• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah tafsir Maudui ayat ekonomi tenta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah tafsir Maudui ayat ekonomi tenta"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Tafsir Maudhu’i tentang Mudharabah

Diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah Tafsir Ayat-ayat Iqtishadi

Pada Prodi Perbankan Syariah Semester IV/A

Oleh:

Kelompok 9: NIM:

Yanti Mayasari

13631011

Rendra Anjaswara

13631006

Hilda Paulina

13631025

Dosen:

Hardivizon, M.Ag

Prodi Perbankan Syariah

Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

STAIN CURUP

2014-2015

(2)

Sebagai agama paling sempurna, Islam memberikan pedoman yang sangat substansial mengenai bagaimana cara mengatur diri sendiri agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun di akhirat. Rasulullah Saw mewariskan kepada kita Al-Qur’an, kitab super lengkap yang di dalamnya berisi petunjuk, larangan, ancaman, janji Allah, dan masih banyak lagi. Al-Qur’an dapat menjadi pedoman yang menuntun kehidupan ke jalan yang benar, agar manusia dapat merasakan surga-Nya di kehidupan yang kekal nanti.

Tentunya di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat lepas dari berbagai kebutuhan yang menuntut manusia untuk berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya. Al-Qur’an sebagai pedoman manusia dalam bertindak, sudah pasti mengandung hukum yang mengatur dan mengajak umat Islam kepada cara pemenuhan kebutuhan yang diridhai Allah SWT. Ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang membahas mengenai tata cara manusia memenuhi kebutuhan ekonomi dengan jalan yang dirahmati Allah dinamakan dengan ayat-ayat iqtishadi.

Salah satu aspek dalam kegiatan perekonomian Islam adalah mudharabah, yaitu suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak penyedia modal dengan pihak pengelola untuk menjalankan suatu usaha. Di dalam Al-Qur’an, tentunya terdapat ayat-ayat yang mendasari kegiatan mudharabah ini, di antaranya yang kami dapatkan adalah:

Surat Al-Muzzammil ayat 20:













































































 















































 



































 

 

 

















(3)





































 





































 

Artinya:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Muzzammil: 20)

Kemudian surat Al-Hadid ayat 11:







































Artinya:

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11)

Dan yang terakhir adalah surat An-Nisa’ ayat 29:















(4)



















 





























 

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29

Di dalam makalah ini, kami akan mencoba menganalisis tafsiran mengenai ketiga ayat di atas yang semuanya berhubungan dengan kerjasama mudharabah. Kami melakukan penafsiran dengan metode maudhu’i, yaitu suatu metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan tema yang diangkat. Tentunya dalam makalah ini kami menyadur berbagai referensi dari para mufassir ternama agar dapat menguatkan penafsiran kami.

(5)

a. Teks Ayat





 



 



































































 















































 



 



 































 











































































 





































 

b. Terjemahan Ayat

(6)

memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Muzzammil: 20)

c. Kata Kunci

1)





(berjalan di muka bumi) 2)



(pinjaman)

d. Penafsiran

Ayat terakhir dari surat Al-Muzzammil di atas jika diambil makna iqtishadi-nya, secara umum membahas tentang kewajiban berzakat dari harta kekayaan dan anjuran kepada hamba-Nya yang beriman menyerahkan hartanya kepada Allah sebagai piutang yang akan dibayar oleh Allah secara berlipat ganda. Ini seperti apa yang diungkapkan dalam penafsiran Ibnu Katsir.1

Lalu apa kaitannya makna ayat ini dengan mudharabah? Sebagaimana kita ketahui bahwa mudharabah merupakan akad yang telah dikenal oleh umat Muslim sejak jaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah kepada Khadijah.2

Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.3 Jika

usaha atau proyek itu selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh shahibul maal. Sedangkan mudharib kehilangan keuntungan (imbalan bagi-hasil) atas kerja yang telah dilakukannya.4

1 Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: Bina Ilmu, 2004), hal. 25

2 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) , hal. 204

3 Muhammad, Sistem dan Prosedur Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hal. 13

(7)

Dalam melakukan mudharabah, ada beberapa rukun yang biasanya terdapat dalam akad kerjasama ini, di antaranya :

1) Pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib).

2) Objek. Pemilik modal menyerahan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.

3) Persetujuan. Di sini, kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. 4) Nisbah (persentase) keuntungan. Mudharib mendapatkan imbalan

atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapatkan imbalan atas ppenyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mecegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

Sebagaimana maksud mudharabah di atas secara garis besar, maka secara tidak langsung makna ini berkaitan dengan kata kunci yang kami paparkan di atas. Menurut kami, kata yadribu (berjalan di muka bumi) dalam ayat ini dapat berarti bepergian meninggalkan tempat tinggal untuk mencari sebagian karunia Allah sebagaimana sambungan kata-kata tersebut. Ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Quraisy Shihab dalam kitab tafsir Al-Mishbah.5

Kami dapat menganalisa jika dalam bepergian mencari karunia Allah tersebut, misalnya dalam jalan perniagaan, kita akan bertemu dengan banyak orang yang pastinya juga sedang mencari karunia Allah. Otomatis dalam hubungan perniagaan tersebut, tentunya banyak transaksi yang akan terjadi di antara pihak-pihak terkait, salah satunya adalah kerjasama.

Jika kita mencoba mengerucutkan aspek dari kerjasama tersebut, maka kerjasama yang terjadi dapat berupa kerjasama di

(8)

antara pihak pemilik modal (shahib al-mal) dengan pihak pengelola usaha (mudharib). Inilah sebabnya ayat ini dapat dijadikan dasar hukum dari akad mudharabah seperti yang banyak dijalankan oleh lembaga-lembaga keuangan dewasa ini.

Kata kunci kedua yang kami paparkan di atas adalah mengenai qordun yang merupakan isim dari qirad yang berarti pinjaman. Dalam tafsir al-Maraghi, makna qirad ini berarti memberikan pinjaman yang baik kepada Allah dengan jalan menafkahkan di jalan kebaikan, untuk individu-individu dan golongan-golongan sehingga dapat membawa manfaat.6

Memang makna kata ini tidak secara langsung merujuk pada mudharabah. Namun, kami dapat memahami jika arti qirad merupakan pinjaman, sedangkan mudharabah adalah bentuk kerjasama dimana pemilik modal bersedia meminjamkan hartanya untuk dijalankan atau diproduktifkan kepada seseorang yang akan menjadi pengelola dalam usahanya.

Sebagaimana yang juga diungkapkan dalam buku Tafsir Ayat-ayat Ekonomi karya Hardi Vizon, karena kesamaan makna dari kedua kata itu, maka mudharabah bisa dijadikan istilah lain dari qirad.7

Karena itu, kami menyimpulkan jika ayat ini dapat dijadikan dasar dalam akad kerjasama mudharabah tersebut.

2. Ayat Kedua a. Teks Ayat

6 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1974), hal. 199-200

(9)































 







b. Terjemahan Ayat

Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11)

c. Kata Kunci



(pinjaman). d. Penafsiran

Ayat ke-11 surat al-Hadid ini tak ubahnya seperti pada ayat pertama yang telah kami paparkan di atas. Di dalam ayat ini juga terdapat kata qirad yang berarti pinjaman. Kami pun memaknai kata pinjaman kepada Allah dalam ayat ini sejalan dengan makna yang lebih luas seperti pada ayat ke-20 surat al-Muzzammil yang dapat berarti pinjaman dari pemilik modal kepada pengelola usaha untuk melaksanakan akad mudharabah.

Di dalam buku Hadis-hadis Ekonomi yang dikarang oleh Busra Febriyarni, ada salah satu hadis riwayat Ibnu Majah yang sejalan dengan ayat ini, artinya:

“Bahwa Rasulullah Saw bersabda: ‘Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”8

Ayat ini seperti pada Al-Muzzammil ayat 20, juga mengandung teks yang berarti pinjaman kepada Allah, dan pada kalimat selanjutnya Allah berjanji akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya. Jika kita menghubungkan secara sempit makna ayat ini dengan pinjaman shahib al-mal yang diberikan kepada mudharib untuk menjalankan suatu usaha, maka dapat ditarik suatu analogi bahwa kegiatan kerjasama mudharabah akan mendapatkan

(10)

balasan yang berlipat ganda dari Allah. Ini dikarenakan suatu kerjasama mudharabah yang didasarkan pada keridhaan Allah akan mendatangkan laba yang halal dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.

Maka tidak dipungkiri lagi, terkhusus bagi shahib al-mal yang telah meminjamkan hartanya untuk dijadikan modal usaha bagi mudharib, maka harta itu akan kembali lagi kepada pihak shahib al-mal dengan berlipat ganda dikarenakan laba atau keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut. Tentu saja, laba tersebut akan dibagi kepada pihak mudharib sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui di awal.

3. Ayat Ketiga a. Teks Ayat



 









 







 

 



























 





























 

b. Terjemahan Ayat

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

c. Kata Kunci

Perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka. d. Penafsiran

(11)

suka sama suka atau saling meridhai di antara kedua belah pihak agar tidak ada pihak yang disakiti. Ini seperti yang tertulis dalam kitab tafsir Universitas Islam Indonesia.9

Kami mencoba memaknai ayat ini secara lebih luas. Memang ayat ini secara umum membahas tentang perniagaan atau jual beli yang dilakukan dengan jalan suka sama suka. Namun, jika kita menghubungkan kalimat ini dengan akad kerjasama mudharabah, maka dapat juga diasumsikan bahwa makna kata suka sama suka merupakan aspek dari mudharabah.

Sebagaimana diketahui, bahwa kerjasama antara pihak shahib al-mal dengan pihak mudharib tentulah harus dilandasi dengan rasa suka sama suka, sehingga tidak ada keterpaksaan dan pendzaliman yang bakal terjadi saat menjalankan usaha yang berdasarkan akad mudharabah tersebut. Karena pada hakikatnya, kerjasama mudharabah yang diilakukan pihak penyedia modal maupun pihak pengelola, bakal merujuk pada dijalankannya usaha perniagaan yang nantinya laba dari usaha tersebut akan dibagi hasil bersama. Tentunya ayat ini dapat dijadikan dasar dalam melandasi kegiatan mudharabah yang mesti dilakukan dengan suka sama suka untuk menjalankan perniagaan yang diridhai Allah.

C. Kesimpulan

Surat Al-Muzzammil ayat 20, surat Al-Hadid ayat 11, serta surat An-Nisa ayat 29 merupakan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang mengangkat tema tentang mudharabah, yaitu suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak pemilik modal (shahib al-mal) dengan pihak pengelola usaha

(12)

(mudharib). Konteksnya, shahib al-mal akan memberikan dana berupa modal usaha yang akan dijalankan oleh mudharib sebagai pengelola usaha. Keuntungan yang didapat dari usaha tersebut akan dibagi antara kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui di awal.

Memang ketiga ayat tersebut tidak secara eksplisit mengandung tema tentang mudharabah yang dijelaskan secara gamblang. Namun, kami berhasil menganalisa dengan bantuan berbagai referensi terpercaya tentang hubungan ketiga ayat tersebut dengan tema yang kami bahas. Sebagaimana kandungan ayat ke-20 surat Al-Muzzammil dan ayat ke-11 surat Al-Hadid, di sana termaktum kata pinjaman kepada Allah, yang jika ditelusuri lebih dalam dapat berarti pinjaman harta yang diberikan pihak pemilik modal kepada pihak pengelola untuk menjalankan suatu usaha. Ini dikarenakan kedua ayat ini secara umum membahas tentang tema iqtishadi mengenai harta dan pengelolaannya, sehingga dapat dijadikan dasar dalam pembahasan tema mengenai mudharabah.

Begitu juga pada surat An-Nisa’ ayat 20, di dalam ayat ini tertuang kalimat perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka. Kata suka sama suka di dalam ayat ini berarti suatu kegiatan perniagaan yang dilakukan atas dasar keridhaan antara kedua belah pihak. Jika dikaitkan dengan prinsip mudharabah yang merupakan suatu akad kerjasama, maka sudah pasti mudharabah dilakukan dengan dasar suka sama suka. Maka dari itu, kami dapat menyimpulkan jika ayat ini juga dapat dijadikan dasar dalam penafsiran yang mengangkat tema tentang mudharabah.

D. Daftar Pustaka

Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1974.

(13)

Febriyarni, Busra, Hadis-hadis Ekonomi, Curup: LP2 STAIN Curup, 2013.

Indonesia, Universitas Islam, Tafsir Al-Qur'an, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 2011.

Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Katsir, Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu, 2004.

Muhammad, Sistem dan Prosedur Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2000.

Shihab, Quraisy, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Referensi

Dokumen terkait

„ Keterpisahan antara hukum dan moral tersebut dipandang penting, khususnya oleh tokoh hukum dari Austria bernama Hans Kelsen (1881 − 1973) Î memperkenalkan teori yang murni

Penelitian ini bertujuan menentukan persamaan yang dapat digunakan untuk mendekati pertumbuhan, kecepatan konsumsi glukosa, kecepatan produksi asam sitrat oleh

tahunan, selebaran berita, surat pembaca (di surat kabar, majalah) dan karangan di surat kabar. 27 Dengan dokumentasi, peneliti mencatat tentang sejarah Pondok

Indeks Prestasi adalah nilai kredit rata-rata yang merupakan satuan akhir yang menggambarkan nilai proses belajar setiap semester atau dapat juga diartikan sebagai besaran atau

Nah, hemat saya proses saling mengenal inilah yang dinamakan sebagai multikulturalisme, dan dengan demikian, multikulturalisme seyogyanya juga tentu termasuk dalam bentuk

Walaupun hukum Islam tetap mengakomodir status isteri dan anak dalam perkawinan siri serta hak-hak mereka, namun bagaimana dengan status Negara dari

Final results showed that in all nature reserves, the top three were the Lushan Nature Reserve, the Jinggangshan Nature Reserve, the Taohongling National Nature Reserve of Sikas

maka isteri tidak akan bekerja di sektor publik dan hanya fokus pada.. urusan rumah