• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Publik dan Demokrasi Deliberatif d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ruang Publik dan Demokrasi Deliberatif d"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Ruang Publik dan Demokrasi Deliberatif di Indonesia:

Mengefektifkan Internet Sebagai Media Konsensus Politik

antara Rakyat dengan Pemerintah

1

Nofia Fitri

Oleh:

2

I.Pendahuluan

Istilah-istilah seperti ‘internet untuk keadilan global’ (internet for global justice), internet

untuk Hak Asasi Manusia/HAM (internet for human rights), internet untuk kebebasan

(internet for freedom) pada dasarnya dapat diwakili oleh hanya satu istilah, yaitu internet

untuk demokrasi (internet for democracy). Seiring dengan menguatnya peran Internet

dalam konteks berdemokrasi, beberapa sarjana menyebut Internet sebagai ‘a new media

on political-communication and technology’ (Price, 2010), ‘a new tool of democracy and

political struggle’ (Danning, 2001) atau ‘a new public sphere for democracy’ (Gimmler,

2001) hingga ‘a strategic medium for socio-political transformation’ (Nugroho, 2008) dan

‘a cyber civic space’ (Lim, 2002).

Perdebatan seputar internet untuk demokrasi hari ini telah mencapai pada sebuah

tahapan dimana internet dapat berperan sebagai a tool of democarcy itu sendiri. Demokrasi

kini, tidak hanya berkutat dipersoalan hak pilih, pemilu, dan keterlibatan dalam Partai

Politik melainkan lebih kepada substansi partisipasi masyarakat itu sendiri, dalam bentuk

apapun. Diskursus seputar peran internet dalam menstimulus partisipasi politik masyarakat

luas, sudah sampai pada tahapan dimana partisipasi politik masyarakat melalui internet

terus meningkat secara statistik, bahkan kasat mata.

1

Makalah Akhir Mata Kuliah Demokrasi dan Demokratisasi FISIPOL-UI 2

(2)

Sistem demokrasi modern eksis ketika pemerintah dan rakyat dapat menjalankan

fungsi kontrol dengan efektif tanpa melampaui batas kebebasan dan otoritas (Sen, 1999).

Berangkat dari pemahaman tersebut, dalam banyak artikel para akademisi dunia kerap

memulai argumentasi mereka dengan satu pertanyaan “dapatkah internet yang adalah ‘a

new public sphere’ berperan sebagai wadah berkembangnya diskursus demokrasi yang

memfasilitasi kebebasan? Dapatkah Internet menjadi media produksi untuk

keputusan-keputusan politik terkait kepentingan rakyat, dimana keputusan-keputusan-keputusan-keputusan politik tersebut

berangkat dari kesepakatan antara rakyat dengan pemerintah? Akankah teknologi internet

hari ini bermanfaat untuk menghasilkan konsensus-konsensus politik yang didasarkan

kepada pertimbangan-pertimbangan online yang melibatkan rakyat dengan pemerintah

melalui debat dan diskusi ruang publik?

Seperti yang dipaparkan dalam riset Danning (2006) keberadaan internet seiring

perkembangannya telah merubah bentuk dari diskursus politik dan advokasi menjadi

‘memberikan suatu metode baru’ yang memudahkan manusia dalam mengumpulkan dan

mempublikasikan informasi; mengkomunikasikan dan mengkordinasikan aksi-aksi dalam

skala global; serta mengakses para pembuat kebijakan. Deskripsi ini adalah sebuah

‘justifikasi’ bahwa internet hari ini dapat berperan aktif dalam proses pembuatan

kebijakan-kebijakan negara dengan menghasilkan suatu keputusan bersama (common

decision). Ditambahkan Danning bahwa internet juga mendukung komunikasi pribadi dan

umum antara kelompok-kelompok advokasi dan individu di seluruh dunia. Dari

penelitiannya, bahkan Danning melihat satu tendensi bahwa dari internet dapat diambil

suatu manfaat, yang nantinya menjadi usaha percobaan untuk mempengaruhi kebijakan

luar negeri.

Dalam kajian diskursus demokrasi, para scholars dunia tidak dapat mengungkiri

(3)

abad 21 yang ditandai dengan tumbangnya satu demi satu kekuasaan otoritarian di Timur

Tengah adalah berkat peran internet dengan media online dan jejaring sosial. Diawali

dengan kontroversi Wikileaks ditahun 2010, hingga Panama papers yang kini 2016

mencuat dan menjadi buah bibir di berbagai belahan dunia. Fenomena-fenomena politik

global yang menggunakan instrumen Internet tersebut adalah sebuah tendensi positif yang

harus dimanfaatkan Indonesia untuk juga memaksimalkan peran internet dalam perubahan

sosio-politik bangsa.

II. Pertanyaan dan Tujuan Penelitian

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah internet dapat menjadi media yang efektif dalam

proses berdemokrasi deliberatif yang melibatkan rakyat dan pemerintah untuk dapat

berinteraksi langsung? Karenanya, makalah ini akan menyoroti bagaimana kehidupan

modern dengan kemajuan teknologi memfasilitasi distribusi dari prinsip-prinsip demokrasi

melalui peran internet, kemudian seberapa dekat hubungan yang bisa dibentuk antara

Pemerintah dengan rakyat hingga memungkinkan terjadinya konsensus politik diantara

kedua belah pihak.

Sebagai asumsi dasar pembuatan makalah ini penulis beranggapan bahwa untuk

menciptakan satu masyarakat masa depan, dimana pemerintah dan rakyat menjadi

elemen-element terbuka dan bebas melalui proses deliberative democracy salahsatunya dapat

dilakukan melalui media Internet. Makalah ini dengan demikian bertujuan untuk

mendeskripsikan hubungan antara rakyat dengan pemerintah di ruang publik, dalam hal ini

internet, kemudian menjawab pertanyaan apakah hubungan yang terbentuk tersebut dapat

(4)

III. Kerangka Konseptual

III.1 Ruang Publik dan Deliberatif Demokrasi

“The age of the public sphere as face-to-face talk is clearly over: the question of democracy must henceforth take into account new forms of electronically mediated discourse. What are the conditions of democratic speech in the mode of information? What kind of "subject" speaks or writes or communicates in these conditions?”

(Poster 1995).

Ruang publik adalah arena dimana kehidupan politik dan kehidupan sosial saling

berhubungan dimana antara individu dan identitas-identitas kolektif dapat secara bebas

mengekspresikan diri dan menjadi terintegrasi. Dalam definisi Habermas (1989) ruang

publik adalah lingkungan yang memediasi antara masyarakat dan negara dimana nantinya

ruang ini akan berfungsi secara sendirinya sebagai ‘kurir’ atau pembawa pesan dari

opini-opini publik yang sesuai dengan prisip-prinsip dari ruang publik itu sendiri.

Studi tentang demokrasi dan ruang publik oleh beberapa pihak dari berbeda

latarbelakang telah banyak dilakukan, khususnya ketika internet semakin mengambil

peran dalam kehidupan modern. Salahsatunya studi komprehensif di lakukan Cohen

(1988) yang mendeskripsikan demokrasi atas:

1. Demokrasi berdasar kepada prisip kedaulatan bersama, yang menghasilkan suatu

kondisi ‘diskusi bebas dan terbuka antar warga negara.’

2. Pembatasan berpendapat akan menciptakan ketidakadilan politik antara mereka

yang terakomodasi idenya dengan mereka yang terbatasi.

3. Pembatasan berpendapat menghalangi pergerakan bebas informasi dan

kemungkinkan menurunkan kualitas demokrasi dalam berdiskusi dan mengambil

keputusan.

4. Pembatasan berpendapat membatasi kemunculan pemikiran-pemikiran baru dalam

(5)

Demokrasi deliberatif memberi ruang pada bentuk-bentuk pengambilan kebijakan

dengan melibatkan rakyat dan pemerintah secara langsung di dalam prosesnya. Secara

sederhana, deliberative democracy dapat dideskripsikan sebagai sebuah konsepsi dimana

pemerintah demokratis menjamin ruang-ruang berdiskusi dalam kehidupan berpolitik

(Cooke, 2000). Menurut Habermas kemudian, terdapat beberapa syarat demokrasi

deliberatif dalam prakteknya, antara lain: 1.) setiap orang harus mampu menyampaikan ide

mereka sendiri secara terbuka dan sekaligus dapat menyampaikan kritik atas ide yang lain;

2) konsep mengenai kuasa yang diasosiasikan dengan status sosial harus dihapus; 3)

argumentasi yang didasarkan suatu tradisi atau dogma harus dimunculkan; 4) sebuah

kebenaran harus dimundulkan melalui konsensus (Borradori, 2005).

Dalam proses deliberatif ini, informasi memainkan perang sentral untuk mencapai

persamaan hak dalam memperoleh apa yang disebut dengan ‘informasi’ itu sendiri

(Gammler, 2001). Dalam asumsi Gammler, peran internet dalam mengatur arus informasi

bebas sebagai sebuah ciri masyarakat yang terbuka dengan memaksimalkan fungsi

ruang-ruang publik dapat terealisasi dengan penerapan deliberative democracy.

Karenanya internet sungguh memfasilitasi rakyat untuk berpartisipasi dalam politik

secara aktif ataupun pasif. Perkembangan dunia modern kemudian membawa arah kepada

konsepsi yang lebih luas tentang bentuk partisipasi politik rakyat dimana mereka dapat

terlibat secara langsung dalam proses pembuatan kebijakan (decision making process)

melalui metode online diskusi dan debat publik antara rakyat dengan pemerintah.

III.2 Internet dan Diskursus Demokrasi

Dalam pandangan banyak sarjana, internet dan teknologi informasi adalah bagian penting

(6)

dan globalisasi budaya. Dalam hal ini internet memfasilitasi jejaring-jejaring komunikasi,

memediasi informasi, membaurkan komunitas dalam satu wadah budaya-budaya cyber

serta gerakan-gerakan sosial dan NGO (Calhoun, 1997; Langman, 2001; Lim, 2003;

Nugroho, 2007, Gimmler, 2001, etc). Dengan demikian media internet menciptakan

media-media sosial yang bervariasi berupa ‘ruang publik virtual’ dengan tradisi

keterbukaan, komunikasi massa dan perubahan sosial-demokrasi.

Dalam konstalasi politik dunia, diantara isu-isu terpenting perkembangan

demokrasi adalah dapat digunakannya internet tanpa sensor Pemerintah. Dinegara-negara

maju dan berkembang, bahkan hal ini dapat memicu partisipasi politik masyarakat.

Dengan dapat dimanfaatkannya internet oleh masyarakat luas tanpa sensor penguasa,

demokrasi didunia modern sesungguhnya tengah menemukan bentuknya yang lain. Bagan

berikut memperlihatkan bagaimana di 38 negara-negara terbilang maju didunia, diantara

(7)

Pasca mencuatnya kontroversi Wikileaks sebagai satu fenomena terbesar penutup

tahun 2010 dan kini Panama Papers di awal tahun 2016, para akademisi krritis dunia

kembali melisting daftar panjang seputar peran internet di era politik modern, dari

kebebasan berekspresi, memperoleh informasi, kebebasan pers, keadilan global, open

technology, open society hingga open government yang sebenarnya semua isu-isu tersebut

dapat diwakili dengan hanya satu kata ‘Demokrasi.’ Ketika internet mampu menyebarkan

aura kebaikan dari Demokrasi ke seluruh pelosok dunia, rasanya tidak mustahil dimasa

yang akan datang, Internet akan menjadi instrumen penting dalam proses berdemokrasi di

dunia, menularkan efek demokrasi negara-negara maju kepada negara-negara terbelakang

yang masih otoritarian.

Diantara negara-negara yang meletakkan perhatiannya pada pemanfaatan internet

adalah negara-negara di benua Asia. Bagan dibawah ini memperlihatkan bagaiman

Indonesia adalah negara pengguna internet terbesar keempat di Asia setelah Cina, Jepang,

(8)

III.3 Demokrasi dan Internet Indonesia

Reformasi 1998 menandakan satu babak baru, Indonesia yang bebas dari belenggu

kekuasaan otoriter. Dimulai dari diamandemennya perundang-undangan sampai perubahan

sistem politik, kebebasan pers dan dunia cyber. Pengalaman Indonesia, secara jelas

memperlihatkan bahwa internet dapat menjadi ‘a cyber civic space’ dimana rakyat dapat

berbaur tanpa intervensi negara. (Lim, 2002). Menurut data yang dikeluarkan Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2015, jumlah pengguna internet di

Indonesia terus meningkat hingga mencapai angka 139 juta. Angka pengguna tersebut

sangat signifikan jika berangkat dari era reformasi dimana kebebasan dianggap dibatasi

Pemerintah berkuasa kala itu.

Kontribusi utama internet untuk masyarakat Indonesia sebagimana dikemukakan

Lim (2000) adalah memfasilitasi ruang-ruang dimana masyarakat dapat berbaur tanpa

(9)

bertukar informasi yang sebelumnya di kontrol secara langsung oleh negara, sebagaimana

ia contohkan, yaitu berupa proteksi informasi atas kasus-kasus negara yang dianggap

sensitif. Jumlah pengguna internet yang cukup signifikan tersebut, jika melihat kepada

penyebarannya di Indonesia, cukup mewakili besarnya jumlah penduduk yang menempati

setiap pulau. Berdasarkan bagain dari data yang dikeluarkan APJII dibawah ini,

konsentrasi pengguna Internet terbanyak berada dipulau Jawa yang notabene nya adalah

pusat pemerintahan, pusat administrasi dan pusat politik.

Diantara media internet penting yang dapat menyalurkan aspirasi rakyat, bahkan

mempertemukan Pemerintah dengan rakyat itu sendiri adalah jejaring sosial atau sosial

media. Walaupun tidak dapat bertemu secara kasat mata, sosial media yang mampu

memfasilitasi komunikasi langsung lewat dunia maya sesungguhnya memperlihatkan tidak

adanya dinding pemisah antara rakyat dengan pemerintah. Kepemilikin pemerintah akan

akun-akun sosial media yang dapat langsung berinteraksi dengan akun-akun sosial media

(10)

media di Indonesia, bahkan di dunia, bahkan tercatat jumlah pengguna sosial media yang

cukup besar di Indonesia.

Menurut data yang di keluarkan we are social misalnya, dari total sekitar 200 juta

(11)

Pertanyaan kemudian apakah penggunaan sosial media di internet menjadi salah satu

pemicu terbentuknya sebuah konsensus politik antara rakyat dengan pemerintah. Apakah

proses deliberatif democracy tercermin melalui interaksi politik antara rakyat dengan

pemerintah.

IV. Analisis ‘Deliberative Democracy’ dan Internet Indonesia

IV.1 Pemerintah dan Rakyat dalam Ruang Publik

“The government of the world must be entrusted to satisfied nations, who wished nothing more for themselves than what they had. If the world-government were in the hands of hungry nations, there would always be danger. But none of us had any reason to seek for anything more. The peace would be kept by peoples who lived in their own way and were not ambitious. Our power placed us above the rest. We were like rich men dwelling at peace within their habitations.” (Winston Churchill)

Kutipan dari Churcill tersebut sesungguhnya merefleksikan bagaimana seharusnya

hubungan ideal antara rakyat dengan pemerintah dalam dunia modern. Penulis kemudian

melihat bahwa salah satu cara menghubungkan antara rakyat dengan pemerintah adalah

melalui media internet, karena internet dapat memfasilitasi rakyat untuk berpartisipasi

dalam politik serta menjadi pengawas sebuah pemerintahan.

Menurut Hardiman (2004), dalam demokrasi deliberatif lebih ditekankan kepada

proses pengambilan keputusan publiknya, bukan hasilnya. Dengan demikian, apakah

keputusan publik yang diambil oleh pemerintah melalui uji publik atau debat publik adalah

sah sah saja. Dengan demikian mengamati bagaimana proses deliberasi tersebut terwujud

melalui media internet, apakah aksi-interaksi di sosial media, pendapat-pendapat pada

laman pemberitaan, sampai kepada kritikan dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan

diinternet dan mendapat perhatian pemerintah dapat diindikasikan sebagai proses

(12)

Berikut penulis mencoba memaparkan bagaimana proses deliberatif demokrasi

melalui media internet dapat terjadi. Sebagaimana dalam praktik deliberative democracy di

internet, pemerintah diposisikan sebagai institusi yang memang tidak sejajar dengan rakyat

(karena fungsi ‘memerintah’). Rakyat meng-input ide (proses transformasi, internet

sebagai ‘a transformer’) -- > penggodokan ISU dimana pemerintah memberikan feedback

sehingga terdapat interaksi langsung antara pemerintah dan rakyat (proses containing,

internet berfungsi sebagai ‘a container’) mewadahi bentuk-bentuk konsensus antara

pemerintah dengan rakyat lewat diskusi online dan debat publik -- > hasil dari

penggodokan ide antara rakyat dengan pemerintah menghasilkan satu keputusan/kebijakan

(proses producing, dimana internet berfungsi sebagai ‘a producer’ atau penghasil).

Rangkaian democracy deliberative via internet ini lah yang kemudian menjadi langkah

awal dari decision making proses kebijakan negara, dimana rakyat terlibat langsung.

Terdapat unsur penting lain dalam hal interaksi antara rakyat dengan pemerintah,

yaitu keberadaan kelompok penekan dan kelompok kepentingan (mereka bisa disebut

rakyat, namun kita bedakan karena memilliki orientasi kepentingan dengan rakyat sebagi

individu dan kesatuan individu). Namun kelompok-kelompok tersebut juga harus berperan

dalam mana internet dapat efektif menjadi sarana pertimbangan politik.

Dengan demikian peran Internet dalam mengefektifkan ‘Deliberative Democracy’

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Melalui internet para user (pemerintah dan rakyat) mentransformasikan ide-ide

mereka secara bebas mengacu kepada prinsip-prinsip demokrasi: kebebasan

berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan berafiliasi. Internet menjadi

(13)

2. Melalui internet sebagai sebuah wadah,‘ide’ atau isu-isu bangsa dikonsesuskan,

demi menemukan satu kesepakatan bersama antara pemerintah dan rakyat.

Karenanya internet berfungsi sebagai media online untuk penggodokan isu atau

ide (opini, saran, kritik, dll).

3. Melalui internet, keputusan-keputusan yang telah mempertimbangkan diskusi

dan komunikasi antara Pemerintah dan Rakyat diharapkan menghasilkan satu

output berupa ‘kesepakatan bersama’ (Common Decision) yang nantinya akan

menjadi salah satu referensi pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan

negara (decision making).

IV.2 Deliberatif Democracy di Indonesia

“Thanks to the internet, government in the future will be more responsive, more eficient, and less bureaucratic.” (Margolis & Resnick)

Istilah menteknologikan pemerintah, atau yang lebih dikenal dengan “e-government”

sesungguhnya adalah istilah yang sudah sangat dikenal dimasyarakat. Untuk bisa

merealisasikan fungsi-fungsi internet dalam mewujudkan deliberative democracy haruslah

terlebih dahulu menteknologikan pemerintah itu sendiri. Konsep e-government selalu

menjadi acuan banyak negara di dunia demi mewujudkan satu pemerintah yang terbuka,

efektif dan efisien. Dalam hal ini e-government berujung kepada cita-cita open-society.

Namun dalam mewujudkan satu e-government untuk open society, teknologi yang menjadi

sarana itu sendiri harus terlebih dahulu dibebaskan, disosialisasikan secara merata, dapat

dijangkau dan dimanfaatkan semua kalangan. Hal ini lah yang dikenal dengan open

(14)

E-government menyediakan informasi yang bisa di akses oleh rakyat, dengan

begitu rakyat tidak bertanya-tanya tentang kegiatan pemeritahan itu sendiri. Dimulai

dengan memberikan akses informasi kegiatan negara yan bersifat demokrasi melalui

media internet kepada rakyat, kemudian memberikan kemudahan-kemudahan kepada

rakyat dalam memperoleh informasi tentang kenegaraan, memberikan fasilitas internet

kepada sekolah-sekolah hingga ke pelosok daerah, serta memperhatikan

kelompok-kelompok yang giat, aktif, dan ikut berperan serta dalam memajukan teknologi serta

pendidikan.

Budaya politik Indonesia yang semakin mencuat ke permukaan adalah rakyat

‘frustasi’ karena aspirasinya tidak didengar atau terakomodir, bahwa kendaraan-kendaraan

politik (baca: parpol) hanya memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan golongan.

Dengan demikian internet masa depan harus mampu menjawab persoalan ‘krisis

kepercayaan’ dengan lebih meningkatkan perannya sebagai ‘alat pertimbangan online’

antara rakyat dengan pemerintah. Semakin meningkatnya ketidakpercayaan rakyat

terhadap peran-peran intitusi-institusi politik (Dewan Perwakilan Raktar/DPR dan Partai

Politik) dalam menyalurkan aspirasi harus dieliminir dengan lebih aktif memanfaatkan

ruang-ruang publik semacam internet menjadi ‘alat petimbangan politik’ untuk

mewujudkan demokrasi.

Diantara aksi-aksi menggunakan fasilitas internet untuk mendukung terbentuknya

demokrasi deliberatif sebagaimana di paparkan Fiskin antara lain: 1) Citizen Jury dimana

Internet memposisikan rakyat sebagai ‘juri’ atau hakim dalam memberikan penilaian

terhadap fenomena bangsa; 2) Consensus Forum, dimana İnternet memberikan ruang

untuk berperan nya forum-forum bebas yang digerakan kaum sipil untuk menghasilkan

(15)

dengan pembuat kebijakan; 3) Deliberative Poll/Survey dimana internet memfasilitasi

dilakukannya survey online dalam menanggapi isu-isu kebangsaan dan menjadikan hasil

survey berupa output tersebut sebagai input ke pelaku pembuat kebijakan; World Cafe

yaitu memfasilitasi keterlibatan dunia global dalam mengkritisi isu-isu kebangsaan; Open

Space Technology; Online Deliberation; Citizen Deliberative Dialogues, dan

E-Governance (Fiskin, 2005).

Diantara bentuk aksi-aksi democracy deliberatif yang dapat difasilitasi internet

untuk bisa mempertemukan antara Pemerintah dengan rakyat, Penulis berkesempulan

perlunya tiga hal penting yang dapat dipraktekan di Indonesia dalam waktu dekat, antara

lain: 1) E-government (Gerakan dimotori satu arah oleh pemerintah namun didukung

sepenuhnya oleh bangsa); 2) Open Space Technology (Gerakan dimotori kedua belah

pihak, pemerintah dan rakyat, melibatkan lembaga-lembaga swasta sebagai sponsor) dan

3) Citizen Online Deliberation for Contribution (Gerakan dimotori satu arah oleh

rakyat/sipil.

V. Kesimpulan

Internet hari ini telah memainkan fungsi-fungsi ganda ‘multiple functions’. Bagaimana

internet memfasilitasi tumbuhkembangnya diskursus demokrasi, khususnya demokrasi

deliberatif menjadi fokus dari artikel ini. Penulis menyoroti proses terbentuknya hubungan

antara pemerintah dan rakyat melalui fungsi ruang publik. Dengan menganalisa peran

internet penulis mencoba merekonsepsi hubungan pemerintah dan rakyat di era teknologi

(16)

Demokrasi mungkin bukan satu sistem yang paling ideal di dunia, namun satu jalan

menuju ideal dapat ditempuh melalui demokrasi. Beberapa poin penting yang kemudian

Penulis garis bawahi dari paparan diatas adalah sebagai berikut:

1. Mengingat dalam satu sistem demokrasi dibutuhkan orang-orang yang capable

dan mumpuni demi mensinergiskan cita-cita demokrasi dengan realitas dunia,

sistem demokrasi yang dianut tidak akan berjalan tanpa adanya pelaku-pelaku

yang tepat, the right person for the right choice. Untuk mewujudkan cita-cita

demokrasi, sistem-sistem Indonesia yang terpolitisasi kepentingan-kepentingan

golongan harus dibersihkan, dengan cara mengamandatkan tugas dan kewajiban

negara kepada orang-orang yang sesuai dengan bidangnya.

2. Menjadikan internet sebagai sarana terciptanya demokrasi yang mencita-citakan

satu masyarakat terbuka dibutuhkan dukungan setiap elemen dalam bernegara

selain fasilitas-fasilitas semacam sistem ekonomi dan hukum yang adil, juga

kebutuhan akan teknologi modern. Teknologi yang memudahkan hidup manusia

menempatkan internet sebagai bagian penting dalam penegakan demokrasi.

Melalui internet rakyat dapat mengaspirasikan apa yang ideal bagi mereka,

sementara pemerintah mengakomodasinya, sebagaimana idealnya hubungan

‘pelayanan negara’ yang harus dilakukan orang-orang terpilih kalangan elite

(baca: pemerintah) kepada ‘rakyat’ pemegang legitimasi tertinggi dalam sistem

demokrasi.

3. Dalam hal mewujudkan fungsi Internet dalam proses berdemokrasi deliberatif,

internet harus menjalankan tiga fungsi utama: a transformer, a container, dan a

producer. Dengan demikian internet dapat menghasilkan satu bentuk konsensus

(output) yang nantinya akan menjadi masukan (input) dalam proses pembuatan

(17)

Diantara hal yang menurut Penulis penting untuk dapat dimaksimalkan berkaitan

dengan fungsi internet dan mengembalikan peran pemerintah adalah memaksimalkan

Internet sebagai ‘Tool of Democracy’. Caranya dengan mengaktifkan peran-peran Internet

sebagai ‘alat pertimbangan’ dalam menghasilkan satu keputusan. Salahsatunya dengan

menefektifkan e-government dan civil online deliberation. Menjadikan internet sebagai

‘alat pertimbangan politik’ dalam menghasilkan keputusan-keputusan pemerintah yang

bisa direalisasikan dalam bentuk teknis misalnya dengan memproses ide-ide masyarakat

civil yang tertuang melalui fasilitas-fasilitas internet, seperti online opini publik.

VI. Daftar Pustaka

Borradori, Giovanna. 2005. “Filsafat dalam Masa Teror: Dialog dengan Jurgen

Habermas dan Jacques Derrida”, terjemahan Alfons Taryadi, Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.

Clarke, Roger. 1994. 'Information Technology: Weapon of Authoritarianism or Tool of

Democracy?' Proc. World Congress, Int'l Fed. of Info. Processing, Hamburg,

September 1994, at

Denning, Dorothy E. 2001. ‘Activism, Hacktivism, and Cyberterrorism: The Internet as a Tool for Influencing Foreign Policy’, in John Arquilla and David Ronfeldt (eds),

Networks and Netwars: The Future of Terror, Crime, and Militancy. Santa Monica:

RAND Corporation, 239–88.

Friedland, Lewis A. "Electronic democracy and the new citizenship," Media, Culture &

Society 18, (1996): 185-212;

Fishkin J. 2005. “Realizing Deliberative Democracy: Virtual and Face to Face Ethics,

Possibilities.” Electronic Working Papers Series. W. Maurice Young Centre for

Applied University of British Columbia at

Fitri, Nofia. 2011. Democracy Discoursus through Internet Communication: Understanding the Hacktivism for Global Changing. Online Journal of

Communication and Media Technologies. Volume: 1- Issue:2, April, pp 1-20.

Gimmler, Antje. 2001. Deliberative Democracy, the Public Sphere and the Internet.

(18)

Gutmann, Amy., Thomson, Dennis, 2004, Why Deliberative Democracy, USA: Princeton University Press.

Habermas, Jurgen. 1962. The Structural Transformation of the Public Sphere. Cambridge: Polity Press.

---. Political Communication in Media Society: Does Democracy Still Enjoy an Epistemic Dimension? The Impact of Normative Theory on Empirical Research. Communication Theory, 16 (2006) pp 411–426.

Hardiman, F. Budi. 2004. “Demokrasi Deliberatif: Model untuk Indonesia Pasca

Soeharto?”, Yogyakarta: Majalah BASIS, No. 11-12, Tahun ke-53,

November-Desember.

Hirzalla, Fadi. 2007. The Internet and Democracy: Participation Citizens and Politics. Vol. 14 (2007). No.2 pp. 83-96. Javnost, The Public.

Latif, Yudi. Melampaui Kosmopolitan Politi, dalam artikel Kompas, dalam laman

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/03/Bentara/2246603.htm

Lim, M. 2003. ‘The Internet, Social Network and Reform in Indonesia’ in N. Couldry and J. Curran (eds.), Contesting Media Power: Alternative Media in A Networked World, Lanham: Rowan & Littlefield, pp. 273-288.

---. 2002. ‘CyberCivic Space in Indonesia: From Panopticon to Pandemonium?’International Development and Planning Review, Vol. 24 (4), pp. 383-400.

Muzaki, Fachrul. 2013. Diskursus Deliberatif Demokrasi di Indonesia. Jurnal Review

Politik, Volume 03, Nomor 01, Juni.

Nugroho, Yanuar. 2007. PhD Thesis: Does the Internet Transform Civil Society? The Case

of Civil Society Organisations in Indonesia. Scribs Online. (link)

Zinnbauer, Dieter. 2001. Internet, Civil Society and Global Governance: The Neglected Political Dimension of the Digital Divide. Information and Security, Volume 7, pp 45-64.

i

‘Open technology’ atau konsep teknologi terbuka adalah dimana teknologi dapat

dikembangkan dan diakses oleh setiap kalangan dari kaum elite sampai masyarakat biasa.

Open technology ditandai dengan transparansi, kebebasan menginovasi serta pembuatan

Referensi

Dokumen terkait

learning continuum guru dapat menemukan bahan yang lebih sesuai bagi peserta didik. b) Diskusi sumber belajar: Perlunya sharing antar pengajar tentang bagaimana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik bakteri 10 8 CFU/ml pada ayam pedaging yang diinfeksi Escherichia coli menurunkan persentase lemak abdominal sebesar

Konsep diri ( self concept ) siswa berdasarkan tabel 4 menunjukan perbedaan yang signifikan antara pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) lebih

Dalam proses pembentukan identitas mahasiswi yang menggunakan cadar terjadi dalam tahap eksplorasi dimana mahasiswi sedang berusaha untuk mencari tahu tentang identitas dirinya

Permohonan Praperadilan tersebut diperiksa oleh Hakim Kristanto Sahat Hamonangan Sianipar, yang dalam amar putusannya menolak permohonan Praperadilan pemohon untuk

Rancangan alat bantu pengajaran yang dibuat terbagi menjadi 2 yaitu konsep rancangan untuk mengenal bentuk bangun ruang hanya dilakukan modifikasi dalam suara pada bentuk

Kematian Yesus Kristus melalui penyaliban di tangan Pontius Pilatus adalah fakta sejarah yang benar-benar terbukti (lih. Bagaimana- pun, Orang yang mati di kayu salib Kalvari

3.4.1 Melalui melihat video pembelajaran, siswa dapat menyebutkan isi teks percakapan yang dibacakan berkaitan dengan lingkungan rumah yang sehat menggunakan