ANALISIS KADAR LEMAK DAN ANALISIS VITAMIN C
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Evi Yuliantie (240210140016)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: [email protected]
ABSTRACT
Fat is an important macro nutrient for the body needs. Existence of fat can affect the quality of food. So there should be analysis of the fat in food material. We use soxhlet method to determine the fat content. In addition to fat, micronutrients such as vitamin C is important to know the contents. The analysis was conducted using iodimetri. The analysis showed the content of fat in the corned beef is 7.675%, coconut milk 22.65%, 4.945% lim bean flour, banana flour 12.44% and 0.32% glutinous rice flour. while the content of vitamin C in tomatoes is 0.0575% or 5.72 mg/g , 26.25% in tablets of vitamin C or 515 mg/g, 0.49% or 9.65 mg/g in chilli, guava contains 0.245% or 24.6 mg/g vitamin C, and lime contains 0.057% or 11.4 mg/g vitamin C.
Key words: extraction, fat, hydrolysis, iodimetri, soxhlet method, vitamin C
PENDAHULUAN
Lemak merupakan salah satu zat gizi makromolekul yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi, melindungi suhu tubuh, juga pelarut vitamin. Maka dari itu keberadaan lemak dalam makanan perlu diketahui untuk menentukan kualitas gizi suatu makanan tersebut. Selain lemak, vitamin C juga merypakan komponen mikro yang tidak kalah penting dibutuhkan oleh tubuh. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, vitamin c memegang peranan penting terhadap kebutuhan asupan vitamin pada tubuh. Sehingga perlu dilakukan analisis vitamin C pada bahan pangan untuk mengetahui seberapa besar kandungan vitamin C pada bahan.
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organik yang terdapt di alam serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic non-polar seperti dietil eter, kloroform, benzene, hexane dan hidrokarbon lainnya. Terdapat dua jenus lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh terdapat pada pangan hewani (Makfoeld, 2002).
Kadar lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi lemak. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet. Pada prinsipnya metode soxhlet ini menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara terus-menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan (Darmasih, 1997)
Ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi (Whitaker, 1915).
tubuh manusia seperti dalam sintesis kolagen, pembentukan carnitine, terlibat dalam metabolism kolesterol menjadi asam empedu dan juga berperan dalam pembentukan neurotransmitter norepinefrin. (Arifin, dkk., 2007).
Untuk mengetahui kadar vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar, dkk., 2007). Tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui kadar lemak pada bahan pangan bentuk padat dan bentuk cair menggunakan metode hidrolisis, dan juga untuk mengetahui kadar vitamin C pada bahan pangan dengan metode iodimetri.
METODOLOGI
Bahan dan alat
Sampel yang digunakan yaitu kornet, santan, tepung koro, tepung pisang, dan tepung ketan sebagai sampel untuk analisis lemak. Sampel utuk analisis vitamin C yaitu jeruk nipis, jambu biji, cabai keriting, vitacimin, dan tomat. Larutan yang digunakan yaitu HCl 35%, aquades, heksan, amilum 1%, dan I2 0.01 N.
Alat yang digunakan yaitu oven, beaker glass, pipet volume, bulb, kaca arloji, hot plate, kertas saring, corong, timbangan analitik, Hull (kertas saring), alat soxhlet, labu lemak, kondensor, blender, grinder, mortar, alu, labu ukur, labu erlenmeyer, krustang, desikator, buret, klem, batang pengaduk dan spatula.
Preparasi sampel lemak cair dan padat untuk pengujian lemak
Pertama, untuk sampel cair ditimbang 2 gram dalam beaker glass kemudian ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 30 ml
aquades. Selanjutnya beaker glass ditutup dengan kaca arloji dan dididihkan selama 15 menit. Setelah itu saring dalam keadaan panas menggunakan kertas saring dan dicuci dengan air panas sampai netral. Kertas saring dikeringkan pada suhu 100-1050C
selama 2-2.5jam kemudian didinginkan dan kertas saring ditimbang. Kertas saring yang telah ditimbang dimasukka ke dalam Hull dan ini dapat disebut Hull 1 (Hull sampel cair).
Sampel padat yang akan dianalisis, ditimbang terlebih dahulu sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam Hull dan dapat dinamakan Hull 2 (Hull sampel padat).
Penentuan kadar lemak dengan metode hidrolisis
Hull 1 dan Hull 2 masing-masing dimasukkan ke dalam unit soxhlet kemudian ditambahkan pelarut heksan. Alat soxhlet dinyalakan dan proses berlangsung selama 4 jam. Setelah itu, labu lemak diangkat dan diuapkan menggunakan oven pada suhu 1050C selama 1.5 jam. Labu lemak yang
telah diuapkan diagkat dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya labu lemak dari desikator ditimbang beratnya sebagai Wakhir. Sebelumnya telah dilakukan pengonstanan berat labu lemak.
% lemak = Wakhir - Wlabu konstan
Wsampel x 100%
Wakhir merupakan berat lemak dan labu lemak pada akhir proses analisis kadar lemak.
Analisis vitamin C
Pengecilan ukuran pada sampel dengan cara dihaluskan. Untuk sampel tomat, jambu biji dan jeruk nipis menggunakan blender, untuk sampel cabai keriting dihaluskan menggunakan grinder, sedangkan vitacimin dihaluskan menggunakan mortar. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 1 gram untuk vitacimin, 10 gram untuk sampel tomat, cabai keriting dan jambu biji sedangkan jeruk nipis sebanyak 20 gram.
sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk dititrasi. Setelah itu ketika akan dititrasi ditambahkan 2 ml amilum 1% kemudian dititrasi menggunakan larutan I2
sampai warnanya berubah menjadi biru kehitaman. Perhitungan kadar vitamin C dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini.
% vitamin C = V I2x 0.88 x FP
Wsampel mg x 100% Vitamin C (mg/berat bahan) = V I2 x 0.88 x FP
V I2merupakan volume I2 yang terpakai
ketika titrasi. Perhitungan kadar vitamin C dapat dilakukan dengan menghitung persen atau dalam satuan mg per berat bahan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis lemak dilakukan pada sampel basah dan sampel kering diantaranya kornet, santan, tepung koro, tepung pisang dan tepung ketan. Metode yang digunakan adalah sokhletasi. Sedangkan analisis vitamin C menggunakan prinsip iodimetri dengan sampel tomat, vitacimin, cabai, jambu biji, dan jeruk nipis.
Analisis kadar lemak metode hildrolisis
Hasil analisis kadar lemak metode hidrolisis adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Analisis kadar lemak menunjukkan kadar lemak dalam kornet yaitu 7.675%. menurut SNl 01-3775-2006 kandungan lemak dalam corned beef maksimal 12%. Hasil analisa menunjukkan kadar lemak pada sampel kornet berada di bawah batas maksimal, artinya kornet yang diuji masih aman kandungan lemaknya dan tidak melebihi batas maksimal juga sesuai dengan syarat mutu. Hasil analisa berbeda
dengan literatur disebabkan oleh berbedanya kualitas tiap-tiap prodosen untuk memproduksi kornet begitupun dnean kadar lemak yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan hasil analisa, santan mengandung lemak sebanyak 22.65%. Santan merupakan campuran kelapa dan air yang membentuk emulsi. Menurut Suhardiyono (1988), santan mengandung 28% minyak dan 6% kandungan non minyak. hasil menunjukkan adanya perbedaan dengan literatur. Perbedaan hasil analisa dan literatur yaitu akibat santan yang digunakan mengandung lemak yang lebih sedikit atau kandungan air dalam santan terlalu banyak. Ekstraksi santan kelapa tanpa menggunakan campuran air menghasilkan ampas yang beratnya sekitar 56% dari berat daging kelapa semula dengan kandungan minyak sebesar 50% (Rindengan, dkk., 1995).
Kandungan lemak santan terdiri
dari beberapa jenis, yaitu lemak jenuh,
lemak tak jenuh ganda, lemak omega 3,
lemak omega 6 dan lemak tak jenuh
tunggal.
Berdasarkan tabel 1, tepung koro mengandung lemak rata-rata 4.945%. menurut penelitian Lindriati et al., (2008) kandungan lemak dalam tepung koro yaitu sekitar 4.63%. hasil analisa menunjukkan kadar lemak yang lebih tinggi dibandingakan penelitian Lindriati. Hal ini dapat disebabkan karena tepung koro yang digunakan sebagai sampel berbeda pada kadar nutrition facts.
Berdasarkan hasil analisa didapat lemak total yang terkandung dalam tepung pisang yaitu sekitar 0.44%. Menurut Daramola dan Daramola (2006) tepung pisang yang dihasilkan dari 6 jenis pisang yang berbeda memiliki kadar lemak berkisar antara 1.05% sampai 3.25%. Hal ini jauh berbeda dengan hasil analisa. Perbedaan kadar lemak tepung pisang disebabkan karena pengaruh komposisi kimia yang berbeda pada masing-masing jenis pisang.
dalam endosperma yang tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran 3-10 milimikron.
Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Sampel yang akan diuji dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis menggunakan HCl ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-matriks sampel. Sampel basah dilakukan preparasi terlebih dahulu agar lemak dapat diketahui dengan alat soxhlet. Sampel basah sebelum dimasukkan ke dalam Hull dikerinkan dahulu di atas kertas saring, barus etelah it kertas saring yang telah terkandung lemaknya baru di soxhletasi.
Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebabkan penyaluran (Nielsen, 1998).
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne, 1987).
Salah satu penyebab kerusakan lemak yaitu hidrolisis. Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini berlangsung karena adanya air dan dipercepat oleh
adanya kondisi basa, kondisi asam, maupun enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan menghasilkan citarasa dan bau tengik yang tidak dikehendaki (Winarno, 2004).
Labu lemak yang dikeluarkan setelah sokhletasi disimpan dalam desikator dan diuapkan dalam oven dengan tujuan agar hexan dapat menguap dan hanya lemak ang tersisa pada labu lemak yang kemudian nantinya akan ditimbang sebagai berat akhir. selisish berat akhir dan berat kosong cawan merupakan lemak yang terekstrak.
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam atom karbon yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N-heksana merupakan jenis pelarut organik. Fungsi dari heksana adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
Analisis vitamin C
Hasil analisis vitamin C dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
literatur. Hal ini disebabkan karena analisis yang dilakukan tidak berdasarkan berat bahan yang diambil. Seharusnya sampel diambil sebanyak 100 gram sehingga dapat dihitung kadarnya dalam satuan mg/ 100g bahan. Selain itu, sampel yang dihaluskan tidak hanya bagain buah yang dapat dimakan melainkan termasuk kulit dan bijinya. Maka drai itu terjadi perbedan yang sangat jauh antara hasil analisa dan literatur.
Vitamin C instan dalam kemasan mengandung 500 mg/ 100g bahan sedangkan hasil analisa menunjukkan kandungan vitamin C dalam vitacimin yaitu sekitar 515 mg/ 100g bahan. Hal ini dapat terjadi karena kelebihan I2 saat titrasi dan
menyebabkan perhitungan menjadi eror. Seharusnya ketika titrasi sudah mencapai titik akir titrasi, titrasi dihentikan sehingga larutan I2 tidak menetes lagi dari buret dan
menyebabkan terjadinya kelebihan kadar yang dianalisa.
Cabai keriting yang digunakan sebagai sampel didapat kadar vitamin C sebanyak 0.49% atau 9.65 mg/ berat bahan (g). Menurut DepKes RI (1972) kandungan vitamin C pada cabai yaitu sekitar 180.0 mg/100 g. terjadi perbedaan yang sangat jauh sekali antara hasil analisa dan literatur. Hal ini disebabkan perbedaan jenis cabai yang digunakan dan biji pada cabai ikut terhaluskan tanpa dibuang terlebih dahulu.
Sampel jambu biji mengandung vitamin C sebanyak 0.245% atau 24.6 mg/ berat bahan (g). kadungan gizi pada buah jambu biji berbeda pada tingkat kematangannya. Menurut Cahyono (2010) Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori; 77-86 g air; 2,8-5,5 g serat; 0,9-1,0 g protein; 0,1-0,5 g lemak; 0,43-0,7 g abu; 9,5-10 g karbohidrat; 9,1-17 mg kalsium; 17,8-30 mg fosfor; 0,3-0,7 mg besi; 200-400 IU vitamin A; 200-400 mg vitamin C; 0,046 mg vitamin B1; 0,03-0,04 mg vitamin B2; 0,6-1,068 mg vitamin B3 dan 82% bagian yang dimakan. Hal ini jauh berbeda dengan hasil analisa.
Berdasarkan tabel 2, jeruk nipis mengandung 0.057% atau 11.4 mg/ berat bahan (g). Menurut Hariana (2006) jeruk nipis mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g. Hasil analisa menunjukkan
berbeda dengan literatur. Ahasl ini dapat disebabkan beberapa hal.
Perbedaan hasil analisa jambu biji dnegan literatur disebabkan karena sampel yang digunakan tidak dipisahkan antara bagian yang dapat dimakan dan bagian yang tidak dapat dimakan, sedangkan hampis semua literatur selalu menyebutkan kandungan gizi pada buah per berat yang dapat dimakan. Maka dari itu kandungan vitamin C yang terdeteksi sagat sedikit jumlahnya. Kesalahan lain yaitu akibat tidak menimbang per berat bahan. Sampel yang diambil tidak diketahui diambil dari jumlah beapa gram sehingga di akhir penghitunga dalam satuan mg/berat bahan, tidak disebutkan berat bahan dalam gram. Terakhir, vitamin C pada sampel dapat hilang ketika proses preparasi akibat cahaya, ataupun panas maka dari itu terjadi kehilangan kadar vitamin C.
Penentuan kadar vitamin C dilakukan metode iodimetri. Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metode penentuan atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang
bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodida. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2
sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron). Dalam bidang farmasi penetapan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar yang terkandung di dalam suatu sediaan, apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak.
Amilum digunakan sebagai indikator untuk titrasi karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan
Sebelum melakukan titrasi, sampel yang telah dihaluskan terlebih dahulu dicampur dengan larutan asam pekat. Asam pekat yang digunakan disini adalah asam sulfat encer (H2SO4). Hal ini dilakukan karena
sampel yang telah diencerkan dengan aquades, kadar keasamannya akan menurun, sehingga harus ditambahkan dengan larutan asam agar vitamin C selalu berada dalam keadaan asam, sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan maksimal.
Kemudian larutan vitamin C dititrasi secara perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan vitamin C terkadang menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara vitamin C dengan iodium :
I2 + 2e → 2I-
C6H8O6 → C6H8O6 + 2H+ + 2e
C6H8O6 + I2 → C6H6O6 + 2I- + 2H+
Tujuan pengecilan ukuran pada bahan yaitu agar matriks-matriks yang mengandung vitamin C lebih terbuka dan lebih mudah untuk menganalisis vitamin C. Kesalah yang terjadi pada sata praktikum dapat menyebabkan hasil data yang diperoleh menjadi tidak akurat.hal itu disebabkan penimbangan bahan yang kurang teliti, proses tirasi yang tidak sempurna, ketelitian praktikan, dan I2 yang
tidak stabil menyebabkan hasil titrasi menjadi berubah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, lemak yang terkandung dalam sampel kornet yaitu 7.675%, pada santan 22.65%, 4.945% lemak pada tepung koro, tepung pisang 12.44% dan 0.32% pada tepung ketan. Kandungan vitamin C pada buah tomat yaitu 5.72 mg/ gram bahan, vitamin C tablet mengandung vitamin C sebanyak 515 mg/ 100 g, caiab keriting 9.65 mg/ berat bahan (g), jambu biji 24.6 mg/ berat bahan (g), dan jeruk nipis 1.4 mg/ berat bahan (g).
Hasil praktikum rata-rata menunjukkan adanya perbedaan nilai dengan literatur. Hal ini dapat terjadi karena kualitas sampel dengan literatur berbeda, sampel yang dianalisa kurang akurat (penimbangan), sampel yang dianalisa seharusnya BDD (buah dapat dimakan).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Helmi, Vivi Delvita, dan Almahdy A.. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Fetus pada Mencit Diabetes, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 12, No. 1, ISSN : 1410 – 0177, Andalas.
Darmasih. (1997). Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Penetapan Kadar Lemak Kasar Dalam Makanan Ternak Dengan Metode Kering.
Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane. Semarang. Universitas Diponegoro.
Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kaninus. Yogyakarta.
hibrida untuk bahan baku industri makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan Kembagaan Penelitian Pertanian Nasional.
Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Whitaker, M.C. 1915. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Eschenbach Printing Company. Easton.
Lindriati T, Widjanarko SB dan Yunianta. 2008. Edible film dari tepung koro pedang (Canavalia Ensiformis). Studi terhadap pengaruh penambahan gliserol dan ekstrak teh hijau. Prosiding Seminar Nasional. PATPI, Palembang 14 – 16 Oktober 2008.
Daramola, B., and Osanyinlusi, S.,A. 2006. Production, Characterization, and Application of Banana (Musa spp) Flour in Whole Maize. African Journal of Biotechnology Vol: 5 (10) P : 992-995.
Satuhu dan Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
BeMiller, JN. 1998. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. Springer Science. New York.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.
Winarno, F.G. 1994. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. DepKes RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Brathara Karya Aksara. Jakarta.
Cahyono, S. B. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Kanisisus Yogyakarta.