalah:

 Beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri, dan

 Aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan

Faktor Beban dan Kombinasi Beban

Faktor beban dan kombinasi pembebanan yang digunakan mengacu pada BMS 1992 bagian 2. Dimana faktor beban dan kombinasi beban yang akan digunakan seperti yang nampak dalam Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:

Tabel 1. Faktor beban pada keadaan batas ultimate

Sumber : Bridge Management System (1992)

Tabel 2. Kombinasi pembebanan

Sumber : Bridge Management System (1992)

Analisis Konstruksi Bertahap

Konstruksi bertahap merupakan bagian dari analisis statis nonlinier yang menganalisa struktur dalam beberapa fase tingkat/ tahap (Analysis Reference Manual SAP 2000, 2002). Ide dasar dari analisis ini adalah pada tahap awal, kondisi awal struktur adalah nol, dalam artian elemen struktur memiliki gaya-gaya dalam dan lendutan sama dengan nol. Semua elemen belum terbebani dan belum terjadi lendutan. Untuk tahapan analisa selanjutnya, merupakan kelanjutan dari analisis nonlinier pada tahapan sebelumnya. Maksud dari pernyataan ini yaitu gaya-gaya dalam dan deformasi pada tahap sebelumnya diikutsertakan pada analisis tahap berikutnya.

Masih berdasarkan Analysis Reference Manual SAP2000, 2002, analisis konstruksi bertahap merupakan bagian analisis nonlinier khusus yang memerlukan beberapa kondisi sehingga dapat diterima program. Konstruksi bertahap memungkinkan kita sebagai pengguna untuk menentukan tahapan yang ingin ditambahkan atau dikurangi dari struktur yang dianalisis, memilih secara selektif beban yang akan dikerjakan pada struktur, serta mempertimbangkan perilaku material struktur terhadap waktu, seperti usia, penyusutan, dan rangkaknya.

Analisis konstruksi bertahap digolongkan menjadi analisis nonlinier statik karena dalam analisisnya struktur yang dianalisis dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, analisis konstruksi bertahap dapat dikerjakan bersamaan dengan beberapa tahap yang melibatkan analisis nonliniear lainnya seperti Time History Analysis dan Stiffness Basis Analysis. Dalam analisis konstruksi bertahap, hasil analisis pada tahap terakhirlah yang akan digunakan sebagai acuan.

Metode

Model dianalisis dengan analisis konstruksi bertahap dengan bantuan program SAP2000 v.14. Selanjutnya, hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan analisis konvensional. Jadi, dalam penelitian ini terdapat dua buah model yang identik namun dibedakan dalam analisis yang dikerjakan.

(5)

sama dengan kabel, frame akan direlease terhadap momen. Hal ini untuk mencegah terjadinya perpanjangan (ekstension) pada frame.

Analisis bertahap yang dikerjakan pada model mengikuti segmen yang terdapat dalam gambar rencana. Terdapat sepuluh segmen untuk pelengkung, dimana pada pengerjaan di lapangan pelengkung dicor dengan bantuan Traveller setiap 2 meter untuk setiap bagian segmen / section pelengkung. Penambahan segmen/ section pelengkung dilakukan setelah beton berusia 14 hari. Mempertimbangkan juga tahapan pelaksanaan di lapangan, terdapat tiga belas tahapan analisis yang akan dikerjakan. Sepuluh tahapan analisis mengikuti segmen/ section pelengkung, dua tahapan analisis untuk bangunan diatas pelengkung, dan satu tahapan untuk analisis keseluruhan struktur, seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4. Beban-beban yang dikerjakan mengikuti atau mengacu pada BMS 1992 dan RSNI T-02-2005

Gambar 4. Pembagian segmen/ tahapan analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sesuai dengan metode penelitian, model yang berhasil dibuat ada dua, yaitu : sebuah model untuk analisis konstruksi bertahap dan satu model untuk analisis konstruksi konvensional. Pembagian model mengacu pada Gambar 4 untuk pembagian section. Berikut adalah hasil model yang berhasil dibuat:

Gambar 5. Model untuk analisis konstruksi bertahap

Gambar 6. Model untuk analisis konstruksi bertahap

Berikut akan disampaikan perbandingan nilai momen lentur, gaya geser, dan gaya normal untuk model dengan analisis konstruksi bertahap dan analisis konvensional. Untuk analisis konstruksi bertahap, data hasil yang digunakan merupakan hasil yang diperoleh pada saat tahap ketigabelas, dimana pada tahap ini, kondisi model adalah menyerupai kondisi model yang dianalisis secara konvensional.

Tabel 3. Perbandingan momen

Ket : M1 = Momen analisis konvensional M2 = Momen analisis konstruksi bertahap

Tabel 4. Perbandingan gaya geser

(6)

Tabel 5. Perbandingan gaya normal

Ket : N1 = Gaya normal analisis konvensional N2 = Gaya normal analisis konstruksi bertahap

Tabel 6. Perbandingan tegangan pada serat atas

Tabel 7. Perbandingan tegangan pada serat bawah

Tabel 8. Perbandingan tegangan geser

Pembahasan

Merujuk pada Tabel 3, pola yang dibentuk untuk setiap section adalah serupa yaitu bergerak dari besar ke kecil, serta hampir seluruh section/

bagian pelengkung mengalami tarik pada serat bagian atasnya (momen negatif) kecuali pada section 10 (bagian ujung atas pelengkung) yang mengalami momen positif, seperti yang dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 7. Grafik perilaku momen lentur analisis konstruksi bertahap

Perilaku serupa juga terlihat untuk gaya geser dan gaya normal yang terjadi pada section pelengkung yang ditinjau. Perubahan yang terjadi tidak tetap (linier) namun membentuk semacam pola seperti pada grafik berikut:

Gambar 8. Grafik perilaku gaya geser analisis konstruksi bertahap

Gambar 9. Grafik perilaku gaya normal analisis konstruksi bertahap

(7)

diperoleh adalah analisis konstruksi bertahap memberikan hasil yang lebih kritis daripada analisis konvensional. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, 11, 12, 13, dan 14 berikut:

Gambar 10. Diagram perbandingan momen

Gambar 11. Diagram perbandingan gaya geser

Gambar 12. Diagram perbandingan gaya normal

Gambar 13. Diagram perbandingan tegangan pada serat atas

Gambar 14. Diagram perbandingan tegangan pada serat bawah

Dari diagram tersebut diatas, dapat terlihat bahwa untuk perbandingan momen, hampir seluruh section memberikan nilai momen yang lebih besar saat model dianalisis dengan analisis konstruksi bertahap. Perbedaan terbesar terjadi pada tiga section terbawah, yangmana analisis konstruksi bertahap memberikan hasil sampai 11 kali lebih besar daripada analisis konvensional. Rata-rata analisis konstruksi bertahap memberikan hasil momen lebih besar dengan rasio 3,22 kali dari analisis konvensional. Gaya geser juga menunjukan hasil yang serupa, yangmana analisis konstruksi bertahap memberikan hasil yang lebih besar mencapai 2,5 kali pada section 5 daripada analisis konvensional. Hal ini menunjukan bahwa analisis konstruksi bertahap memberikan beban yang lebih besar kepada struktur. Berbeda dengan momen dan gaya geser, untuk gaya normal, analisis konstruksi bertahap memberikan hasil yang lebih kecil namun konstan jika dibandingkan dengan hasil analisis konvensional. Rata-rata analisis konstruksi bertahap memberikan hasil 0,2 kali dari hasil analisis konvensional.

Dari hasil perhitungan tegangan, untuk struktur yang dianalisis dengan analisis konstruksi bertahap dan analisis konvensional masih berada dibawah tegangan ijin beton. Berdasarkan hasil tersebut pula, hasil yang ditunjukan oleh analisis konstruksi bertahap menunjukan hasil yang lebih konsisten untuk setiap section dibandingkan hasil yang ditunjukan oleh analisis konvensional. Jika dibandingkan dengan analisis konvensional, analisis konstruksi bertahap memberikan tegangan yang lebih kecil, rata-rata sekitar 12-15% dari hasil yang ditunjukan analisis konvensional baik untuk serat atas maupun serat bawah.

(8)

Tabel 9. Lendutan

Dari hasil yang ditunjukan dalam tabel tersebut, analisis konstruksi bertahap memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh jika struktur dianalisis dengan analisis konvensional.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu : analisis konstruksi bertahap memberikan nilai momen lentur yang lebih besar daripada analisis konvensional, yaitu mencapai rata-rata 3,22 kali lebih besar, serta momen yang dianalisis dengan analisis konstruksi bertahap membentuk pola dari besar ke kecil untuk setiap section seiring meningkatnya tahapan analisis. Momen maksimum sendiri dicapai pada tahap ketigabelas analisis.

Serupa dengan momen lentur, gaya geser yang dihasilkan dari analisis konstruksi bertahap membentuk pola nonlinier yang terus meningkat untuk setiap tahapannya. Dibandingkan dengan analisis konvensional, analisis konstruksi bertahap memberikan hasil yang lebih besar untuk beberapa section dengan rasio rata-rata 2 kali hasil analisis konvensional.

Gaya normal yang diberikan oleh analisis konstruksi bertahap lebih kecil, dengan rasio 0,2, namun hasil ini lebih konstan dibandingkan dengan analisis konvensional.

Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ada baiknya mempertimbangkan untuk menggunakan analisis konstruksi bertahap sebagai pertimbangan dalam menganalisis, karena memberikan hasil yang lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Menilik hasil yang diperoleh, sangat disarankan untuk mengkombinasikan analisis konstruksi bertahap dengan analisis konvensional untu mendapatkan hasil analisis yang terbaik untuk perencanaan.

Dalam tugas ini, kabel penyangga pelengkung masih dimodelkan sebagai frame yang berperilaku sebagai kabel. Untuk hasil yang lebih akurat, sebaiknya kabel tetap dimodel dengan kabel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan saran dalam menyelesaikan penulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum. 2005. RSNI-T-02-2005.

Badan Pusat Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum. 2002. SNI 03-2847-2002.

Computers and Structures, Inc. 2002. Analysis Reference SAP2000.

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan. 1992. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System), Bagian 2, Beban Jembatan,

Hadi, B. B. 2004. Pengaruh Kemiringan Pelengkung Terhadap Kekakuan dan Kekuatan Struktur Jembatan Pelengkung. (Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2004).

Lin, T. Y. dan Ned H. B. 2000. Desain Struktur Beton Prategang. Binarupa Aksara, Jakarta. Nasution, T. 2012. Modul Kuliah Struktur Baja II.

(Modul yang tidak dipublikasikan, Departemen Teknik Sipil FTSP ITM, 2012).

Schodeck, D.L. 1998. Struktur. Jakarta : PT. Refika Aditama.

Sukrawa, M., Sugita, N., dan Hadi, B.B. 2007. Kekakuan Lateral Struktur Pelengkung Tegak dan Miring pada Pelengkung terikat. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Vol.11, hlm.55-65. Suryantara, I G. P. 2005. Analisis Tahapan

Pelaksanaan Jembatan Pelengkung Bentang Menerus. (Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, 2005).

Sutarja, I N. 2011a. Perencanaan Jembatan Tukad Wos dengan Balok Pelengkung Beton Bertulang. Seminar Nasional-1 BMPTTSSI-KoNTekS 5. Oktober 2011, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.

. 2011b. Beton Prategang. Program Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Udayana.

Gambar

Gambar 1. Gambar rencana Jembatan Sangeh Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali (2010)
Gambar  3. Beban Truk "T"
Gambar 5. Model untuk analisis konstruksi bertahap
Tabel 7. Perbandingan tegangan pada serat bawah
+2

Referensi

Dokumen terkait

1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2)

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah,

Biaya Overhead Pabrik: Yaitu biaya-biaya lainnya yang terjadi didalam pabrik yang sifatnya membantu proses pembuatan produk; Yang umum dikelompokkan sebagai Biaya Overhead

Output : Formulir Kosong Pendaftaran Pasang Baru, Surat Penangguhan, Kwitansi, Data Calon Pelanggan PLN, Surat Persetujuan Pemasangan Listrik Yang Blm Di ACC, Surat

OSHA: Tiada komponen dalam produk ini pada tahap yang melebihi atau sama dengan 0.1% dikenal pasti sebagai bahan karsinogenik manusia yang mungkin, boleh jadi atau disahkan

Daerah Riam Kusik berada di timur laut Kota Kecamatan Marau, dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dengan jarak ± 7 km melalui jalan aspal dilanjutkan

Isu yang berkembang hari ini teridentifikasi ada sembilan isu yang secara berturut-turut adalah isu vonis ringan Ratu Atut (delapan berita), silaturahmi tokoh partai (tiga

Pada perhitungan nilai indeks keanekaragaman per stasiun didapatkan hasil bahwa stasiun dengan nilai indeks keanekragaman makrozoobentos paling tinggi adalah stasiun 2 yang